Kajian Prosedur Operasi Baku (SOP) dan Pelaksanaan Pemantauan Debit dan Erosi di Hutan Tanaman Industri

KAJIAN PROSEDUR OPERASI BAKU (SOP) DAN
PELAKSANAAN PEMANTAUAN DEBIT DAN EROSI
DI HUTAN TANAMAN INDUSTRI

KHABIBI NURROFI’ PRATAMA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Prosedur
Operasi Baku (SOP) dan Pelaksanaan Pemantauan Debit dan Erosi di Hutan
Tanaman Industri adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014

Khabibi Nurrofi’ Pratama
NIM E14090095

ABSTRAK
KHABIBI NURROFI’ PRATAMA. Kajian Prosedur Operasi Baku (SOP) dan
Pelaksanaan Pemantauan Debit dan Erosi di Hutan Tanaman Industri. Dibimbing
oleh HENDRAYANTO
Pengelolaan HTI dengan sistem silvikultur tebang habis permudaan buatan
(THPB) diduga berdampak negatif terhadap laju limpasan dan erosi permukaan
sehingga setiap pengelola HTI diwajibkan melakukan kegiatan pengendalian
dampak. Dalam rangka pengendalian dampak, diperlukan informasi debit sungai
dan erosi permukaan. Untuk mendapatkan informasi yang benar pengelola HTI
membuat SOP dan melakukan pemantauan debit sungai dan erosi permukaan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas pemantauan debit dan erosi
terhadap pengendalian laju limpasan dan erosi permukaan di salah satu pengelola
HTI di Kalimantan Timur, melalui kajian terhadap isi SOP dan pelaksaannya

menggunakan kaidah-kaidah keilmuan pengukuran debit dan erosi permukaan.
Hasil analisis kesenjangan antara isi SOP, pelaksanaannya dengan kaidah
keilmuan menunjukkan bahwa SOP dan kegiatan pemantauan debit dan erosi di
lokasi penelitian belum efektif dalam memberikan informasi besaran dampak dan
pengendliannya. Perlu dilakukan perbaikan metode didalam SOP dan
pelaksanaannya untuk mendapatkan informasi yang lebih baik, agar tindakan
pengendalian dampak dapat dilakukan dengan lebih efektif.
Kata kunci: debit, erosi, hutan tanaman industri, pemantauan, SOP

ABSTRACT
KHABIBI NURROFI’ PRATAMA. Study of Standard Operating Procedure
(SOP) and Implementation of River Discharge and Erosion Monitoring in
Industrial Plantation Forest. Supervised by HENDRAYANTO.
Industrial plantation forest management with clear cutting and man made
planting silviculture system potentially causes negative impact on runoff and
surface erosion rate. Therefore, every industrial plantation forest concessionaries
have to control those negative impacts. In order to control the impacts,
information of river discharge and surface erosion rate are required. To get right
information, forest plantation concessionaries develop standar operating
procedure (SOP) for river discharge and surface erosion rate monitoring and

implementation of monitoring. This study is aimed to analyze the SOP for river
discharge and erosion, and their implementations based on scientific view of
applied methods. Based on gap analyses, among SOP contents, their
implementation and scientific view of applied methods, SOP and their
implemenatation of river discharge and erosion monitoring are not effective yet to
control the impact of forest plantation mangement on surface run-off, river
discharge and erosion rate. Methods for river discharge and surface erosion
monitoring written in the SOP and implementations are needed to be improved to
obtain more valid and accurate information to control the impact of forest
plantation management effectively.
Keywords: discharge, erosion, industrial forest plantation, monitoring, SOP

KAJIAN PROSEDUR OPERASI BAKU (SOP) DAN
PELAKSANAAN PEMANTAUAN DEBIT DAN EROSI
DI HUTAN TANAMAN INDUSTRI

KHABIBI NURROFI’ PRATAMA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Kajian Prosedur Operasi Baku (SOP) dan Pelaksanaan Pemantauan
Debit dan Erosi di Hutan Tanaman Industri
Nama
: Khabibib Nurrofi’ Pratama
NIM
: E14090095

Disetujui oleh

Dr Ir Hendrayanto, MAgr

Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Ahmad Budiaman, MSc F Trop
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 ini ialah
limpasan dan erosi, dengan judul Kajian Prosedur Operasi Baku (SOP) dan
Pelaksanaan Pemantauan Debit dan Erosi di Hutan Tanaman Industri.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Hendrayanto, MAgr
selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada ibu dan seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya. Tidak lupa penulis ucapakan terima kasih kepada temanteman Laboratorium Hidrologi Hutan, MNH, FAHUTAN, UKF, PASMAD,
Pakuwojo dan KICITA.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

Khabibi Nurrofi’ Pratama

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODOLOGI

2

Lokasi dan Waktu Penelitian


2

Bahan dan Alat

2

Prosedur Penelitian

3

HASIL DAN PEMBAHASAN
SOP Pemantauan dan Sistem Informasi Debit dan Erosi

4
4

SOP Pemantauan Debit

4


SOP Pemantauan Erosi

5

SOP Sistem Informasi Debit dan Erosi

7

Pelaksanaan SOP Pemantauan dan Sistem Informasi Debit dan Erosi

7

Pelaksanaan SOP Pemantauan Debit

7

Pelaksanaan SOP Pemantauan Erosi

11


Pelaksanaan SOP Sistem Informasi Debit dan Erosi

16

SIMPULAN DAN SARAN

16

Simpulan

16

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

17


RIWAYAT HIDUP

18

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Data monitoring limpasan periode juli 2010 hingga januari 2012
Data pengukuran tongkat erosi periode maret 2013 di petak I 104
Data pengukuran tongkat erosi periode april 2013 di petak I 104
Data pendugaan erosi metode USLE periode maret 2013
Perbaikan SOP dan sistem informasi pemantauan debit dan erosi

9
13
13
15
16

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir prosedur penelitian
2 Sketsa pengukuran luas penampang melintang sungai (a) dan
pengukuran kecepatan aliran dengan pelampung (b)
3 Sketsa bentuk tongkat erosi (a) dan penentuan jumlah dan letak tongkat
(b)
4 Sketsa overlay peta penggunaan lahan, peta kemiringan lereng, peta
jenis tanah dan batas DAS
5 DAS terpilih pada peta penggunaan lahan (a), peta kemiringan lereng
(b) dan peta jenis tanah (c) di lokasi penelitian
6 Pengukur TMA otomatis (a), current meter (b) dan sketsa pelampung
tangkai (c)
7 Sketsa posisi tongkat sejajar kontur (a) adn tegak lurus kontur (b)
8 Sketsa posisi tongkat sejajar kontur (a), tegak lurus kontur (b), dan
tegak lurus kontur dengan tiga kali ulangan (c)

