Evaluasi Program Pencegahan Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Studi Tentang Rencana Strategis KPK Tahun 2008-2011)

(1)

EVALUASI PROGRAM PENCEGAHAN KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)

( Studi Tentang Rencana Strategis KPK Tahun 2008-2011)

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) Pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Departemen Ilmu

Administrasi Negara

SKRIPSI

DISUSUN OLEH : FRANS SYOFIAN SILAEN

040903008

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(2)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR BAGAN DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah. ... 1

B. Perumusan Masalah. ... 13

C. Tujuan Penelitian. ... 13

D. Manfaat Penelitian... 14

E. Kerangka Teori. ... 14

E.1Evaluasi... 14

E.1.1.Pengertian Evaluasi. ... 15

E.1.2.Jenis-Jenis Evaluasi. ... 15

E.1.2.1.Evaluasi Pada Tahap Perencanaan... 15

E.1.2.2.Evaluasi Pada Tahap Pelaksanaan. ... 16

E.1.2.3.Evaluasi Pada Tahap Pasca Pelaksanaan. ... 16

E.2 Kinerja. ... 17

E.3 Reformasi Birokrasi. ... 19

E.3.1.Pengertian Birokrasi. ... 19

E.3.2.Pengertian Reformasi Birokrasi. ... 20

E.4 Korupsi. ... 21

E.4.1.Pengertian Korupsi. ... 21

E.4.2.Tipe-tipe Korupsi. ... 23

E.4.3.Jenis-jenis Korupsi. ... 24

E.4.4.Korupsi Sebagai Persoalan Administrasi... 26

E.5 Pencegahan Korupsi. ... 28

E.5.1.Pengertian Pemberantasan Korupsi. ... 28

E.5.2.Pengertian Pencegahan Korupsi. ... 28

E.6 Rencana Strategis... 29

E.6.1.Pengertian Perencanaan. ... 29

E.6.2.Tugas Pokok Perencanaan. ... 29

E.6.3.Pengertian Strategi. ... 32

E.6.4.Rencana Strategis... 33

E.6.4.1.Dasar Pembentukan Organisasi. ... 33

E.6.4.2.Pengertian Rencana Strategis. ... 34

E.6.4.3.Maksud dan Tujuan Rencana Strategis. ... 34

F. Defenisi Konsep. ... 35

G. Defenisi Operasional. ... 36

H. Sistematika Penulisan. ... 38

BAB II METODE PENELITIAN A. Bentuk Penelitian. ... 39

B. Teknik Pengumpulan Data. ... 39


(3)

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). ... 40

A.1 Dasar Negara . ... 40

A.2 Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. ... 40

B. Gambaran Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ... 49

B.1.Kedudukan, Tugas Pokok, Wewenang dan Kewajiban Komisi Pemberantasan Korupsi. ... 49

B.2 Struktur Organisasi. ... 54

B.3 Sumber Daya Manusia. ... 56

B.4 Pembiayaan KPK. ... 58

B.5 Hak Pimpinan KPK. ... 58

BAB IV PENYAJIAN DATA A. Visi Dan Misi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ... 60

B. Tujuan KPK. ... 62

C. Kebijakan KPK. ... 63

D. Sasaran KPK. ... 64

D.1 Sasaran Internal KPK . ... 64

D.2 Sasaran Eksternal KPK. ... 65

D.2.1 Sasaran Jangka Panjang (2008-2011). ... 65

D.2.2 Sasaran Jangka Pendek (2008). ... 67

E. Program Kerja Pencegahan Korupsi KPK Tahun 2008. ... 68

E.1 Program Peningkatan Kesadaran Hukum dan HAM . ... 69

E.2 Program Perencanaan Hukum. ... 70

E.3 Program Penerapan Kepemerintahan yang Baik. ... 71

F. Program Pencegahan Korupsi KPK Tahun 2008. ... 71

F.1 Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN. ... 71

F.2 Penanganan Gratifikasi. ... 75

F.3 Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat. ... 76

F.4 Penelitian dan Pengembangan. ... 86

F.5 Pembinaan Jaringan Kerja Sama . ... 90

F.6 Monitor. ... 93

BAB V ANALISA DATA A.Melakukan Pendaftaran dan Pemeriksaan terhadap Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara. ... 106

B. Gratifikasi. ... 109

C. Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat. ... 112

D. Penelitian dan pengembangan. ... 119

E. Pembinaan Jaringan Kerja Sama. ... 124

F.Monitoring. ... 126

BAB VI PENUTUP A.Kesimpulan. ... 132

B.Saran. ... 136


(4)

ABSTRAK

Evaluasi Program Pencegahan Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

(Studi Tentang Rencana Strategis KPK 2008-2011) Nama : Frans Syofian Silaen

NIM : 040903008

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Universitas Sumatera Utara Pembimbing : Prof.Dr.Erika Revida, MS

Birokrasi merupakan wahana utama dalam penyelenggaraan negara. Pada kenyataannya birokrasi tidak senantiasa dapat menyelenggarakan tugas dan fungsinya secara otomatis dan independen yang disebabkan oleh berbagai faktor yang merupakan penyakit (patologi) birokrasi. Korupsi merupakan salah satu jenis patologi birokrasi yang sudah tersistematis yang membuat sulitnya perwujudan

Good Governance dan Clean Government yang merupakan wujud dari reformasi birokrasi. Melihat kondisi ini Pemerintah Indonesia membentuk KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang bertugas untuk memberantas korupsi tersebut.

Sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia yang sifatnya represif tidak menyadari betapa luasnya jangkauan korupsi yang dilakukan sehingga pemberantasan korupsi sering mengalami kemandekan. KPK yang melakukan cara pencegahan dalam upaya pemberantasan korupsi berusaha untuk bangkit dari kungkungan represif yang sifatnya menuntut adanya pemerintahan yang lebih bertanggung jawab dan bersih serta menggalang dukungan masyarakat

Program pencegahan KPK dalam satu masa keperiodean 2008-2011 yang masih berlangsung sampai saat ini yang didasari oleh peningkatan kejujuran, efisiensi dan keadilan secara fundamental dari pemerintah serta peningkatan peran masyarakat yang dilakukan dengan meningkatkan harmonisasi antara pemerintah dengan masyarakat.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh program pencegahan KPK selama satu tahun masa keperiodean 2008-2011 untuk mencapai tujuan KPK yang telah dirumuskan dalam Rencana Strategis 2008-2011. Untuk mengarahkan penelitian ini, maka metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif yaitu dengan menggambarkan keadaan objektif penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya yang kemudian di analisis untuk menghasilkan kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa program pencegahan korupsi KPK sudah mengarah pada pencapaian tujuan yang direncanakan yaitu peningkatan koordinasi antar lembaga pemerintah dan swasta, dan penelitian korupsi yang berkelanjutan, serta pendidikan anti korupsi bagi masyarakat. Namun belum menunjukkan adanya hasil pencegahan yang substansial yaitu kesadaran akan bahaya korupsi dan kejujuran para birokrat yang berpengaruh terhadap terciptanya

good governance dan clean government.


(5)

ABSTRAK

Evaluasi Program Pencegahan Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

(Studi Tentang Rencana Strategis KPK 2008-2011) Nama : Frans Syofian Silaen

NIM : 040903008

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Universitas Sumatera Utara Pembimbing : Prof.Dr.Erika Revida, MS

Birokrasi merupakan wahana utama dalam penyelenggaraan negara. Pada kenyataannya birokrasi tidak senantiasa dapat menyelenggarakan tugas dan fungsinya secara otomatis dan independen yang disebabkan oleh berbagai faktor yang merupakan penyakit (patologi) birokrasi. Korupsi merupakan salah satu jenis patologi birokrasi yang sudah tersistematis yang membuat sulitnya perwujudan

Good Governance dan Clean Government yang merupakan wujud dari reformasi birokrasi. Melihat kondisi ini Pemerintah Indonesia membentuk KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang bertugas untuk memberantas korupsi tersebut.

Sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia yang sifatnya represif tidak menyadari betapa luasnya jangkauan korupsi yang dilakukan sehingga pemberantasan korupsi sering mengalami kemandekan. KPK yang melakukan cara pencegahan dalam upaya pemberantasan korupsi berusaha untuk bangkit dari kungkungan represif yang sifatnya menuntut adanya pemerintahan yang lebih bertanggung jawab dan bersih serta menggalang dukungan masyarakat

Program pencegahan KPK dalam satu masa keperiodean 2008-2011 yang masih berlangsung sampai saat ini yang didasari oleh peningkatan kejujuran, efisiensi dan keadilan secara fundamental dari pemerintah serta peningkatan peran masyarakat yang dilakukan dengan meningkatkan harmonisasi antara pemerintah dengan masyarakat.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh program pencegahan KPK selama satu tahun masa keperiodean 2008-2011 untuk mencapai tujuan KPK yang telah dirumuskan dalam Rencana Strategis 2008-2011. Untuk mengarahkan penelitian ini, maka metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif yaitu dengan menggambarkan keadaan objektif penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya yang kemudian di analisis untuk menghasilkan kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa program pencegahan korupsi KPK sudah mengarah pada pencapaian tujuan yang direncanakan yaitu peningkatan koordinasi antar lembaga pemerintah dan swasta, dan penelitian korupsi yang berkelanjutan, serta pendidikan anti korupsi bagi masyarakat. Namun belum menunjukkan adanya hasil pencegahan yang substansial yaitu kesadaran akan bahaya korupsi dan kejujuran para birokrat yang berpengaruh terhadap terciptanya

good governance dan clean government.


(6)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Keberhasilan dalam politik yang dialami Indonesia yang dilihat dari awal jatuhnya kekuasaan Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto, dalam waktu yang singkat tampil pemimpin baru Negara Republik Indonesia, antara lain B.J. Habibie, Abdurrachman Wahid, Megawati Soekarno Putri dan sekarang Susilo Bambang Yudhoyono yang terpilih melalui pemilihan presiden secara langsung di Indonesia. Banyak perubahan yang sangat signifikan di negeri ini, salah satunya adalah mengenai kepemimpinan nasional. Persepsi masyarakat yang dikondisikan pada pemerintahan Soeharto bahwa tidak ada pemimpin yang mampu memimpin negeri ini dengan baik pasca pemerintahannya tidaklah terbukti. Sejarah mencatat bahwa pasca pemerintahan Soeharto hanya dalam tempo sekitar enam tahun lahir empat pemimpin nasional, yakni B.J Habibie, K.H. Abdurrachman Wahid, Megawati Soekarno Putri, bahkan patut disyukuri bahwa setelah kepemimpinan Megawati Soekarno Putri iklim demokrasi semakin nyata dan tumbuh subur, di mana salah satu wujudnya adalah pemilihan presiden secara langsung yang melahirkan Presiden keenam negeri ini, yakni Susilo Bambang Yudhoyono.

