PENGARUH SENSE OF BELONGING TERHADAP KUALITAS HIDUP LANSIA DI PANTI WREDA

PENGARUH SENSE OF BELONGING TERHADAP KUALITAS
HIDUP LANSIA DI PANTI WREDA

SKRIPSI

Oleh :
Huda Saifullah Kamalie
201210230311130

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

PENGARUH SENSE OF BELONGING TERHADAP KUALITAS
HIDUP LANSIA DI PANTI WREDA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi


Oleh :
Huda Saifullah Kamalie
201210230311130

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Skripsi
2.
3.
4.
5.
6.

Nama Peneliti
NIM
Fakultas

PerguruanTinggi
Waktu Penelitian

: Pengaruh sense of belonging terhadap kualitas hidup lansia
di Panti Wreda.
: Huda Saifullah Kamalie
: 201210230311130
: Psikologi
: Universitas Muhammadiyah Malang
: 2 – 12 Desember 2015

Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji pada tanggal
Dewan Penguji
Ketua Penguji

: Dr. Diah Karmiyati, M.Si.

(

)


Anggota Penguji

: 1. Susanti Prasetyaningrum, M.Psi.

(

)

2. Yuni Nurhamida, S.Psi. M.Si

(

)

3. Tri Muji Ingarianti, M.Psi

(

)


Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Diah Karmiyati, M.Si

Susanti Prasetyaningrum, M.Psi

Malang,
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Dra. Tri Dayakisni, M.Si

i

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama
: Huda Saifullah Kamalie
NIM
: 201210230311130
Fakultas/ Jurusan
: Psikologi/ Psikologi
Perguruan Tinggi
: Universitas Muhammadiyah Malang
Menyatakan bahwa skripsi / karya ilmiah yang berjudul : Pengaruh sense of belonging terhadap
kualitas hidup lansia di Panti Wreda.
1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk
kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.
2. Hasil tulisan karya ilmiah / skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan Hak bebas
Royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber bebaspustaka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya apabila pernyataan ini tidak
benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Malang, 19 Januari 2016
Mengetahui
Ketua Program Studi


Yang menyatakan

Yuni Nurhamida, S.Psi. M.Si

Huda Saifullah Kamalie

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat
sehat iman dan islam kepada penulis sehingga penulisan skripsi dengan judul “PENGARUH
SENSE OF BELONGING TERHADAP KUALITAS HIDUP LANSIA DI PANTI WREDA”
dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi tugas dan syarat guna meraih gelar
Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.
Dalam proses penyusunan skripsi, penulis memperoleh banyak bimbingan, dukungan,
pengalaman serta pelajaran yang sangat bermanfaat dan berharga dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan hormat dan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dra. Tri Daya Kisni, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang.
2. Ibu Dr. Diah Karmiyati, M.Si dan Ibu Susanti Prasetyaningrum, M.Psi selaku dosen
pembimbing I dan II yang telah banyak meluangkan waktu dan tenaga untuk
memberikan bimbingan serta motivasi hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.
3. Bapak Muhammad Shohib, S.Psi, M.Si selaku dosen wali yang telah banyak
memberikan pelajaran, nasehat serta motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan.
4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah
memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis.
5. Pengurus Panti Wreda Griya Kasih Siloam, Panti Wreda Bina Bhakti, Panti Wreda
Griya Asih, Panti Wreda Melania, Pondok Lansia Berdikari dan Panti Wreda Bina
Bhakti yang telah memberikan izin serta dukungan kepada peneliti selama pengambilan
data.
6. Oma dan Opa Penghuni Panti Wreda Griya Kasih Siloam, Panti Wreda Bina Bhakti,
Panti Wreda Griya Asih, Panti Wreda Melania, Pondok Lansia Berdikari dan Panti
Wreda Bina Bhakti yang telah membantu kelancaran selama pengambilan data serta
memberikan dukungan kepada penulis.
7. Dr. H. Saifullah Kamalie, Lc. M.Hum dan drg. Munifah Manaf, selaku orang tua serta
sumber motivasi penulis, atas segala doa, kasih sayang, perhatian dan dukungan tiada
henti yang diberikan kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Ammar Saifullah Kamalie, B.Couns., M.Couns., Afaf Saifullah Kamalie, S.Pd.I.,
Ghassan Irfan Kurniawan dan seluruh keluarga besar penulis, atas segala doa, hiburan
dan motivasi yang diberikan kepada penulis hingga penulis dapat bersemangat
menyelesaikan skripsi ini.
9. Najla Amaly, Achmad Subarkah Remaz, Fikri Bagus Zakaria, Addina Zulfah dan
Potopoy, Adi Harjito, Syauqi Dzulfikar, Achmad Faidullah, Iqbal Al-Ayubi, dan
segenap keluarga besar IKPDN Malang yang telah banyak membantu dan menemani
penulis selama menjalani perkuliahan di Malang.
10. Ekadyanti Vidya Rahmani, Nova Ariyanthi, M. Thoyyib Ghani, Faza Bahrussofa dan
segenap teman-teman Psikologi B angkatan 2012 atas segala motivasi serta solidaritas
dan yang selama ini telah banyak memberikan pelajaran, pengalalaman serta bantuan
kepada penulis.
iii

11. Ibu Faisah, Rahmah Anwar, Hana Lintang Puspasari dan teman-teman kos BCT blok 3
kav. 78, yang telah memberikan dukungan serta motivasi kepada penulis dalam proses
penyelesaian skripsi.
12. Rekan-rekan Asisten Laboratorium Psikologi periode 2014/2015 yang telah membantu
serta memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan

bantuan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala kebaikan yang
telah diberikan kepada penulis, amin. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa
masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan. Meski demikian, penulis berharap semoga
skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umunya.

