UNSUR PORNOGRAFI DALAM FILM HOROR INDONESIA (Analisis Isi Film “Pacar Hantu Perawan” Karya Yoyok Dumprink)

(1)

UNSUR PORNO (Analisis Isi Film “

JU FAKULTA

UNIVER

NOGRAFI DALAM FILM HOROR INDONE “Pacar Hantu Perawan” Karya Yoyok Dum

SKRIPSI

Disusun oleh : Angger Tofan Belliung

08220201

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

TAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK ERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

NESIA mprink)


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Angger Tofan Belliung

NIM : 08220201

Konsentrasi : Audio Visual

Judul Skripsi :UNSUR PORNOGRAFI DALAM FILM HOROR

INDONESIA ( Analisis Isi Pada Film Pacar Hantu Perawan Karya Yoyok Dumprink)

Telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang

dan dinyatakan LULUS Pada Hari : Senin

Tanggal : 4 Februari 2013

Tempat : Gedung. GKB 1 Lt. 6 Ruang 607

Mengesahkan, Dekan FISIP UMM

Dr. Wahyudi, M.Si Dewan Penguji :

1. Farid Rusman, Drs, M.Si Penguji I ( )

2. Tri Slistyaningsih, Dr, M.Si Penguji II ( )

3. Joko Susilo, S.Sos, M.Si Penguji III ( )


(3)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang dengan judul :

UNSUR PORNOGRAFI DALAM FILM HOROR INDONESIA (Analisis Isi Pada Film Pacar Hantu Perawan Karya Yoyok Dumprink)

Ada rasa haru dan bahagia menyelimuti hati ketika akhirnya harapan dapat tercapai. Namun penulis tidak berjuang sendirian, banyak pihak yang telah membantu untuk meraihnya. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW

2. Kepada Ayahanda Bambang Moyoretno dan Ibunda Billyanti Atmi Gunarsi yang senantiasa memberikan dukungan, mendoakan, memotivasi dengan luar biasa, sehingga terselesaikannya skripsi ini.

3. Bapak Joko Susilo, S.Sos, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Bapak Zen Amirudin, S.Sos selaku dosen pembimbing II yang telah sangat sabar dalam menyampaikan ilmu, memberikan pencerahan, bimbingan dan pengarahan


(4)

4. Para sahabat Azmi Dawillah, Muhammad Riwan Risab, Yanuar Fachrizal, Tio Dwi Nata, Ayu Damayanti, Desy Puspa, Suci Prima, Citra Alvin, Putu Rizky, Reza Pramudya, Maria Regina, Chris Chandra, yang sudah bersama-sama memberikan warna dalam empat tahun masa kuliah dan terimakasih atas semangat dan memori yang tak terlupakan.

5. Yang tersayang Novita Prariani dan keluarga yang telah memberikan semangat dan doa yang sangat berarti.

6. Serta kepada seluruh dosen-dosen yang pernah memberikan ilmunya kepada saya, dan pihak lain yang juga turut memberikan bantuan dan belum sempat saya sebutkan satu-persatu, semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan dengan pahala yang berlipat.

Akhir kata dengan segala kekurangan dan keterbatasan kemampuan yang ada, sehingga apabila masih terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, maka penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya serta mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki penulisan skripsi ini. Semoga dapat berguna dan bermanfaat bagi pihak yang membutuhkannya.


(5)

DAFTAR ISI Cover

Halaman Judul

Lembar Persetujuan ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Berita Acara Bimbingan Skripsi ... iii

Lembar Pernyataan Orisinalitas ... iv

MOTTO ... v

LEMBAR PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6


(6)

1. Manfaat Akademis ... 6

2. Manfaat Praktis …... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 7

E.1 Komunikasi Sebagai Hiburan ... 7

E.2 Film Sebagai Media Hiburan ... 8

E.3 Pornografi ... 13

E.4 Pornografi Dalam Film ... 16

F. Metode Penelitian ... 22

F.1 Metode dan Sifat Penelitian ... 22

F.2 Tipe Penelitian ... 23

F.3 Ruang Lingkup Penelitian ... 24

F.4 Unit Analisis dan Satuan Ukur Penelitian ... 25

F.5 Struktur Kategori ... 25

F.6 Sumber Data ... 27

F.7 Teknik Perolehan Data dan Analisis Data ... 27

F.8 Contoh Surat Pernyataan Koder ... 30

G. Uji Reliabilitas ... 31

BAB II DESKRIPSI UMUM FILM PACAR HANTU PERAWAN 33 A. Produksi Film Pacar Hantu Perawan ... 33


(7)

B. Profil Sutradara ... 35

C. Kru Dalam Produksi Film ... 39

BAB III PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA 45 A. Penyajian Data ... 45

A.1Aktifitas Seksual ... 47

A.2 Gaya Berbusana ... 51

B. Uji Reliabilitas ... 68

BAB IV PENUTUP 78 A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 79

1. Saran Akademis ... 79

2. Saran Praktis ... 80


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Contoh Lembar Koding ... 28

Tabel 3.1 Tabel Frekuensi Kemunculan Unsur Pornografi Dalam Film Pacar Hantu Perawan ... 46

Tabel 3.2 Tabel Kategori Aktifitas Seksual ... 47

Tabel 3.3 Tabel Kategori Gaya Berbusana ... 52

Tabel 3.4 Tabel Frekuensi Kemunculan Aktifitas Seksual ... 63

Tabel 3.5 Tabel Frekuensi Kemunculan Gaya Berbusana ... 65

Tabel 3.6 Tabel Koding Peneliti ... 70

Tabel 3.7 Tabel Koding Koder I ... 70

Tabel 3.8 Tabel Koding Peneliti dan Koder I ... 71

Tabel 3.9 Tabel Koding Koder II ... 75


(9)

Daftar Pustaka

Kriyantono, Rahmat. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta : Kencana

Khoo. Ghaik Cheng, Barker, Thomas. 2011. Mau Dibawa Kemana Sinema Kita?. Jakarta: Salemba Humanika

Krippendorf, Klaus. 1991. Content Analysis : Introduction ti its Theory and

Methodology dalam Farid Wajidi, penerj, ANALISIS ISI Pengntar Teori dan Metodologi, Jakarta : Rajawali

McQuail, Denis. 2000. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Jkarta : Erlangga

Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: CV Remaja Rosdakarya.


(10)

Sumber Non Buku

www.slideshare.net/Rezka.../pornografi-dan-pornoaksi-dalam-media

id.wikipedia.org/wiki/Pornografi

dunia-sinematografi.blogspot.com/

http://www.kapanlagi.com/film/indonesia/pacar-hantu-perawan-punya-pacar-tapi hantu.html diakses pada pkl 23:48tanggal 10 Januari 2013

http://filmindonesia.or.id/post/yoyok-dumprink-saya-pekerja-profesional#.Ttxl8nqcd-g


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Film merupakan gambar bergerak (visual) yang didukung dengan suara (audio) termasuk didalamnya tokoh cerita, musik, sebagai pendukung kuat. Film memiliki suatu pesan yang mampu mempersuasi penontonnya jika dikemas dengan tepat, itupun tergantung pada tema yang diangkat untuk dipertontonkan serta kepiawaian dan ketelitian sutradara untuk menggali tema dengan mendetail. Film biasa dikategorikan menurut genrenya. Kata genre sendiri berasal dari bahasa Perancis, yang berarti ‘macam’ atau ‘jenis’. Sebuah film bisa juga memiliki lebih dari satu genre. Pada intinya, bukanlah hal yang mudah untuk menentukan genre dari sebuah film. Genre film terkadang ditentukan dari subjek atau temanya. Pada beberapa kasus, genre ditentukan oleh efek emosi yang ditimbulkan oleh film tersebut. Namun tidak jarang, genre ditentukan dari ikonografi sebuah film, dimana karakter-karakter atau simbol-simbol dalam film tersebut memiliki makna-makna tertentu yang telah umum diketahui banyak orang. Berbagai macam genre film telah diproduksi menjadi film layar lebar. Salah satu genre film yang bisa membuat penontonnya menjadi ketakutan dan terkadang menjadi paranoid adalah film “horor”.

