Peta Jalan Pengembangan Kebijakan Dokter Layanan Primer 2014-2030

PETAJALAN
PENGEMBANGAN KEBIJAKAN
DOKTER LAYANAN PRIMER
2014 - 2030

DIREKTORAT BINA UPAYA KESEHATAN DASAR
DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2014



KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, saya
menyambut terbitnya Buku Peta Jalan Pengembangan Kebijakan
Dokter Layanan Primer 2014 - 2030. Tujuan buku ini adalah agar
setiap langkah menuju terwujudnya pelayanan primer yang bermutu
melalui kebijakan Dokter Layanan Primer (DLP) dapat dituangkan
dengan jelas dalam satu dokumen dan menjadi acuan bagi setiap
pengandil dalam berpartisipasi mempercepat terwujudnya DLP di

Indonesia.

Pelayanan primer telah lama diyakini sebagai kekuatan utama dan
salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan kesehatan .
Secara global, deklarasi Alma Ata tahun 1978 menyiratkan strategi
pembangunan kesehatan dengan tiga upaya yaitu upaya kesehatan
perseorangan (UKP), upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya
kesehatan wilayah (UKW). Pelayanan primer yang dapat diartikan
sebagai UKP merupakan fondasi dan bagian terbesar dari sistem
pelayanan

kesehatan.

Keberhasilan

pelayanan

primer

akan


menentukan keberhasilan pelayanan kesehatan secara keseluruhan.

Pemerintah berkomitmen meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan
primer. Salah satu strateginya adalah melalui kebijakan DLP. Dengan
keluarnya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan
Kedokteran,

DLP

ditempatkan

sebagai

profesi

kedokteran yang bekerja di strata primer akan

baru


di

bidang

tetapi memilki

kualifikasi pendidikan yang setara dengan spesialis .

Keberadaan DLP diharapkan dapat memperkuat mutu pelayanan
primer,

khususnya

di

era

Jaminan

Kesehatan


NasionaI

yang

menuntut pelayanan kesehatan yang berkualitas dan berjenjang bagi
seluruh rakyat Indonesia.

8anyak pihak yang terkait dalam perumusan dan pelaksanaan
kebijakan DLP sehingga diperlukan suatu acuan agar kebijakan ini
dapat dilaksanakan secara terintegrasi, terkoordinasi, dan mampu
laksana oleh seluruh pengandil.

Dokumen Peta Jalan ini berisi acuan yang bersifat umum, dan
masing masing pihak terkait diharapkan mampu menjabarkannya
dalam

rencana

aksi


masing-masing

sesuai

dengan

peran

dan

fungsinya,

Kami menyadari dokumen ini masih belum sempurna , maka dengan
kerendahan hati kami mohon masukan yang bersifat konstruktif
untuk penyempurnaannya di kemudian hari.

Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan dokumen ini, tim penyusun dan
kontributor yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu, Semoga

dokumen ini berkontribusi dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya,

Jakarta,Oktober 2014

drg. Kartini Rustandi , M.Kes.

DAFTAR lSI
Hal
BAB I

PENDAHULUAN

7

A. LATAR BELAKANG

7

B . TUJUAN DAN SASARAN PEMBUATAN DOKUMEN

PETA JALAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN

c.

DOKTER LAYANAN PRIMER (2014 - 2030)

15

LANDASAN HUKUM

16

D. KERANGKA KONSEP
BAB II

17

PERAN DOKTER LAYANAN PRIMER DI ERA JAMINAN
KESEHATAN NASIONAL


18

BAB III

PEMETAAN KEBUTUHAN DOKTER LAYANAN PRIMER

24

BABIV

KEGIATAN DAN PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN
DALAM PENGEMBANGAN KEBIJAKAN DOKTER

BABV

LAYANAN PRIMER

27

PENUTUP


32

DAITAR PUSTAKA

33

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
Gambar l.1

Pembangunan kesehatan, pengembangan
serta pemberdayaan sumber daya manusia
kesehatan dan kaitannya dengan unsur-unsur
standar profesi tenaga kesehatan

Gambar 3.1

17

Prevalensi kesakitan dalam satu bulan di

komunitas dan peran berbagai jenis penyedia
layanan kesehatan.

24
25

Tabe!.

3.1

Proyeksi kebutuhan DLP

Tabe!.

3.2

Estimasi jumlah program studi dan peserta
program konversi dan pendidikan DLP pada
masa transisi


Tabe!.

4.1

Kegiatan dan peran pemangku kepentingan
dalam pengembangan kebijakan DLP

Tabe!.

4.2

25

28

Kerangka Waktu Pengembangan Kebijakan
Dokter Layanan Primer

31

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kebijakan mengenai layanan prime r di dunia
Sistem

kesehatan

di

setiap

negara

memiliki

tujuan

untuk

Setiap negara

meningkatkan derajat kesehatan masyarakatnya.

memiliki masalah kesehatan yang berbeda-beda, namun terdapat
beberapa masalah yang juga dihadapi oleh banyak negara, seperti
meningkatnya

biaya

pelayanan

penduduk

berusia

kompleks,

kurangnya

kesehatan.

lanjut,

kesehatan,

masalah

akuntabilitas

peningkatan

kesehatan
serta

yang

in-efisiensi

jumlah
semakin

pelayanan

Oleh karen a itu pembuat kebijakan di setiap negara

senantiasa berupaya mencari model sistem kesehatan yang dapat
mengatasi masalah terse but.

Penguatan pelayanan kesehatan primer sudah sejak lama diyakini
dapat mengatasi

permasalahan kesehatan

terse but .

Pelayanan

primer merupakan lini pertama dalam sistem pelayanan kesehatan
yang pertama kali ditemui oleh masyarakat yang memiliki masalah
kesehatan , dan

merupakan

tempat

pemenuhan

sebagian

besar

kebutuhan kuratif dan preventif kesehatan masyarakat. Pelayanan
primer yang kuat dianggap berkontribusi secara positif terhadap
tercapainya
kesehatan

tujuan

sistem

masyarakat ,

kesehatan ,

pembiayaan

termasuk

pelayanan

berkelanjutan dan pelayanan yang responsif.

pemerataan

kesehatan

yang

Hal ini terlihat dari

banyaknya kesepakatan, resolusi maupun pernyataan oleh berbagai
insitusi maupun pemerintah di seluruh dunia .