Malang, 19 Januari 2016
Penulis

Huda Saifullah Kamalie

iv

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ............................................................................................................. i
Surat Pernyataan ................................................................................................................ ii
Kata Pengantar ................................................................................................................... iii
Daftar Isi ............................................................................................................................. v
Daftar Tabel ....................................................................................................................... vi

Daftar Lampiran ............................................................................................................... vii
ABSTRAK ......................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 2
LANDASAN TEORI ......................................................................................................... 6
Kualitas Hidup ........................................................................................................... 6
Aspek Kualitas Hidup ............................................................................................... 7
Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Lansia ................................................ 7
Sense of Belonging ................................................................................................... 7
Aspek Sense of Belonging ........................................................................................ 8
Sense of Belonging terhadap Kualitas Hidup Lansia ................................................ 8
Kerangka Pikir .................................................................................................................. 10
Hipotesa ............................................................................................................................ 10
METODE PENELITIAN ................................................................................................. 11
Rancangan Penelitian .............................................................................................. 11
Subjek Penelitian .................................................................................................... 11
Variabel dan Instrumen Penelitian .......................................................................... 11
Validitas dan Reliabilitas Instrumen ....................................................................... 12
Prosedur dan Analisa Data Penelitian ..................................................................... 13
HASIL PENELITIAN ...................................................................................................... 14
DISKUSI .......................................................................................................................... 15

SIMPULAN DAN IMPLIKASI ....................................................................................... 18
REFERENSI ..................................................................................................................... 18
LAMPIRAN ..................................................................................................................... 21
v

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Indeks validitas alat ukur penelitian ................................................................... 13
Tabel 2. Indeks reliabilitas alat ukur penelitian ............................................................... 13
Tabel 3. Hasil analisis regresi sense of belonging terhadap kualitas hidup lansia di Panti
Wreda ................................................................................................................. 14
Tabel 4. Sense of belonging terhadap kualitas hidup lansia di Panti Wreda .................... 14

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala try out ................................................................................................. 22
Lampiran 2. Analisis validitas dan reliabilitas ................................................................. 27
Lampiran 3. Blue print skala ............................................................................................ 30
Lampiran 4. Skala penelitian ............................................................................................ 33
Lampiran 5. Hasil analisa data ......................................................................................... 36
Lampiran 6. Hasil perhitungan kategorisasi ..................................................................... 43
Lampiran 7. Surat keterangan penelitian .......................................................................... 48

vii

PENGARUH SENSE OF BELONGING TERHADAP KUALITAS HIDUP
LANSIA DI PANTI WREDA

Huda Saifullah Kamalie
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang
hudaakamalie@gmail.com
Kualitas hidup merupakan persepsi lansia mengenai kondisi dan situasi dimana hidupnya saat
ini sudah memenuhi standar, harapan dan tujuan hidupnya. Sense of belonging adalah kondisi
dimana lansia merasa memiliki keterikatan dengan lingkungan sekitarnya. Lansia dengan sense
of belonging, memiliki persepsi yang positif terhadap lingkungan di sekitarnya. Sedangkan
lansia adalah penduduk yang memiliki usia 60 tahun ke atas. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh sense of belonging terhadap kualitas hidup lansia di Panti Wreda.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang dilakukan terhadap 105 orang lansia
penghuni Panti Wreda dengan menggunakan teknik simple random sampling dalam
pengambilan sampelnya. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah SOBI-P dan
OPQOL-Brief. Analisa data menggunakan uji analisis regresi linear sederhana. Hasil penelitian
menunjukan bahwa ada pengaruh positif sense of belonging terhadap kualitas hidup lansia di
Panti Wreda dengan nilai r=0.443 dan p=0.000, dan sumbangan efektif oleh sense of belonging
terhadap kualitas hidup lansia adalah sebesar 19.7% (r2=0.197).
Kata kunci: Kualitas hidup, sense of belonging, lansia, Panti Wreda.

In this study, life quality is an elder perception toward condition and situation of life including
its standard, expectation and goal. Sense of belonging is a condition where elderly shows
attachment to his surroundings. Elderly with sense of belonging has positive perception toward
his surroundings. In this study, elderly is individual age 60 years above. The objective of this
study is to find out the effect of sense of belonging in elderly at home care. This study was
quantitative research conducted with 105 elderly at home care. Simple random sampling was
used in this study. Meanwhile, SOBI-P and OPQOL-Brief were the instruments used in this
study. The obtained data was analyzed by simple linear regression analysis test. The research
revealed that there was a correlation between sense of belonging and elderly life quality living
at home care with result r=0.443 and p=0.000, and the effective contribution of sense of
belonging toward elderly life quality was 19.7% (r2=0.197).
key words : life quality, sense of belonging, senior citizen, home care.

1

2

Upaya pemerintah dalam hal pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat
adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 telah menghasilkan
perbaikan kualitas kesehatan dan kondisi sosial masyarakat, salah satunya ditandai dengan
meningkatnya usia harapan hidup. Peningkatan usia harapan hidup adalah salah satu faktor
yang menyebabkan meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia), yaitu penduduk berusia
60 tahun ke atas (Badan Pusat Statistik, 2013). Selain dalam rangka pembangunan nasional,
fokus perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini banyak dilakukan oleh
masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan manusia sehingga
manusia bisa menjalani kehidupannya dengan baik dan sejahtera hingga akhir hayat. Hal ini
juga berdampak kepada peningkatan jumlah lansia di masyarakat. Kesejahteraan dan temuantemuan ilmu kesehatan membuat manusia pada masa ini memiliki kesempatan untuk menjalani
kehidupan yang lebih lama. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan
bahwa Indonesia termasuk 5 besar negara dengan jumlah penduduk lansia terbanyak di dunia
dengan jumlah mencapai 18,1 juta orang (kompasiana.com, 2014).
Jika pada tahun 2010 jumlah lansia adalah 18,1 juta orang, maka diperkirakan jumlah lansia
akan mencapai 80 juta pada 2030 (poskotanews.com, 2013). Masa lansia adalah periode
penutup dalam kehidupan manusia. Pada masa ini salah satunya dikenal sabagai masa
pemisahan antara seorang individu dengan orang-orang di sekitar maupun lingkungannya,
dikenal sebagai teori pemisahan (disengangement theory) yang menyatakan bahwa orang-orang
lanjut secara perlahan-lahan menarik diri dari masyarakat (Cumming & Henry dalam Santrock,
2002). Pemisahan ini disebabkan oleh kemampuan individu yang menurun dan pengurangan
aktivitas yang biasa dilakukan, sehingga menyebabkan dirinya lebih banyak melakukan
kegiatan dengan dirinya sendiri tanpa banyak berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya.
Namun, tak sedikit penelitian yang menentang teori tersebut. Santrok (2002) menyebutkan
bahwa, semakin orang lanjut usia aktif dan terlibat, semakin kecil kemungkinan mereka
menjadi renta dan semakin besar kemungkinan mereka merasa puas dengan kehidupannya.
Dengan penjelasan teori di atas tidak menutup kenyataan bahwa ketika seseorang berada pada
masa lanjut usia, akan terjadi penurunan kemampuan dan kesehatan di dalam dirinya.
Pertumbuhan angka lansia di masyarakat menimbulkan tantangan mengenai peningkatan
ketergantungan lansia yang disebabkan oleh kemunduran fisik, psikis, dan sosial lansia.
Ketergantungan ini merupakan kebutuhan primer lansia yang mempengaruhi kualitas sisa
hidupnya. Ketidakmampuan lansia dalam memenuhi kebutuhannya sendiri dan lebih banyak
bergantung kepada orang lain, membuatnya membutuhkan banyak perhatian yang lebih dari
orang lain, khususnya perhatian dari keluarga sebagai satuan terkecil dari masyarakat yang
memiliki peran penting dalam merawat dan meningkatkan kualitas hidup lansia. Namun tak
jarang dengan banyaknya kebutuhan lansia yang harus dipenuhi baik fisik maupun psikologis,
keluarga merasa tidak mampu untuk merawat dan memenuhi kebutuhan mereka di rumah, hal
ini dikarenakan urusan anak atau anggota keluarga lain yang sudah banyak menyita waktu.
Menurut UU No. 13 tahun 1998, lansia dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: lanjut usia
potensial dan lanjut usia tidak potensial. Lanjut usia potensial adalah lanjut usia yang masih
mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/atau jasa.
Sedangkan lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. Lansia mempunyai hak yang sama
dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebagai bentuk peningkatan
kesejahteraan bagi lansia, banyak lembaga pemerintahan maupun swasta yang mendirikan panti
sosial yang ditujukan untuk memberikan kemudahan pelayanan bagi lanjut usia tidak potensial

