Diversity of endophytic fungi derived from some potential medicinal plants

KERAGAMAN CENDAWAN ENDOFIT YANG DIISOLASI
DARI BERBAGAI SPESIES TANAMAN OBAT POTENSIAL

ROHANI CINTA BADIA BR GINTING

SEKOLAH PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MIKROBIOLOGI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Keragaman
Cendawan Endofit yang Diisolasi dari Berbagai Spesies Tanaman Obat
Potensial” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan, maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2013
Rohani Cinta Badia Br Ginting
NIM G361080031

RINGKASAN
ROHANI CINTA BADIA BR GINTING. Keragaman Cendawan Endofit yang
Diisolasi dari Berbagai Spesies Tanaman Obat Potensial. Dibimbing oleh
NAMPIAH SUKARNO, UTUT WIDYASTUTI, LATIFAH KOSIM
DARUSMAN, dan SHIGEHIKO KANAYA.
Indonesia memiliki keragaman tanaman obat yang tinggi namun cendawan
endofit yang bersimbiosis dengan tanaman obat asal Indonesia belum banyak
dipelajari terutama pada tanaman obat potensial seperti jahe merah (Zingiber
officinale Roscoe), jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk), pegagan lokal
(Centella asiatica L), pegagan malaysia, dan temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb). Beberapa cendawan endofit asal tanaman obat dilaporkan berpotensi
menghasilkan berbagai senyawa metabolit termasuk antimikrob. Peranan
cendawan endofit dalam produksi metabolit pada tanaman obat dilaporkan sangat
signifikan namun keragaman cendawan tersebut pada kelima tanaman obat
potensial tersebut di atas belum diketahui.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1). Mendapatkan isolat cendawan endofit

dari organ fungsional tanaman obat potensial yaitu jati belanda, pegagan lokal,
pegagan malaysia, temulawak dan mengidentifikasi cendawan endofit yang
diperoleh dengan karakter morfologi, sekuen DNA pada daerah ITS rDNA, dan
filogenetik, dan kemampuan antagonistik terhadap F. oxysporum, 2).
Mendapatkan isolat cendawan endofit dari tanaman obat jahe merah sebagai
model yaitu dari organ fungsional dan non-fungsional dan mengidentifikasi
cendawan endofit yang diperoleh dengan karakter morfologi, sekuen DNA pada
daerah ITS rDNA, filogenetik, dan kemampuan antagonistik terhadap F.
oxysporum, dan spesi kimia menggunakan FTIR, 3). Penapisan terhadap
kemampuan cendawan endofit sebagai antagonistik terhadap cendawan patogen
tanaman F. oxysporium secara in vitro.
Tanaman obat yang digunakan dibagi dalam dua kelompok. Kelompok
pertama ialah tanaman yang diambil organ fungsionalnya yaitu daun jati belanda,
daun pegagan lokal, daun pegagan malaysia, dan rimpang temulawak. Kelompok
kedua ialah jahe merah yaitu tanaman yang seluruh organnya baik fungsional
yaitu rimpang maupun non-fungsional yaitu akar, batang, dan daun digunakan
sebagai sumber isolat. Pada tanaman kelompok pertama, setiap organ fungsional
masing-masing tanaman obat yang diteliti diperoleh bahwa keempat tanaman
tersebut bersimbiosis dengan cendawan endofit. Pada organ daun jati belanda
diperoleh 13 isolat cendawan endofit dan masing-masing lima isolat dari organ

daun pegagan lokal, pegagan malaysia, dan rimpang temulawak. Hasil
diidentifikasi dari cendawan endofit pada organ fungsional menggunakan
kombinasi karakter morfologi, molekuler, dan filogenetik diperoleh cendawan
endofit Aspergillus versicolor, Aspergillus sydowii, Aspergillus terreus,
Colletotrichum gloeosporioides dan fase teleomorfnya Glomerella cingulata,
Colletotrichum higginsianum, Curvularia affinis, Diaporthe phaseolorum,
Engyodontium album, Fusarium solani, Lasiodiplodia theobromae,
Leptosphaerulina australis, Mycoleptodiscus indicus, Pseudocercospora cruenta,
Stagonosporopsis cucurbitacearum, dan Talaromyces assiutensis. C.
gloeosporioides dan fase teleomorfnya G. cingulata merupakan cendawan paling

banyak diperoleh dan ditemukan pada tiga dari empat tanaman yang diteliti yaitu
jati belanda, pegagan malaysia, dan temulawak, sementara C. higginsianum
ditemukan hanya pada pegagan lokal. Cendawan endofit yang mempunyai
kemampuan aktivitas penghambatan yang tinggi terhadap pertumbuhan F.
oxysporum ialah T. trachyspermus JBd10 dan F. solani JMd14, sementara
cendawan yang mempunyai kemampuan penghambatan yang rendah ialah D.
phaseolorum JBd6, M. indicus PMd1, dan E. album JBd13.
Pada tanaman jahe merah diperoleh 30 isolat cendawan endofit yaitu enam
isolat berasal dari organ fungsional rimpang dan dua puluh empat isolat diperoleh

dari organ non-fungsional yaitu akar, batang, dan daun. Setiap organ nonfungsional jahe merah masing-masing diperoleh sebanyak delapan isolat
cendawan endofit. Hasil identifikasi menggunakan kombinasi karakter morfologi,
molekuler, dan filogenetik diperoleh cendawan endofit A. macroclavatum,
Beltrania sp., Cochliobolus geniculatus dan anamorfnya C. affinis, F. solani, G.
cingulata dan anamorfnya C. gloeosporoides, Lecanicillium kalimantanense,
Myrothecium verrucaria, Neonectria punicea, Periconia macrospinosa,
Rhizopycnis vagum, T. assiutensis, dan satu miselia sterilia JMd9.
C. gloeosporoides dan fase teleomorfnya G. cingulata merupakan
cendawan endofit paling banyak ditemukan. Cendawan endofit R. vagum dan P.
macrospinosa merupakan cendawan yang spesifik pada akar sementara L.
kalimantanese dan M. verrucaria hanya diperoleh dari batang; dan Beltraniella
sp. hanya di rimpang tanaman jahe merah. C. affinis dan fase teleomorfnya C.
geniculatus ditemukan hidup di tajuk yaitu daun dan batang tanaman, sementara
A. macroclavatum dan N. punicea pada sistem perakaran yaitu akar dan rimpang.
Cendawan endofit asal organ jahe merah mempunyai kemampuan aktivitas
penghambatan terhadap cendawan patogen F. oxysporum dengan persentase
penghambatan berkisar 1.4-68.8%. Cendawan C. affinis JMbt7 dan F. solani
JMd14 mempunyai aktivitas penghambatan yang tinggi sementara R. vagum JMa4
dan C. geniculatus JMbt9 mempunyai aktivitas penghambatan yang rendah.
Organ tanaman dimana cendawan endofit berasal tidak mempengaruhi