Dari perjalanan sejarah Indonesia yang dulu hingga sekarang dikenal oleh negara-negara dunia sebagai negara yang kaya sumber daya alamnya, masih berjuang dalam peningkatan taraf hidup bangsa agar keluar dari zona kemiskinan. Peningkatan taraf hidup bangsa yang menjadi salah satu tujuan negara Republik Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945 dan diterjemahkan pemerintah dalam program-program pembangunan.


(7)

Dalam kehidupan negara di berbagai belahan dunia, birokrasi berkembang merupakan wahana utama dalam penyelenggaraan negara, dalam berbagai bidang kehidupan bangsa dan dalam hubungan antar bangsa. Birokrasi bertugas menerjemahkan berbagai keputusan politik ke dalam berbagai kebijakan publik, dan berfungsi melakukan pengelolaan atas pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut secara operasional, efektif, dan efisisen1. Sebab itu disadari bahwa birokrasi merupakan faktor penentu keberhasilan keseluruhan agenda pemerintahan, termasuk dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN (clean government) dalam keseluruan skenario perwujudan kepemerintahan yang baik (good governance)2

Sangat disayangkan apabila reformasi birokrasi tidak dapat di implementasikan dalam kehidupan bernegara untuk mewujudkan cita-cita bangsa Namun pengalaman bangsa kita dan bangsa-bangsa lain menunjukkan bahwa birokrasi tidak senantiasa dapat menyelenggarakan tugas dan fungsinya tersebut secara otomatis dan independen serta menghasilkan kinerja yang sangat signifikan. Keberhasilan birokrasi dalam meningkatkan pembangunan ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya yang perlu diperhitungkan adalah reformasi birokrasi yang menekankan komitmen dan konsistensi semua pihak yang berperan dalam penyelenggaraan negara baik dari unsur aparatur negara maupun warga negara untuk bersama-sama mewujudkan clean government dan good governance

sesuai posisi dan peran masing-masing dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara.

1

Prof.DR. Sondang P. Siagian,MPA. Kerangka Dasar Ilmu Administrasi Cetakan ke-2.Jakarta.PT Rineka Cipta. 2001. Hal 49

2


(8)

Indonesia. Terseok-seoknya kehidupan reformasi birokrasi di bumi Nusantara bisa dilihat banyaknya penyelewengan keuangan negara diberbagai instansi pemerintah yang diyakini menjadi pemicu terhambatnya pembangunan sehingga mengakibatkan keterpurukan ekonomi yang berimplikasi sangat luas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yakni merosotnya kesejahteraan masyarakat yang terindikasi dari semakin meningkatnya pengangguran dan kemiskinan di Indonesia3

Makin berkembangnya penyakit/patologi birokrasi di Indonesia menyebabkan perlunya melahirkan reformasi birokrasi. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang (developing country) tidak luput dari masalah patologi

.

Kebobrokan birokrasi di republik kita sudah jamak dirasakan, telah mendarah daging dan berurat akar. Sehingga timbul pertanyaan bagaimana mungkin birokrasi bisa mengurus keperluan publik jika mengurus dirinya sendiri saja tidak mampu? Isu-isu publik yang menjadi agenda dalam pengambilan kebijakan seperti KKN, struktur yang gemuk dan tidak efisien, profesionalisme rendah, minimnya gaji, dan cara pandang feodal sudah menjadi wajah publik birokrasi kita, apa pun bidangnya. Oleh karena itu reformasi birokrasi pun kemudian menjadi soal mendesak yang banyak dibahas dan memiliki nilai jual dalam politik Indonesia yang terindikasi dalam kampanye politik calon-calon pemimpin di seluruh Indonesia dan bahkan telah terealisasi menjadi salah satu program pemerintah.

3

Dari data Badan Pusat Statistik angka pengangguran terbuka pada Agustus 2007 mencapai 10,01 juta orang atau turun sekitar 8,42 persen dari 10,93 juta orang pada Agustus 2006, dan turun 5,08 persen dari 10,55 juta orang pada Februari 2007. Sedangkan jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2006 sebesar 39,05 juta (17,75 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Februari 2005 yang berjumlah 35,10 juta (15,97 persen), berarti jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 3,95 juta.


(9)

tersebut khususnya korupsi. Pada era demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, dan demokrasi pancasila, bahkan pasca reformasi tidak pernah sepi dari isu-isu korupsi. Tindak pidana korupsi telah terjadi secara meluas, yang perkembangannya pun terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi maupun jumlah kerugian keuangan negara. Kualitas tindak pidana korupsi yang dilakukan juga semakin sistematis dengan lingkup yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat dan dianggap pula telah menjadi suatu penyakit yang sangat parah yang tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, menggerogoti demokrasi, merusak aturan hukum, dan memundurkan pembangunan4

Birokrasi yang sakit seperti itu yang merusak citra bangsa dan meningkatkan ketidakpercayaan serta ketidakpatuhan masyarakat terhadap hukum akan menjadi corong dan memberikan kontribusi pada penguasa. Semangat

, serta memudarkan masa depan bangsa.

Kondisi tersebut menjadi salah satu faktor utama penghambat keberhasilan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ketidakberhasilan Pemerintah dalam memberantas korupsi juga semakin memperburuk citra Pemerintah di mata masyarakat yang tercermin dalam bentuk ketidakpercayaan dan ketidakpatuhan masyarakat terhadap hukum. Apabila tidak ada perbaikan yang berarti, maka kondisi tersebut akan sangat membahayakan kelangsungan hidup bangsa.

4

Lihat Hamid Basyaib, Richard Holloway, dan Nono Anwar Makarim.”Mencuri Uang Rakyat: 16Kajian Korupsi Di Indonesia”, jilid 4; Jaka Aksara Foundation. 2003.


(10)

keberpihakannya banyak diarahkan pada kepentingan segelintir orang atau pun kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat; bekerja dengan lamban, tidak akurat, berbelit-belit, dan sudah barang tentu tidak efisien serta memberatkan masyarakat. Sebaliknya, birokrasi yang terlalu kuat dengan kemampuan profesional yang tinggi tapi tanpa etika dan integritas pengabdian, akan cenderung menjadi tidak konsisten, bahkan arogan, sulit dikontrol, masyarakat menjadi serba tergantung pada birokrasi. Dalam perkembangan birokrasi seperti ini, juga akan memberikan dampak negatif bagi pengembangan inisiatif masyarakat. Namun pada sisi yang berseberangan hal tersebut telah sangat menguntungkan pihak-pihak tertentu yang jumlahnya sangat sedikit bila dibandingkan dengan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Melihat kondisi Indonesia saat ini yang mana perkembangan birokrasi yang tidak berpihak pada masyarakat dan semakin tidak patuhnya masyarakat terhadap hukum maka komitmen pemerintah saat ini yang ingin mengubah birokrasi Indonesia agar memihak kepada masyarakat membuat kebijakan baru yaitu membentuk suatu lembaga yang menjadi motor dalam pelaksanaan reformasi birokrasi yang dikhususkan kepada pemberantasan patologi-patologi birokrasi yang menghambat pembangunan dimana salah satunya adalah korupsi5

Banyak negara

.

6

5

Makmur. Patologi Serta Terapinya Dalam Ilmu Administrasi dan Organisasi. Bandung, Refika Aditama. 2007.

sepakat bahwa korupsi merupakan bentuk kejahatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana “luar biasa” . Disebut luar biasa karena

6

Pada tanggal 11 Desember 2003, PBB meraih dukungan kuat untuk memerangi korupsi di seluruh dunia. Sebanyak 94 negara dari 125 negara yang hadir di Merida, Meksiko, meratifikasi


(11)

umumnya dikerjakan secara sistematis, punya aktor intelektual, melibatkan stakeholder di suatu daerah, termasuk melibatkan aparat penegak hukum, dan punya dampak merusak dalam spektrum yang luas. Karakteristik inilah yang menjadikan pemberantasan korupsi semakin sulit jika hanya mengandalkan aparat penegak hukum biasa, terlebih jika korupsi sudah membudaya dan menjangkiti seluruh aspek dan lapisan masyarakat.

Bentuk dari keseriusan dunia dalam menentang korupsi yang dinyatakan dalam UNCAC (United Nations Convention Against Corruption, Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Menentang Korupsi) dimana negara-negara yang merupakan anggota PBB diwajibkan untuk meratifikasi hasil Konvensi PBB tentang pemberantasan korupsi.7

Konvensi UNCAC adalah sebuah terobosan karena negara yang meratifikasi sepakat untuk mengembalikan aset-aset yang dikorup, saling membantu, membekukan rekening bank, melucuti properti, dan mengekstradisi tersangka pelaku. Masalahnya, korupsi sudah berskala transnasional. Koruptor di satu negara menyimpan uang haram itu di negara lain. Karena itu, kerja sama lintas batas negara memang menjadi urgen. Konvensi ini juga memperlakukan korupsi lebih dari sekedar kriminal biasa karena menggoyahkan kestabilan negara-negara dan mengikis kelembagaan demokrasi.

Konvensi PBB Memerangi Korupsi (UN Convention Againts Corruption). Hanya dibutuhkan 30 tanda tangan untuk bisa memberlakukan konvensi itu, dan ada 84 negara yang melakukannya 7

Pasal 6 ayat 1 UNCAC adalah “ Setiap Negara Peserta wajib, sesuai dengan prinsip-prinsip dasar sistem hukumnya, memastikan kebedaan suatu badan atau badan-badan, sejauh diperlukan, yang mencegah korupsi dengan cara-cara seperti:

a. Melaksanakan kebijakan-kebijakan yang disebut dalam Pasal 5 dari Konvensi ini dan dimana diperlukan, mengawasi dan mengkoordinasikan pelaksanaan dan kebijakan-kebijakan tersebut.


(12)

Konvensi UNCAC menuntut negara yang meratifikasi untuk membentuk suatu badan khusus untuk memerangi korupsi8 dan juga agar meluncurkan undang-undang yang melarang aktivitas, seperti pencucian uang (money laundering), mencegah korupsi, dan saling bekerja sama satu sama lain9

Kisah sukses negara yang mampu bangkit dari keterpurukan akibat korupsi umumnya dimulai dari komitmen rakyat dan pemimpinnya yang kemudian diturunkan dalam berbagai kebijakan. Selain dalam bentuk undang-undang, komitmen ini juga diwujudkan dalam pembentukan gugus kerja khusus, yang bersifat independen dan bertugas khusus untuk memberantas korupsi. Pada

. Namun, ratifikasi itu juga sangat tergantung pada aturan hukum dan kemajuan administrasi di negara masing-masing, yang diperlukan oleh konvensi itu. Komitmen politik tentunya juga sangat diperlukan untuk implementasinya.