Film horor merupakan salah satu genre film yang muncul di negara penghasil film manapun juga, termasuk Indonesia. Sejak pertama kali diproduksi,


(12)

2 film horor selalu mendapat tempat tersendiri dalam masyarakat. Film bertema horor dipilih sebagai objek dalam penelitian ini karena banyak orang dari berbagai belahan dunia menggemari cerita-cerita horor. Bahkan sebagian beranggapan, bahwa semakin menyeramkan sebuah film, semakin bertambah pula daya tariknya. Para penonton mungkin harus berteriak-teriak atau bahkan mungkin bersembunyi di balik punggung rekannya sepanjang film diputar, namun para penonton pun tetap bertahan di kursi masing-masing karena rasa penasaran tumbuh seiring dengan rasa takut mereka.

Di dalam perkembangan film horor telah tercatat bahwa genre baru muncul di dalam kancah film nasional di Indonesia seperti halnya horor komedi, lalu disusul dengan genre Narrative horor dan visual horor. Horor komedi yang intinya penampilan setan yang seram tetapi bertingkah laku aneh di hadapan manusia sehingga menjadi biar tidak terlalu menakutkan, konyol, lucu, kaku, mungkin menyedihkan, barangkali dimaksudkan agar aman bila dikonsumsi oleh anak-anak dibawah umur (padahal tidak juga, anak kecil juga tetap takut). Film berjenis Narrative horor di maksudkan untuk membangkitkan rasa takut para penonton berdasarkan rumor-rumor atau mitos-mitos dari masyarakat seperi kuntilanak, sundelbolong, tuyul, jin, leak, jelangkung, dan kawan-kawannya. Konstruksi plot maupun premis ceritanya dapat di contohkan biasanya seperti seorang gadis yang mati akibat “digilir” oleh beberapa pria, setelah itu roh sang gadis tersebut “penasaran” lalu gentayangan menjadi kuntilanak dan membunuh satu-persatu pria yang dirasa telah menggilir si gadis tadi. Sedangkan film horor visual, yaitu horor yang bertumpu pada elemen-elemen visual (make-up atau


(13)

kostum) dalam menakuti para penontonnya. Seperti halnya setan itu mukanya harus dibuat hancur-hancuran terkadang ada belatungnya, berpakaian lusuh kotor berlumuran darah, baunya tidak sedap, rambutnya kusut panjang panjang tidak beraturan, yang penting seram dan membuat takut penonton. Walaupun tidak tahu ini setan jenis apa, pokoknya yang mukanya jelek suka mengganggu manusia itulah setan.

Dari generasi ke generasi perfilman horor di Indonesia cenderung membuat film-film horor yang menomorsatukan visualisasi dan menomorduakan elemen lain seperti, cerita atau makna dibalik peristiwa, namun dalam film horor lokal penyakit mengabaikan cerita dan makna ini tidak hanya terjadi pada film horor zaman sekarang, tetapi dari dulu film horor lokal juga banyak terjangkit penyakit ini. Film horor lokal selalu dianggap menjadi film yang tidak serius, selalu menjadi diskusi di wilayah pinggiran dalam pikiran manusia, berbudaya rendahan, mungkin dikarenakan mengutak-atik rasa takut manusia sebagai salah satu insting purba yang dimiliki oleh manusia. Sehingga tidak pantas masuk ke dalam wilayah seni tinggi dengan segala pretensi budaya. Tidak hanya itu saja, horor lokal belakangan ini terkadang tampil garing, menyedihkan serta menggelikan, menakutkan tidak lucu pun juga tidak. Walaupun terkadang jika tidak di pikirkan secara kritis film horor dapat mengubah persepsi manusia akan adanya sesuatu diluar nalar, seperti halnya jika manusia mati dibunuh atau mati penasaran akan berubah menjadi setan. Dan tempat yang cocok bagi setan untuk berkumpul tidak lain, tidak bukan yaitu kuburan, berarti kuburan adalah tempat yang angker. Padahal jika dipikir-pikir kuburan adalah tempat yang kita hormati


(14)

4 karena kuburan tempat beristirahatnya orang yang kita cintai. Bahkan yang lebih parah ketika setan membunuh manusia, dari sini sudah ketahuan bohongnya. Seharusnya setan tidak memiliki kuasa atas nyawa manusia. Akan tetapi tetap saja digambarkan bahwa setan seolah-olah memiliki hak yang sama seperti Tuhan dalam mencabut nyawa manusia.

Semenjak Suzanna (pelaku dan penggiat film horor Indonesia) meninggal, nyaris tak ada lagi film-film horor Indonesia yang bermutu. Hampir semua, film horor Indonesia sekarang nyaris menceritakan adegan vulgar, dan bukan cerita horor yang diangkat. Mungkin hanya ada segelintir film-film horor sekarang yang benar-benar mengangkat tema horor. Itupun masih bisa kita hitung dengan hitungan jari. Film horor yang lainnya bisa ditebak, pasti dibumbui dengan adegan-adegan vulgar pemainnya. Bahkan film-film horor zaman sekarang pun, banyak memilih mengambil judul yang kadang tidak masuk akal.

Banyaknya film horor, seharusnya bukan masalah. Apalagi ternyata genre film yang muncul di Indonesia sejak tahun 1941 melalui Film Tengkorak Hidoep ini juga diminati banyak penikmat film tanah air. Sebut saja film Sundel Bolong yang menjadi Film Terlaris III di Jakarta di tahun 1981 setelah ditonton 301.280 orang. Di tahun 1982, film Nyi Blorongbahkan menjadi Film Terlaris I di Jakarta di tahun 1982, dengan jumlah penonton 354.790 orang. Penonton sebanyak itu, mampu membuat Nyi Blorong menggondol Piala Antemas FFI (Festival Film Indonesia) untuk Film Terlaris 1982-1983. Di tahun-tahun lain, film-film horor juga terus mampu meraup jumlah penonton yang besar. Kalaupun tidak menjadi


(15)

yang terlaris, pendapatan daripembeli tiket bioskop dapat memberikan keuntungan yang tidak sedikit. Indonesia merupakan salah satu negara yang ‘aktif’ dalam memproduksi film horor. Tidak hanya itu, beberapa sutradara juga melakukan beberapa adaptasi terhadap film horor luar negeri, baik dari sesama negara Asia maupun dari negara-negara barat. Akan tetapi banyak pihak yang menyatakan bahwa film horor Indonesia menurun secara kualitas. Masalahnya adalah, bumbu adegan seks yang banyak ada di film-film horor Indonesia. Malahan di sebagian film horor, unsur pornografi tidak lagi menjadi sekedar bumbu. Unsur pornografi seakan menjadi bahan dasar dalam racikan film.

Seperti pada film “ Pacar Hantu Perawan” karya Yoyok Dumprink, film ini menceritakan tentang Vicky (Vicky Vette), Mandy (Dewi Perssik), dan Misa (Misa Campo), adalah kakak beradik sekandung. Suatu hari Mandy yang sedang jenuh pergi berwisata dengan sahabat sekaligus managernya Joyce (Natha Narita), dan pacarnya Alex (Rafi Cinoun), ke sebuah hutan yang asri. Tempat itu dijuluki “Hutan Jodoh”, karena memiliki pancuran yang konon bisa memperekat jodoh. Siapa yang pernah mandi di pancuran air itu akan cepat mendapat jodoh. Joyce sendiri merasa menemukan Alex setelah melakukan ritual mandi di tempat itu.

