Analisis Kelayakan Ekonomi Dan Keberlanjutan Pengolahan Biogas Dari Limbah Cair Tahu Di Desa Kalisari, Purwokerto
ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI DAN
KEBERLANJUTAN PENGOLAHAN BIOGAS DARI LIMBAH
CAIR TAHU DI DESA KALISARI, PURWOKERTO
LIDYA RAHMA SHAFFITRI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI KARYA TULIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis berjudul Analisis
Kelayakan Ekonomi dan Keberlanjutan Pengolahan Biogas dari Limbah Cair
Tahu di Desa Kalisari, Purwokerto adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya tulis yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir karya tulis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Lidya Rahma Shaffitri
NIM H451120011
RINGKASAN
LIDYA RAHMA SHAFFITRI. Analisis Kelayakan Ekonomi dan Keberlanjutan
Pengolahan Biogas dari Limbah Cair Tahu di Desa Kalisari, Purwokerto.
Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT dan METI EKAYANI.
Industri tahu merupakan industri yang berpotensi merusak lingkungan
karena limbah cair yang dihasilkan oleh industri tahu mengandung kandungan
yang berbahaya bagi lingkungan. Desa Kalisari merupakan salah satu sentra
industri tahu dengan jumlah kurang lebih 250 pengrajin, dimana dalam proses
produksinya menghasilkan limbah berupa limbah padat dan limbah cair. Limbah
padat tahu yang dihasilkan di Desa Kalisari, Purwokerto tidak menimbulkan
permasalahan bagi lingkungan karena sudah diolah kembali menjadi pakan ternak.
Namun tidak demikian halnya dengan limbah cair tahu yang masih menimbulkan
permasalahan lingkungan berupa pencemaran air sungai dan bau yang tidak sedap.
Pemerintah dalam menanggapi permasalahan ini sudah membangun Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang berjumlah empat unit yang diberi nama
Biolita 1, Biolita 2, Biolita 3, dan Biolita 4. Keempat unit IPAL tersebut memiliki
lokasi yang tersebar di lokasi yang berbeda sesuai dengan lokasi berkumpulnya
para pengrajin tahu.
Pada awal pembangunan IPAL di Desa Kalisari, pemerintah masih belum
memperhitungkan manfaat dan biaya ekonomi yang dihasilkan oleh IPAL tersebut
seperti tingkat keuntungan yang diperoleh apabila menjual biogas kepada
masyarakat dengan harga yang lebih murah dari LPG. Penetapan harga biogas
(biogas pricing) di Desa Kalisari masih belum dilakukan dengan benar karena
sampai saat ini masyarakat Desa Kalisari masih membayar biogas dengan tarif
yang sama untuk berapapun jumlah biogas yang mereka manfaatkan. Biogas
pricing di Desa Kalisari juga dimaksudkan untuk menghindari para free rider
dalam pemanfaatan biogas secara berlebihan, memperoleh cashflow yang bernilai
positif sehingga mampu menarik investor dalam berinvestasi dalam penyediaan
biogas sebagai bahan bakar alternatif pengganti LPG.
Pembangunan IPAL di Desa Kalisari khususnya di Biolita 3 menimbulkan
biaya dan manfaat. Analisis kelayakan ekonomi untuk proyek IPAL diperlukan
untuk melihat keberlanjan dalam pemanfaatan biogas, hasil dari analisis ini dapat
dijadikan acuan untuk proyek pembangunan IPAL di Desa Kalisari selanjutnya
apabila umur ekonomi IPAL yang sedang berjalan saat ini habis. Biaya yang
timbul dari pembangunan IPAL meliputi biaya finansial dan biaya sosial. Biaya
finansial meliputi biaya investasi dan operasional, sedangkan biaya sosial meliputi
opportunity cost yang timbul dari pemanfaatan lahan yang diperuntukkan bagi
pembangunan biogas. Manfaat yang timbul dari pembangunan biogas meliputi
manfaat finansial dan manfaat sosial. Manfaat finansial meliputi penerimaan yang
didapat dari pemanfaatan biogas oleh masyarakat dan manfaat sosial meliputi
penghematan bahan bakar, peningkatan produktivitas lahan, dan penurunan biaya
perbaikan lahan. Penetapan nilai ekonomi (pricing biogas) didapat dari metode
Break Even Point (BEP) yang menghasilkan nilai sebesar Rp 2.500/m3. Nilai ini
diperoleh dari perhitungan yang menggunakan biaya-biaya yang timbul dari IPAL
yang dibangun di Biolita 3 dengan asumsi bahwa pemanfaatan teknologi dan
biaya pembangunan IPAL per m3 untuk seluruh biolita adalah sama.
Baik analisis kelayakan finansial maupun ekonomi dilakukan dengan
menggunakan dua skenario. Skenario 1 menggunakan harga biogas yang didapat
melalui metode BEP dan Skenario 2 menggunakan harga biogas yang didapat dari
iuran masyarakat di Biolita 3 yaitu sebesar Rp 20.000/RT/bulan. Hasil yang
diperoleh dari Skenario 1 pada analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa
proyek layak untuk dijalankan yang ditunjukkan oleh NPV yang bernilai positif
yaitu sebesar Rp 201.636.675 dan hasil pada Skenario 2 menunjukkan bahwa
proyek tidak layak untuk dijalankan karena menghasilkan NPV yang bernilai
negatif yaitu sebesar Rp 443. 128.325. Hasil yang diperoleh dari Skenario 1 pada
analisis kelayakan ekonomi menunjukkan bahwa proyek layak untuk dijalankan
yang ditunjukkan oleh NPV yang bernilai positif yaitu sebesar Rp 392.704.986
dan hasil pada Skenario 2 menunjukkan bahwa proyek tidak layak untuk
dijalankan karena menghasilkan NPV yang bernilai negatif yaitu sebesar Rp
252.060.040. Analisis sensitivitas juga dilakukan pada IPAL yang terdapat pada
Biolita 3. Analisis sensitivitas dilakukan dengan menggunakan tiga skenario.
Skenario 1 mengasumsikan bahwa terjadi penurunan konsumsi biogas sebesar
34,8%, Skenario 2 mengasumsikan bahwa terjadi peningkatan pada tarif dasar
listrik yaitu sebesar 15%, dan Skenario 3 mengasumsikan bahwa terjadi
penurunan harga biogas dari Rp 2.500/m3 menjadi Rp 1.450/m3. Dasar penurunan
harga biogas tersebut adalah masyarakat hanya mau membayar biogas apabila
harga yang dibayarkan tidak lebih dari pengeluaran untuk mengonsumsi LPG 3 kg
sebelum selama satu bulan. Hasil yang diperoleh dari ketiga skenario tersebut
menunjukkan bahwa proyek pembangunan IPAL masih layak untuk dijalankan.
Berdasarkan temuan di lapangan, jenis pengelolaan yang dapat digunakan
untuk mengatur pemanfaatan dan pengelolaan IPAL adalah BUMDes.
Pemanfaatan biogas secara berkelanjutan dapat dilakukan apabila BUMDes dapat
berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku, oleh karena itu tetap diperlukan
pengawasan dan monitoring dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
Kata kunci: industri tahu, pengolahan limbah cair tahu, analisis kelayakan
ekonomi, pricing biogas, biogas
SUMMARY
LIDYA RAHMA SHAFFITRI. Economic Feasibility Analysis and Sustainability
of Biogas Processing from Tofu Wastewater at Kalisari Village, Purwokerto.
Supervised by YUSMAN SYAUKAT dan METI EKAYANI.
Tofu industry in Indonesia has a great potential to cause environmental
problem due to its wastewater which contain dangerous material. Kalisari Village
is one of the tofu industry centre which generates solid and liquid waste in its
production process. The solid waste in this village is recycled into animal food
thus it doesn’t cause any significant problem for the environment, but the liquid
waste is still cause many problems because the industry discharge some of the
waste directly to the river. In response to this problem, the government has
constructed four units of tofu wastewater treatment plant (WWTP) which are
named Biolita 1, Biolita 2, Biolita3, and Biolita 4. The WWTP use anaerobic
process to produce biogas.
When start building the WWTP in Kalisari village, the government did not
calculate yet the benefits and economic costs generated by the WWTP, for
example the potency of gains from selling the biogas to the public with a lower
price than the LPG. Biogas pricing in the Kalisari village still not done properly
because people pay a flat rate regardless the amount of the biogas they use.
Biogas pricing in the Kalisari village need to be done properly to avoid the free
riders in biogas utilization and to obtain a positive cash flow in order to attract
investors to invest in biogas production as an alternative fuel.
WWTP in Kalisari Village especially the Biolita 3 create costs and
benefits. Costs arising from the construction of the WWTP consist of financial
costs and social costs. Financial costs consist of investment and operational costs,
while the social costs derived from the opportunity cost arising from the land
usage for the WWTP construction. The benefits arising from the construction of
biogas consist of financial benefits and social benefits. Financial benefits consist
of the revenue obtained from the usage of biogas by the society and social benefits
consist of the fuel savings, improved land productivity, and the decreasing of
costs of land rehabilitation. Determination of economic value of biogas (biogas
pricing) obtained from the Break Even Point (BEP) method which generates a
value of Rp 2.500/m3. This value is obtained from the calculation using the costs
arising from the tofu wastewater treatment in Biolita 3 with the assumption that
the using of technology and the cost of construction of wastewater per m3 for the
whole biolita are the same.