Sejak

tahun

mengeluarkan

1978,

organisasi

deklarasi

Alma

kesehatan
Ata

yang

sedunia
salah

WHO

satu

telah

pokoknya

menyatakan bahwa pelayanan kesehatan merupakan kunci dalam
mencapai target kesehatan masyarakat. (1) Pen tingnya pelayanan
kesehatan primer kemudian ditekankan kembali oleh WHO pada
World Health Report 2008 yang menyatakan bahwa demi tercapainya

kesehatan bagi seluruh masyarakat, sistem pelayanan kesehatan
perlu difokuskan kembali melalui reformasi pelayanan kesehatan
primer. (2) Kemudian World Health Assembly no 62 tahun 2009
mengeluarkan resolusi yang mendesak agar seluruh negara anggota
WHO menguatkan sistem pelayanan kesehatannya berdasarkan nilainilai dan prinsip pelayanan primer. (3)

Pelayanan primer merupakan lini pertama pada sistem pelayanan
kesehatan . Pelayanan primer menyediakan pelayanan yang paripurna
dan

mudah

terkoordinasi.

diakses

bagi

pasien

secara

bersinambung

dan

Penyedia pelayanan primer dapat meliputi disiplin

yang berbeda-beda di setiap negara, namun yang paling umum
adalah dokter.(4)

Beberapa studi telah membuktikan bahwa negara-negara yang sistem
pelayanan

kesehatannya

kesehatan

primer

lebih

lebih
rendah

berorientasi
dalam

kepada

pelayanan

pembiayaan

kesehatan,

penggunaan obat-obatan, tingkat perawatan rumah sakit namun
memiliki derajat kesehatan yang lebih baik dan pelayanan kesehatan
yang lebih merata. (5-7)

Namun untuk mencapai hal -hal terse but dokter harus memiliki
kompetensi yang tinggi dalam penatalaksanaan pasien serta mampu
mengintegrasikan pelayanan kesehatan individu dan komunitas . (8)
Masalah kesehatan Indonesia
Derajat kesehatan Indonesia dapat dinilai melalui berbagai indikator
antara lain pencapaian Sasaran Pembangunan Milenium (Millenium

Development Goals - MOOs). Beberapa sasaran yang terkait langsung
dengan kesehatan adalah penurunan angka kematian anak (sasaran
nomor 4),

peningkatan kesehatan

pengendalian HlV / AIDS,

maternal

malaria dan

(sasaran

nom or 5),

penyakit lainnya (sasaran

nomar 6) .

Kondisi pencapaian sasaran tersebut saat ini adalah angka kematian
balita sebesar 44 per 1000 kelahiran hidup , angka kematian bayi
sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup, dan angka kematian neonates
sebesar 19 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2007.

Sementara

itu angka kematian maternal mencapai 228 per 100.000 kelahiran
hidup (2007) . (9)

Kondisi pencapaian sasaran pengendalian penyakit adalah prevalensi
HIV / AIDS pada tahun 20 11 sebesar 0,3 persen, angka insidens
malaria sebesar 1,75 per 1000 penduduk, sedangkan prevalensi
tuberkulosis sebesar 189 kasus per 100.000 penduduk.(9)

Walaupun jika dilihat semua indikator tersebut telah mengalami
penurunan

dari

tahun-tahun

sebelumnya,

beberapa

indikator

pencapaiannya lebih lambat dari yang lain sehingga diperkirakan
tidak akan mencapai target pencapaian pada tahun 2015. Disamping
itu derajat kesehatan di Indonesia juga masih lebih rendah dibanding
banyak negara lain yang juga termasuk negara berkembang di
kawasan Asia.

Beberapa tantangan sektor kesehatan yang dihadapi Indonesia saat
ini adalah(10, 11) :
l.

Pola penyakit yang semakin kompleks
Indonesia saat ini berada pada pertengahan transisi epidemiologi
yang dikenal sebagai kondisi triple burden of diseases.

Di satu

sisi, penyakit menu lar masih menjadi masalah ditandai dengan

masih sering terjadi KLB beberapa penyakit menular tertentu,
munculnya

kembali

beberapa

penyakit

menular

lama

(re-

emerging  diseases),  serta  munculnya  penyakit­penyakit  menular 
baru  (new­emerging  diseases)  seperti  HIV/ AIDS ,  Avian  Influenza, 
Flu  Babi  dan  Penyakit  Nipah.  Di sisi  lain,  penyakit  tidak menular 
menunjukkan  adanya  kecenderungan  yang  semakin  meningkat 
dari  waktu  ke  waktu. 

Penyakit  stroke  dan  kardiovaskuler  saat 

ini  merupakan  penyebab  kematian  utama  di  semua  umur. 
Indonesia  berada  di  an tara  10  negara  dengan  penyakit  diabetes 
terbanyak  sekaligus  di  antara  5  negara  dengan  penyakit 
tu berkulosis  terbanyak. ( 12) 

2.   Kesenjangan  status  kesehatan  penduduk  antar  wilayah  di 
Indonesia 
Walaupun 

secara 

umum 

terdapat 

peningkatan 

indikator 

kesehatan  di  Indonesia,  di  beberapa  provinsi,  pencapaian 
indikator  kesehatan  masih  lebih  buruk  dibandingkan  dengan 
beberapa  negara  Asia  termiskin.  Kelompok  miskin  mendapatkan 
akses  kesehatan  yang  paling  buruk  dengan  cakupan  imunisasi 
ataupun  bantuan  tenaga  medis  yang  terlatih  dalam  proses 
melahirkan  yang  paling  sedikit.  Kesenjangan  ini  sangat  terkait 
dengan 

kesenjangan 

dalam 

faktor 

geografi,sosioekonomi, 

ketersediaan  fasilitas  kesehatan,  cakupan  pelayanan  dan  akses 
terhadap pelayanan kesehatan. 

3.   Pemanfaatan  fasilitas  kesehatan  publik  yang  rendah  serta 
kecenderungan  penyedia  utama  fasilitas  kesehatan  beralih  ke 
pihak swasta 
Rasio  puskesmas  terhadap  pendu duk  saat  ini  sudah  mencapai 
3,89  per  100.000  penduduk  namun  pemanfaatannya  m a sih  di 
bawah  50%.(13)  Lebih  banyak  orang  Indonesia  memilih  fas ilitas 
kesehatan  yang  disediakan  oleh  pihak  swasta.  Di  sebagian  besar 

wilayah

Indonesia,

fasilitas

kesehatan

rumah

sakit.

sektor

swasta

mulai dari

Sekitar

30-50

mendominasi

penyediaan

penyediaan ambulans
persen

pelayanan

hingga

kesehatan

diberikan oleh pihak swasta. Lebih jauh lagi, kaum miskin
cenderung
kesehatan

lebih

banyak

non-medis,

menggunakan

penyedia

layanan

sehingga angka pemanfaatan

fasilitas

kesehatan publik oleh kaum miskin masih amat rendah.

4.

Dana kesehatan yang terbatas
Walaupun dikatakan terjadi peningkatan pembiayaan kesehatan
dari tahun ke tahun, namun persentase pengeluaran nasional di
bidang kesehatan terhadap Produk Domestik Bruto masih sangat
kecil dibandingkan banyak negara di Asia

(2,9% pada tahun

2011).(14)

5.