3

agar dapat mewujudkan dan menikmati taraf hidup yang wajar, yang salah satunya dikenal
sebagai Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW) atau Panti Jompo.
Berdasarkan hasil penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Ningsi (2013) terhadap anak
kandung yang menitipkan orang tua mereka ke Panti Wreda, ditemukan tiga alasan yang
mengharuskannya untuk menitipkan orang tua mereka ke Panti Wreda. Beberapa di antaranya
karena anak sibuk dengan pekerjaan, anak merasa keberatan mempedulikan keadaan orang tua
dan disharmonisasi antara anak dan orang tua. Keluarga yang tidak memiliki cukup waktu atau
tenaga untuk merawat lansia di rumah biasanya akan memilih alternatif untuk meminta bantuan
perawat atau tenaga profesional secara khusus untuk merawat lansia di rumah mereka atau
menitipkan lansia kepada Panti Wreda yang memiliki tenaga profesional di dalamnya, dengan
harapan bahwa lansia dapat lebih mendapatkan perawatan dan dapat terpenuhi kebutuhannya.
Selain sebagai alternatif yang dipilih oleh keluarga, pada masa ini terdapat beberapa lansia yang
lebih memilih untuk tingal di Panti Wreda dari pada tinggal dirumah dengan keputusannya
sendiri. Keputusan ini disertai berbagai alasan seperti takut membenai keluarga atau masalah
lain yang terjadi diantara dirinya dengan keluarga dirumah (Putra, et al., 2014).
Pada umumnya kaum lansia menolak penggunaan dukungan formal (perawatan di Panti Wreda)
dan lebih menyukai dukungan dari keluarga terdekat (Litwak dalam Santrock, 2002).
Hellstrom, Persson dan Hallberg (2004) menunjukkan bahwa menerima bantuan dalam
kehidupan sehari-hari lansia memiliki dampak signifikan yang berkaitan dengan kualitas hidup
pada lansia. Lansia yang memiliki kualitas hidup yang rendah cenderung merasa kesepian,
merasa depresi, memiliki masalah dengan waktu tidurnya dan merasa nyeri pada bagian perut
yang signifikan.
Keberadaan diri lansia di Panti Wreda memberikan dampak yang berarti bagi masalah
psikologis dan sosialnya, baik itu positif maupun negatif. Lansia dapat bersosialisasi dengan
teman-teman sebaya yang tinggal di Panti Wreda, beberapa Panti Wreda pun menyediakan
fasilitas kunjungan dokter sehingga memudahkan lansia untuk mendapatkan pemeriksaan
kesehatan secara rutin, adapun aktivitas yang disediakan oleh pihak Panti sehingga lansia tetap
memiliki kegiatan yang dapat dilakukannya setiap hari (Putra, et al., 2014). Namun, adapun
dampak negatif yang ditemukan pada beberapa lansia yang tinggal di Panti Wreda, berbeda
dengan lansia yang tinggal bersama keluarga, lansia yang tinggal di Panti Wreda cenderung
kurang merasa dihargai oleh keluarganya, mereka merasa bahwa hidup di masa lalu dan saat
ini tidak lebih baik dari orang lain, merasa tidak pantas untuk hidup dan tidak disayangi,
menyesali kehidupannya dan merasa diabaikan oleh keluarganya (Cahyawati, 2009).
Permasalahan tersebut tentunya dapat berpengaruh terhadap kesejahteraan psikologis maupun
emosionalnya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Juniarti et al (2008) ditemukan bahwa 95 orang
lansia yang tinggal di Panti Tresna Werda Pakutandang mengalami kesepian, baik itu kesepian
dengan tingkatan rendah, sedang maupun berat. Kesepian yang dialami oleh lansia dipandang
unik karena dapat berakibat pada gangguan kesehatan yang kompleks, sehingga hal tersebut
dapat mempengaruhi kualitas hidupnya. Dengan adanya kunjungan kesehatan yang rutin,
asesmen yang sistematis dan intervensi yang dilakukan, terutama berfokus pada gejala lansia,
dapat berkontribusi untuk meningkatkan kualitas hidup untuk lansia (Hellstrom, Persson dan
Hallberg, 2004).
Berdasarkan literature review yang dilakukan oleh Sihombing, Lukman dan Meilianingsih
(2014), diketahui bahwa kualitas hidup merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi
kecemasan kematian pada lansia. Lansia yang memiliki kualitas hidup yang tinggi akan