Both of financial feasibility analysis and economic feasibility analysis are
determined by two scenarios. The first scenario uses the revenue of biogas which
is derived from BEP method and the second scenario uses the biogas price from
society subscription in Biolita 3 which the value is about Rp 20.000/RT/month.
The Financial analysis in Scenario 1 showed that the project is feasible that is
obtained by positive NPV of Rp 201.636.675 and Scenario 2 showed that the
project is unprofitable that is showed by negative NPV of Rp 443.128.325. The
economic feasibility analysis in Scenario 1 showed that the project is feasible that
is showed by positive NPV of Rp 392.766.663 and Scenario 2 showed that the
project is not feasible that is showed by negative NPV of Rp 252.060.014. The
sensitivity analysis in Biolita 3 used three scenarios. The first scenario assumed
the decreasing of biogas consumption about 34,8%. The second scenario assumed
the decreasing of electricity purchase about 15% and the third scenario assumed
the decreasing of biogas price from Rp 2.500/m3 to Rp 1.450/m3. Basic
assumption from decreasing the price of biogas in Scenario 3 is that the society
only wants to pay biogas if the price of biogas is lower than the price of LPG 3
kg.
Based on the observation in the field, the type of management that can be
used to regulate the use and management of the tofu wastewater treatment and
biogas utilization is BUMDes. Sustainable utilization of biogas can be done if
BUMDes can be run according with the applicable rules, therefore supervision
and monitoring from local and central government is necessary.
Keywords: tofu industry, tofu wastewater treatment, economic feasibilty analysis,
pricing biogas, biogas
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI DAN
KEBERLANJUTAN PENGOLAHAN BIOGAS DARI LIMBAH
CAIR TAHU DI DESA KALISARI, PURWOKERTO
LIDYA RAHMA SHAFFITRI
H451120011
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Ahyar Ismail, MAgr
Judl Tesis
:
Analisis Kelayakan Ekonomi dan Keberlanjutan Pengolahn
Biogas i Limbah Cair Tahu i Desa Kalisari, Pwokerto
Nama
NIM
: Lidya hma Shaii
: H451120011
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
セ@
Dr Meti Ekayani, Shut, MSc
·Anggota
Dr Ir Yusmn Syaukat. MEc
Ketua
Dkim olen
Ketua Prom Studi
Ekonomi Sumberdaya n
Linkungan
Prof Dr Ir Ahmad Fai. MSc
Tanggal Ujian: 10 Agusus 2015
Tnggal Lulus:
0 1 SEP 205
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehahirat Allah SWT karena atas izinNya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Kelayakan
Ekonomi dan Keberlanjutan Pengolahan Biogas dari Limbah Cair Tahu di Desa
Kalisari, Purwokerto”.
Penelitian dan penulisan tesis ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Orangtua, suami, dan adik tercinta atas segala doa, semangat, motivasi,
pengertian, dan kasih sayang yang penuh dengan ketulusan
2. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku ketua komisi pembimbing dan
Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing
yang telah memberi curahan pemikiran, bimbingan, arahan, saran,
dengan penuh dedikasi dan dorongan motivasi sehingga penelitian dan
penulisan tesis ini dapat penulis selesaikan
3. Pimpinan dan staf program studi Ekonomi Sumberdaya dan
Lingkungan SPs IPB, atas fasilitas dan dukungan yang diberikan
4. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr, selaku dosen penguji utama atas
pemikiran, saran, dan masukan
5. Dr. Fifi Diana Thamrin, SP, M.Si selaku dosen penguji perwakilan
program studi atas pemikiran, saran, dan masukan
6. Kepala Desa Kalisari atas segala informasi dan motivasi yang diberikan
selama penulis melakukan penelitian
7. Ibu Yani dan keluarga atas tumpangan, perhatian, dan informasi yang
diberikan selama penulis melakukan penelitian
8. Bapak Wiharja dan Bapak Yadi, selaku staf ahli BPPT atas informasi
yang telah diberikan
9. Rekan-rekan seperjuangan program studi pascasarjana ESL 2012 atas
persaudaraan, kebersamaan, semangat, motivasi selama masa belajar
dan penelitian
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak
dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini.
Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan biogas
di Indonesia.
Bogor, Agustus 2015
Lidya Rahma Shaffitri
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
Manfaat Penelitian
Batasan Penelitian
1
1
5
7
7
7
TINJAUAN PUSTAKA
Interaksi Energi dan Lingkungan
Potensi Energi Terbarukan
Biogas Sebagai Energi Alternatif
Analisis Biaya dan Manfaat
Ekonomi Pencemaran
Eksternalitas
Dampak Limbah Tahu
Penelitian Terdahulu
9
9
9
10
11
12
13
13
14
KERANGKA PEMIKIRAN
16
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
19
19
19
19
20
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Fisik Daerah
Letak dan Luas Wilayah
Topografi dan Jenis Tanah
Iklim
Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk
Jumlah Penduduk
Tingkat Pendidikan
Mata Pencaharian
Pola Pemanfaatan Lahan
Kepemilikan Ternak dan Perikanan
Sarana dan Prasarana
Sistem Usaha Tani
Kelembagaan Desa
Gambaran Umum Pengolahan Limbah Cair Tahu secara
Anerobik dengan Menggunakan Teknologi Fixed Bed Reactor
27
27
27
27
27
27
27
28
29
29
30
30
30
31
31
Karakteristik Sosial dan Ekonomi Responden Pengrajin Tahu
Jenis Kelamin, Usia, Pendidikan Terakhir, dan Pekerjaan
Sampingan
Motivasi dan Keikutsertaan dalam Kelompok Pengrajin Tahu
Biaya Produksi dan Keuntungan
Karakteristik Responden Non Pengrajin Tahu
Pemanfaatan Energi
Konversi LPG ke Biogas
Jumlah Jam Memasak
Persepsi Responden
Konsistensi Pemanfaatan Biogas di Masa Mendatang
Alasan Pemanfaatan Biogas
Kelebihan Biogas Dibandingkan LPG
Gambaran Umum Limbah Tahu di Desa Kalisari
32
33
33
35
37
37
37
38
38
38
39
39
40
ESTIMASI BIAYA DAN MANFAAT INSTALASI PENGOLAHAN
LIMBAH CAIR TAHU
Estimasi Biaya Finansial dan Sosial Pembangunan IPAL
Biaya Investasi dan Operasional
Opportunity Cost Lahan IPAL
Estimasi Manfaat Finansial dan Sosial Pembangunan IPAL
42
42
42
43
43
ESTIMASI HARGA PEMANFAATAN BIOGAS (BIOGAS PRICING)
Pricing menggunakan pendekatan Break Even Point (BEP)
45
45
ANALISIS KELAYAKAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH
CAIR TAHU
Analisis Kelayakan Finansial
Analisis Kelayakan Ekonomi
Analisis Sensitivitas
47
47
48
48
SKENARIO PEMANFAATAN BIOGAS SECARA BERKELANJUTAN
Mekanisme Pemanfaatan dan Penyaluran Biogas di Desa Kalisari
Deskripsi Profil IPAL di Desa Kalisari
Identifikasi Permasalahan Pemanfaatan Biogas
Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Kelembagaan untuk
Pemanfaatan Biogas di Desa Kalisari
BUMDes dalam PemanfaatanBiogas Secara Berkelanjutan
Pengelolaan Biogas dengan Model BUMDes
51
51
51
53
55
55
58
KESIMPULAN
SARAN
60
60
DAFTAR PUSTAKA
62
LAMPIRAN
65
RIWAYAT HIDUP
73
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
22
Indikator ekonomi dalam revisi APBN 2013
Karakteristik limbah cair tahu
Matriks metode penelitian
Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
Komposisi penduduk Desa Kalisari menurut mata pencaharian
Komposisi kepemilikan ternak di Desa Kalisari
Kelembagaan Desa Kalisari
Karakteristik responden pengrajin tahu berdasarkan jenis kelamin,
usia, pendidikan terakhir, dan pekerjaan sampingan tahun 2014
Biaya tetap produksi tahu per bulan (Rp)
Biaya variabel produksi tahu per bulan (Rp)
Keuntungan penjualan tahu per bulan (Rp)
Karakteristik responden non pengrajin tahu
Jumlah jam memasak
Uraian biaya investasi dan operasional pembangunan IPAL Biolita 3
Rata-rata penghematan LPG di Biolita 3
Hasil analisis kelayakan finansial dengan menggunakan Skenario 1
dan Skenario 2
Hasil analisis kelayakan ekonomi dengan menggunakan Skenario 1
dan Skenario 2
Hasil analisis sensitivitas dengan menggunakan Skenario 1,
Skenario 2, dan Skenario 3
Tabel perbandingan jumlah biaya untuk konsumsi LPG 3 kg dan biogas
Profil IPAL di Desa Kalisari
Tabel permasalahan pemanfaatan biogas di Desa Kalisari
3
5
21
28
29
30
31
33
35
35
36
37
38
43
44
47
48
49
49
52
53
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Cadangan minyak bumi dan gas di Indonesia 2004-2012
Produksi dan konsumsi mintak bumi di Indonesia periode 1980-2008
Kerangka pemikiran
Jumlah penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin
Pola pemanfaatan lahan di Desa Kalisari
Tahapan proses pengolahan limbah cair secara anaerob
Keikutsertaan pengrajin tahu ke dalam kelompok pengrajin tahu
Motivasi pengrajin tahu dalam keikutsertaan ke dalam kelompok
pengrajin tahu
Konsistensi dalam pemanfaatan biogas di masa yang akan datang
Alasan pemanfaatan biogas
Kelebihan biogas dibandingkan dengan LPG
Mekanisme pemanfaatan dan penyaluran biogas di Desa Kalisari
Peranan BUMDes di Desa Kalisari
Pengelolaan IPAL dan biogas sebelum dan sesudah dibentuk BUMDes
1
2
18
28
29
32
34
34
39
39
40
51
57
58
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Energi di Indonesia memegang peranan yang sangat penting bagi
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat di Indonesia
menggunakan energi sebagai bahan bakar untuk berbagai kebutuhan seperti
pembangkit listrik, transportasi, industri, dan rumah tangga. Pangsa konsumsi
energi final tahun 2000 adalah sektor rumah tangga (38,8%), industri (36,5%),
transportasi (18,2%), lainnya (3,8%), dan komersial (2,7%). Komposisi ini
berubah pada tahun 2011 menjadi industri (37,2%), rumah tangga
(30,7%),transportasi (26,6%), komersial (3,2%), dan lainnya (2,4%). Selama
kurun waktu 2000-2011, sektor transportasi mengalami laju pertumbuhan per
tahun terbesar yaitu mencapai 6,47% per tahun, disusul sektor komersial (4,32%),
dan sektor industri (3,05%). Sesuai dengan pertumbuhan penduduk yang
mengalami tingkat pertumbuhan yang landai, maka selama kurun waktu tersebut
laju pertumbuhan di sektor rumah tangga hanya mengalami laju pertumbuhan
sebesar 0,7%, sedangkan laju pertumbuhan sektor lainnya mengalami penurunan
dengan laju penurunan sebesar -1,47% (BPPT 2013).
