Home ARTIKEL. ARTIKEL

Kiprah Ni Nyoman Tjandri dalam Drama Tari Arja Di Desa Singapadu, Gianyar

I Kadek Sidik Aryawan, Dr. I Ketut Sariada, SST.,M.Si, Dr. Ni Made Arshiniwati, SST.,M.Si
Institut Seni Indonesia Denpasar
Jalan Nusa Indah, Telp. 0361-227316, Fax.0361-2361000 Denpasar
e-mail : rektor@isi-dps.ac.id

Abstrak
Penelitian berjudul Kiprah Ni Nyoman Tjandri dalam Drama Tari Arja di Desa Singapadu, Gianyar, merupakan
biografi yang berisi riwayat hidup Ni Nyoman Tjandri seniman arja terkenal yang lahir 66 tahun silam. Tjandri mewarisi
darah seni dari ayahnya yaitu I Made Kredek, seniman serba bisa yang menguasai berbagai jenis seni pertunjukan walaupun
kesenian yang paling ditekuni adalah arja,topeng,dan calonarang.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kisah Ni Nyoman Tjandri dalam menekuni drama tari arja; untuk
mengetahui kiprah Ni Nyoman Tjandri sebagai pelaku dalam drama tari arja; untuk mengetahui konstribusi penting Ni
Nyoman Tjandri dalam melestarikan drama tari arja di Desa Singapadu Gianyar. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini ialah metode kualitatif dan mengaplikasikan teori kepribadian, teori motivasi dan teori estetika untuk membedah tiga
masalah pokok yaitu ; bagaimana kisah Ni Nyoman Tjandri dalam menekuni drama tari arja; bagaimana Kiprah Ni Nyoman
Tjandri sebagai pelaku dalam drama tari arja; dan apa konstribusi penting Ni Nyoman Tjandri terhadap kelestarian drama
tari Arja di Desa Singapadu, Gianyar.
Dari hasil kajian tersebut, didapat jawaban sebagai berikut. Ni Nyoman Tjandri tertarik menekuni drama tari arja,
berawal dari sering melihat ayahnya mengajarkan drama tari arja. Ia juga memandang, di dalam drama tari arja terdapat

lelucon, banyolan, petuah-petuah ataupun pitutur yang baik dalam menjalani kehidupan sebagai manusia. Kiprah Ni
Nyoman Tjandri sebagai pelaku drama tari arja adalah ia mampu membawakan semua peran, namun peran dominan yang
dibawakan adalah peran Condong. Selain sebagai penari dalam drama tari Arja, Ni Nyoman Tjandri juga berperan sebagai
pembina dan sutradara dalam drama tari Arja. Konstribusi Ni Nyoman Tjandri dalam drama tari Arja di Desa Singapadu
adalah dalam membina beberapa drama tari arja di Desa Singapadu baik itu untuk upacara ngayah ataupun festival tingkat
nasional. Kegiatan membina itu bahkan masih berlangsung hingga saat ini. Selain itu, ia juga terlibat sebagai sutradara
dalam drama tari Arja. Karena dedikasi yang dimiliki sangatlah tinggi terhadap perkembangan drama tari arja, maka tidak
heran jika ia mendapatkan penghargaan dari pemerintah provinsi Bali.
Kata kunci : Kisah, Kiprah, Konstribusi, Tjandri, Drama Tari Arja

Abstract
The research entitled The Gait of Ni Nyoman Tjandri in Arja dance drama In Singapadu Village, Gianyar is a
biography of Ni Nyoman Tjandri, an artist of Arja who was born 66 years ago, that contains her life history. Candri
inherited her father's blood of art, I Made Kredek, a versatile artist who mastered various types of performing arts even
though the arts he most learnt seriously were Arja, Masks, and Calonarang.
The purpose of this study is to know the story of Ni NyomanTjandri in pursuing Arja dance drama; To know Ni
Nyoman Tjandri's gait as a dancer in Arja dance drama; To find out Ni Nyoman Tjandri’s important contribution in
preserving Arja dance drama in Singapadu Village, Gianyar. The method used in this research is qualitative method and the
theories applied are personality, motivation and aesthetic theories to answer three main problems namely; How is the story
of Ni NyomanTjandri in pursuing Arja dance drama; How is the gait of Ni Nyoman Tjandri as a dancer in Arja dance

drama; And what is the important contribution of Ni NyomanTjandri toward the preservation of Arja dance drama In
Singapadu Village, Gianyar.
The results of the study are as follows. Ni Nyoman Tjandri was interested in Arja dance drama because she often
watched her father teaching Arja dance drama. She also noticed that Arja dance drama contained jokes and good advices for
living this life as a human being. Ni Nyoman Tjandri's gait as a dancer of Arja dance drama is that she is able to perform

all characters but the dominant role is the role of Condong. Apart from being a dancer in the Arja dance drama, Tjandri also
acts as a coach and director Arja dance drama. The contribution of Ni Nyoman Tjandri in Arja dance drama in Singapadu
Village is in developing some Arja dance drama in Singapadu village either for "ngayah" ceremony or national festival. She
still conducts this activity until now. In addition,she’s also involved as a director in Arja dance drama. For her great
dedication on the development of Arja dance drama, it is no wonder that she received an award from the provincial
government of Bali.
Keywords: Story, Gait, Contribution, Tjandri, Arja Dance Drama

