AKTIVITAS NELAYAN PERAHU SLEREK PASCA KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) PERIODE MARET/APRIL 2015 DI DESA KEDUNGREJO KECAMATAN MUNCAR KABUPATEN BANYUWANGI

(1)

AKTIVITAS NELAYAN PERAHU SLEREK PASCA KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) PERIODE MARET/APRIL 2015 DI DESA

KEDUNGREJO KECAMATAN MUNCAR KABUPATEN BANYUWANGI

SKRIPSI

Oleh:

Beta Arin Setyo Utami NIM 110210301064

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER 2015


(2)

AKTIVITAS NELAYAN PERAHU SLEREK PASCA KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) PERIODE MARET/APRIL 2015 DI DESA

KEDUNGREJO KECAMATAN MUNCAR KABUPATEN BANYUWANGI

SKRIPSI

diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Pendidikan Ekonomi (S1)

dan mencapai gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Beta Arin Setyo Utami NIM 110210301064

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER 2015


(3)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah, dengan penuh kebahagiaan dan rasa syukur yang tak terhingga kepada Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas rahmat dan hidayah-Nya, dan sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Ayahanda tercinta Hasan Baseri dan Ibunda tercinta Sulis Tyowati, terima kasih yang tak terhingga atas segala ketulusan cinta, kasih sayang, perhatian, dukungan, pengorbanan, dan do’a yang tiada henti untuk kesuksesan studi saya sampai saat ini;

2. Adik saya tercinta Desy Rozalia, mbah ibu Murtini dan pak dhe Bambang Iriyanto serta keluarga besar saya tercinta, terima kasih atas perhatian, motivasi dan nasihat yang tercurahkan untuk kesuksesan studi saya sampai saat ini; 3. Bapak/Ibu Guruku mulai tingkat TK, SD, SMP, dan SMA, dan Bapak/Ibu Dosen

yang terhormat di Pendidikan Ekonomi-FKIP-Universitas Jember, serta semua orang yang tulus memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan dan pengalaman dengan penuh kesabaran dan keikhlasan;

4. Almamater Pendidikan Ekonomi – FKIP – Universitas Jember yang saya banggakan.


(4)

MOTTO

Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.

Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, diantara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

(Terjemah Surat Al-Imran [3]:110)*

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari satu urusan) kerjakan dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada Tuhan-mulah

hendaknya kamu berharap. (Terjemah Surat Al-Insyirah [94]:6-8)*

Aku (Allah) cinta tiga jenis manusia, tetapi Aku jauh lebih cinta kepada tiga jenis manusia lainnya. Aku cinta orang yang bersifat pemurah, tetapi Aku lebih cinta orang miskin yang pemurah, Aku cinta orang yang rendah hati , tetapi Aku lebih cinta orang kaya yang rendah hati,

Aku cinta orang yang bertaubat, tetapi Aku lebih cinta orang muda yang bertaubat. (Hadits Qudsi)

* Departemen Agama Republik Indonesia. 2005. Al Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: CV Penerbit Jumanatul Ali-Art (J-ART)


(5)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : BETA ARIN SETYO UTAMI NIM : 110210301064

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul “AKTIVITAS NELAYAN PERAHU SLEREK PASCA KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) PERIODE MARET/APRIL 2015 DI DESA KEDUNGREJO KECAMATAN MUNCAR KABUPATEN BANYUWANGI”

adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali kutipan yang sudah saya sebutkan sumbernya, belum pernah diajukan pada institusi manapun, dan bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, tanpa ada tekanan dan paksaan serta bersedia mendapat sanksi akademik jika di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Jember, 11 November 2015 Yang menyatakan,

Beta Arin Setyo Utami NIM. 110210301064


(6)

HALAMAN PERSETUJUAN

“AKTIVITAS NELAYAN PERAHU SLEREK PASCA KENAIKAN HARGA

BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) PERIODE MARET/APRIL 2015 DI DESA KEDUNGREJO KECAMATAN MUNCAR KABUPATEN BANYUWANGI”

SKRIPSI

diajukan guna memenuhi syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Program Sarjana Strata Satu Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Program Studi Pendidikan

Ekonomi pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember

Nama Mahasiswa : Beta Arin Setyo Utami NIM : 110210301064

Program Studi : Pendidikan Ekonomi Angkatan Tahun : 2011

Tempat, tanggal Lahir : Lumajang, 30 November 1992

Disetujui,

Pembimbing I

Dra. Retna Ngesti S, M.P NIP. 19670715 199403 2 004

Pembimbing II

Titin Kartini, S.Pd, M.Pd

NIP. 19801205 200604 2 001

Digital Repository Universitas Jember


(7)

PENGESAHAN

Skripsi berjudul “AKTIVITAS NELAYAN PERAHU SLEREK PASCA KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) PERIODE MARET/APRIL 2015 DI DESA KEDUNGREJO KECAMATAN MUNCAR KABUPATEN BANYUWANGI” telah diuji pada:

Hari : Kamis

Tanggal : 19 November 2015

Tempat : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember Tim Penguji:

Pembimbing I

Dra. Retna Ngesti S, M.P NIP. 19670715 199403 2 004

Pembimbing II

Titin Kartini, S.Pd, M.Pd NIP. 19801205 200604 2 001 Anggota:

1. Drs. Sutrisno Djaja, M. M (………) NIP. 19540302 198601 1 001

2. Dr. Sukidin, M.Pd (……….….…………..) NIP. 19660323 199301 1 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember

Prof. Dr. Sunardi, M. Pd NIP. 19540501 198303 1 005


(8)

RINGKASAN

”Aktivitas Nelayan Perahu Slerek Pasca Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Periode Maret/April 2015 di Desa Kedungrejo Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi”; Beta Arin Setyo Utami, 110210301064; 2015; 83 halaman; Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan IPS Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Jember.

Aktivitas nelayan perahu slerek yang meliputi frekuensi melaut, lama melaut dan volume hasil tangkapan ikan, tidak bisa dilepaskan dengan penggunaan BBM. Di mana BBM (solar) merupakan komponen biaya terbesar dalam operasional penangkapan ikan. Untuk mengetahui seberapa besar perubahan aktivitas nelayan perahu slerek pasca kenaikan harga BBM, maka diperlukan analisis sebelum dan pasca kenaikan harga BBM yang meliputi frekuensi melaut, lama melaut dan volume

hasil tangkapan ikan. Oleh karena itu, tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan dan menganalisis frekuensi melaut, lama melaut dan volume hasil tangkapan ikan nelayan perahu slerek pasca kenaikan harga BBM periode Maret/April 2015 di Desa Kedungrejo Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penentuan lokasi penelitian menggunakan metode purposive area yaitu Desa Kedungrejo Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi. Penentuan subjek penelitian menggunakan metode

purposive yang terdiri dari empat orang nelayan juragan sebagai informan utama dan satu nakhoda kapal serta dua nelayan pandhiga sebagai informan pendukung. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif, sedangkan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data yang digunakan terdiri dari wawancara, observasi dan dokumen. Analisis data yang digunakan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Pengecekan data menggunakan teknik triangulasi.


(9)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perubahan aktivitas nelayan perahu slerek pasca kenaikan harga BBM (solar) juga ditengarahi oleh perubahan musim ikan yang sepi, yang meliputi frekuensi melaut, lama melaut dan volume hasil tangkapan ikan yang kecenderungannya menurun sehingga menurun pula tingkat kesejahteraan nelayan perahu slerek. Analisis perubahan aktivitas nelayan perahu

slerek dilakukan selama dua bulan, yaitu bulan Maret sebagai patokan bulan sebelum kenaikan harga BBM dan bulan April sebagai patokan bulan pasca kenaikan harga BBM. Sebelum kenaikan harga BBM, rata-rata frekuensi melaut nelayan sekitar 8 sampai 9 kali melaut dalam sebulan. Sedangkan pasca kenaikan harga BBM, rata-rata frekuensi melaut nelayan 4 kali melaut dan ada yang sama sekali tidak melaut. Sehingga rata-rata frekuensi melaut nelayan perahu slerek pasca kenaikan harga BBM periode Maret/April 2015 mengalami penurunan sekitar 4 sampai 5 kali melaut selama dua bulan atau menurun sekitar 56%. Sebelum kenaikan harga BBM, rata-rata lama melaut nelayan ± 155 jam dari akumulasi setiap trip-nya selama sebulan. Sedangkan pasca kenaikan harga BBM, rata-rata lama melaut nelayan ± 91 jam dari akumulasi setiap trip-nya selama sebulan. Sehingga rata-rata lama melaut nelayan perahu slerek pasca kenaikan harga BBM BBM periode Maret/April 2015 mengalami penurunan sekitar 64 jam selama dua bulan atau menurun sekitar 41%. Sebelum kenaikan harga BBM, rata-rata volume hasil tangkapan ikan ± 24.196,25 kg dalam sebulan. Sedangkan pasca kenaikan harga BBM, rata-rata volume hasil tangkapan ikan ± 7.406,25 kg dalam sebulan. Sehingga rata-rata volume hasil tangkapan ikan nelayan perahu slerek pasca kenaikan harga BBM BBM periode Maret/April 2015 mengalami penurunan sekitar 16.790 kg selama dua bulan atau menurun sekitar 63% dan jika dirupiahkan ± Rp 201.480.000,00.

Kata kunci: frekuensi melaut, lama melaut, volume hasil tangkapan ikan dan kenaikan harga BBM.


(10)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Aktivitas Nelayan Perahu Slerek Pasca Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Desa Kedungrejo Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Strata Satu (S1) pada Program Studi Pendidikan Ekonomi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tiada terhingga kepada:

1. Prof. Dr. Sunardi, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember;

2. Dr. Sukidin, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember; 3. Titin Kartini, S.Pd, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Ekonomi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember; 4. Dra. Retna Ngesti S, M.P selaku Dosen Pembimbing Utama, dan Titin

Kartini, S.Pd, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Anggota yang telah membimbing dan meluangkan waktunya dalam penulisan skripsi ini; 5. Drs. Sutrisno Djaja, M.M dan Dr. Sukidin, M.Pd selaku Dosen Penguji I

dan II yang telah memberikan kritik dan masukan dalam penulisan skripsi ini;

6. Titin Kartini, S.Pd, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Akademik Program Studi Pendidikan Ekonomi;

7. Nelayan perahu slerek dalam penelitian ini, bapak Hj. Agus Salim, bapak Suratmo Abdullah, bapak Hj. Mastur dan bapak Misnanto sebagai


(11)

informan utama, bapak Suwarno, bapak Subagio dan bapak Sumaji sebagai informan pendukung;

8. Petugas kantor UPT Muncar dan aparatur kantor Desa Kedungrejo Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi yang turut membantu dalam pengumpulan data pendukung skripsi ini;

9. Sahabat-sahabat terbaikku dan teman-teman seperjuangan PE’2011, dan

ukhtifillah di kosan Assa’adah, rubin Mumtazah, Al-Fath dan rubin perjuangan terima kasih atas kebersamaannya;

10.Sahabat-sahabat seperjuangan di bumi Allah, rapatkan barisan Insya Allah janji Allah dan bisyarah Rasulullah segera tegak dan semoga kita menjadi bagian pejuang di dalamnya, syukron katsiron atas bara ideologis yang tersalurkan pada diri ini;

11.Semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu, terima kasih untuk kalian semua.