4

memiliki kecemasan kematian yang rendah, begitupun sebaliknya, padahal kecemasan
kematian adalah hal yang banyak ditemukan ketika seseorang mencapai usia lanjut usia.
Kualitas hidup yang dimaksudkan adalah persepsi seseorang dalam konteks budaya dan norma
yang sesuai dengan tempat hidup orang tersebut serta berkaitan dengan tujuan, harapan, standar
dan kepedulian selama hidupnya (WHO, 1997). Berdasarkan penjelasan mengenai kualitas
hidup yang dipaparkan, dapat diketahui bahwa kualitas hidup tidak hanya menyangkut
pandangan hidup individu terhadap posisi kehidupannya, namun juga terhadap posisinya pada
lingkungan sosialnya.
Fungsi keluarga dan interaksi sosial lansia di masyarakat memiliki hubungan yang signifikan
dengan kualitas hidup lansia (Rantepadang, 2012 ; Sutikno, 2011), itu artinya lingkungan hidup
menjadi faktor penting yang berpengaruh terhadap kualitas hidup lansia. Lingkungan tempat
tinggal yang berbeda (dalam keluarga dan Panti Wreda) mengharuskan lansia menyesuaikan
diri. Dalam lingkungannya yang baru, lansia dituntut untuk mengubah perannya dalam keluarga
dan sosial masyarakat. Perubahan itu mengakibatkan kemunduran dalam beradaptasi dengan
lingkungan baru dan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Cahyawati (2009) ditemukan bahwa lansia yang tinggal di Panti Wreda
memiliki makna hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan lansia yang tinggal di rumah
bersama keluarga, padahal lansia yang berhasil menemukan makna hidup akan dapat menjalani
kehidupan dengan penuh semangat dan optimisme, mempunyai tujuan yang jelas dan
bertanggung jawab baik terhadap diri sendiri, lingkungan maupun masyarakat.
Lingkungan tempat tinggal, kesehatan dan hubungan sosial yang buruk dapat menjadi salah
satu hal yang menjadikan kualitas jauh dari kehidupan lansia (Brown, Bowling & Flynn, 2004).
Adapun berbagai permasalahan yang muncul jika lansia memiliki kualitas hidup yang rendah,
diantaranya kesulitan dalam hubungan sosial dengan orang-orang disekitarnya, permasalahan
dengan lingkungan tempat tinggal, rendahnya kesejahteraan psikologis, minimnya kegiatan
sosial yang dilakukan, kesejahteraan fisik yang menurun, kebutuhan finansial yang tidak
terpenuhi dan meningkatnya ketergantungan dengan orang lain (Gabriel & Bowling, 2004).
Berbeda dengan lansia yang tinggal bersama keluarga ataupun masyarakat, lansia yang tinggal
di panti akan dihadapkan pada lingkungan dan teman baru yang mengharuskan lansia
beradaptasi dan membangun sebuah hubungan, baik positif maupun negatif. Hubungan positif
lansia dengan lingkungan baru di Panti Wreda akan menciptakan keterikatan (belongingness)
di antara mereka.
Menurut Maslow (dalam Alwisol, 2010), belongingness dan rasa cinta merupakan tingkatan
kebutuhan yang harus dipenuhi manusia untuk mencapai aktualisasi dirinya. Dalam hirarki
kebutuhannya Maslow menciptakan hirarki kebutuhan yang dimulai dengan kebutuhan
fisiologis, diikuti oleh kebutuhan rasa aman, belongingness dan love, harga diri, dan akhirnya
kebutuhan untuk aktualisasi diri. Maslow menyatakan bahwa belongingness dan love needs
merupakan kebutuhan yang penting untuk dimiliki setiap manusia. Kegagalan pada
ketercapaian kebutuhan tersebut dapat menjadi sumber hampir semua bentuk psikopatologi
(Alwisol, 2010), sehingga dapat diketahui bahwa hubungan negatif lansia dengan lingkungan
baru di Panti Wreda dapat menyebabkan psikopatologi yang berdampak pada kesehatan dan
kualitas hidupnya.
Untuk memenuhi kebutuhan belongingness, individu perlu memunculkan sense of belonging di
dalam dirinya. Sense of belonging memiliki peran yang besar sebagai pembentuk identitas
dalam diri serta sebagai motivasi seseorang untuk berpartisapasi dalam kelompoknya.
Mendukung pernyataan di atas, Jones (2003) memaparkan bahwa terdapat beberapa dampak
belongingness di antaranya dapat mendukung kesehatan mental secara keseluruhan, self-

5

efficacy, harga diri, manfaat terapeutik yang lebih besar, tingkat stres depresi dan kecemasan
yang lebih rendah, strategi copping yang positif, penyesuaian terhadap perubahan hidup yang
mudah dan meningkatkan fungsi neurologis. Selain itu sense of belonging juga berdampak pada
meningkatkannya prestasi akademik, kecerdasan dan kemampuan kognisi yang lebih tinggi,
ketahanan terhadap penyakit, dan kesehatan fisik secara umum yang lebih baik. Dengan
dampak yang sudah dipaparkan, dapat kita asumsikan bahwa sense of belonging adalah sangat
penting untuk memenuhi kebutuhan belongingness. Sense of belonging harus dimiliki oleh
setiap individu, baik anak-anak, orang dewasa maupun orang lanjut usia agar mereka bisa
menjalani kegiatannya dengan baik di lingkungannya maupun di dalam kelompoknya.
Hale, et al (dalam Jones, 2003) menemukan bahwa sense of belonging pada mahasiswa
diprediksi dapat meningkatkan kesehatan fisik yang lebih baik bagi mereka. Selain itu, Sargent
et al (dalam Jones, 2003) mendukung penelitian Hale, et al bahwa sense of belonging dapat
mempengaruhi gejala depresi pada orang yang memiliki riwayat keluarga dari penyalahgunaan
alkohol. Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa sense of belonging memiliki
pengaruh yang besar dalam perkembangan aspek psikologis maupun fisik bagi individu baik
yang memiliki permasalahan psikologis maupun tidak. Sense of belonging dapat menjadikan
lansia lebih mudah untuk beradaptasi di lingkungan dan kelompok barunya di Panti Wreda.
Begitupun sebaliknya, ketika lansia tidak menumbuhkan sense of belonging di dalam dirinya,
maka hal tersebut dapat memunculkan konsekuensi negatif terhadap dirinya maupun
lingkungan karena tidak terpenuhinya kebutuhan belongingness.
Kegagalan untuk memenuhi kebutuhan belongingness dapat menyebabkan perasaan yang
terisolasi secara sosial, adanya keterasingan, dan perasaan kesepian yang banyak ditemukan
sebagai permasalahan umum di masyarakat (Baumeister & Leary, 1995), sehingga dapat
disumsikan bahwa lansia yang memiliki sense of belonging yang tinggi dapat lebih mudah
beradaptasi dengan lingkungannya di Panti Wreda. Lansia juga tidak merasa asing berada di
lingkungan barunya, tidak merasa kesepian dan tidak mudah mengalami permasalahan sosial
yang dapat menganggu kesejahteraan dirinya. Dengan demikian, hal tersebut dapat
memberikan dampak pada kualitas hidup lansia.
Penelitian tentang sense of belonging dan kualitas hidup telah dilakukan sebelumnya oleh Jones
(2003) dengan permasalahan penelitian Sense of Belonging and its Relationship with Quality of
Life and Symptom Distress among Undergraduate College Students. Pada penelitian ini
ditemukan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara sense of belonging, kualitas hidup dan
pengalaman gejala psikologis. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini,
penelitian yang dilakukan Jones kepada sejumlah mahasiswa di Oklahoma dengan rentang usia
20 hingga 31 tahun, di mana subjek penelitian tersebut berada pada masa dewasa awal,
sedangkan penelitian ini menggunakan subjek lansia yang memiliki karakteristik perkembangan dan permasalahan yang berbeda dengan masa dewasa awal. Salah satu perbedaan yang
jelas, adanya penurunan kualitas kemampuan dan kesehatan yang dialami oleh individu pada
masa lanjut usia sehingga dirinya lebih banyak membutuhkan bantuan dan perhatian dari orangorang di sekitarnya (Santrock, 2002). Penelitian Jones dan peneliti ini juga berbeda dari segi
permasalahan yang menjadi latar belakang munculnya rumusan masalah yang akan diteliti,
sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian yang dilakukan oleh Jones dan peneliti ini adalah
berbeda.
Berdasarkan uraian fenomena di atas, muncul pertanyaan yang menjadi rumusan masalah
dalam penelitian yang akan dilakukan, yaitu bagaimanakah pengaruh sense of belonging
terhadap kualitas hidup lansia di Panti Wreda. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh sense of belonging terhadap kualitas hidup lansia di Panti Wreda sehingga