PENDAHULUAN
Salah satu daerah di Bali yang terkenal dengan warisan seni dan budaya ialah Desa Singapadu yang
terletak di Kabupaten Gianyar. Desa Singapadu yang pada jaman dahulu dikenal dengan “Bumi Jagaraga”
berkembang berbagai kesenian klasik/tradisional seperti dramatari arja, barong calonarang, gambuh, topeng, tari
janger dan gamelan gong luwang. Dari kesenian yang diwariskan tersebut, salah satu yang masih tetap
berkembang dengan baik pada saat ini ialah dramatari Arja.

Dalam buku yang diterbitkan oleh Proyek Penggalian/Pembinaan Seni Budaya Klasik (Tradisional) Dan
Baru pada tahun 1975, dramatari arja berasal dari kata “Arja” secara ethimologi belum diungkapkan secara pasti.
Istilah tersebut diduga berasal dari Bahasa Sansekerta “Reja” yang mendapat awalan “A” menjadi “Areja” yang
kemudian menjadi “arja” yang berarti indah atau mengandung keindahan.Istilah ini kemudian dipakai untuk
memberi nama kepada pertunjukan arja, seperti yang kita lihat sekarang. Bentuknya amat kompleks, perpaduan
dari berbagai jenis bentuk kesenian seperti seni tari, drama, vocal, seni rias, busana dan sebagainya.
Arja adalah salah satu bentuk theater yang tergolong musical form (seni drama yang mempergunakan
seni suara sebagai pengungkapan cerita). Masing-masing tokoh mengungkapkan pikiran dan perasaannya
melalui seni suara yang bertangga nada slendro atau pelog yang disebut dengan tembang. Arja merupakan
dramatari yang mempunyai penggemar yang sangat luas, baik dikalangan tua maupun para remaja. Walaupun
pergelaran Arja selalu dilakukan pada waktu yang panjang, namun ia tetap dapat memukau para penontonnya.
Arja bukan saja menarik perhatian masyarakat Bali sendiri, tetapi juga para seniman, budayawan dan para
pengamat luar, yang memandangnya sebagai sebuah tari klasik yang mengandung nilai nilai kehidupan.
Dalam perkembangannya dramatari Arja dibagi menjadi 3 tahap. Yakni : (1) Munculnya Arja Doyong
yaitu arja yang dalam pementasannya tanpa iringan gamelan, dimainkan oleh satu orang , (2) Arja Geguntangan
adalah arja yang dalam pementasannya memakai gamelan geguntangan dengan jumlah pelaku lebih dari satu
orang, (3) Arja Gede adalah arja yang dalam pementasannya yang dibawakan oleh antara 10-15 pelaku dengan
struktur pertunjukkan yang sudah baku seperti yang ada sekarang. Dramatari Arja berkembang diseluruh wilayah
yang ada di Bali, salah satunya ialah Desa Singapadu-Gianyar.
Perkembangan dramatari Arja di Desa Singapadu diawali dengan munculnya Arja Doyong atas prakarsa

tokoh-tokoh Gambuh Singapadu, antara lain Nang Turun dan Cokorda Rai Panji. Penarinya semua laki-laki
dengan tata busana sederhana. Kemudian, dalam perkembangan selanjutnya muncul lagi Arja di Singapadu yang
melakonkan Sam-Pek-Eng-Tay, cerita Cina yang disajikan dalam bentuk tembang. Sekitar tahun 1915-1920 Arja
Di Bali Tengah mulai popular, dengan munculnya perkumpulan Arja dari Desa Singapadu yang membawakan
lakon Jayaprana. Pada tahun 1930-an dramatari Arja mengalami peningkatan hingga tahun 1968
(Bandem,1983:12).
Dramatari Arja di Desa Singapadu megalami pasang surut hingga tahun 2000-an. Namun, itu tidak
menjadi halangan bagi para seniman Arja untuk berhenti berkarya. Hingga saat ini, eksistensi dari dramatari Arja
di Desa Singapadu masih tetap terjaga dan lebih dikenal oleh kalangan masyarakat luas. Hal ini tidak lepas dari
kiprah para seniman yang ada di Singapadu yang sangat peduli terhadap kesenian yang diwarisinya. Kiprah para
seniman tersebut mestiya perlu didokumentasikan sehingga dapat dijadikan pegangan oleh para penerusnya
dalam menjaga eksistensi seni yang dimiliki. Namun, mengingat terbatasnya waktu dan kemampuan yang ada,
maka dalam kesempatan ini akan diangkat salah satu seniman arja yang kiprahnya dalam kesenian tersebut

sudah sangat dikenal, tidak saja di Bali, tetapi juga di luar Bali bahkan ditingkat Internasional yaitu Ni Nyoman
Tjandri.
Ni Nyoman Tjandri adalah seorang seniman dari Desa Singapadu yang peranannya sangat penting
dibidang seni dan budaya. Beliau merupakan putri dari pasangan I Made Kredek dan Ni Made Radi yang lahir di
Desa Singapadu 66 tahun silam, tepatnya pada 31 Desember 1949.Perjalanan berkeseniannya berawal dari
lingkungan keluarganya, yang merupakan keluarga seniman.