Indonesia selaku anggota PBB ikut mengambil bagian dalam konvensi anti korupsi PBB (UNCAC) tersebut, dimana dari masalah internalnya sangat membutuhkan hasil konvensi anti korupsi tersebut karena telah menjamurnya korupsi di Indonesia yang berpengaruh terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat, merusak lembaga-lembaga, nilai-nilai etika, keadilan, penegakan hukum serta mengacaukan pembangunan yang berkelanjutan.

8

Pasal 36 UNCAC adalah “Setiap Negara peserta wajib, sesuai dengan prinsip-prinsip dasar sistem hukumnya, memastikan keberadaan suatu badan atau badan-badan atau orang-orang yang memiliki kekhususan untuk memerangi korupsi melalui penegakan hukum. Badan atau badan-badan atau orang-orang tersebut wajib diberi kebebasan yang diperlukan, sesuai dengan prinsip-prinsip dasar sistem hukum Negara peserta itu, agar dapat melaksanakan fungsi-fungsi mereka secara efektif dan tanpa pengaruh/tekanan yang tidak seharusnya. Orang-orang itu atau staff badan atau badan-badan tersebut harus

memiliki pelatihan dan sumber daya yang memadai untuk melaksanakan tugas-tugas mereka.

9


(13)

awalnya terbentuknya lembaga ini lebih karena lembaga penegak hukum yang ada tidak mampu lagi menjalankan fungsinya dalam memberantas korupsi.

Keberadaan lembaga independen yang mempunyai wewenang penuh dalam memberantas kejahatan korupsi ini secara empiris telah terbukti membantu membebaskan suatu negara dari predikat korup dan perilaku koruptif aparatnya. Perlu dicatat bahwa pembentukan lembaga khusus ini tidak semuanya berbuah keberhasilan. Diperlukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi kesuksesan lembaga pemberantasan korupsi di suatu negara. Pernyataan bahwa korupsi bukanlah masalah lokal, tetapi merupakan fenomena internasional/global yang mempengaruhi seluruh masyarakat dan ekonomi, yang menjadikan kerja sama internasional untuk mencegah dan mengendalikannya10

Berdasarkan itulah pemerintah selaku badan yang menjalankan roda pemerintahan, mengambil tindakan membentuk suatu komisi khusus untuk memberantas korupsi yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terbentuk dari UU No. 30 Tahun 2002 tanggal 27 Desember 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pembentukan komisi ini merupakan

Reaksi terhadap kekacauan birokrasi kemudian melahirkan gagasan pembentukan berbagai komisi yang juga dikenal sebagai lembaga negara independen. Komisi-komisi ini diharapkan dapat melakukan check and balances serta memelopori penyelenggaraan pemerintahan yang lebih efektif. Komisi-komisi ini juga diharapkan dapat memperbaiki belitan kusut proses birokrasi sehingga dalam jangka panjang dapat mewujudkan reformasi birokrasi.

10

Pembukaan Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Menentang Korupsi 2003 (United Nations Against Corruption, UNAC)


(14)

pelaksanaan dari Pasal 43 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diberi amanat melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan karena korupsi telah merugikan keuangan negara, perekonomian negara, dan menghambat pembangunan nasional. Sebagai pengemban amanat undang-undang dalam pemberantasan korupsi, KPK berkomitmen untuk terus memperjuangkan lenyapnya korupsi dari bumi Nusantara. Sesuai dengan kewenangan dan tugas yang dimiliki, berbagai kegiatan dan upaya telah KPK lakukan, baik dalam bidang pencegahan maupun penindakan. Selain terus melakukan penindakan tindak pidana korupsi yang terjadi di sektor yudikatif, eksekutif, dan legislatif dengan menangkap dan menahan para koruptor, dan mengembalikan kerugian negara akibat korupsi, KPK juga berupaya memberantas akar permasalahan korupsi melalui pembangunan mental antikorupsi sejak usia dini, penjalinan kerja sama dengan organisasi dalam dan luar negeri, perbaikan sistem pemerintahan khususnya di sektor pelayanan publik, pemberdayaan aparat pengawasan, dan peningkatan peran serta masyarakat.

Pembentukan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) ibarat angin segar di tengah kepeningan bangsa ini menghendaki involusi korupsi. Selain karena komisi tersebut digagas sebagai sebuah terobosan yang luar biasa atas kekecewaan (distrust) pada kinerja lembaga penegak hukum (kejaksaan dan kepolisian) yang lembek dalam penegakan hukum (law enforcement), khususnya


(15)

tindak pidana korupsi. Ia juga dikonstruksi sebagai lembaga independen yang lepas dari kungkungan struktural penguasa. Dan di atas semua itu, ia adalah sebuah kebijakan kriminal (criminal policy) sebuah pilihan cara untuk memberantas korupsi.

KPK selaku lembaga baru sudah langsung dikenal oleh masyarakat Indonesia karena lembaga inilah yang ditunggu-tunggu Bangsa Indonesia selama ini. Keluhan masyarakat yang kecewa atas kinerja penegak hukum, karena ada aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi teladan justru menjadi tersangka dalam kasus korupsi. Kepercayaan publik terhadap aparatur hukum akhirnya berada di titik nadir11. Uniknya, di tengah pesimisme terhadap aparat hukum, kepercayaan mereka terhadap institusi hukum tetap ada, inilah yang menjadi kekuatan transedental hukum itu. Di tengah merosotnya kepercayaan publik terhadap institusi yang ada, harapan yang digantungkan kepada KPK untuk mengusut kasus-kasus korupsi tetap besar yang terbukti dari meningkatnya Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia12

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempunyai tugas yang sangat berat dalam melaksanakan tugasnya memberantas korupsi di Indonesia. Hal itu tiada lain bermaksud, untuk tercapainya Good governance dan Clean Government di Indonesia. Dalam tugasnya KPK menurut peraturan perundangan mempunyai

.

11

Republika Online oleh M Ali Zaidan Komisioner Komisi Kejaksaan RI. Nadir adalah suatu titik paling rendah dari bulatan cakrawala atau dapat diartikan titik minimum.

12

Indeks Persepsi Korupsi( IPK) Indonesia pada 2008 menduduki peringkat 126 dari 180 negara atau diatas pilipina, laos, kamboja dan myanmar. Skor IPK Indonesia pada 2008 mengalami kenaikan 0,3 dari skor 2,3 (2007) dan peringkatnya 143 (2007) menjadi 2,6 (2008). Data dari transparency International Indonesia (TII) Mendapat apresiasi yang tinggi dari para responden karena keseriusan pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi yang dilihat dari penanganan kasus-kasus korupsi IPK 2008 itu berdasarkan 13 survei dari 11 lembaga independent dengan nilai berkisar 10 (paling bersih) dan 0 (paling korup)


(16)

kekuatan tak terbatas (superbody). Tatkala KPK menjalankan amanat peraturan itu, lembaga ini dihadapkan dengan beragam perlawanan, tantangan dan kontroversi. Perlawanan itu muncul terkait dengan tindakan yang diambil KPK guna mewujudkan Indonesia, benar-benar bebas dari praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

KPK yang memiliki misi untuk mendukung tercapainya visi yaitu Pendobrak, Pendorong, Pemimpin dan Penggerak Perubahan untuk Mewujudkan Indonesia yang Bebas dari Korupsi. Dari pemaparan misi tersebut sudah jelas bahwa KPK harus menjadi jenderal yang memimpin perang melawan korupsi. Dengan kata lain KPK yang berjalan didepan untuk mewujudkan reformasi birokrasi. KPK yang memiliki beberapa tugas yang salah satunya adalah mencegah terjadinya tindak pidana korupsi yang programnya seperti melaksanakan perbaikan sistem pemerintahan khususnya di sektor pelayanan publik, pemberdayaan aparat pengawasan, dan peningkatan peran serta masyarakat.

KPK yang dinyatakan sebagai lembaga terdepan dalam mewujudkan reformasi birokrasi lebih fokus terhadap pencegahan korupsi yang langsung menyentuh pada akarnya, dengan berbagai upaya seperti mengintroduksi sarana lain yang bersifat preventif nonpunitif pada calon pelaku yang mana nantinya akan meminimalisir terjadinya korupsi untuk kedepannya.

Dalam penelitian ini saya mencoba mengevaluasi program KPK yang fokusnya kepada program pencegahan yakni perbaikan sistem administrasi untuk mencegah timbulnya tindak pidana korupsi yang baru. Dalam menggerakkan reformasi birokrasi agar tercipta clean government dan good governance maka


(17)

pencegahan itu penting agar membenahi sistem pemerintahan dan membina masyarakat dengan memberi penyadaran akan bahaya korupsi bagi kelangsungan hidup bangsa.

Menurut analisis KPK, tindak pidana korupsi yang dilakukan para birokrat sebagian besar tidak merasa bahwa yang dilakukan itu (korupsi) suatu hal kewajaran dan tidak menganggap itu sebagai korupsi dikarenakan sudah menjadi budaya yang mendarahdaging seperti menerima uang dari masyarakat ketika berurusan dengan pelayanan pemerintah dan berbagai jenis gratifikasi lainnya. Dari analisis itulah KPK lebih fokus kepada pencegahan seperti mensosialisasikan pengertian korupsi kepada masyarakat dengan melakukan pendidikan dini mengenai korupsi. KPK dengan salah satu motto kerjanya “memahami untuk membasmi”13

Itulah sebabnya, komisi ini berharga untuk ditinjau bukan karena ia tidak progresif. Seperti dikatakan di atas, ia terbilang sebuah terobosan terhadap struktur hukum di bidang korupsi. Di samping itu, penelitian ini merupakan evaluasi tahap pelaksanaan (retrospektif) yang telah dituangkan dalam program-program KPK dalam pemberantasan korupsi. Dalam penelitian ini fokus kajian yang akan dianalisis yang sesuai dengan basic peneliti sebagai mahasiswa Ilmu Administrasi Negara adalah pada bidang pencegahan karena menurut peneliti bidang pencegahan akan memperbaiki sistem birokrasi yang nantinya dapat menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN (clean government) dan

berusaha untuk menyadarkan masyarakat dan birokrat agar tidak melakukan korupsi dengan tidak sengaja.

13Kurikulum Antikorupsi.


(18)

menciptakan pemerintahan yang baik (good governance). Evaluasi dilakukan untuk memperoleh umpan balik agar dapat dikenali secara dini peyimpangan-penyimpangan pelaksanaan dari pencegahan korupsi, dan kemudian dapat dirumuskan langkah-langkah perbaikan yang tepat sasaran dan tepat waktu.

