Biocompatibility of Bone Graft Combination Of Egg Shell Originated Hydroxyapatite with Chitosan and Tricalcium Phospate in the Remodelling of Sheep Bone Due to Artificial Defect

BIOKOMPATIBILITAS TANDUR TULANG KOMBINASI
HIDROKSIAPATIT ASAL CANGKANG TELUR AYAM DENGAN
TRIKALSIUM FOSFAT DAN KITOSAN PADA REMODELLING TULANG
DOMBA AKIBAT TRAUMA BUATAN

RIKI SISWANDI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Biokompatibilitas Tandur Tulang
Kombinasi Hidroksiapatit Asal Cangkang Telur Ayam Dengan Trikalsium Fosfat dan Kitosan
pada Remodelling Tulang Domba Akibat Trauma Buatan” adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidakditerbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian
Bogor.
Bogor, April 2013
Riki Siswandi
NIM B351090011 

RINGKASAN
RIKI SISWANDI. Biokompatibilitas Tandur Tulang Kombinasi Hidroksiapatit
Asal Cangkang Telur Ayam dengan Kombinasi Trikalsium Fosfat, dan Kitosan
pada Remodelling Tulang Domba Akibat Trauma Buatan. Dibimbing oleh
GUNANTI dan SRIHADI AGUNGPRIYONO.
Kehilangan serta kerusakan tulang yang substansial serta pada berbagai
operasi seperti pengangkatan tumor tulang, pemasangan prosthesis persendian
panggul, dan kerusakan tulang lainnya semakin meningkatkan kebutuhan akan
allograft tulang. Setiap tahunnya, ribuan orang menderita berbagai penyakit
tulang yang diakibatkan oleh trauma, tumor, ataupun patah tulang. kondisi ini
diperparah dengan kurangnya pengganti tulang yang ideal (Murugan dan
Ramakhrisna 2004). Akibatnya dibutuhkan berbagai bahan sintetis untuk
membatasi jumlah jaringan yang digunakan dalam allograft tulang. Walaupun
secara komersial sudah tersedia bahan subtisusi tulang (contoh: Osteocel® Plus,

Vitoss® Synthetic Cancellous Bone Filler, OrthoBlast® II, dsb) namun tidak ada
satupun yang menjadi karya bangsa Indonesia. Terlebih lagi bahan komersil
tersebut masih dirahasiakan cara pembuatannya maupun komposisi bahannya.
Kelemahan lainnya dari bahan substitusi tulang komersil adalah harganya yang
tinggi serta keterbatasan ketersediaan dan distribusi bahan ke berbagai tempat di
Indonesia.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menentukan pilihan substitusi
tulang yang terbaik diantara kombinasi hidroksiapatit-trikalsium fosfat (HA-TKF)
dan hidroksiapatit-kitosan (HA-K) untuk persembuhan kerusakan segemental
tulang domba. Dari penelitian ini diharapkan dapat: (1) memberikan informasi
tentang efikasi dari kedua jenis substitusi tulang dalam hal biokompatibilitas,
osteoinduktif, dan kestabilan mekanis, (2) sebagai bahan substitusi tulang
alternatif selain yang beredar di pasaran, dan (3) sebagai dasar untuk
penggunaannya pada manusia.
Hasil penelitian menunjukkan implan HA-K dan HA-TKF tidak
menimbulkan gangguan yang berarti bagi tubuh. Tubuh bisa menerima tanpa ada
gangguan yang membahayakan bagi kesehatan pasien. Proses penyembuhan pada
tulang kontrol lebih cepat dibandingkan kedua jenis implan tulang yang.
Meskipun
HA-TKF

memiliki
biokompatibilitas,
biodegradabilitas,
bioresorbabilitas, bioaktivitas dan sifat osteo konduktivitas yang lebih baik
dibandingkan dengan HA-K. Kedua jenis implan ini berpotensi untuk digunakan
sebagai substitusi tulang dengan modifikasi lebih lanjut seperti: pemberian
nanopori, perubahan komposisi implan, penggunaan implan dalam tulang yang
berbeda, dsb.
Kata kunci: Hidroksiapatit,
Tandur tulang