Penulis juga menerima segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis juga berharap semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak di kemudian hari, Aamin.

Jember, 11 November 2015

Penulis


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ii

HALAMAN MOTTO ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN PERSETUJUAN ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

RINGKASAN ... vii

PRAKATA ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Fokus Kajian ... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Tinjauan PenelitianTerdahulu ... 7

2.2 Landasan Teori ... 9

2.2.1 Nelayan Kapal/Perahu Slerek ... 9

2.2.2 Perikanan Tangkap ... 14

2.2.3 Aktivitas Penangkapan Ikan ... 15

2.2.3.1 Frekuensi Melaut ... 20


(13)

2.2.3.2 Lama Melaut (Jam Kerja) ... 21

2.2.3.3 Volume Hasil Tangkapan Ikan ... 23

2.2.4 BBM Berjenis Solar ... 25

2.2.5 Kebijakan Kenaikan Harga BBM (Solar) ... 26

2.3 Kerangka Berpikir Penelitian ... 31

BAB 3. METODE PENELITIAN... 32

3.1 Rancangan Penelitian ... 32

3.2 Definisi Operasional Konsep ... 32

3.3 Metode Penentuan Lokasi Penelitian ... 34

3.4 Subjek Penelitian ... 35

3.5 Jenis Data dan Sumber Data ... 36

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 37

3.6.1 Metode Wawancara ... 37

3.6.2 Metode Observasi ... 38

3.6.3 Metode Dokumen ... 39

3.7 Analisis Data ... 39

3.8 Pengecekan Data ... 40

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

4.1 Data Pelengkap ... 42

4.1.1 Diskripsi Lokasi Penelitian ... 42

4.1.2 Diskripsi Penduduk Lokasi Setempat ... 43

4.1.2.1 Mata Pencaharian Penduduk ... 44

4.1.2.2 Persebaran Jenis Kelamin Penduduk ... 45

4.1.2.3 Persebaran Rentang Usia Penduduk ... 46

4.1.2.4 Tingkat Pendidikan Penduduk ... 47

4.1.3 Diskripsi Subjek Penelitian ... 49

4.1.3.1 Infoman Utama ... 49

4.1.3.2 Informan Pendukung ... 50

4.2 Data Utama ... 50


(14)

4.2.1 Aktivitas Nelayan Perahu Slerek Pasca Kenaikan Harga BBM ... 50

4.2.1.1 Frekuensi Melaut ... 52

4.2.1.2 Lama Melaut ... 56

4.2.1.3 Volume Hasil Tangkapan Ikan ... 62

4.2.2 Kenaikan Harga BBM ... 67

4.3 Pembahasan ... 73

BAB 5. PENUTUP ... 78

5.1 Kesimpulan ... 78

5.2 Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 80

LAMPIRAN ... 84


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Daftar Harga Solar ... 28

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 44

Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 45

Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Rentang Usia ... 46

Tabel 4.4 Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 47

Tabel 4.5 Karakteristik Informan Utama ... 49

Tabel 4.6 Karakteristik Informan Pendukung ... 50


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian ... 32


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A. Matriks Desain Penelitian... 84

Lampiran B. Tuntunan Penelitian ... 85

Lampiran C. Pedoman Wawancara ... 86

Lampiran D. Transkrip Hasil Wawancara ... 95

Lampiran E. Tabel Perhitungan Aktivitas Nelayan Perahu Slerek Pasca Kenaikan Harga BBM Periode Maret dan April 2015 Di Desa Kedungrejo Muncar Banyuwangi ... 140

Lampiran F. Surat Izin Penelitian ... 145

Lampiran G. Surat Keterangan Selesai Penelitian ... 148

Lampiran H. Surat Pernyataan Informan ... 149

Lampiran I. Lembar Konsultasi ... 156

Lampiran J. Peta Lokasi Penelitian ... 158

Lampiran K. Dokumentasi Penelitian ... 159

Lampiran L. Daftar Riwayat Hidup ... 167


(18)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perikanan merupakan tulang punggung pertama pembangunan kelautan dan perikanan di Indonesia. Sektor ini selain memberikan kontribusi paling besar terhadap pembangunan wilayah pesisir, di lain sisi juga mampu menyerap banyak tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja terbesar diberikan oleh kegiatan perikanan tangkap, baik pada skala subsisten maupun industri. Komposisi dari total penduduk Indonesia, 60% diantaranya tinggal di wilayah pesisir dan 90% penduduk yang tinggal di wilayah pesisir bergerak dan berusaha di sektor perikanan (Wahyudin, 2012:2). Nelayan dengan keahlian spesifiknya menjadikannya sebagai keunggulan kooperatif tersendiri bagi Indonesia dan sumber kesejahteraan bagi masyarakat daerah pesisir. Wilayah Kedungrejo Muncar Banyuwangi adalah wilayah yang bersentuhan langsung dengan pesisir dan kawasan yang ramai kegiatan perikanan, sehingga konstruksi utama penduduknya adalah nelayan. Kawasan ini diharapkan dapat mempercepat laju pembangunan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.

Masyarakat Kedungrejo Muncar Banyuwangi merupakan masyarakat pesisir yang sumber penghidupannya bergantung pada laut, sehingga mayoritas penduduk laki-laki disana mata pencahariannya sebagai nelayan. Dari total jumlah penduduk Kedungrejo, Muncar pada tahun 2010 sekitar 12.583 orang, jumlah yang paling tinggi sekitar 4.767 orang berprofesi sebagai nelayan dan sisanya tersebar pada berbagai jenis pekerjaan yang lainnya (sumber: Monografi Desa Kedungrejo Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi 2010). Ada nelayan juragan atau pemilik kapal dan nelayan pandhiga atau buruh nelayan yang bekerja kepada nelayan juragan. Masyarakat Muncar sendiri membagi nelayan juragan menjadi dua yaitu juragan

darat dan laut. Juragan darat atau lebih dikenal dengan nelayan juragan adalah pemilik kapal itu sendiri dan juragan laut atau lebih dikenal dengan nakhoda kapal


(19)

2

adalah kapten kapal yang bertanggung jawab penuh atas pengoperasian kapal. Selanjutnya nakhoda kapal dan nelayan pandhiga disebut sebagai kru laut yang bekerja berdasarkan instruksi dari juragan darat (pemilik kapal). Mayoritas nelayan Muncar menggunakan perahu motor tempel (slerek) untuk melaut. Slerek adalah sebutan perahu motor tempel di Banyuwangi yang berukuran besar dan dihiasi dengan berbagai pernak-pernik sebagai atribut perahunya). Perahu slerek adalah perahu yang terdiri dari dua tipe perahu, yakni perahu slerek jaring yang berfungsi sebagai pencari kawanan ikan yang dipimpin nakhoda kapal, dan perahu slerek

pemburu yang berfungsi sebagai pembantu kinerja perahu slerek jaring dan sebagai tempat dimuatnya hasil tangkapan ikan yang diperoleh. Mayoritas nelayan di Kedungrejo, Muncar menggunakan perahu slerek dengan alat tangkap purse seine

atau pukat cincin, yang mempunyai banyak kelebihan, terutama banyaknya ikan yang berhasil ditangkap.

Nelayan adalah bagian integral dari laju perekonomian Indonesia dan memberi sumbangsih besar pada pembangunan Indonesia, terutama di bidang kelautan dan perikanan. Di sisi lain, pekerjaan nelayan dikelilingi dengan risiko dan ketidakpastian yaitu kondisi alam, antara lain perubahan iklim atau cuaca dan posisi bulan terhadap bumi. Cuaca buruk, seperti angin, badai dan ombak besar menyebabkan nelayan dengan perahu kecil bahkan perahu besar seperti slerekpun tidak bisa melaut. Kondisi ini diperburuk dengan berkurangnya masa panen ikan, terutama dengan perubahan iklim jangka waktu surplus ikan semakin berkurang. Saat musim paceklik dan padangan, biasanya jarang bahkan tidak ada ikan, sebagian besar nelayan Muncar tidak melaut sampai periode tertentu karena biaya melaut tidak sebanding dengan volume hasil tangkapan ikan. Belum lagi faktor keberuntungan yang mempunyai andil besar dalam menentukan nelayan dapat atau tidak dapat ikan. Padahal kesejahteraan nelayan sangat bergantung pada aktivitas penangkapan ikan, yang dinilai dari perolehan volume hasil tangkapan ikan.

Selain hal-hal di atas, nelayan juga dihadapkan pada produk kebijakan pemerintah, salah satunya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Bahan bakar


(20)

3

minyak (BBM) merupakan salah satu komoditas yang memegang peranan sangat vital dalam sebagian besar aktivitas ekonomi, tidak terkecuali aktivitas kelautan dan perikanan, terutama aktivitas nelayan perahu slerek. Kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM (solar) pada tanggal 28 Maret 2015 dari Rp 6.400,00 menjadi Rp 6.900,00 sehingga kenaikannya sebesar Rp 500,00. Pada umumnya telah mengakibatkan masyarakat Indonesia mengalami kesulitan di berbagai daerah dan di setiap lini kehidupan. Begitu pula yang dirasakan nelayan di Desa Kedungrejo Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi juga mengalami kesulitan dalam aktivitas penangkapan ikan karena mereka mengandalkan perahu motor yang berbahan bakar solar. BBM berjenis solar merupakan kebutuhan pokok dalam operasi penangkapan ikan di laut. Seperti diketahui bahwa persentase pengeluaran terbesar oleh nelayan dalam operasi penangkapan ikan yang menggunakan perahu motor tempel (perahu slerek) adalah bahan bakar minyak (BBM) berjenis solar. Persentase tersebut mencapai lebih dari 60% dari total biaya operasional melautnya (Apridar et al, 2011:101). Kenaikan harga BBM menyebabkan biaya operasional penangkapan ikan semakin meningkat karena sebagian besar biaya operasionalnya adalah bahan bakar minyak berjenis solar. Sehingga dengan naiknya harga solar menambah kesulitan nelayan, terutama beban tersebut semakin terasa jika tidak mendapatkan tangkapan ikan, atau dapat sedikit sehingga tidak bisa menutupi biaya operasional, akhirnya nelayan menderita kerugian yang besar.