Pertumbuhan penduduk di Indonesia juga mendorong pertumbuhan
ekonomi dan kebutuhan energi sehingga terjadi eksploitasi energi untuk
pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Eksploitasi yang tinggi terhadap energi
telah menyebabkan kelangkaan sumberdaya tidak terbarukan yang ditandai
dengan tingginya harga seperti minyak bumi dan gas.
Berdasarkan gambar 1, secara umum cadangan minyak bumi dan gas telah
mengalami penurunan selama periode 2004-2012. Karena sifat non renewable
resource dari migas dan kebutuhan migas yang terus meningkat seiring dengan
pertumbuhan populasi manusia, kelangkaan pada kedua sumber energi tersebut
tidak dapat dihindarkan. Hal ini sesuai publikasi yang berjudul The Limit to
Growth yang menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi akan sangat dibatasi
oleh ketersediaan sumberdaya alam (Meadow et al. 1972 dalam Fauzi 2006),
dimana pertumbuhan ekonomi akan terus tumbuh seiring dengan pertumbuhan
populasi manusia.
Sumber: Kementerian ESDM (2012)
Gambar 1 Cadangan Minyak Bumi dan Gas di Indonesia 2004-2012
2
Ketersediaan sumberdaya alam yang terbatas ini menyebabkan arus barang
dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam tidak bisa dilakukan secara terus
menerus (Fauzi 2006). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2, dimana pertumbuhan
populasi yang semakin meningkat menyebabkan tekanan terhadap pemanfaatan
minyak bumi yang pada akhirnya menyebabkan supply energi menjadi tidak dapat
mencukupi demand terhadap minyak bumi. Hal ini menyebabkan kelangkaan
yang disebabkan oleh demand yang lebih tinggi daripada supply minyak bumi.
Production
Consumption
Sumber: Hasan et al. (2012)
Gambar 2 Produksi dan Konsumsi Minyak Bumi
di Indonesia Periode 1980- 2008
Tingginya harga minyak bumi di pasar dunia menyebabkan pemerintah
Indonesia mengambil kebijakan subsidi untuk pemenuhan kebutuhan minyak
bumi di Indonesia. Kebijakan pemerintah dengan menggunakan subsidi ini
bertujuan untuk menjaga stabilitas perekonomian di Indonesia karena
pertumbuhan ekonomi tidak bisa lepas dari kebutuhan energi. Hal ini dapat
dibuktikan dengan tingginya ketergantungan berbagai sektor terhadap energi,
seperti sektor industri yang memerlukan banyak energi dalam menghasilkan
output baik berupa barang maupun jasa.
Kebijakan subsidi yang diberlakukan pemerintah di sisi lain juga
menyebabkan peningkatan yang signifikan pada anggaran belanja pemerintah.
Subsidi energi (untuk bahan bakar cair dan listrik) terus membentuk komponen
tunggal terbesar dari pengeluaran di Indonesia dimana mencapai 2,5% dari PDB
pada tahun 2012. Anggaran belanja total yang dialokasikan untuk subsidi bahan
bakar seperti bensin, solar, minyak tanah dan LPG mencapai Rp 199,9 trilyun
pada tahun 2013. Anggaran ini juga termasuk alokasi Rp 100 trilyun untuk subsidi
listrik dan Rp 100 milyar untuk subsidi konsumsi LGV (gas cair untuk
kendaraan). Alokasi subsidi bahan bakar pada tahun 2013 mencapai 17% dari
total rencana belanja negara dengan tambahan 8% untuk subsidi listrik (IISD
2014)
3
Tabel 1 Indikator ekonomi dalam revisi APBN 2013
Indikator
Inflasi dari tahun ke
tahun
Pertumbuhan
Tingkat suku bunga
obligasi pemerintah
Produksi minyak
Produksi gas
Nilai
tukar
dimodelkan
(Rp/US$)
Harga
minyak
mentah Indonesia
(ICP)
Subsidi bahan bakar
(jumlah premium,
solar, minyak tanah,
LPG 3 kg digabung)
Subsidi bahan bakar
(volume premium,
solar,minyak tanah
digabung)
Subsidi bahan bakar
(volume LPG 3 kg)
APBN awal 2013
4,9%
APBN revisi 2013
(sebelum audit)
Indikator makroekonomi
6,3%
5,5%
6,8%
5%
7,2%
5%
6,0%
5,5%
0,9 mbd2
1,36 mboed9
9.300
0,84 mbd
1,24 mboed
9.600
0,87 mbd
1,24 mboed
10.500
US$100/bbl
US$108/bbl
US$105/bbl
Belanja subsidi bahan bakar
IDR 193 trilyun IDR 199,9 trilyun IDR 210,7 trilyun
(US$17,4 milyar)
(US$18,0 milyar)
(US$19,0 milyar)
46mkl4
48 mkl
48 mkl
3,86 juta ton
4,39 juta ton
4,78 juta ton
Belanja subsidi listrik
IDR 81,0 trilyun IDR 100,0 trilyun
(US$7,3 milyar)
(US$9,0 milyar)
Fiscal Balance
Pendapatan negara
IDR 1.530 trilyun IDR 1.502 trilyun
(US$137,7 milyar)
(US$135,2 milyar)
Belanja negara
IDR 1.683 trilyun IDR 1.726 trilyun
(US$151,5 milyar)
(US$179,8 milyar)
Defisit
anggaran IDR 153,3 trilyun IDR 224,2 trilyun
(jumlah)
(US$13,8milyar)
(US$20,2 milyar)
Defisit
anggaran 1,65%
2,38%
(rasio
defisit
terhadap PDB)
Subsidi listrik
APBN 2014
IDR 71,4 trilyun
(US$6,4 milyar)
IDR 1.667 trilyun
(US$150,0 milyar)
IDR 1.843 trilyun
(US$167,7 milyar)
IDR 175,3 trilyun
(US$15,8 milyar)
1,69%
Sumber: IISD (2014)
Dampak lain dari penerapan subsidi ini adalah kerusakan lingkungan
karena harga bahan bakar subsidi yang dijual menjadi lebih murah sehingga
permintaan akan bahan bakar terus mengalami peningkatan dan eksploitasi
terhadap sumberdaya tak terbarukan semakin meningkat.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi
ketergantungan energi pada sumberdaya tak terbarukan dan menekan biaya
subsidi adalah dengan mengembangkan pemanfaatan energi terbarukan. Terdapat
beberapa jenis energi terbarukan seperti energi yang dihasilkan dari matahari,
4
angin, biomassa, panas bumi, tenaga air dan sumberdaya di laut, biomassa padat,
biogas, dan bahan bakar nabati (BBN) cair (IEA 2005).
Biogas merupakan salah satu energi alternatif yang dapat dihasilkan dari
limbah rumah tangga, kotoran hewan, kotoran manusia, dan sampah organik yang
mengalami proses fermentasi oleh mikroorganisme. Adanya kenaikan harga liquid
petroleum gas (LPG) pada Januari 2014 juga banyak mendorong pemanfaatan
biogas sebagai bahan bakar pengganti LPG karena biogas merupakan energi yang
murah dan ramah lingkungan (Sadzali 2010).