kemampuan aktivitas cendawan endofit terhadap cendawan patogen F. oxysporum
secara in vitro.
Kombinasi identifikasi molekuler, spesi kimia menggunakan FTIR, dan
kemampuan penghambatan terhadap cendawan patogen dapat membantu
identifikasi cendawan ke tingkat spesies dan bahkan ada yang ke tingkat strain.
Contoh spesies yang sama tetapi berbeda strain adalah spesies F. solani JMa5 dan
F. solani JMd14; spesies G. cingulata JMr2, G. cingulata JMd4, G. cingulata
JMd5 dan G. cingulata JMd12, C. lunatus JMbt7, C. lunatus JMbt9, dan C.
lunatus JMd13. Contoh spesies dengan strain yang sama ialah G. cingulata
JMbt13 dan G. cingulata JMd4 yang tersebar di daun dan batang dan A.
macroclavatum JMa6 dan A. macroclavatum JMr7 yang tersebar di akar dan
rimpang jahe merah. Pada organ tertentu tanaman jahe merah dapat dihuni oleh
berbagai cendawan dengan spesies yang sama tetapi berbeda strain dan cendawan
dengan spesies dan strain yang sama dapat tersebar di berbagai organ tanaman
jahe merah.
Kata kunci: tanaman obat, cendawan endofit, keragaman, identifikasi, filogenetik,
spesi kimia

SUMMARY
ROHANI CINTA BADIA BR GINTING. Diversity of Endophytic Fungi Derived

from Some Potential Medicinal Plants. Supervised by NAMPIAH SUKARNO,
UTUT WIDYASTUTI, LATIFAH KOSIM DARUSMAN, and SHIGEHIKO
KANAYA.
Indonesia has high medicinal plant diversity, however, there was limited
study on endophytic fungi associated with them, particularly on potential
medicinal plant jahe merah (Zingiber officinale Roscoe), jati belanda (Guazuma
ulmifolia Lamk), local pegagan (Centella asiatica L), malaysian pegagan, and
temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb). As traditional medicines, the society
use certain medicinal plant organ such as leaf, stem, rhizome and root as
functional organ in traditional remedy because it contains high bioactive
compounds. Some endophytic fungi had been reported to produce bioactive
compound including anti-microbe substances. Role of endophytic fungi in
production of bioactive compound of medicinal plant as their host is significant,
however, diversity and distribution of the fungi in the host plant are not
sufficiently studied particularly for the five potential medicinal plant mention
above.
The aims of the research were: 1). To obtained the endophytic fungi isolates
from the functional organ of jati belanda, local pegagan and malaysian pegagan
type, and jahe merah, and from whole of jahe merah plant organs, 2). To study the
diversity of endophytic fungi by using a combination of morphological

characteristic, molecular analysis of sequence DNA generated from ITS rDNA
region, and chemistry characteristic by FTIR, 3). To study the potency of
endophytic fungi which have activity as biological control against F. oxysporum.
The medicinal plants used were divided into two groups. The first group
was medicinal plants that used only their functional organ that is leaf of
jatibelanda, leaf of local pegagan and malaysian pegagan, and rhizome of
temulawak. The second group was jahemerah plant. In this group all plant organs
both functional and non-functional such as leaf, stem, rhizome and root were used
as source of fungal isolation.
In the first group, all functional organ of plants studied harbored endophytic
fungi. There were 13 isolates of the endophytic fungi obtained from leaf of jati
belanda and each of leaves of pegagan local and malaysian cultivars, and rhizome
of jahe merah was occupied by five isolates. The fungi were identified as
Aspergillus versicolor, Aspergillus sydowii, Aspergillus terreus, Colletotrichum
gloeosporioides and its teleomorphic stage Glomerella cingulata, Colletotrichum
higginsianum, Curvularia affinis, Diaporthe phaseolorum, Engyodontium album,
Fusarium solani, Lasiodiplodia theobromae, Leptosphaerulina australis,
Mycoleptodiscus indicus, Pseudocercospora cruenta, Stagonosporopsis
cucurbitacearum, Talaromyces assiutensis. Colletotrichum gloeosporioides and
its teleomorphic stage Glomerella cingulata were dominant endophyte fungi and

were found in all plants study.
Endophytic fungi derived from functional organ of jati belanda, temulawak,
pegagan local and malaysian cultivars had inhibitation activity against F.
oxysporum with the ranges of inhibition value 6.0-78.9%. Talaromyces

trachyspermus JBd10, Glomerella cingulata JMr2, and Fusarium solani JMd14
statistically had the highest inhibitation value, while Mycoleptodiscus indicus
PMd1 and Engyodontium album JBd13 had the lowest inhibitation value.
Thirty isolates of endophytic fungi having different colony characteristics
were obtained from Zingiber officinale, six isolates were derived from functional
organ of Zingiber officinale and twenty four isolates were derived from
nonfunctional organ of Zingiber officinale, i.e. leaf, rhizome, root, and stem. Each
of root, stem, and leaf was occupied by eight isolates. Fungal identification by
using a combination of morphological characteristic, molecular analysis of
sequence DNA generated from ITS rDNA region, and phylogenetic analysis
resulted Acremonium macroclavatum, Beltraniella sp., Cochliobolus geniculatus
and its anamorphic stage Curvularia affinis, Fusarium solani, Glomerella
cingulata and its anamorphic stage Colletotrichum gloeosporoides, Lecanicillium
kalimantanense, Myrothecium verrucaria, Neonectria punicea, Periconia
macrospinosa, Rhizopycnis vagum, Talaromyces assiutensis, and one mycelia

sterilia JMd9.
C. gloeosporoides and its teleomorphic stage G. cingulata were dominant
endophyte fungi in jahe merah. R. vagum was found specifically on root whereas
L. kalimantanense and M. verrucaria were found on stem of red ginger plant. A.
macroclavatum was found specifically in bellow ground organ, whereas
Curvularia was determined from shoot or above ground organ of red ginger plant.
Based on moleculer analysis, chemistry characteristic by FTIR, and antagonistic
assay, the isolates JMa5 and JMd14 were belong to the same species, namely F.
solani but they were differ in strain. Similarly JMr2, JMd4, JMd5, and JMd12
were belong to the same species G. cingulata but they were differ in strain. Other
while, C. geniculatus JMbt9 and JMd13, G. cingulata JMd12 and JMr2.
Otherwhile, G. cingulata JMbt13 and G. cingulata JMd4 were belong to the same
species and also the same strain that spreaded in leaf and stem of jahe merah.
Similarly A. macroclavatum JMa6 and A. macroclavatum JMr7. The endophytic
fungi lived in the different organs of host plant may be belong to the same species
and the same strain but also belong to the same species but in the different strain.
All jahe merah plant organs harbor diverse endophytic fungi and their
inhibition effects on growth of F. oxysporum were varied with the inhibition value
range from 1.4 to 68.8%. C. affinis (JMbt7) and F. solani (JMd14) had
significantly highest antagonistic activity with the value above 65%; and R.

vagum (JMa4) and C. geniculatus (JMbt9) had significantly lowest antagonistic
activity with the value up to 10%. This finding showed that not only rhizome of
red ginger inhabited by endophytic fungi with high antifungal activities, but also
other organs.
Key words: medicinal plants, endophitic fungi, diversity, identification,
phylogenetic, chemistry analisis