Film ini menggunakan plot maju dengan awal cerita bersetting di sebuah tempat tidur. Plot adalah jalan cerita atau alur cerita dari awal, tengah, dan akhir (Sony S. & Sita Sidharta, 2004: 26). Dalam film ini terdapat komunikasi antara tokoh utama dengan pemeran film lainnya yang mengandung unsur pornografi, baik dari segi visual berupa akting, dan audio berupa dialog. Peneliti memilih film


(16)

6 Pacar Hantu Perawan untuk diteliti dengan alasan kisah dalam cerita ini mengandung unsur pornografi. Beberapa unsur pornografi dalam film ini menggunakan komunikasi verbal maupun komunikasi nonverbal membuat peneliti tertarik untuk mengetahui bentuk - bentuk unsur pornografi dalam film ini menggunakan analisis isi. Menurut Berelson dalam Analisis Isi (Krippendorf, 1991:16) mendefinisikan analisis isi sebagai “teknik penelitian untuk mendeskripsikan secara objektif, sistematik, dan kuantitatif isi komunikasi yang tampak”. Dengan menggunakan durasi, maka akan diketahui bentuk unsur pornografi yang paling banyak muncul dalam film Pacar Hantu Perawan.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah seberapa banyak kemunculan unsur pornografi yang terdapat pada film Pacar Hantu Perawan karya Yoyok Dumprink ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Untuk mengukur porsi unsur pornografi dalam film Pacar Hantu Perawan karya Yoyok Dumprink.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini memberi beberapa manfaat, antara lain yaitu :

1. Secara Akademis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan suatu wawasan atau pengetahuan baru bagi pembaca tentang bahasan yang ada dan diharapkan


(17)

dapat bermanfaat sebagai bahan referensi, di Jurusan Ilmu Komunikasi khususnya konsentrasi Audio Visual tentang kajian porno dalam film.

2. Secara Praktis

Dapat memberikan informasi tentang adanya unsur porno yang ada dan cara penyampaiannya dalam film tersebut serta sebagai bahan referensi bagi mahasiswa pecinta dunia film untuk menciptakan karya yang sarat dengan nilai sosial kemasyarakatan yang nyata terjadi dalam masyarakat.

E. TINJAUAN PUSTAKA

E.1. Komunikasi Sebagai Hiburan

Komunikasi merupakan sarana pelepas lelah baik bagi individu maupun masyarakat. Sedangkan disfungsi dari fungsi hiburan bagi masyarakat adalah public yang divert yaitu cenderung menghindari aksi-aksi sosial karena hiburan yang disajikan media menyebabkan masyarakat menjadi lebih individualistik. Sedangkan bagi individu disfungsi dari fungsi hiburan adalah meningkatkan kepasifan karena hiburan yang disajikan media cenderung membuat orang terlena, menurunkan selera akibat kecenderungan media massa menyajikan hal-hal yang disukai banyak orang, memungkinkan terjadinya pelarian yaitu upaya untuk melarikan diri dari kenyataan hidup.

Media massa sebagian besar melakukan fungsi sebagai media yang memberikan penghiburan bagi khalayaknya. Hal ini terlihat pada acara-acara


(18)

8 humor, artikel humor, irama, musik, tarian, film komedi dan lain-lain. Dimana pesan-pesan yang menghibur tersebut didesain sedemikian rupa sehingga menarik dan menghibur khalayak.

E.2. Film Sebagai Media Komunikasi

Komunikasi tidak pernah terlepas dari kehidupan manusia. Adanya komunikasi membuat kita mendapatkan segala kebutuhan yang kita inginkan. Dalam komunikasi terdapat pesan yang dibutuhkan masyarakat luas. Pemenuhan kebutuhan masyarakat akan informasi terpenuhi dengan adanya media cetak dan elektronik yang termasuk dalam komunikasi massa. Dalam komunikasi massa pesan adalah milik publik, artinya pesan diterima oleh banyak orang. Fungsi komunikasi massa yang antara lain adalah memberikan informasi, mendidik, mempersuasi, serta memuaskan kebutuhan komunikasi. Salah satu media komunikasi massa adalah film.

Film adalah media hiburan yang mempunyai nilai persuasi yang cukup besar. Film bisa diartikan sebagai sebuah gambar yang ditampilkan secara Audio Visual, yaitu dengan gambar bergerak, suara dan mempunyai suatu pesan tertentu didalamnya, banyak hal pesan positif yang terkandung dalam film, tujuan khalayak menonton film adalah untuk mencari sebuah hiburan. Menurut Ron Mottram (dalam Idi Subandi, 2007 : 172) didalam film terdapat tiga fungsi yang penting, yakni fungsi artistik, industrial dan komunikatif. Fungsi Artistik diartikan bahwa film mempunyai struktur narasi yang terdiri dari rangkaian peristiwa.


(19)

Fungsi Industrial diartikan bahwa film juga bagian dari produksi ekonomi masyarakat. Fungsi Komunikatif diartikan bahwafilm adalah alat penyampaian atau pengiriman pesan.

Gambar gerak pertama dihasilkan oleh tangkapan sebuah kamera yang ditemukan tahun 1988 di laboratorium milik Thomas Alfa Edison. Kemudian tahun 1985, dua bersaudara Lumiere menemukan proyektor di Paris, disusul diputarnya gambar hidup yang pertama dalam teater Vaudeville. Menurut Phil Astrid (1982 : 58) esensi film adalah gambar yang bergerak. Dalam bahasa Indonesia, dahulu dikenal dengan istilah “ gambar hidup “, dan gerakan itulah yang memberi kesan “ hidup “. Film diiringi dengan suara, bisa berupa dialog atau musik sebagai pelengkap untuk meningkatkan kesan dari film. Dengan demikian, film merupakan suatu sarana komunikasi yang mengaktualisasi suatu kejadian untuk dinikmati pada saat tertentu oleh khalayak, seakan – akan sedang mengalami apa yang dibawakan oleh film secara nyata.

Menurut Undang – Undang No. 8 tahun 1992 tentang Perfilman, yang dimaksud film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan / atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik dan / atau lainnya. Sedangkan perfilman adalah seluruh kegiatan yang


(20)

10 yang berhubungan dengan pembuatan, jasa teknik, pengeksporan, pengimporan, pengedaran, pertunjukan dan atau penayangan film (Abiyoga, 1997 : 3)

Ada beberapa jenis film untuk membedakan bentuk film, yaitu :

a. Film Dokumenter (Documentary Film)

Dokumenter adalah sebutan yang diberikan untuk film pertama karya Lumiere bersaudara yang berkisah tentang perjalanan ( travelogues ) yang dibuat sekitar tahun 1890 –an. Grierson berpendapat dokumenter merupakan cara kreatif merepresentasikan realitas. Meskipun pendapatnya ini mendapat tantangan dari banyak pihak, namun tetap relevan sampai sekarang karena dokumenter menyajikan realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk berbagai macam tujuan.