B. Perumusan Masalah

Dalam mengadakan pembahasan terhadap permasalahan tertentu maka selalu terdapat masalah yang menyebabkan perlunya diadakan pembahasan, demikian juga halnya dengan pelaksanaan program pencegahan korupsi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan di atas, maka permasalahan yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah :

Bagaimana pelaksanaan program pencegahan korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam satu tahun yang tertuang dalam Rencana Strategis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tahun 2008-2011?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah menganalisis hasil program pencegahan korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilakukan dalam satu tahun masa keperiodean KPK 2008-2011.

Maksudnya bahwa penelitian ini nantinya berusaha untuk mengetahui apakah program pencegahan korupsi yang telah dilakukan dalam satu tahun masa kerja periode 2008-2011 apakah telah sesuai dengan apa yang telah dirumuskan dalam rencana strategis dan yang ditetapkan dalam undang-undang pembentuknya dan mengetahui kendala-kendala yang mempengaruhi keberhasilan program.


(19)

D. Manfaat Penelitian

Disamping tujuan yang hendak dicapai, maka suatu penelitian harus mempunyai manfaat yang jelas. Adapun yang menjadi mamfaat penelitian ini adalah :

1. Secara subjektif, bagi penulis sendiri menambah wawasan dan pengetahuan tentang program pencegahan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

2. Secara akademis, bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan sebagai bahan kajian dan perbandingan bagi para mahasiswa yang tertarik terhadap masalah evaluasi program pencegahan korupsi KPK.

3. Bagi mahasiswa Ilmu Administrasi Negara khususnya mahasiswa yang mengambil Konsentrasi Kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian untuk memperdalam studi evaluasi kebijakan. 4. Secara praktis, memberikan masukan dalam pelaksanaan program

yang akan datang dan tindakan koreksi bagi Pemerintahan Indonesia khususnya program pencegahan korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

E. Kerangka Teori E.1. Evaluasi

Pada dasarnya evaluasi merupakan suatu pemeriksaan terhadap pelaksanaan suatu program yang telah dilakukan yang akan digunakan untuk meramalkan, memperhitungkan, dan mengendalikan pelaksanaan program kedepannya agar jauh lebih baik. Dengan demikian evaluasi lebih bersifat melihat


(20)

ke depan daripada melihat kesalahan-kesalahan di masa lalu, dan diarahkan pada upaya peningkatan kesempatan demi keberhasilan program.

E.1.1. Pengertian Evaluasi

Evaluasi merupakan suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai secara objektif pencapaian hasil-hasil yang telah direncanakan sebelumnya dimana hasil evaluasi tersebut dimaksudkan menjadi umpan balik untuk perencanaan yang akan dilakukan di depan.

Evaluasi dilakukan dengan maksud untuk dapat mengetahui dengan pasti pencapaian hasil, kemajuan, dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan rencana strategis dapat dinilai dan dipelajari untuk perbaikan di masa yang akan datang. Fokus utama evaluasi diarahkan kepada keluaran (outputs), hasil

(outcomes), dan dampak (impacts) dari pelaksanaan rencana strategis. Oleh karena itu, dalam perencanaan yang transparan dan akuntabel, harus disertai dengan penyusunan indikator kinerja pelaksanaan rencana yang sekurang-kurangnya meliputi;(i) indikator masukan, (ii) indikator keluaran, dan (iii) indikator hasil.

E.1.2. Jenis-jenis Evaluasi

Secara umum, evaluasi dibagi menjadi tiga jenis yaitu : E.1.2.1. Evaluasi pada tahap perencanan

Kata evaluasi sering digunakan dalam tahap perencanaan dalam rangka mencoba memilih dan menentukan skala prioritas terhadap berbagai alternative dan kemungkinan terhadap cara mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk itu diperlukan berbagai teknik yang dapat dipakai oleh perencana. Satu hal yang patut dipertimbangkan dalam kaitan ini adalah bahwa


(21)

metode-metode yang ditempuh dalam pemilihan prioritas tidak selalu sama untuk setiap keadaan, melainkan berbeda menurut hakekat dari permasalahannya sendiri.

E.1.2.2. Evaluasi pada tahap pelaksanaan

Pada tahap ini, evaluasi adalah suatu kegiatan melakukan analisa untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan dibanding dengan rencana. Terdapat perbedaan antara evaluasi menurut pengertian ini dengan monitoring/ pengendalian. Monitoring menganggap bahwa tujuan yang ingin dicapai sudah tepat dan bahwa program tersebut direncanakan untuk dapat mencapai tujuan tersebut. Monitoring melihat apakah pelaksanaan proyek sudah sesuai dengan rencana dan bahwa rencana tersebut sudah tepat untuk mencapai tujuan. Sedangkan evaluasi melihat sejauh mana proyek masih tetap dapat mencapai tujuannya, apakah tujuan tersebut sudah berubah., apakah pencapaian hasil program tersebut akan memecahkan masalah yang ingin dipecahkan. Evaluasi juga mempertimbangkan faktor-faktor luar yang mempengaruhi keberhasilan proyek tersebut, baik membantu atau menghambat.

E.1.2.3. Evaluasi pada tahap pasca pelaksanaan

Disini pengertian evaluasi hampir sama dengan pengertian pada tahap pelaksanaan, hanya perbedaannya yang dinilai dan dianalisa bukan lagi tingkat kemajuan pelaksanaan dibanding rencana, tetapi hasil pelaksanaan dibanding dengan rencana yakni apakah dampak yang dihasilkan oleh pelaksanaan kegiatan tersebut sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.


(22)

E.2. Kinerja

E.2.1. Pengertian Kinerja

Secara etimologi, kinerja berasal dari kata performance. Performance berasal dari kata to perform yang mempunyai beberapa masukan (entries) : (1) memasukkan, menjalankan, melaksanakan; (2) memenuhi atau menjalankan kewajiban suatu nazar; (3) menggambarkan karakter dalam suatu permainan; (4) menggambarkannya dengan suara atau alat musik; (5) melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab; (6) melakukan suatu kegiatan dalam suatu permainan; (7) memainkan musik; (8) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin.14

Kinerja didefenisikan sebagai kemampuan dalam melakukan sesuatu dengan keahlian tertentu. Senada dengan pendapat tersebut, kinerja diartikan hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan bersama.

Tidaklah semua masukan tersebut relevan dengan kinerja di sini, hanya empat saja, yakni (1) melakukan, (2) memenuhi atau menjalankan sesuatu, (3) melaksanakan suatu tanggung jawab, dan (4) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang. Dari masukan tersebut dapat diartikan, kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakan pekerjaaan tersebut sesuai dengan tanggung jawabnya sehingga dapat mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan.

15

14

Suryadi Prawirosentono. Manajemen Sumber Daya Manusia : Kebijakan Kinerja Karyawan, Kiat menuju Organisasi Kompetitif dalam Perdagangan Bebas Dunia. Yogyakarta : BPFE. 1999. Hal 1-2

15

Stephen P. Robbins. Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi, dan Aplikasinya. 1989. Hal. 439


(23)

sangatlah perlu, sebab dengan kinerja ini akan diketahui seberapa jauh kemampuan lembaga dalam melaksanakan tugasnya. Untuk mengetahui hal itu diperlukan penentuan kriteria pencapaiannya yang ditetapkan secara bersama-sama.

Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh pegawai atau sekelompok pegawai dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.16

16

Prawirosentono. Op.cit. hal 2

Rumusan di atas menjelaskan bahwa kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang atau lembaga dalam melaksanakan pekerjaannya. Dari defenisi di atas, terdapat setidaknya empat elemen, yaitu (1) hasil kerja yang dicapai secara individual atau secara institusi, yang berarti kinerja tersebut adalah hasil akhir yang diperoleh secara sendiri-sendiri atau berkelompok; (2) dalam melaksanakan tugas, orang atau lembaga diberikan wewenang dan tanggung jawab, yang berarti orang atau lembaga diberikan hak dan kekuasaan untuk bertindak sehingga pekerjaannya dapat dilakukan dengan baik. Meskipun demikian orang atau lembaga tersebut tetap harus dalam kendali, yakni mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada pemberi hak dan wewenang, sehingga tidak akan menyalahgunakan hak dan wewenang tersebut. (3) pekerjaan haruslah dilakukan secara legal, yang berarti dalam melaksanakan tugas individu atau lembaga tentu saja harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan, dan (4) pekerjaan tidaklah bertentangan dengan moral atau etika, artinya selain mengikuti aturan yang telah ditetapkan, tentu saja pekerjaan tersebut haruslah sesuai dengan moral dan etika yang berlaku umum.


(24)

E.3. Reformasi Birokrasi

E.3.1. Pengertian Birokrasi

Konsep birokrasi lahir pada abad kesembilan belas merupakan suatu masalah dan tema pemikiran dalam masyarakat. Orang mengeluh karena merasa seluruh kehidupannya diresapi oleh birokrasi, diatur oleh alat negara sehingga seolah-olah tidak ada lagi ruang gerak dalam kehidupan mereka.17 Gambaran di atas dapat merepresentasikan perasaan masyarakat tentang birokrasi di negara-negara berkembang khususnya Indonesia, mengingat pelayanan birokrasi yang tidak efektif dan efisien. Pertanyaannya sekarang, apakah sesungguhnya birokrasi itu dirancang untuk menyengsarakan masyarakat? Secara pasti dapat dijawab tidaklah demikian. Bahkan jika disimak teori birokrasi akan tercipta pekerjaan yang efektif, cepat, dan lancar.18

Menurut Anthony Down,19

17

Miriam S.Arif, Organisasi dan manajemen, Jakarta: Karunia. 1985. Hal. 57

18

Miftah Thoha, Perspektif Perilaku Birokrasi (Dimensi-dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara Jilid II), Jakarta: Rajawali Press. 1987.

