artikel obi.docx

Nama

: Mashobihul Huda

NIM

: 1111141224

Kelas

: F/5

Dosen Pengampu : Ikomatussuniah,SH.,MH.
Hukum Perizinan
ARTIKEL TENTANG PENYALAHAN IZIN PT. BENDARA ARGA
TIMBER
Pendahuluan
“Perizinan tidak lahir dengan sendiriya secara serta merta, namun mestinya
ditopang oleh “wewenang” yang telah diberkan kepada pejabat publik (pemerintah
sebagai pelaksana undang-undang/ chief excecutive)”(Ridwan HR, 2011:196). pada
akhirnya pemberian izin oleh pemerintah kepada orang/ individu dan badan hukum

dilaksanakan melalui surat keputusan atau ketetapan yang selanjutnya menjadi ranah
hukum administrasi negara. Perizinan dapat diartikan sebagai salah satu bentuk
pelaksanaan fungsi pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh
pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Bentuk
perizinan antara lain: pendaftaran, rekomenadasi, sertifikasi, penentuan kuota dan izin
untuk melakukan sesuatu usaha yang biasanya harus memiliki atau diperoleh suatu
organisasi

perusahaan

atau

seseorang

sebelum

yang

bersangkutan


dapat

melaksanakan suatu kegiatan atau tindakan. Dengan memberi izin, penguasa
memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan tindakan
tertentu yang sebenarnya dilarang demi memperhatikan kepentingan umum yang
mengharuskan adanya pengawasan. “Izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan
dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan

melakukan suatu tindakan atau perbuatan tertentu yang selama ini dilarang” menurut
Bagir Manan(dikutip ikomatussuniah, diktat Hukum Perizinan, 2010:20).
Perizinan

merupakan

bagian

pembangunan

nasional


dibidang

hukum,administrsi negara. Pembaharuan hukum nasional sebagai bagian dari
rangkaian pembangunan nasional ini dilakukan secara menyeluruh dan terpadu baik
hukum pidana, hukum perdata maupun hukum administrasi, dan meliputi juga hukum
formil maupun hukum materielnya.
Dalam rangka membangun kerangka dasar hukum nasional, maka perlu
dipahami dan dihayati agar setiap membentuk hukum dan perundang-undangan selalu
berlandaskan moral, jiwa dan hakikat yang terdapat dalam pandangan hidup bangsa
Indonesia yaitu Pancasila dan UUD 1945 serta harus pula disesuaikan dengan
tuntutan kemajuan zaman, khususnya sejalan dengan tuntutan reformasi dibidang
hukum. Oleh karena itu hukum harus mampu mengikuti perubahan-perubahan yang
terjadi dalam masyarakat. Hukum bisa berfungsi untuk mengendalikan masyarakat
dan bisa juga menjadi sarana untuk melakukan perubahan-perubahan dalam
masyarakat yaitu salah satunya hukum perizinan, karena perizinan merupakan
keputusan yang langsung kepada masyarakat yang menginginkan izin seperti izin
lokasi, izin trayek, izin penggunaan trotoar, izi peruntukan penggunaan tanah, izin
gangguan, izin reklame, izin pematangan tanah, izin pembukaan hutan dll.

Pembahasan

Penulis disini akan membahas tentang masalah pembalakan liar, karena
pembalakan liar atau illegal logging mempunyai kaitan erat dengan izin suatu usaha,
pembalakan liar adalah akibat dari perusahaan yang tidak mempunyai izin atau
melenceng dari izin yang diberikan kepada suatu perusahaan, Illegal Logging secara
umum dapat diartikan proses penebangan, pengelolaan, pemanfaatan dan pengakutan
kayu secara tidak sah atau tidak mendapat persetujuan pejabat berwenang.

Perusahaan tersebut juga harus mempunyai AMDAL (Analisa Dampak
Lingkungan) yang mencakup Unit Manajemen Hutan yang disiapkan dengan cara
yang telah ditentukan, dan bisa menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah
mematuhi semua persyaratan legal, fisik, sosial dan lingkungan yang dinyatakan
dalam AMDAL, demikian juga sebagai persyaratan legal untuk memantau dan
melaporkan pelaksanaan AMDAL.

“Contoh kasus yang terjadi adalah PT. Bendara Arga Timber (PT. BAT) yang
mendapatkan izin pemanfaatan hutan dalam bentuk IUPHHK (Izin Usha Pemanfaatan
Hasil Hutan Kayu) seluas 23.0000 hektar dari pemerintah Kabupaten Bengkulu
Utara. Perusahaan ini melakukan penerbangan kayu di kawasan TNKS (Taman
Nasional Kerinci Seblat). Illegal logging dalam kawasan sepanjang 897 m dan
beberapa jalan cabang untuk mengangkut kayu dan ratusan tunggul kayu bekas

tebangan dalam kawasan. Pengangkutan kayu ke Bengkulu terjadi setiap
keberangkatan kapal ke Bengkulu. Diduga jumlah kayu dari pulau Enggano tiap
bulannya

mencapai

40

m3”(topberisatu.com,

http://topsatuberita.com/berita-

kementerian-lhk-akan-proses-terus-kasus-ptagricinal.html , akses 18 November
2016).
Konteks perizinan dalam kasus ini adalah penyimpangan izin yang dilakukan
oleh PT. BAT, PT. BAT terbukti terang terangan telah melakukan illegal logging di
kawasan hutan Kerinci Seblat yang berdampak hutan tersebut yang sejatinya adalah
paru-paru dunia dan tempat satwa berkambang biak didalamnya, sesuai dengan pasal
54 UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
bahwa setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan

hidup wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup. Atau mendapat sanksi
berupa administrasi sesuai dengan pasal 76 UU yang terdiri dari :
1) Teguran tertulis
2) Paksaan pemerintah
3) Pembekuan izin lingkungan
4) Pencabutan izin lingkungan
Atau melalu mekanisme terakhir apabila jalan non litigasi tidak bisa menyelesaikan
masalah yaitu dengan jalan pengadilan, sesuai dengan pasal 87, setiap penanggung
jawab usaha yang melakukan perbuatan melawan hukum berupa pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib mengganti rugi terhadap pihak yang
dirugikan, pihak pengadilan lah yang menentukan besarnya ganti rugi yang sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku.

Kesimpulan
Perizinan tidaklah/ lahir dengan sendirinya, tapi lahir dari pejabat yang
berwenang mengeluarkan izin tersebut sebagai pelaksana undang-undang, Perizinan
juga merupakan bagian pembangunan nasional dibidang hukum,administrsi negara.
Contoh kasus yang diambil adalah pembalakan liar yang dilakukan oleh PT. Bendara
Agara timber yang menyelewengkan izin usaha mengelola kayu hutan dengan
mengeksploitasi hutan Taman Nasional Kerinci Seblat.

Saran
1. Pemerintah Pusat dan Daerah harus memberi sanksi yang tegas kepada pihak yang
melakukan kerusakan hutan dan illegal logging.
2. Masyarakat yang memahami dampak negatif dalam penebangan hutan secara liar
harus dapat melakukan tindakan pencegahan sebelum kejadian.