Kini dokumenter menjadi sebuah tren tersendiri dalam perfilman dunia. Ini bisa dilihat dari banyaknya film dokumenter yang bisa kita saksikan melalui saluran televisi seperti program National Geographic dan Animal Planet.

b. Film Cerita Pendek (Short Films)

Durasi film cerita pendek biasanya di bawah 60 menit. Di banyak Negara seperti Jerman, Australia, Kanada dan Amerika Serikat, film cerita pendek dijadikan laboratorium eksperimen dan dijadikan batu loncatan bagi seseorang / sekelompok orang untuk kemudian memproduksi film cerita panjang. Jenis film ini banyak dihasilkan oleh para mahasiswa jurusan film atau orang / kelompok yang menyukai dunia film dan ingin berlatih membuat film dengan baik. Sekalipun demikian, ada juga yang memang mengkhususkan diri untuk


(21)

memproduksi film pendek, umumnya hasil produksi ini dipasok ke rumah – rumah produksi atau saluran televisi.

c. Film Cerita Panjang (FeatureLength Films)

Film dengan durasi lebih dari 60 menit lazimnya berdurasi 90 – 100 menit. Film yang diputar di bioskop umumnya termasuk dalam kelompok ini. Beberapa film, misalnya Dances With Wolves, bahkan berdurasi lebih 120 menit. Film–film produksi India rata–rata berdurasi hingga 180 menit.

d. Film–Film Jenis Lain

Film ini diproduksi untuk kepentingan institusi tertentu berkaitan dengan kegiatan yang mereka lakukan, misal tayangan “ Usaha Anda “ di SCTV. Film ini sendiri berfungsi sebagai alat bantu presentasi.

e. Iklan Televisi (TV Commercial)

Film ini diproduksi untuk kepentingan penyebaran informasi, baik tentang produk ( iklan produk ) maupun layanan masyarakat ( iklan layanan masyarakat atau public service announcement / PSA ). Iklan produk biasanya menampilkan produk yang diiklankan ‘ secara eksplisit ‘, artinya ada stimulus audio – visual yang jelas tentang produk tersebut. Sedangkan iklan layanan masyarakat menginformasikan kepedulian produsen suatu produk terhadap fenomena sosial yang diangkat sebagai topik iklan tersebut. Dengan demikian, iklan layanan masyarakat umumnya menampilkan produk secara implisit.


(22)

12 f. Program Televisi (TV Programme)

Program ini diproduksi untuk konsumsi pemirsa televisi. Secara umum, program televisi dibagi menjadi dua jenis yakni cerita dan noncerita. Jenis cerita terbagi menjadi dua kelompok yakni kelompok fiksi dan kelompok nonfiksi. Kelompok fiksi memproduksi film serial ( TV Series ), film televisi / FTV ( populer lewat saluran televisi SCTV ) dan film cerita pendek. Kelompok nonfiksi menggarap aneka program pendidikan, film dokumenter atau profil tokoh dari daerah tertentu. Sedangkan program noncerita sendiri menggarap variety show, TV quiz, talkshow, dan liputan / berita.

g. Video Klip (Music Video )

Sejatinya video klip adalah sarana bagi para produser musik untuk memasarkan produknya lewat medium televisi. Dipopulerkan pertama kali lewat saluran televisi MTV tahun 1981. Di Indonesia, video klip ini sendiri kemudian berkembang sebagai bisnis yang menggiurkan seiring dengan pertumbuhan televisi swasta. Akhirnya video klip tumbuh sebagai aliran dan industri tersendiri. Beberapa rumah produksi mantap memilih video klip menjadi bisnis utama( core business) mereka. Di Indonesia, tak kurang dari 60 video klip diproduksi tiap tahunnya (Effendy, 2004 : 11-14)

Dari jenis - jenis film diatas, film Pacar Hantu Perawan termasuk dalam film cerita panjang (feature-length films) dengan durasi 67 menit dan diputar di bioskop.


(23)

E.3. Pornografi

Pornografi pada dasarnya memberi ruang yang luas terhadap penonjolan seksualitas dan unsur erotisme. Dan pada kenyataannya yang lebih banyak menjadi objek eksploitasi dari kegiatan ini adalah perempuan. Tidak memungkiri kenyataan bahwa ada juga pria yang dijadikan objek pornografi, tapi dari presentasi dan lingkup pemasarannya tidaklah seluas dibandingkan perempuan, sehingga dapat dikatakan bahwa pornografi adalah bentuk media yang memang diciptakan dan diperuntukkan bagi kaum pria - walau tidak bisa dikatakan juga bahwa pornografi tidak menarik perhatian perempuan. Seperti yang sudah kita tahu, dimana dimana pornografi menjadi komoditas maka perempuanlah yang sebenarnya telah menjadi korban. Film-film seksi semacam ini tentunya membuka luka lama yang telah ada, dimana wajah perempuan Indonesia tidak lagi dipandang sebagai subjek namun hanya sebatas obyek yang bisa kita nikmati, penonton sudah tidak peduli dengan apa yang bisa diambil dari film tersebut entah dari pembelajaran yang ingin disampaikan ataupun seni yang hendak disalurkan pada kita, penonton seakan mulai bergeser dari motivasi mendapatkan tontonan yang membangun menuju penonton yang sekedar ingin mendapat hiburan yang dianggapnya ‘segar’ dan sayangnya kesegaran itu didapat dari sebuah komoditas yang dinamakan pornografi. Dari melihat review diatas bagaimanapun film ini seperti hendak membangkitkan kembali era ketika perfilman Indonesia didominasi produksi dengan judul-judul menggunakan kata “seks”, “gairah” dan “ranjang”, yaitu masa-masa menjelang kehancuran industri film kita. Memang ceritanya ringan, alurnya longgar, tanpa akting yang menonjol


(24)

14 dari pemain-pemainnya, tapi sayangnya di semua frame yang ada yang penting banyak adegan tubuh-tubuh mulus tergolek dengan hanya terbungkus pakaian dalam hitam. Penokohan yang ada tidak harus bagus yang penting punya tubuh yang indah, karakterisasinya absurd, dengan dialog yang asal-asalan. Pornografi seakan menjadi daya tarik utama, bukan ceritayang ada di dalamnya. Dalam film ini juga seakan pria digambarkan mempunyai power untuk mengatur perempuan, dan tindakan represif juga dianjurkan supaya perempuan menurut apa yang dikatakan laki-laki. Sayangnya perempuan menganggap hal ini wajar dan biasa, dimana patriarkhi yang ada telah membentuk mind set perempuan bahwa tidak ada kuasa untuk melawan atau sekedar untuk disetarakan yang membedakan di sini adalah bahwa tingkat ketertarikan perempuan terhadap pornografi tetaplah tidak sebesar ketertarikan kaum pria. Dan ketika perempuan kerapkali dan secara intens ditampilkan sebagai objek seks, maka opini pria akan menganggap bahwa perempuan pada dasarnya adalah kaum yang fungsi dan perannya semata hanya sebagai pemuas nafsu pria sehingga mereka merasa sah dan wajar untuk terus memperalat perempuan dan menjadikannya bagian dari imajinasi kaum pria. Cara pandang yang demikian pada gilirannya akan mendorong kaum pria memperlakukan perempuan sebagai kaum yang derajatnya lebih rendah dan ini akan menyebabkan banyaknya praktek pelecehan seksual yang dilakukan dengan rasa tidak bersalah dan tanpa beban. Kebanyakan pembicaraan masalah pornografi adalah dalam kaitan dengan norma kesusilaan atau moral seksual. Selain itu, dalam konteks sosial, pornografi dapat pula dibicarakan dalam tiga tataran, yaitu pertama dari niai yang terkandung secara intrinsik dalam muatan informasi.