vii

3
5
6
9
10
11
12
14

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengelolaan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Indonesia terutama di luar
Pulau Jawa umumnya dilakukan dengan menerapkan sistem silvikultur Tebang
Habis dengan Permudaan Buatan (THPB) di hutan alam yang sudah tidak
produktif, sebagaimana dalam Permenhut P.50/Menhut-II/2010, pasal 1
(Kemenhut 2010). Sistem silvikultur THPB, selain mengakibatkan terbukanya
tutupan lahan juga mengakibatkan pemadatan tanah oleh alat berat. Terbukanya
tutupan lahan berakibatkan tidak adanya intersepsi oleh tajuk sehingga
meningkatkan besarnya tumbukan air hujan ke permukaan tanah yang berdampak
pada hancurnya agregat tanah menjadi butiran tanah yang lebih halus. Selain
mengakibatkan erosi, butiran tanah yang halus akan menyumbat pori-pori tanah,
sehingga menghambat proses infiltrasi yang berarti meningkatkan laju limpasan
(Sinukaban 2007). Sedangkan pemadatan tanah mengurangi pori tanah sehingga
kapasitas infiltrasi berkurang dan laju limpasan dan erosi permukaan meningkat
(Arsyad 2010).
Adanya potensi peningkatan laju limpasan dan erosi permukaan dalam
pengelolaan HTI, pemerintah mengharuskan pengelola HTI melaksanakan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 05 tahun 2012 (KLH 2012).
Dalam AMDAL, pengelola HTI perlu malakukan pemantauan dan pengeloaan
untuk mengurangi dampak negatifdan meningkatkan dampak positif. Salah satu
dampak yang perlu dipantau adalah dampak pengelolaan HTI terhadap tanah dan
air, untuk selanjutnya dilakukan pengelolaan dampak dalam hal ini adalah
tindakan Konservasi Tanah dan Air (KTA). Pelaksanaan KTA juga menjadi
indikator dari Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu
(PHPL-VLK) sebagaimana Peraturan Dirjen Bina Usaha Kehutanan P.8/VIBPPHH/2011 (Kemenhut 2011).
Untuk memenuhi kewajiban dan mencapai PHPL-VLK, perusahaan
pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri
(IUPHHK-HTI) menyusun rencana dan melaksanakan pemantauan dan
pengelolaan dampak pembangunan HTI terhadap limpasan dan erosi permukaan,
dalam bentuk Prosedur Operasi Baku (SOP) pemantauan debit sungai dan erosi
permukaan. SOP pemantauan debit dan erosi mengatur prosedur pemantauan
limpasan permukaan melalui pengukuran debit sungai dan erosi permukaan. SOP
yang baik adalah SOP yang memungkinkan dilaksanakan tanpa
mengesampingkan kaidah-kaidah ilmiah pemantauan debit dan erosi permukaan.
Untuk mengetahui efektivitas pemantauan debit dan erosi permukaan terhadap
pengendalian laju limpasan permukaan melalui pengukuran debit sungai dan erosi
permukaan diperlukanan kajian terhadap SOP dan pelaksanaannya serta
penggunaan hasil pemantauan bagi pengendalian aliran dan erosi permukaan.

2
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efektivitas SOP dan pelaksanaan
pemantauan debit dan erosi terhadap pengendalian laju limpasan dan erosi
permukaan di salah satu perusahaan pemegang IUPHHK-HTI di Kalimantan
Timur.

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai masukan bagi perbaikan sistem
pemantauan dampak kegiatan pengelolaan HTI terhadap limpasan dan erosi
permukaan dan informasi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
SOP pemantauan dampak pengelolaan HTI di perusahaan ini mencangkup
pemantauan kawasan lindung, pemantauan debit sungai dan kualitas air sungai,
pemantauan kepadatan, ketebalan lapisan dan kesuburan tanah serta pemantauan
erosi. Namun dalam penelitian ini hanya mencangkup SOP pemantauan dampak
terhadap debit dan erosi permukaan. Sebagai objek kajian utama dalam penelitian
ini adalah SOP pemantauan debit dan erosi, pelaksanaa SOP dan penggunaan
hasil pemantauan dalam pengendalian laju limpasan dan erosi permukaan di
lokasi penelitian.

METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di salah satu perusahaan pemegang IUPHHK-HTI
yang berlokasi di Kalimantan. Pengolahan dan analisis data dilakukan di
Laboratorium Hidrologi Hutan dan Daerah Aliran Sungai (DAS), Departemen
Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Pengumpulan
data dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2013.

Bahan dan Alat
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa dokumen SOP
pemantauan debit dan erosi. Data pendukung berupa hasil pengukuran, literatur
tentang pemantauan debit dan erosi, kondisi fisik lokasi dan data spasial (kontur,
jenis tanah dan penggunaan lahan) di lokasi penelitian. Sedangkan alat yang
digunakan dalam penelitian meliputi GPS, alat tulis, kamera dan software MS
Word 2007, MS Excel 2007 dan Arc GIS 10.

3
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian secara ringkas disajikan dalam bentuk bentuk diagram
alir sebagaimana disajikan dalam Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian
Kegiatan pemantauan debit dan erosi yang baik seharusnya dikerangkakan
dalam sistem pengendalian limpasan dan erosi, sehingga mampu memberikan
informasi untuk digunakan dalam pengendalian limpasan dan erosi secara efektif.
Maka dari itu, diperlukan suatu sistem pengendalian yang dituangkan dalam
bentuk SOP yang mengatur paling tidak 1) metode pengukuran (pemantauan)
yang baik dan benar, 2) pengolahan data hasil pengukuran, 3) metode analisis data
menjadi informasi, dan 4) penggunaan informasi bagi pengendalian dampak.
Pengumpulan dan kajian literatur tentang metode pemantauan debit dan
erosi dilakukan dengan mempelajari berbagai literatur tentang pemantauan debit
dan erosi. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang kaidah
keilmuan dalam pemantauan debit dan erosi. Kaidah keilmuan merupakan suatu
rangkaian prosedur yang harus diikuti untuk mendapatkan hasil yang teruji
kebenarannya (Honer dan Hunt 2003). Kajian terhadap SOP pemantauan debit
dan Erosi dilakukan dengan mempelajari dokumen SOP. Hal ini dimaksudkan
untuk mengetahui metode pemantauan debit dan erosi yang digunakan perusahaan.
Kajian terhadap kondisi lapangan pelaksanaan SOP dilakukan dengan cara
mengamati dan mengikuti pemantauan debit dan erosi serta mempelajari hasil
yang didapatkan. Kajian terhadap kondisi lapangan pelaksanaan SOP
dimaksudkan untuk mendapatkan informasi berbagai kendala pelaksanaa SOP dan
keterwakilan plot pemantauan terhadap kondisi di lapangan.
Atas dasar kajian literatur dan kajian SOP dikaji kesesuaian SOP dengan
kaidah keilmuan terkait metode pemantauan debit dan erosi. Sedangkan dari
kajian SOP dan kondisi lapangan pelaksanaan SOP dikaji kesesuaian antara
prosedur yang dituliskan dalam SOP dengan pelaksanaan dan keterwakilan plot