Dalam operasi penangkapan ikan yang tidak menentu karena kondisi alam seperti cuaca dan kondisi bulan, faktor keberuntungan, masih ditambah dengan kenaikan harga BBM berjenis solar. Aktivitas penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan perahu slerek juga tidak terlepas dari pertimbangan naiknya harga solar, meliputi frekuensi melaut, lama melaut dan volume hasil tangkapan ikan. Semakin sering nelayan pergi melaut dan semakin lama nelayan melaut juga mempengaruhi penggunaan solar yang semakin meningkat. Akhirnya perolehan volume hasil tangkapan ikan juga akan menurun akibat menurunnya aktivitas nelayan perahu

slerek. Ketika harga solar naik, hal tersebut membuat nelayan harus benar-benar


(21)

4

mempertimbangkan dan mengimbangi frekuensi melaut, lama melaut dan nantinya mampu memperoleh volume hasil tangkapan ikan yang banyak untuk setiap tripnya, jika tidak, alokasi modal akan membengkak terutama penggunaan solar untuk setiap tripnya juga akan membengkak.

Jika sebelum adanya kenaikan BBM (solar), nelayan mampu memperoleh

volume hasil tangkapan ikan yang sangat banyak, dengan frekuensi melaut dan lama melaut yang terkategori masif, tanpa terkendala membengkaknya alokasi modal pada pos solar. Tetapi pasca kenaikan harga BBM (solar), nelayan yang tidak mampu menyediakan modal yang besar, akan sangat merasakan dampak kenaikan harga BBM, antara tetap melaut dengan mengurangi tripnya atau bahkan memutuskan untuk tidak melaut karena ketiadaan atau kekurangan modal. Walaupun harga solar naik dan pada akhirnya nelayan memutuskan untuk mengurangi atau tidak melaut, maka dipastikan nelayan juga tidak mendapat hasil tangkapan ikan, kalaupun dapat, tetapi bisa jadi volume hasil tangkapan ikan sangat sedikit karena mengurangi trip melaut. Sehingga dengan naiknya harga solar, nelayan merasa sangat terhimpit dan terbebani, terutama beban tersebut semakin terasa jika tidak mendapatkan hasil tangkapan ikan, atau dapat sedikit sehingga tidak bisa menutupi biaya operasional, pendapatan dan kondisi perekonomian nelayan kian tidak menentu, akhirnya nelayan menderita kerugian yang besar. Keadaan inilah yang semakin memberatkan aktivitas penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan perahu slerek.

Banyaknya hal-hal yang melingkupi aktivitas nelayan perahu slerek di atas, salah satunya adanya kenaikan harga BBM berjenis solar, tidak mengherankan apabila kondisi perekonomian nelayan naik turun dan berdampak pula pada tingkat kesejahteraan nelayan. Dari latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti “Aktivitas Nelayan Perahu Slerek Pasca Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Periode Maret/April 2015 di Desa Kedungrejo Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi”.


(22)

5

1.2 Rumusan Masalah

Mengacu pada latar belakang tersebut, permasalahan penelitian ini adalah : 1) bagaimana perubahan frekuensi melaut nelayan perahu slerek pasca kenaikan

harga BBM periode Maret/April 2015 di Kedungrejo Muncar Banyuwangi? 2) bagaimana perubahan lama melaut nelayan perahu slerek pasca kenaikan

harga BBM periode Maret/April 2015 di Kedungrejo Muncar Banyuwangi? 3) bagaimana perubahan volume hasil tangkapan ikan nelayan perahu slerek

pasca kenaikan harga BBM periode Maret/April 2015 di Kedungrejo Muncar Banyuwangi?

1.3 Tujuan Penelitian

Dalam suatu penelitian haruslah terdapat tujuan yang jelas, sehingga penelitian dapat terarah dan diketahui maksudnya.

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1) untuk mendiskripsikan dan menganalisis perubahan frekuensi melaut nelayan perahu slerek pasca kenaikan harga BBM periode Maret/April 2015 di Kedungrejo Muncar Banyuwangi.

2) untuk mendiskripsikan dan menganalisis perubahan lama melaut nelayan perahu slerek pasca kenaikan harga BBM periode Maret/April 2015 di Kedungrejo Muncar Banyuwangi.

3) Untuk mendiskripsikan dan menganalisis perubahan volume hasil tangkapan ikan nelayan perahu slerek pasca kenaikan harga BBM periode Maret/April 2015 di Kedungrejo Muncar Banyuwangi.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.4.1 Bagi Perguruan Tinggi


(23)

6

Sebagai salah satu perwujudan Tri Dharma perguruan tinggi, yaitu pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah khazanah ilmu pengetahuan Perguruan Tinggi.

1.4.2 Bagi Program Studi Pendidikan Ekonomi (PE)

Sebagai referensi penelitian untuk mengembangkan eksistensi dan keberagaman jenis penelitian dalam program studi Pendidikan Ekonomi.

1.4.3 Bagi Peneliti

Penelitian ini bermanfaat bagi peneliti untuk mendalami penerapan ilmu ekonomi dalam bidang perikanan tangkap di tengah fenomena kebijakan kenaikan harga BBM (solar) yang dituangkan ke dalam penelitian secara ilmiah.

1.4.4 Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi untuk mengadakan penelitian yang sejenis yang lebih mendalam demi perbaikan dan penyempurnaan hasil penelitian.

1.5 Fokus Penelitian

Ruang lingkup pembahasan sangatlah diperlukan dalam melakukan kegiatan penelitian untuk mempermudah peneliti dalam melakukan penelitian. Dalam penelitian ini difokuskan pada aktivitas nelayan perahu slerek yang meliputi perubahan frekuensi melaut, lama melaut dan volume hasil tangkapan ikan pasca kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) periode Maret/April 2015 di Desa Kedungrejo Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi.


(24)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Berdasarkan studi kepustakaan yang telah dilakukan peneliti, diperoleh referensi dari penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh seorang peneliti mengenai dampak BBM pada nelayan oleh Labora Pasaribu, mahasiswi Universitas

Sumatera Utara pada tahun 2008 dengan judul penelitian, “Dampak Kenaikan Harga BBM (Solar) Terhadap Usaha Penangkapan Ikan Dengan Pukat Cincin” (Studi Kasus Di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan). Hasil penelitian dengan metode deskriptif dan uji beda tersebut diperoleh bahwa setelah adanya kenaikan BBM (solar) terjadi (a)peningkatan jumlah kapal pukat cincin dari 188 unit menjadi 231 unit yaitu sebesar 43 unit; (b)peningkatan atau penambahan lama nelayan berlayar dari 5,9≈6 hari/trip menjadi 7,27≈7 hari/trip di laut dengan

penurunan frekuensi melaut dari 4,6≈5 bulan/trip menjadi 3,77≈4 bulan/trip;

(c)penurunan hasil tangkapan ikan nelayan dari 15.667,50 kg/bulan menjadi 13,536,67 kg/bulan yaitu sebesar 2.130,83 kg/bulan; (d)penurunan pendapatan yang diperoleh nelayan dari Rp 26.068.492,59/bulan menjadi Rp 22.572.787,04/bulan yaitu sebesar Rp 3.495.705,55/bulan; (e)timbul masalah akibat kenaikan BBM berupa peningkatan biaya operasional, hasil tangkapan kurang laku dan terjadi kriminalitas dan (f)diperoleh berbagai usaha nelayan untuk mengatasi dampak kenaikan BBM dengan cara meminta bantuan kepada kerabat, rentenir, koperasi, bank dan lembaga keuangan lainnya, menggunakan alat penghemat BBM yaitu EGB (Electronic Gas Booster), pemasangan rumpon, melakukan penjualan hasil tangkapan dengan harga yang murah bagi ikan yang tidak laku dan pelaporan tindakan kriminal kepada pihak yang berwenang.


(25)

8

Penelitian lain yang serupa juga dilakukan oleh Deasy Yunawati, mahasiswi Universitas Sumatera Utara pada tahun 2008 dengan judul penelitian, “Analisis

Pendapatan dan Sistem Bagi Hasil Nelayan Bermotor <5 GT dan 5-9 GT” (Studi kasus kecamatan Datuk Bandar dan Kecamatan Teluk Nibung Kotamadya Tanjung Balai, Provinsi Sumatera Utara). Penelitian tersebut menggunakan analisis deskriptif, uji t-test dan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian ini diperoleh bahwa; (a) pendapatan nelayan buruh kapal <5 GT dan nelayan toke 5-9 GT di Kecamatan Datuk Bandar lebih besar daripada pendapatan nelayan buruh kapal <5 GT dan nelayan toke 5-9 GT di Kecamatan Teluk Nibung; (b) secara serempak pengalaman nelayan toke, lama melaut, ukuran kapal dan frekuensi melaut berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan toke dan (c) secara serempak jumlah hasil tangkapan, frekuensi melaut, lama melaut dan jumlah tenaga kerja yang terdapat dalam satu kapal berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan buruh.

Penelitian lain yang serupa juga dilakukan oleh Andi Perdana Gumilang, mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010 dengan judul penelitian,

“Tingkat Pendapatan Usaha Penangkapan Ikan Akibat Kenaikan Harga BBM Pada

Nelayan Payang Di PPI Bandengan Kecamatan Mundu Kabupaten Cirebon”.

Penelitian tersebut menggunakan analisis diskriptif, metode studi kasus dengan analisis pendapatan, uji korelasi Spearman dan analisis komparatif. Hasil penelitian ini diperoleh bahwa; (a) korelasi Spearman rs = 0,94 = 94 % dan p = 0,32 = 32%

sehingga tolak H0 artinya ada hubungan antara bagi hasil ABK dengan pendapatan bila dibandingkan dengan komponen biaya BBM dan bekal operasi sebesar rs = 0.09

= 9% dan rs = 0,18 = 18% dan (b) besaran pengaruh kenaikan harga BBM terhadap

perolehan tingkat pendapatan nelayan payang adalah 6,6 % atau Rp 186.929,00 sebelum kenaikan BBM menjadi Rp 174.430,00 sesudah kenaikan BBM.


(26)

9

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Nelayan Kapal/Perahu Slerek

Pada masyarakat pesisir, sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan. Kontruksi masyarakat pesisir didominasi nelayan, ada tiga alasan yang mendasari hal tersebut juga diungkapkan oleh Kusnadi (2002:137). Pertama, mempermudah nelayan melaut karena akses ke pantai lebih dekat dengan tempat tinggalnya. Kedua, nelayan lebih mudah memantau pergerakan harga ikan setiap hari.