Salah satu limbah yang berpotensi untuk menghasilkan biogas di
Indonesia adalah limbah cair tahu. Indonesia memiliki jumlah industri tahu yang
cukup banyak, yaitu mencapai sekitar 84.000 unit produksi tahu dengan kapasitas
produksi lebih dari 2,56 juta ton per tahun (Kemenristek 2010). Jumlah industri
tahu yang cukup banyak ini dalam proses produksinya akan menghasilkan limbah
cair tahu, oleh karena itu limbah cair tahu sangat berpotensi untuk dapat diolah
kembali untuk menghasilkan biogas yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
sebagai bahan bakar alternatif pengganti LPG.
Pengolahan limbah cair tahu ini perlu dilakukan karena limbah cair tahu
mengandung pencemar yang dapat berakibat buruk bagi biota dan lingkungan
perairan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu et al. (2012) pada
salah satu industri kecil tahu di Kabupaten Tegal, limbah cair tahu yang diamati
mengandung konsenterasi Chemical Oxygen Demand (COD) yang jauh
melampaui standar baku mutu yang sudah ditetapkan (275 mg/L) yaitu sebesar
4.150 mg/L. Berdasarkan standar baku mutu COD yang sudah ditetapkan yaitu
sebesar 275 mg/L, konsenterasi COD yang terdapat di dalam limbah cair tahu
sudah jauh melampaui batas yang apabila hal ini dibiarkan terus terjadi akan
mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan perairan dan kerusakan bahkan
kematian pada biota perairan.
Salah satu daerah yang sudah melakukan pengolahan limbah cair tahu dan
memanfaatkan biogas yang dihasilkan dari pengolahan limbah cair tahu adalah
Desa Kalisari, Kabupaten Cilongok, Purwokerto. Industri tahu yang terdapat di
Desa Kalisari merupakan industri skala kecil atau lebih dikenal dengan Industri
Kecil Menengah (IKM). Sebelum adanya pengolahan limbah cair dengan
menggunakan IPAL, para pengrajin tahu membuang limbah cair tahu ke sungai
sehingga menyebabkan pencemaran air sungai dan menimbulkan bau yang sangat
menyengat. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan salah satu petugas
puskesmas yang berada di Desa Kalisari, limbah cair tahu juga menyebabkan
gatal-gatal pada warga yang mengonsumsi air sungai tersebut. Pasca
pembangunan IPAL di Desa Kalisari, para pengrajin tahu mulai menyalurkan
limbah yang dihasilkan dari proses produksi ke IPAL dan kemudian diolah
menjadi biogas. Biogas ini yang kemudian didistribusikan kepada masyarakat
untuk dikonsumsi sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah dan kayu bakar.
5
Rumusan Masalah
Limbah yang dihasilkan dari proses produksi tahu terbagi menjadi dua
yaitu limbah padat berupa ampas tahu dan limbah cair. Limbah padat berupa
ampas tahu yang dihasilkan oleh sentra industri tahu di Desa Kalisari
dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan keripik ampas tahu yang dapat
dikonsumsi oleh manusia. Namun tidak demikian halnya dengan limbah cair tahu.
Sebelum adanya IPAL di Desa Kalisari, pengrajin tahu membuang limbah cair
tahu ke sungai tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Limbah cair ini
memiliki dampak yang sangat berbahaya apabila mencemari lingkungan perairan
karena beban pencemar yang terdapat di dalam limbah cair ini tidak sesuai dengan
baku mutu yang sudah ditetapkan (Kaswinarni 2007).
Limbah industri pada pengolahan tahu dapat menimbulkan masalah karena
limbah tersebut mengandung sejumlah besar protein, lemak, karbohidrat, mineral,
dan sisa-sisa bahan kimia yang digunakan saat pembersihan maupun pengolahan.
Adanya kadar bahan organik yang tinggi pada buangan air serta bahan yang
terikut dalam air pada pengolahan industri pangan akan menyebabkan gangguan
pada ekologi lingkungan (Indrasti dan Fauzi 2009).
Limbah cair berasal dari sisa perendaman, air tahu yang tidak
menggumpal, dan potongan tahu yang hancur karena proses penggumpalan yang
tidak sempurna. Limbah cair tahu apabila dibiarkan dapat berubah warna dari
yang semula berwarna kuning menjadi warna hitam dan berbau busuk. Hal ini
terjadi karena hasil pemecahan protein dan karbohidrat (Goendi et al. 2008).
Berikut konsenterasi bahan pencemar yang terdapat di dalam limbah cair tahu.
Tabel 2. Karakteristik Limbah Cair Tahu
Parameter
pH
Zat organik
BOD
COD terlarut
NTK
Ammonium
Nitrat
Nitrit
Total Phospat
Alkalinitas total
Asiditas total
VSS
TSS
Satuan
Mg/L KmnO4
Mg/L
Mg/L
Mg NH3-N/L
Mg NH3-N/L
Mg/L
Mg/L
Mg PO43- - P/L
Mg/L CaCO3
Mg/L CaCO3
Mg/L
Mg/L
Nilai
5,435
9.449
6.586
8.640
297,5
11,2
25,355
0,0313
2,0232
860
1.270
150
2350
Baku mutu
5-9
500
100
20
20
5
400
Sumber: Deptan (2001)
Berdasarkan karakterisik limbah tahu pada tabel 2, terlihat bahwa nilai
dari beban pencemar limbah cair tahu memiliki nilai yang lebih tinggi daripada
standar baku mutu yang sudah ditetapkan. Contohnya pada COD, dimana nilai
dari pengamatan limbah cair tahu sekitar 8.640, sedangkan standar baku mutu
yang ditetapkan adalah hanya sebesar 100. Chemical Oxygen Demand atau COD
merupakan jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di
dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia, dalam hal ini bahan buangan
organik akan dioksidasi oleh Kalium bichromat menjadi gas CO2 dan H2O serta
6
sejumlah ion chrom. Semakin banyak Kalium bichromat yang diperlukan dalam
reaksi oksidasi maka semakin banyak pula oksigen yang diperlukan. Hal ini
menandakan bahwa air lingkungan semakin banyak tercemar oleh bahan buangan
organik. Begitu pula dengan Biological Oxygen Demand atau BOD yang
menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air
lingkungan untuk memecah atau mendegradasi bahan buangan organik yang ada
di dalam air lingkungan tersebut. Pada umumnya air lingkungan atau air alam
mengandung mikroorganisme yang dapat “memakan”, memecah, atau
menguraikan bahan buangan organik. Jumlah mikroorganisme ini tergantung pada
tingkat kebersihan air. Air yang bersih biasanya mengandung mikroorganisme
yang relatif sedikit bila dibandingkan dengan air yang tercemar oleh bahan
buangan yang bersifat antiseptik atau bersifat racun. Mikroorganisme yang
memerlukan oksigen untuk memecah bahan buangan organik sering disebut
bakteri aerobik, sedangkan yang tidak memerlukan oksigen disebut bakteri
anaerobik. Apabila oksigen dalam air yang terlarut sudah habis maka bakteri
aerobik akan mati dan bakteri anaerobik yang akan menggantikan tugas untuk
memecah bahan buangan yang ada di dalam air (Wardhana 2004).
Setelah pemerintah dalam hal ini Kementerian Riset dan Teknologi
(Kemenristek) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
membangun IPAL di Desa Kalisari, jumlah pengrajin yang membuang limbah
cair ke sungai sudah jauh berkurang. Hal ini disebabkan karena para pengrajin
menyalurkan limbah yang dihasilkan dari proses produksi tahu ke IPAL untuk
kemudian diolah menjadi biogas. Pembangunan IPAL yang dilakukan oleh
Kemenristek dan BPPT ini sebelumnya masih belum memperhitungkan manfaat
langsung yang dihasilkan oleh IPAL. Manfaat langsung yang dihasilkan dengan
adanya IPAL ini diantaranya konversi pemanfaatan LPG ke biogas oleh rumah
tangga yang ada di Desa Kalisari dan manfaat lingkungan lainnya seperti
perbaikan kualitas air sungai di sekitar lokasi pembuangan limbah cair tahu. Oleh
karena itu, nilai dari proyek tersebut masih belum merefleksikan nilai dari
manfaat ekonomi atau sosial keberadaan IPAL pengolah limbah cair tahu.
Instalasi Pengolahan Limbah yang ada di Desa Kalisari menimbulkan
biaya untuk perawatan dan tenaga kerja yang digunakan untuk mengoperasikan
IPAL, di samping itu IPAL juga membutuhkan bahan baku berupa limbah cair
tahu untuk dapat terus menghasilkan output berupa biogas yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Kalisari. Pemanfaat biogas di Desa
Kalisari terdiri dari para pengrajin tahu maupun non pengrajin tahu. Harga yang
mereka bayarkan untuk pemanfaatan biogas untuk masing-masing rumah tangga
adalah sama yaitu sebesar Rp 20.000/RT/bulan. Harga yang diterapkan ini tidak
bersifat progresif sehingga timbul beberapa masalah salah satunya adalah free
rider yang menyalahgunakan pemanfaatan biogas selain untuk memasak.
Permasalahan lain adalah harga yang dikenakan kepada masing-masing rumah
tangga ini masih belum diketahui apakah sudah dapat merefleksikan atau belum
volume pemanfaatan biogas oleh masing-masing RT dan apakah harga yang
dibayarkan sudah dapat menutupi semua biaya yang timbul dari pembangunan
dan perawatan IPAL sehingga IPAL dapat terus beroperasi dan menghasilkan
biogas secara berkelanjutan.