Trikalsium

fosfat,

Kitosan,

Biokompatibilitas,

SUMMARY

RIKI SISWANDI. Biocompatibility of Bone Graft Combination Of Egg Shell
Originated Hydroxyapatite with Chitosan and Tricalcium Phospate in the
Remodelling of Sheep Bone Due to Artificial Defect. Supervised by Gunanti and
SRIHADI AGUNGPRIYONO.
Every year, thousands of people suffer from various bone diseases caused
by trauma, tumors, or fractures. Loss and substantial damage to the bone and in
various operations such as removal of bone tumors, hip joint prosthesis fitting,
and other bone damage have increased the need for allograft bone. This condition
is exacerbated by the lack of an ideal bone substitute (Murugan and Ramakhrisna
2004). As a result, it takes a variety of synthetic materials to limit the amount of
tissue used in the allograft bone. Although commercially bone substitute materials
are available (eg. Osteocel® Plus, cancellous Vitoss® Synthetic Bone Filler,
OrthoBlast® II, etc.) but none of were to be made in Indonesia. Moreover, the
commercial material or fabric weave is still confidential. Another disadvantage of
commercial bone substitute materials is their high price and limited availability in
Indonesia.
The objective of this study was to determine the best choice of bone
substitution between combinations of hydroxyapatite-tricalcium phosphate (HATKF) and hydroxyapatite-chitosan (HA-K) for bone damage healing in sheep. The
outcome of the study is expected to: (1) provide information about the efficacy of
the two types of bone substitutes in terms of biocompatibility, osteoinduktif, and

mechanical stability, (2) as a bone substitute material alternatives on the market,
and (3) as the basis for its use in humans.
We concluded that HA-TKF and HA-K implants did not cause significant
disruption to the body. The healing process in the control bone were faster than
both types of implanted bone grafts. However HA-TKF has good
biocompatibility, biodegradability, bioresorbability, bioactivity and osteo
conductivity properties than HA-K. Both types of implants have the potential to
utilized as a bone substitute with further modifications such as: providing
nanopore, changes in the composition of the implants, the use of implants in
different bone, etc.
Keywords: Hydroxyapatite, Tricalcium phosphate, Khitosan, Biocompatibility,
Bone graft

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

BIOKOMPATIBILITAS TANDUR TULANG KOMBINASI
HIDROKSIAPATIT ASAL CANGKANG TELUR AYAM DENGAN
TRIKALSIUM FOSFAT DAN KITOSAN PADA REMODELLING TULANG
DOMBA AKIBAT TRAUMA BUATAN

RIKI SISWANDI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Biomedis Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Penguji pada Ujian Tertutup: drh. H. Agus Wijaya, MSc, PhD

Penguji pada Ujian Terbuka:

Judul Tesis : Biokompatibilitas Tandur Tulang Kombinasi Hidroksiapatit Asal
Cangkang Telur Ayam dengan Kombinasi Trikalsium Fosfat, dan
Kitosan pada Remodelling Tulang Domba Akibat Trauma Buatan
Nama
: Riki Siswandi
NIM
: B351090011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Drh. Hj. Gunanti, MS
Ketua

drh. H. Srihadi Agungpriyono, PhD, PAVet(K)

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Biomedis Hewan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Drh. Agus Setiyono, MS, PhD, APVet

Prof. Dr. Ir. Nahrowi, MSc

Tanggal Ujian: 29 Mei 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian ini merupakan salah satu obsesi penulis dalam bidang
bedah eksperimental yaitu organ buatan dalam hal ini adalah bahan subtitusi
tulang yang berasal dari cangkang telur ayam.
Penelitan ini merupakan kerjasama penelitian dengan Laboratorium
Fisika-Biomaterial FMIPA UI, Laboratorium Biofisika FMIPA IPB, dan Bagian
Bedah dan Radiologi FKH IPB. Penelitian ini didanai oleh Hibah Bersaing DIKTI
tahun 2009-2010. Penulis berterimakasih kepada Prof. Djarwani Soejoko dan
Prof. Ki Agus Dahlan yang juga merupakan anggota tim peneliti atas bimbingan
dan kerjasamanya. Penulis juga berterimakasih kepada mahasiswa-mahasiswi
yang terlibat dalam payung penelitian ini: Ayu Berlianty, Asmawati, Gendis
Aurum Paradisa, Santi Purwanti, Raditya, Dwi Kolina Pratiwi, dan Rahmat Ayu
Dewi Haryati atas partisipasinya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, istri tercinta serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2013
Riki Siswandi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1