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IP

KERAGAMAN CENDAWAN ENDOFIT YANG DIISOLASI
DARI BERBAGAI SPESIES TANAMAN OBAT POTENSIAL


ROHANI CINTA BADIA BR GINTING

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Mikrobiologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Dyah Manohara
Peneliti Utama
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Bogor
Dr Iman Rusmana
Departemen Biologi FMIPA
IPB Bogor

Penguji pada Ujian Terbuka: Dr Bonny Poernomo Wahyu Soekarno
Departemen Proteksi Tanaman
IPB Bogor
Dr Ir Subowo
Peneliti Utama
Balai Penelitian Tanah Bogor

Judul Disertasi : Keragaman Cendawan Endofit yang Diisolasi dari Berbagai
Spesies Tanaman Obat Potensial
Nama
: Rohani Cinta Badia Br Ginting
NIM
: G361080031

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Nampiah Sukarno
Ketua

Dr Ir Utut Widyastuti, MSi
Anggota

Prof Dr Latifah K Darusman, MS
Anggota

Prof Dr Shigehiko Kanaya
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Mikrobiologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Anja Meryandini

Dr Ir Dahrul Syah, MAgr

Tanggal Ujian: 19 Agustus 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah yang Maha Pemurah atas segala
karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Oktober 2009 sampai dengan Desember 2012 ini ialah
identifikasi dan skrining cendawan endofit dari tanaman obat Indonesia dengan
judul Keragaman Cendawan Endofit yang Diisolasi dari Berbagai Spesies
Tanaman Obat Potensial. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobologi
dan Kesehatan Tanah Balai Penelitian Tanah Bogor, Lab. Biorin Pusat Penelitian
Sumberdaya Hayati (PPSHB) dan Bioteknologi IPB, Lab. Terpadu dan Lab.
Bagian Mikologi Departemen Biologi FMIPA, Lab. Kimia Analitik Departemen
Kimia FMIPA IPB, Lab. Pusat Studi Biofarmaka LPPB-IPB, Bogor.
Penulis telah mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak
dalam melakukan penelitian ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir
Nampiah Sukarno sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Dr Ir Utut Widyastuti, Prof
Dr Ir Latifah K Darusman MS, dan Prof Dr Shigehiko Kanaya sebagai Anggota
Komisi Pembimbing, atas segala bimbingan dan bantuan kepada penulis selama
penelitian dan penyelesaian disertasi ini.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Badan Litbang Pertanian dan
Kepala Balai Penelitian Tanah, Bogor yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor dan
menyediakan biaya pendidikan serta biaya penelitian melalui Program KKP3T
Tahun 2011 dan 2012 dengan surat perjanjian No:1998.9/LB.620/I.1/5/2011 dan
No:1142/LB.620/I.1/3/2012 serta PPSHB - Nara Institute Science and Technology
dalam rangka kerjasama Young Researcher. Penghargaan dan terima kasih penulis
ucapkan kepada Rektor, Dekan Sekolah Pascasarjana, Dekan FMIPA, Ketua
Departemen Biologi, Ketua Program Studi Mikrobiologi, SPs IPB Bogor atas
kesempatan yang diberikan untuk mengikuti pendidikan di SPs IPB Bogor.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar dan
administrasi SPs IPB, staf PPSHB IPB, Tim kemometrik Pusat Studi Biofarmaka
LPPB-IPB, dan Departemen Biologi atas ilmu dan bantuan administrasi yang
diberikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan di Lab. BIORIN
PPSHB, Lab. Terpadu dan Lab. Bagian Mikologi Dept. Biologi FMIPA, Lab.
Kimia Analitik Dept. Kimia FMIPA, IPB Bogor atas segala bantuan, dukungan
semangat dan doa, serta persahabatan selama penulis melakukan penelitian. Masih
banyak pihak yang telah membantu kelancaran penelitian ini, namun tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu, untuk itu penulis juga mengucapkan terima kasih.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada suami tercinta Biston
Situngkir dan anak-anakku Cindy Anastasia dan Della Claudya, serta seluruh
keluarga Besar N. Ginting (Alm) dan Situngkir (Alm) atas segala doa, semangat,
dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013
Rohani Cinta Badia Br Ginting

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Alur Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan Penelitian
Prosedur Penelitian
HASIL
Keragaman Cendawan Endofit pada Organ Fungsional Beberapa
Tanaman Obat
Keragaman cendawan endofit berdasarkan karakteri morfologi
Keragaman cendawan endofit berdasarkan identifikasi molekuler
menggunakan primer ITS
Keragaman cendawan endofit berdasarkan kemampuan
penghambatan terhadap cendawan patogen F. oxysporum
Keragaman Cendawan Endofit pada Tanaman Model: Jahe Merah
Keragaman cendawan endofit berdasarkan karakter morfologi
Keragaman cendawan endofit berdasarkan identifikasi molekuler
Keragaman cendawan endofit berdasarkan kemampuan
penghambatan terhadap F.oxysporum
Keragaman cendawan endofit berdasarkan spesi kimia
menggunakan FTIR
PEMBAHASAN
Keragaman Cendawan Endofit pada Organ Fungsional Beberapa
Tanaman Obat
Keragaman Cendawan Endofit pada Tanaman Model: Jahe Merah
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

1
4
4
5
6
16
16
19

23
30
38
39
49
56
58

63
68
76
77
78
84

DAFTAR TABEL
1. Keragaman dan penyebaran cendawan endofit asal organ
fungsional jati belanda, pegagan lokal, pegagan malaysia,
dan temulawak berdasarkan karakter morfologi
2. Karakter morfologi cendawan endofit yang berasosiasi dengan
daun jati belanda, pegagan lokal, pegagan malaysia, dan
rimpang temulawak
3. Identifikasi molekuler cendawan endofit asal organ fungsional
jati belanda, pegagan lokal, pegagan malaysia, dan temulawak
berdasarkan ITS1-5.8S-ITS2 rDNA menggunakan primer
ITS1/ITS4, ITS5/ITS2, atau ITS3/NL4
4. Keragaman dan penyebaran cendawan endofit asal organ
fungsional jati belanda, pegagan lokal, pegagan malaysia,
dan temulawak berdasarkan identifikasi molekular menggunakan
primer ITS1/ITS4, ITS5/ITS3, atau ITS3/NL4
5. Uji hipersensivitas cendawan endofit asal organ fungsional
tanaman jati belanda, pegagan lokal, pegagan malaysia, dan
temulawak pada daun tembakau
6. Aktivitas penghambatan cendawan endofit asal organ fungsional
jati belanda, pegagan lokal, pegagan malaysia, dan temulawak
terhadap cendawan patogen F. oxysporum secara in vitro
7. Keragaman dan penyebaran cendawan endofit berdasarkan
karakter morfologi pada setiap organ tanaman jahe merah
8. Karakter morfologi cendawan endofit yang berasosiasi dengan
organ tanaman jahe merah
9. Identifikasi molekuler cendawan endofit asal organ tanaman
jahe merah berdasarkan ITS1-5.8S-ITS2 rDNA menggunakan
primer ITS1/ITS4, ITS5/ITS3, atau ITS3/NL4
10. Keragaman dan penyebaran cendawan endofit pada organ
tanaman jahe merah berdasarkan identifikasi molekuler
ITS1-5.8S-ITS2 rDNA menggunakan primer ITS1/ITS4,
ITS5/ITS3, atau ITS3/NL
11. Uji hipersensivitas cendawan endofit asal tanaman jahe merah pada
daun tembakau
12. Aktivitas penghambatan cendawan endofit asal tanaman jahe merah
terhadap F. oxysporum secara invitro
13. Hasil analisis komponen utama spektrum cendawan endofit asal
tanaman jahe merah