Berdasarkan penjabaran rumusan masalah di atas maka dapat diuraikan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
7
1. Apa saja dan berapa biaya dan manfaat dari instalasi pengolahan limbah
cair tahu menjadi biogas
2. Berapa harga yang sesuai dari pemanfaatam biogas dari limbah cair tahu
oleh masyarakat
3. Berapa nilai kelayakan ekonomi dan finansial dari instalasi pengolahan
limbah cair tahu
4. Bagaimana kelembagaan dan kebijakan dalam pengelolaan limbah cair
tahu dan biogas secara berkelanjutan
Tujuan
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk dapat melakukan
pemanfaatan limbah cair tahu untuk menghasilkan biogas sebagai energi alternatif
secara berkelanjutan di Desa Kalisari melalui kelembagaan yang diatur oleh
pemerintah setempat.
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah;
1. Mengidentifikasi dan mengestimasi biaya dan manfaat ekonomi instalasi
pengolahan limbah cair tahu
2. Mengestimasi harga keekonomian biogas
3. Mengevaluasi kelayakan ekonomi instalasi pengolahan limbah cair tahu
4. Merumuskan kelembagaan dan kebijakan dalam pengelolaan limbah cair
tahu dan biogas secara berkelanjutan
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Pemerintah Daerah: Harga pemanfaatan biogas diharapkan dapat
menjadi acuan dalam pemanfaatan biogas di daerah lain
2. Bagi Pemerintah Pusat: Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam pengambilan kebijakan terkait pemanfaatan energi
alternatif
3. Bagi akademisi: Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk
penelitian selanjutnya
Batasan Penelitian
Batasan dalam penelitian digunakan untuk memudahkan peneliti untuk
melakukan analisis dan juga perhitungan. Batasan dalam penelitian ini meliputi:
1. Penelitian ini terfokus pada biogas yang dihasilkan oleh limbah cair tahu
yang terdapat di Desa Kalisari
2. Analisis kelayakan finansial dan ekonomi terfokus pada IPAL yang
terdapat pada Biolita 3 yang masih terdapat pada kawasan Desa Kalisari
karena data sekunder yang diperoleh merupakan satu-satunya data yang
tersedia dan terlengkap sehingga dapat memudahkan proses perhitungan
8
3.
Data mengenai kondisi umum di Desa Kalisari merupakan data
monografi tahun 2007 dan 2008
4. Responden pada penelitian ini difokuskan kepada responden pemanfaat
biogas baik pengrajin tahu maupun non pengrajin tahu
5. Instalasi yang dinalisis hanyalah Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) yang berada di Biolita 3. Hal ini dikarenakan karena data biaya
yang tersedia lengkap hanya data biaya digester di Biolita 3
6. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang berasal dari
Pemerintah Kabupaten Banyumas pada tahun 2013.
7. Penentuan nilai estimasi menggunakan harga yang berlaku pada tahun
2013
8. Umur proyek adalah selama 15 tahun, hal ini didasarkan pada hasil
wawancara dengan pihak pelaksana proyek yaitu pihak BPPT
9. Suku bunga yang digunakan adalah rata-rata suku bunga pinjaman pada
tahun 2013 yaitu sebesar 12,73%
10. Tingkat suku bunga yang digunakan adalah konstan sepanjang umur
proyek
11. Lahan yang digunakan untuk membangun IPAL merupakan lahan yang
pada mulanya dimanfaatkan sebagai kolam lele, sehingga yang
diperhitungkan adalah opportunity cost dari lahan tersebut
12. Dampak yang dianalisis dalam penelitian ini terbatas pada dampak
langsung yang ditimbulkan dari limbah cair tahu
TINJAUAN PUSTAKA
Interaksi Energi dan Lingkungan
Aktivitas ekonomi menggunakan sumberdaya alam dan input lain untuk
mengubah input tersebut menjadi output yang bermanfaat. Proses baik produksi
maupun konsumsi akan menghasilkan sampah yang kemudian dibuang ke
lingkungan. Pada saat lingkungan digunakan sebagai sarana pembuangan limbah,
terdapat batasan dimana lingkungan dapat mengabsorbsi dan mengasimilasi
limbah di dalam sistem. Polusi lingkungan dapat disebabkan oleh fenomena alam
dan aktivitas manusia (Bhattacharyya 2011).
Permasalahan lingkungan dimulai pada saat limbah yang dibuang ke
lingkungan melewati kapasitas asimilasi lingkungan. Polluter yang meyebabkan
kerusakan lingkungan akibat aktivitas ekonomi yang mereka lakukan tidak
bertanggung jawab atas limbah yang mereka keluarkan ke lingkungan, sehingga
menyebabkan timbulnya eksternalitas (Bhattacharyya 2011) . Permasalahan yang
timbul di Desa Kalisari sebelum adanya instalasi pengolahan limbah adalah
pencemaran air sungai dan bau yang sangat menyengat dari limbah cair tahu yang
dibuang ke sungai secara langsung tanpa melalui pengolahan.
Sejak tahun 2009, pemerintah pusat telah membangun IPAL untuk
pengolahan limbah cair tahu sehingga dapat menghasilkan output berupa biogas
(Kemenristek 2009). Biogas ini dihasilkan dari limbah organik dan mengandung
sebagian besar metana, CO2, dan air (Boyd 2012). Biogas diproduksi melalui
proses-proses biologi yang terjadi dalam kondisi anaerobik (Amigun et al. 2010),
hal ini dikarenakan limbah cair tahu memiliki kadar COD melebihi 8000 ppm
sehingga pengolahannya menggunakan sistem anaerobik (Kemenristek 2009).
Pengolahan secara anaerobik adalah proses biologis dimana mikroorganisme
memecah bahan organik dalam kondisi anaerobik (tanpa oksigen) termasuk
mencampur berbagai spesies yang berbeda dari mikroorganisme anaerobik yang
kemudian mengubah senyawa-bahan organik tersebut menjadi biogas (Wilkie
2005).
Manfaat dari biogas yang dihasilkan dari sistem pengolahan dengan
menggunakan digester anaerobik diantaranya adalah pengurangan efek gas rumah
kaca dan mengurangi pencemaran air (Yiridoe et al. 2009). Manfaat lain dari
biogas adalah dapat digunakan sebagai sumber energi baik sebagai gas maupun
listrik karena biogas mengadung metana sekitar 50-70 % yang dapat diolah untuk
menghasilkan bahan bakar (Boyd 2012). Tidak seperti bahan bakar fosil,
pemanfaatan biogas menunjukkan siklus karbon yang tertutup sehingga tidak
memberikan kontribusi bagi peningkatan konsenterasi karbon dioksida (Wilkie
2005).
Potensi Energi Terbarukan
Energi terbarukan merupakan energi yang dihasilkan dari proses alam.
Terpisah dari sumber energi utama seperti gas alam, mainyak, batu bara dan
10
tenaga air, Indonesia memiliki energi terbarukan yang sangat potensial seperti
geotermal, angin, dan biomassa (Hasan M.H. et al. 2012).
Sejak tahun 1990, sumber energi terbarukan di dunia mengalami
peningkatan dengan laju pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 1,7% atau
sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan Total Pasokan Energi
Primer (TPES) dunia. Pertumbuhan tinggi terutama pada energi terbarukan “baru”
yaitu angin dan matahari yang meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata per
tahun sebesar 19% dimana bagian terbesar terjadi di negara OECD yang
mempunyai program angin berskala besar (IEA 2005).
Di Indonesia sendiri tercatat pada tahun 2010 berdasarkan potensinya
sumber daya panas bumi mencapai 29,038 GW dengan cadangan terbukti sebesar
2,29 Gwe, sementara pemanfaatan untuk pembangkit mencapai 1,16 GW, Potensi
tenaga air sebesar sebesar 75,6 GW dengan pemanfaatan mencapai 6,65 GW,
Potensi mikrohidro sebesar 769,69 GW dengan pemanfaatan sebesar 228,98 MW,
potensi tenaga surya sebesar 22,45 MW dengan pemanfaatan sebesar 20 MWp,
sementara potensi biomassa sebesar 49.81 GWe dengan pemanfaatan sebesar 1,6
GW (BPPT 2012).
Berdasarkan data potensi dan pemanfaatan energi terbarukan terlihat
bahwa pemanfaatan tertinggi dari energi terbarukan adalah mikrohidro dan
pemanfaatan terendah adalah biomassa. Biogas merupakan gas yang diproduksi
dari biomassa yang dapat berupa limbah atau sampah kota yang memiliki potensi
yang cukup besar untuk dapat dimanfaatkan sebagai energi terbarukan dan sudah
banyak dikembangkan di daerah pedesaan sebagai bahan bakar pengganti kayu
bakar dikarenakan mudah dan murah dalam pengoperasiannya.
Biogas Sebagai Energi Alternatif
Biogas merupakan energi terbarukan yang dapat dijadikan bahan bakar
alternatif untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari energi fosil seperti
minyak tanah dan gas alam (Haryati 2006). Biogas merupakan hasil akhir dari
proses anaerobik dengan komponen utama CH4 dan CO2, H2, N2, dan gas lain
seperti H2S.