19Op.cit. Lih 17

birokrasi sendiri berasal dari biro yang berarti suatu lembaga yang menyelenggarakan fungsi tertentu khususnya dalam bidang administrasi. Fungsinya tersebut adalah fungsi pelayanan terhadap masyarakat. Birokrasi adalah suatu tipe atau bentuk organisasi, yang dapat ditinjau dari tiga sudut yang berbeda, yakni biro yang berarti suatu lembaga; pengalokasian nilai dan sumber organisasi yang berskala luas misalnya pengambilan keputusan; dan

bureauness yang menunjukkan suatu kualitas yang membedakan biro dengan tipe organisasi lainnya yang bukan birokrasi. Adapun birokrat adalah orang yang pekerjaannya bercirikan : bekerja untuk organisasi yang berskala luas;


(25)

dipekerjakan secara penuh oleh organisasi dan sebagian besar pendapatannya berasal dari pekerjaannya; kebijaksanaan organisasi kepegawaian seperti pengangkatan, promosi, didasarkan pada kecakapannya bekerja; hasil pekerjaannya tidak dapat dinilai dengan uang atau pasar, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

E.3.2. Pengertian Reformasi Birokrasi

Reformasi birokrasi di negara kita sesungguhnya harus dilihat dalam kerangka teoritik dan empirik yang luas, mencakup penguatan masyarakat sipil (civil society), supremasi hukum, strategi pembangunan ekonomi dan pembangunan politik yang saling terkait dan mempengaruhi20

Gerakan reformasi yang diawali pada tahun 1998 yang dipelopori oleh mahasiswa bertujuan untuk memperbaiki kondisi Indonesia dari keterpurukan krisis ekonomi dan politik. Gerakan reformasi diharapkan bisa menyelesaikan berbagai persoalan bangsa yang muncul selama ini seperti Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN). Dengan terjadinya reformasi, masyarakat secara luas mengharapkan adanya perubahan yang mendasar dalam desain kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, baik yang menyangkut kehidupan politik, sosial, ekonomi, maupun kultur birokrasi. Perubahan struktur, kultur, dan paradigma birokrasi dalam berhadapan dengan masyarakat menjadi salah satu

. Dengan demikian, reformasi birokrasi juga merupakan bagian tak terpisahkan dalam upaya konsolidasi demokrasi saat ini.

20

Didin S. Damanhuri. Korupsi, Reformasi Birokrasi dan Masa Depan Ekonomi Indonesia.


(26)

tuntutan yang mendesak untuk segera dilakukan,21

Reformasi birokrasi dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik diarahkan untuk menciptakan kinerja birokrasi yang profesional dan akuntabel. Birokrasi dalam melakukan berbagai kegiatan perbaikan pelayanan diharapkan lebih berorientasi pada kepuasan pelanggan, yakni masyarakat pengguna jasa.

mengingat pelayanan birokrasi yang jelek memberikan kontribusi terhadap terjadinya krisis multi dimensi selama ini.

22

Robert Klitgaard mendefinisikan korupsi sebagai suatu hasil dari manajemen pemerintah yang lemah, dan terjadi bilamana sejumlah individu dan organisasi tertentu menguasai monopoli atas barang, jasa, dan pengambilan keputusan, dalam kondisi di mana tidak ada tuntutan pertanggungjawaban, dan

Kepuasan total dari masyarakat pengguna jasa tersebut dapat dicapai apabila birokrasi pelayanan menempatkan masyarakat sebagai pengguna jasa dalam pemberian pelayanan. Perubahan paradigma pelayanan publik tersebut diarahkan pada perwujudan kualitas pelayanan prima kepada publik, melalui instrument pelayanan yang memiliki orientasi pelayanan lebih cepat, lebih baik dan lebih murah.

E.4. Korupsi

E.4.1. Pengertian Korupsi

21

Heri Setiono. Reformasi Birokrasi dan Demokratisasi Kebijakan Publik. Malang, Averroes Press. hal.136

22

Agus Dwiyanto, dkk. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta, Gajah Mada University Press. Bab 7. 2006. hal 223.


(27)

rendahnya tingkat pendapatan masyarakat23

Dalam Ensiklopedia Indonesia disebut Korupsi

. Bank Dunia mendefinisikan korupsi sebagai suatu penyalahgunaan jabatan publik untuk kepentingan pribadi. Definisi ini memberi implikasi bahwa korupsi hanya terjadi pada jabatan publik.

corruptio

dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah gejala dimana para pejabat, badan-badan negara menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya. Adapun arti harfiah dari korupsi dapat berupa : kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidakjujuran. Sedangkan menurut publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

Dalam Black’s Law Dictoinary, korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak lain secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, berlawanan dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain.24

23

Robert Klitgaard. Controlling Corruption ( Membasmi Korupsi). Jakarta, Yayasan Obor Indonesia. 2001.

24


(28)

Huntington menyebutkan bahwa korupsi adalah perilaku menyimpang dari

public official atau para pegawai dari norma-norma yang diterima dan dianut oleh masyarakat dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi25

Menurut Webster’s Third New International Dictionary, korupsi adalah ajakan (dari seorang pejabat politik) dengan pertimbangan-pertimbangan yang tidak semestinya (misalnya suap) untuk melakukan pelanggaran tugas26

Syed Hussein Alatas mengembangkan dan mengidentifikasikan korupsi ke dalam beberapa tipe

E.4.2. Tipe-tipe Korupsi

27

1. Korupsi Transaktif yaitu korupsi yang menunjukkan adanya kesepakatan timbal balik antara pihak yang memberi dan menerima demi keuntungan bersama dimana kedua belah pihak sama-sama aktif menjalankan perbuatan tersebut.

,yaitu :

2. Korupsi Ekstortif yaitu korupsi yang menyertakan bentuk-bentuk koersi tertentu dimana pihak pemberi dipaksa untuk menyuap untuk mencegah kerugian yang mengancam diri, kepentingan orang-orangnya atau hal-hal yang dihargainya.

3. Korupsi Investif yaitu korupsi yang melibatkan suatu penawaran barang atau jasa tanpa adanya pertalian langsung dengan keuntungan

25

Chaerudin, SH.MH-Syaiful Ahmad Dinar, SH.MH-Syarif Fadillah,SH.MH. Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi. Bandung, PT. Refika Aditama. 2008.

26

Robert Klitgaard. Controlling Corruption ( Membasmi Korupsi). Jakarta, Yayasan Obor Indonesia. 2001. Hal.29

27

Taridi. Efektifitas Implementasi Inpres No.5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi ( Suatu Studi Terhadap 12 Sektor Pelayanan Pada 10 Kabupaten/Kota. Jakarta, PT Multi Utama Indojasa. 2007. Hal 45.


(29)

tertentu yang diperoleh pemberi, selain keuntungan yang diharapkan akan diperoleh dimasa datang.

4. Korupsi Nepotistik yaitu korupsi berupa pemberian perlakuan khusus kepada pertemanan atau yang mempunyai kedekatan hubungan dalam rangka menduduki jabatan public. Dengan kata lain perlakuan pengutamaan dalam segala bentuk yang bertentangan dengan norma atau peraturan yang berlaku.

5. Korupsi Autogenik yaitu korupsi yang dilakukan individu karena mempunyai kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari pengetahuan dan pemahamannya atas sesuatu yang diketahuinya seorang diri.

6. Korupsi Suportif yaitu korupsi yang mengacu pada penciptaan suasana yang kondusif untuk melindungi atau mempertahankan keberadaan tindak pidana korupsi.

7. Korupsi defensif yaitu suatu tindak korupsi yang terpaksa dilakukan dalam rangka mempertahankan diri dari pemerasan.

E.4.3. Jenis-jenis Korupsi

Sedangkan menurut Benveniste28

1. Discretionery Corruption : korupsi yang dilakukan karena ada kebebasan dalam menentukan kebijakan.

dalam Bureaucracy (1991) membagi korupsi dalam 4 jenis yaitu :

28


(30)

2. Mercenery Corruption : menyalahgunakan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

3. Illegal Corruption : korupsi yang dilakukan dengan mengacaukan bahasa dan interpretasi hukum.

4. Ideological Corruption : perpaduan Discretionery Corruption dengan Illegal Corruption yang dilakukan untuk tujuan kelompok.

Piers Beirne dan James Messerschmidt dalam Criminology (1995)29

1. Election Fraud : kecurangan yang bertalian langsung dengan pemilihan umum seperti pemalsuan calon anggota legislative atau memberikan sesuatu kepada calon pemilih untuk mempengaruhi pilihannya.

membagi korupsi dalam 4 jenis, yaitu

2. Political bribery : kegiatan parlemen yang berkaitan dengan pembentukan undang-undang yang dikendalikan oleh kepentingan golongan tertentu dengan harapan parlemen membuat aturan yang menguntungkan golongan tersebut.

3. Corrupt Campaign Practice : Praktek kampanye dengan menggunakan fasilitas maupun keuangan negara.

4. Political Kickbacks : korupsi yang biasa terjadi di legislative, eksekutif maupun yudikatif dengan pemberian imbalan oleh pihak yang diuntungkan.


(31)

E.4.4. Korupsi Sebagai Persoalan Administrasi

Menurut UU No.31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, korupsi diartikan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dalam hal ini upaya pemberantasan korupsi tidak bisa hanya dilihat dari tindakan represif semata, melainkan juga lewat tindakan preventif yaitu bagaimana ada upaya sistematis untuk mencegah terjadinya perbuatan korupsi tersebut. Menurut Kurniawan30

30

Luthfi Kurniawan. Peta Korupsi di Daerah. Jakarta, Penerbit MCM (Malang Corruption Watch) dengan YAPPIKA. 2006. Hal 203-222

ada berbagai upaya yang bisa dilakukan dalam rangka pemberantasan korupsi dengan pola preventif, yakni dengan menegakkan konsepsi pelayanan publik, reformasi birokrasi pelayanan publik, serta peningkatan pelayanan publik.

a. Menegakkan Konsepsi Pelayanan Publik untuk menanggulangi Korupsi Desentralisasi pelayanan publlik merupakan salah satu langkah strategis yang cukup popular dianut oleh negara-negara Eropa Timur dalam rangka mendukung terciptanya good gevernance. Salah satu motivasi utama dari kebijaksanaan ini adalah karena ketidakmampuan sistem sentralistik dalam mendorong terciptanya suasana kondusif bagi partisipasi aktif masyarakat dalam melakukan pembangunan, sehingga menimbulkan gagasan memunculkan desentralisasi sebagai suatu pendekatan yang diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan responsiveness serta meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam menyediakan pelayanan publik.


(32)

1. pelayanan publik yang bersifat umum yaitu yang diberikan kepada siapa saja yang membutuhkan pelayanan diberikan oleh instansi publik yang diberi wewenang untuk itu, yang antara lain baik berupa perolehan akan dokumen pribadi tentang pemilikan maupun perijinan untuk melakukan kegiatan ekonomi pribadi atau kelompok.

2. pelayanan publik bersifat khusus yang timbul karena adanya suatu hubungan hukum yang sifatnya khusus diantara institusi publik tertentu dengan publik tertentu

sementara itu kriteria yang dikehendaki dalam pelayanan publik31

31

Muhammad Asfar. Model-model Sistem Pemilihan di Indonesia. Surabaya, Pusdeham bekerja sama dengan Partnership for Goveernance Reform In Indonesia. 2002. Hal 121-124

mestinya : 1. lebih fokus pada fungsi pengaturan melalui berbagai kebijakan yang

memfasilitasi berkembangnya kondisi kondusif bagi kegiatan pelayanan kepada masyarakat.

