Bahasa Indonesia Asing di Negeri Sendiri

Bahasa Indonesia Asing di Negeri Sendiri
Oleh Kamil Mubarok*

Penggunaan bahasa Indonesia di kalangan masyarakat sudah mulai memudar. Kesadaran
akan pentingnya berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sudah
mulai terkikis. Masyarakat lebih bangga menguasai bahasa asing dibandingkan bahasa Indonesia.
Hal ini disebabkan pengaruh globalisasi yang tak bisa dibendung. Hal ini jelas bertentangan
dengan sumpah pemuda tanggal 28 Oktober yang menyatakan menjunjung bahasa persatuan,
bahasa Indonesia.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang multilingual, menguasai berbagai
bahasa. Masyarakat Indonesia menguasai bahasa daerah sebagai bahasa pertama, bahasa
Indonesia, dan bahasa asing. Keadaan ini seharusnya menjadi suatu kelebihan bagi masyarakat.
Tapi juga harus bisa menempatkan penggunaan bahasa dengan baik. Masyarakat harus mampu
menggunakan bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa asing sesuai sitasi dan kondisi yang
sedang ia jalani.
Masyarakat harus mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar selama
berada di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Masyarakat juga wajib mempelajari, memahami
dan mengkaji bahasa Indonesia dengan baik. Banyak kesalahan berbahasa karena masyarakat
tidak mampu menempatkan bahasa sesuai situasi dan kondisi. Kesalahan berbahasa yang banyak
ditemui misalnya penggunaan bahasa asing pada nama-nama bangunan. Padahal setiap nama
bangunan yang ada di Indonesia harus menggunakan bahasa Indonesia.

Adapun beberapa pelanggaran yang terjadi misalnya Graha Permai Residence, Puri Melia
Garden, Sariwangi Cityview. Itu sudah melanggar aturan, karena seharusnya menggunakan
bahasa Indonesia. Ada juga yang sudah menggunakan bahasa Indonesia dengan baik misalnya
Perumahan Permata Buah Batu, Rumah Asri di Cimanuk, Hotel Setiabudhi, dan sebagainya.
Beberapa kesalahan lain pun masing banyak dijumpai dalam penggunaan bahasa Indonesia.
Dalam mengatasi berbagai permasalahan yang telah disebutkan perlu adanya usaha untuk
membina masyarakat agar bangga berbahasa Indonesia. Upaya yang bisa dilakukan adalah
melakukan pembinaan bahasa Indonesia. Hal ini tidak berlebihan karena tujuan utama
pembinaan bahasa Indonesia ialah menumbuhkan dan membina sikap positif terhadap bahasa
Indonesia. Untuk menyatakan sikap positif ini dapat dilakukan dengan sikap kesetiaan berbahasa
indonesia dan sikap kebanggaan berbahasa Indonesia. Sikap kesetiaan berbahasa Indonesia
terungkap jika bangsa Indonesia lebih suka memakai bahasa Indonesia daripada bahasa asing dan
bersedia menjaga agar pengaruh asing tidak terlalu berlebihan.

Sikap kebanggaan berbahasa Indonesia terungkap melalui kesadaran bahwa bahasa
Indonesiapun mampu mengungkapkan konsep yang rumit secara cermat dan dapat
mengungkapkan isi hati yang sehalus-halusnya. Yang perlu dipahami adalah sikap positif
terhadap bahasa Indonesia ini tidak berarti sikap berbahasa yang tertutup dan kaku. Bangsa
Indonesia tidak mungkin menuntut kemurnian bahasa Indonesia dan menutup diri dari pengaruh
bahasa daerah maupun bahasa asing.

Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus bisa membedakan mana pengaruh yang positif
dan mana pengaruh yang negatif terhadap perkembangan bahasa Indonesia. Sikap positif seperti
inilah yang bisa menanamkan percaya diri bangsa Indonesia bahwa bahasa Indonesia itu tidak
ada bedanya dengan bahasa asing lain. Masing-masing bahasa mempunyai kelebihan dan
kekurangannya. Sikap positif terhadap bahasa Indonesia memberikan sumbangan yang signifikan
bagi terciptanya disiplin berbahasa Indonesia.
Di samping itu, disiplin berbahasa nasional juga menunjukan rasa cinta kepada bahasa,
tanah air, dan negara Indonesia. Setiap warga negara Indonesia mesti bangga mempunyai bahasa
Indonesia dan menggunakannya dengan baik dan benar. Rasa bangga ini pulalah yang dapat
menimbulkan rasa nasionalisme yang mendalam.
Satu hal yang perlu diamati dalam setiap usaha pembinaan Bahasa Indonesia (BI) ialah
hakikat dan fungsi pembinaan bahasa Indonesia yaitu sebagai usaha sadar yang dilakukan
terhadap bahasa Indonesia agar bahasa ini terpelihara, berkembang, dan tersebar. Faktor
kesadaran merupakan faktor terpenting dalam pembinaan bahasa karena kesadaran inilah yang
merupakan motor yang menghidupkan pembinaan bahasa itu, dan juga merupakan motivator
yang menggerakan usaha-usaha/kegiatan-kegiatan melaksanakan pembinaan bahasa. Selain itu
dari kesadaran pula yang mengarahkan setiap pelaksanaan pembinaan bahasa ke tujuan yang
diinginkan (Rubin dalam Rubin dan Jernudd, 1971).
Kelancaran serta keberhasilan pelaksanaan pembinaan bahasa Indonesia akan sangat
ditentukan oleh partisipasi dan itegrasi warga masyarakat Indonesia pada umumnya, dan

khususnya karyawan pembina BI, terutama mereka yang bertugas di lapangan, seperti para guru
BI. Partisipasi dan integrasi yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan pembinaan BI adalah
partisipasi dan integrasi yang positif. Maksudnya adalah tindakan nyata ikut serta melaksanakan
pembinaan BI, terutama dalam rangka memelihara, mengembangkan, dan menyebarkan BI.
Dalam rangka pengembangan BI usaha-usaha yang relevan dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Melaksanakan pemungutan dari bahasa-bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari
bahasa asing. Pemungutan dapat dilakukan lewat proses berikut.
a. Adopsi yaitu memungut secara utuh. Adopsi ini hanya tepat dilakukan jika materi
bahasa yang dipungut sesuai dengan ciri-ciri kepribadian bahasa Indonesia. Beberapa
contoh adopsi: sinambung, ajeg, tuntas, wacana, karsa dan data, media, stamina,
norma, hijrah, dan nasabah.

2.

3.
4.
5.

b. Adaptasi yaitu memungut dengan menyesuaikan dengan ciri-ciri kepribadian bahasa
Indonesia, misalnya akurat, interfensi, fenomena, kasual, korek, imajinasi, dan

sebagainya.
c. Terjemahan pinjaman yaitu pemungutan konsep yang kemudian diwadahi dengan
materi BI misalnya umpan balik (feedback), uji coba (try out), belajar tuntas
(mastery learning), tumpang tindih (over lapping), dan sebagainya.
Menetapkan imbangan kata, ungkapan dalam istiah bahasa lain dengan materi bahasa
Indonesia. Penetapan imbangan ini biasanya dikenal sebagai terjemahan, misalnya lanjut
(advanced), wacana (discourse), butir (item), keterampilan (skill), tekanan (stress),
ujaran (utterance).
Meniru pola bentuk yang telah ada (analogi) misalnya turinisasi, tatarias, prasekolah,
tingkah tutur, saminisme, pancasilais, dan sebagainya.
Menghidupkan kembali kata-kata lama dengan nilai baru (archaisme) misalnya berjaya,
busana, wira, rungu, wicara, pilah, dan sebagainya.
Menciptakan kata-kata baru misalnya sandera, santai, ampera, pemilu, tinja, dan
sebagainya.