6

diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi kepada pihak-pihak yang terkait dengan
lansia agar dapat meningkatkan kualitas hidup mereka di Panti Wreda walaupun mereka jauh
dari keluarganya. Manfaat dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi untuk
melengkapi penelitian-penelitian terkait dengan psikologi positif, psikologi sosial dan
perkembangan yang memiliki fokus terhadap masa lanjut usia. Selain itu, diharapkan penelitian
ini mampu memberikan wawasan serta memperluas informasi mengenai permasalahan individu
pada masa lanjut usia yang tinggal di Panti Wreda.
Kualitas Hidup
Kualitas hidup adalah sejauh mana pengalaman hidup individu memenuhi keinginan dan
kebutuhannya, yaitu kebutuhan fisik dan psikologis (Kerce, 1992). Mendukung pernyataan
Kerce, Rice (dalam Kerce, 1992) mendefinisikan kualitas hidup sebagai sejauh mana standar
hidup individu terpenuhi secara objektif oleh kondisi, kegiatan, dan aktivitas konsekuensi dari
kehidupannya. Menurut World Health Organization (WHO, 1997) kualitas hidup adalah
persepsi individu terhadap posisi mereka dalam konteks sistem budaya dan nilai di mana
mereka hidup dan dalam hubungannya dengan tujuan, harapan, standar dan perhatian. Kualitas
hidup merupakan konsep yang luas dan memiliki pengaruh secara kompleks dengan kesehatan
fisik, keadaan psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, keyakinan pribadi dan
hubungan mereka dengan ciri yang menonjol dari lingkungan mereka.
Post, Witte dan Schrijvers (1999) membagi tiga cara yang dapat digunakan untuk mengoperasionalisasikan konsep dari kualitas hidup yaitu 1) dengan menyetarakan kualitas hidup
dengan kesehatan, 2) menyetarakan kualitas hidup dengan kesejahteraan dan, 3) menyetarakan
kualitas hidup dengan konstruksi yang bersifat global. Dalam penelitian kesehatan, kualitas
hidup sering dianggap sebagai hal yang identik dengan kesehatan. Kesehatan dipandang
sebagai konstruksi multidimensi, di mana setidaknya di dalam kesehatan terdapat dimensi fisik,
psikologis dan sosial yang direpresentasikan. WHO (1997) mendefinisikan kesehatan sebagai
“sebuah keadaan fisik lengkap, mental, dan sosial kesejahteraan bukan hanya diukur dari tidak
adanya penyakit ... ". Oleh karena itu pengukuran kesehatan dan efek kesehatan harus
mencakup estimasi kesejahteraan dan ini dapat dinilai dengan mengukur peningkatan kualitas
hidup yang berkaitan dengan kesehatan.
Selain menyetarakan kualitas hidup dengan kesehatan, cara lainnya adalah menyamakannya
dengan kesejahteraan. Kualitas hidup yang disetarakan dengan kesejahteraan memiliki dua
pandangan. Pandangan pertama memfokuskan kesejahteraan sebagai penilaian keseluruhan
dari kehidupan seseorang, sedangkan pandangan yang kedua melihat kesejahteraan sebagai
evaluasi subjektif dari fungsi seseorang dalam satu atau lebih bagian kehidupan. Pandangan
pertama melihat kualitas hidup sebagai evaluasi dari kepuasan secara keseluruhan dari
kehidupan seseorang, sedangkan pandangan yang kedua melihat kualitas hidup seseorang
dilihat melalui beberapa bagian atau aspek dari kehidupan mereka, bukan secara keseluruhan
(Post, Witte dan Schrijvers, 1999). Dan cara yang ketiga adalah menyamakan kualitas hidup
sebagai konstruksi yang global. Cara persamaan ini melihat bahwa kesehatan dan kesejahteraan
termasuk dalam definisi kualitas hidup.
Menurut Felce dan Perry (1995), terdapat tiga komponen dalam pengukuran kualitas hidup
yaitu komponen objektif yang berkaitan dengan kondisi kehidupan yang sebenarnya pada
berbagai aspek kehidupan, komponen subjektif yang merupakan penilaian individu mengenai
kondisi kehidupannya dan komponen kepentingan yang merupakan ukuran seberapa penting
suatu aspek kehidupan dalam mempengaruhi kualitas hidup individu.