Nilai kalor biogas lebih tinggi dibandingkan sumber energi lainnya seperti
batu bara (586 K.cal/m3) ataupun uap air (302 K.cal/m3), tetapi lebih rendah dari
gas alam yaitu sebesar 967 K.cal/m3. Setiap 1 m3biogas setara dengan 0.5 kg gas
alam cair (liquid petroleum gas) atau setengah 0.5 L bensin atau 0.5 L minyak
diesel. Sebagai pembangkit tenaga listrik, biogas mampu membangkitkan tenaga
listrik sebesar 1.25-1.50 kwh (Wagiman 2007).
Sebagai salah satu energi alternatif biogas mempunyai beberapa kelebihan
dibanding dengan energi alternatif lainnya, selain bahan utama pembuat biogas
dapat diperbaharui, biogas yang dihasilkan juga bersih dan mudah dikontrol dan
bahan baku untuk membuat biogas dapat berasal dari limbah yang mempunyai
nilai ekonomi nol. Dengan menggunakan teknologi yang tepat, limbah dengan
nilai ekonomi rendah dapat diproses untuk menghasilkan biogas dengan nilai
ekonomi yang tinggi dan hasilnya dapat bermanfaat bagi pengusaha maupun
konsumen lainnya. Biogas dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik,
energi panas bumi, maupun energi pengganti bahan bakar fosil. Selain itu biogas
11
juga mampu menggantikan kayu bakar dan minyak tanah dalam skala kecil.
Pemanfaatan biogas sebagai pengganti minyak tanah dan kayu untuk kegiatan
sehari-hari inilah yang sudah banyak diterapkan (Rahayu et al. 2012).
Analisis Biaya dan Manfaat
Perhitungan manfaat dan biaya proyek pada dasarnya dapat dilakukan
melalui dua pendekatan tergantung pada pihak yang berkepentingan langsung di
dalam proyek. Suatu perhitungan dikatakan sebagai analisis finansial apabila yang
berkepentingan langsung dalam benefit dan biaya proyek ini adalah individu atau
pengusaha. Benefit di dalam analisis finansial adalah apa yang diperoleh orangorang atau badan-badan swasta yang menanamkan modalnya dalam proyek
tersebut (Gray et al. 1997). Analisis finansial terfokus pada hasil untuk modal
saham (equity capital) yang ditanam dalam proyek, dan hasil yang didapat disebut
dengan private returns. Analisis finansial ini penting artinya dalam
memperhitungakan rangsangan bagi mereka yang turut serta dalam mensukseskan
pelaksanaan proyek, sebab tidak ada gunannya melaksanakan proyek yang
menguntungkan dilihat dari sudut pandang perekonomian keseluruhan jika
mereka yang menjalankan kegiatan produksi tidak bertambah baik keadaannya
(Kadariah 2001). Sebaliknya, suatu perhitungan dikatakan perhitungan sosial atau
ekonomi apabila yang berkepentingan langsung dalam benefit dan biaya proyek
adalah pemerintah atau masyarakat secara keseluruhan. Benefit di dalam analisis
ekonomi adalah seluruh benefit yang yang terjadi dalam masyarakat sebagai hasil
dari proyek dan semua biaya yang terpakai terlepas dari siapa saja yang
menikmati benefit dan siapa yang mengorbankan sumber-sumber tersebut (Gray
et al. 1997). Bagi orang-orang yang menentukann kebijakan, hal terpenting adalah
mengarahkan pemanfaatan sumber-sumber yang langka kepada proyek-proyek
yang dapat memberikan hasil yang paling banyak bagi perekonomian secara
keseluruhan artinya yang dapat menghasilkan social returns yang paling tinggi.
Pada dasarnya, perhitungan dalam analisis finansial dan analisis ekonomi
dibedakan dalam hal pemanfaatan harga, subsidi, biaya investasi dan pelunasan
pinjaman, dan bunga (Gittinger 1986; Gray et al. 1997; Kadariah 1986).
Harga
Harga yang digunakan dalam analisis privat merupakan harga pasar baik
untuk sumber-sumber yang dipergunakan dalam proses produksi maupun untuk
hasil-hasil produksi dari proyek, sedangkan dalam analisis ekonomi harga yang
digunakan adalah harga bayangan atau shadow price atau accounting price. Harga
bayangan ini merupakan harga-harga yang sudah mengalami penyesuaian yang
menggambarkan nilai ekonomi yang sebenarnya dari barang dan jasa tersebut.
Pajak
Pajak di dalam analisis ekonomi tidak dikurangkan/dikeluarkan dari
manfaat proyek. Pajak merupakan bagian dari hasil neto proyek yang diserahkan
kepada pemerintah untuk digunakan bagi kepentingan masyarakat dan oleh karena
itu tidak dianggap sebagai biaya, dengan kata lain pajak tidak termasuk dalam
12
sumber-sumber riil yang pemanfaatannya dalam proyek menyebabkan timbulnya
social opportunity cost dari segi masyarakat.
Subsidi
Subsidi adalah transfer yang perhitungannya merupakan kebalikan dari
pajak. Penerimaan subsidi di dalam analisis finansial berarti pengurangan biaya
yang harus ditanggung oleh si pemilik proyek. Oleh sebab itu subsidi akan
mengurangi biaya. Subsidi di dalam analisis ekonomi dianggap sebagai sumbersumber yang dialihkan dari masyarakat untuk digunakan dalam proyek. Oleh
sebab itu subsidi yang diterima proyek adalah beban masyarakat.
Biaya Investasi dan Pelunasan Pinjaman
Biaya investasi pada permulaan proyek dalam analisis finansial hanyalah
yang dibiayai dengan modal saham dari si penanam modal sendiri. Bagian
investasi yang dibiayai dengan modal pinjaman, baik dari dalam maupun luar
negeri tidak dianggap sebagai biaya pada saat dikeluarkannya, sebab pengeluaran
modal milik pihak lain tidak merupakan beban dari segi penanam modal swasta.
Di lain pihak, yang menjadi beban penanam modal adalah arus pelunasan
pinjaman tersebut beserta bunganya pada tahap produksi nantinya. Biaya investasi
dalam analisis ekonomi apakah seluruh biaya investasi, apakah dibiayai dengan
modal yang dihimpun dari dalam ataupun luar negeri, dengan modal saham atau
pinjaman, dianggap sebagai biaya proyek pada saat pelunasannya, sehingga
pelunasan pinjaman yang digunakan untuk membiayai sebagian investasi itu
diabaikan dalam perhitungan biaya ekonomi untuk menghindari perhitungan
ganda.
Bunga
Bunga modal dalam analisis ekonomi tidak dikurangkan dalam atau
dipisahkan dari hasil bruto, sedangkan dalam analisis finansial terdapat perbedaan
antara a) bunga yang dibayarkan kepada orang-orang dari luar yang meminjamkan
uangnya kepada proyek. Bunga ini dianggap sebagai biaya (cost), sedang
pembayaran kembali hutang dari luar proyek dikurangkan dari hasil bruto
sebelum didapatkan arus manfaat, b) bunga atas modal proyek (inputed or paid to
the entitiy) tidak dianggap sebagai biaya karena bunga merupakan bagian dari
financial returns yang diterima oleh modal proyek.
Ekonomi Pencemaran
Proses produksi maupun konsumsi selain menghasilkan keuntungan dan
juga kepuasan juga menghasilkan produk sampingan berupa limbah. Limbah
merupakan bagian intrinsik atau bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas
ekonomi dan akan meningkat sejalan dengan peningkatan aktivitas tersebut. Pada
pendekatan konvensional, dampak tersebut tidak secara eksplisit diakomodasikan
ke dalam model produksi dan konsumsi, padahal dengan mengabaikan dampak
eksternalitas tersebut bukan hanya syarat bagi optimalisasi produksi dan konsumsi
tidak terpenuhi, melainkan juga mengabaikan biaya sosial yang seharusnya
ditanggung oleh penerima dampak (Fauzi 2006).
13
Pencemaran dalam perspektif biofisik dapat diartikan sebagai masuknya
aliran residual (residual flow) yang diakibatkan oleh perilaku manusia ke sistem
lingkungan. Apakah kemudian limbah ini mengakibatkan kerusakan atau tidak
tergantung pada kemampuan penyerapan media lingkungan seperti air tanah, dan
udara. Dari perspektif ekonomi, pencemaran bukan saja dilihat dari hilangnya
nilai ekonomi sumberdaya secara kualitas dan kuantitas untuk menyuplai barang
dan jasa, namun dampak dari pencemaran terhadap kesejahteraan terhadap
masyarakat juga diperhitungkan (Fauzi 2006).
Eksternalitas
Masalah yang dapat menyebabkan kegagalan pasar dalam mengalokasikan
faktor-faktor produksi secara efisien adalah eksternalitas. Eksternalitas timbul
karena tindakan konsumsi atau produksi dari satu pihak mempunyai pengaruh
kepada pihak lain dan tidak ada kompensasi yang dibayar oleh pihak yang
menyebabkan atau kompensasi yang diterima oleh pihak yang terkena dampak
tersebut. Adanya eksternalitas dari suatu kegiatan menyebabkan sistem
perekonomian yang menggunakan sistem pasar persaingan tidak sempurna tidak
dapat mengalokasikan sumber-sumber ekonomi secara efisien karena harga tidak
mencerminkan dengan tepat akan kelangkaan faktor produksi, dalam hal
eksternalitas negatif, biaya produksi yang dihitung oleh pengusaha lebih kecil
dibandingkan biaya yang diderita oleh masyarakat (Mangkoesoebroto 2000).