Ketiga, perawatan terhadap perahu nelayan dapat dilakukan dengan baik sehingga kemungkinan terjadinya pencurian atau perusakan peralatan tangkap tersebut bisa diantisipasi. Ketiga alasan tersebut sangat membantu efektivitas dan efisiensi kerja nelayan.

Menurut UU tentang Perikanan No.31 Tahun 2004, nelayan adalah orang yang mata pencahariannya adalah melakukan penangkapan ikan, untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Nelayan tersebut dalam pekerjaannya tidak terlepas dari alat tangkap tertentu yang digunakan dalam menangkap ikan.

Adapun menurut Ditjen Perikanan (dalam Kusnadi, 2002:1-2), definisi nelayan adalah sebagai orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan atau binatang air lainnya atau tanaman air dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual. Orang yang hanya melakukan pekerjaan, seperti membuat perahu, jaring, mengangkut alat tangkap beserta perlengkapannya ke perahu/kapal, dan mengangkut ikan, tidak termasuk sebagai nelayan. Demikian juga istri, anak, dan anggota keluarga yang lain tidak termasuk sebagai nelayan.

Menurut Imron (dalam Mulyadi, 2005:7), nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budi daya. Nelayan pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya. Beberapa ahli telah mengulas tentang berbagai klasifikasi nelayan dalam masyarakat nelayan yang mengindikasikan keragaman kehidupan nelayan.


(27)

10

Menurut Hermanto (1986:97), kelompok pelaku dalam usaha penangkapan ikan bila ditinjau dari bagian yang diterima oleh pelaku, diantaranya: juragan/pemilik dan ABK.

1) Juragan/pemilik adalah orang yang mempunyai perahu dan alat penangkapan ikan tetapi tidak ikut dalam operasi penangkapan ikan di laut. Juragan darat hanya menerima bagi hasil tangkapan yang diusahakan oleh orang lain. Pada umumnya juragan darat menanggung seluruh biaya operasi penangkapan.

2) ABK adalah orang yang tidak memiliki unit penangkapan dan hanya berfungsi sebagai buruh atau pandhiga, umumnya menerima bagi hasil tangkapan dan jarang diberi upah harian.

Menurut Satria (2002:78), berdasarkan status penguasaan modal, nelayan dapat dibagi menjadi nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik atau

juragan adalah orang yang memiliki sarana penangkapan seperti kapal/perahu, jaring dan alat tangkap, sedangkan nelayan buruh adalah orang yang menjual jasa tenaga kerja sebagai buruh dalam kegiatan penangkapan ikan di laut, atau sering disebut anak buah kapal (ABK).

Menurut Mulyadi (2005:7), dilihat dari segi pemilikan alat tangkap, nelayan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan juragan dan nelayan perorangan. Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain. Sebaliknya, nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang dioperasikan oleh orang lain. Adapun nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri, dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain.

Sedangkan klasifikasi nelayan berdasarkan kepemilikan modal dan keberpengaruhannya di masyarakat telah diungkapkan oleh Kusnadi (2000:107), yakni

1. Juragan darat (orenga), merupakan kelas tertinggi dalam masyarakat nelayan karena memiliki sarana produksi secara keseluruhan.


(28)

11

2. Juragan laut yaitu nelayan yang berperan sebagai nahkoda dan memimpin penangkapan ikan di laut dari perahu milik juragan darat.

3. Pengamba’ adalah pedagang ikan besar.

4. Pandhiga buruh nelayan yang memperkerjakan dirinya kepada juragan pemilik perahu berdasarkan keterampilan yang dimiliki. Pandhiga-pandhiga yang bertugas dibagi menjadi sembilan bagian, antara lain : (a) pandhiga gutut yaitu

pandhiga yang bertugas melempar batu membeban payang, (b) pandhiga kolo

yaitu pandhiga yang bertugas melempar pelempung payang, (c) pandhiga lampu adalah pandhiga yang bertugas terjun ke laut dan membawa lampu dengan maksud menarik ikan agar mendekati perahu, (d) pandhiga jaga’an yaitu

pandhiga yang tugasnya mengontak pandhiga-pandhiga lain untuk bekerja, (e)

pandhiga jaga mesin yaitu pandhiga yang tugasnya merawat dan menghidupkan mesin untuk melajukan perahu, (f) pandhiga ngoras aeng yaitu pandhiga yang tugasnya membuang air ke laut, (g) pandhiga du’um adalah pandhiga yang tugasnya membagi hasil tangkapan, (h) pandhiga madhara’ prao adalah pandhiga

yang bertugas menjaga dan memelihara perahu, (i) penampu yaitu buruh nelayan yang bertugas di darat, penampu ialah buruh nelayan yang bertugas memelihara perahu ketika perahu tidak sedang dipergunakan menangkap ikan.

Dari uraian di atas, dapat ditarik benang merah bahwa nelayan adalah orang yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut, dengan berbagai sarana penangkapan yang ada, mereka terbagi dalam nelayan kecil (buruh atau pandhiga) dan nelayan besar (juragan) sebagai pemilik sarana penangkapan, mulai dari kapal perikanan sampai alat tangkapnya.

Adapun definisi kapal perikanan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 pasal 1 tahun 2004 tentang perikanan, kapal perikanan adalah kapal, perahu atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidaya ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian atau eksplorasi perikanan.


(29)

12

Kapal perikanan yang umum digunakan pada pengoperasian unit penangkapan slerek adalah perahu, dengan menggunakan mesin penggerak berupa motor tempel atau outboard engine. Menurut Kusnadi (2007:90) bahwa implikasi lebih lanjut dari penggunaan teknologi penangkapan yang tidak seimbang kecanggihannya adalah perolehan hasil tangkapan dan tingkat pendapatan.

Banyuwangi, terutama di Muncar menyebut perahu dan motor tempel yang digunakan nelayan adalah perahu slerek, hampir sama seperti yang disampaikan oleh Kusnadi (2002:108) bahwa peralatan tangkap purse seine atau one boat purse seine

(perahu sleret, dalam bahasa Madura). Menurut Kusnadi (2007:5) bahwa perahu

slerek adalah purse seine. Perahu slerek adalah perahu yang terdiri dari dua tipe perahu, yakni perahu slerek jaring yang berfungsi sebagai pencari kawanan ikan yang dipimpin juragan laut, dan perahu slerek pemburu yang berfungsi sebagai pembantu kinerja perahu slerek jaring dan sebagai tempat dimuatnya hasil tangkapan ikan yang diperoleh.

Pada tahun 1975 pukat cincin diperkenalkan di Muncar, Jawa Timur melalui kredit Bank Pemerintah. Akibat peningkatan jumlah pukat cincin terhadap peningkatan jumlah produksi ikan di Jawa Timur makin meningkat. Pukat cincin (purse seine) adalah jenis alat penangkapan ikan yang terbuat dari bahan jaring yang

terdiri dari bagian kantong, sayap, tali dan cincin kantong, “ris” atas dan bawah,

pelampung dan pemberat (Soekartawi, 1991:69).

Prinsip pengoperasian purse seine yaitu dengan melingkari gerombolan ikan dengan jaring. Setelah itu, jaring bagian bawah dikerutkan untuk memperkecil ruang gerak ikan, sehingga ikan-ikan akan berkumpul pada bagian kantong. Fungsi mata jaring sebagai dinding penghadang. Prinsip penangkapan ikan menggunakan purse seine yaitu untuk menangkap ikan yang bergerombol (schooling) di permukaan laut, oleh karena itu ikan-ikan yang tertangkap adalah jenis-jenis ikan pelagis yang hidupnya bergerombol di permukaan laut seperti layang, lemuru, deho, kembung dan baby tuna dan lain-lain (Mukhtar, 2008).


(30)

13

Belakangan ini kapal pukat cincin/purse seine (perahu slerek) banyak digunakan oleh para nelayan termasuk nelayan Muncar, Banyuwangi, karena hasil tangkapan ikan jauh lebih besar daripada menggunakan alat tangkap lainnya. Menurut Mubyarto, et al (1984:45), banyak orang (nelayan) tetap senang bekerja di kapal-kapal purse seine yang diduga didasarkan atas alasan-alasan berikut ini:

(1) karena bekerja di kapal purse seine lebih “santai” dan menyenangkan karena

jumah orangnya lebih banyak. Hal ini penting mengingat pekerjaan nelayan di waktu malam yang sepi dan di tengah lautan yang demikian luas;

(2) bekerja di kapal purse seine lebih menghemat tenaga mereka karena mereka tidak perlu mendayung. Dan sebelum saat tugas mereka di laut, mereka bisa menyimpan tenaga dalam perjalanan sambil bersenda gurau atau mungkin juga digunakan untuk tidur;

(3) tidak seperti pada perahu-perahu kecil, jaring-jaring yang digunakan yaitu jaring purse seine jauh lebih kuat keadaannya sehingga tidak perlu perawatan yang terus-menerus setiap hari seperti pada jaring-jaring kecil. Di satu pihak purse seine merupakan suatu inovasi di bidang perikanan yang mampu meningkatkan produksi ikan, meskipun hasil per kapita tidak bertambah. Kelebihan lainnya pada purse seine adalah mampu mengarungi laut cukup jauh dan tidak terganggu angin sehingga para nelayan tidak perlu menghamburkan tenaga mereka baik pada waktu pergi maupun pada waktu kembali ke desa (Mubyarto

et al, 1984:33-34).

Walaupun kapal pukat cincin memberikan banyak kemudahan kepada nelayan, tetapi dengan naiknya harga BBM (solar), maka timbul masalah baru bagi nelayan. Peningkatan pengoperasian kapal demi tercapainya perolehan volume hasil tangkapan ikan yang banyak, berimplikasi terhadap penggunaan solar yang banyak, sehingga nelayan harus menyediakan kebutuhan solar dan permodalan yang biayanya juga banyak, padahal tidak semua nelayan mampu menyediakan modal yang banyak. Keberadaan kapal perikanan dalam konteks penelitian di Kedungrejo Muncar Banyuwangi adalah perahu slerek yang mayoritas digunakan oleh nelayan dalam


(31)

14

kegiatan melautnya dengan menggunakan alat tangkap jenis purse seine/pukat cincin, yang mempunyai banyak kelebihan daripada jenis alat tangkap lainnya, terutama dalam hal perolehan volume hasil tangkapan ikan.

2.2.2 Perikanan Tangkap

Menurut UU Perikanan No. 31 Tahun 2004, menyebutkan perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam satu sistem bisnis perikanan.