Kesenian Arja mulai digelutinya dengan memerankan Mantri cenikan pada sekaa Arja di banjarnya.
Ketika itu, Arja banjar Mukti membawakan lakon “Kasenopati Salya” dari Wiracarita Bharta Yudha di mana ia
dipercaya memerankan tokoh Nakula, putra Dewi Madri. Setelah penampilannya yang begitu mengesankan
dalam Arja sebunan banjar Mukti, dengan kemampuan menembangnya yang mempesona, nama Tjandri mulai
bersinar.
Banyak pengalaman yang telah diperolehnya karena menguasai dramatari Arja ini. Walaupun Ia hanya
tamatan Sekolah Dasar, Tjandri pernah mengajar di Diploma tari FKIP UNUD-Singaraja dan di ASTI
Denpasar. Selain itu Ia pun sudah pernah berkeliling Eropa berkat kemampuan yang Ia miliki. Berkat
kemampuan yang mumpuni di dalam melestarikan kesenian Arja inilah Pemerintah provinsi Bali
memberikannya penghargaan Dharma Kusuma Madia. Ni Nyoman Tjandri dengan berbagai peran dalam proses
kehidupannya sebagai ibu rumah tangga yang berhasil membina dan mewariskan bakat seninya kepada anakanaknya, serta kepada masyarakat.
Uraian di atas menjelaskan secara singkat mengenai kiprah Ni Nyoman Tjandri dalam drama tari Arja.
Banyak para seniman yang meninggal tanpa adanya catatan riwayat kehidupan yang memadai, sehingga
menyulitkan generasi sekarang dalam memahami konsep seniman yang bersangkutan. Oleh karena itu penulisan
biografi seorang seniman yang memiliki konstribusi dalam bidang seni merupakan salah satu langkah penting
dalam menjaga kesinambungan seni dan sejarah kehidupan senimannya. Biografi mempunyai fungsi penting
dalam pendidikan seni yakni semua fakta yang tampak bersumber pada ekspresi apa yang terjadi dalam mental
orang yang ditokohkan, termasuk pikiran, idenya, kepercayaannya, angan-angannya dan segala unsur
kesadarannya (Sartono, 1992:177).


METODE PENELITIAN
Di dalam menyusun informasi yang diperoleh penulis, penulis menggunakan beberapa metode
penelitian. Metode adalah cara yang tepatuntuk melakukan sesuatu. Penelitian adalah suatu kegiatan untuk
mencari, mencatat, merumuskan, menganalisis, sampai menyusun laporannya (Narbuko dan Achmadi, 2009 : 1).
Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa metode penelitian adalah suatu cara yang
mempunyai langkah-langkah sistematis yakni dari kegiatan mencatat, merumuskan, menganalisis, sampai
menyusun laporan guna untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan.
Jenis penelitian yang digunakan ialah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain (Moleong, 2011: 6). Dalam penelitian ini penulis akan mengadakan
pengamatan langsung kelapangan, diamati dan dipadukan beberapa dokumen berupa foto dan mencari data
sebanyak-banyaknya yang sesuai dengan materi penelitian.
Selain itu, penulis juga menggunakan metode wawancara. Dalam menggunakan metode wawancara ini,
keberhasilan dalam mendapatkan data atau informasi dari obyek yang diteliti sangat bergantung pada
kemampuan peneliti dalam melakukan wawancara. Yang diperlukan oleh pewawancara agar proses
wawancaranya berhasil ialah kemauan mendengar dengan sabar, dapat melakukan interaksi dengan orang lain
secara baik, dapat mengemas pertnyaan dengan baik dan mampu mengalaborasi secara halus apa yang sedang
ditanyakan jika dirasa yang diwawancarai belum cukup memberikan informasi yang dia harapkan (Jonathan,
2007: 224).
Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan langsung oleh penelitian dengan Ni Nyoman Tjandri pada

tanggal 30 November 2015, 9 Desember 2015 dan 24 Februari 2017 , 10 Juni 2017 di kediaman pribadinya.