4
terhadap kondisi lapangan. Pemantauan limpasan dan erosi yang benar
mempunyai SOP yang sesuai dengan kaidah keilmuan dan dilaksanakan sesuai
dengan dalam SOP tersebut. Tetapi, apabila SOP tidak sesuai dengan kaidah
keilmuan perlu dilakukan revisi SOP. Begitu pula apabila pelaksanaan di
lapangan tidak sesuai prosedur dalam SOP yang baik dan benar perlu dilakukan
revisi pelaksanaan pemantauan. Dari kajian literatur, kajian SOP dan kajian
kondisi lapang pelaksanaan SOP didapatkan SOP yang baik dan benar serta
mudah dan murah untuk dilaksanakan (praktis lapang).
Kajian terhadap sistem informasi debit dan erosi dimaksudkan untuk
mengetahui metode yang digunakan perusahaan dalam pengolahan dan analisis
data hasil pemantauan serta informasi hasil analisisnya. Kajian dilakukan dengan
mempelajari dokumen SOP pemantauan debit dan erosi serta dokumen RPL-RKL
perusahaan. Kajian terhadap pengendalian limpasan dan erosi dimaksudkan untuk
mengetahui dasar dan peranan informasi pemantauan debit dan erosi dalam
kegiatan pengendalian limpasan dan erosi. Kajian dilakukan dengan wawancara
dengan pengelola dan mempelajari dokumen RPL-RKL perusahaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
SOP Pemantauan dan Sistem Informasi Debit dan Erosi
SOP Pemantauan Debit
SOP pemantauan debit menjadi satu dengan SOP pemantauan kualitas air.
Tetapi dalam penelitian ini hanya dibahas SOP pemantauan debit. SOP
pemantauan debit mengatur mulai dari perencanaan lokasi pengukuran debit,
frekwensi pengukuran debit, metode pengukuran debit di lapang dan
perhitungannya.
Pemantauan debit dilakukan dengan mengukur debit di inlet (titik dimana air
sungai masuk ke dalam areal kerja konsesi) dan outlet (titik dimana air sungai
keluar dari areal kerja konsesi) dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang
sebagian wilayah DASnya terdapat diluar areal kerja konsesi. Sedangkan untuk
DAS yang semua wilayahnya berada di dalam areal kerja konsesi pengukuran
debit hanya dilakukan di outlet sungai untuk DAS tersebut. Pengukuran debit
dilakuan setiap dua bulan, tanpa menyebutkan waktu tepatnya.
Inlet dan outlet ditetapkan dengan kriteria lokasi memiliki aliran lurus
setidaknya 10 meter, mengalir sepanjang tahun dan mudah diakses. Pengukuran
debit dilakukan dengan mengukur kecepatan aliran dan menentukan luas
penampang basah sungai. Debit dihitung menggunakan persamaan:
........................................................................... (1)
yang menyatakan bahwa Q = debit (m3/detik), v = kecepatan aliran (m/detik) dan
A = luas penampang basah sungai (m2). Nilai A didapat dari hasil pengukuran
kedalaman sungai di setiap satu meter dari tepi sungai sehingga terbentuk segmen
berupa bangun segitiga dan segi empat seperti pada Gambar 2. Luas penampang
basah total didapatkan dari penjumlahan luas masing-masing segmen
sebagaimana persamaan:

5
i

i
i

m

.................................................................... (2)
-

....................................... (3)

yang menyatakan bahwa A = luas penampang basah total (m2), Ai = luas
penampang basah segmen ke-i, i = 1, .. n, Hj = kedalaman awal segmen titik ke-j
(m), j = 0, ....m, dj-(j+1) = jarak antara titik j dengan j+1 (m), dj-( j+1) sampai dengan
d(m-2)-(m-1) = 1 m.
Kecepatan aliran sungai diukur dengan pelampung permukaan berupa gabus
berukuran 1 x 5 x 5 cm. Kecepatan aliran dihitung menggunakan persamaan
berikut:
t

........................................................................ (4)

yang menyatakan bahwa v = kecepatan aliran (m/s), 0.8 = faktor koreksi, s =
jarak tempuh pelampung (m) dan t = waktu tempuh pelampung (detik).
Pengukuran v dilakukan di tiga tempat pengukuran yaitu di tengah, tepi kanan dan
kiri badan sungai. Kecepatan aliran adalah rata-rata kecepatan hasil pengukuran
dari ketiga tempat tersebut.

(a)
(b)
Gambar 2 Sketsa pengukuran luas penampang melintang sungai (a) dan
pengukuran kecepatan aliran dengan pelampung (b)
SOP Pemantauan Erosi
Pemantauan erosi dilakukan dengan menggunakan dua metode pengukuran,
yaitu metode tongkat dan model pendugaan USLE (Universal Soil Loss Equation)
SOP pemantauan erosi mengatur mulai dari perencanaan lokasi pengukuran erosi,
frekwensi pengukuran erosi, metode pengukuran erosi di lapang dan
perhitungannya.
Pemantauan erosi dengan metode tongkat dilakukan dengan membuat plot
erosi. Plot erosi dibuat di 20 petak dengan karakteristik berbeda dengan
menancapkan tongkat berskala ke dalam tanah. Adapun 20 karakteristik petak
didapat dari kombinasi lima jenis tutupan lahan dan 4 kelas kemiringan lereng.
Lima jenis tutupan lahan berupa hutan alam (areal non produksi) dan hutan
tanaman (areal produksi) pada empat kelas umur yaitu 0-1 tahun, 1-2 tahun, 2-3
tahun dan > 3 tahun. Sedangkan empat kelas kemiringan yaitu 0-8%, 8-15%, 1525%, dan 25-40%. Penentuan lokasi plot erosi dilakukan melalui overlay peta
petak terpilih dengan skala 1:20000 dengan grid berukuran 25 x 25 meter (ukuran
lapang). Dengan jumlah titik persinggungan grid dalam petak, bagi petak menjadi
sepuluh bagian sama rata. Lokasi plot erosi dipilih secara acak di salah satu
bagian di petak terpilih. Sedangkan jumlah patok didapat dari 10% titik
persinggungan grid yang masuk dalam petak (misal yang masuk 50 titik berarti
jumlah tongkat 5 buah).

6

(b)
(a)
Gambar 3 Sketsa bentuk tongkat erosi (a) dan penentuan jumlah dan letak
tongkat (b)
Sebelum patok dipasang, dipastikan terlebih dahulu kondisi di lapangan sesuai
dengan yang direncanakan. Dalam lokasi terpilih, patok dipasang di areal yang
tergenang dan dapat dipastikan luasan lahan yang alirannya menuju tongkat.
Pemantauan erosi dilakukan setiap bulan dengan membaca perubahan tinggi
permukaan tanah pada skala tongkat. Penghitungan erosi dilakukan dengan
persamaan berikut:
.............................................................. (5)
yang menyatakan bahwa Y = rata-rata perubahan tinggi permukaan tanah tererosi
(cm), yi = besarnya perubahan tinggi permukaan tanah di setiap tongkat erosi (cm),
dimana i = (1,2,3 ...n). Dari hasil pungukuran dilakukan prediksi erosi selama satu
tahu dengan persamaan:
....................................................................... (6)
yang menyatakan bahwa X = nilai dugaan laju erosi (cm/tahun), T = selisih waktu
sejak pemantauan terakhir dengan pemantauan saat ini (hari), dan 365 = jumlah
hari dalam satu tahun (hari).
Pemantauan erosi juga dilakukan dengan metode pendugaan USLE yang
dilakukan pada lahan dengan berbagai karakteristik sebagaimana pada
pemantauan metode tongkat. Pendugaan juga dilakukan tiap bulan dengan
perhitunga sebagai berikut
K