23

24

32

33

38

39
40
47

51

53
56
57
59

DAFTAR GAMBAR
Jati belanda
Pegagan
Temulawak
Jahe merah
Peta ITS1-5.8S-ITS2 rDNA
Ilustrasi koreksi garis dasar spektrum emisi Raman
Ilustrasi pendekatan menggunakan derivatisasi pada spektrum infra
merah campuran air-metanol
8. Hasil proses smoothing kuadratik savitzky-golay
9. Alur pelaksanaan kerja
10. Karakter morfologi Aspergillus
11. Karakter morfologi Curvularia
12. Karakter morfologi Fusarium
13. Karakter morfologi Talaromyces
14. Karakter morfologi Colletotrichum dan Glomerella
15. Karakter morfologi Phomopsis
16. Karakter morfologi cendawan endofit miselia sterilia
17. Pohon filogenetik cendawan endofit asal organ fungsional jahe merah,
jati belanda, pegagan lokal, pegagan malaysia, dan temulawak
18. Karakter morfologi Acremonium
19. Karakter morfologi Beltraniella
20. Karakter morfologi Curvularia affinis
21. Karakter morfologi Cylindrocarpon
22. Karakter morfologi Fusarium solani
23. Karakter morfologi Colletotrichum dan Glomerella
24. Karakter morfologi Talaromyces assiutensis
25. Karakter morfologi Periconia
26. Karakter morfologi Lecanilicilium kalimantanese
27. Karakter morfologi cendawan endofit miselia sterilia
28. Pohon filogenetik hasil identifikasi cendawan endofit asal organ
tanaman jahe merah
29. Spektrum inframerah data asli dan data yang telah mengalami proses
pendahuluan dari 17 cendawan endofit asal tanaman jahe merah
30. Hasil analisis komponen utama data FTIR 17 isolat cendawan
endofit asal tanaman jahe merah menggunakan PCA
31. Hasil analisis komponen utama data FTIR 17 isolat cendawan
endofit asal tanaman jahe merah menggunakan analisis kluster
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

7
8
9
10
13
14
15
16
17
26
27
27
28
28
29
29
34
41
41
42
43
43
44
45
45
45
46
54
59
60
61

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cendawan endofit ialah cendawan yang seluruh siklus hidupnya berada
dalam jaringan suatu organ tanaman seperti akar, batang, daun, dan buah dan
hidup bersimbiosis mutualisme atau netral dengan tanaman inangnya (Wilson
1995). Dalam simbiosisnya, cendawan endofit menghasilkan senyawa metabolit
baik untuk tanaman inang maupun untuk cendawan itu sendiri sedangkan tanaman
inang memberikan nutrisi dan senyawa aktif yang diperlukan oleh cendawan
endofit. Senyawa bioaktif cendawan endofit berfungsi antara lain sebagai
fungisida (You et al. 2009), zat pengatur tumbuh tumbuhan, antimikrob
(Rukachaisirikul et al. 2008), antivirus, insektisida, dan mediasi berbagai
ketahanan tanaman terhadap cekaman biotik dan abiotik. Bailey et al. (2008)
melaporkan bahwa tanaman yang diinokulasi cendawan endofit menunjukkan
ketahanan yang lebih tinggi terhadap serangan patogen dan tahan terhadap
cekaman kekeringan, logam berat, pH rendah, dan salinitas tinggi. Mekanisme
resistensi tersebut diikuti dengan proses fisiologi tanaman atau peningkatan
penyerapan hara mineral. Sejumlah senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan
oleh cendawan endofit memiliki aktivitas biologi (Strobel dan Daisy 2003) dan
beberapa dari senyawa bioaktif tersebut merupakan senyawa bioaktif yang baru
(Schulz et al. 2002).
Berdasarkan sifat tumbuhnya, sebagian cendawan endofit memiliki sifat
spesifik sehingga dapat diisolasi dari tanaman inangnya dan ditumbuhkan pada
media yang sesuai dan ada yang bersifat obligat yaitu tidak dapat ditumbuhkan
pada media buatan kecuali bersama-sama dengan tanaman inangnya. Cendawan
endofit yang potensial biasanya diperoleh dari tumbuhan inang yang khas seperti
1). tumbuhan yang hidup di lingkungan yang unik, 2). tanaman yang mempunyai
sejarah etnobotani yaitu tanaman yang sering digunakan oleh masyarakat sebagai
bahan obat, 3). tumbuhan endemik, 4). tumbuhan yang hidup di areal atau
lingkungan yang mempunyai keragaman yang tinggi, dan 5). tumbuhan yang
hidup di sekitar tumbuhan yang terserang penyakit (Strobel dan Daisy 2003).
Indonesia telah dikenal sebagai negara yang mempunyai keragaman
tanaman obat yang tinggi. Tanaman obat unggulan Indonesia antara lain tanaman
jahe merah (Zingiber officinale Rosc.), jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.),
pegagan (Centella asiatica L.), dan temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb)
telah digunakan secara empiris oleh masyarakat dan diketahui mengandung
senyawa bioaktif. Jahe merupakan salah satu tanaman obat asli Indonesia yang
mengandung senyawa bioaktif dengan khasiat paling banyak sehingga lebih dari
40 produk obat tradisional menggunakan jahe sebagai bahan baku. Jahe merah
merupakan varietas jahe yang banyak digunakan dalam industri jamu. Temulawak
adalah tanaman obat asli Indonesia (Prana 1985) yang dapat menyembuhkan
berbagai penyakit. Pemerintah melalui Badan POM pada akhir tahun 2004
mencanangkan temulawak sebagai “Minuman Kesehatan Nasional” (Ditjenhorti
2006). Daun pegagan telah banyak digunakan sebagai obat anti pikun, obat