HASIL ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA
1. Kisah Ni Nyoman Tjandri Dalam Menekuni Dramatari Arja
1.1 Lahir Dari Keluarga Seniman
Sejak kecil Tjandri sudah diperkenalkan dengan berbagai bentuk kesenian di lingkungannya. Sejak usia
8 tahun, Ia sudah dikenalkan dengan dunia seni tari oleh Ayahnya yang juga seorang penari Arja dan Topeng.
Bermula belajar tari Baris sebagai dasar tari Bali yang sesungguhnya diperuntukkan untuk penari pria. Namun,
ayahnya bersikeras mengajarkan tari berkarakter keras dengan maksud agar agem, tandang dan tangkep menjadi
kuat dan mantap.
Tjandri mewarisi bakat ayahnya, sehingga dalam waktu singkat ia bisa menguasai tarian yang ia pelajari
untuk kemudian melangkah mempelajari Pengarjan. Berkat ketekunan dan kesabaran Tjandri belajar dan
menonton setiap kali ada pertunjukan, maka bertambahlah wawasannya terhadap genre seni arja yang menuntut
gerakan lentur dan dinamis serta nyaringnya tembang penari.
Ni Nyoman Tjandri adalah salah satu seniman tari yang terlahir di Desa Singapadu 66 tahun silam,
tepatnya pada 31 Desember 1949. Ni Nyoman Tjandri ini merupakan putri dari pasangan I Made Kredek dan Ni
Made Radi. Darah seninya mengalir dari Ayahnya yang juga merupakan seniman alam . Sejak kecil Ni Nyoman
Tjandri telah dikenalkan dengan dunia seni khusunya seni tari oleh Ayahnya.
Tjandri yang hanya mengenyam bangku pendidikan hingga kelas 6 sekolah dasar ini berlatih tari dengan
disiplin dan giat dengan tujuan agar bisa menjadi penari yang baik dikemudian hari. Melihat kegigihan dan

kedisiplinannya, akhirnya Ayahnya pun mengenalkannya dengan dunia seni tari yang lebih mengkhusus yakni
seni tari Arja. Tjandri belajar tari Arja langsung dari Ayahnya sendiri. Selain itu Ia juga diajarkan oleh Cokorda
Oka Tublen (sering disebut Dewa Agung) mengenai tari Arja.
Awalnya Ni Nyoman Tjandri memerankan Mantri Manis dalam setiap pementasan Arja, itu dikarenakan
dari segi suara dan agem-agemnya lebih cocok ke dalam peran Mantri Manis. Namun, seiring berjalannya waktu
atas dorongan Ayahnya, Ni Nyoman Tjandri diajarkan memerankan tokoh Arja yang lain yakni tokoh Condong.
Pada saat wawancara ini dilakukan pada tanggal 30 November 2015, beliau mengatakan bahwa Ayahnya sendiri
yang langsung menyuruhya untuk belajar tari condong karena dari segi body Ni Nyoman Tjandri yang mungil
ini tidak mengijinkan lagi sebagai Mantri Manis. Ayahnya pun mengatakan bahwa dirinya (Ni Nyoman Tjandri)
kelak hingga tua akan dikenal sebagai penari condong, kenang beliau mengingat pesan Ayahnya.
Tjandri pertama kali pentas menjadi condong calonarang sekitar tahun 1960-an bersama Ratu Gede
Sengguan pada saat ngayah di Pejeng. Sebelum menjadi condong Arja, Tjandri telah banyak memerankan tokoh
Condong pada pementasan kesenian lainnya seperti condong calonarang, condong parwa di Peliatan dan
condong gambuh. Beliau ingat akan pesan Ayahnya,”jika sudah menguasai condong parwa dan condong
gambuh, maka akan mudah mempelajari condong Arja” kenang Tjandri akan pesan ayahnya.
1.2 Kemampuan Sebagai Seniman
Ni Nyoman Tjandri sebagai seorang seniman sangat dipengaruhi oleh bakat kelahirannya. Bakatnya
tersebut tumbuh dan berkembang sejalan dengan usahanya untuk menemukan jati diri serta mewujudkan potensi
dirinya secara optimal. Hal tersebut ia lakukan dengan menanamkan rasa jengah di dalam dirinya. Jengah
menurut I Made Bandem (2001:9) memiliki konotasi sebagai competitive pride yaitu semnagat unutk bersaing,

guna menumbuhkan karya snei yang bermutu. Jengah dalam konteks yang dikatakan I Made Bandem tersebut
dapat dikatakan sebagai semangat bagi Tjandri dalam mencapai prestasi. Sebab dengan adanya rasa jengah , ia
ingin selalu memiliki ilmu yang “lebih” dari yang telah ada sebelumnya.
Ni Nyoman Tjandri sebagai seorang seniman, selain dipegaruhi oleh faktor internal juga dipengaruhi
faktor eksternal. Faktor-faktor eksternal seperti lingkungan social, pendiidkan dan pengalaman sangat
mempengaruhi kreativitas Tjandri sbegai seorang seniman. Faktor eksternal ini merupakan faktor pendukung
selain faktor internal yang membangkitkan kreativitasnya sebagai seniman.
Lingkungan sosial merupakan tempat bagi seniman berinteraksi dengan sesamanya. Dalam sebuah pembentukan
jati diri bagi seorang seniman, pengaruh lingkungan baik sosial maupun budayasangat menentukan warna,
kekaryaan dan ekspresi dari seorang seniman. Ni Nyoman Tjandri seperti yang telah diuraikan sebelumnya,
sejak masa kanak-kanak hingga dewasa tumbuh ditengah lingkngan yang aktivitas berkeseniannya sangat intens.