P ............................................................. (7)

yang menyatakan bahwa A = total erosi tanah (ton/ha/tiga bulan), R = indeks
erosivitas hujan, K = indeks erodibilitas tanah, S = kemiringan lahan (%), L =
panjang lereng lahan (m), C = angka faktor dari jenis tanaman dan P = angka
faktor perlindungan lahan. Untuk indeks erosivitas hujan (R) didapat dari
persamaan berikut:
...................................................................... (8)
EI.30 = 6.119 (F) 1.21 (D) -0.47 (M) 0.53 .......................... (9)
yang menyatakan bahwa EI = interaksi energi dengan intensitas maksimum 30
menit, F = jumlah total data hujan dalam tiga bulan (mm / 3 bulan), D = jumlah
total hari terjadi hujan selama tiga bulan (hari / 3 bulan) dan M = maximum
banyaknya hujan harian selama tiga bulan (mm/hari). Selanjutnya, untuk indeks

7
erodibilitas tanah jenis tanah Podsolik Merah kuning yaitu 0.15. Kelas kemiringan
(S) dikelompokkan ke dalam empat kelas yang diwakili nilai tengah setiap kelas
kelerengan, yaitu: kelas lereng A (0-8%) adalah = 4; kelas lereng B (8-15%)
adalah = 11.5; kelas lereng C (15-25%) adalah = 20; dan kelas lereng D (25-40%)
adalah = 32.5. Lalu dengan faktor panjang lereng 22 m (sama dengan panjang
standard dari petak
pemantauan erosi tanah (Hardjowigeno 1987)) dan
persamaan:
LS = (L/100 ( 0.138 + 0.0965 S + 0.0138 S2))1/2 .......... (10)
didapat faktor panjang dan kemiringan lahan (LS) untuk kelas kemiringan (0-8%)
= 0.16; (8%-15%) = 0.68; (15%-25%) = 1.67; dan (25%-40%) = 3.93. Faktor dari
jenis tanaman (C) ditetapkan 0.001 untuk hutan alam dan 0.5 untuk hutan
produktif. Faktor perlindungan lahan (P) 0.5 untuk tanaman dengan jarak tanah
yang berjauhan (dianggap sama untuk areal setelah logging hingga tanaman
berumur kurang dari satu tahun) dan 0.1 untuk areal tanaman dengan jarak tanam
yang cukup rapat (dianggap sama untuk areal tanaman dengan tanaman berumur >
1 tahun). Hasil perhitungan pendugaan tingkat erosi tanah pada setiap areal
pemantauan dicatat pada Tabel Pendugaan Erosi Metode USLE. Buat grafik untuk
membandingkan dengan Tolerable Soil Loss (TSL), besarnya TSL adalah 15
ton/ha/tahun.
SOP Sistem Informasi Debit dan Erosi
SOP yang secara khusus mengatur tahap analisis data hasil pemantauan
menjadi informasi dan tindak lanjut dari informasi pemantauan belum tersedia.

Pelaksanaan SOP Pemantauan dan Sistem Informasi Debit dan Erosi
Pelaksanaan SOP Pemantauan Debit
Pemantauan debit secara umum dilakukan sesuai dengan SOP pemantauan
debit kecuali frekwensi pengukurannya. Pengukuran debit pada periode tertentu,
di beberapa inlet ataupun outlet tidak dilakukan akibat cuaca buruk.
Penentuan titik pengukuran debit (inlet dan outlet DAS) ditentukan secara
sengaja (purposive) dengan kriteria aliran sungainya mengalir sepanjang tahun
tanpa memperhatikan keterwakilan DAS tersebut terhadap berbagai bentuk
kegiatan pengelolaan, sebaran jenis tanah dan kelas kemiringan lahan.
Keterwakilan DAS terhadap berbagai bentuk kegiatan pengelolaan, sebaran jenis
tanah dan kelas kemiringan lahan merupakan kriteria yang lebih penting dalam
pemantauan dampak pengelolaan HTI agar dampak pengelolaan terhadap
limpasan dapat dianalsisi untuk menjadi informasi yang lebih baik. Debit sungai
merupakan komulatif dari limpasan permukaan (overland flow), bawah
permukaan (sub-surface flow), dan aliran air tanah (ground water flow) dari suatu
Daerah Aliran Sungai (DAS) pada berbagai kondisi tanah, batuan, topografi dan
penggunaan lahannya.
Pemantauan debit di inlet dan outlet dan penggunaan data selisih debit di
inlet dan outlet sebagai ukuran dampak adalah hal yang tidak tepat, karena secara
alami dalam kondisi curah hujan merata di seluruh DAS, debit di inlet akan lebih
kecil dibandingkan dengan debit di outlet, sehingga data selisish debit inlet-outlet
tidak selalu menjadi indikator dampak. Agar data selisih debit inlet-oulet dapat