2

penyakit kulit, anti stress, anti radang, anti kanker, dan sebagai bahan kosmetik
(Bermawie et al. 2005). Industri jamu memerlukan sekitar 100 ton simplisia
pegagan setiap tahunnya. Dari sepuluh jenis jamu yang beredar di pasaran,
pegagan merupakan bahan baku yang dipergunakan dengan kadar simplisia yang
dicantumkan dalam kemasannya antara 15-25 % (Januwati dan Yusron 2004).
Kebutuhan bahan baku tanaman tersebut sebagai bahan obat terus meningkat.
Dengan mengisolasi cendawan endofit dari tanaman obat tersebut, maka
diharapkan akan diperoleh cendawan endofit potensial dan juga dapat
menghasilkan senyawa aktif yang potensial yang dapat digunakan untuk
pengembangan pertanian berkelanjutan.
Cendawan endofit dapat menghasilkan senyawa bioaktif yang dapat
digunakan untuk berbagai bidang seperti industri pertanian (Schulz et al. 2002).
Dalam bidang pertanian, cendawan endofit telah banyak digunakan antara lain
sebagai pengendali hayati cendawan patogen pada berbagai tanaman budi daya
(Campanile, Ruscelli, dan Luisi 2007; You et al. 2009). Cendawan endofit
Trichoderma, Pestalotiopsis, Curvularia, Tolypocladium dan Fusarium dari
tanaman coklat mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan cendawan
patogen Phytophtora palmivora. Selain itu, Colletotrichum trunctatum yang
diisolasi dari tanaman jarak (Jatropha curcas) mampu mengendalikan
pertumbuhan cendawan patogen tanaman Fusarium oxysporum dan Scleorotinia
sclerotiorum (Kumar dan Kaushik 2013; Hanada et al. 2010). Antifungi yang
termasuk dalam kelompok sitokalasin, kaetoglobosin A dan kaetoglobosin C yang
dihasilkan oleh cendawan endofit Chaetomium globosum mampu menekan
pertumbuhan cendawan patogen Setosphaeria turcica pada tanaman jagung
(Zhang et al. 2013). Larkin, Hopkins, dan Martin (1996) menggunakan cendawan
F. oxysporum bukan patogen untuk mengendalikan penyakit layu fusarium pada
tanaman semangka.
Sumber senyawa bioaktif cendawan dapat merupakan hasil metabolisme
cendawan itu sendiri atau merupakan prekursor dari tanaman inang yang akan
digunakan untuk menghasilkan senyawa bioaktif oleh cendawan. Dalam media
pertumbuhan, di luar tanaman inang, cendawan endofit dilaporkan dapat
menghasilkan bahan bioaktif yang sejenis atau yang berbeda dengan yang
terkandung pada tanaman inangnya dengan bantuan aktivitas suatu enzim yang
diduga sebagai akibat koevolusi antara tanaman inang dengan cendawan endofit
(Tan dan Zou 2001).
Kecenderungan masyarakat saat ini untuk kembali ke alam dengan slogan
”back to nature” semakin meningkat. Masyarakat berusaha menggunakan pangan
dan produk kesehatan yang aman dan mengurangi penggunaan obat-obat kimiawi
sehingga permintaan bahan baku tanaman obat semakin meningkat. Senyawa
bioaktif tanaman yang merupakan bahan baku obat-obatan merupakan hasil
metabolit sekunder dari tanaman seperti senyawa terpen, fenol, alkaloid, dan
glukosida. Poduksi metabolit sekunder pada tanaman dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal dimana mikroba endofit dan lingkungan merupakan salah
satu faktor eksternal (Faeth dan Fagan 2002).
Dalam pemanfaatan tanaman obat, bahan baku tanamannya masih
bergantung pada tumbuhan yang ada di hutan alam atau berasal dari pertanaman
rakyat yang diusahakan secara tradisional dan beberapa spesies tanaman obat saja
yang telah dibudidayakan secara intensif. Untuk mengambil senyawa bioaktif

3

secara langsung dari tanaman dibutuhkan sangat banyak biomassa atau bagian
dari tanaman tersebut sehingga terjadi ekspolaitasi tanaman obat di alam yang
menyebabkan kelangkaan tanaman obat. Untuk mendapatkan biomassa yang
banyak, berarti diperlukan lahan yang cukup luas untuk menumbuhkan tanaman
obat dan memerlukan jangka waktu yang cukup lama untuk dapat dipanen.
Dengan menggunakan cendawan endofit sebagai produsen senyawa bioaktif
berarti mengurangi masalah kelangkaan tanaman obat.
Pada penggunaan tanamanan obat, biasanya digunakan bagian tanaman
tertentu yang mengandung senyawa bioaktif dengan konsentrasi yang tinggi
seperti temulawak dan jahe merah diambil dari bagian rimpang sementara jati
belanda dan pegagan diambil dari bagian daun. Informasi keragaman cendawan
endofit yang menempati organ fungsional tanaman obat jati belanda, pegagan, dan
temulawak masih terbatas. Selain itu, informasi mengenai keragaman cendawan
endofit tersebut pada organ fungsional dibandingkan dengan organ non-fungsional
terutama untuk tanaman jahe merah belum tersedia. Metode untuk identifikasi
cendawan endofit tersebut dapat dilakukan antara lain dengan karakterisasi sifatsifat morfologi, analisis molekular sekuen DNA antara lain menggunakan ruas
ITS rDNA, filogenetik, dan analisis spesi kimia menggunakan Fourier Transform
Infra Red (FTIR). Identifikasi cendawan menggunakan kombinasi berbagai
metode tersebut diharapkan akan memberikan hasil yang lebih akurat.
Salah satu faktor pembatas dalam peningkatan produktivitas tanaman obat
seperti jahe merah, temulawak, dan pegagan adalah adanya serangan patogen
penyebab penyakit, di antaranya adalah penyakit yang disebabkan oleh patogen F.
oxysporum. Semangun (1989) melaporkan bahwa cendawan tersebut
menyebabkan penyakit busuk akar rimpang pada tanaman jahe merah dan
temulawak. Tanaman yang terserang cendawan patogen F. oxysporum umumnya
menunjukkan gejala antara lain daun menguning, layu, klorosis, nekrosis, daun
muda berguguran, sistem vaskular menjadi warna cokelat, kerdil, dan pucuk
mongering, dan tanaman mati. Akar berkeriput dan berwarna kehitam-hitaman,
dan pada bagian tengah rimpang membusuk. Layu fusarium menyebabkan
kerusakan tanaman pertanian yang menyebabkan menurunnya produksi baik
kualitas maupun kuantitas. Pengendalian hama maupun penyakit pada tanaman
obat tidak boleh menggunakan bahan kimia karena residu yang tertinggal pada
bagian tanaman dapat mempengaruhi kandungan bahan aktif yang dikandungnya
yang mempengaruhi kualitas dari tanaman obat tersebut. Untuk pengendalian
hama dan penyakit sebaiknya digunakan agens pengendali hayati antara lain
cendawan endofit yang mempunyai aktivitas yang tinggi.
Diharapkan bahwa cendawan yang diperoleh dari organ fungsional jati
belanda, pegagan lokal, pegagan malaysia, dan temulawak, serta seluruh organ
tanaman jahe merah mempunyai potensi mengendalikan F. oxysporum. Cendawan
tersebut akan digunakan sebagai pengendali hayati tanaman obat di atas sehingga
diperoleh tanaman obat dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi. Selain itu,
belum tersedia informasi tentang keragaman, penyebaran, dan kemampuan
antagonis terhadap cendawan endofit F. oxysporum yang hidup pada organ
fungsional dan non-fungsional.