(25)

Untuk itu perhatian ditujukan pada nilai-nilai yang terkandung dalam materi komunikasi, nilai yang dipandang merendahkan posisi perempuan. Wacana yang merendahkan posisi perempuan ini ada yang bersifat terbuka (overt) dan manifes, sehingga mudah diidentifikasi, seperti eksploitasi bagian tubuh dalam konteks seksual dan tujuan sensualitas. Sementara ada pula bersifat tertutup (covert) dan tersembunyi (latent), seperti eksploitasi kualitas tubuh perempuan seperti kecantikan, kerampingan, kulit lebih putih, dalam konteks komersialisme. Dengan demikian pornografi khususnya yang berkaitan dengan perempuan dapat diidentifikasi dari kecenderungan informasi, apakah menitik-beratkan pada bagian atau kualitas fitur (feature) tubuh, bukan pada figur (figure) personafikasi dan peran sosialnya.

Kedua, pornografi dipandang sebagai masalah sosial karena keberadaannya dalam masyarakat. Keberadaan pornografi ikut sikap permissif dalam seks pada satu pihak, dan pada pihak lain membentuk persepsi yang mendorong berkembangnya agresi seksual. Perkosaan terhadap perempuan misalnya, meluas karena pengaruh yang ditimbulkan oleh pornografi. Ekspos tubuh telanjang perempuan dianggap telah membentuk persepsi tentang peluang yang ditawarkan oleh korban.

Pada tataran ketiga, pornografi membawa implikasi terhadap posisi perempuan dalam kehidupan sosial, dimulai dari persepsi yang terbentuk dalam diri perempuan sendiri terhadap seksualitasnya. Komodifikasi seksual yang menjadi basis bagi pornografi pada umumnya menjadikan perempuan sebagai obyek. Karenanya pornografi dipandang memiliki kekuatan politisasi dengan


(26)

16 membentuk cara pandang yang khas, yang menyebabkan perempuan menerima posisinya yang termarginalisasi dalam kehidupan publik.

E.4. Pornografi Dalam Film

Memang tidak dipungkiri bahwa keberadaan pornografi dalam media merupakan salah satu bumbu tayangan, tidak terkecuali pada film horor di Indonesia. Genre-genre horor di tahun 2000-an dikenal sebagai “Horor Seksi” karena banyak menampilkan adegan-adegan syur disamping meningkatkan adrenalin penonton dengan keterkejutan dari genre horor tersebut.

Pornografi umumnya didefinisikan secara negatif, yaitu sebagai cara atau tindakan seksual yang tidak memiliki makna spiritual dan tidak berdasarkan perasaan halus, tidak memiliki konteks dengan masalah medis dan keilmuan umumnya, atau lebih jauh merupakan penggambaran dorongan erotis tidak untuk tujuan estetika. Dalam rumusan lain, pornografi dilihat sebagai obyek yang menampilkan cara atau tindakan seksual secara terbuka yang dipandang menyimpang oleh khalayak.

Pornografi dapat menggunakan dalam berbagai media, kata-kata pornografi dalam media massa sudah terlalu sering kita dengar. Apalagi saat maraknya kontroversi tentang nilai-nilai pornografi dalam media massa yang bersifat media elektronik yaitu film. Kalau dilihat secara cermat banyak sekali film-film Indonesia yang bersifat pornografi. Seperti gambar dalam film, wanita yang berpakaian minim atau adegan-adegan yang mengisahkan hubungan seks.


(27)

Dengan semakin berkembangnya teknologi komunikasi, saat ini hampir tidak ada yang bisa mengendalikan dan melakukan sensor terhadap film yang dikategorikan pornografi.

Begitu banyak masyarakat yang pro dan kontra dengan adanya hal tersebut. Semakin merajalela lah unsur pornografi dalam media film. Sebenarnya hal tersebut sangatlah berdampak besar bagi masyarakat khususnya penonton pecinta perfilman Indonesia. Mungkin satu-satunya yang bisa mengendalikan hal tersebut agar tidak terjadi dan keadaannya tidak lebih buruk adalah masyarakat atau penonton film itu sendiri yang kedepannya bisa lebih baik dan lebih berkarya yang lebih berkualitas.

Struktur film seksi yang mengumbar pornografi dan pornoaksi dimana perempuan di “benda” kan sudah ada sejak lama. Dekade tahun 90an menjadi puncak kematian film Indonesia dimana banyak film erotis yang mengarah pada unsur pornografi mulai banyak ditemukan. Memang agaknya para sineas menggunakan unsur seks sebagai daya tarik dan tidak memperlihatkan wajah langsung pornografi namun wajah pornografiyang disemukan. Film semacam ini memang tidak secara terus terang memperlihatkan adegan seks, justru lebih banyak menampilkan tubuh perempuan. Melalui cara ini, penonton dapat terus melihat film untuk dapat tontonan “lebih”. Pada tahun 2011, perfilman Indonesia tidak juga jera mengumbar pornografi dan erotisme sempait untuk ada dalam alur ceritanya, sampai-sampai kita dibuat bingung ketika film horor yang seharusnya menakutkan malah menjadi menggairahkan karena menghadirkan terlalu banyak adegan setengah bugil dalam filmnya. Bukan soal banyak atau sedikit, tapi banyak


(28)

18 yang tidak relevan dengan alur cerita dan sengaja hanya dimaksudkan untuk memanjakan penonton dari kalangan laki-laki. Memang ceritanya ringan, alurnya longgar tanpa akting yang menonjol dari pemain-pemainnya, tapi sayangnya seakan di semua frame yang ada yang penting banyak adegan tubuh-tubuh mulus tergolek dengan hanya terbungkus pakaian dalam. Penokohan yang ada tidak harus bagus yang penting punya tubuh yang indah, karakterisasinya absurd, dengan dialog yang asal-asalan. Pornografi seakan menjadi daya tarik utama, bukan cerita yang ada di dalamnya.

Kesenangan yang diterima penonton terjadi karena film horor Indonesia menghadirkan citraan-citraan yang tidak pernah muncul dalam film-film di luar horor. Seks atau unsur pornografi yang selama ini tidak ingin dilihat dan disajikan oleh film-film selain film horor. Horor menjadi tempat bagi hal-hal yang bersifat tabu dan terlarang yang muncul dan menjadi sesuatu yang penting. Dalam film horor, hasrat-hasrat terpendam manusia seperti halnya hasrat seksual ditampilkan secara langsung dan terbuka.

Pengkajian fenomena-fenomena yang mengandung pornografi tidak terbatas pada perspektif moralis saja, masih banyak sudut pandang lain. Dalam analisis unsur pornografi teori-teori yang melandasinya pun bermacam-macam. Beberapa penjelasan teori dapat menggambarkan bagaimana khalayak mengadopsi kepercayaan, sikap dan tindakan yang menggambarkan materi pornografi. Peneliti akan mengungkap beberapa teori yang relevan terhadap materi konten pornografi yang ada pada film Pacar Hantu Perawan.