8
dijadikan indikator dampak maka diperlukan analisi lebih lanjut yaitu dengan
membandingkan selisih debit di inlet-outlet ketika kegiatan operasional belum
dilaksanakan (kondisi hutan primer) dan selisih debit inlet-outlet setelah
dilaksanakan kegiatan operasional (kondisi sekarang) di DAS yang sama. Karena
tidak mungkin untuk mengembalikan kondisi hutan primer, untuk mendapatkan
nilai selisih debit inlet-outlet pada kondisi hutan primer dapat dilakukan dengan
membuat simulasi kondisi hutan primer melalui pemodelan hidrologi.
Frekwensi pengukuran dalam SOP dengan selang dua bulan memiliki
rentang waktu pengukuran yang lama akibatnya tidak didapatkan hasil yang
mewakili fluktuasi debit yang terjadi. Sedangkan debit berfluktuasi sepanjang
waktu yang dipengaruhi cuaca (terutama curah hujan) dan karakteristik DAS (Lee
1988). Sementara itu ketika terjadi cuaca buruk tidak dilakukan pengukuran
sehingga debit ekstrim tidak terpantau. Begitu juga kegiatan pengelolaan HTI di
dalam DAS yang terpantau limpasannya sehingga tidak menjadi informasi bagi
analisis lebih lanjut.
Pengukuran kecepatan aliran hanya dilakukan satu kali di tiga titik
pengukuran yang bereda dan menggunakan pelampung berupa gabus. Kecepatan
aliran sangat bervariasi dari yang paling kecil di dasar hingga yang paling besar di
permukaan sungai dan pengukuran kecepatan aliran dengan pelampung
permukaan hanya merupakan perkiraan saja (Seyhan 1990). Untuk mendapatkan
hasil pengukuran kecepatan aliran sungai dengan menggunakan pelampung
mengambang diperlukan penentuan faktor koreksi yang lebih sesuai dan
dilakukan pengulangan untuk setiap satu titik lokasi pengukuran.
Frekwensi pengukuran satu kali dalam 2 bulan dan bahkan kadang-kadang
tidak dilakukan pengukuran akibat cuaca buruk, tidak adanya catatan jam
pengukuran pada tanggal pengukuran, tanpa ada informasi kejadian hujan di DAS,
dan tidak informasi kegiatan pengelolaan di DAS tersbut maka data hasil
pengukuran debit di inlet dan outlet (untuk DAS yang sebagain eilayahnya berada
di luar areal konsesi) dan di outlet DAS (untuk DAS yang seluruhnya berada di
areal konsesi) sebagaimana disajikan dalam Tabel 1, tidak dapat memberikan
informasi dampak pengelolaan HTI. Di dalam Tabel 1 terdapat tanda (-) yang
berarti pada periode tersebut tidak dilakukan pengukuran debit. Selanjutnya pada
pengukuran periode November 2011 di Sungai A debit di inlet lebih besar dari
pada debit di outlet. Secara teoritis maupun berdasarkan hasil pengukuran lainnya,
debit di inlet yang lebih besar dibanding debit di outlet dapat dikatakan sebagai
eror, tidak dapat dijelaskan secara teoritis maupun alasan lainnya. Data normal
(debit inlet < denit oulet) pun tidak dapat menjelaskan atau memberikan informasi
dampak dari kegiatan pengelolaan HTI tersebut.
Pemantauan debit dalam rangka pemantauan dampak kegiatan pengelolaan
HTI, seyogyanya dilakukan di sebuah DAS yang mewakili kegiatan pengelolaan,
sebaran jenis tanah dan kelas kemiringan. DAS yang mewakili karakteristik DAS
tersebut dipilih melalui overlay peta tutupan lahan, peta kemiringan lereng, peta
jenis tanah dan batas DAS sebagaimana Gambar 4 menggunakan alat Sistem
Informasi Geografis (SIG).

9
Tabel 1 Data monitoring limpasan periode Juli 2010 hingga Januari 2012
Debit air sungai (m3/s)
Unit kelola 1
Unit kelola 2
Unit kelola 3
Periode Sungai Sungai Sungai Sungai Sungai Sungai Sungai Sungai Sungai
A
A
B
C
D
E
E
F
F
inlet outlet outlet outlet inlet inlet outlet inlet
outlet
Jul 10
0.037 0.558 0.737 0.042
- 0.365 0.798 0.338
1.772
Sep 10 3.167 17.391 2.763 0.200 1.726 0.245 0.618 0.319
3.323
Nov 10 0.780 12.311 4.355 1.740 2.307 0.124 1.374 0.710
1.859
Jan 11
- 1.618 0.129 1.934
Mar 11 0.686 5.437 2.592 0.265 1.168 0.667 1.678
Mei 11 1.107 3.778 1.969 0.143 0.520 0.111 0.618 2.689
1.563
Jul 11
- 0.453 1.345
- 0.369 0.342 1.181 0.145
0.039
Sep 11
- 0.279 124.223
- 0.056 0.025 0.315
Nov 11 0.740 0.548 8.341 0.727
- 0.046 0.531 0.397
0.169
Jan 12
0.507 5.940 9.618 0.626 1.867 0.272 2.334 2.497
5.233
Sumber: Laporan RKL-RPL perusahaan semester 1 tahun 2012

Gambar 4. Sketsa overlay peta penggunaan lahan, peta kemiringan lereng, peta
jenis tanah dan batas DAS
SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk
menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografis. Dengan demikian
SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan dalam
menangani data yang bereferensi geografis, yaitu masukan (input), manajemen,
analisis dan keluaran (output) (Aronoff 1989 dalam Prahasta 2009). Gambar 5
menunjukkan bahwa SIG dapat membantu memberikan informasi dalam memilih
DAS yang mewakili.

10

(a)

(b)

(c)

Gambar 5 DAS terpilih pada peta penggunaan lahan (a), peta kemiringan lahan (b) dan peta jenis tanah (c) di lokasi penelitian

11
Untuk meningkatkan akurasi data, perlu dilakukan frekwensi pengukuran
yang lebih intensif dan tidak terkendala cuaca buruk. Pemantauan debit
menggunakan alat perekam tinggi muka air (TMA) otomatis, salah satunya seperti
disajikan dalam Gambar 5a. Untuk mendapatkan hubungan antara TMA dengan
debit perlu dilakukan pembuatan kurva aliran (rating curve) secara periodik.
Lokasi pengukuran dilakukan di lokasi yang memiliki ciri-ciri 1) Sungai lurus
minimal 5 kali lebar sungai, 2) Pada dasar dan tepi sungai tidak terjadi perubahan
bentuk yang besar dan 3) Perubahan kecepatan alirannya kecil (Takeda 1993).
Untuk meningkatkan akurasi pengukuran kecepatan aliran sungai dapat
dilakukan dengan pengukura arus electrik (current meter) (Gambar 5b) atau
pelampung tangkai (Gambar 5c). Pelampung tangkai dibuat dari kayu atau bambu
yang diberi pemberat pada pangkalnya sehingga aliran pada setiap kedalaman
sungai dapat terwakili. Adapun untuk menentukan besar koefisien (γ) pelampung
jenis ini sebagai berikut:
) ..................................... (11)
yang menyatakan
= koefisien pelampung dan
= perbandingan antara
kedalaman tangkai dengan kedalaman sungai total (Francis dalam Takeda 1993).

www. http://en.wikipedia.org
https:/perhubungan2.wordprees.com

https:/perhubungan2.wordprees.com

(a)

(b)

(c)

Gambar 6 Pengukur TMA otomatis (a), current meter (b) dan sketsa pelampung
tangkai (c).
Curah hujan di DAS tersebut perlu dipantau dengan menempatkan beberapa
penakar hujan, baik penakar hujan manual maupun otomatis. Penakar hujan
manual ditempatkan di dalam DAS yang memiliki aksesibilitas lebih tinggi,
sedangkan penakar otomatis dapat ditempatkan di tempat yang lebih sulit
dijangkau. Kegiatan pengelolaan HTI di DAS tersebut juga perlu dipantau secara
periodik.
Pelaksanaan SOP Pemantauan Erosi
Kegiatan pemantauan erosi menggunakan metode tongkat maupun model
pendugaan USLE secara umum dilakukan sesuai dengan SOP Pemantauan Erosi.
Tetapi ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan yang tertulis dalam SOP yaitu
dalam perhitungan metode tongkat. dan dalam frekwensi pemantauan dan satuan
dalam penggunaan model pendugaan USLE.