2. lebih fokus pada pemberdayaan masyarakat, sehingga mempunyai rasa memiliki terhadap fasilitas pelayanan yang telah dibangun bersama.

3. menerapkan sistem kompetisi dalam hal penyediaan pelayanan publik tertentu, sehingga masyarakat memperoleh layanan berkualitas.

4. fokus pada pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang berorientasi pada hasil

5. mengutamakan apa yang menjadi keinginan masyarakat. 6. mengutamakan desentralisasi dalam pelaksanaan pelayanan.


(33)

E.5. Pencegahan Korupsi

E.5.1. Pengertian Pemberantasan Korupsi

Menurut UU No 30 tahun 2002 pasal 1 ayat 3, Pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan Arya Maheka dalam Mengenali dan Memberantas Korupsi32

Pemberantasan korupsi = Pencegahan + Penindakan + Peran Masyarakat mengartikan pemberantasan korupsi lebih kepada bagaimana sistematika pemberantasan itu dilaksanakan yaitu dengan membuat rumus pemberantasan korupsi seperti dibawah ini :

E.5.2. Pengertian Pencegahan Korupsi

Menurut Webster’s new American dictionary dimuat sebagai berikut : Prevensi (Pencegahan) adalah membuat rintangan-rintangan/hambatan-hambatan agar tidak terjadi tindak pidana (Prevention’n The act of hindering or obstruction.)

Pencegahan korupsi (Antikorupsi) perlu difokuskan pada perbaikan sistem (hukum, kelembagaan, ekonomi) dan perbaikan manusianya (moral,

32


(34)

kesejahteraan, pendidikan). Pencegahan korupsi bertujuan untuk mengurangi terjadinya korupsi, dengan memperbaiki sistem yang berpotensi korup dan memperbaiki perilaku hidup. Sementara itu penindakan korupsi (Kontrakorupsi) yang disertai asset recovery (pemulihan kerugian negara, menyelamatkan asset negara yang dikorupsi) bertujuan memberikan shock therapy (terapi kejut, supaya menjadi pembelajaran) dan mengembalikan rasa keadilan masyarakat yang terkoyak dengan mengikutsertakan masyarakat dalam proses pemberantasn korupsi. Peran serta masyarakat diwujudkan dalam bentuk mencari, memperoleh, memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi korupsi. Mendapatkan pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan korupsi kepada penegak hukum. Dan menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab.

E.6. Rencana Strategis

E.6.1. Pengertian Perencanaan

Menurut Hadari Nawawi, Perencanaan adalah kegiatan persiapan dengan merumuskan dan menetapkan keputusan tentang langkah-langkah penyelesaian masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan secara terarah pada satu tujuan.33

Perencanaan merupakan kegiatan pembuatan keputusan tentang masa depan dan cara mewujudkannya di suatu lingkungan tertentu. Sehubungan dengan

E.6.2. Tugas Pokok Perencanaan

33

Hadari Nawawi. Perencanaan SDM Untuk Organisasi Profit yang Kompetitif. Yogyakarta, Gadjah Mada University Press. 2001. Hal.32


(35)

itu pembahasan tentang tugas pokok perencanaan sebagai kegiatan pengambilan keputusan dalam uraian ini pada dasarnya menempatkan perencanaan sebagai suatu disiplin ilmu bukan sebagai salah satu fungsi manajemen.

Adapun tugas pokok perencanaan34

a. Tugas Persiapan (Eksplanatif)

yang dimaksud adalah sebagai berikut :

Perencanaa suatu bidang/aspek kehidupan tertentu harus dimulai atau bertolak dari kondisinya pada saat sekarang. Untuk mengetahui kondisi itu diperlukan kegiatan menghimpun informasi atau data dengan mengidentifikasi kondisi bidang/aspek tersebut. Dengan kata lain tujuan dari kegiatan pertama dalam perencanaan ini adalah untuk menjelaskan (explanation) kondisi awal bidang atau masalah yang akan dijelajahi sebuah perencanaan yang akan dirumuskan.

b. Tugas Prediktif

Perencanaan pada dasarnya merupakan kegiatan memprediksi suatu kondisi mas depan yang diinginkan, berbeda dari kondisinya di masa sekarang. Prediksi itu pada dasarnya merupakan kegiatan memilih alternatif mengenai kondisi organisasi yang ideal di masa mendatang. Prediksi harus bersifat realistis berupa kondisi masa depan yang diperkirakan dapat diwujudkan. Untuk itu harus dihindari memprediksi kondisi masa depan yang tidak mungkin dicapai, sehingga menjadi khayalan yang tidak dapat diwujudkan. Dengan demikian berarti juga harus dimiliki kemampuan dan cara atau strategi mencapainya, atau sebaliknya

34


(36)

harus dihindari pelaksanaan kegiatan yang diprediksi tidak relevan dengan kondisi yang ingin dicapai.

Tugas prediksi seperti diuraikan diatas harus dilakukan secara cermat dan realistik, agar benar-benar dapat dilaksanakan dan tujuannya dapat dicapai secara efektif dan efisien. Untuk itu tugas perencanaan yang pertama seperti diuraikan terdahulu harus dilaksanakan secara baik, agar informasi atau data yang digunakan untuk mengetahui kondisi sekarang yang perlu dirubah, diperbaiki, diadakan atau disempurnakan menjadi jelas, dan penetapan prediksi kondisi yang diinginkan dimasa depan tidak keliru.

c. Tugas Kontrol

Tujuan perencanaan yang akan diwujudkan dimasa depan pada dasarnya merupakan kontrol terhadap kondisi yang akan terjadi/dicapai dimasa depan. Demikian juga pemilihan program dan kegiatan untuk mewujudkan tujuan tersebut, pada dasarnya menghindari terjadinya atau terwujudnya kondisi yang tidak diinginkan. Untuk itu program-program atau kegiatan-kegiatannya harus dipilih yang paling relevan sebagai kegiatan kontrol, agar tidak merugikan dan menimbulkan konsekuensi terjadinya kondisi yang tidak diinginkan. Perencanaan sebagai kegiatan kontrol sangat penting bagi setiap organisasi karena berpengaruh langsung pada usaha mempertahankan dan mengembangkan eksistensinya dan berpengaruh langsung pada kondisi kompetitifnya.

Dengan memperhatikan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa esensi perencanaan mencakup dua substansi sebagai berikut :


(37)

a. Perencanaan merupakan proses pengambilan keputusan dengan memilah dan memilih program-program yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan kondisi masa depan yang diinginkan.

b. Perencanaan adalah respon terhadap masalah atau kondisi masa sekarang yang belum memuaskan, yang harus dirubah, diperbaiki, disempurnakan bahkan mungkin diganti dengan kondisi yang lebih memuaskan.

E.6.3. Pengertian Strategi

Strategi35

Strategi telah didefenisikan dalam beragam cara oleh banyak penulis diantaranya pendapat Chandler (1962) Strategi adalah penetapan tujuan dasar jangka panjang dan sasaran perusahaan, dan penerapan serangkaian tindakan, sebagai kosa kata pada mulanya berasal dari bahasa Yunani, yaitu Strategos, kata strategos berasal dari kata Stratos yang berarti militer dan ego yang artinya memimpin. Berdasarkan pemaknaan ini maka strategis pada awalnya bukan kosa kata disiplin ilmu manajemen, namun lebih dekat dengan bidang kemiliteran yang artinya memimpin militer. Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus – menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dengan apa yang terjadi.

35

Triton. PB. Manajemen strategis Terapan Perusahaan dan Bisnis. Yogyakarta, Tugu Publisher. 2007. Hal.13


(38)

serta alokasi sumber daya yang penting untuk melaksanakan sasaran ini.36

Berdasarkan keseluruhan defenisi diatas, maka Triton

Strategi memperhatikan dengan sungguh-sungguh arah jangka panjang dan cakupan organisasi. Strategi juga secara kritis memperhatikan dengan sungguh-sungguh posisi organisasi itu sendiri dengan memperhatikan lingkungan dan secara khusus memperhatikan pesaingnya.

37

Menurut Galbraith (1977)

memdefenisikan strategi sebagai berikut : Strategi adalah sekumpulan pilihan kritis untuk perencanaan dan penerapan serangkaian rencana tindakan dan alokasi sumber daya yang penting dalam mencapai tujuan dasar dan sasaran, dengan memperhatikan keunggulan kompetitif, komparatif, dan sinergis yang ideal berkelanjutan, sebagai arah, cakupan dan perspektif jangka panjang keseluruhan yang ideal dari individu atau organisasi.

E.6.4. Rencana Strategis

E.6.4.1. Dasar Pembentukan Organisasi

38

36

Ibid. Hal.15

37

Ibid. Hal 17

38

Miftah Thoha. Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi. Jakarta, Kencana Prenada Media Group. 2008. Hal.43

Setiap upaya merancang atau menyusun organisasi perlu dilakukan hal-hal berikut, yakni menentukan kebijakan strategis yang dijadikan landasan langkah-langkah berikutnya. Kebijakan strategis ini termasuk didalamnya menentukan visi yang akan diwujudkan selama satu keperiodean. Selain visi, pemimpin juga menentukan misi, tujuan dan domain untuk masing-masing satuan organisasi yang dipimpinnya. Hal ini berarti, setiap


(39)

pimpinan organisasi harus memahami kebutuhan dan kemampuannya untuk setiap upaya merancang dan membentuk organisasi. Kebijakan strategis yang ditetapkan itu menjadi landasan berapa banyak dan jenis satuan posisi atau jabatan organisasi yang ditetapkan atau dibentuk.

E.6.4.2. Pengertian Rencana Strategis

Menurut Olsen dan Eadie39Perencanaan Strategis adalah upaya yang didisiplinkan untuk membuat keputusan dan tindakan penting yang membentuk dan memandu bagaimana menjadi organisasi, apa yang dikerjakan organisasi, dan mengapa organisasi mengerjakan hal seperti itu. Sedangkan menurut Michael allison dan Jude Kaye40

a. Rencana Strategis berfungsi sebagai kerangka umum analisis organisasi dalam memahami diri dan lingkungannya serta

Perencanaan Strategis adalah proses sistemik yang disepakati organisasi dan membangun keterlibatan di antara stakeholder utama tentang prioritas yang hakiki bagi misinya dan tanggap lingkungan operasi.

Sedangkan menurut Inpres No.7 Tahun 1999 rencana strategis adalah uraian tentang visi, misi, strategi dan faktor-faktor kunci keberhasilan organisasi tujuan, sasaran dan aktivitas organisasi dan tentang cara mencapai tujuan dan sasaran tersebut melalui program-program utama yang akan dicapai selama 1 (satu) sampai 5 (lima) tahunan.