Desentralisasi

menciptakan

tantangan

dan

memberikan

kesempatan baru
Saat ini, pemerintah daerah merupakan pihak utama dalam
penyediaan
untuk

fasilitas

kesehatan . Jumlah

kesehatan

terhadap

total

pengeluaran

pengeluaran

daerah

kesehatan

meningkat dari 10 persen sebelum desentralisasi menjadi 50
persen

pada

tahun

2001.

Hal

ini

dapat

membuat

pola

pengeluaran kesehatan menjadi lebih responsif terhadap kondisi
lokal dan keragaman pola penyakH. Akan tetapi hal ini akan
berdampak juga pada meningkatnya kesenjangan pembiayaan
kesehatan secara regional dan berkurangnya informasi kesehatan
yang penting.

Untuk

mengantisipasi

berbagai

tantangan

tersebut,

disusunlah

pemutakhiran Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang ditetapkan
melalui Peraturan Presiden No. 72 tahun 2012 .

Namun demikian

pelaksanaan SKN masih dianggap kurang efektif.
adalah dalam bidang sumber daya kesehatan.

Salah satuny a

Upaya pemenuhan

kebutuhan sumber daya manusia kesehatan saat ini belum memadai,
baik

jumlah,

jenis,

maupun

kualitas

tenaga

kesehatan

yang

dibutuhkan . Selain itu , distribusi tenaga kesehatan masih belum
merata.

Rasio jumlah dokter di Indonesia 2 per 10.000 penduduk, jumlah ini
masih rendah bila dibandingkan dengan negara lain yang tergabung
di ASEAN.(14) Indonesia bahkan merupakan salah satu negara yang
dikategorikan sebagai mengalami krisis tenaga kesehatan oleh WHO .
Dari segi kompetensi, dokter yang bekerja di pelayanan primer
sebagian besar belum mampu menyelenggarakan pelayanan yang
paripurna dan berpusat pada pasien, seperti

yang diharapkan oleh

WHO dalam Deklarasi Alma Ata( 1) , dan dibutuhkan dalam mencapai
indikator kesehatan global. Hal ini salah satunya karena dokter yang
bekerja

di

pelayanan

primer

saat

ini

adalah

lulu san

fakultas

kedokteran tanpa pendidikan tambahan. Padahal saat ini di negaranegara anggota ASEAN dan kawasan Asia lainnya , dokter yang
bekerja

di

pendidikan

layanan
selama

primer
2

umumnya

hingga

3

tahun

memperoleh
setelah

tambahan

lulus

fakultas

k edokteran. (15)

Dikeluarkannya

Undang-Undang

No.40

Jaminan Sosial

Nasional

mewajibkan seluruh penduduk

(SJSN)

(2004)

tentang

Sistem

Indonesia memiliki jaminan sosial termasuk Jaminan Kes e hatan
Nasional (JKN).(16) Hal ini akan menyebabkan peningkatan proporsi
penduduk yang mempunyai jaminan kesehatan, dari sebesar 59 ,07%
pada 2011 menjadi s eluruhnya pada tahun 2019. Hal ini diharapkan
dapat mendorong kontinuitas pelayanan kesehatan .
JKN

telah

diatur

mengenai

pelayanan yang

pelayanan primer sebagai basis pelayanan.

Dalam sistem

berj e njang dengan

S e lain itu agar dana

kapitasi yang dialokasikan dapat dikelola secara efisien, dibutuhkan
pelayanan yang mengedepankan aspek promotif dan preven tif di
samping kuratif.

Diterapkannya Jaminan Kesehatan Nasional merupakan bagian dari
reformasi pembangunan kesehatan untuk mewujudkan "Masyarakat
sehat yang mandiri dan berkeadilan".

Salah satu strategi yang

diambil

kesehatan

adalah

penguatan

pelayanan

primer

yang

mencakup upaya peningkatan mutu dan akses terhadap pelayanan
kesehatan yang berkualitas dengan Dokter Layanan Primer sebagai
penggeraknya .

Dengan melihat berbagai faktor di atas dan sesuai kesepakatan
ASEAN Region Primary Care Physicians Association (ARPAC) maka

justifikasi bahwa untuk menjadi dokter layanan primer dibutuhkan
pendidikan

tambahan

setingkat

pasca-sarjana

adalah

sebagai

berikut:


pendidikan pasca-sarjana setelah pendidikan kedokteran dasar
berfokus

pada

pengembangan

manajerialj administrative,

keterampilan

profesionalisme

dan

(klinis,

pembentukan

nilai) .


masalah kesehatan yang semakin kompleks termasuk pentingnya
pemahaman mengenai determinan sosial kesehatan.



penerapan pendekatan sistem dalam pendidikan terutama dalam
menghadapi pelayanan kesehatan universal.



berbagai studi telah membuktikan bahwa negara-negara yang
telah

mewajibkan adanya pendidikan

tambahan

bagi

dokter

layanan primer (misalnya negara-negara di Eropa atau Kuba)
memiliki derajat kesehatan yang lebih baik.


profesionalisasi layanan primer.



pendidikan setara spesialis sesuai dengan perkembangan jaman.

Perlunya pendidikan tambahan yang setingkat pasca-sarjana bagi
dokter di pelayanan primer telah dijawab oleh pemerintah dengan
terbitnya Undang-Undang nom or 20 tahun 2013 tentang Pendidikan
Kedokteran, dimana disebutkan bahwa pendidikan profesi kedokteran
diselen ggarakan dalam bentuk program dokter layanan primer
selain program profesi dokter, dokter spesialis dan subspesialis yang
telah ada saat ini.

Pengertian Dokter Layanan Primer (DLP)

"Dokter Layanan Primer adalah dokter generalis yang mendapatkan
pendidikan

setara

spesialis

yang

mengintegrasikan

kedokteran

keluarga, kedokteran komunitas dan kesehatan masyarakat, serta
mampu

memimpin dan

menyelenggarakan pelayanan kesehatan

tingkat pertama/primer yang berkualitas. " (17)

Secara lebih spesifik, definisi DLP di atas mengandung makna bahwa
DLP merupakan dokter yang:


melaksanakan pelayanan kesehatan primer



memiliki kompetensi dalam bidang ilmu kedokteran keluarga
serta ilmu kedokteran komunitas dan ilmu kesehatan masyarakat
yang

sesuai

dengan

kebutuhan

masyarakat

Indonesia yang

diperoleh melalui proses pendidikan kedokteran yang setara
spesialis.


menjadi ujung tombak dan penapis rujukan (gatekeeper').



melaksanakan pelayanan yang komprehensif dan bersinambung
berorientasi pelayanan primer di era sistem jaminan kesehatan
nasional.