2. Kiprah Ni Nyoman Tjandri Sebagai Pelaku dalam Drama Tari Arja
2.1 Ni Nyoman Tjandri Pemeran Arja Tunggal
Dalam wawancara pada tanggal 10 Juni 2017, Ni Nyoman Candri mengatakan bahwa ia bisa memerankan
kesemua tokoh yang ada dalam dramatari Arja. Itu terbukti dengan adanya arja tunggal yang beliau pentaskan di
Tokyo sekitar tahun 2013. Dalam pentas arja tunggal tersebut beliau memerankan semua tokoh yang ada dalam
dramatari arja, tetapi hanya pada bagian pepeson saja karena pada waktu itu beliau pentas sembari memberikan
workshop kepada para peserta.
2.2 Ni Nyoman Tjandri Sebagai Tokoh Condong Dalam Drama Tari Arja

Dari sekian banyak tokoh yang ada di dalam drama tari arja yang tersebut di atas, Tjandri dikenal sebagai
tokoh Condong. Tjandri pertama kali memerankan tokoh Condong pada tahun 1960-an (wawancara 10 Juni
2017). Condong dalam tari Arja ialah seorang pelayan wanita yang melayani tokoh Galuh (Mahesa Utari, 2010 :
2). Condong, karakter putri keras adalah tokoh emban yang juga disebut melung/ inya bertugas mendampingi
tokoh Galuh, sangat patuh dan bijaksana (Suasti, 2007:525). Jadi dapat disimpulkan bahwa, tari condong dalam
Arja ialah tarian berkarakter putri keras yang merupakan pelayan Galuh yang setia dan bijaksana.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti di kediaman Ni Nyoman Tjandri di Desa Singapadu
dikatakan bahwa karakter dari tari Condong dalam Arja ialah memiliki karakter yang lebih keras dari Galuh.
Karena di dalam perannya ini condong itu sebagai Emban Galuh yang nantinya memberikan tuntunan atau jalan
keluar atau juga memberikan solusi kepada Galuh, maka dari itu peran condong itu harus berkarakter lebih keras
daripada Galuh. Ditanya mengenai gerak tari condong dalam Arja beliau mengatakan, pada dasarnya struktur
gerak-gerak tari condong itu sudah memiliki pakem-pakemnya tersendiri. Mengenai style tari condong yang
beliau miliki. Beliau mengatakan ngeliwes adalah ciri khas dari tari condong beliau.
Berdasarkan hasil wawancara di atas, peneliti menegaskan kembali bahwa yang membedakan style
gerak tari Condong Ni Nyoman Tjandri dalam tari Arja dengan penari lainnya ialah cara beliau melakukan gerak
mekliwesan. Mekliwesan adalah gerakan berjalan kemudian membelokkan badan menuju arah yang berlawanan.
Pada prinsipnya, gerak tari Condong dalam tari Arja pada umumnya sama. Hanya saja cara beliau melakukannya
yang berbeda. Setiap peranan dalam tari Arja pasti ada gerakan mekliwesan. Tetapi cara Tjandri melakukan
gerakan ini yang berbeda. Dengan apik dan lincah beliau dapat melakukan gerakan mekliwesan ini dengan indah,
sehingga orang yang menonton pun bisa menilai bahwa dengan gerakan mekliwesan ini menjadi ciri khas Ni

Nyoman Tjandri di dalam menarikan tari Condong dalam pengarjaan.
Hal ini ditegaskan lagi oleh anak beliau Ni Made Astari, yang peneliti wawancarai pada tanggal 2
Januari 2016. Ia juga mengatakan bahwa gerakan mekliwesan itu yang membedakan dan menjadi ciri khas dari
ibunya. Ia juga mengatakan banyak orang yang latihan menarikan tari Condong pengarjaan kepada ibunya tetapi
belum ada yang bisa melakukan gerakan mekliwesan tersebut dengan baik. Ni Nyoman Tjandri mengatakan
“kekliwes gending pang nyak anut ajak baong, setiap ngomong pasti mekliwesan nyak to mekliwesan baong ajak
batis” artinya kekliwesan dalam nyanyian dengan kepala/leher supaya mau menyatu. Setiap berbicara pasti
mekliwesan baik itu mekliwesan leher/kepala dan kaki.
2.3 Ni Nyoman Tjandri Sebagai Pembina Seni dalam Drama Tari Arja
Peran Tjandri sebagai seorang seniman tidak lepas dari pengabdiannya kepada masyarakat. Sebagai
salah seorang seniman, Tjandri telah mengabdikan ilmunya sebagai pembina dramatari arja di berbagai daerah.
Berikut adalah beberapa peranananya sebagai pembina seni dalam dramatari Arja. (1). Tahun 1964 Sebagai
asisten Made Kredek membina Arja Di Desa Penida (Bangli), Desa Madangan Pupuan (Tabanan) dan Desa
Sukawati (Gianyar), (2).Tahun 1967 Mengajar Arja Sebunan di Desa Penida (Bangli), (3). Tahun 1978/1979
Membina Arja naak-anak di Banjar Mukti (Singapadu ) mendapat bantuan dana dari Kanwil P&K Provinsi Bali,
(4). Tahun 1980 Membina Arja dan Janger di ASTI Denpasat, telah pentas keliling Bali, (5). Tahun 1982
Membina dramatari Tantri di ASTI Denpasar, (6) Tahun 1985 Membina Arja Di Desa Gerogak-Buleleng, (7)
Tahun 1986 Membina Arja Di Desa Apuan (Susut-Bangli) dalam rangka Festival Arja Se-Bali, berhasil meraih
juara 1, (8) Tahun 1987 Membina Dramatari Arja Di ASTI Denpasar dengan Lakon Basur, (9) Tahun 2004/2005
Membina arja Remaja Desa Singapadu dengan Lakon Mula Kesa, (10) Tahun 2007 Membina Arja Remaja
dengan judul Durhaka bersama anak-anak dari lingkungan Br. Apuan, Sengguan, Mukti dan Br. Seseh, (11)