(29)

a. Pembelajaran Sosial

Teori ini fokus pada pembelajaran sosial yang dipelajari dari media dengan unsur pornografi. Khalayak cenderung belajar dan mengimitasi tindakan tertentu yang digambarkan di media sebagai dampak yang dialaminya (Bandura dalam Perse, 2008). Konten seksual merupakan hal yang relevan dan adaptif dalam keseharian khalayaknya, oleh karena itu peniruan sangat mungkin terjadi karena hal yang digambarkan merupakan sesuatu yang dekat dengan keseharian mereka. Ketika peneliti akan melakukan analisis materi-materi yang mengandung unsur pornografi yang ada di film Pacar Hantu Perawan, penggambaran cara melakukan hubungan seksual, memperlakukan wanita dan hal-hal erotis lain seperti berciuman tentu dapat merangsang penonton untuk mengadopsinya dalam keseharian mereka.

b. Perubahan Sikap

Teori ini dapat dirujuk, jika khalayak mendapat adegan unsur pornografi secara terus-menerus dan dalam jangka wajtu yang lama. Namun, tidak ada salahnya mengetahui prinsip ini untuk melakukan analisis tentang unsur pornografi terhadap khalayak. Ketika teori perubahan sikap dikaitkan dengan fenomena di film Pacar Hantu Perawan, ini seperti diafirmasi dengan adanya adegan-adegan yang mengobjektivikasi perempuan. Misalny, adegan Mandy dan dua orang temannya sedang mandi, dan bertingkah seksi setiap saat. Ataupun ketika adegan lain yang menggambarkan bahwa wanita menjadi objek seks dengan berpakaian mini dan ada mata lelaki yang memandang mereka dengan


(30)

20 gairah. Jika tayangan seperti ini terus-menerus beredar dan ditonton dengan orang yang sama, bisa jadi ia akan mengalami perubahan sikap dan menganggap bahwa perempuan memang sudah semestinya diperlakukan seperti itu, dengan mengesampingkan fungsi sosial perempuan tersebut.

c. Arousal

Arousal secara psikologis dan seksual adalah reaksi umum ketika dihadapkan pada unsur pornografi di media. Arousal memfasilitasi efek dari materi seksual, karena arousal diproduksi oleh materi seksual yang mengarah pada respon intens lebih lanjut. Arousal yang dialami oleh beberapa penonton, seperti yang diamati oleh peneliti, adalah ketika adegan Mandy sedang mandi dan pakaian yang dikenakan akan menerawang jika terkena air, sehingga hampir terlihat dadanya. Adegan-adegan semacam itu cukup membuat penonton berkeringat dingin. Ada juga adegan pasangan yang sedang berciuman dengan penuh gairah dan hal itu tentu saja meningkatkan sirkulasi darah dan denyut jantung.

d. Habituation-Desensitization

Hanya karena khalayak dari konten media dapat kurang terbangkitkan (aroused) dengan terpaan yang berulang, mereka menjadi terhabitualisasi. Mereka tidak lagi merasakan sengatan-sengatan listrik dan kegelisahan ketika menonton konten pornografi. Khalayak dengan terpaan konten pornografi yang lebih tinggi akan cenderung mencari bentuk baru dari konten bermateri seksual, daripada mereka yang tidak secara massif terterpa konten pornografi. Khalayak-khalayak


(31)

ini akan kehilangan sensitivitasnya untuk menolak dan risih dengan konten berbau pornografi. Jika khalayak media menyaksikan film-film semacam Pacar Hantu Perawan dan film-film sejenisnya yang muatan pornografinya cukup besar, maka khalayak tersebut akan mati rasa (desensitization) terhadap konten pornografi standar karena terlalu sering melihatnya (habituation). Inilah yang mendorong mereka untuk bereksperimen dengan mencari film-film yang lebih menantang sehingga menimbulkan arousal.

e. Katarsis

Teori katarsis dapat menjelaskan efek konten pornografi terhadap khalayaknya. Khalayak dapat merasa terpuaskan hanya dengan menonton, mendengar atau membaca konten pornografi di media. Biasanya, konten pornografi digunakan khalayak utnuk memenuhi kepuasan seksual intovert mereka, seperti membangkitkan gairah untuk masturbasi, fantasi seks, atau meredakan kegelisahan seksual. Film Pacar Hantu Perawan bisa saja menjadi katarsis orang-orang yang memiliki kegelisahan seksual sehingga sukar terlampiaskan, atau justru sebaliknya, setelah menonton film tersebut, khalayak justru memiliki kegelisahan seksual dan akhirnya masturbasi atau berfantasi secara seksual. Dengan kata lain, film Pacar Hantu Perawan dapat digunakan sebagai sarana berfantasi seksual lagi untuk mereka terhadap Dewi Persik yang berperan sebagai Mandy melakukan aktivitas-aktivitas yang merangsang, begitu jugaVicky Vette dan Misa Campo yang sering memamerkan buah dadanya dan bertingkah seksi.


(32)

22 Pornografi dan media seakan menjadi senyawa baru yang sukar dipisahkan dari industri. Hal ini karena begitu populernya muatan ini di benak penonton, yang juga merupakan target pasar mereka. Peredaran film-film bermuatan pornografi ini tidak dipungkiri, tentu menimbulkan dampak tersendiri bagi khalayaknya. Ramainya frame dan adegan-adegan panas pada film Pacar Hantu Perawan mengafirmasi bahwa unsur pornografi mejadi daya tarik tersendiri di film tersebut.

F. METODE PENELITIAN

F.1. Metode dan Sifat Penelitian

Menurut Berelson dan Kerlinger, analisis isi merupakan suatu metode untuk mempelajari dan menganalisis komunikasi secara sistematik, objektif dan kuantitatif terhadap pesan yang tampak (Wimmer & Dominick, 2000: 135). Sedangkan menurut Budd (1967), analisis isi adalah suatu teknik sistematis untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan atau suatu alat untuk mengobservasi dan meganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih.

Metode analisis isi yang paling awal dan yang paling sentral sering kali disebut sebagai analisis isi “tradisional”. Analisis isi diyakini sebagai metode analisis yang menguraikan objektivitas, sistematis dan kuantitatif dari perwujudan isi komunikasi itu sendiri. Pendekatan dasar dalam menerapkan analisis isi adalah:


(33)

1. Memilih contoh (sample) atau keseluruhan isi.

2. Menetapkan kerangka teori.

3. Memilih satuan analisis.

4. Menentukan satuan ukur.

5. Mengungkap hasil sebagai distribusi menyeluruh atau percontoh dalam

hubungannya dengan frekuensi keterjadian (McQuail, 2000 : 179).

F.2. Tipe Penelitian

Berdasarkan tinjauan penelitian maka tipe dari penelitian ini menggunakan metode analisis isi bersifat kuantitatif. Tipe kuantitatif yang bertujuan mendeskripsikan secara objektif, sistematis dan kuantitatif isi komunikasi yang tampak atau manifest. Mendeskripsikan secara objektif artinya cara pandang pribadi dan bias yang mungkin ditimbulkan oleh peneliti tidak boleh masuk ke dalam temuan penelitian. Mendeskripsikan secara sistematis artinya isi yang hendak dianalisis hendaknya diseleksi secara gamblang dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Mendeskripsikan secara kuantitatif artinya tujuan dari analisis adalah mempresentasikan kerangka pesan secara akurat. Untuk itu kuantitatif menjadi penting untuk memperoleh objektifittas yang dimaksud’ dengan syarat harus menggambarkan dengan tepat.


(34)

24 Dalam penelitian ini analisis isi diartikan sebagai prosedural pembagian yang sistematik untuk memahami isi informasi yang tercatat (recorded Krippendorf (1980) mendefinisikannya sebagai suatu teknik riset untuk memetakan secara replikatif dan membuat referensi dan membuat referensi yang sahih atas data ke dalam konteknya.

F.3. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah film Pacar Hantu Perawan karya Yoyok Dumprink yang memiliki 76 scene dan durasi 67 menit 20 detik dengan unit analisis setiap scene yang berupa dialog dan adegan yang hanya mengandung unsur pornografi.

F.4. Struktur Kategori

Bernard Berelson mengatakan bahwa analisis isi tidak bisa lebih baik dari pada kategori-kategorinya untuk menciptakan kategori-kategori tersebut.

Ada 3 hal yang perlu diperhatikan: 1) kategori harus relevan dengan tujuan studinya, 2) kategori-kategori hendaknya fungsional, 3) harus dapat dikendalikan.