4

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan:
1. Mendapatkan isolat cendawan endofit dari organ fungsional tanaman obat jati
belanda, pegagan lokal, pegagan malaysia, dan temulawak serta
mengidentifikasi cendawan endofit yang diperoleh dengan karakter morfologi,
sekuen DNA pada daerah ITS rDNA, analisis filogenetik, dan kemampuan
antagonistik terhadap F. oxysporium.
2. Mendapatkan isolat cendawan endofit dari seluruh organ tanaman jahe merah
yang digunakan sebagai tanaman model dalam analisis cendawan yaitu dari
organ fungsional dan non-fungsional serta mengidentifikasi cendawan endofit
yang diperoleh dengan karakter morfologi, sekuen DNA pada daerah ITS
rDNA, filogenetik, kemampuan antagonistik terhadap F. oxysporium, dan spesi
kimia menggunakan FTIR.
3. Penapisan cendawan endofit potensial asal kelima tanaman obat sebagai
pengendali hayati cendawan patogen tanaman F. oxysporium secara in vitro.

Hipotesis

1. Tanaman obat merupakan habitat berbagai cendawan endofit.
2. Cendawan endofit yang mengkolonisasi tanaman obat mempunyai keragaman
yang tinggi dari karakter morfologi, molekuler, filogenetik, spesi kimia, dan
kemampuan antagonis terhadap cendawan patogen tanaman F. oxysporum.
3. Cendawan endofit yang bersimbiosis dengan tanaman obat ada yang berpotensi
sebagai pengendali hayati cendawan patogen.

Manfaat

1. Diperoleh koleksi cendawan endofit asal organ fungsional tanaman obat jati
belanda, pegagan lokal, pegagan malaysia, temulawak, dan seluruh organ
tanaman jahe merah yang telah teridentifikasi dan terkarakterisasi dengan baik
sebagai sumber plasma nutfah untuk pengembangan industri pertanian dan
obat-obatan.
2. Diperoleh informasi biologi berupa keragaman dan penyebaran cendawan
endofit pada tanaman obat potensial untuk pengembangan dan produksi
tanaman obat yang berkualitas.
3. Diperoleh cendawan endofit potensial sebagai pengendali hayati cendawan
patogen tanaman F. oxysporum secara in vitro untuk pengembangan produksi
tanaman obat dan tanaman lainnya secara berkelanjutan.

5

Alur Penelitian

Pengambilan contoh tanaman obat:
jati belanda, pegagan lokal, pegagan malaysia, jahe merah, dan temulawak

Organ fungsional:
- daun jati belanda
- daun pegagan lokal
- daun pegagan malaysia
- rimpang temulawak

Seluruh organ tanaman jahe merah:
- organ fungsional
: rimpang
- organ non-fungsional : akar, batang, daun

Isolasi, pemurnian, dan penyimpanan
isolat cendawan endofit

Isolasi, pemurnian, dan
penyimpanan isolat
cendawan endofit

Identifikasi:
- morfologi
- molekuler
-analisis filogenetik

Identifikasi:
- morfologi
- molekuler
-analisis filogenetik

Uji antagonistik in vitro
terhadap F. oxysporum

Uji antagonistik in vitro
terhadap F. oxysporum

Isolat potensial sebagai
penghasil antifungi

Isolat potensial sebagai
penghasil antifungi

Identifikasi spesi kimia cendawan
endofit menggunakan FTIR

6

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Obat

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keragaman tumbuhan
obat yang tinggi. Wilayah hutan tropika Indonesia memiliki keanekaragaman
hayati tertinggi ke dua di dunia setelah Brazilia. Dari 40.000 spesies flora yang
ada di dunia, sebanyak 30.000 spesies dijumpai di Indonesia dan 940 spesies di
antaranya diketahui berkhasiat sebagai obat-obatan yang telah dipergunakan
dalam pengobatan tradisional. Jumlah tumbuhan obat tersebut meliputi sekitar
90% dari jumlah tumbuhan obat yang terdapat di kawasan Asia (Puslitbangtri
1992). Menurut Ditjen BPOM (1991) terdapat 283 spesies tumbuhan obat yang
sudah terdaftar digunakan oleh industri obat tradisional antara lain jahe merah, jati
belanda, pegagan, dan temulawak. Badan Litbang Deptan (2007) menetapkan
tanaman potensial unggulan untuk dikembangkan berdasarkan khasiat, jumlah
serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga yang terlibat,
prospek pengembangan dan kecenderungan pengembangan ke depan dan keempat tanaman obat tersebut termasuk ke dalam tanaman obat potensial unggulan.
Sebagai bahan obat-obatan, masyarakat biasanya menggunakan bagian tertentu
dari tanaman obat tersebut karena diyakini mengandung bahan aktif yang
diinginkan dalam konsentrasi yang tinggi dibanding organ lainnya. Organ yang
biasa digunakan sebagai bahan utama obat-obatan disebut sebagai organ
fungsional dan organ tanaman lainnya yang tidak atau jarang digunakan sebagai
bahan obat-obatan disebut bagian non-fungsional.

Jati Belanda

Jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk) merupakan herba yang berasal dari
negara Amerika dan tumbuh subur di daerah tropis. Tumbuhan jenis pohon ini
memiliki tinggi batang lebih kurang 10 m. Ciri morfologi jati belanda antara lain
mempunyai batang keras, bulat, permukaan kasar, banyak alur, berkayu,
bercabang, warna hijau keputih-putihan. Daun jati belanda termasuk daun tunggal,
berwarna hijau, bulat telur, permukaan kasar, tepi bergerigi, ujung runcing,
pangkal berlekuk, pertulangan menyirip, panjang 10-16 cm, dan lebar 3-6 cm.
Mahkota bunga bentuk corong, panjang 2-2,5 cm, warna ungu. Bunga tunggal dan
berwarna hijau muda, bulat dan muncul dari ketiak daun. Buah jati belanda
berwarna hitam, berbentuk kotak atau bulat, keras, dan permukaannya berduri.
Biji tanaman ini kecil, keras, berwarna cokelat muda, dan berdiameter 2 mm
(Gambar 1).

7

A

B

Gambar 1 Jati belanda: (A) pohon jati belanda, (B) daun jati belanda

Kulit jati belanda mengandung lemak, glukosa, dan lendir. Daunnya
mengandung alkaloid, flavaonoid, saponin, steroid, terpena, triterpenoid, tanin,
fenol hidrokuinon, asam fenolat, karotenoid, glukosa, resin, asam lemak, zat pahit,
dan karbohidrat. Secara tradisonal, daun jati belanda berkhasiat sebagai obat
pelangsing tubuh dan menurunkan kadar lemak tubuh sehingga simplisia daun ini
banyak digunakan dalam ramuan galian singset. Daun jati belanda menghambat
peningkatan kadar lipid peroksida pada kelinci. Bijinya dapat digunakan sebagai
obat sakit perut dan kembung serta buahnya dapat digunakan sebagai obat batuk.
Selain itu, dekok kulit batang dapat digunakan sebagai obat malaria, diare dan
sipilis. Jati belanda juga dapat digunakan untuk mengobati influenza, pilek,
disentri, luka, dan patah tulang. Ekstrak daun tanaman ini dapat menekan
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Shigella dysenteria, dan Bacillus
subtilis secara in vitro.