Tahun 2008 Membina Arja Remaja di Br., Abasan dan Belaluan Singapadu Tengah, (12) Tahun 2009 Membina
Arja Pura di Desa Pekraman Buduk Pejaten (Tabanan), (13) Tahun 2009 Membina arja anak-anak tingkat SD di
Sanggar Makaradwaja Singapadu, dan hingga saat ini beliau pun masih tetap menjadi pembina arja untuk acara
Pesta Kesenian Bali.
2.4 Ni Nyoman Tjandri Sebagai Sutradara Dalam Drama Tari Arja
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat, sutradara berarti orang yang memberikan pengarahan dan
bertanggung jawab atas masalah artistik dan teknis dalam pementasan drama, pembuatan film, dan sebagainya
(2011:1365). Berikut adalah lakon-lakon yang pernah disutradarai oleh Ni Nyoman Tjandri, Mantri
Mepunggal,Limun Ilang Srepeteka,Maswemara,Banda Sura yang dibawakan oleh ISI Denpasar,Panjisemirang
3. Kontribusi Penting Ni Nyoman Tjandri terhadap Drama Tari Arja Di Desa Singapadu,Gianyar
3.1 Peranan Ni Nyoman Tjandri Terhadap Drama Tari Arja Di Desa Singapadu
Eksistensi kesenian di Bali merupakan salah satu bagian penting dan tidak terpisahkan dalam kehidupan
masyarakatnya. Hal tersebut terkait dengan keberadaan masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu.
Hampir semua kegiatan keagamaan di Bali melibatkan seni sebagai penyempurna upacara. Kehadiran seni dalam
aktifitas religi di Bali merupakan suatu wujud persembahan yang dituangkan sebagai sarana untuk memperkuat
keyakinan, penghayatan dan pengamalan konsep agama dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan hal tersebut di atas Ni Nyoman Tjandri mengabdikan penuh ilmu yang ia miliki dengan
tulus ikhlas atau dalam masyarakat Bali lebih dikenal dengan istilah ngayah. Sebagai seniman otodidak, Tjandri
hanya melanjutkan tradisi berkesenian yang dilakoni seniman dahulu, terutama ayahnya, namun berkat gejolak
rasa estetik dalam dirinya serta akumulasi persentuhan di luar lingkungannya, ia juga mengembangkan bakatnya
salah satunya ialah menggagas drama tari arja yang seluruh penarinya adalah anak-anak (setingkat SD); serta
pakem Arja. Drama tari Arja anak-anak yang dirintisnya itu mendapat sambutan baik dari masyarakat Bali dan
sempat ditayangkan di layar kaca oleh TVRI Denpasar, sebagai bentuk pewarisan dan kaderisasi Arja yang
sempat dikeluhkan akan punah. Bersama keluarganya Tjandri, mendirikan sanggar “Makaradwaja” melatih
anak-anak di desanya dalam bidang seni tari, tabuh dan tembang Bali. Sanggar seni tari yang sudah mengasuh
hampir ratusan anak-anak pada awalnya dirintis oleh iparnya N.L.N Swasthi Widjaya Bandem. Kiprah Ni
Nyoman Tjandri dalam dramatari arja sangatlah bagus. Hal tersebut diatas juga ditunjang oleh pengabdian beliau
kepada masyarakat ataupun lingkungan sekitarnya, yakni di Desa Singapadu Gianyar. Hal ini terbukti dengan
Tjandri membina beberapa drama tari Arja di Desa Singapadu baik itu untuk upacara ngayah ataupun festival
tingkat nasional. Bahkan kegiatan membina itu pun masih berlangsung hingga saat ini.
Dalam wawancara ini, Tjandri juga menegaskan bahwa ia sampai saat ini masih mencari generasi yang
ingin melestarikan drama tari arja. Karena menurut Tjandri, Arja itu merupakan tarian yang komplek dimana ada
menari, menembang, dan pendramaannya. Untuk wilayah Desa Singapadu, Tjandri hingga saat ini masih tetap
berusaha mencari bibit-bibit yang memiliki bakat berkesenian. hal itu ditujukan agar kesenian dramatari arja di
Desa Singapadu tidak punah.
Hal yang dikemukakan Tjandri di atas, diperkuat dengan pernyataan Ni Wayan Murniasih yang
merupakan karyawan RRI Denpasar. Ia mengatakan bahwa Tjandri memiliki semangat yang tinggi dalam
melestarikan seni khususnya drama tari Arja. Tjandri tidak pernah bosan untuk mewariskan sei pengarjan kepada
generasi mud. Selain itu ia juga mengatakan bahwa Tjandri memiliki pengaruh penting dalam pelestarian drama
tari Arja di desa Singapadu.
3.2 Penghargaan Yang Diperoleh Ni Nyoman Tjandri
Kontribusi Tjandri terhadap pembangunan seni budaya Bali adalah sikap tegarnya dalam menghadapi
tantangan besar melawan arus modern yang mengikis seni tradisi secara perlahan. dengan sikap sabar, telaten
dan berkomitmen untuk melestarikan seni tradisi dan budaya Bali, Tjandri tidak merasa lelah membina anakanak remaja, dewasa, ibu-ibu PKK, bahkan lansia yang masih memiliki niat untuk belajar senibudaya Bali,
khususnya seni dramatari Arja dan olah vocal seperti macepat (sekar alit), kidung (sekar madya) dan sekar
agung. Karena konstribusi Ni Nyoman Tjandri dalam dramatari arja sangatlah besar, maka tidak heran jika Ni
Nyoman Tjandri mendapatkan beberapa penghargaan yang diberikan oleh pemerintah Provinsi Bali. Beberapa