Dalam rangka melaksanakan pembinaan bahasa perlu adanya dukungan dari berbagai
pihak. Pemerintah (dalam hal ini Balai Bahasa) memiliki peranan yang sangat penting untuk
melakukan pembinaan bahasa Indonesia. Balai Bahasa memiliki kewajiban untuk menngkatkan
mutu bahasa dan sastra, meningkatkan sikap positif masyrakat terhadap bahasa dan sastra,
mengembangkan bahan informasi kebahasaan, dan meningkatkan kerja sama dengan berbagai

pihak untuk meningkatkan mutu bahasa Indonesia.
Balai bahasa berperan melakukan penelitian bahasa dan sastra indonesia dan daerah,
penelitian pengajaran bahasa, menyediakan fasilitas pembimbingan penelitian bahasa,
mengadakan pelatihan penelitian kebahasaan dan kesastraan, dan menyediakan konsultasi
penelitian kebahasaan dan kesastraan. Membangun bahasa dan sastra Indonesia dan daerah,
penyusunan kamus da ensiklopedia, melakukan penerjemahan kebahasaan dan kesastraa
indonesia, daerah, asing, penyusunan berbagai buku pintar dan pedoman kebahasaan dan sastra:
pedoman ejaan, pedoman penulisan karya tulis ilmiah, pedoman penyuntingan. Mengadakan
penyuluhan bahasa dan sastra, sasaran guru, siswa pemerintah dan wartawan, mengadakan uji
Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI), pengajaran Bahasa Indonesia bagi penutur asing
(BIPA).
Selain itu, ada juga tugas pembimbingan dan memfasilitasi pelaksanaan bengkel sastra,
memberikan penghargaan sastra untuk berbagai lapisan masyarakat, pemilihan duta bahasa seJawa Barat, melakukan pembinaan bahasa dan sastra melalui media RRI dan surat kabar,
menyelenggarakan lokakarya/seminar/temu ilmiah mengenai kebahasaan dan kesastraan,
misalnya Seminar Internasional Bahasa Ibu, Seminar Internasional Sastra Bandung, pertemuan
sastrawan dan siswa, menyelenggarakan lomba-lomba kebahasaan dan kesastraan, seperti lomba
baca puisi, lomba menulis cerpen, lomba mendongeng, atau lomba blog kebahasaan.

Menumbuhkan sikap bangga terhadap bahasa Indonesia merupakan tanggung jawab
semua pihak. Bukan hanya tugas pemerintah tapi semua elemen masyarakat harus terlibat di

dalamnya. Rasa cinta dan bangga terhadap penggunaan bahasa Indonesia harus ditanamkan sejak
dini. Dimulai dari diri sendiri kemudian mangajak orang lain untuk dapat memiliki rasa cinta dan
bangga pula pada bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan yang harus terus
dijaga dan dilestarikan sebagai jati diri bangsa Indonesia.
Dalam menghadapi dunia era globalisasi dengan kemajuan teknologi dan informasi yang
semakin cepat semua orang harus tegar pendirian agar tidak tergerus budaya luar. Bahasa
menujukan jati diri setiap bangsa. Maka dari itu jika ingin menjunjung jati diri bangsa mulailah
dengan mengunakan bahasa Indonesia setiap hari dimanapun dan kapanpun. Karena bahasa
Indonesia merupakan bahasa yang berasal dari bahasa daerah yang dimiliki setiap daerah di
Indonesia. Oleh karena itu, kita harus menggunakan bahasa Indonesia sebagai wujud pelestarian
terhadap bahasa dan budaya daerah.
Kesalahan-kesalahan berbahasa di ruang publik seharusnya diperingatkan dan diberi
sanksi. Pemberian sanksi bertujuan agar yang melakukan kesalahan merasa jera sehingga bahasa
Indonesia dapat digunakan oleh semua orang. Bahasa Indonesia bisa digunakan oleh semua
lapisan masyarakat. Tentu ini merupakan tanggung jawab bersama untuk mengawasi dan
melakukan pembinaan bahasa Indonesia agar bahasa Indonesia tak asing di negeri sendiri.

*Kamil Mubarok, Mahasiswa Departemen Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia FPBS UPI.