7

Aspek Kualitas Hidup
Gabriel & Bowling (2004) mengelompokkan beberapa aspek yang mempengaruhi kualitas
hidup lansia, yaitu 1) Social relationships with family, friends and neighbours;
menggambarkan perasaan bahwa orang lain peduli tentang mereka dan akan selalu ada untuk
mereka jika mereka memiliki masalah atau membutuhkan bantuan baik itu ditandai dengan
hubungan yang baik maupun dalam bentuk dukungan emosional, 2) Home and neighbourhood;
menggambarkan peran lingkungan tempat tinggal yang aman beserta fasilitas yang ada
sehingga mampu memberikan jaminan dan mendukung lansia dalam memperoleh kualitas
hidup, termasuk di dalamnya hubungan dengan tetangga, transportasi, fasilitas publik bahkan
kenangan lansia pada lingkungan tempat tinggalnya memberikan kontribusi untuk kualitas
hidup mereka, 3) Psychological wellbeing and outlook; menggambarkan kehidupan dan
aktivitas lansia yang dipengaruhi oleh pandangan psikologis, sikap dan karakteristik
kepribadian mereka, 4) Social activities and hobbies; menggambarkan kegiatan timbal balik
yang menjadikan mereka ‘tetap sibuk’, seperti kerja secara sukarela dan membantu orang lain
(yang membuat mereka merasa dihargai), hal ini dapat dilakukan secara bersama ataupun
seorang diri, 5) Health; menggambarkan kesehatan lansia yang membuat mereka mampu
melakukan apa yang mereka inginkan dengan baik, 6) Financial circumstances;
menggambarkan keamanan dan kenyamanan finansial, dan 7) Independence; menggambarkan
kemampuan lansia dalam melakukan aktivitas yang mereka inginkan sendiri dan menghindari
ketergantungan pada orang lain.
Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Lansia
Menurut Supraba (2015), terdapat beberapa faktor yang berkaitan dengan kualitas hidup lansia,
yaitu 1) Kondisi fisik, meliputi tingkat kemandirian dan kondisi umum. Tingkat kemandirian
menggambarkan kemampuan lansia dalam melakukan aktivitas hariannya sendiri, sedangkan
kondisi umum meliputi tingkat kesadaran, tekanan darah, tanda-tanda vital, berat badan, tinggi
badan serta postur tulang belakang pada lansia. 2) Kondisi psikologis, merupakan perubahan
psikologis pada lansia yang disebabkan karena terjadinya perubahan anatomi dan perubahan
fisiologis pada lansia. 3) Fungsi Kognitif, merupakan kemampuan berfikir secara rasional.
4) Aktivitas sosial, merupakan aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh lansia, dimana lansia
yang sukses adalah lansia yang mempunyai aktivitas sosial di lingkungannya. 5) Interaksi
sosial, merupakan suatu hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara individu,
kelompok sosial dan masyarakat. 6) Fungsi keluarga, adalah tempat saling bertukar antar
anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional setiap individu.
Sense of Belonging
Sense of belonging adalah perasaan seolah berada di rumah, yaitu kondisi di mana seseorang
merasa dirinya diinginkan, dihormati, dihargai, dicintai, diterima dan nyaman, menjadi bagian
dari anggota di dalamnya. Sense of belonging diartikan juga sebagai sikap individu yang
berpartisipasi dalam kelompok dan memiliki dukungan, memiliki perasaan bersama, merasa
diikutsertakan dan merasakan kecocokan, memiliki kontribusi aktif dalam kelompok serta
merasa didengarkan di lingkungannya (The Early Years Learning Framework - Professional
Learning Program, 2011).
Hagerty (dalam Hagerty dan Patusky, 1995) mengemukakan bahwa sense of belonging
merupakan konsep kesehatan mental yang unik yang berbeda dari konsep lain yang sering
dibahas seperti kesepian, keterasingan, dan dukungan sosial. Hagerty dan Patusky (1995)
mendefiniskan sense of belonging sebagai pengalaman keterlibatan pribadi dalam sistem atau

8

lingkungan sehingga individu merasa dirinya menjadi bagian integral dari sistem atau
lingkungan. Shlomi (2010) mengemukakan bahwa perhatian terhadap konstruksi sense of
belonging kembali pada dasar teori psikologis dan sosiologis mengenai kebutuhan manusia
terhadap belongingness. Kebutuhan untuk merasakan cinta dan belongingness termasuk dalam
hirarki Maslow.
Baumeister dan Leary (1995) mengemukakan bahwa sense of belonging ditandai dengan
kebutuhan untuk berhubungan secara teratur dan adanya persepsi bahwa hubungan
interpersonal ini memiliki stabilitas, perhatian yang afektif, dan berkelanjutan. Kegagalan untuk
memiliki kebutuhan belongingness dapat menyebabkan perasaan yang terisolasi secara sosial,
adanya keterasingan, dan perasaan kesepian. Dengan demikian, sense of belonging dapat dilihat
sebagai bentuk awal untuk menjalankan suatu keterhubungan sosial.
Aspek Sense of belonging
Hagerty dan Patusky (1995) membagi dua aspek penyusun dalam sense of belonging, yaitu :
(1) Valued invorement, yaitu pengalaman merasa dihargai, dibutuhkan, atau diterima, dan (2)
Fit, yaitu persepsi bahwa karakteristik individu mengartikulasikan dengan sistem atau
lingkungan di mana dia berada.
Adapun anteseden atau pelopor sense of belonging yang terdiri dari peristiwa sebelum
munculnya sense of belonging diidentifikasi sebagai kekuatan untuk merasakan keterikatan,
potensi dan hasrat untuk memaknai keterikatan dan potensi untuk berbagi serta melengkapi
karakteristik. Formulasi teoritis ini menjadi dasar konseptual untuk pengembangan Sense of
belonging Instrument (SOBI) (Hagerty dan Patusky, 1995)
Sense of belonging terhadap Kualitas Hidup Lansia
Salah satu dimensi kualitas hidup yang dipaparkan oleh Power (dalam Lopez dan Snyder, 2004)
adalah dimensi hubungan sosial, di mana di dalam dimensi ini terdapat relasi personal dan
dukungan sosial. Artinya, untuk mencapai kualitas hidup, terdapat peran lingkungan di
dalamnya. Lansia yang tinggal di Panti Wreda dituntut untuk beradaptasi dengan lingkungan
barunya. Hal ini perlu dilakukan agar mereka mampu menjalani aktivitasnya dengan baik
selama mereka berada di Panti Wreda. Berkaitan dengan hal tersebut, terjadi perubahan peran
lansia di dalam kelompok, yaitu terpisahnya hubungan lansia dengan keluarganya di rumah
yang dapat menimbulkan permasalahan psikologis pada dirinya. Litwak (dalam Santrock,
2002) mengungkapkan bahwa kaum lansia pada umumnya menolak penggunaan dukungan
formal (perawatan di Panti Wreda) dan lebih menyukai dukungan dari keluarga terdekat.
Namun dengan kesibukan dan keluarga yang merasa tidak mampu mengurus dan merawat
lansia, keluarga lebih mempercayakan lansia untuk dirawat di Panti Wreda. Hal tersebut
memunculkan kesenjangan dalam diri lansia, salah satunya dapat menimbulkan permasalahan
psikologis. Permasalahan psikologis yang timbul dalam diri lansia memiliki dampak yang
buruk bagi kesehatannya, dan hal ini dapat mempengaruhi kualitas hidup lansia.
Hidup lansia yang berkualitas ditandai dengan kondisi fungsional lansia yang berfungsi secara
optimal. Hal ini memberikannya kesempatan untuk menikmati masa tua mereka dengan
bermakna, bahagia dan berguna (Sutikno, 2011). Menurut Brown, Bowling dan Flyyn (2004),
lingkungan tempat tinggal, kesehatan dan hubungan sosial yang buruk dapat menjadikan
tingkat kualitas hidup lansia rendah, sehingga lingkungan di mana lansia berada serta hubungan
sosialnya menjadi perhatian penting untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Untuk mencapai
hal ini, perlu adanya perasaan di dalam diri lansia terkait dengan hal tersebut. Hubungan sosial