penghargaan yang pernah di dapat oleh Ni Nyoman Tjandri (Rekap Kegiatan Kreatif Inovatif Ni Nyoman
Tjandri, 2008).
(1). Penghargaan dari The Japan Foundation selaku anggota misi kesenian Darma Santi tahun 1982, (2).
Penghargaan yang diberikan oleh duta besar RI untuk Australia kepada Ni Nyoman Tjandri sebagai
anggota rombongan kesenian Bali Tahun 1986, (3). Penghargaan Dharma Kusuma Madya dalam bidang seni
karawitan dari kabupaten Gianyar tahun 1988, (4). Penghargaan Pemda sebagai juri Tembang Macepat dalam
rangka Utsawa Dharma Gita se-Bali tahun 1989, (5). Penghargaan dari Bupati Badung atas prestasinya
mengantarkan Janger P4 Sibang Kaja sebagai duta Kabupaten Badung meraih juara I pada festival Janger se-Bali 
tahun 1990, (6). Penghargaan Nasional sebagai juri Macepat pada Utsawa Dharma Gita III tingkat Nasional 
tahun 1990, (7). Mendapat penghargaan Dharma Kusuma Madya dari pemerintah Provinsi Bali  tahun 1990, (8).
Penghargaan dari BP 7 kabupaten daerah Tk.II Badung atas peran serta Ni Nyoman Tjandri dalam
pemasyarakatan atau pembudayaan P-4 se kabupaten daerah Tk.II Badung tahun 1993, (9). Penghargaan Wija
Kusuma yang diberikan kepada Ni Nyoman Tjandri sebagai seniman arja tahun 2000, (10). Penghargaan yang
diberikan oleh yayasan seni Semara Ratih kepada Ni Nyoman Tjandri sebagai seniman tari tahun 2005
 
PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kisah Ni Nyoman Tjandri sebagai tokoh seniman
dalam drama tari Arja ini, dilatarbelakangi oleh keluarga yakni ayahnya yang juga merupakan seorang seniman.
Ni Nyoman Tjandri menekuni drama tari Arja dikarenakan sering melihat ayahnya mengajarkan tari Arja.
Tjandri memandang bahwa tari Arja bukan hanya sekedar tontonan, melainkan media pembawa pesan, media
komunikasi, nilai-nilai moral, ajaran-ajaran agama, pitutur-pitutur yang bisa dijadikan falsafah dan pegangan
hidup sehari-hari.
Kiprah Ni Nyoman Tjandri sebagai pelaku ditunjukkan dengan kemampuan Tjandri sebagai penari,
pembina maupun sutradara dalam drama tari arja. Sebagai penari drama tari arja Ni Nyoman Tjandri mampu
memerankan semua tokoh yang ada di dalam drama tari Arja. Walaupun Tjandri mampu memerankan semua
tokoh yang ada dalam drama tari Arja dengan baik, namun Tjandri lebih terkenal sebagai tokoh Condong dalam
drama tari Arja. Di dalam memerankan tokoh Condong ini Tjandri mempunyai ciri khas tersendiri yakni
mekliwesan. Dalam hal sebagai pembina seni, Tjandri mengabdikan ilmu yang ia miliki kepada masyarakat baik
dari kalangan anak-anak, remaja, dewasa hingga lanjut usia yang ingin belajar Arja ataupun Tembang. Tidak
hanya dari kalangan masyarakat lokal saja yang diajarkan oleh Tjandri, orang asing dari berbagai negarapun
diajarkan, yakni Jepang, Australia, Denmark, Italia dan masih banyak lagi lainya. Ni Nyoman Tjandri juga
merupakan seorang sutradara dalam dramatari arja. Itu dibuktikan dengan adanya beberapa lakon-lakon yang
disutradarai oleh Tjandri.
Kontribusi Ni Nyoman Tjandri dalam pelestarian drama tari Arja sangatlah bagus. Hal tersebut juga
ditunjang oleh pengabdian beliau kepada masyarakat ataupun lingkungan sekitarnya, yakni Di Desa Singapadu
Gianyar. Itu dibuktikan dengan , Tjandri membina beberapa dramatari arja di Desa Singapadu baik itu untuk
upacara ngayah ataupun festival tingkat nasional. Bahkan kegiatan membina itu pun masih berlangsung hingga
saat ini. Karena dedikasi beliau terhadap perkembangan dramatari Arja sangat tinggi, pada tahun 2017 ini beliau
diberikan penghargaan oleh Pemerintah Propinsi Bali sebagai seniman. Sebelumnya beliau juga telah
memperoleh penghargaan Dharma Kusuma Madia.

