PENUTUP KEBERADAAN KEJAKSAAN TERHADAP KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM MELAKUKAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI.

68

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sebagaimana tertulis dalam rumusan masalah, akhirnya penulis
berkesimpulan bahwa secara yuridis formal Keberadaan Kejaksaan Terhadap
Hadirnya KPK dalam melakukan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi
kedudukannya sama, tetapi tidak terikat secara Hierarki organisatoris
sehingga tidak adanya kewajiban dari Kejaksaan untuk tunduk kepada KPK
karena kedua lembaga tersebut sama-sama di bentuk berdasarkan UndangUndang. Oleh karena itu dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya
kedua lembaga ini terikat dalam melakukan koordinasi dan supervisi
sehingga dalam upaya meningkatkan peran masing-masing lembaga yang
mempunyai kredibilitas yang tinggi terhadap masyarakat guna melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi yang kian merajalela, dan upaya yang
dilakukan di harapkan dapat lebih efektif dan optimal dengan adanya lembaga
baru yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Berkaitan dengan kewenangan melakukan penyidikan tindak pidana
korupsi bahwa Kejaksaan juga dapat melakukan penyidikan melalui Surat
Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Kejaksaan, sehingga Kejaksaan

mempunyai kewenangan dalam melakukan penyidikan perkara korupsi
berapapun nilai nominal hasil dari kejahatan korupsi yang di timbulkan,
berhubungan dengan hadirnya KPK dalam melakukan pengambilalihan
68

69

penyidikan, KPK tidak serta merta dapat mengambilalih penyidikan dari
Kejaksaan, KPK hanya dapat mengambilalih penyidikan apabila ada unsurunsur yang terpenuhi yang memungkinkan KPK mengambilalih penyidikan
yaitu apabila adanya laporan dari masyarakat mengenai korupsi yang tidak di
tindak

lanjuti,

proses

penanganan

secara


berlarut-larut

tanpa

ada

pertanggungjawaban, adanya campur tangan dari eksekutif, yudikatif atau
legislatif, dan menyangkut kerugian negara sebesar Rp. 1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah), dengan demikian kewenangan yang dimiliki oleh
masing-masing lembaga ini membuat penanganan perkara korupsi tidak
menjadi tumpang tindih (overlapping) kewenangan dalam melakukan
penyidikan khususnya antara Kejaksaan dengan KPK, sehingga menjadi jelas
pihak mana yang berhak melakukan penyidikan, oleh karena itu diharapkan
dalam menangani perkara korupsi yang dilakukan oleh Kejaksaan dengan
hadirnya KPK dapat menjadi lebih efektif dan optimal.
B. Saran
1. Agar peran dari Kejaksaan lebih di optimalkan lagi dalam menangani
perkara korupsi karena tanpa adanya lembaga KPK pun seharusnya
Kejaksaan juga mempunyai kredibiltas dalam menangani kasus korupsi,
sehingga


uang-uang

negara

hasil

dari

kejahatan

korupsi

dapat

dikembalikan kepada negara.
2. Agar antara lembaga Kejaksaan dengan hadirnya lembaga KPK menjadi
rekan yang solit dan saling merapatkan barisan dalam upaya meningkatkan
kinerjanya dalam melakukan pemberantasan korupsi, sehingga nantinya


70

bangsa Indonesia menjadi negara yang aman damai dan sejahtera yang
terbebas dari bahaya laten korupsi yang dapat merusak, menghancurkan,
sendi-sendi negara Indonesia tercinta.

DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Bambang Poernomo, 1983, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia,
Jakarta.
Chaerudin SH., MH., Syaiful Ahmad Dinar, SH., MH., Syarif Fadillah, SH.,
MH., Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana
Korupsi, PT. Refika Aditama, Bandung
Evi Hartanti, 2007, Tindak Pidana Korupsi Edisi Kedua, Sinar Grafika Offset,
Jakarta.
______, 2008, Penyelidikan, Penyidikan, Penuntutan dan Pemeriksaan, di
Sidang Kasus Korupsi, Mandar Maju, Bandung.
IGM. Nuurdjana, 2005, Korupsi Dalam Praktik Bisnis Pemberdayaan
Penegakan Hukum Aksi dan Strategi Penanggulangan Masalah Korupsi,

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Kansil, C. S. T,. Suarif Arifin, F. X., Kansil, ST. Cristine, 2003, Bersih dan
Bebas KKN, Perca, Jakarta.
Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Normatif, Teoritis,
Praktik, dan Masalahnya, PT. Alumni, Bandung
Marwan Effendy, Kejaksaan RI Posisi dan Fugsinya Dari Perspektif Hukum,
PT. Gramedia, Jakarta.
Teten Madsuki, A.Muktie Fadjar, Menyingkapi Korupsi di Daerah, In Trans,
Malang
Wirjono Projodikoro, 1986, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, PT
Eresco, Bandung.
Yudi Kristiana, 2006, Indenpedensi Kejaksaan Dalam Penyidikan Tindak
Pidana Korupsi, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Peraturan-Perundang-Undangan :
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Nomor 8 Tahun
1981.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4250.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia, Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4401.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 140.
Keputusan Bersama Ketua Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dan
Jaksa
Agung
Republik
Indonesia
Nomor
11/KPKKEJAGUNG/XII/2005, Nomor KEP- 347/A/J.A/12/2005 tentang
Kerjasama antara Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi dengan
Kejaksaan RI dalam Rangka Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
Yang Bersih dan Bebas dari KKN.


Kamus :
Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, 2001, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Website :
www.kpk,go.id
http://www.hukumonline.com/detail - Penangkapan Urip Jadi Pintu Masuk
KPK Tangani Kasus BLBI- diambil pada tanggal 5 september 2008.