Mampu melaksanakan pelayanan tanpa memandang usia , jenis
kelamin dan penyakit, melayani kliennya dalam konteks keluarga,
komunitas
kliennya.

dan

budaya

ser ta

selalu

menghormati

otonomi

Dokter

Layanan

Primer

memiliki

kompetensi

yang

terdiri

atas

kompetensi inti, kompetensi wajib dan tam bahan yang mengacu
kepada ilmu kedokteran keluarga, ilmu kedokteran komunitas dan
ilmu

kesehatan

masyarakat

yang

disesuaikan

dengan

kondisi

Indonesia .

Upaya

pengembangan

dituangkan

ke

kebijakan

dalam

peta

Dokter

jalan

Layanan

(roadmap)

Primer

yang

harus

sistematis ,

komprehensif dan terpadu. Peta jalan ini disusun dengan melibatkan
berbagai

pemangku

kepentingan

dan

telah

disepakati

untuk

dilaksanakan.

B. TUJUAN DAN SASARAN PEMBUATAN DOKUMEN PETA JALAN
PENGEMBANGAN KEBIJAKAN DOKTER LAYANAN PRIMER (20 1 42030)

Tujuan
Dokumen Peta Jalan bertujuan sebagai pedoman untuk memberikan
arah pada semua pemangku kepentingan dalam perencanaan dan
pelaksanaan kebijakan dokter layanan primer di tahun 2014 -2030.

Sasaran
Sasaran utama dari dokumen Peta Jalan adalah instansi dan badan
pemerintah/non-pemerintah

yang

bergerak

di

sektor

kesehatan

maupun non-kesehatan, organisasi profesi dan kemasyarakatan.

c.

LANDASAN HUKUM

1. Undang-Undang Dasar 1945;
2 . Undang-Undang

Nomor

29

tahun

2004

ten tang

Praktik

Kedokteran;
3 . Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN);
4.

Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;

5.

Undang-Undang Nomor

12 Tahun

2012

tentang

Pendidikan

20

2013

tentang

Pendidikan

Tinggi;
6.

Undang-Undang

Nomor

tahun

Kedokteran;
7.

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah;

8 . Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 72 tahun 2012
tentang Sistem Kesehatan Nasional;
9.

Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 12 tahun 201 3
tentang Jaminan Kesehatan;

10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71

tahun 2013 ten tang

Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional.

D. KERANGKA KONSEP

Kerangka

konsep

kerangka

pengembangan

pembangunan

kebijakan

kesehatan,

DLP

sesuai

dengan

pengem bangan

serta

pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan seperti dapat dilihat
pada gam bar 1.1
i ャイョセku

,-----

I

pセエョャッj

'"

セZᆪヲェihQmNL[Hュッ@

セ@ N@

QGャFゥセヲエ

QI

r.... セヲエ
ャB

-..............
ィG

ᄋLA@

ji

LBセ@

BLNa

B|ヲ

ョL@

QNセ

IL\lU
イG o@

エNャ@ エG セ@

oc

..

oa

---._-----------

Lj@ ヲィANャmセ@

セ@

b ij oBセ@

I

tt. t.

----:::"""

BGオセョIumャ@

G NZエG

i@ セB@

0\.

UtJ"".;..(,J."

1)11

-----'"

...セN@
セ@



pi セB@

0.01,

'.,

fldlH .. セ@

BGエセ@
!.It,h

{Qt.:t:-:.. !.I ...,

ᄋjQi|ゥエNヲ

セ@

)" tt.v

....

'):1)'\.,...

セj@

I
iャエT

HN\jGセcゥャ@

ᄋQban

NZ[

iエnNゥャ@

SCt.t Bセ

Gambar

1.1.

セSH}id「yゥ|a

Mセ@

......
I

£I .
セqN|BイAッ

_ ,""t.:"u.)",,\

MGセ@

セengャj

'\ \
n@

U't MI

Giセ@

セ@

'

Mセ@

· ST.. ll OM
ィGZBゥ@

--------

_ _...-'"

1 tll(hO ('

... j

"Oll' 'l/"'1J'

,

エQatBnG@

Pem bangunan

pemberdayaan sumber daya

kesehatan,

pengem bangan

manusia kesehatan dan

serta

kaitannya

dengan unsur-unsur standar profesi tenaga kesehatan (R. Hapsara
H.R, 2005).(18)

BAB II
PERAN DOKTER LAYANAN PRIMER
DI ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

Sistem pelayanan kedokteran yang mengacu pada kons e p pelayanan
kesehatan primer (primary health care) adalah sistem yang menata
fasilitas

kesehatan

menjadi

berstruktur

piramida

yang

terbagi

menjadi

tiga strata sesuai pola pencarian pelayanan kesehatan

masyarakat yaitu
1.

Strata primer yang merupakan fondasi dan bagian terbesar
dari sistem ini, berfungsi sebagai mitra masyarakat dalam
menerapkan perilaku hidup sehat, memelihara kesehatan dan
mengatasi sebagian besar masalah kesehatan sehari-hari.
Oleh karena itu tempatnya harus sedekat mungkin dengan
masyarakat yang dilayani .

2.

Strata

sekunder

berfungsi

sebagai

pendukung

untuk

mengatasi masalah yang tidak dapat diselesaikan di strata
primer.
3.

Strata

tersier

berfungsi

sebagai

pusat

rujukan

untuk

mengatasi masalah khusus yang sangat spesialistis, dan juga
sebagai pusat penelitian dan pengembangan ilmu kedokteran.

Pelayanan kesehatan primer diartikan sebagai pelayanan kesehatan
dasar berbasi praktek , memperhatikan keilmuan dan metode yang
dapat diterima secara sosial dan keterlibatan teknologi yang membuat
individu dan keluarga dalam suatu komunitas dapat mengakses
dengan mudah melalui partisipasi penuh dan komunitas dan Negara
dapat memberikan dukungan pada setiap tahap perkembangannya
dengan

semangat

kemandirian. (1)

Sedangkan

pelayanan

primer

dipah a mi sebagai bagian dari pelayanan kesehatan primer yang
merupakan kontak pertama secara perorangan sebagai proses awal
pelayanan kesehatan.