9

yang lansia jalani di Panti Wreda erat kaitannya dengan belongingness antara dirinya dengan
lingkungan, baik dengan individu di dalamnya maupun lingkungan di sekitar Panti Wreda.
Untuk memenuhi kebutuhan belongingness, lansia perlu memunculkan sense of belonging di
dalam dirinya.
Pada sense of belonging terdapat dua aspek yang menyertai di dalamnya, yaitu valued
invorement dan fit. Pada aspek valued invorement, ditandai dengan perasaan merasa dihargai,
dibutuhkan dan diterima, sedangkan pada aspek fit ditandai dengan munculnya perasaan
individu di mana ia merasakan menjadi bagian dari kelompok atau lingkungan (Hagerty dan
Patusky, 1995). Lansia yang memiliki aspek valued invorement dapat memiliki hubungan sosial
yang baik dengan orang-orang disekitarnya, hal ini ditandai dengan perasan bahwa dirinya
diterima, dihargai dan dibutuhkan oleh orang-orang yang ada di Panti Wreda. Hubungan sosial
yang baik dapat menciptakan kenyamaan lansia saat berada dilingkungan Panti Wreda,
sehingga hal ini dapat mendukung kesejahteraan psikologis lansia. Lansia yang merasa bahwa
dirinya diterima, dihargai dan dibutuhkan oleh orang-orang disekitarnya akan menikmati setiap
kegiatan yang dilakukan bersama di Panti Wreda. Hal ini tentu akan mempengaruhi kesehatan
lansia selama berada di Panti Wreda, karena dengan kenyamanan yang mereka dapatkan di
Panti Wreda, lansia dapat terhindari dari permasalahan-permasalahan psikologis yang dapat
mengganggu kesehatannya. Lansia yang memiliki kesehatan yang baik cenderung dapat
melakukan aktivitas dan memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa harus bergantung dengan
kehadiran orang lain. Perhatian yang diberikan oleh orang-orang disekitar lansia yang berada
di Panti Wreda membuat lansia mampu memenuhi kebutuhannya tanpa harus merasakan
kekurangan, baik itu dalam hal sosial, finanisal maupun psikologisnya.
Selain valued invorment, adapun aspek fit dalam sense of belonging. Lansia yang merasakan
bahwa dirinya sudah menjadi satu kesatuan dengan lingkungan di Panti Wreda, ditandai dengan
perasaan bahwa dirinya cocok dengan teman-teman penghuni panti maupun lingkungan tempat
tinggalnya, sehingga hal ini dapat mendukung kesejahteraan psikologis selama tinggal di Panti
Wreda. Lansia yang memiliki kesejahteraan psikologis yang baik dapat mempengaruhi
kesehatan fisik nya, permasalahan-permasalahan psikologis yang mengancam hidup lansia
dapat menimbulkan berbagai penyakit yang dapat mempengaruhi aktivitas lansia sehari-hari
dan menjadikannya ketergantungan dengan orang lain.
The Early Years Learning Framework - Professional Learning Program (2011)
mengemukakan bahwa Sense of belonging adalah perasaan seolah berada di rumah. Dengan
adanya perasaan ini, diharapkan lansia dapat terhindar dari perasaan-perasaan negatif di dalam
dirinya dan mampu terhindar dari permasalahan psikologis yang berdampak pada kesehatan
dan kualitas hidupnya. Sense of belonging memiliki pengaruh terhadap kualitas hidup lansia.
Saat lansia yang berada di Panti Wreda merasa dihargai, dibutuhkan dan diterima, maka
persepsi lansia mengenai lingkungan mereka akan menjadi positif. Karena adanya persepsi
positif mengenai tempat tinggalnya, hal tersebut dapat menciptakan kelekatan dengan
lingkungan tempat tinggal lansia, sehingga hal ini dapat menjadikan kehidupan lansia sejahtera
secara psikologis.

10

Kerangka Pikir
Permasalahan
-

Lansia di Panti Wreda
Disengangement theory

Kesepian
Depresi
Kurang merasa dihargai
Penyesalan hidup
Merasa tidak disayangi
Merasa diabaikan

Kualitas Hidup Rendah
-

Sense of belonging
mempengaruhi kualitas hidup
lansia di Panti Wreda.

-

-

Rendahnya hubungan sosial dengan orang-orang di
sekitarnya
Munculnya permasalahan dengan lingkungan tempat tinggal
Kesejahteraan psikologis yang rendah
Minimnya kegiatan sosial yang dilakukan serta
ketidakmampuan untuk melaksanakan aktivitas yang biasa
dilakukan.
Kesehatan fisikyang menurun
Kebutuhan finansial yang tidak terpenuhi
Meningkatnya ketergantungan dengan orang lain dalam
memenuhi kebutuhannya.