2
3
4

TINJAUAN PUSTAKA
Hidroksiapat
Hasil Uji In Vitro Mineral Bifasik Hidroksiapatit- Tri Kalsium Fosfat
Penggunaan Domba Dalam Penelitian Ortopedik

5
5
5
6

METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Hewan Coba
Sintesis Mineral Substitusi Tulang
Operasi Penanaman Pelet Semen Tulang
Pengamatan Klinis Pasca Operasi
Perancangan Riset
Pemeriksaan Radiologi
Pengambilan Sampel Tulang
Pemeriksaan Histologi
Pemeriksaan Darah
Analisis Statistik
Hasil Yang Diharapkan

7
7
7
7
8
8
9
9
10
10
10
11
11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan Klinis
Analisa Hematologi
Evaluasi Elektrokardiografi
Gambaran Radiografi Tulang
Gambaran Histopatologi
Lemahnya Biodegradasi Implan HA-TKF dan HA-K
Biokompatibilitas Implan HA-TKF dan HA-K
Potensi Implan HA-K dan HA-TKF

13
13
14
16
17
19
20
22
23

SIMPULAN DAN SARAN

24

DAFTAR PUSTAKA

25

RIWAYAT HIDUP

28

DAFTAR TABEL
Perbandingan komposisi ionik plasma darah dan SBF
Hasil yang diharapkan pada setiap tahapan penelitian
Pengamatan temperatur tubuh, frekuensi respirasi, dan
frekuensi denyut jantung
Rataan parameter peradangan mulai hari pertama
pembentukan kalus domba pada persembuhan implan tulang
disetiap kelompok perlakuan dan kontrol positif
Rerata Dinamika Sel Darah Merah (SDM), Hemoglobin (Hb),
dan Volume Eritrosit Rata-rata (VER)
Rerata dinamika hemoglobin Eritrosit Rata-rata (HER), Kadar
Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (KHER), Laju Endap Darah
(LED) pada berbagai waktu pengamatan
Rerata Dinamika Sel Darah Putih, Limfosit, dan Monosit
pada berbagai waktu pengamatan
Rerata Dinamika Netrofil Segmen, Netrofil Batang, Eosinofil,
dan Basofil pada berbagai waktu pengamatan
Evaluasi elektrokardiogram sebelum dan 30 hari setelah
implantasi
Perbedaan karakteristik kedua jenis implan

5
11
13

13
15

15
16
16
17
19

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram perancangan riset
2 Pelaksanaan pemeriksaan radiografi pada domba (A); posisi
pengambilan Latero lateral dari implan atau defek kontrol
(B)
3 Pengambilan darah domba di vena jugularis (A); Darah
disimpan dalam tabung K-EDTA sebelum diperiksa (B)
4 Pemeriksaan temperatur tubuh (A), denyut jantung (B), dan
respirasi (C) domba yang telah diimplan
5 Gambaran radiografi os tibia kontrol dan perlakuan pada
hari ke-30, ke-60, dan ke-90 setelah implantasi. Terlihat
implan HA-K tidak mengalami perubahan ukuran sementara
implan
HA-TKF
mengalami
penyusutan
akibat
biodegradasi. Tulang kontrol menunjukkan persembuhan
bertahap lesio yang diciptakan. Tanda panah menunjukan
bagian tulang yang ditanami implan atau lesio pada
kelompok kontrol
6 Gambaran mikroskopis persembuhan tulang yang
diimplantasi HA-TKF. (A) Hari ke-30 setelah operasi; (B)
Hari ke-60 setelah operasi; (C) Hari ke-90 setelah operasi.
Jaringan ikat terlihat memasuki celah-celah bagian dalam
implan. Tidak terlihat adanya gejala peradangan yang
berarti. Keterangan: JI = Jaringan ikat; I = Posisi Implan; TR