Dalam sektor perikanan, dibedakan antara budi daya ikan dan penangkapan ikan. Budi daya ikan dalam pola kerjanya lebih menyerupai pertanian atau peternakan daripada penangkapan ikan. Biasanya seorang yang membudidayakan ikan memperbaiki daerah tertentu untuk meningkatkan pertumbuhan ikan dan memperoleh hak atas ikan. Pemilikan ikan menyerupai apa yang ada dalam pertanian. Penangkapan ikan di lain pihak bergantung pada kemudahan bersama (open acces) para nelayan yang mempunyai hak yang sama terhadap sumber daya, karena tangkapan tergolong liar-berpindah dari satu tempat ke tempat lain- ada elemen risiko yang dihadapi, dan nelayan harus berpindah-pindah (Mulyadi, 2005:55).

Pengertian penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan juga tertuang di dalam UU tentang Pengadilan Perikanan pasal 1, menyebutkan bahwa,

ayat (5) tentang penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya; ayat (6) tentang pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat,


(32)

15

mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.

Perikanan tangkap umumnya terdiri atas dua macam berdasarkan skala usaha yaitu perikanan skala besar dan perikanan skala kecil.

1) Usaha perikanan skala besar diorganisasikan dengan cara yang serupa dengan perusahaan agroindustri yang secara relatif lebih padat modal, dan memberikan pendapatan yang tinggi daripada perikanan sederhana, baik untuk pemilik perahu maupun awak perahu, kebanyakan menghasilkan untuk ikan kaleng dan ikan beku yang memasuki pasaran ekspor.

2) Usaha perikanan skala kecil umumnya terletak di daerah pedesaan dan pesisir, dekat danau di pinggir laut dan muara, tampak khas karena bertumpang tindih dengan kegiatan lain seperti pertanian, peternakan dan budi daya ikan, biasanya sangat padat karya dan sedikit mungkin menggunakan tenaga mesin, mereka tetap menggunakan teknologi primitif untuk penanganan dan pengolahan (beberapa di antaranya menggunakan es atau fasilitas kamar pendingin) dengan akibat bahwa kerugian panenan sungguh berarti, mereka mengahasilkan ikan yang dapat diawetkan dan ikan untuk konsumsi langsung manusia (Mulyadi, 2005:55).

Sebagaimana di Kedungrejo Muncar Banyuwangi mayoritas adalah perikanan tangkap yang mengeksplorasi hasil laut dan memanfaatkan perahu slerek untuk beroperasi di laut dalam aktivitas penangkapan ikan.

2.2.3 Aktivitas Penangkapan Ikan

Menurut Anton M. Mulyono (2001 : 26), Aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktifitas

(sumber: http://soddis.blogspot.com/2013/08/pengertian-aktivitas-menurut-para-ahli.html).


(33)

16

Adapun menurut KBBI, definisi aktivitas adalah 1 keaktifan; kegiatan; 2 kerja atau salah satu kegiatan kerja yang dilaksanakan tiap bagian di perusahaan.

Sedangkan definisi penangkapan ikan dituangkan dalam UU tentang Pengadilan Perikanan pasal 1 ayat (5) tentang penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.

Sejatinya dengan melihat karakteristik perikanan, terutama aktivitas penangkapan ikan, ternyata tidak sama dengan usaha industri, yang hasil usahanya tergolong pasti dengan tingkat risiko juga bisa ditafsirkan. Sedangkan untuk perikanan, tidak terlepas dari pembahasan tentang pertanian, bahkan perikanan adalah bagian dari pertanian dalam pembahasan agribisnis, terutama usahanya yang sarat dengan risiko dan ketidakpastian. Kondisi alam yang itu merupakan di luar kemampuan nelayan untuk mengendalikannya, seperti iklim dan musim yang tidak menentu yang mengakibatkan angin, ombak bahkan badai besar, hal tersebut membuat nelayan tidak bisa melaut dan akhirnya nelayan juga tidak bisa memperoleh hasil tangkapan ikan sama sekali. Belum lagi posisi bulan yang menentukan ada tidaknya ikan (musim ikan), sehingga nelayan juga tidak bisa melaut dan hanya menunggu musim ikan yang selanjutnya tiba.

Agribisnis adalah kegiatan yang utuh dan tidak terpisahkan satu kegiatan dengan kegiatan yang lain dari mulai proses produksi, pengolahan sampai pada pemasaran. Para pengamat menilai bahwa agribisnis perikanan itu sering dihadapkan pada masalah risiko dan ketidakpastian usaha yang tinggi; yang biasanya hal ini bersifat eksternalitas yaitu di luar jangkauan petani. Risiko produksi misalnya selalu dihadapi oleh para nelayan karena produksi ikan di laut tunduk pada milik umum (property rights); di mana biasanya mereka yang “kuat” selalu memenangkan

perolehan ikan di laut. Di samping itu aspek iklim dan lingkungan yang sering tidak menentu akan menambah semakin tingginya yield risk (Soekartawi, 1995:129-136).


(34)

17

Senada yang disampaikan di bukunya yang lain (Soekartawi, et al, 1993:15), risiko dalam produksi pertanian, diakibatkan oleh adanya ketergantungan aktivitas pertanian pada alam; dimana pengaruh buruk alam telah banyak mempengaruhi total hasil panen pertanian.

Bagi masyarakat yang bekerja di tengah-tengah lautan, lingkungan fisik laut sangatlah mengandung banyak bahaya. Dalam banyak hal bekerja di lingkungan laut sarat dengan risiko. Karena pekerjaan nelayan adalah memburu ikan, hasilnya tidak dapat ditentukan kepastiannya, semuanya hampir serba spekulatif. Masalah risiko dan ketidakpastian (risk and uncertainty) terjadi karena laut adalah wilayah yang dianggap bebas untuk dieksploitasi (Acheson dalam Mulyadi, 2005:12-13).

Perahu-perahu besar dengan teknologi penangkapan yang lebih canggih, seperti perahu slerek, orientasi usahanya bersifat ekonomi dan pasar. Orientasi ini untuk menutup biaya investasi dan operasional serta untuk memperolah penghasilan yang sebesar-besarnya (kapitalistik). Investasi di sektor perikanan tangkap membutuhkan biaya yang besar, khususnya untuk pembelian dan pemeliharaan sarana-sarana produksi. Biaya operasional dan risiko ekonomi juga tinggi karena sifat pendapatan yang spekulatif dan tantangan alam yang menghadang setiap saat (Kusnadi, 2007:45).

Aktivitas penangkapan ikan atau operasi penangkapan ikan, sebagaimana dijelaskan oleh Mukhtar (2008), sebagai berikut

Nelayan dan kapal perikanan adalah dua hal yang saling berkaitan dan mendukung satu sama lain terhadap suksesnya aktivitas penangkapan ikan, selain itu juga dibutuhkan persiapan yang matang. Aktivitas yang dilakukan nelayan perahu

slerek di Kedungrejo Muncar Banyuwangi untuk menangkap ikan, tentunya tidak terlepas dari persiapannya di darat. Bahkan hal itu mempengaruhi keberhasilan penangkapan ikan dengan kapal pukat cincin adalah persiapan di darat sebelum operasi penangkapan ikan dilakukan, persiapan selama berlayar menuju fishing ground dan selama operasi penangkapan. Persiapan di darat meliputi persiapan peralatan dan perbekalan selama operasi penangkapan. Persiapan peralatan seperti


(35)

18

lampu-lampu dan minyak, alat-alat navigasi, persiapan mesin dan persiapan pengaturan alat tangkap. Persiapan perbekalan seperti bahan bakar, bahan makanan, es dan kebutuhan ABK lainnya.

Persiapan selama berlayar menuju daerah penangkapan meliputi pengecekan ulang penataan alat tangkap sehingga selama operasi penangkapan tidak ditemukan adanya kendala (trouble). Persiapan ini mengatur alat tangkap mulai dari bagian alat tangkap yang pertama kali turun sampai yang terakhir. Selain itu persiapan mesin bantu penangkapan seperti gardan, lampu-lampu pengumpul ikan, dan sebagainya. Selama operasi atau aktivitas penangkapan ikan di laut hal-hal yang mendukung keberhasilan penangkapan ikan seperti jumlah tenaga kerja, keterampilan nelayan, kekuatan mesin, jumlah trip operasi/tahun (frekuensi melaut), lamanya di laut, kemampuan tangkap/trip, wilayah dan musim penangkapan serta penanganan hasil tangkap di laut. Jika semuanya itu sudah dilakukan dengan baik oleh nelayan, maka hal yang sangat diharapkan oleh nelayan adalah mampu memperoleh volume hasil tangkapan ikan yang banyak.

Menurut Masyhuri (dalam Sujarno, 2008: 23), pada umumnya penangkapan ikan lepas pantai yang dilakukan dalam waktu yang lebih lama dan lebih jauh dari daerah sasaran tangkapan ikan mempunyai lebih banyak kemungkinan memperoleh hasil tangkapan (produksi) yang lebih banyak dan tentu memberikan pendapatan lebih besar dibandingkan dengan penangkapan ikan dekat pantai.

Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.38/MEN/2003 produktivitas kapal penangkap ikan yang termasuk aktivitas penangkapan ikan adalah tingkat kemampuan kapal penangkap ikan untuk memperoleh hasil tangkapan ikan per tahun. Hal tersebut ditetapkan juga dengan mempertimbangkan ukuran tonnage kapal, jenis bahan kapal, kekuatan mesin kapal, jenis alat tangkap yang digunakan, jumlah trip operasi penangkapan per tahun, kemampuan tangkap rata-rata per trip/bulan dan wilayah penangkapan.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa operasi atau aktivitas penangkapan ikan, antara lain lama melaut, jarak tempuh melaut, modal, jumlah


(36)

19

perahu, pengalaman melaut, jumlah tenaga kerja, ukuran tonnage kapal, jenis bahan kapal, kekuatan mesin kapal, jenis alat tangkap yang digunakan, jumlah trip operasi penangkapan per tahun (frekuensi melaut), perolehan hasil tangkapan ikan per tahun (volume hasil tangkapan ikan) atau kemampuan tangkap rata-rata per trip/bulan dan wilayah penangkapan.

Kenaikan harga BBM memberikan dampak yang cukup besar bagi sektor perikanan dan kelautan, terutama aktivitas penangkapan ikan oleh nelayan perahu

slerek. Hal ini disebabkan karena sebagian besar kebutuhan melaut bagi nelayan adalah BBM (solar). Ketika harga solar naik, hal tersebut sangat berdampak pada penggunaan solar untuk pengoperasian kapal. Semakin meningkat aktivitas pengoperasian kapal, semakin meningkat pula solar yang dibutuhkan, maka semakin besar pula modal yang harus disediakan oleh nelayan.