Pegagan

Pegagan (Centella asiatica L) berasal dari Asia dan jenis pegagan yang
banyak dijumpai adalah pegagan merah dan pegagan hijau. Pegagan merah
dikenal juga dengan antanan kebun atau antanan batu karena banyak ditemukan di
daerah bebatuan, kering dan terbuka. Pegagan merah tumbuh merambat dengan
stolon (geragih) dan tidak mempunyai batang, tetapi mempunyai rhizoma
(rimpang pendek). Pegagan hijau sering dijumpai di daerah persawahan dan di
sela-sela rumput. Tempat yang disukai oleh pegagan hijau yaitu tempat agak
lembab dan terbuka atau agak ternaungi. Pegagan hijau tersebut merupakan
pegagan hijau lokal. Ada juga pegagan hijau yang berdaun tebal dengan postur
tubuh yang lebih tinggi yang dikenal dengan pegagan malaysia (Gambar 2).
Pegagan merupakan tanaman herba tahunan yang tumbuh menjalar,
berbunga sepanjang tahun, dan berbatang pendek sehingga dianggap tidak

8

mempunyai batang. Dari batang tumbuh stolon yang menjalar horizontal di atas
permukaan tanah dan berbuku-buku. Dari buku-buku yang menyentuh tanah, akan
keluar akar tunas yang akan tumbuh menjadi tanaman baru. Daun pegagan
tersusun secara basalis (roset) dengan 2-10 daun tunggal per tanaman, berwarna
hijau, berbentuk seperti kipas, ginjal, atau buah pinggang, berukuran 2-5 cm x 3-7
cm. Tangkai daun tegak dan sangat panjang berukuran 9-17 cm dengan bagian
dalam berlubang serta bagian pangkal melekuk ke dalam dan melebar seperti
pelepah. Tepi daun agak melengkung ke atas, bergerigi, dan kadang-kadang
berambut, Tulangnya berpusat di pangkal, tersebar ke ujung, berdiameter 1-7 cm
(Winarto dan Surbakti 2003). Bunga pegagan berbentuk seperti payung tunggal
dan biasanya tersusun dari 3 bunga. Bunga bersifat aktinomorf dan biseksual
dengan kelopak berwarna hijau berjumlah lima. Buah pegagan berukuran kecil
berbentuk lonjong atau pipih, menggantung, baunya wangi, rasanya pahit, dan
berwarna kuning. Buah berukuran kecil berwarna kuning cokelat.

A

B

Gambar 2 Pegagan: (A) pegagan lokal dan (B) pegagan malaysia

Pegagan mengandung beberapa komponen fitokimia seperti triterpenoid,
saponin, alkaloid, flavaonoid, tanin, steroid, dan glikosida, valerin, dan minyak
atsiri. Pegagan berasa manis, bersifat mendinginkan, memiliki fungsi
membersihkan darah, melancarkan peredaran darah, peluruh kencing (diuretika),
penurun panas (antipiretika), menghentikan pendarahan (haemostatika),
meningkatkan syaraf memori, antibakteri, tonik, antiinflamasi, hipotensif,
insektisida, antialergi dan stimulan. Saponin yang ada menghambat produksi
jaringan bekas luka yang berlebihan (menghambat terjadinya keloid). Selain itu,
tanaman ini dapat meningkatkan sirkulasi darah pada lengan dan kaki; mencegah
varises dan salah urat; meningkatkan daya ingat, mental dan stamina tubuh; serta
menurunkan gejala stres dan depresi. Kebanyakan pegagan dikonsumsi segar
untuk lalapan, tetapi ada yang dikeringkan untuk dijadikan teh, diambil
ekstraknya untuk dibuat kapsul atau diolah menjadi krem, salep, obat jerawat,
maupun pelembab kulit.

9

Temulawak

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) adalah tanaman herbal asal
Indonesia dan sudah dimanfaatkan sebagai bahan baku obat, bahan pangan,
pewarna, bahan baku industri kosmetika, maupun dibuat makanan dan minuman
segar. Temulawak mempunyai ciri morfologi antara lain berbatang semu dengan
tinggi mencapai 2 m dan berwarna hijau atau coklat gelap. Daun temulawak
termasuk daun sempurna, berbentuk lebar dan pada setiap helaian dihubungkan
dengan pelepah dan tangkai daun yang agak panjang. Bunga temulawak pendek
dan lebar serta berbentuk unik (bergerombol), berwarna putih kuning atau kuning
muda bercampur merah di puncaknya. Rimpang temulawak terdiri atas rimpang
induk dan rimpang anakan, berwarna jingga tua atau kecokelatan, berbentuk bulat,
beraroma tajam yang menyengat, dan rasanya pahit (Gambar 3).

A

B

Gambar 3 Temulawak: (A) daun dan (B) bunga

Bahan aktif yang berkhasiat dalam rimpang temulawak antara lain
kurkuminoid dan minyak atsiri. Temulawak digunakan sebagai penyembuh
berbagai penyakit degeneratif, penurunan imunitas, dan penurunan vitalitas
seperti sariawan, demam, kembung, asma, ambein, sembelit, rematik, asam urat,
hepatitis, antikolesterol (Afifah dan Tim Lentera 2003), obat jerawat,
meningkatkan nafsu makan, antiinflamasi, anemia, antioksidan, pencegah kanker,
dan antimikrob. Senyawa kurkuminoid mempunyai aktifitas farmakologi seperti
antioksidan, antiinflamasi (anti-radang), antilipidemia, antikanker, antimikrob,
antifungi dan antikarsinogenik. Minyak atsiri pada temulawak berkhasiat sebagai
cholagum, yaitu bahan yang dapat merangsang pengeluaran cairan empedu yang
berfungsi sebagai penambah nafsu makan dan antispasmodikum yaitu
menenangkan dan mengembalikan kekejangan otot.

10

Jahe Merah

Di Indonesia, rimpang jahe (Zingiber officinale Roscoe) digunakan terutama
sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa masakan dan minuman serta
digunakan dalam industri farmasi, parfum, dan kosmetika. Berdasarkan aroma,
warna, bentuk, dan ukuran rimpang, terdapat tiga varietas jahe yang biasa
diperdagangkan yaitu jahe putih besar (Zingiber officinale Rosc var. officinale),
jahe putih kecil (Zingiber officinale Rosc var. rubrum) dan jahe merah (Zingiber
officinale Rosc var. amarum). Jahe putih besar yang disebut juga jahe gajah atau
jahe badak dipergunakan untuk bumbu dan merupakan jahe yang paling disukai di
pasaran internasional. Bentuknya besar gemuk dan rasanya tidak terlalu pedas.
Daging rimpang berwarna kuning hingga putih. Jahe putih kecil yang disebut juga
sebagai jahe kuning merupakan jahe yang banyak dipakai sebagai bumbu
masakan, terutama untuk konsumsi lokal. Rasa dan aromanya cukup tajam.
Ukuran rimpang sedang dengan warna kuning. Jahe merah merupakan jahe yang
memiliki kandungan minyak atsiri tinggi dan rasa paling pedas sehingga cocok
untuk bahan dasar farmasi dan jamu. Ukuran rimpangnya paling kecil dengan
warna merah dengan serat lebih besar dibandingkan dengan jahe lainnya. Jahe
kuning dan jahe merah banyak digunakan untuk industri obat tradional dan jamu
(Gambar 4).