9

9
10
13

18

= Tulang Rawan. Garis pada gambar A = 30 µm; Garis pada
gambar B dan C = 20 µm; Pewarnaan HE.
7 Gambaran mikroskopis persembuhan tulang yang
diimplantasi HA-K. (A) Hari ke-30 setelah operasi; (B) Hari
ke-60 setelah operasi; (C) Hari ke-90 setelah operasi.
Terlihat implan HA-K masih berada utuh. Tak terlihat
adanya gejala peradangan yang berarti. Keterangan: JI =
Jaringan ikat; I = Posisi Implan. Garis pada gambar A = 20
µm; Garis pada gambar B dan C. = 10 µm Pewarnaan HE

20

20

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kehilangan serta kerusakan tulang yang substansial serta pada berbagai
operasi seperti pengangkatan tumor tulang, pemasangan prosthesis persendian
panggul, dan kerusakan tulang lainnya semakin meningkatkan kebutuhan akan
allograft tulang. Setiap tahunnya, ribuan orang menderita berbagai penyakit
tulang yang diakibatkan oleh trauma, tumor, ataupun patah tulang. kondisi ini
diperparah dengan kurangnya pengganti tulang yang ideal (Murugan dan
Ramakhrisna 2004). Akibatnya dibutuhkan berbagai bahan sintetis untuk
membatasi jumlah jaringan yang digunakan dalam allograft tulang. Walaupun
secara komersil sudah tersedia bahan subtisusi tulang (contoh: Osteocel® Plus,
Vitoss® Synthetic Cancellous Bone Filler, OrthoBlast® II, dsb) namun tidak ada
satupun yang menjadi karya bangsa Indonesia. Terlebih lagi bahan komersil
tersebut masih dirahasiakan cara pembuatannya maupun komposisi bahannya.
Kelemahan lainnya dari bahan substitusi tulang komersil adalah harganya yang
tinggi serta keterbatasan ketersediaan dan distribusi bahan ke berbagai tempat di
Indonesia.
Hidroksiapatit dapat ditemukan dalam tulang dan gigi manusia.
Hidroksiapatit ini telah menjadi komponen yang lazim digunakan dalam mengisi
kekosongan tulang akibat amputasi atau untuk mempromosikan pertumbuhan
tulang pada pemasangan implan prosthesis. Walaupun dewasa ini, telah banyak
ditemukan berbagai fase hidroksiapatit, penggunaannya sebagai bahan substitusi
tulang memberikan respon tubuh yang berbeda-beda. Telah banyak substitusi
tulang yang menggunakan hidroksiapatit seperti pada penggantian sendi panggul,
maupun implan gigi. Berbagai studi menyebutkan bahwa hidroksiapatit ini
bersifat osteoinduktif dan menyokong osteointegrasi (Aoki 1991, Karabatsos et al.
2001, Hua et al. 2005). Pengkajian terhadap potensi campuran hidroksiapatit
(hydroxyapatite (HA)) perlu dilakukan baik secara mekanis, in vitro maupun in
vivo sebagai bahan substitusi tulang untuk menutup kerusakan tulang maupun
untuk dipergunakan dalam pemasangan implan tulang. Efek regenerasi tulang
dengan menggunakan hidroksiapatit telah diteliti pada berbagai hewan coba.
Percobaan pemasangan implan dengan menggunakan hidroksiapatit pertama kali
diteliti pada hewan anjing dengan kerusakan tulang di bagian proksimal os tibia.
Pada studi ini persembuhan tulang terjadi dengan baik, cepat, dan tanpa efek
samping (Karabatsos et al. 2001).
Menurut standar internasional dalam penelitian ortopedi (ISO 10993-6,
1994), hewan coba yang dianggap layak untuk percobaan implantasi material
substitusi tulang sebagai model bagi manusia adalah anjing, domba, kambing, dan
kelinci (Pearce et al. 2007). Domba dewasa memiliki keunggulan karena memiliki
tulang panjang dengan dimensi yang dapat digunakan untuk aplikasi implan dan
prosthesis manusia (Newman et al. 1995). Keunggulan ini tidak dimiliki oleh
hewan coba yang lebih kecil seperti kelinci atau ajing ras kecil. keunggulan lain
dari domba juga disimpulkan oleh Nafei et al. (2000) dalam penelitiannya yang
menemukan kesamaan densitas antara tulang domba dan manusia (0,43 g/cm3).
Hewan model yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah domba lokal