Eksternalitas juga dapat didefinisikan sebagai dampak (baik positif
m
KEBERLANJUTAN PENGOLAHAN BIOGAS DARI LIMBAH
CAIR TAHU DI DESA KALISARI, PURWOKERTO
LIDYA RAHMA SHAFFITRI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI KARYA TULIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis berjudul Analisis
Kelayakan Ekonomi dan Keberlanjutan Pengolahan Biogas dari Limbah Cair
Tahu di Desa Kalisari, Purwokerto adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya tulis yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir karya tulis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Lidya Rahma Shaffitri
NIM H451120011
RINGKASAN
LIDYA RAHMA SHAFFITRI. Analisis Kelayakan Ekonomi dan Keberlanjutan
Pengolahan Biogas dari Limbah Cair Tahu di Desa Kalisari, Purwokerto.
Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT dan METI EKAYANI.
Industri tahu merupakan industri yang berpotensi merusak lingkungan
karena limbah cair yang dihasilkan oleh industri tahu mengandung kandungan
yang berbahaya bagi lingkungan. Desa Kalisari merupakan salah satu sentra
industri tahu dengan jumlah kurang lebih 250 pengrajin, dimana dalam proses
produksinya menghasilkan limbah berupa limbah padat dan limbah cair. Limbah
padat tahu yang dihasilkan di Desa Kalisari, Purwokerto tidak menimbulkan
permasalahan bagi lingkungan karena sudah diolah kembali menjadi pakan ternak.
Namun tidak demikian halnya dengan limbah cair tahu yang masih menimbulkan
permasalahan lingkungan berupa pencemaran air sungai dan bau yang tidak sedap.
Pemerintah dalam menanggapi permasalahan ini sudah membangun Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang berjumlah empat unit yang diberi nama
Biolita 1, Biolita 2, Biolita 3, dan Biolita 4. Keempat unit IPAL tersebut memiliki
lokasi yang tersebar di lokasi yang berbeda sesuai dengan lokasi berkumpulnya
para pengrajin tahu.
Pada awal pembangunan IPAL di Desa Kalisari, pemerintah masih belum
memperhitungkan manfaat dan biaya ekonomi yang dihasilkan oleh IPAL tersebut
seperti tingkat keuntungan yang diperoleh apabila menjual biogas kepada
masyarakat dengan harga yang lebih murah dari LPG. Penetapan harga biogas
(biogas pricing) di Desa Kalisari masih belum dilakukan dengan benar karena
sampai saat ini masyarakat Desa Kalisari masih membayar biogas dengan tarif
yang sama untuk berapapun jumlah biogas yang mereka manfaatkan. Biogas
pricing di Desa Kalisari juga dimaksudkan untuk menghindari para free rider
dalam pemanfaatan biogas secara berlebihan, memperoleh cashflow yang bernilai
positif sehingga mampu menarik investor dalam berinvestasi dalam penyediaan
biogas sebagai bahan bakar alternatif pengganti LPG.
Pembangunan IPAL di Desa Kalisari khususnya di Biolita 3 menimbulkan
biaya dan manfaat. Analisis kelayakan ekonomi untuk proyek IPAL diperlukan
untuk melihat keberlanjan dalam pemanfaatan biogas, hasil dari analisis ini dapat
dijadikan acuan untuk proyek pembangunan IPAL di Desa Kalisari selanjutnya
apabila umur ekonomi IPAL yang sedang berjalan saat ini habis. Biaya yang
timbul dari pembangunan IPAL meliputi biaya finansial dan biaya sosial. Biaya
finansial meliputi biaya investasi dan operasional, sedangkan biaya sosial meliputi
opportunity cost yang timbul dari pemanfaatan lahan yang diperuntukkan bagi
pembangunan biogas. Manfaat yang timbul dari pembangunan biogas meliputi
manfaat finansial dan manfaat sosial. Manfaat finansial meliputi penerimaan yang
didapat dari pemanfaatan biogas oleh masyarakat dan manfaat sosial meliputi
penghematan bahan bakar, peningkatan produktivitas lahan, dan penurunan biaya
perbaikan lahan. Penetapan nilai ekonomi (pricing biogas) didapat dari metode
Break Even Point (BEP) yang menghasilkan nilai sebesar Rp 2.500/m3. Nilai ini
diperoleh dari perhitungan yang menggunakan biaya-biaya yang timbul dari IPAL
yang dibangun di Biolita 3 dengan asumsi bahwa pemanfaatan teknologi dan
biaya pembangunan IPAL per m3 untuk seluruh biolita adalah sama.
Baik analisis kelayakan finansial maupun ekonomi dilakukan dengan
menggunakan dua skenario. Skenario 1 menggunakan harga biogas yang didapat
melalui metode BEP dan Skenario 2 menggunakan harga biogas yang didapat dari
iuran masyarakat di Biolita 3 yaitu sebesar Rp 20.000/RT/bulan. Hasil yang
diperoleh dari Skenario 1 pada analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa
proyek layak untuk dijalankan yang ditunjukkan oleh NPV yang bernilai positif
yaitu sebesar Rp 201.636.675 dan hasil pada Skenario 2 menunjukkan bahwa
proyek tidak layak untuk dijalankan karena menghasilkan NPV yang bernilai
negatif yaitu sebesar Rp 443. 128.325. Hasil yang diperoleh dari Skenario 1 pada
analisis kelayakan ekonomi menunjukkan bahwa proyek layak untuk dijalankan
yang ditunjukkan oleh NPV yang bernilai positif yaitu sebesar Rp 392.704.986
dan hasil pada Skenario 2 menunjukkan bahwa proyek tidak layak untuk
dijalankan karena menghasilkan NPV yang bernilai negatif yaitu sebesar Rp
252.060.040. Analisis sensitivitas juga dilakukan pada IPAL yang terdapat pada
Biolita 3. Analisis sensitivitas dilakukan dengan menggunakan tiga skenario.
Skenario 1 mengasumsikan bahwa terjadi penurunan konsumsi biogas sebesar
34,8%, Skenario 2 mengasumsikan bahwa terjadi peningkatan pada tarif dasar
listrik yaitu sebesar 15%, dan Skenario 3 mengasumsikan bahwa terjadi
penurunan harga biogas dari Rp 2.500/m3 menjadi Rp 1.450/m3. Dasar penurunan
harga biogas tersebut adalah masyarakat hanya mau membayar biogas apabila
harga yang dibayarkan tidak lebih dari pengeluaran untuk mengonsumsi LPG 3 kg
sebelum selama satu bulan. Hasil yang diperoleh dari ketiga skenario tersebut
menunjukkan bahwa proyek pembangunan IPAL masih layak untuk dijalankan.
Berdasarkan temuan di lapangan, jenis pengelolaan yang dapat digunakan
untuk mengatur pemanfaatan dan pengelolaan IPAL adalah BUMDes.
Pemanfaatan biogas secara berkelanjutan dapat dilakukan apabila BUMDes dapat
berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku, oleh karena itu tetap diperlukan
pengawasan dan monitoring dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
Kata kunci: industri tahu, pengolahan limbah cair tahu, analisis kelayakan
ekonomi, pricing biogas, biogas
SUMMARY
LIDYA RAHMA SHAFFITRI. Economic Feasibility Analysis and Sustainability
of Biogas Processing from Tofu Wastewater at Kalisari Village, Purwokerto.
Supervised by YUSMAN SYAUKAT dan METI EKAYANI.
Tofu industry in Indonesia has a great potential to cause environmental
problem due to its wastewater which contain dangerous material. Kalisari Village
is one of the tofu industry centre which generates solid and liquid waste in its
production process. The solid waste in this village is recycled into animal food
thus it doesn’t cause any significant problem for the environment, but the liquid
waste is still cause many problems because the industry discharge some of the
waste directly to the river. In response to this problem, the government has
constructed four units of tofu wastewater treatment plant (WWTP) which are
named Biolita 1, Biolita 2, Biolita3, and Biolita 4. The WWTP use anaerobic
process to produce biogas.
When start building the WWTP in Kalisari village, the government did not
calculate yet the benefits and economic costs generated by the WWTP, for
example the potency of gains from selling the biogas to the public with a lower
price than the LPG. Biogas pricing in the Kalisari village still not done properly
because people pay a flat rate regardless the amount of the biogas they use.
Biogas pricing in the Kalisari village need to be done properly to avoid the free
riders in biogas utilization and to obtain a positive cash flow in order to attract
investors to invest in biogas production as an alternative fuel.