A

B

C

Gambar 4 Jahe merah: (A) tanaman jahe merah, (B) rimpang jahe merah,
(C) rimpang jahe merah

Tanaman jahe terdiri atas struktur rimpang, batang, daun, bunga, dan buah.
Jahe merah memiliki ciri morfologi antara lain berbatang semu yang tumbuh
tegak tidak bercabang, berbentuk bulat, tersusun dari lembaran-lembaran pelepah
daun, dan tinggi mencapai 1,25 m. Setiap batang umumnya terdiri atas 8-12 helai
daun. Daun menyirip dengan panjang 15-23 cm dan panjang 8-15 cm. Tangkai
daun berbulu halus. Bunga jahe majemuk, tersusun berupa mayang, membentuk

11

malai yang kompak atau terbuka, bunga berkelamin dua (hermaphrodite),
berbenang sari satu, dan berputik tiga. Buahnya berbentuk kotak dengan tiga
ruangan yang kadang-kadang tidak pecah. Akarnya berbentuk rimpang dengan
daging akar berwarna kuning hingga kemerahan dengan bau menyengat. Pada
jahe merah, akar keluar hampir di sekeliling sisik, nampak lebih kokoh, berserat,
besar, panjang dan kuat mencengkeram tanah.
Bagian jahe yang banyak digunakan adalah rimpangnya. Rimpang jahe pada
umumnya mengandung minyak atsiri yang menjadi pembawa aroma khas pada
jahe dan oleoresin. Minyak atsiri terdiri atas beberapa komponen penting seperti
zingiberene, curcumene, philandren, limonene, farnesol. Limonene berfungsi
sebagai antifungi Candida albicans, sebagai antikolinesterase, dan sebagai obat
flu. Selain itu terdapat 1.8-kineole berfungsi untuk mengatasi ejakulasi prematur,
anestetik, antikolinesterase, dan perangsang aktivitas syaraf pusat, sementara
farnesol dapat merangsang regenerasi sel (Herlina et al. 2002). Oleoresin jahe
mengandung senyawa pemberi rasa pedas seperti gingerol, shogaol, dan gingeron.
Shogaol dan gingerol merupakan senyawa yang dapat mengatasi masalah mabuk
laut, rematik, mual dan muntah.

Cendawan Endofit

Cendawan endofit merupakan salah satu mikrob yang hidup dalam jaringan
tanaman. Setiap tumbuhan bersimbiosis dengan beberapa mikrob endofit yang
mampu menghasilkan metabolit. Ditinjau dari taksonomi, cendawan ini
merupakan organisme yang sangat beragam. Petrini et al. (1992) menggolongkan
cendawan ke dalam Ascomycotina, Basidiomycotina, dan Deutromycotina dengan
anggota terbesar dari Ascomycotina dari kelas Loculoascomycetes, Discomycetes,
dan Pyrenomycetes. Strobell et al. (1996) menambahkan bahwa cendawan endofit
meliputi genus Pestalotia, Pestalotipsis, Monochaethia, dan lain-lain. Clay (1988)
menggolongkan cendawan endofit dalam famili Balansiae yang terdiri atas 5
genus yaitu Atkinsonella, Balansiae, Balansiopsis, Epichloe, dan
Myriogenosporae.
Cendawan endofit telah banyak digunakan untuk mengendalikan hama dan
penyakit pada berbagai tanaman budi daya. Hal ini dilakukan dengan cara
menghambat pertumbuhan dan berkompetisi dalam ruang dan nutrisi dengan
patogen sasaran dan bersifat menginduksi ketahanan tanaman melalui metabolit
sekunder yang dihasilkan oleh cendawan. Tanaman yang diinokulasi cendawan
endofit menunjukkan kerentanan yang lebih rendah terhadap patogen terutama
karena cendawan endofit tersebut menghasilkan metabolit sekunder yang
berfungsi untuk menjaga ketahanan tanaman inang dari serangan penyakit. Carrol
(1988) dan Clay (1988) menyatakan bahwa cendawan endofit yang menginfeksi
tumbuhan sehat pada jaringan tertentu mampu menghasilkan mikotoksin, enzim,
serta antibiotik. Oleh karena itu, asosiasi beberapa cendawan endofit dengan
tumbuhan inangnya mampu melindungi tumbuhan inang dari beberapa patogen
virulen, kondisi ekstrim, maupun serangan dari herbivora.

12

Cendawan endofit dapat diisolasi dari jaringan tanaman dan ditumbuhkan
pada medium tertentu. Cendawan endofit dilaporkan juga dapat menghasilkan
senyawa bioaktif dalam media biakan. Cendawan umumnya menghasilkan
metabolit sekunder pada saat organisme tersebut berada pada fase kritis yaitu fase
stasioner. Cendawan endofit dapat juga menghasilkan senyawa bioaktif yang
sejenis dengan yang dihasilkan inangnya, sebagai contoh, cendawan endofit T.
andreanae menghasilkan senyawa bioaktif yang sejenis dengan inangnya yaitu
paclitaxel (Shrestha et al. 2001). Dibandingkan dengan tanaman inangnya,
pemanfaatan cendawan endofit untuk menghasilkan senyawa metabolit sekunder
mempunyai beberapa kelebihan antara lain 1). lebih cepat menghasilkan produk
dengan mutu seragam, 2). dapat diproduksi dalam skala besar, dan 3).
kemungkinan diperoleh komponen bioaktif baru dengan memberikan kondisi
yang berbeda (Stierle et al. 1995). Hal ini karena cendawan tersebut mempunyai
siklus hidup yang lebih pendek dibandingkan dengan tanaman. Pertumbuhan
cendawan endofit lebih mudah dimanipulasi terutama memanipulasi media dan
kondisi pertumbuhannya.
Untuk mendapatkan cendawan endofit potensial perlu diperhatikan sumber
cendawan endofit tersebut dan teknik sterilisasi permukaan untuk mengeliminasi
tumbuhnya cendawan epifit dan kontaminan. Sumber cendawan endofit potensial
menurut Strobel dan Daisy 2003 adalah 1). Tanaman yang hidup di niche dan
lingkungan unik, seperti tanaman yang hidup di tanah yang sangat masam, sangat
kering, dan lain sebagainya, 2). Tanaman yang mempunyai sejarah etnobotanikal
dan digunakan oleh masyarakat setempat, 3). Tanaman endemik, 4). Tanaman
yang hidup di areal yang mempunyai keragaman yang tinggi, 5). Tanaman yang
hidup di sekitar tanaman yang terserang penyakit, dan 6). Jaringan tanaman muda
lebih baik dijadikan sebagai sumber cendawan