2

Indonesia. Domba lokal Indonesia ini memiliki karakteristik ukuran yang lebih
kecil dari beberapa ras domba dunia. Usia dewasa kelamin dicapai ketika umur 6 7 bulan dengan berat badan sekitar 12-15 kg. Suparyanto et al. (2001)
menunjukan bahwa pertumbuhan domba lokal akan meningkat cepat sampai umur
1,5 tahun dan kemudian melandai. Pada umur 1,5 tahun, domba diperkirakan
sudah mencapai masa dewasa tubuh. Penelitian ini akan menggunakan domba
dewasa muda dengan umur >1,5 tahun ditandai dengan pergantian gigi. Dengan
menggunakan kategori umur tersebut, diharapkan tulang panjang yang akan
digunakan sudah berganti menjadi tulang dewasa. Harapan lainnya adalah agar
laju pertumbuhan yang pesat ketika domba berumur 1,5 tahun dengan berat badan 15-20 kg dan pembagian
jenis kelamin yang seimbang. Domba-domba tersebut kemudian dipilih secara
acak dan dibagi kedalam dua kelompok perlakuan. Selama percobaan dilakukan,
domba dipelihara dalam lingkungan kandang yang memadai, dibawah
pencahayaan dan temperatur normal serta asupan pakan yang cukup dua kali
sehari dan asupan air yang ad-libitum. Adaptasi lingkungan pemeliharaan domba
dilakukan selama 10 hari sebelum perlakuan untuk keperluan evaluasi kondisi
hewan sebelum percobaan.

Sintesis Mineral Substitusi Tulang
Pengolahan sintesis mineral substitusi tulang diperoleh dari laboratorium
Biofisika Fakultas Matematika dan IPA-IPB. Pengolahan mineral dilakukan
hingga menjadi pelet implan tulang yang siap untuk ditanamkan kedalam tulang
hewan coba. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan mineral terdiri dari
Na2HPO4.2H2O pro analis, CaCl2.2H2O pro analis CaO hasil kalsinasi cangkang
telur, kitosan, asam asetat dan aquabides. Untuk mengurangi pengaruh dari
lingkungan digunakan gas nitrogen. Alat-alat yang digunakan yaitu buret 50 ml,
gelas piala, labu takar, hot plate, magnetic stirrer, thermocouple, corong, kertas
saring whatman 40, aluminium foil dan gelas ukur. Kalsinasi dilakukan dengan
furnace. Alat yang digunakan untuk membentuk pelet adalah alat cetak dengan
menggunakan pompa hidrolik.
Pembuatan komposit hidroksiapatit diawali dengan proses kalsinasi
cangkang telur ayam pada suhu 1000°C selama 5 jam. Kalsinasi ini bertujuan agar
terjadi konversi CaCO3 menjadi CaO dengan melepaskan CO2. Pembuatan
mineral bifasik hidroksiapatit-trikalsium fosfat (HA-TKF) dilakukan dengan
metode presipitasi larutan CaCl2.2H2O ke dalam larutan Na2HPO4.2H2O.
Presipitasi pada atmosfer nitrogen untuk menghilangkan pengaruh lingkungan
pada proses ini. Presipitat kemudian disaring dan dipanaskan pada suhu 1000 oC
selama 10 jam. Proses pemanasan dilakukan untuk memperoleh fase trikalsium
fosfat. Hasil analisis pada difraksi sinar x material memiliki fase gabungan antara
HA dan TKF dengan perbandingan 70:30.