Dilihat dari rumusan masalah yang ingin diteliti, maka dibuat struktur kategori berupa adegan seks dan sensualita yang termasuk unsur pornografi, sebagai berikut:


(35)

1. Aktifitas Seksual

Yaitu segala tindakan yang dapat memuaskan hasrat birahi indikatornya meliputi:

- Onani

Artinya pemuasan hasrat seksual yang dilakukan oleh pria dengan melakukan gerakan-gerakan yang dapat merangsang alat vital. - Berciuman, cium leher dan bibir

Artinya suatu tindakan saling menempelkan bibir ke bibir, sampai saling menempelkan lidah sehingga dapat menimbulkan rangsangan seksual antara keduanya.

- Bersetubuh

Artinya melakukan hubungan seksual antar lawan jenis layaknya suami istri untuk menyalurkan hasrat seksualitas hingga mencapai kepuasan.

2. Gaya Berbusana

Dari cara berbusana wanita yang sensual bisa membangkitkan nafsu birahi seseorang. Indikatornya meliputi:

- Memakai pressbody

Artinya pakaian ketat atau tanktopsehingga membentuk dan menonjolkan bagian tunuh wanita.


(36)

26 - Memperlihatkan bra

Artinya penutup payudara wanita, dalam film ini pemeran wanita yang mengenakan tanpa dilapisi baju.

- Memakai hotpants

Artinya celana pendek wanita dan ketat.

F.5. Unit Analisis Dan Satuan Ukur Penelitian

Unit analisis penelitian ini adalah scene baik audio dan visual dalam film yang berjudul Pacar Hantu Perawan. Dengan keseluruhan scene yang berjumlah 69 scene, dalam film yang berdurasi 67 menit, setiap scene akan dianalisis dari sisi audio dan visual yang mengandung unsur pornografi.

Satuan ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah durasi dalam satuan detik yang terdiri kategori yang terdapat dalam tiap scene.

F.6 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dengan dua cara yang meliputi telaah dokumen, yaitu data primer dan data sekunder.

a. Data primer : diperoleh melalui VCD yang sudah ada, yaitu dengan pengamatan langsung. Versi VCD ini rilis pada 6 Oktober 2011 yang diproduksi untuk kategori dewasa.


(37)

b. Data sekunder : diperoleh melalui literature untuk menunjang tinjauan teoritis dan internet untuk mendapatkan informasi mengenai profil produsen film yang diteliti.

F.7 Teknik Perolehan Data Dan Analisis Data

Yang pertama dilakukan adalah melihat dan mengamati dari film Pacar Hantu Perawan dan unrtuk memperoleh data berupa akting maupun dialog yang terdapat dalam tiap scene yang mengandung unsur pornografi. Kemudian data dimasukkan ke dalam kategorisasi yang telah ditetapkan. Selanjutnya untuk mempermudah pengkategorian, maka dibuat lembar koding seperti contoh berikut :

Tabel 1.1 Lembar Coding

Kategori

Scene

Durasi

Aktifitas Seksual

Gaya Berbusana

A1

A2

A3

B1

B2

B3

A

V

A

V

A

V

A

V

A

V

A

V


(38)

28 Keterangan :

A1: onani B1: pressbody A: Audio

A2: berciuman B2: bra V: Visual

A3: bersetubuh B3: hotpants

Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang dipakai penulis adalah dengan tipe statistik deskriptif menggunakan tabel frekuensi, yang tujuannya untuk membantu peneliti mengetahui bagaimana distribusi frekuensi dari data penelitian.

Setelah dilakukan pengamatan terhadap film dan memperoleh data per scene tentang unsur pornografi, kemudian data tersebut dimasukkanke dalam kategorisasi yang telah ditetapkan. Pada saat melakukan kategorisasi peneliti membuat tabel frekuensi untuk mempermudah mempresentase kategori yang telah diteliti, kemudian dihitung banyaknya frekuensi yang muncul.


(39)

F.8. Contoh Surat Pernyataan Koder

SURAT PERNYATAAN KODER

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama :

Alamat :

Pendidikan :

Menyatakan telah melakukan pengkoderan atau pengkategorisasian yang digunakan untuk uji reliabilitas pada penelitian yang berjudul:

UNSUR PORNOGRAFI DALAM FILM HOROR INDONESIA

(Analisis Isi Pada Film”Pacar Hantu Perawan” Karya Yoyok Dumprink)

Oleh:

ANGGER TOFAN BELLIUNG

(08220201

Malang,


(40)

30 G. Uji Reliabilitas

Kategori dalam analisis isi merupakan instrumen pengumpul data. Fungsinya identik dengan kuesioner dalam survei. Supaya objektif, maka kategorisasi harus dijaga reliabilitasnya. Terutama untuk kategorisasi yang dibuat sendiri oleh peneliti sehingga belum memiliki standar yang telah teruji, maka sebaliknya dilakukan uji reliablitas. Salah satu uji reliabilitas yang dapat digunakan adalah berdasarkan rumus Ole R. Holsty. Di sini peneliti melakukan pretestdengan cara mengkoding sampel ke dalam kategorisasi. Kegiatan ini selain dilakukan peneliti juga dilakukan oleh seseorang yang lain yang ditunjuk peneliti sebagai pembanding atau hakim. Uji ini dikenal dengan uji antarkode. Kemudian hasil pengkodingan dibandingkan dengan menggunakan rumus Holsty, yaitu:

Reliabilitas

2 1

2 N N

M CR

 

Keterangan :

CR :Coefisien Reliability

M : Jumlah coding yang disepakati oleh peneliti dan dua (2) orang

coder.

N1, N2 : Total jumlah coding dari coder pertama dan coder kedua.

Hasil yang diperoleh dari rumus di atas disebutObserved Agreement(persetujuan yang diperoleh dari penelitian). Selanjutnya untuk memperkuat hasil uji reliabilitas di atas, digunakan rumus Scott sebagai berikut:


(41)

Pi= % observed agreement - % expected agreement

1 - % expected agreement

Keterangan :

Pi = nilai keterhandalan

Observed agreement = nilai pernyataan yang disetujui antar

pengkoder yaitu nilaiCR

Expected agreement = persetujuan yang diharapkan dalam suatu

kategori yang sama nilai matematisnya,

dinyatakan dalam jumlah hasil pengukuran

dari proporsional seluruh tema.

Observed Agreement adalah persentase persetujuan yang ditemukan dari pernyataaan yang disetujui antar pengkoder (yaitu nilai CR).Expected Agreement adalah persentase persetujuan yang diharapkan, yaitu proporsi dari jumlah pesan yang dikuadratkan.

Ambang penerimaan yang sering dipakai untuk uji reliabilitas kategorisasi adalah 0,75. Jika persetujuan antara pengkoding tidak mencapai 0,75, maka kategoriasasioperasional mungkin perlu dirumuskan lebih spesifik lagi. Artinya kategorisasi yang dibuat belum mencapai tingkat keterandalan atau kepercayaan. (Kriyantono, 2006:236).


(1)

- Memperlihatkan bra

Artinya penutup payudara wanita, dalam film ini pemeran wanita yang mengenakan tanpa dilapisi baju.

- Memakai hotpants

Artinya celana pendek wanita dan ketat.

F.5. Unit Analisis Dan Satuan Ukur Penelitian

Unit analisis penelitian ini adalah scene baik audio dan visual dalam film yang berjudul Pacar Hantu Perawan. Dengan keseluruhan scene yang berjumlah 69 scene, dalam film yang berdurasi 67 menit, setiap scene akan dianalisis dari sisi audio dan visual yang mengandung unsur pornografi.