WHO menegaskan beberapa ciri pelayanan primer yang seharusnya
dimiliki oleh negara yang menerapkan sistem pelayanan kesehatan
berorientasi pelayanan kesehatan primer, bahkan di negara dengan
sumber daya terbatas seperti Indonesia, yaitu :(2)
1.

pelayanan

primer

menyediakan

pelayanan

bagi

berbagai

macam masalah kesehatan; di negara dengan sumber daya
terbatas tidak seharusnya pelayanan primer hanya mampu
melayani beberapa penyakit yang diprioritaskan.
2.

pelayanan

primer

merupakan

penghubung

dalam

sistem

kesehatan; di negara dengan sumber daya terbatas tidak
seharusnya

pelayanan

primer

merupakan

pelayanan

kesehatan yang berdiri sendiri dan terisolasi.
3.

pelayanan
an tara

primer

memfasilitasi

pasien dengan

petugas

hubungan

berkelanjutan

kesehatan dimana pasien

berpartisipasi dalam setiap pengambilan keputusan terkait
kesehatannya;

di

negara

dengan

sumber

daya

terbatas

pelayanan primer tidak boleh dibatasi hanya sebagai penyedia
layanan

satu

arah

terhadap

masalah

kesehatan

yang

diprioritaskan.
4.

pelayanan primer membuka kesempatan terhadap pencegahan
penyakit, promosi kesehatan dan deteksi dini penyakit ; di
negara dengan sumber daya terbatas layanan primer tidak
seharusnya hanya terbatas pada pelayanan kuratif terhadap
masalah kesehatan tersering.

5.

pelayanan primer membutuhkan tim petugas kesehatan yang
meliputi

dokter,

perawat

dan

petugas

lain

dengan

keterampilan kedokteran dan sosial yang spesifik dan canggih;
di negara dengan sumber daya terbatas tidak seharusnya
layanan primer identik dengan layanan yang sederhana dan
kurang professional seperti yang biasa terjadi di daerah ru r al.

6.

pelayanan primer membutuhkan dukungan sumber daya dan
investasi yang adekuat agar mampu menyediakan layanan
yang efektif dan sadar biaya; di negara dengan sumber daya
terbatas tidak seharusnya layanan primer dibiayai secara out-

of-pocket berdasarkan asumsi salah bahwa layanan tersebut
murah

sehingga

mereka

yang

miskin

akan

mampu

membiayainya.

Sebagai seorang generalis, DLP bekerja di fasilitas pelayanan primer
atau disebut juga fasilitas kesehatan tingkat pertama yang menurut
Peraturan Men teri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 terdiri dari:
a.

Puskesmas atau yang setara;

b.

praktik dokter;

c.

klinik Pratama atau yang setara termasuk fasilitas kesehatan
tingkat pertama milik TNI/POLRI;

d.

Rumah sakit Kelas D Pratama atau yang setara. .

Namun demikian dalam rangka menjalankan perannya sebagai ujung
tombak atau pintu masuk masyarakat ke sistem pelayanan kesehatan
dan berfungsi menyelesaikan sebagian besar masalah kesehatan
individu dan keluarga, DLP seharusnya berdomisili dan berpraktik di
tengah masyarakat atau sedekat mungkin dengan masyarakat yang
dilayaninya. Ia berperan sekaligus sebagai mitra, pembina, pemberi
layanan , dan koordinator segala kebutuhan pelayanan kesehatan dari
komunitas yang dibinanya.

Dokter layanan primer memiliki kewenangan dalam menerapkan
prinsip-prinsip ilmu kedokteran keluarga, ilmu kedokteran komunitas
dan ilmu kesehatan masyarakat sesuai dengan sertifi ka t kompetensi
dan Surat Tanda Registrasi dokter layanan primer. Kewenangan
tersebut mencakup pelayanan sebagai berikut(17):
l.

Penilaian status kesehatan pribadi (wellness checkup)

Penilaian faktor risiko, pemeriksaan fisik dan wellness setiap
peserta JKN untuk memperoleh profil kesehatan pribadi guna
merancang program proaktif yang s pesifik bagi setiap peserta
JKN .
2.

Program proaktif pengendalian penyakit/kondisi khusus
Program promotif-preventif yang dilaksanakan secara

proaktif

untuk mengendalikan penyakit atau kondisi khusus , seperti
hipertensi,

diabetes

mellitus,

hiperlipidemia,

kegemukan ,

merokok, dan lain-Iainnya.
3.

Pendidikan kesehatan
Program pendidika n kesehatan untuk modifikasi gaya hidup ,
mengendalikan

faktor

risiko,

seperti

konseling

individu ,

pembinaan keluarga, edukasi kelompok, mini seminar, brosur/ ebrosur. 
4 .   Pencegahan 
Kegiatan  preventif  untuk  melindungi  peserta  dari  penyakit  yang 
dapat  dicegah  dengan  imunisasi ,  skrening  dan  detekni  dini 
sebelum  penyakit bergejala. 
5 .   Pemeliharaan kesehatan bayi  dan anak  balita 
Pemeriksaan  rutin  pada  bayi  dan  anak  balita,  seperti  memantau 
pertumbuhan ,  status  imunisasi  dan  gizi,  perkembangan  motorik, 
dan  memberikan  nasehat  ten tang  perawatan,  nutrisi,  dan 
psikologi  agar tercapai  pertumbuhan yang optimal. 
6 .   Pemeliharaan kesehatan anak usia sekolah 
Bekerja  sarna  dengan  puskesmas  dan  sekolah  yang  berada  di 
wilayah  praktiknya  untuk  melaksanakan  pemeriksaan  rutin  dan 
deteksi dini  masalah kesehata n  anak usia sekolah . 
7 .   Pemeliharaan  kesehatan wanita  dan kesehatan reproduksi 
Melaksanakan  pemeriksa an  rutin,  deteksi  dini,  dan  pengelolaan 
masalah  kesehatan yang  khusus  ada  pada wanita,  seperti  deteksi 
dini  k a nker  mulut  rahim,  kanker  p a yudara ,  dan  s indroma 
menopause,  serta menyediakan pelayanan  KB. 

8.

Pemeliharaan kesehatan lansia
Melaksanakan pemeriksaan rutin bagi mereka yang termasuk
kelompok lansia untuk deteksi dini dan mengelola masalah
kesehatan yang sering ditemui di usia lanjut, seperti pembesaran
prostat, penyakit degeneratif, dan lain-lainnya.

9.

Pemeriksan antenatal/ postnatal dan persalinan
Melakukan pemeriksaan rutin pada peserta yang hamil agar
diperoleh kehamilan yang baik dan persalinan yang aman.

10. Konsultasi, diagnosis, dan pengobatan
Memberikan layanan konsultasi dan anamnesis, pemeriksaan
fisik,

pemeriksaan

penunjang,

menegakkan

diagnosis,

pengobatan , dan tindakan medis yang sesuai dengan kompetensi
dan kewenangan DLP.
11. Peresepan obat
Meresepkan

obat-obatan

secara

rasional

sesuai

dengan

kebutuhan medis peserta dan mengutamakan penggunaan obat
esensial dan obat generik yang terdapat di dalam Formularium
Obat Pelayanan Primer.
12 . Tindakan medis
Melakukan

tindak

medis

yang

menjadi

kompetensi

dan

kewenangannya, an tara lain tindakan bedah kecil (ekstirpasi,
insisi , sirkumsisi), injeksi, resusitasi.
13 . Penunjang diagnostik
Melakukan

pemeriksaan

penunjang

diagnostik

seperti

laboratorium untuk layanan strata pertama, elektrokardiografi,
ultrasonografi, dan fasilitas penunjang lainnya.