Menurut Apridar, et al (2011:101), kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM dengan cara menghapus subsidi tentu berpengaruh terhadap pendapatan dari nelayan buruh. Sebabnya, komponen biaya terbesar dalam operasional penangkapan ikan adalah BBM yang mencapai > 60% sesudah makanan, alat tangkap dan rokok dalam satu kali trip.

Menurut Kusnadi (2013:65), selain masalah ekologi, kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM telah menyulitkan nelayan memenuhi biaya operasional penangkapan. Beban ekonomi disikapi oleh nelayan dengan selektif melaut dan menekan biaya operasional dengan menggunakan bahan bakar oplosan. Bahan bakar demikian mempercepat kerusakan mesin perahu.

Menurut Mulyadi (2005:30), salah satu permasalahan yang bersifat teknis yang dihadapi oleh nelayan adalah harga faktor-faktor produksi (production inputs) seperti bahan bakar, alat tangkap (jaring), mesin kapal, pakan ikan atau udang dan lainnya relatif mahal dan bersifat fluktuatif.

Diperkuat dengan pendapat dari Kusnadi (2013:56), risiko-risiko ekonomi yang harus ditanggung nelayan sekarang ini tidak hanya karena dampak kenaikan harga BBM, tetapi juga perubahan iklim secara global yang mempengaruhi kondisi


(37)

20

perairan. Angin kencang, gelombang besar, hujan deras, serta memudarnya pola-pola iklim dan musim ikan, telah berpengaruh terhadap penurunan pendapatan nelayan karena mereka tidak dapat lagi optimal dan konsisten dalam melaksanakan kegiatan penangkapan.

Dalam penelitian ini, penulis membatasi aktivitas penangkapan ikan oleh nelayan perahu slerek yang langsung berhubungan erat dengan kenaikan harga BBM (solar) meliputi frekuensi melaut, lama melaut dan volume hasil tangkapan ikan.

2.2.3.1 Frekuensi Melaut

Menurut Dahuri, et al (2001:3), frekuensi melaut adalah berapa kali dalam sehari pergi melaut.

Sedangkan menurut Bengen (2001:5), frekuensi melaut adalah banyaknya melaut yang dilakukan oleh nelayan selama sebulan.

Adapun menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.38/MEN/2003, frekuensi melaut adalah jumlah trip operasi penangkapan per tahun.

Frekuensi melaut mengindikasikan aktivitas penangkapan ikan oleh nelayan untuk melaut selama periode tertentu, ada yang mulai harian, bulanan bahkan ada

yang pertahun. Semakin banyak frekuensi melaut, semakin besar pula alokasi

kebutuhan solar dan hal ini akan berdampak pada aktivitas penangkapan ikan yang dilakukan nelayan perahu slerek, begitu juga sebaliknya. Semakin sedikit frekuensi melaut, semakin kecil pula alokasi kebutuhan solar dan hal ini akan berdampak pada aktivitas penangkapan ikan yang dilakukan nelayan perahu slerek.

Dengan kenaikan BBM (solar), tidak menutup kemungkinan nelayan akan mengurangi frekuensi melautnya untuk menghindari pembengkakan modal. Hal tersebut, senada seperti yang disampaikan oleh pakar kelautan M. Riza Damanik, menyampaikan bahwa

“semakin menurunnya frekuensi nelayan melaut, faktor yang mendasar adalah akibat kenaikan harga BBM”


(38)

21

(sumber: http://m.inilah.com/news/detail/72007/duh-nelayan-cuma-melaut-180-hari-setahun.html).

Sehingga yang dimaksud frekuensi melaut adalah jumlah trip (perjalanan) melaut untuk melakukan aktivitas penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan

perahu slerek setiap bulannya. Pengkajiannya dianalisis selama dua bulan, yaitu

bulan Maret sebagai patokan bulan sebelum kenaikan harga BBM dan bulan April sebagai patokan bulan pasca kenaikan harga BBM.

2.2.3.2 Lama Melaut (Jam Kerja)

Menurut Partadirejo (1994:229), jam kerja merupakan curahan waktu yang digunakan pekerja untuk melakukan aktivitasnya di dalam pekerjaannya.

Dalam undang-undang juga diatur tentang lamanya jam kerja. Jam kerja adalah waktu untuk melakukan pekerjaan, dapat dilaksanakan siang hari dan/atau malam hari. Jam kerja bagi para pekerja di sektor swasta diatur dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya pasal 77 sampai dengan pasal 85. Pasal 77 ayat 1, UU No.13/2003 mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan ketentuan jam kerja. Ketentuan jam kerja ini telah diatur dalam 2 sistem seperti yang telas disebutkan diatas, yaitu 7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu; atau 8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.

Dari beberapa faktor produksi, capital dan labor merupakan dua faktor produksi yang terpenting. Capital adalah seperangkat peralatan yang digunakan oleh pekerja, sedangkan labor adalah waktu yang dihabiskan untuk bekerja.

Dengan berubahnya waktu terjadi perubahan dalam supply faktor produksi maupun teknologi, output yang dihasilkan juga akan berubah. Semakin meningkat kuantitas labor dan capital akan semakin banyak output yang dihasilkan. Perusahaan menghasilkan lebih banyak output jika memiliki lebih banyak mesin atau jika pekerjanya bekerja lebih lama. Dari sisi jam kerja, rumah tangga tani memanfaatkan


(39)

22

waktu siang, sedangkan rumah tangga nelayan dalam penangkapan ikan pada umumnya malam hari, kecuali nelayan yang mengusahakan budi daya ikan laut dan jenis produk lainnya (Herlambang, et al, 2002).

Dalam ekonomi, lambang/simbol ekonomi untuk tenaga kerja dituliskan dengan huruf L (labor) dan satuannya jam, yang merupakan jumlah tenaga kerja per unit waktu untuk menghasilkan output tertentu (Salvatore, 2006: 93). Sehingga dalam hal ini, yang dimaksud lama melaut juga termaksud ke dalam lama bekerja dalam unit waktu (jam kerja) yang dilakukan pekerja yaitu nelayan.

Curahan jam kerja dalam kehidupan nelayan di Indonesia ditentukan oleh lamanya operasi melaut yang dilakukan oleh nelayan. Sehingga lama melaut merupakan tempo waktu yang dihabiskan nelayan dalam melakukan penangkapan ikan (mulai dari berangkat ke laut sampai pulang ke daratan) yang dinyatakan dalam satuan hari atau jam.

Lama melaut mengindikasikan aktivitas penangkapan ikan oleh nelayan

seberapa lama berada di laut. Dengan kenaikan BBM (solar), tidak menutup

kemungkinan nelayan akan mengurangi lama melautnya untuk menghindari pembengkakan modal usaha. Hal tersebut, senada seperti yang disampaikan oleh Ketua Solidaritas Nelayan Kecamatan Bantan (SNKB) Abu Samah, menyampaikan bahwa

“otomatis dengan pemberlakuan kenaikan BBM maka operasional mereka juga membengkak, lama mereka melaut tidak seperti biasanya dan hasil tangkapan juga berkurang disebabkan volume menangkap ikan juga berkurang dan ekonomi keluarga menjadi terancam”

(sumber: http:// www.goriau.com/berita/bengkalis/dampak-kenaikan-bbm-nelayan-tradisional-bantan-kurangi-aktivitas-melaut.html).

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa lama melaut (jam kerja) adalah banyaknya waktu yang dihabiskan nelayan perahu slerek dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan di laut setiap trip-nya yang dinyatakan dalam satuan jam.

Pengkajiannya dianalisis secara akumulasi setiap trip-nya selama dua bulan, yaitu


(40)

23

bulan Maret sebagai patokan bulan sebelum kenaikan harga BBM dan bulan April sebagai patokan bulan pasca kenaikan harga BBM.

2.2.3.3 Volume Hasil Tangkapan Ikan

Menurut KBBI, volume adalah banyaknya, besarnya atau bobot. Banyaknya atau jumlah yang dimaksud disini adalah banyaknya hasil tangkapan ikan yang berhasil ditangkap nelayan per tripnya (kg). Tentu dalam usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan, hal yang paling diharapkan adalah pulang melaut dengan membawa hasil tangkapan ikan sebanyak-banyaknya. Nelayan mampu mendapatkan ikan, maka dibutuhkan keahlian tertentu untuk mendeteksi keberadaan ikan.

Menurut Ayodhyoa (1981: 245), indikator yang digunakan dalam menduga keberadaan gerombolan ikan adalah dengan melihat :

1) adanya perubahan warna permukaan air laut karena gerombolan ikan berenang dekat permukaan air;

2) adanya ikan yang melompat-lompat di permukaan air laut;

3) adanya riak-riak kecil karena gerakan renang ikan di bagian permukaan air laut; 4) adanya buih-buih di permukaan air laut akibat udara yang dikeluarkan ikan; 5) adanya burung yang menukik dan menyambar ke permukaan laut.

Sedangkan menurut Kusnadi (2002:64) bahwa secara umum, nelayan hanya berpatokan pada tanda-tanda alam untuk mendeteksi keberadaan ikan, yakni dengan memperhatikan gerak arus air laut pada saat sorongan dan kemarangan. Pada saat

sorongan, arus laut sangat kuat dan di tepi pantai ditandai dengan terjadinya pasang naik. Pada waktu sorongan, ikan-ikan yang berada di dasar laut terpental ke atas sehingga sulit dijaring. Kalaupun bisa menjaring, nelayan hanya memperoleh sedikit. Pada saat kemarangan, arus laut sangat lemah dan di tepi pantai ditandai dengan terjadinya pasang surut. Pada saat kemarangan, ikan-ikan tetap berada satu meter di atas dasar laut sehingga memudahkan nelayan untuk menjaringnya.


(41)

24

Sebagaimana nelayan di Kedungrejo Muncar dalam menentukan area penangkapan (fishing ground) atau disebut juga ancer-ancer daerah penangkapan yang akan dituju ditetapkan berdasarkan pengalaman melaut pada hari-hari sebelumnya. Pilihan lokasi penangkapan sering bersifat spekulatif, hanya mengira-ngira. Nelayan disana tidak cukup hanya sekedar di pinggiran pantai (inshore), bahkan harus berlayar jauh ke lepas pantai (offshore) untuk mendapatkan hasil tangkapan ikan berlimpah dan kadang pula hal ini pun belum tentu diperoleh, karena nelayan juga tidak mudah mengidentifikasi keberadaan ikan secara tepat. Di tengah kenaikan BBM, hal tersebut bisa memberatkan nelayan karena dengan semakin jauh nelayan melaut menuju lepas pantai maka semakin banyak solar yang harus dikeluarkan, sehingga dipastikan biaya operasional membengkak padahal belum bisa dipastikan nelayan mampu memperoleh hasil tangkapan ikan dalam jumlah yang banyak, sedikit atau bahkan tidak dapat ikan.