Satuan ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah durasi dalam satuan detik yang terdiri kategori yang terdapat dalam tiap scene.

F.6 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dengan dua cara yang meliputi telaah dokumen, yaitu data primer dan data sekunder.

a. Data primer : diperoleh melalui VCD yang sudah ada, yaitu dengan pengamatan langsung. Versi VCD ini rilis pada 6 Oktober 2011 yang diproduksi untuk kategori dewasa.


(2)

b. Data sekunder : diperoleh melalui literature untuk menunjang tinjauan teoritis dan internet untuk mendapatkan informasi mengenai profil produsen film yang diteliti.

F.7 Teknik Perolehan Data Dan Analisis Data

Yang pertama dilakukan adalah melihat dan mengamati dari film Pacar Hantu Perawan dan unrtuk memperoleh data berupa akting maupun dialog yang terdapat dalam tiap scene yang mengandung unsur pornografi. Kemudian data dimasukkan ke dalam kategorisasi yang telah ditetapkan. Selanjutnya untuk mempermudah pengkategorian, maka dibuat lembar koding seperti contoh berikut :

Tabel 1.1 Lembar Coding

Kategori

Scene

Durasi

Aktifitas Seksual

Gaya Berbusana


(3)

Keterangan :

A1: onani B1: pressbody A: Audio

A2: berciuman B2: bra V: Visual

A3: bersetubuh B3: hotpants

Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang dipakai penulis adalah dengan tipe statistik deskriptif menggunakan tabel frekuensi, yang tujuannya untuk membantu peneliti mengetahui bagaimana distribusi frekuensi dari data penelitian.

Setelah dilakukan pengamatan terhadap film dan memperoleh data per scene tentang unsur pornografi, kemudian data tersebut dimasukkanke dalam kategorisasi yang telah ditetapkan. Pada saat melakukan kategorisasi peneliti membuat tabel frekuensi untuk mempermudah mempresentase kategori yang telah diteliti, kemudian dihitung banyaknya frekuensi yang muncul.


(4)

F.8. Contoh Surat Pernyataan Koder

SURAT PERNYATAAN KODER

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama :

Alamat :

Pendidikan :

Menyatakan telah melakukan pengkoderan atau pengkategorisasian yang digunakan untuk uji reliabilitas pada penelitian yang berjudul:

UNSUR PORNOGRAFI DALAM FILM HOROR INDONESIA

(Analisis Isi Pada Film”Pacar Hantu Perawan” Karya Yoyok Dumprink)

Oleh:

ANGGER TOFAN BELLIUNG

(08220201


(5)

G. Uji Reliabilitas

Kategori dalam analisis isi merupakan instrumen pengumpul data. Fungsinya identik dengan kuesioner dalam survei. Supaya objektif, maka kategorisasi harus dijaga reliabilitasnya. Terutama untuk kategorisasi yang dibuat sendiri oleh peneliti sehingga belum memiliki standar yang telah teruji, maka sebaliknya dilakukan uji reliablitas. Salah satu uji reliabilitas yang dapat digunakan adalah berdasarkan rumus Ole R. Holsty. Di sini peneliti melakukan pretestdengan cara mengkoding sampel ke dalam kategorisasi. Kegiatan ini selain dilakukan peneliti juga dilakukan oleh seseorang yang lain yang ditunjuk peneliti sebagai pembanding atau hakim. Uji ini dikenal dengan uji antarkode. Kemudian hasil pengkodingan dibandingkan dengan menggunakan rumus Holsty, yaitu:

Reliabilitas

2 1 2 N N M CR   Keterangan :

CR :Coefisien Reliability

M : Jumlah coding yang disepakati oleh peneliti dan dua (2) orang

coder.

N1, N2 : Total jumlah coding dari coder pertama dan coder kedua.

Hasil yang diperoleh dari rumus di atas disebutObserved Agreement(persetujuan yang diperoleh dari penelitian). Selanjutnya untuk memperkuat hasil uji reliabilitas di atas, digunakan rumus Scott sebagai berikut:


(6)

Pi= % observed agreement - % expected agreement

1 - % expected agreement

Keterangan :

Pi = nilai keterhandalan

Observed agreement = nilai pernyataan yang disetujui antar

pengkoder yaitu nilaiCR

Expected agreement = persetujuan yang diharapkan dalam suatu

kategori yang sama nilai matematisnya,

dinyatakan dalam jumlah hasil pengukuran

dari proporsional seluruh tema.

Observed Agreement adalah persentase persetujuan yang ditemukan dari pernyataaan yang disetujui antar pengkoder (yaitu nilai CR).Expected Agreement adalah persentase persetujuan yang diharapkan, yaitu proporsi dari jumlah pesan yang dikuadratkan.

Ambang penerimaan yang sering dipakai untuk uji reliabilitas kategorisasi adalah 0,75. Jika persetujuan antara pengkoding tidak mencapai 0,75, maka


Dokumen yang terkait

UNSUR PORNOGRAFI DALAM FILM HOROR INDONESIA (Analisis Isi Film “Pacar Hantu Perawan” Karya Yoyok Dumprink)

5 17 41

PORNOGRAFI DALAM FILM HOROR INDONESIA (Analisis Isi Adegan Pornografi dalam Film Horor Indonesia PORNOGRAFI DALAM FILM HOROR INDONESIA (Analisis Isi Adegan Pornografi dalam Film Horor Indonesia Periode Bulan Juli-Desember 2009).

0 0 20

PENDAHULUAN PORNOGRAFI DALAM FILM HOROR INDONESIA (Analisis Isi Adegan Pornografi dalam Film Horor Indonesia Periode Bulan Juli-Desember 2009).

0 1 28

DAFTAR PUSTAKA PORNOGRAFI DALAM FILM HOROR INDONESIA (Analisis Isi Adegan Pornografi dalam Film Horor Indonesia Periode Bulan Juli-Desember 2009).

0 0 4

REPRESENTASI PORNOGRAFI DALAM FILM HOROR INDONESIA (Analisis Semiotika Representasi Unsur-unsur Pornografi REPRESENTASI PORNOGRAFI DALAM FILM HOROR INDONESIA (Analisis Semiotika Representasi Unsur-unsur Pornografi dalam Film Hantu Binal Jembatan Semangg

2 4 14

PENDAHULUAN REPRESENTASI PORNOGRAFI DALAM FILM HOROR INDONESIA (Analisis Semiotika Representasi Unsur-unsur Pornografi dalam Film Hantu Binal Jembatan Semanggi).

0 2 7

PORNOGRAFI DALAM FILM HOROR (ANALISIS ISI PORNOGRAFI DALAM FILM HOROR PORNOGRAFI DALAM FILM HOROR (ANALISIS ISI PORNOGRAFI DALAM FILM HOROR INDONESIA PERIODE BULAN JANUARI-JUNI 2009).

0 0 22

PENDAHULUAN PORNOGRAFI DALAM FILM HOROR (ANALISIS ISI PORNOGRAFI DALAM FILM HOROR INDONESIA PERIODE BULAN JANUARI-JUNI 2009).

0 1 57

LAPORAN PENELITIAN KOLABORATIFPORNOGRAFI DALAM FILM HOROR INDONESIA Pornografi Dalam Film Horor Indonesia (Analisis Isi Pornografi Dalam Film Horor “Hantu Binal Jembatan Semanggi” dan “Darah Janda Kolong Wewe”).

0 2 4

PENDAHULUAN Pornografi Dalam Film Horor Indonesia (Analisis Isi Pornografi Dalam Film Horor “Hantu Binal Jembatan Semanggi” dan “Darah Janda Kolong Wewe”).

0 1 10