14. Rehabilitasi medik
Menyediakan perawatan rehabilitasi medik bagi penderita pascastroke,  pascabedah,  dan  kondisi  lainnya.Perawatan  rehabilitasi 
medik  ini  sebatas  kompetensi  DLP  dan  timnya  dan  dapat 
dilakukan di tempat praktik atau di  rumah peserta. 

15. Kunjungan rumah
Melakukan kunjungan rumah untuk memberikan layanan bila
kondisi mitra , karena alasan medis, tidak memungkinkannya
datang ke praktik DLP.
16. Perawatan di rumah
Peserta dapat minta dirawat di rumah karena pertimba ngan
ekonomi, kenyamanan , termasuk untuk akhir kehidupan, d an
DLP akan menyetujui permintaan tersebut bila secara medis
memungkinkan.
17. Kunjungan ke rumah sakit
DLP akan mengunjungi peserta yang dirawat di rumah sakit
untuk menjelaskan riwayat penyakit mitra kepada dokter yang
merawat dan memantau perawatan mitra.
18 . Layanan mendesakjgawat darurat
DLP siap untuk memberikan layanan mendesak atau gawat
darurat yang sewaktu-waktu terjadi di tempat praktik, seperti
mengatasi syok a tau asma akut.
19 . Koordinasi dan fasilitasi rujukan
DLP

menyiapkan

menghubungi

data,

dokter

di

surat
fasilitas

dan

kondisi

kesehatan

peserta,
rujukan

dan
untuk

mengkoordinasikan kebutuhan pasiennya.
20. Ambulans
Sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat, praktik DLP
dapat dilengkapi dengan layanan am bulans untuk kemudahan
dan kenyamanan transportasi peserta yang memiliki kondisi
khusus .

BABIII
PEMETAAN KEBUTUHAN DOKTER LAYANAN PRIMER

Sebuah studi mengenai penggunaan pelayanan kesehatan di Amerika
Serikat pada tahun 1996 menunjukkan bahwa dari seribu penduduk,
hampir 22% berkunjung ke dokter setiap bulannya.

Dari penduduk

yang

dari

berkunjung

ke

dokter,

mengunjungi dokter layanan

setengahnya

(11 %

primer seperti dapat

populasi)

dilihat

pada

gambar 3.l.(19)

Walaupun data di Indonesia belum ada, namun hasil analisis terse but
dapat menjadi acuan bahwa setiap bulan sekitar 10% dari penduduk
di satu daerah akan berkunjung ke dokter layanan primer.

1000 penduduk

800 dengan gejala

327 berniat mencari pertolongan m t:! di s
217 mengunjungi dokter
(113 mengunjungi dokter \ayanan
primer)
65 mengunjungi praktik kesehatan
alternatif atau komplementer
21 mengunjungi poliklinik rawat
ialan RS

.-----L_ - 14

menerima perawatan di rumah

13 mengunjungi unit gawat darurat
8 rawat inap di RS
<

1 rawat inap di RS Akademik

Gambar 3.1. Prevalcnsi kesakitan dalam satu bulan di korllunitas dan

peran berbagai jenis penyedia layanan kesehatan. (20)

Dengan diterapkannya JKN, data yang tepat mengenai penggunaan
pelayanan kesehatan di Indonesia tentunya akan tersedia karen a
setiap penduduk wajib terdaftar ke satu fasilitas kesehatan tingkat
pertama (FKTP) yang berada di wilayahnya. WHO menganjurkan rasio
1 dokter untuk 2500 penduduk. Dengan asumsi 1 dokter melay ani
2500 penduduk tanpa melihat kondisi geografis dan heterogenitas
Indonesia maka

proyeksi kebutuhan

dokter yang berpraktik di

pelayanan primer disajikan pada tabel 3.1 .

Tabe13.1 Proyeksi kebutuhan DLP

*

2014

2016

3019

2023

2025

Jumlah penduduk'

244 .8 14.900

250.34 2 .1 00

258.437.000

256.102.800

273.2 19 .200

Kebutuhan dokler

97.926

100. 137

103.375

106.441

109.288

I

jumlah penduduk berdasarkan proyeks i penduduk bersu mber dari Badan Pusat
Statis tik.

Untuk mencapai jumlah DLP sesuai dengan kebutuhan dokter di
pelayanan

primer,

estimasi jumlah

program

studi

(prodi)

yang

menyelenggarakan pendidikan DLP dapat dilihat pada tabel 3.2

Tabel 3 .2 Estimasi jumlah program studi dan peserta program
konversi dan pendidikan DLP pada masa transisi.(17)
2015

2016

2017

2018

2019

2025

2030

0

0

8

16

20

25

30

prodi DLP

0

0

0

0

8

20

25

Jumlah senter pendidikan

0

0

8

16

28

45

55

0

0

400

800

1800

4500

5500

I

J umlah F'K akred itasi A yg membuka
prodi DLP (akumulasi)
Jumlah F'K akreditasi B yg membuka

Estimasi jumlah penerimaan

peserta

prod i DLP per tahun'

* Prodi baru men erima maksimal 50 orang peserta didik per tahun sampai
mengha s ilkan lulusan pertama

Mengingat bahwa DLP merupakan program studi baru, diperlukan
waktu untuk penyiapan pembukaan prodi sesuai dengan Standar
Nasional Perguruan Tinggi. Diperkirakan butuh waktu dua tahun
bagi fakultas kedokteran yang berakreditasi A untuk dapat membuka
Prodi DLP.

Berdasarkan proyeksi kebutuhan dokter di pelayanan primer dan
estimasi kemampuan fakultas kedokteran dalam penerimaan peserta
prodi DLP, maka periode tahun 2015 -

2030 merupakan mas a

transisi yang sangat penting, dimana kegiatan-kegiatan penyiapan
Prodi DLP dilakukan, dan strategi khusus pemenuhan kebutuhan
pendidikan DLP bagi sekitar 90.000 dokter yang telah berpraktik saat
ini diperlukan.

Dalam rangka pemenuhan kebutuhan pendidikan DLP pada masa
transisi, program pendidikan DLP seyogyanya mempertimbangkan
waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan program studi baru,
besarnya jumlah dan heterogenitas kualitas dokter yang saat ini
berpraktik

di

kompetensinya

pelayanan
menjadi

primer

DLP,

dan

yang

akan

kebutuhan

ditingkatkan
untuk

segera

menyediakan DLP untuk mendukung program JKN.

