Mengubah Paradigma Berpikir dalam Menghadapi Global Warming

Universitas Muhammadiyah Malang
Arsip Berita
pslk.umm.ac.id

Mengubah Paradigma Berpikir dalam Menghadapi Global Warming
Tanggal: 2011-11-21

Global warming masih menjadi isu yang sangat hangat dan tidak ada habisnya untuk diperbincangkan. Dulu,
kebanyakan orang berpikir untuk mencegah terjadinya pemanasan global, tetapi tahukah anda bahwa global warming
sudah tidak dapat lagi dicegah?

Tingginya jumlah emisi yang ada sekarang ini menandakan bahwa global warming akan senantiasa menemani
dalam setiap hembusan nafas. Datangnya hujan yang dulu dapat diprediksi sekarang menjadi sangat sulit diprediksi,
tanaman yang mati bertambah banyak dikarenakan intensitas hujan yang tidak menentu, nyamuk kini tidak hanya
bersarang di dataran rendah namun meluas hingga dataran tinggi, dan masih banyak lagi indikator global warming
semakin dekat dengan kita.

Berdasarkan itu semua, Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah
Malang (UMM) mencoba mengubah paradigm masyarakat yang dulunya mencegah global warming menjadi
beradaptasi dengan global warming. Menurut penuturan Wahyu Prihanta, selaku ketua PSLK UMM mengatakan bahwa
saat ini sudah saatnya kita perlu untuk memikirkan bagaimana cara kita beradaptasi dengan global warming.


Aksi pencegahan tetap dilakukan, namun saat ini gejala-gejala global warming sudah tidak dapat dihindari
lagi.Maka segala aksi tersebut dapat disimpulkan tidak akan berdampak signifikan bagi proses pencegahan global
warming.Proses adaptasi masyarakat terhadap perubahan iklim yang tidak menentu ini akan lebih baik untuk
meminimalisir dampak-dampak yang akan dialami, namun kita tetap harus menjaga lingkungan agar tidak menjadi
semakin parah.

“Sasaran awal kami adalah petani, kami melakukan pengenalan mengenai proses adaptasi global warming
melalui pembuatan green house,” kata Wahyu. Menurut beliau, alasan utama membidik para petani sebagai sasaran
awal karena dampak global warming begitu sangat terasa di kalangan petani .Mereka sering mengalami gagal panen,
proses perawatan yang relative mahal, dll. Wahyu melihat Indonesia sebagai Negara agraris, maka sangat penting
untuk pengenalan adaptasi global warming ini dimulai dari sektor pertanian.

Perubahan paradigma ini pun dapat dikenalkan kepada masyarakat luas.Salah satu caranya adalah
memperkenalkan jenis sumber makanan baru, misalnya saja mengubah makanan pokok nasi menjadi singkong dan
umbi-umbian. Wahyu menjelaskan bahwa kadar nutrisi yang terkandung di antara kedua jenis sumber makanan ini tidak
jauh berbeda. Namun proses perawatan singkong dan ubi jauh lebih efektif, tanaman ini mampu bertahan dalam cuaca
apapun, dan juga dapat tumbuh di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Jika dibandingkan dengan padi yang tidak
dapat tumbuh dengan maksimal jika kemarau melanda, dan rusak jika dilanda banjir. Di sisi lain, padi hanya dapat
tumbuh di dataran rendah. Jadi, sudah siapkah anda beradaptasi dengan global warming?(db/jo/mza/IKOM/PR/2008)


page 1 / 1