E.6.4.3. Maksud dan Tujuan Rencana Strategis

39

Jhon M.Bryson. Perencanaan Strategis bagi Organisasi Sosial. Yogyakarta, Pustaka Pelajar. 2003. Hal.4

40

Michael Allison dan Jude Kaye. Perencanaan Strategis Bagi Organisasi Nirlaba.Jakarta, Yayasan Obor Indonesia. 2005. Hal.1


(40)

menerjemahkan konsep visi dan misi organisasi ke dalam aktualisasi program.

b. Menciptakan efisiensi, efektifitas dan relevansi seluruh tindakan organisasi yang menyangkut pemikiran, struktur, program dan perilaku organisasi dalam pencapaian tujuan organisasi secara konsisten dan berkesinambungan.

c. Sebagai pedoman strategis yang berorientasi ke depan dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi seluruh kegiatan organisasi selama satu keperiodean.

d. Sebagai landasan evaluasi dan penilaian secara kualitatif bagi seluruh program dan kebijakan yang diambil oleh organisasi.

F. Defenisi Konsep

Konsep adalah suatu makna yang berada di alam pikiran manusia atau di dunia kepahaman manusia yang dinyatakan kembali dengan sarana lambang perkataan atau kata-kata.41

1. Pencegahan Korupsi adalah : serangkaian tindakan dengan memperbaiki sistem baik dari segi hukum, kelembagaan, ekonomi dan perbaikan

Dengan konsep itu peneliti dapat memahami apa yang dimaksud dengan pengertian variabel, indikator, parameter maupun skala pengukuran yang dikehendaki dalam penelitian. Oleh karena itu untuk lebih memperjelas pemahaman dalam tulisan ini yang menjadi defenisi konsep dalam penelitian ini adalah:

41

Bagong Suyanto. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta, Kencana. 2005. Hal. 49


(41)

manusianya baik dari segi moral, kesejahteraan dan pendidikan sehingga diharapkan dapat mengurangi tindak pidana korupsi.

G. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel atau suatu informasi ilmiah yang membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama.42

1. Evaluasi yang dimaksud adalah analisis hasil program pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tahun 2008 pada periode 2008-2011.

Dari informasi tersebut dia akan mengetahui bagaimana caranya pengukuran atas variabel itu dapat dilakukan dan dengan demikian dia dapat menentukan apakah prosedur pengukuran yang sama akan dilakukan atau diperlukan prosedur pengukuran yang baru.

Untuk memberi kejelasan terhadap batasan yang akan diteliti, maka akan dijelaskan defenisi operasional sebagai berikut :

2. Rencana Strategis KPK yang dimaksud adalah perencanaan operasional yang meliputi Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, dan Peraturan yang mendukung pelaksanaan program yang kemudian dijabarkan dalam bentuk program kerja dan proyek tahunan pencegahan.

3. Pencegahan Korupsi yang dimaksud adalah serangkaian tindakan untuk menghambat laju tindak pidana korupsi yang dilakukan KPK

42


(42)

melalui program-programnya yang diterjemahkan melalui rencana strategis KPK 2008-2011.

4. Pencegahan korupsi yang dimaksud adalah program pencegahan korupsi KPK pada masa kepemimpinan Antasari Azhar periode 2008-2011 yang dibatasi pada program yang telah dilaksanakan di tahun 2008.


(43)

H. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN

Berisikan Latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, mamfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, defenisi operasional dan sistematika penulisan.

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

Berisikan bentuk penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa data.

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Berisikan data/karateristik objek penelitian yang relevan dengan topik penelitian.

BAB IV PENYAJIAN DATA

Bab ini berisikan data-data yang diperoleh dari lapangan yang akan dianalisis.

BAB V ANALISA DATA

Bab ini berisikan pembahasan atau interpretasi dari data-data yang disajikan.

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang dilakukan.


(44)

BAB II

METODE PENELITIAN A. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan analisis data kualitatif yang mengemukakan gejala/keadaan/peristiwa/masalah sebagaimana adanya secara lengkap dan diikuti dengan pemberian analisa dan interpretasi. B. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik studi pustaka (Library Research) yaitu pengumpulan data sekunder meliputi dokumen yang telah dimiliki oleh KPK dan data-data penunjang lain yang diperoleh dari berbagai sumber yang berupa jurnal, laporan tahunan, rencana stratejik, data kuantitatif berupa data terukur yang bersifat time series dan juga bersifat kualitatif, dan publikasi resmi melalui media cetak dan media elektronik lainnya yang dianggap relevan dengan penelitian.

C. Teknik Analisa Data

Penelitian ini bersifat deskriptif-eksploratif dengan pendekatan kualitatif karena mencoba mengeksplorasi dan mengelompokkan fakta yang ada dalam suatu kesimpulan. Data-data yang diperoleh akan dianalisis, disusun, diperinci secara sistematis dan selanjutnya diinterpretasikan sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis berdasarkan daya nalar dan pola pikir peneliti dalam menghubungkan fakta-fakta informasi.


(45)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) A.1. Dasar Negara43

Pancasila adalah filosofi dasar negara Indonesia yang berasal dari dua kata sansekerta, ”panca” artinya lima, dan ”sila” artinya dasar. Pancasila terdiri atas lima dasar yang berhubungan dan tidak dapat dipisahkan, adalah :

1) Ketuhanan yang Maha Esa

2) Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab 3) Persatuan Indonesia

4) Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan

5) Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Pancasila ini merupakan jiwa dari demokrasi. Demokrasi yang didasarkan atas lima dasar tersebut dinamakan Demokrasi Pancasila. Dasar negara ini, dinyatakan oleh Presiden Soekarno (Presiden Indonesia yang pertama) dalam Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

A.2. Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia

Secara filosofis Administrasi Negara Republik Indonesia dipengaruhi oleh filsafat Pancasila dan UUD 1945, sehingga segala aktifitas dari administrasi Negara mulai dari eselon tertinggi sampai dengan eselon terendah dipengaruhi oleh unsure-unsur Pancasila dan UUD 1945 itu sendiri. Setelah reformasi tahun

43


(46)

1999, Batang Tubuh UUD 1945 ini pun diamandemen sebanyak 4 (empat) kali, karena dinilai membutuhkan perubahan sesuai dengan tuntutan keadaan. Hal ini menandakan bahwa negara Indonesia masih berusaha mencari konsep UUD yang sesuai untuk diterapkan di negara ini. Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.

Negara kesatuan menurut C.F.Strong adalah bentuk negara dimana wewenang legislatif tertinggi dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat. Dimana pemerintahan pusat memiliki wewenang untuk menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonomi atau lebih dikenal dengan negara kesatuan dengan sistem desentralisasi, tetapi pada tahap akhir kekuasaan tertinggi tetap ditangan pemerintah pusat. Dengan demikian yang menjadi negara kesatuan adalah bahwa kedaulatannya terbagi tidak terbagi, atau dengan perkataan lain kekuasaan pemerintah pusat tidak dibatasi. Beberapa kunci pokok dalam sistem pemerintahan Indonesia yaitu :

a. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum

Negara Indonesia berdasarkan atas hukum bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka, oleh sebab itu segala kegiatan yang dilakukan oleh negara dilakukan berdasarkan hukum yang ada atau undang-undang yang berlaku.


(47)

b. Sistem Konstitusi

Pemerintah Indonesia berdasarkan sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme. Di Indonesia lembaga pemegang kekuasaan di bagi atas lembaga eksekutif yaitu Presiden, lembaga yudikatif yaitu Mahkamah Agung, lembaga legislatif yaitu DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Masing-masing lembaga tersebur tidak dipisahkan secara tegas kekuasaannya, dimana diantaranya masing-masing pemegang kekuasaan tetapi ada keterkaitan dan koordinasi.

1. Eksekutif

Presiden Republik Indonesia adalah kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan Republik Indonesia. Menurut Amandemen UUD 1945 Pasal 6A, presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Dengan adanya Perubahan (Amandemen) UUD 1945, Presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR, dan kedudukan antara Presiden dan MPR adalah setara. Presiden dan Wakil Presiden menjabat selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan.

Wewenang, Kewajiban, dan Hak Presiden antara lain : a. Memegang kekauasaan pemerintahan menurut UUD

b. Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.

c. Mengajukan Rancangan Undang-undang kepada DPR. Presiden melakukan pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR serta mengesahkan RUU menjadi UU

d. Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang e. Menetapkan Peraturan Pemerintah


(48)

f. Mengangkat dan memberhentikan Menteri

g. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR

h. Membuat perjanjian internasional dengan persetujuan DPR i. Menyatakan keadaan bahaya

j. Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR

k. Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR

l. Memberi grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung

m. Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR n. Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya yang diatur

dengan UU

o. Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD

p. Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial dan disetujui DPR

q. Menetapkan hakim konstitusi dari calon yang diusulkan Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung.

r. Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR


(49)

2. Legislatif

Di Indonesia, kekuasaan legislatif terletak pada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yaitu lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, yang terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah.

Jumlah anggota MPR saat ini adalah 678 orang, terdiri atas 550 anggota DPR dan 128 anggota DPD. Masa jabatan anggota DPR adalah 5 tahun, dan berakhir pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.

Tugas dan Wewenang MPR antara lain :

a. Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar

b. Melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum

c. Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden dalam masa jabatannya.

d. Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya.

e. Memilih Wakil Presiden dari 2 calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya f. Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti

secara bersamaan dalam masa jabatannya

Amandemen UUD 1945 membawa implikasi terhadap kedudukan, tugas, dan wewenang MPR. MPR yang dahulu berkedudukan sabagai lembaga tertinggi


(50)

negara, pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat, kini MPR berkedudukan sebagai lembaga negara yang setara dengan lembaga negara lainnya seperti DPR,DPD,BPK,MA,MK dan KY.

MPR juga tidak lagi memiliki kewenangan untuk menetapkan GBHN. Selain itu, MPR tidak lagi mengeluarkan Ketetapan MPR (TAP MPR), kecuali yang berkenaan dengan menetapkan Wapres menjadi Presiden, memilih Wapres apabila terjadi kekosongan Wapres, atau memilih Presiden dan wakil Presiden apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersama-sama. Hal ini berimplikasi pada materi dan status hukum Ketetapan MPRS/MPR yang telah dihasilkan sejak tahun 1960 sampai dengan tahun 2002. Saat ini Ketetapan MPR (TAP MPR) tidak lagi menjadi bagian dari hierarki Peraturan Perundangan-undangan.

Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, DPR berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan. Jika permintaan ini tidak dipatuhi, maka dapat dikenakan panggilan paksa. Jika panggilan paksa ini tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan dapat disandera palaing lama 15 hari.