Bentuk

program

moduler,

rekognisi

riwayat

praktik-pendidikan-

penelitian sebelumnya, dan metode pendidikan jarak jauh dapat
menjadi

strategi

khusus

kebutuhan pendidikan DLP.

di

masa

transisi

untuk

pemenuhan

BABIV
KEGIATAN DAN PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM
PENGEMBANGAN KEBIJAKAN DOKTER LAYANAN PRIMER

Peta jalan mengandung makna upaya atau perjalanan dari kondisi
saat ini menuju kondisi yang diinginkan . Diperlukan suatu strategi
yang tepat guna dalam implementasi dan pengembangan kebijakan
DLP.

Kegiatan dan peran pemangku kepentingan dalam pengembangan
kebijakan DLP diuraikan pada tabel 4 . 1.

Institusi pelaksana terdiri atas :


Perhimpunan Profesi (PP) yang mencakup Pengurus Besar Ikatan
Dokter Indonesia (PB IDI) dan perhimpunan profesi/ seminat di
bawahnya



Fakultas

Kedokteran

(FK)

dan

Asosiasi

Institusi

Pendidikan

Kedokteran Indonesia (AIPKI)


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes)



Kementerian Riset , Teknologi dan Pendidikan Tinggi



Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)



Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota dan Asosiasi Dinas
Kesehatan seluruh Indonesia (ADINKES)

Selain institusi pelaksana yang telah disebutkan di atas , ada institusi
terkait yang berperan dalam pengembangan kebijakan DLP , dan a kan
ada beberapa entitas baru yang dibentuk seperti Kolegium DLP dan
Perhimpunan DLP.

Tabel 4.1. Kegiatan dan peran pemangku kepentingan dalam pengembangan kebijakan DLP

No

Aspek

Kondisi saat ini

Kondiai yang

Kegiatan

dinginkan
1

Regulasi

Telah terbit UUnomor

Tersedianya

20

pelaksana

tahun

tentang

2013

Pendidikan

Kedokteran.

tahun

peraturan
UU

Nomor

2013

Pendidikan

Kedokteran

dan

perangkat

kebijakan

DLP

Penviapan

• Belum

ada

penyelenggaraan

kelembagaan

pendidikan DLP

(seperti

DLP

• Telah

terbentuk
DLP

kelembagaan

Perhimpunan j koleg

• Penyiapan penyelenggaraan
pendidikan

• Telah

terbentuk

Pokja

Percepatan

DLP

Kelembagaan
pengandil lainnya

oleh
DLPdan

peraturan

pendidikan

pendayagunaan

dan

DLP

pengembangan

.
·

(Perhimpuanjkolegium DLP)

ium)

Penyusunan
terkait

ten tang

yang diperlukan.
2

.

20

serta

.

.

Terkait

Kementerian
Ristek dan Dikti
Kemenkes

sistem

Pembentukan kelembagaan
DLP (seperti perhimpunan

·

Penyusunanstrategi

Kebijakan DLP

transisi
Penyediaan
bagi

kebutuhan
DLP di

sumber

pelaksanaan

masa

daya
masa

transisi pendidikan DLP
Persiapan

·

·

DLP

pemenuhan

Kementerian
Ristek
Dikti

Penyusunan standar profesi

pendidikan

·
·

Pelakaana

Sosialisasi regulasi

Penengembangan

·

Institus!

monitoring dan evaluasi.

dan kolegium DLP)

·
·

Institusl

wahana

pendidikan DLP
Pembukaan Prodi DLP

Kemenkes
IDI

dan

·
·
·
·
·
·
·
·
·

AIPKl
IOI
ARSPI
KKI
Adinkes

AlPKI
KKI
ARSPI
Adinkes

Aapek

No

KoDdiai aaat iDi

KepataD

KoDdiai yang
cIiqiDkaD

Penyelenggaraan

3

Pendidikan DLP

• Belum

ada

Terselenggaranya program

program

pendidikan profesi DLP di

pendidikan DLP

masa transisi

• Lebih
90.000

dari
dokter

yang teregistrasi
di

KKI

(akhir

• Pelaksanaan pendidikan
DLP masa transisi:
0

Program modular

0

Program regular

lDatttuai

Pelakuna

Terkait

• Perhimpunan

• Kemenristek

dan

kolegium

DLP

dan Dikti
• AIPKI

• lnstitusi

• ARSPI

Penyelenggara

• Sertiflkasi DLP
• Akreditasi

lDstltuai

• Adinkes

Pendidikan

program

DLP

studi DLP

2014)

yang

• Kemenkes

sebagian

besar

• KKI

berminat menjadi
DLP
• Terdapat

16 FK

terakreditasi A

--

a

-

セM

__

_

L­-

­

No

Aapek

Kondisi aaat ini

Kondiai yang

Keglatan

dinginkaD
4

Dukugan
sektor

!intas

• Belum ada model
pelayanan DLP
• Belum
dukungan
sektor

ada
!intas

• Ad a nya dukungan !intas
s ektor

daJam

pendayagunaan DLP
• PeJayana n oleh DLP di
r asilitas
Tingkat Primer

Kesehatan

·
·
·

Penyu s unan

model

pelayanan DLP
Penyedia an

wa h ana

pendidikan DLP
Kebij akan in sen tif bagi
penyelen ggara
pendidika n

DLP

dan

peserta didik DLP

·

Pendayagunaan
sesuai

DLP
de n gan

kompetensinya

·

Pola

pembayaran

insentif

yan g

bagi pelayanan DLP
-

-

dan

sesuai

·
·
·

·

In.titusi

Institusi

Pelaltaana

Terkait

Pemda
セ@

Provins i

I-IDI

Pemda
セ@

Adinke s

Kab / kota
セ@

Kemenkeu

Kem enkes

BPJS Ke s

Kemenristek
& Dikti

セ@

KemenPan
Kemendagri

Tabel 4.2. Kerangka Waktu Pengembangan Kebijakan Dokter Layanan Primer

2014

2015

dan

V

V

Pembentukan Pokja Percepatan Pengembangan Kebijakan

V

No

Pokok kegiatan

1

Penyusunan

peraturan

terkait

pendidikan

2016

20 17

2018

2019

2025

2030

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

V

pendaya.,aunaan DLP

2

DLP

3

Pembentukan kelembagaan DLP

4

Penetapan

standar

profesi

V

(kompetensi,

pendidikan,

pelayanan)

5

Masa transisi pendidikan DLP untukprogram moduler

6

Masa transisi pendidikan DLP untuk program reguler

7

Dukungan lintas sektor dalam pendayagunaan DLP

8

Pelayanan oleh DLP di Fasilitas Kesehatan Tingkat Primer

V
V

V

V

BABV
PENUTUP

Dokumen Peta Jalan ini menjadi acuan bersama oleh para
pihak terkait dalam rangka mewujudkan pelayanan primer yang
berkualitas dengan Dokter Layanan Primer sebagai penggerak
utama.