12
SOP Pemantauan Erosi metode tongkat tidak menjelaskan cara membaca
angka bacaan tongkat ketika terjadi pengikisan atau pengendapan yang
menyebabkan terjadinya salah persepsi antara pengukur dalam membacanya.
Selain itu, penentuan lokasi plot contoh dalam petak dan jumlah patok ukur
dengan cara melakukan overlay grid berukuran 25 x 25 meter lapangan terhadap
peta petak terpilih menghasilkan jumalah tongkat pengukuran sedikit dan tidak
mewakili kondisi lapang. Dengan jumlah tongkat yang sedikit, tidak dapat
dilakukan pengukuran berulang sehingga akurasi pengukuran rendah. Selain itu,
juga tidak ada dasar yang jelas terkait ukuran grid. Ketika patok terpilih dipasang
sejajar garis kontur, tidak ada pengulangan pengukuran erosi secara tegak lurus
garis kontur, begitu pula sebaliknya.

(a)

(b)

Gambar 7 Sketsa posisi tongkat sejajar kontur (a) adn tegak lurus kontur (b)
Perhitungan perubahan tinggi permukaan tanah dan prediksi erosi selama
satu tahun yang tidak sesuai dengan SOP mengakibatkan data yang didapat
underestimate, sebagaimana pengukuran pada periode Maret (Tabel 2). Hal ini
karena jumlah erosi ∑y sangat kecil akibat adanya perubahan tinggi permukaan
(y) yang bernilai negatif. Selanjutnya, dalam pelaksanaan untuk satuan prediksi
selama satu tahun (ton/ha/tahun) tidak sesuai dengan SOP yang menyatakan
satuannya (cm/tahun). Namun, hal ini dilakukan pelaksana untuk membandingkan
besar prediksi erosi yang terjadi dengan TSL (ton/ha/tahun). Adapun contoh hasil
pengukuran pada periode Maret dan April 2013 di petak I 104 (1-2 tahun, 15%25%) tersaji pada Tabel 2 dan Tabel 3. Pada Tabel 2 dari pemantauan selama 28
hari didapat rata-rata pengikisan tanah pada periode tersebut adalah 0.07 cm atau
dengan prediksi erosi sebesar 0.658 ton/ha/tahun. Nilai ini masih dibawah TSL
(Tolerable Soil Loss) yang sebesar 15 ton/ha/tahun. Sedangkan pada pengukuran
selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti (Tabel 3), dari selang waktu pengukuran
selama 18 hari didapatkan rata-rata pengikisan tanah sebesar 3.33 cm atau
5162.15 ton/ha/tahun. Hal ini akibat perbedaan cara membaca angka bacaan
tongkat ukur pada bulan maret oleh pengamat dan bulan april oleh peneliti dengan
pendamping. Pada pengamatan bulan maret nilai angka bacaan pada tongkat
semua bernilai positif. Sedangkan pendamping peneliti menyatakan apabila tanah
terkikis angka bacaan tongkat negatif dan apabila terdapat sedimen angka bacaan
tongkat positif sehingga selisih pengukuran bulan maret dan april tinggi.

13
Tabel 2 Data pengukuran tongkat erosi periode Maret 2013 di petak I 104
Angka bacaan di tongkat
Nomor
Tingkat erosi
Pemantauan
Keterangan
Pemantauan
patok
(Y = B - A)
sebelumnya (A)
saat ini (B)
1
3.00
2.50
-0.50
2
2.50
3.00
0.50
3
1.00
1.50
0.50
4
3.00
2.50
-0.50
5
3.00
2.50
-0.50
6
1.50
2.00
0.50
7
1.00
1.50
0.50
Jumlah ∑y
0.50 cm/28 hari
Rata-rata (Y)
0.07 cm/28 hari
Nilai prediksi erosi (Ep = Y x BD x T/365)
0.658 ton/ha/tahun
TSL
15 ton/ha/tahun
Sumber: Tally sheet hasil pengukuran erosi metode tongkat periode maret 2013.

Tabel 3 Data pengukuran tongkat erosi periode April 2013 di petak I 104
Angka bacaan di tongkat
Nomor
Tingkat erosi
Pemantauan
Keterangan
Pemantauan
patok
(Y = B - A)
sebelumnya (A)
saat ini (B)
1
2.50
-1.5
3.00
2
3.00
-1.9
4.90
3
1.50
1.80
0.30
4
2.50
-2.6
5.10
5
2.50
0.80
1.70
6
2.00
-2.70
4.70
7
1.50
-2.10
3.60
Jumlah ∑y
23.30
Rata-rata (Y)
3.33 cm
5.162.15 ton/ha/tahun
Nilai prediksi erosi (Ep = Y x BD x T/365)
TSL
15 ton/ha/tahun
Sumber: Tally sheet hasil pengukuran erosi metode tongkat periode april 2013

Pengukuran erosi dengan metode tongkat sangatlah kasar karena pengikisan
tanah baru akan terbaca ketika telah terjadi erosi 0.5 cm atau 50 ton selama
periode pengamatan (Arsyad 2010). Maka dari itu, kurang efiktif apabila
pemantauan dilakukan setiap bulan. Prediksi erosi selama satu tahun dengan data
bulanan juga tidak perlu dilakukan karena untuk mendapatkan besar erosi selama
satu tahun dapat dilakukan dengan menjumlahkan besar erosi bulanan selam satu
tahun. SOP Pemantauan Erosi dengan metode tongkat harus disusun dengan jelas
sehingga tindak menimbulkan perbedaan persepsi. Teknik sampling dapat
dilakukan dengan purposive sampling tapi dengan jumlah tongkat yang lebih
banyak untuk mendapatkan hasil yang akurat. Tongkat dipasang tegak lurus garis

14
kontur mulai dari puncak lereng hingga lembahnya dengan minimal tiga kali
ulangan ke arah sejajar kontur.

(a)

(b)

(c)

Gambar 8 Sketsa posisi tongkat sejajar kontur (a), tegak lurus kontur (b),
dan tegak lurus kontur dengan tiga kali ulangan (c)
Pemantauan erosi dengan pendugaan USLE digunakan untuk menduga laju
erosi jangka panjang suatu bidang lahan dengan pola hujan, jenis tanah,
kemiringan lereng, jenis penanaman dan pengolahan lahan tertentu (Arsyad 2010)
sehingga tidak sesuai apabila digunakan untuk pemantauan setiap bulan. Selain itu,
faktor panjang lereng (L) seharusnya didapat dari rata-rata panjang lereng pada
masing-masing kelas lereng di lokasi penelitian, tidak 22 m sebagaimana panjang
standard dari petak pemantauan erosi tanah Hardjowigeno (1987). Persamaan LS
juga kurang tepat, sebagaimana Schwab et al (1981) dalam Asdak (2007)
menyatakan faktor LS dihitung dengan rumus:
LS = L1/2 ( 0.00138 + 0.0965 S + 0.0138 S2) ................ (12)
Begitu juga faktor penutup tanah (C) di mana koefisien sebesar 0.5 merupakan
koefisien hutan tanaman selama satu daur sehingga koefisien ini tidak dapat
disamakan di tanaman pada kelas umur 0, 1, 2, 3, 4dan 5 tahun. Selanjutnya faktor
perlindungan lahan (P) merupakan tindakan-tindakan khusus konservasi tanah
seperti pembuatan teras dan guludan, bukan tutupan lahan oleh tanaman
sebagaimana dalam SOP.
Frekwensi Pemantauan erosi dengan metode pendugaan USLE dilakukan
tidak sesuai dengan SOP yang menyatakan bahwa pemantauan erosi dengan
metode USLE dilakukan tiap tiga bulan (dilihat dari faktor F, D, dan M dalam
Persamaan 9 dikalkulasikan selama tiga bulan) sedangkan pelaksanaannya
dilakukan setiap bulan. Selanjutnya, terdapat juga kesalahan satuan (ton/ha/tahun)
yang seharusnya (ton/ha/bulan). Hal ini mengakibatkan hasil pendugaan erosi
dengan metode pendugaan USLE underestimate sebagaimana di Tabel 4 yang
merupakan hasil pendugaan erosi dengan metode USLE dengan curah hujan (CH)
179.2 mm pada bulan Maret. Selain akibat dari koefisien L, C, dan P yang tidak
tepat, hal ini juga menunjukkan bahwa metode pemantauan erosi dengan
pendugaan USLE tidak sesuai jika digunakan untuk pemantauan erosi bulanan.