Menurut Subani dan Barus (dalam Gumilang, 2010:9), jenis ikan yang biasanya banyak ditangkap nelayan di perairan Laut Jawa adalah tongkol (Auxis sp), cakalang (Katsuwonus pelamis), kembung (Rastrelliger sp), peperek (Leiognathus

sp), tembang (Clupea sp), layang (Decapterus sp) dan lain lain. Sebagian besar ikan yang tertangkap dengan perahu slerek tergolong sumberdaya ikan pelagis sejenis ikan lemuru, yaitu ikan yang hidup di permukaan laut atau di dekatnya.

Karakteristik usaha perikanan yang sangat spekulatif dalam memperoleh hasil tangkap, yang mempengaruhi tingkat pendapatan nelayan, dari yang tidak memperoleh pendapatan sama sekali hingga yang memperoleh penghasilan dalam jumlah besar (Kusnadi, 2007:8-9).

Menurut Mulyadi (2005:76-77), penghasilan nelayan yang tidak dapat ditentukan kepastiannya, tergantung dari jumlah ikan yang ditangkap dan hasil penjualan yang dilakukan. BBM adalah salah satu dari faktor produksi usaha penangkapan ikan.

Dengan kenaikan BBM (solar), akibat berkurangnya aktivitas melaut, sehingga berimbas pada berkurangnya volume hasil tangkapan ikan. Hal tersebut,


(42)

25

senada seperti yang disampaikan oleh Ketua Solidaritas Nelayan Kecamatan Bantan (SNKB) Abu Samah, menyampaikan bahwa

“otomatis dengan pemberlakuan kenaikan BBM maka operasional mereka juga membengkak, lama mereka melaut tidak seperti biasanya dan hasil tangkapan juga berkurang disebabkan volume menangkap ikan juga berkurang dan ekonomi keluarga menjadi terancam”

(sumber: http:// www.goriau.com/berita/bengkalis/dampak-kenaikan-bbm-nelayan-tradisional-bantan-kurangi-aktivitas-melaut.html).

Dari uraian di atas, maka yang dimaksud dengan volume hasil tangkapan ikan adalah banyaknya ikan yang berhasil ditangkap nelayan perahu slerek setiap trip-nya yang dinyatakan dalam satuan kg. Pengkajiannya dianalisis secara akumulasi setiap trip-nya selama dua bulan, yaitu bulan Maret sebagai patokan bulan sebelum kenaikan harga BBM dan bulan April sebagai patokan bulan pasca kenaikan harga BBM.

2.2.4 BBM Berjenis Solar

Bahan bakar adalah bahan-bahan yang dipakai untuk proses pembakaran. Dalam hubungannya dengan motor bakar (Internal Combustion Engine) yang umum terutama yang dipakai pada peralatan-peralatan yang dikenal bensin untuk motor otto dan solar untuk motor diesel. Solar atau diesel full adalah bahan bakar untuk motor diesel, di mana pembakaran terjadi bukan penyalaan busi tetapi terjadi karena tekanan kompressi yang tinggi (Warsowiwoho dan Gandhi, 1984 :1-4).

Menurut UU tentang minyak dan gas bumi bab I (ketentuan umum) pasal 1 ayat (4), bahwa bahan bakar minyak adalah bahan bakar yang berasal dan/ atau diolah dari minyak bumi.

Dari uraian di atas, yang dimaksud BBM berjenis solar adalah hasil pengolahan dari minyak bumi menjadi solar sebagai bahan bakar motor diesel. Nelayan perahu slerek menggunakan jenis perahu bermotor yang dalam aktivitas penangkapan ikan membutuhkan bahan bakar yaitu solar.


(43)

26

2.2.5 Kebijakan Kenaikan Harga BBM (Solar)

Menurut Yustika (2012:271) bahwa sebuah kebijakan (ekonomi) yang kuat sekurangnya memerlukan tiga syarat penting, antara lain

Pertama, pembuat keputusan memiliki keyakinan yang teguh bahwa kebijakan itu merupakan pilihan terbaik untuk mencapai visi atau tujuan yang diharapkan.

Kedua, kemampuan persuasif untuk meyakinkan kepada publik (parlemen, masyarakat, dan lain-lain) bahwa kebijakan itu dibuat demi menuju kondisi yang lebih baik.

Ketiga, kapabilitas kelembagaan (aturan main) dan manajemen yang mumpuni untuk menjalankan kebijakan tersebut di lapangan.

Jika tiga hal itu dialamatkan kepada rencana kebijakan pemerintah mengenai penghematan/kenaikan bahan bakar minyak (BBM), mudah disimpulkan ketiga syarat itu absen dalam proses pembuatan kebijakan tersebut.

Menurut Tambunan (dalam Susilo, S, 2013:5), pengaruh kenaikan harga minyak mentah dunia dan diikuti kenaikan harga BBM terhadap perekonomian, dapat dijelaskan melalui beberapa mekanisme atau jalur. Secara teoritis mekanisme atau jalur termaksud adalah

1) kenaikan harga minyak mentah (crude oil) dan atau penurunan subsidi BBM menyebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) (refinely oil). Selanjutnya kenaikan harga BBM akan mendorong kenaikan biaya transportasi dan biaya produksi (cost-push inflation). Kenaikan harga tersebut akan menyebabkan permintaan domestik mengalami penurunan dan pada gilirannya akan menyebabkan penurunan produksi. Terjadinya penurunan produksi di berbagai sektor ekonomi akan menurunkan ekspor dan meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK). Dari PHK atau pengurangan jam kerja tersebut akan menambah jumlah pengangguran dan pada gilirannya akan meningkatkan kemiskinan.

2) kenaikan harga minyak mentah dan penurunan subsidi BBM akan mendorong kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM tersebut akan menambah beban


(44)

27

anggaran subsidi yang harus dikeluarkan oleh pemerintah melalui APBN. Dengan demikian dapat menyebabkan terjadinya defisit anggaran, ceteris paribus. Defisit anggaran tersebut kemudian dapat menyebabkan pengeluaran pemerintah akan menurun dan gilirannya akan meningkatkan pengangguran. Kondisi ini akan mendorong meningkatnya jumlah penduduk miskin.

3) kenaikan minyak mentah dunia berarti terjadi inflasi di hampir seluruh dunia, khususnya di negara-negara pengimpor minyak. Kondisi ini menimbulkan fenomena imported inflation dan menyebabkan impor turun. Selanjutnya penurunan impor, terutama untuk bahan baku dan barang antara, menyebabkan produksi domestik mengalami penurunan. Penurunan produk dapat menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) atau pengurangan jam kerja dan akhirnya akan meningkatkan pengangguran. Hal ini akan mendorong meningkatkan jumlah penduduk miskin sehingga kemiskinan meningkat.

4) kenaikan harga minyak mentah secara umum dapat menyebabkan penurunan kegiatan ekonomi secara global. Kondisi tersebut akan menyebabkan permintaan impor dari negara-negara pengimpor menurun dan pada gilirannya akan menyebabkan menurunkan ekspor domestik. Selanjutnya kondisi tersebut dapat menurunkan produksi domestik dan pada gilirannya akan menyebabkan pengurangan jam kerja atau bahkan PHK, selanjutnya akan menambah jumlah penduduk miskin atau meningkatnya kemiskinan.

Dari ke-4 mekanisme atau jalur di atas maka sudah terjawab pengaruh kenaikan harga minyak terhadap inflasi, pengangguran, dan kemiskinan. Dampak kenaikan harga minyak dunia terhadap perekonomian, khususnya kurs rupiah terhadap US$, volume pemakaian BBM, dan perkiraan kenaikan rata-rata harga BBM.

Bahan bakar minyak (BBM) adalah salah satu hasil pertambangan yang mempunyai nilai sangat strategis dan vital bagi kehidupan suatu negara. Harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia ditetapkan oleh pemerintah, yang mensubsidi dan


(45)

28

mengatur penjualan bahan bakar bensin, solar (diesel), dan minyak mentah secara eceran melalui Pertamina. Berikut daftar harga bahan bakar minyak dijabarkan dalam jenis solar dan memiliki harga tertentu sebagaimana yang disajikan sebagai berikut.

Tabel 2.1 Daftar Harga Solar

No Tanggal Harga Solar (Rupiah per liter) 1. 22 Juni 2013 – 17 November

2014

Rp 5.500,00

2. 18 November 2014 – 31 Desember 2014

Rp 7.500,00

3. 01 Januari 2015 – 18 Januari 2015 Rp 7.250,00 4. 19 Januari 2015 – 27 Maret 2015 Rp 6.400,00

5. 28 Maret 2015 – 14 Mei 2015 Rp 6.900,00

6. 15 Mei 2015 Rp 9.200,00 (khusus Jakarta dan Pulau Jawa bagian barat)

Harga solar yang berlaku untuk nelayan, khususnya nelayan perahu slerek di Kedungrejo Muncar Banyuwangi adalah harga BBM nonsubsidi, sama seperti harga yang berlaku di SPBU (sumber: UPT Muncar dan petugas SPBN). Pengkajiannya dianalisis selama dua bulan, yaitu bulan Maret sebagai patokan bulan sebelum kenaikan harga BBM dan bulan April sebagai patokan bulan pasca kenaikan harga BBM.

Menurut Susilo, S. (2013:39), seperti diketahui, penjualan harga BBM di dalam negeri sangat bergantung dengan volume dan harga yang ditetapkan Pemerintah. Faktor utama dalam biaya produksi BBM adalah harga minyak mentah di pasar internasional, di samping faktor-faktor lain seperti kemampuan kilang-kilang minyak untuk mengolah minyak mentah menjadi BBM, impor produk BBM, serta biaya distribusinya ke seluruh wilayah tanah air. Namun demikian, upaya mengurangi


(46)

29

subsidi BBM sangat dipengaruhi oleh gejolak harga minyak mentah di pasar internasional yang sangat sulit diperhitungkan, mengingat perkembangan harganya di samping dipengaruhi faktor-faktor ekonomis, juga sering kali dipengaruhi oleh berbagai faktor nonekonomis, sehingga sangat sulit diprediksi secara akurat.

Harga BBM sejak akhir tahun 2014 dilepaskan sesuai dengan harga minyak dunia, seperti yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Perekonomian, Sofyan Djalil,

“harga BBM saat ini menyesuaikan dengan harga minyak dunia yang berfluktuasi”

(sumber:http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/04/01/220817726/Menko.Pere konomian.html).