8

Sintesis komposit hidroksiapatit-kitosan (HA-K) dilakukan dengan dua
tahap. Tahap pertama pembentukan hidroksiapatit dan tahap selanjutnya
menggabungkan hidroksiapatit dengan kitosan. Pembuatan mineral hidroksiapatitt
dilakukan dengan metode presipitasi larutan (NH4)2HPO4 ke dalam larutan CaO.
Hasil presipitasi diendapkan selama 24 jam. Presipitat kemudian disaring dan
dipanaskan pada suhu 900 oC selama 5 jam. Proses pemanasan dilakukan untuk
memperoleh fase hidroksiapatit. Hasil analisis pada diffraksi sinar x material
memiliki fase hidroksiapatit.
Tahap kedua yaitu pembentukan komposit hidroksiapatit-kitosan. Metode
ini dilakukan dengan pencampuran mekanik yaitu dengan ultrasonik. Hiroksiapatit
serbuk dilarutkan dalam air kemudian dicampurkan dengan larutan kitosan.
Pengadukan dilakukan dengan metode sonikasi. Kitosan dilarutkan dengan asam
asetat. Hasil pencampuran kemudian dikeringkan dengan freeze drier.
Untuk implantasi serbuk mineral ini dibuat dalam bentuk pelet dengan
ukuran diameter 0,7 cm dan tebal 0,4 cm. Beberapa pelet ini akan digunakan
untuk mengisi defek pada tulang.

Operasi Penanaman Pelet Semen Tulang
Penanaman semen tulang pada domba dilakukan dengan operasi secara
aseptik di bawah sedasi Xylazine hidroklorida (0,05 mg/kg berat badan)
diinjeksikan intramuskular yang diikuti dengan anastesi lokal menggunakan
injeksi intramuskular Lignocaine hidroklorida 2%. Kondisi analgesia diperoleh
dengan penyuntikan intramuskular Meloxicam (0,05 ml). Antibiotik profilaksis
diberikan dengan penyuntikan intramuskular Cefotaxime sodium (250 mg) dua
kali sehari. Penanaman semen tulang dilakukan pada bagian lateral dari diafise os
tibia dekstra dengan menggunakan bor tulang untuk membuat lubang sesuai
dengan ukuran pelet semen tulang (diameter 4 mm, panjang 7 mm). Sebagai
kontrol positif, lubang dengan ukuran yang sama dibuat di bagian lateral diafise
os tibia sinistra tanpa diisi dengan semen tulang. Setelah penanam pelet, tulang
kemudian ditutup dengan penjahitan periosteum, otot, jaringan subkutan dan kulit.
Metode yang sama juga dipergunakan pada os tibia sinistra. Operasi dilakukan
oleh operator yang sama untuk mencegah variasi operasi. Semua domba kemudian
menerima suntikan antibiotik Cefotaxime (250 mg IM dua kali sehari) dan agen
analgesia Meloxicam (0,05 ml) sekali sehari selama lima hari setelah operasi.
Luka akibat operasi kemudian dibersihkan setiap hari dengan Povidone Iodine dan
salep antibiotik selama 5 hari setelah operasi.

Pengamatan Klinis Setelah Operasi
Pemeriksaan fisik (physical examination) setelah operasi dilakukan setiap
hari sampai masa panen untuk mengamati kelainan yang dapat terjadi seperti
kepincangan, titik tumpu tubuh, persembuhan tulang meliputi keberadaan kalus
yang terpalpasi, pembengkakan, pembentukan seroma, hematoma, edema dan
gejala peradangan lainnya. Evaluasi perubahan harian dilakukan secara visual dan
manual.

9

Perancangan Riset
Perancangan riset pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1.