DAFTAR RUJUKAN
Bandem, I Made. Ensiklopedi Tari Bali. Denpasar : Akademi Seni Tari Indonesia. 1983.
Bandem, I Made,dkk. Gerak Tari Bali. Denpasar : Akademi Seni Tari Indonesia. 1983.
Bungin, Burhan. Analisis Data Penelitian Kualitatif : Pemahaman Filosofis dan Metodelogis ke Arah Model
Penguasaan Aplikasi. Jakarta : Raja Grafindo Persada.2008.
Dibia, I Wayan. Selayang Pandang Seni Pertunjukan Bali. Bandung : Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia
dan Art Line. 1999

Dibia , I Wayan. Pragina Penari, Aktor dan Pelaku Seni Pertunjukkan Bali. Malang : Sava Media. 2004
Dibia , I Wayan. Taksu Dalam Seni dan Kehidupan Bali. Denpasar : Bali Mangsi. 2012.
Dibia , I Wayan. Puspasari Seni Tari Bali. Denpasar : Institut Seni Indonesia. 2013
Djelantik, A.A.M. Pengantar Dasar Ilmu Estetika I Estetika Instrumental. Denpasar : STSI. 1999.
Djelantik, A.A.M. Pengantar Dasar Ilmu Estetika II. Estetika Kontemplatif.
Denpasar : STSI. 1990
Djelantik, A.A.M. Estetika Sebuah Pengantar. Denpasar : Masyarakat Seni Pertunjukkan Indonesia. 2008.
Gunadi, I Gede. Tesis : Dramatari Kecak “Balian Batur” Di Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana, Desa
Unggasan, Kabupaten Badung. Denpasar : ISI Denpasar. 2013.
Hamzah, A.Adjib. Pengantar Bermain Drama. Bandung : CV Rosda. 1985
Jakob Sumardjo dan Saini. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. 1994
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke Empat. Departemen Pendidikan Nasional : Balai Pustaka. 2011
Koentjaraningrat. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : Dian Rakyat. 1980.
Koentjaraningrat. Ritus Peralihan Di Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. 1999.
Moleong, Lexy. [1989] Metodelogi Penelitian Kualitatif : Edisi Revisi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
2010.
Muhadjir, Neong H. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Rake Sarasin. 1996.
Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Paradigma Baru Komunikasi dan Ilmu Sosisal Lainnya.
Jakarta : Rosdakarya. 2004
Praditha, Candra I Putu. Tesis: I Wayan Dibia Sebagai Pencipta dan Pemikir Seni Tari Di Bali. Surabaya :
UNESA. 2015
Proyek Penggalian/Pembinaan Seni Budaya Klasik(Tradisional) dan Baru. Mengenal Dramatari Arja. 1975
Profil Pembangun Desa Singapadu Tahun 2006-2007. Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar. 2008.
Ratna, I Nyoman Kutha. Metodologi Penelitian : Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humnaiora pada Umumnya.
Yogyakarta : Pustaka Belajar. 2010.
Sasongko, Setiawan. Menyelamatkan Sejarah Hidup. Klaten : Pustaka Wasilah. 2012
Suasthi Widjaja. Dramatari Gambuh Dan Pengaruhnya Pada Dramatari Opera Arja . Yogyakarta : UGM.
2007.
Sugiarta. Tesis : I Wayan Tangguh: Sangging Seni Barong dan Topeng Khas Singapadu . Denpasar : UNHI.
2013.
Sukandarrumidi. Metodologi Penelitian. Yogyakarta : Pers UGM. 2006
Tambajong, Japi. Dasar-dasar Drama Turgi. Bandung : Pustaka Prima.1981
Uno, B Hamzah. Teori Motivasi Dan Pengukurannya. Jakarta : PT. Bumi Aksara. 2012
Zamroni. Pengembangan Teori Sosial. Yogyakarta : Tiara Wacana. 1992

LAMPIRAN FOTO :

Foto : Ni Nyoman Candri pada saat peneliti melakukan wawancara

Foto 2 : Ni Nyoman Tjandri berperan sebagai pemeran tokoh condong

Foto 3 : Ni Nyoman Tjandri melatih salah satu murid-muridnya

Foto 4. Tjandri sedang mengajarkan tari Condong Pengarjan