15

Konservasi Tanah ( P )

Erosi Tanah (ton/ha/thn)

0 - 8 1.236 0.15 0.16
8 - 15 1.236 0.15 0.68
15 - 25 1.236 0.15 1.67
25 - 40 1.236 0.15 3.93
Hutan
0 - 8 1.236 0.15 0.16
Tanaman (HT)
8 - 15 1.236 0.15 0.68
umur < 1
15 - 25 1.236 0.15 1.67
tahun
25 - 40 1.236 0.15 3.93
Hutan
0 - 8 1.236 0.15 0.16
Tanaman (HT)
8 - 15 1.236 0.15 0.68
15 - 25 1.236 0.15 1.67
umur 1 –
< 2 tahun
25 - 40 1.236 0.15 3.93
Hutan
0 - 8 1.236 0.15 0.16
Tanaman (HT)
8 - 15 1.236 0.15 0.68
umur 2 –
15 - 25 1.236 0.15 1.67
25 - 40 1.236 0.15 3.93
< 3 tahun
Hutan
0 - 8 1.236 0.15 0.16
8 - 15 1.236 0.15 0.68
Tanaman (HT)
15 - 25 1.236 0.15 1.67
umur 3 –
8 tahun
25 - 40 1.236 0.15 3.93
Besar TSL ( Torable Soil Loss ) ton/ha/tahun
Hutan Alam
(HA)

Penutupan lahan ( C )

Kemiringan Lahan (LS)

Erodibilitas (K)

Erosivitas ( R )

Kelas Kelerengan (%)

Lokasi Pemantauan

Tabel 4 Data pendugaan erosi metode USLE periode maret 2013

0.001
0.001
0.001
0.001
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5

0.1
0.1
0.1
0.1
0.5
0.5
0.5
0.5
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1

0.0000
0.0000
0.0000
0.0001
0.0074
0.0315
0.0774
0.1822
0.0015
0.0063
0.0155
0.0364
0.0015
0.0063
0.0155
0.0364
0.0015
0.0063
0.0155
0.0364
15

Keterangan

Sumber: Tally Sheet hasil pendugaan erosi dengan metode USLE periode Maret 2013.

Erosi merupakan proses penghancuran, pengangkutan, dan pengendapan
tanah sehingga pemantauan erosi bulanan dapat dilakukan dengan mengukur
konsentrasi sedimen di lokasi pengukuran debit. Konsentrasi sedimen didapatkan
dari mengambil sampel air dengan botol (liter) di 0.8 dan 0.2 dari kedalaman total
aliran sungai. Selanjutnya sampel air disaring dengan kertas saring sehingga
konsentrasi sedimen didapat dari pengurangan berat kertas saring kering sesudah
dengan sebelum digunakan untuk menyaring. Adapun persamaannya:
Qs = 0.001 Cs Qb ........................................................ (13)
yang menyatakan 0.001 = konversi satuan, Qs = laju sedimen (ton/bulan), Cs =
rata-rata konsentrasi sedimen dalam sebulan (gr/liter) dan Qb = debit bulanan
(m3/bulan). Konsentrasi sedimen yang terbawa aliran sungai hanya sebagian dari
jumlah tanah yang tererosi dalam DAS karena sebagian dari tanah yang tererosi
mengendap di lahan bagian bawah pada DAS tersebut. Selisih antara jumlah
sedimen dengan erosi yang terjadi di dalam DAS disebut SDR (Sediment Delivery

16
Ratio) (Arsyad 2010) sehingga nilai E (erosi) didapat dari debit sedimen dibagi
dengan SDR. Adapun persamaannya sebagai berikut (Auerswald 1992 dalam
Arsyad 2010):
.......................................................................... (14)
SDR = 4.40 10-12 A-0.21 (R/L)0.394 (CN)5.680 ................... (15)
di mana E = erosi total (ton/bulan), SDR = Sediment Delivery Ratio dan A = luas
DAS (km2), Rb/L = nisbah relief DAS terhadap panjang lereng (kaki/mil) dan CN
= Curve Number.
Pelaksanaan SOP Sistem Informasi Debit dan Erosi
Hasil perhitungan pemantauan debit dan erosi dilaporkan pengukur kepada
kepala bagian lingkungan. Selanjutnya, kepala bagian lingkungan melaporkan
analisis erosi metode tongkat dan USLE serta hasil pemantauan debit selama
enam bulan dalam dokumen RPL dan RKL kepada Pemeritah Tingkat II
(kabupaten), Tingkat I (provinsi) dan Pusat sebagaiman dijelaskan dalam SOP
Pemantauan Limpasan dan Erosi. Meskipun demikian, belum ada SOP yang
secara khusus mengatur analisis hasil pemantauan menjadi informasi dan
penggunaan informasi pemantauan. Seharusnya kegiatan pemantauan debit dan
erosi dikerangkakan dalam sebuah sistem dalam bentuk SOP sehingga hasil
pemantauan tidak hanya menunjukkan dampak pengelolaan terhadap limpasan
dan erosi tetapi juga dapat menjadi dasar kegiatan pengendalian dampak. Oleh
karena itu, perlu adanya SOP sistem informasi pengendalian limpasan dan erosi
yang mengatur pengolahan data hasil pengukuran, metode analisis data menjadi
informasi, dan penggunaan informasi bagi pengendalian dampak. Selain itu, perlu
perbaikan SOP dan pelaksanaan pemantauan debit dan erosi untuk mendapatkan
hasil yang akurat.
Uraian hasil kajian kesesuaian SOP dengan kaidah ilmiah dan
pelaksanaannya secara ringkas disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5 Perbaikan SOP dan sistem informasi pemantauan debit dan erosi
SOP

Debit

Parameter

Kaidah Keilmuan
Sesuai
Tidak

Keterangan

Lokasi
pemantauan

-



DAS terpilih perlu mewakili
kodisi areal konsesi, dan
pengukuran debit cukup di
outlet DAS tersebut.