Sebelum operasi
6 ekor Domba (jantan dan betina
@ 6 ekor) umur1,5-2 tahun berat
20-25 kg

Pemeriksaan Klinis dan
radiografi

Penanaman pelet semen (HAp-TKF
dan HAp-K) pada os Tibia kanan

Pembuatan kontrol
negatif pada Os
Tibia kiri

Pemeriksaan hemogram

Operasi
Radiografi Os
Tibia

pemeriksaan Darah

Hari ke-30
Pemeriksaan radiografi Os Tibia
Kanan dan Kiri

panen 2 ekor

Pemeriksaan
Histologi

Pemeriksaan
darah

Hari ke-60
Pemeriksaan Radiografi
Os Tibia Kanan dan Kiri

Panen 2 ekor

Pemeriksaan Histologi

Pemeriksaan Darah

Hari ke-90
Pemeriksaan Radiografi
Os Tibia Kanan dan Kiri

Panen 2 ekor

Pemeriksaan Histologi

Pemeriksaan Darah

Gambar 1 Diagram perancangan riset

Pemeriksaan Radiologi

A

Gambar 2

B

Pelaksanaan pemeriksaan radiografi pada domba (A); posisi
pengambilan Latero lateral dari implan atau defek kontrol (B)

10

Radiografi dilakukan untuk mengevaluasi status pelet, reaksi tulang
domba, dan pembentukan tulang baru. Radiografi anterior-posterior os tibia
diambil sesaat setelah penanaman pelet, dan berturut-turut pada hari ke 30, 60,
dan 90. Radiografi os tibia sinistra juga dilakukan sebagai kontrol dengan metode
dan waktu pengambilan yang sama.
Pengambilan Sampel Tulang
Pada hari ke 30, 60, dan 90 setelah penanaman semen tulang, dua ekor
domba (jantan atau betina) akan dipilih secara acak dan dieutanasia untuk
pengambilan os tibia kiri dan kanan. Bagian os tibia diambil bersama otot yang
menempel di tulang tersebut setelah sebelumnya dikuliti. Sampel kemudian
disimpan dalam formalin 10% sampai pemeriksaan histologi dilakukan.

Pemeriksaan Histologi
Pelet yang ditanam kemudian dipanen pada saat penyembelihan domba
yaitu pada hari ke 30, 60, dan 90. Bagian tulang yang ditanami pelet dan kontrol
positif kemudian dipotong dengan gergaji dan kemudian difiksasi dengan parafin
dan kemudian diproses dengan teknik histologi konvensional untuk kemudian
diwarnai dengan pewarnaan haematoksilin-eosin. Pemeriksaan makroskopis juga
dilakukan dengan mengukur diameter kalus tulang yang terbentuk. Pemeriksaan
miksroskopis dilakukan dengan miksroskop untuk evaluasi reaksi peradangan,
keberadaan debris atau benda asing, neoformasi tulang (bone neoformation),
porositas tulang (area porosity), jumlah sel tulang dewasa dan jumlah sel tulang
muda.

Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah dilakukan pada saat sebelum operasi (hari ke-0) dan
beberapa hari setelah operasi, yaitu pada hari ke-3, 7, 14, 21, 30, 60 dan 90 setelah
operasi (Tabel 6). Parameter yang diamati meliputi penghitungan jumlah total sel
darah merah, hematokrit, Hb, total sel darah putih dan diferensial sel darah putih
(meliputi jumlah limfosit, monosit, neutrofil, eosinofil dan basofil).

A

B

Gambar 3 Pengambilan darah domba di vena jugularis (A); Darah disimpan
dalam tabung K-EDTA sebelum diperiksa (B)

11

Penghitungan jumlah total sel darah putih dan total sel darah merah
dilakukan dengan metode hemositometer (kamar hitung Neubauer). Diferensiasi
sel darah putih dilakukan dengan pembuatan preparat ulas darah dan pewarnaan
Giemsa. Penghitungan hematokrit dilakukan dengan pembacaan pipet kapiler
berisi darah yang sudah disentrifugasi. Penghitungan Hb dilakukan secara manual
dengan tabung Sahli.

Analisis Statistik
Untuk analisa statistik pada pengamatan makroskopis (diameter callus)
digunakan Uji non parametrik. Sedangkan untuk analisa histologi (persentase
porosity, persentase pembentukan tulang baru, persentasi tulang tua dan
persentase tulang muda) digunakan uji Binomial. Untuk selang kepercayaan
digunakan p