Komisi adalah unit kerja utama di dalam DPR. Hampir seluruh aktivitas yang berkaitan dengan fungsi-fungsi DPR, substansinya dikerjakan di dalam komisi. Setiap anggota DPR (kecuali pimpinan) harus menjadi anggota salah satu komisi. Pada umumnya, pengisian keanggotaan komisi terkait erat dengasn latar


(51)

belakang keilmuan atau penguasaan anggota terhadap masalah dan substansi pokok yang digeluti oleh komisi.

Saat ini DPR mempunyai 11 komisi dengan ruang lingkup tugas dan pasangan kerja masing-masing yaitu sebagai berikut :

i. Komisi I membidangi Pertahanan, Luar Negeri, dan Informasi

ii. Komisi II membidangi Pemerintahan dalam Negeri, Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Agraria

iii. Komisi III Membidangi Hukum dan Perundang-undangan, Hak Asasi manusia dan Keamanan

iv. Komisi IV membidangi Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Kelautan, Perikanan dan Pangan

v. Komisi V membidangi Perhubungan, Telekomunikasi, Pekerjaan Umum, Perumahan Rakyat, Pembangunan Pedesaan dan Kawasan Tertinggal

vi. Komisi VI membidangi Perdagangan, Perindustrian, Investasi, Koperasi, UKM (Usaha Kecil dan Menengah), dan BUMN (Badan Usaha Milik Negara)

vii. Komisi VII membidangi Energi, Sumber Daya Mineral, Riset, dan Teknologi, dan Lingkungan Hidup

viii. Komisi VIII Membidangi Agama, Sosial dan Pemberdayaan Perempuan

ix. Komisi IX membidangi Kependudukan, Kesehatan, Tenaga Kerja dan Transmigrasi


(52)

x. Komisi X membidangi Pendidikan, Pemuda, Olahraga, Pariwisata, Kesenian dan Kebudayaan

xi. Komisi XI membidangi Keuangan, Perencanaan Pembangunan Nasional, Perbankan, Lembaga Keuangan bukan Bank

3. Yudikatif

Sebelum adanya Perubahan UUD, kekuasaan kehakiman atau fungsi Yudikatif (Judicial) hanya terdiri atas badan-badan pengadilan yang berpuncak pada Mahkamah Agung. Lembaga Mahkamah Agung tersebut, sesuai dengan prinsip ’independent of judiciary’ diakui bersifat mandiri dalam arti tidak boleh diintervensi atau dipengaruhi oleh cabang-cabang kekuasaan lainnya, terutama pemerintah. Prinsip kemerdekaan hakim ini selain diatur dalam Undang-undang pokok kekuasaan kehakiman, juga tercantum dalam penjelasan pasal 24 UUD 1945 yang menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman tidak boleh dipengaruhi oleh cabang-cabang kekuasaan lain. Namun setelah perubahan ketiga UUD 1945 disahkan, kekuasaan kehakiman negara kita mendapat tambahan satu jenis mahkamah lain yang berada di luar Mahkamah Agung. Lembaga baru tersebut mempunyai kedudukan yang setingkat atau sederajat dengan Mahkamah Agung. Sebutannya adalah Mahkamah Konstitusi (Constitutional Court) yang dewasa ini makin banyak negara yang membentuknya di luar kerangka Mahkamah Agung

(Supreme Court). Dapat dikatakan Indonesia merupakan negara ke-78 yang mengadopsi gagasan pembentukan Mahkamah Konstitusi yang berdiri sendiri ini, setelah Austria pada tahun 1920, Iltalia pada tahun 1947 dan Jerman pada tahun 1948.


(53)

Dalam perubahan ketiga Undang-Undang Dasar 1945, Mahkamah Konstitusi ditentukan memiliki lima kewenangan yaitu :

a. Melakukan pengujian atas konstitusionalitas Undang-undang

b. Mengambil putusan atau sengketa kewenangan antar lembaga negara yang ditentukan menurut UUD

c. Mengambil putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum ataupun mengalami perubahan sehingga secara hukum tidak memenuhi syarat sebagai Presiden atau Wakil Presiden menjadi terbukti dan karena itu dapat dijadikan alasan oleh MPR untuk memberhentikan Presiden atau Wakil Presiden dari jabatannya.

d. Memutuskan perkara perselisihan mengenai hasil-hasil pemilihan umum e. Memutuskan perkara berkenaan dengan pembubaran partai politik.

Selain kedua badan kekuasaan kehakiman tersebut ada lagi satu lembaga baru yang kewenangannya ditentukan dalam UUD, yaitu Komisi Yudisial. Dewasa ini, banyak negara terutama negara-negara yang sudah maju mengembangkan lembaga Komisi Yidisial (Judicial commisions) semacam ini dalam lingkungan peradilan dan lembaga-lembaga penegak hukum lainnya maupun di lingkungan organ-organ pemerintahan pada umumnya. Meskipun lembaga baru ini tidak menjalankan kekuasaan kehakiman, tetapi keberadaannya diatur dalam UUD 1945 Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman, karena itu keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari kekuasaan kehakiman. Dalam pasal 24B ditegaskan : (1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang


(54)

mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan mempunyai kewenangan lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keseluruhan martabat, serta perilaku hakim. (2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela. (3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR. (4) Susunan, kedudukan dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan Undang-undang. Dari ketentuan mengenai Komisi Yudisial ini dapat dipahami bahwa jabatan hakim dalam konsepsi UUD 1945 dewasa ini adalah jabatan kehormatan yang perlu dijaga dan ditegakkan kehormatannya oleh suatu lembaga yang juga bersifat mandiri yaitu Komisi Yudisial.

B. Gambaran Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

B.1. Kedudukan, Tugas Pokok, Wewenang dan Kewajiban Komisi Pemberantasan Korupsi

B.1.1. Kedudukan KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi, atau disingkat menjadi KPK, adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sesuai dengan UU No 30 Tahun 2002, Komisi Pemberantasan Korupsi berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia yaitu Daerah Khusus


(55)

Ibukota (DKI) Jakarta dan wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia dan dapat membentuk perwakilan di propinsi.44

1. wajib audit terhadap kinerja dan pertanggungjawaban keuangan sesuai dengan Gedung KPK berada di Jl. H.R. Rasuna Said Kav. C1, Kuningan Jakarta Selatan yang terdiri dari 8 lantai.

Komisi Pemberantasan Korupsi bertanggung jawab kepada publik atas pelaksanaan tugasnya dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Pertanggungjawaban publik dilaksanakan dengan cara:

program kerjanya

2. menerbitkan laporan tahunan; dan 3. membuka akses informasi.

B.1.2. Tugas KPK

1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi

2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi

3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi

4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi 5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

44


(1)

Huruf i

Permintaan bantuan dalam ketentuan ini, misalnya dalam hal Komisi Pemberantasan

Korupsi melakukan penahanan seseorang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi meminta bantuan kepada Kepala Rumah Tahanan Negara untuk menerima penempatan tahanan tersebut dalam Rumah Tahanan.

Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Huruf a

Yang dimaksud dengan “memberikan perlindungan”, dalam ketentuan ini melingkupi juga

pemberian jaminan keamanan dengan meminta bantuan kepolisian atau penggantian

identitas pelapor atau melakukan evakuasi termasuk perlindungan hukum. Huruf b

Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Pasal 16

Ketentuan dalam Pasal ini mengatur mengenai tata cara pelaporan dan penentuan status

gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi. Pasal 17

Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3)


(2)

Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5)

Yang dimaksud dengan “bekerja secara kolektif” adalah bahwa setiap pengambilan

keputusan harus disetujui dan diputuskan secara bersama-sama oleh Pimpinan Komisi

Pemberantasan Korupsi. Ayat (6)

Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Cukup jelas Huruf h Cukup jelas


(3)

Yang dimaksud dengan “profesinya”, misalnya advokat, akuntan publik, atau dokter.

Huruf k Cukup jelas Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31

Yang dimaksud dengan “transparan” adalah masyarakat dapat mengikuti proses dan

mekanisme pencalonan dan pemilihan anggota Komisi Pemberantasan Korupsi. Pasal 32

Cukup jelas Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 35 Cukup jelas Pasal 36 Cukup jelas Pasal 37 Cukup jelas Pasal 38 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “yang berkaitan dengan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan” dalam ketentuan ini antara lain, kewenangan melakukan

penangkapan,

penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat. Ayat (2)

Cukup jelas Pasal 39 Cukup jelas Pasal 40 Cukup jelas Pasal 41

Yang dimaksud “lembaga penegak hukum negara lain”, termasuk kepolisian, kejaksaan,

pengadilan, dan badan-badan khusus lain dari negara asing yang menangani perkara tindak

pidana korupsi. Pasal 42

Cukup jelas Pasal 43 Cukup jelas Pasal 44 Cukup jelas Pasal 45 Cukup jelas


(4)

Pasal 46 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “prosedur khusus” adalah kewajiban memperoleh izin bagi

tersangka pejabat negara tertentu untuk dapat dilakukan pemeriksaan. Ayat (2)

Cukup jelas Pasal 47 Cukup jelas Pasal 48 Cukup jelas Pasal 49 Cukup jelas Pasal 50 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “dilakukan secara bersamaan” adalah dihitung berdasarkan hari

dan tanggal yang sama dimulainya penyidikan. Pasal 51

Cukup jelas Pasal 52 Cukup jelas Pasal 53 Cukup jelas Pasal 54 Cukup jelas Pasal 55 Cukup jelas Pasal 56 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2)

Berdasarkan ketentuan ini maka dalam menetapkan hakim Pengadilan Tindak Pidana

Korupsi, Ketua Mahkamah Agung dapat menyeleksi hakim yang bertugas pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.


(5)

akan diusulkan kepada Presiden Republik Indonesia untuk menjadi hakim Pengadilan

Tindak Pidana Korupsi, dilakukan secara transparan dan partisipatif. Pengumuman dapat

dilakukan baik melalui media cetak maupun elektronik guna mendapat masukan dan

tanggapan masyarakat terhadap calon hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tersebut.

Pasal 57 Cukup jelas Pasal 58 Cukup jelas Pasal 59 Cukup jelas Pasal 60 Cukup jelas Pasal 61 Cukup jelas Pasal 62

Yang dimaksud dengan “hukum acara pidana yang berlaku” adalah sebagaimana diatur

dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dan

untuk pemeriksaan kasasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985

tentang Mahkamah Agung. Pasal 63

Cukup jelas Pasal 64

Yang dimaksud dengan “biaya” termasuk juga biaya untuk pembayaran rehabilitasi dan

kompensasi. Pasal 65 Cukup jelas Pasal 66 Cukup jelas Pasal 67 Cukup jelas Pasal 68 Cukup jelas Pasal 69 Cukup jelas Pasal 70 Cukup jelas Pasal 71 Cukup jelas Pasal 72 Cukup jelas


(6)

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4250