Sense of Belonging
- Valued invorement: perasaan merasa
dihargai, dibutuhkan dan diterima.
- Fit: merasa menjadi bagian dari kelompok /
lingkungan.

Gambar. Kerangka berpikir sense of belonging terhadap kualitas hidup lansia
Hipotesa
Ada pengaruh positif yang signifikan sense of belonging terhadap kualitas hidup lansia di Panti
Wreda. Tingginya tingkat sense of belonging dapat mempengaruhi nilai kualitas hidup lansia
di Panti Wreda, begitupun sebaliknya. Rendahnya tingkat sense of belonging juga dapat
mempengaruhi nilai kualitas hidup lansia di Panti Wreda.

11

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif prediktif,
dengan teknik analisis regresi. Pendekatan penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang
digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu. Teknik pengumpulan data
menggunakan instrumen penelitan dan analisis data bersifat kuantitatif atau statistik dengan
tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2014), sedangkan teknik
analisis regresi adalah teknik yang digunakan untuk memprediksi atau meramalkan suatu nilai
variabel terikat berdasarkan variabel bebas (Priyatno, 2012). Penggunaan pendekatan
kuantitatif dan teknik analisis regresi adalah dikarenakan peneliti ini ingin mengetahui apakah
ada pengaruh antara variabel bebas (X) berupa sense of belonging terhadap variabel terikat (Y)
berupa kualitas hidup lansia.

Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah lansia baik berjenis kelamin wanita maupun lakilaki yang tinggal di tiga Panti Wreda yang telah ditentukan oleh peneliti ini, yaitu : 1) Panti
Wreda Melania dengan 45 lansia penghuni panti, 2) Panti Wreda Bina Bhakti dengan 75 lansia
penghuni panti dan, 3) Pondok Lansia Berdikari dengan 25 lansia penghuni panti yang
ketiganya berlokasi di wilayah Tangerang Selatan. Batasan usia subjek adalah minimal 60 tahun
pada saat penelitian dilakukan. Hal ini berdasarkan batas lansia menurut UU no. 13 tahun 1998
adalah penduduk berusia 60 tahun ke atas (BPS, 2013). Teknik pengambilan sampel pada
penelitian ini adalah teknik probability sampling, yaitu simple random sampling. Simple
random sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama
kepada populasi untuk dijadikan sampel dengan jumlah sampel yang sudah ditentukan terlebih
dahulu oleh peneliti ini menimbang banyaknya populasi yang ada (Darmawan, 2014; Margono,
2009; Sugiyono, 2014). Tujuan dari penggunaan teknik pengambilan sampel ini adalah agar
hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini dapat dijadikan ukuran untuk mengestimasikan
populasi dengan mempertimbangkan waktu, tenaga dan dana. Peneliti menggunakan tingkat
kesalahan sebesar 5 % dalam menentukan jumlah sampel menurut rumus yang dikembangkan
oleh Isaac dan Michael (Sugiyono, 2014), sehingga dari 145 jumlah keseluruhan penghuni tiga
Panti Wreda yang dijadikan lokasi penelitian, sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah 105 orang.
Variabel dan Instrumen Penelitian
Penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas (X) berupa Sense of belonging dan satu variabel
terikat (Y) berupa Kualitas Hidup. Sense of belonging adalah tingkat perasaan yang dimiliki
oleh lansia untuk merasa dihargai, dibutuhkan, atau diterima dalam lingkungan Panti Wreda
sehingga lansia dapat merasa menjadi bagian dari kelompok.
Sense of belonging diukur berdasarkan jumlah skor yang diperoleh subjek atas respon yang
diberikan terhadap item-item dalam skala Sense of Belonging Instrument (SOBI) yang disusun
oleh Hagerty dan Patusky (1995) dalam bentuk likert. Setiap subjek diminta menjawab
kesesuian dan ketidaksesuaian terhadap pernyataan yang ada. Pilihan subjek dalam menjawab
terdiri dari empat kategori jawaban yaitu SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju) dan

12

STS (sangat tidak setuju). Skala ini terdiri dari 2 jenis yaitu SOBI-P untuk mengukur
psychological state dan SOBI-A untuk mengukur antecendents. SOBI-P terdiri dari 18 item
pernyataan dan SOBI-A terdiri dari 9 item pernyataan, namun dalam penelitian ini, instrumen
yang digunakan adalah SOBI-P karena skala ini berfungsi untuk mengukur tingkatan sense of
belonging individu, sedangkan SOBI-A hanya mengukur seberapa kuat keinginan seseorang
untuk memperoleh sense of belonging itu sendiri. Contenct validity skala ini telah dinilai oleh
panel ahli. Construct validity, internal consistency dan retest validity dari skala ini telah
dilakukan berdasarkan beberapa hasil penelitian. Validitas alat ukur SOBI diukur dengan
menggunakan CVI (Content Validity Index). Keseluruhan contect validity bernilai 0.80. Pada
penelitian ini, skala SOBI-P yang digunakan adalah skala yang sudah diadaptasi oleh
Muhaeminah (2015) ke dalam bahasa Indonesia untuk kepentingan penelitiannya. Dari hasil uji
validitas dan reliabilitas alat ukur SOBI-P yang diadaptasi oleh Muhaeminah (2015) ke bahasa
Indonesia, diperoleh 17 item yang valid dan memiliki hasil indeks validitas dengan rentangan
0.42 – 0.79 dengan angka reliabilitas bernilai 0.90.
Adapun kualitas hidup lansia adalah penilaian subjektif lansia terkait dengan sejauh mana
pengalaman hidupnya memenuhi kesehatan, hubungan sosial, kemandirian, kontrol hidup dan
kebebasan, tempat tinggal dan kawasan perumahan, kesejahteraan psikologis dan emosional,
keadaan finansial dan aktivitas di waktu luang yang sesuai dengan tujuan, harapan, standar dan
perhatiannya.
Kualitas hidup lansia diukur berdasarkan jumlah skor yang diperoleh subjek atas respon yang
diberikan terhadap item-item dalam skala Older People’s Quality of Life atau dikenal sebagai
instrumen OPQOL-Brief yang diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia oleh peneliti ini. Skala ini
merupakan versi singkat dari OPQOL-35. OPQOL-35 disusun oleh Ann Bowling berdasarkan
survey terhadap lansia yang dilakukan dengan