Aspek-aspek utama dalam pengembangan kebijakan Dokter
Layanan Primer yang telah dijabarkan dalam bentuk pokok
kegiatan akan dapat diimplementasikan apabila ada komitmen
nasional yang kuat dari seluruh pemangku kepentingan dan
koordinasi
institusi

serta

sinkronisasi

pelaksana dengan

yang

terus

institusi

menerus

an tara

sesuai

dengan

terkait

perannya masing-masing.

Mengingat peraturan pelaksana UU Nomor 20 tahun 2013
tentang

Pendidikan

penyusunan

ketika

Kedokteran
dokumen

ini

masih
disusun,

dalam

proses

masing-masing

institusi pelaksana diharapkan menjabarkan pokok kegiatan
tersebut dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang lebih detil sesuai
dengan peraturan terkait program pendidikan DLP baik yang
telah dan akan terbit. Rumusan kegiatan yang lebiih de til oleh
institusi

pelaksana

mencakup

kegiatan

perencanaan,

pelaksanaan dan monitoring evaluasi.

Walaupun bersifat umum, semoga dokumen Peta Jalan ini
memberikan arah yang jelas ten tang pengembangan kebijakan
Dokter

Layanan

Primer

.Dengan

demikian

kita

dapat

mewujudkan program DLP yang diyakini memberikan daya
ungkit dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

1.

World Health Organization . Primary Health Care. Geneva:
World Health Organization, 1978.

2.

World Health Organization. The world health report 2008:
Primary health care - now more than ever Geneva: World
Health Organization, 2008 .

3.

Sixty-second World Health Assembly. Primary health care,
including health system strengthening. . Resolution WHA
6212: World Health Organization; 2009.

4.

Kringos D. The strength of primary care in Europe. Utrecht:
University Medical Center Utrecht; 2012 .

5.

Starfield

B.

Is

primary

care

essential?

Lancet.

1994;344(8930): 1129-33.
6.

Macinko J, Starfield B, Shi L. The Contribution of Primary
Care Systems to Health Outcomes within Organization for
Economic Cooperation and Development (OECD) Countries,
1970-1998. Health Services Research. 2003;38(3) :831-65.

7.

Kringos D , Boerma W, van der Zee J , Groenewegen P.
Europe 's strong primary care systems are linked to better
population health but also to higher health spending. Health
Aff. 2013 ;32:4686-94.

8.

World Health Organization, World Organization of Family
Doctors.

Making medical

practice and education more

relevant to people's needs : the contribution of family doctor .
WHO-WONCA conference1994.
9.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Laporan
Pencapaian Tujuan Pengembangan Milenium di Indonesia.
Jakarta :

Kementerian

Perencanaan

Pembangunan

Nasional/

Badan

Perencanaan

Pembangunan

Nasional

(BAPPENAS) 2012 .
10. World Bank. Peningkatan keadaan kesehatan Indonesia.
Indonesia Policy Briefs. Jakarta: World Bank; 2008 .
11 . Peraturan

Presiden

No.

72

ten tang

Sistem

Kesehatan

Nasional , (2012).
12. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease,
World Diabetes Foundation. The growing threat of the
double burden of diabetes and tuberculosis. International
Union Against Tuberculosis and Lung Disease,
World Diabetes Foundation " 2014.
13. Kementerian

Kesehatan

Republik

Indonesia.

Data

dan

Informasi tahun 2013 (Profil Kesehatan Indonesia) . Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014.
14. World Health Organization. World Health Statistics 2014.
Geneva: World Health Organization, 2014 .
15. Hays RB, Morgan S. Australian and overseas models of
general practice training. The Medical Journal of Australia.
2011;194(11):S63-S6.
16. Kementerian

Republik

Kesehatan

Indonesia.

Buku

Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional dalam
Sistem Jaminan Sosial

Nasional.

Jakarta:

Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia; 2013.
17. Kelompok
Kebijakan

Kerja

Nasional

Percepatan

Dokter

Layanan

Primer.

Pengembangan

Naskah

Akademik

Dokter Layanan Primer Indonesia. 2014.
18 . Departemen
Kesehatan

Kesehatan
Nasional.

Republik

Jakarta:

Indonesia.

Departemen

Sistem

Kesehatan

Republik Indonesia; 2009.
19 . Green LA, Fryer GE, Yawn BP, Lanier D , Dovey SM. The
ecology of medical care revisited . New England Journal of
Medicine. 2001;344(26):2021-5.

EDITOR

dr. Novana Perdana Putri
dr. Monika Saraswati Sitepu, M.Sc.

PENYUSUN
drg. Kartini Rustandi, M.Kes.
dr. Novana Perdana Putri
dr. Monika Saraswati Sitepu, M.Sc.
dr. Ernawati Octavia, MKM
dr. Adi Pamungkas
dr. Rizki Rahayuningsih
dr. Era Renjana Diskamara
dr. Indah Suci Widyahening, M.Sc., CM-FM
Dr. Herqutanto, dr. MPH, MARS

KONTRIBUTOR

dr.lndah Suci Widyahening, M.S ., M.Sc .,CMFM;
Dr. Herqutanto,dr. MPH , MARS;
Dr. Dhanasari Vidiawati Sanyoto, dr. M.Sc., CM-FM;
Bayu Koli Nugroho , SH; dr.Dhany Kurniawan,;
dr.Dimar Kencono; dr.Endah Sulastiana, MARS;
dr.Gatot Soetono, MPH; drg.Haslinda, M.Kes; drg.lra Liasari;
dr.Isti Ilmiati Fujiati , M.Sc. , CM-FM; dr.KM. Taufiq, MMR;
dr.La Ode M. Hajar Dony; dr. Mariatul Fadilah, MARS;
dr. Mora Claramita, MHPE., Ph.D;
Dra.Oos Fatimah Rosyati , M.Kes; Prapti Widyaningsih, SH;
dr. Prasenohadi , Sp.P (K) PhD;
Purwani Eko P., SKM, M.Ed; dr.Putu Lohita Rahmawati ,;
drg.Rafni Pamela Sari, MARS; Ratna Sitompul, Sp.M (K);
dr.Resi Natalia Turnip; Dr. dr. Sukman Tulus Putra , Sp.A;
Uud Cahyono, SH, MARS; drg.Yana Yohana, MA;
dr.Yayan Gusman; dr.Yulherina , MKM;
drg.Yuli Kusumastuti IP, M.Kes