Sedangkan menurut Gie (2009:196),

“berkali-kali saya beserta banyak orang mempertanyakan apa relevansinya harga minyak dunia dengan harga yang dikenakan kepada konsumen rakyat Indonesia yang memiliki sendiri minyaknya. Kalau pemerintah konsisten dengan dengan titik tolak pikir bahwa harga BBM harus dibawa sampai sepenuhnya sama dengan yang terbentuk di pasar internasional, jelas tidak akan ada kepastian harga BBM tidak akan naik lagi kalau harga minyak dunia

meningkat terus”.

Untuk BBM berjenis premium sudah benar-benar tidak disubsidi, tetapi khusus untuk solar dikenakan subsidi Rp1.000,00/liter, seperti yang disampaikan oleh juru bicara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Saleh Abdurrahman,

“Pemerintah kini hanya memberikan subsidi terhadap Solar sebesar Rp 1.000

per liter”

(sumber: http://palingaktual.com/1589966/pemerintah-akui-sudah-cabut-subsidi-premium-kecuali-solar/read.html).

Dengan penetapan harga BBM di Indonesia yang dilepas sesuai harga minyak dunia atau internasional, maka hal tersebut jelas pemerintah menyalahi aturan UU tentang minyak dan gas bumi bab V (kegiatan usaha hilir) pasal 8 ayat (1), bahwa bahan bakar minyak serta hasil olahan tertentu dipasarkan di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat wajib memenuhi standar dan mutu yang ditetapkan


(1)

kenaikan harga BBM antara nelayan juragan dengan nakhoda kapal dan nelayan

pandhiga.

Adapun informan (narasumber) tambahan adalah mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti (Suyanto dan Sutinah, 2006:172). Informan tambahan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Kantor Desa Kedungrejo Muncar Banyuwangi, UPT Pelabuhan Perikanan Muncar dan pihak lain yang terkait.

3.5 Jenis Data dan Sumber Data

Data adalah kumpulan fakta atau informasi yang dapat berbentuk angka atau dIskripsi yang berasal dari sumber data (Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah, 2010:23).

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan didukung dengan data kuantitatif, sebagai berikut:

1. Data kualitatif

Data kualitatif adalah data yang tertulis atau dari kata-kata yang diucapkan oleh subjek penelitian melalui hasil wawancara dan observasi serta data-data dokumen.

2. Data kuantitatif

Data kuantitatif adalah data yang berupa angka seperti alokasi penggunaan solar, perhitungan aktivitas nelayan perahu slerek yang meliputi frekuensi melaut, lama melaut dan volume hasil tangkapan ikan, produksi ikan, distribusi penduduk dan lain sebagainya.

Adapun sumber data pada penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian berdasarkan hasil wawancara dan observasi. Data primer dalam penelitian ini,


(2)

berupa informasi yang berkaitan aktivitas nelayan perahu slerek pasca kenaikan harga BBM periode Maret/April 2015. Data primer ini diperoleh melalui hasil observasi nonpartisipan dan wawancara langsung dengan subjek penelitian di Kedungrejo Muncar Banyuwangi. Wawancara yang dilakukan peneliti menggunakan wawancara semitersruktur dengan menggunakan pedoman wawancara yang dibuat sebelumnya.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari dokumen dan sumber informasi lainnya. Data sekunder dalam penelitian ini berupa data dari lembaga atau instansi di Kedungrejo Muncar Banyuwangi, UPT Pelabuhan Perikanan Muncar dan studi kepustakaan berupa buku-buku penunjang, jurnal dan karya ilmiah lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.6 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan maksud untuk memperoleh bahan-bahan yang relevan dan akurat, dimana metode-metode yang digunakan memiliki ciri-ciri yang berbeda-beda. Menurut Arikunto (2006:127), metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data. Berikut metode-metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode-metode wawancara, metode observasi dan metode dokumen.

3.6.1 Metode Wawancara

Wawancara (interview) merupakan hatinya penelitian sosial (Esterberg dalam Sugiono, 2010:319). Metode wawancara adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi yang terkait dengan hal yang ingin diteliti dengan cara tanya jawab langsung dengan orang yang diwawancarai. Metode wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semiterstruktur (semistructure interview juga


(3)

termasuk kategori in-depth interview). Peneliti melakukan wawancara secara mendalam tetapi lebih fleksibel dengan menggunakan pedoman wawancara sebagai garis besar permasalahan selama proses wawancara berlangsung dengan subjek penelitian, yaitu nelayan juragan, nakhoda kapal dan nelayan buruh di Kedungrejo Muncar Banyuwangi. Wawancara semiterstruktur ini dilakukan agar mendapatkan banyak informasi tentang aktivitas nelayan perahu slerek pasca kenaikan harga BBM periode Maret/April 2015 di Kedungrejo Muncar Banyuwangi. Informasi tersebut meliputi kenaikan harga BBM (solar), frekuensi melaut, lama melaut dan volume

hasil tangkapan ikan.

3.6.2 Metode Observasi

Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan (Nasution dalam Sugiono, 2010:310). Metode observasi adalah cara pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak dan berkaitan dengan penelitian. Dalam observasi penelitian ini, peneliti menggunakan metode observasi non partisipan, dimana dalam konteks ini peneliti hanya bertindak sebagai pengamat saja, peneliti tidak ikut langsung terlibat ke dalam kehidupan maupun aktivitas melaut yang dilakukan subjek penelitian. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan pada subjek penelitian yaitu nelayan juragan, nakhoda kapal dan nelayan pandhiga di Kedungrejo Muncar Banyuwangi. Peneliti hanya mengamati terkait proses persiapan melaut (hal-hal yang dibutuhkan untuk melaut, terutama penyiapan kebutuhan BBM), dan proses pendaratan di PPI Muncar. Dalam observasi ini, peneliti juga melakukan pencatatan mengenai hal-hal penting yang perlu dicatat, meliputi alokasi penggunaan BBM (solar), frekuensi melaut, lama melaut dan volume hasil tangkapan ikan. Hal tersebut digunakan oleh peneliti sebagai pedoman dalam melakukan wawancara kepada subjek penelitian. Dalam melakukan observasi, peneliti melakukannya selain menyesuaikan dengan tempat dan waktu


(4)

luang nelayan juragan juga dengan menyesuaikan pada kedatangan perahu slerek dari melaut.

3.6.3 Metode Dokumen

Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode wawancara dan observasi dalam penelitian kualitatif (Sugiono, 2010:329). Metode dokumen adalah cara yang dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang diperlukan dengan cara mencatat dan mempelajari data yang diperoleh dari instansi yang berhubungan dengan penelitian yang diteliti. Data dokumen digunakan untuk menambah atau melengkapi data-data yang dibutuhkan dalam penelitian baik berupa dokumentasi tertulis, gambar maupun elektronik. Data dokumen dalam penelitian ini meliputi dokumen-dokumen Kantor Desa Kedungrejo Muncar Banyuwangi, UPT Pelabuhan Perikanan Muncar dan instansi lain yang terkait. Data-data tersebut meliputi peta Kedungrejo, jumlah penduduk, distribusi penduduk, laporan monitoring pelabuhan perikanan pantai Muncar, produksi ikan, dan lain sebagainya. Selain itu peneliti juga mendokumentasikan data-data dari berbagai sumber yaitu buku-buku yang berkaitan dengan judul penelitian, jurnal ilmu sosial, karya ilmiah, internet dan pendataan lain yang berkaitan dengan penelitian.

3.7 Analisis Data

Analisis data merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengolah data dari hasil penelitian sehingga diperoleh suatu kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Sugiono (2011:247), langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk menganalisis data penelitian kualitatif adalah sebagai berikut :

1. Data Reduction (reduksi data).

Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan kecerdasan, keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi. Mereduksi data yang dimaksud adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok,


(5)

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Pada penelitian ini, reduksi data dilakukan peneliti dengan cara memilih dan memilah seluruh data yang telah terkumpul agar memperoleh data yang benar-benar sesuai dengan fokus penelitian, yaitu aktivitas nelayan perahu slerek pasca kenaikan harga BBM periode Maret/April 2015 di Kedungrejo Muncar Banyuwangi.

2. Data Display (penyajian data).

Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antarkategori, flowchart dan sejenisnya. Melalui penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami. Dalam penelitian ini disajikan secara naratif, juga dalam bentuk tabel dan sejenisnya mengenai aktivitas nelayan perahu

slerek pasca kenaikan harga BBM periode Maret/April 2015 di Kedungrejo Muncar Banyuwangi.

3. Conclusion Drawing /verification (penarikan kesimpulan dan verifikasi). Penarikan kesimpulan merupakan suatu kegiatan konfigurasi dan tinjauan ulang terhadap temuan di lapangan. Tujuan dari penarikan kesimpulan ini adalah untuk menguji kredibilitas, kecocokan dan validitas dari hasil penelitian di lokasi penelitian. Kesimpulan dalam penelitian ini diharapkan mampu mendiskripsikan dan menganalisis bagaimana perubahan aktivitas nelayan perahu slerek pasca kenaikan harga BBM periode Maret/April 2015 di Kedungrejo Muncar Banyuwangi.

3.8 Pengecekan Data

Untuk menguji suatu kebenaran data yang sudah diperoleh dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi. Menurut Moleong (2007:330), tringulasi adalah pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Sehingga


(6)

data yang sudah diperoleh dicek kebenarannya dengan cara dibandingkan antara informan satu dengan informan lainnya. Data yang diperoleh mengenai aktivitas nelayan perahu slerek pasca kenaikan harga BBM periode Maret/April 2015 di Kedungrejo Muncar Banyuwangi, kemudian dicek kebenarannya dengan cara membandingkan antarinforman dari berbagai sumber.

Secara rinci penggunaan teknik triangulasi yang dilakukan yaitu pengecekan data dengan cara:

1) Membandingkan data dari hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, yakni membandingkan hasil observasi dengan hasil wawancara semiterstruktur.

2) Membandingkan data berdasarkan apa yang dikatakan di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, yakni melihat fakta secara langsung dengan metode observasi.

3) Membandingkan data berdasarkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu, yakni membandingkan informasi yang didapat sebelum penelitian dan waktu berjalannya penelitian.

Peneliti mencoba membandingkan hasil pengamatan langsung di lapangan dengan data yang diperoleh dari informan. Membandingkan fakta dan keadaan nyata tentang aktivitas nelayan perahu slerek pasca kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) periode Maret/April 2015 di Kedungrejo Muncar Banyuwangi.