Selang waktu
pemantauan

-



Selang waktu harus mampu
merekam variasi fluktuasi debit

Pengukuran luas
penampang
Pengukuran
kecepatan



-

-

-



Pengukuran kecepatan harus
mewakili kecepatan dari
permukaan hingga dasar sungai

Perhitungan

-



Diperlukan data tambahan,
yaitu curah hujan dan kegiatan

17
SOP

Parameter

Kaidah Keilmuan
Sesuai
Tidak

Keterangan
HTI ketika penyajian informasi
fluktuasi debit di Laporan
RKL-RPL

Lokasi
pemantauan

-



Selang waktu
Pemantauan

-



Jumlah Tongkat
erosi

-



Perhitungan

-



Pendugaan
USLE

-



Erosi

Sistem
Metode
Informasi pemantauan

-



Lokasi plot pemantauan harus
sesuai dengan yang
direncanakan, adapun tongkat
dipasang sepanjang lereng
tegak lurus kontur dan
dilakukan 3 kali ulangan searah
kontur
Pemantauan dapat dilakukan
dengan selang waktu yang
lebih panjang, misalnya: setiap
3 bualan, supaya perubahan
tinggi permukaan tanah pada
skala tongkat dapat terbaca
Jumlah tongkat perlu lebih
banyak
Perlu dijelaskan nilai bacaan
pada skala tongkat ketika
tinggi permukaan tanah diatas
atau dibawah skala 0
Pendugaan USLE digunakan
untuk pendugaan erosi jangka
panjang, tdk dapat digunakan
untuk menduga erosi bulanan.
SOP sistem informasi perlu
dibuat dan dilaksanakan yang
mengatur jenis data lain yg
diperlukan, pengolahan dan
analisis data sampai menjadi
informasi besaran dampak
kegiatan

18

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Metode pemantauan debit dan erosi baik yang dijelaskan dalam SOP
maupun pelaksanaanya belum sesuai dengan kaidah keilmuan sehingga hasil yang
didapatkan belum mampu memberikan informasi dampak kegiatan pengelolaan
HTI dan belum dapat digunakan sebagai dasar pengendalian limpasan dan erosi.
Selain itu, belum ada SOP yang mengatur secara khusus pengolahan dan analisis
data hasil pemantauan menjadi informasi dampak kegiatan pengelolaan HTI
sehingga alur informasi yang menggambarkan besar dampak kegiatan pengelolaan
HTI terhadap limpasan dan erosi di lapang dan tindakan pengendaliannya belum
dapat dilakukan secara efektif.
Saran
Hasil kegiatan pemantauan debit dan erosi seharusnya digunakan sebagai
dasar pengendalian limpasan dan erosi permukaan sehingga hasil pemantauan
perlu diolah menjadi informasi besaran dampak kegiatan sebagai dasar
pengendalian. Pemantauan debit dan erosi perlu memperhatikan kaidah keilmuan
dan praktis lapang untuk mendapatkan data yang baik yang dituliskan dalam SOP
dan dilaksanakan sesuai SOP. Data hasil pemantauan untuk dijadikan informasi
besaran dampak kegiatan perlu dituangkan dalam bentuk SOP yang mengatur
mulai dari data lainnya yang diperlukan, pengolahan dan analisis data hasil
pemantauan serta informasi besaran dampak kegiatan pengelolaan HTI.

DAFTAR PUSTAKA
[Kemenhut] Kementrian Kehutanan. 2010. Peraturan Menteri Kehutanan
Repoblik Indonesia Nomor P.50/Menhut-II/2010 tentang Tata Cara
Pemberian dan Perluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Alam, IUPHHK Restorasi Ekosistem, atau
IUPHHK Hutan Tanaman Industri pada Hutan Produksi. Jakarta (ID):
Kemenhut
[Kemenhut] Kementrian Kehutanan. 2011. Peraturan Direktur Jendral Bina
Produksi Kehutanan Nomor P.02/VI-BPPHH/2011 tentang Pedoman
Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan HUtan Produksi Lestari dan
Verifikasi Legalitas Kayu. Jakarta (ID): Kemenhut
[KLH] Kementrian Negara Lingkungan Hidup. 2012. Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Repoblik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012 tentang
Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Jakarta (ID): KNLH
Arsyad S .2010. Konservasi Tanah dan Air.Edisi ke-2. Bogor (ID): IPB Pr.
Asdak C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta
(ID): UGM Pr.
Suriasumantri J, penghimpun. 2003. Di dalam:, editor. Ilmu dalam Perspektif.
Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia. acuan dari Stanley M Honer,
Thomas C Hunt, ”Metode dalam Mencari Pengetahuan: Rasionalisme,

19
Empirisme dan Metode Keilmuan” dikutip dari buku Invitation to
Philosophy (Wadsworth 1968), hal. 57-66.
Lee R. 1988. Hidrologi Hutan. Edisi revisi. Subagyo S, penerjemah;
Prawirohatmodjo, editor. Yogyakarta (ID): UGM Pr. Terjemahan dari:
Forest Hydrology.
Prahasta E. 2009. Sistem Informasi Geografi. Bandung (ID): INFORMATIKA.
Seyhan E. 1990. Dasar-Dasar Hidrologi. Edisi revisi. Subagyo S, penerjemah;
Prawirohatmodjo, editor. Yogyakarta (ID): UGM Pr. Terjemahan dari:
Foundamentals of Hydrology.
Sinukaban N. 2007. Konservasi Tanah dan Air Kunci Pembangunan
Berkelanjutan. Jakarta (ID): Direktorat Jendral RLPS
Takeda K. 1993. Hidrologi Untuk Pengairan. Edisi revisi. Taulu L, penerjemah;
Sosrodarsono S, editor. Jakarta (ID): PT Pradnya Paramita. Terjemahan
dari: Manual on Hydrology

20
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan di Madiun, Jawa Timur, pada tanggal 25 Juli 1991, putra
pertama dari pasangan Nurja’ani dan Lilis Prihastini Setelah lulus dari SMA N
Madiun pada tahun 2009, Penulis melanjutkan studinya di Departemen
Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB melalui jalur Ujian Talenta Mandiri
(UTM).
Selama Kuliah di IPB Penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem
Hutan (P2EH) jalur Kamojang-Sancang Barat tahun 2011, Praktek Pengelolaan
Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) tahun 2012 dan
Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT ITCI Hutani Manunggal tahun 2013. Penulis
juga mengikuti kegiatan Magang Mandiri Fahutan IPB di CV Sari Sehat tahun
2010, di Dinas Kehutanan Kabupatan Nganjuk tahun 2011 dan di Perum
Perhutani tahun 2012. Selain itu, Penulis juga menjadi asisten praktikum
Hidrologi Hutan dan Pengelolaan Hutan dan DAS.
Penulis aktif sebagai pengurus organisasi, diantaranya Paguyuban Sedulur
Madiun (PASMAD) pada tahun 2009-2
, Forest Management Student’s Club
(FMSC) pada tahun 2010-2012 dan Uni Konservasi Fauna IPB (UKF-IPB) pada
tahun 2011-2013. Penulis pernah mengikuti kegiatan Pekan Kreativitas
Mahasiswa (PKM) pada tahun 2011 dan 2012.