WWTP in Kalisari Village especially the Biolita 3 create costs and
benefits. Costs arising from the construction of the WWTP consist of financial
costs and social costs. Financial costs consist of investment and operational costs,
while the social costs derived from the opportunity cost arising from the land
usage for the WWTP construction. The benefits arising from the construction of
biogas consist of financial benefits and social benefits. Financial benefits consist
of the revenue obtained from the usage of biogas by the society and social benefits
consist of the fuel savings, improved land productivity, and the decreasing of
costs of land rehabilitation. Determination of economic value of biogas (biogas
pricing) obtained from the Break Even Point (BEP) method which generates a
value of Rp 2.500/m3. This value is obtained from the calculation using the costs
arising from the tofu wastewater treatment in Biolita 3 with the assumption that
the using of technology and the cost of construction of wastewater per m3 for the
whole biolita are the same.
Both of financial feasibility analysis and economic feasibility analysis are
determined by two scenarios. The first scenario uses the revenue of biogas which
is derived from BEP method and the second scenario uses the biogas price from
society subscription in Biolita 3 which the value is about Rp 20.000/RT/month.
The Financial analysis in Scenario 1 showed that the project is feasible that is
obtained by positive NPV of Rp 201.636.675 and Scenario 2 showed that the
project is unprofitable that is showed by negative NPV of Rp 443.128.325. The
economic feasibility analysis in Scenario 1 showed that the project is feasible that
is showed by positive NPV of Rp 392.766.663 and Scenario 2 showed that the
project is not feasible that is showed by negative NPV of Rp 252.060.014. The
sensitivity analysis in Biolita 3 used three scenarios. The first scenario assumed
the decreasing of biogas consumption about 34,8%. The second scenario assumed
the decreasing of electricity purchase about 15% and the third scenario assumed
the decreasing of biogas price from Rp 2.500/m3 to Rp 1.450/m3. Basic
assumption from decreasing the price of biogas in Scenario 3 is that the society
only wants to pay biogas if the price of biogas is lower than the price of LPG 3
kg.
Based on the observation in the field, the type of management that can be
used to regulate the use and management of the tofu wastewater treatment and
biogas utilization is BUMDes. Sustainable utilization of biogas can be done if
BUMDes can be run according with the applicable rules, therefore supervision
and monitoring from local and central government is necessary.
Keywords: tofu industry, tofu wastewater treatment, economic feasibilty analysis,
pricing biogas, biogas
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI DAN
KEBERLANJUTAN PENGOLAHAN BIOGAS DARI LIMBAH
CAIR TAHU DI DESA KALISARI, PURWOKERTO
LIDYA RAHMA SHAFFITRI
H451120011
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Ahyar Ismail, MAgr
Judl Tesis
:
Analisis Kelayakan Ekonomi dan Keberlanjutan Pengolahn
Biogas i Limbah Cair Tahu i Desa Kalisari, Pwokerto
Nama
NIM
: Lidya hma Shaii
: H451120011
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
セ@
Dr Meti Ekayani, Shut, MSc
·Anggota
Dr Ir Yusmn Syaukat. MEc
Ketua
Dkim olen
Ketua Prom Studi
Ekonomi Sumberdaya n
Linkungan
Prof Dr Ir Ahmad Fai. MSc
Tanggal Ujian: 10 Agusus 2015
Tnggal Lulus:
0 1 SEP 205
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehahirat Allah SWT karena atas izinNya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Kelayakan
Ekonomi dan Keberlanjutan Pengolahan Biogas dari Limbah Cair Tahu di Desa
Kalisari, Purwokerto”.
Penelitian dan penulisan tesis ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Orangtua, suami, dan adik tercinta atas segala doa, semangat, motivasi,
pengertian, dan kasih sayang yang penuh dengan ketulusan
2. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku ketua komisi pembimbing dan
Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing
yang telah memberi curahan pemikiran, bimbingan, arahan, saran,
dengan penuh dedikasi dan dorongan motivasi sehingga penelitian dan
penulisan tesis ini dapat penulis selesaikan
3. Pimpinan dan staf program studi Ekonomi Sumberdaya dan
Lingkungan SPs IPB, atas fasilitas dan dukungan yang diberikan
4. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr, selaku dosen penguji utama atas
pemikiran, saran, dan masukan
5. Dr. Fifi Diana Thamrin, SP, M.Si selaku dosen penguji perwakilan
program studi atas pemikiran, saran, dan masukan
6. Kepala Desa Kalisari atas segala informasi dan motivasi yang diberikan
selama penulis melakukan penelitian
7. Ibu Yani dan keluarga atas tumpangan, perhatian, dan informasi yang
diberikan selama penulis melakukan penelitian
8. Bapak Wiharja dan Bapak Yadi, selaku staf ahli BPPT atas informasi
yang telah diberikan
9. Rekan-rekan seperjuangan program studi pascasarjana ESL 2012 atas
persaudaraan, kebersamaan, semangat, motivasi selama masa belajar
dan penelitian
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak
dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini.
Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan biogas
di Indonesia.
Bogor, Agustus 2015
Lidya Rahma Shaffitri
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
Manfaat Penelitian
Batasan Penelitian
1
1
5
7
7
7
TINJAUAN PUSTAKA
Interaksi Energi dan Lingkungan
Potensi Energi Terbarukan
Biogas Sebagai Energi Alternatif
Analisis Biaya dan Manfaat
Ekonomi Pencemaran
Eksternalitas
Dampak Limbah Tahu
Penelitian Terdahulu
9
9
9
10
11
12
13
13
14
KERANGKA PEMIKIRAN
16
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
19
19
19
19
20
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Fisik Daerah
Letak dan Luas Wilayah
Topografi dan Jenis Tanah
Iklim
Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk
Jumlah Penduduk
Tingkat Pendidikan
Mata Pencaharian
Pola Pemanfaatan Lahan
Kepemilikan Ternak dan Perikanan
Sarana dan Prasarana
Sistem Usaha Tani
Kelembagaan Desa
Gambaran Umum Pengolahan Limbah Cair Tahu secara
Anerobik dengan Menggunakan Teknologi Fixed Bed Reactor
27
27
27
27
27
27
27
28
29
29
30
30
30
31
31
Karakteristik Sosial dan Ekonomi Responden Pengrajin Tahu
Jenis Kelamin, Usia, Pendidikan Terakhir, dan Pekerjaan
Sampingan
Motivasi dan Keikutsertaan dalam Kelompok Pengrajin Tahu
Biaya Produksi dan Keuntungan
Karakteristik Responden Non Pengrajin Tahu
Pemanfaatan Energi
Konversi LPG ke Biogas
Jumlah Jam Memasak
Persepsi Responden
Konsistensi Pemanfaatan Biogas di Masa Mendatang
Alasan Pemanfaatan Biogas
Kelebihan Biogas Dibandingkan LPG
Gambaran Umum Limbah Tahu di Desa Kalisari
32
33
33
35
37
37
37
38
38
38
39
39
40
ESTIMASI BIAYA DAN MANFAAT INSTALASI PENGOLAHAN
LIMBAH CAIR TAHU
Estimasi Biaya Finansial dan Sosial Pembangunan IPAL
Biaya Investasi dan Operasional
Opportunity Cost Lahan IPAL
Estimasi Manfaat Finansial dan Sosial Pembangunan IPAL
42
42
42
43
43
ESTIMASI HARGA PEMANFAATAN BIOGAS (BIOGAS PRICING)
Pricing menggunakan pendekatan Break Even Point (BEP)
45
45
ANALISIS KELAYAKAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH
CAIR TAHU
Analisis Kelayakan Finansial
Analisis Kelayakan Ekonomi
Analisis Sensitivitas
47
47
48
48
SKENARIO PEMANFAATAN BIOGAS SECARA BERKELANJUTAN
Mekanisme Pemanfaatan dan Penyaluran Biogas di Desa Kalisari
Deskripsi Profil IPAL di Desa Kalisari
Identifikasi Permasalahan Pemanfaatan Biogas
Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Kelembagaan untuk
Pemanfaatan Biogas di Desa Kalisari
BUMDes dalam PemanfaatanBiogas Secara Berkelanjutan
Pengelolaan Biogas dengan Model BUMDes
51
51
51
53
55
55
58
KESIMPULAN
SARAN
60
60
DAFTAR PUSTAKA
62
LAMPIRAN
65
RIWAYAT HIDUP
73
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
22
Indikator ekonomi dalam revisi APBN 2013
Karakteristik limbah cair tahu
Matriks metode penelitian
Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
Komposisi penduduk Desa Kalisari menurut mata pencaharian
Komposisi kepemilikan ternak di Desa Kalisari
Kelembagaan Desa Kalisari
Karakteristik responden pengrajin tahu berdasarkan jenis kelamin,
usia, pendidikan terakhir, dan pekerjaan sampingan tahun 2014
Biaya tetap produksi tahu per bulan (Rp)
Biaya variabel produksi tahu per bulan (Rp)
Keuntungan penjualan tahu per bulan (Rp)
Karakteristik responden non pengrajin tahu
Jumlah jam memasak
Uraian biaya investasi dan operasional pembangunan IPAL Biolita 3
Rata-rata penghematan LPG di Biolita 3
Hasil analisis kelayakan finansial dengan menggunakan Skenario 1
dan Skenario 2
Hasil analisis kelayakan ekonomi dengan menggunakan Skenario 1
dan Skenario 2
Hasil analisis sensitivitas dengan menggunakan Skenario 1,
Skenario 2, dan Skenario 3
Tabel perbandingan jumlah biaya untuk konsumsi LPG 3 kg dan biogas
Profil IPAL di Desa Kalisari
Tabel permasalahan pemanfaatan biogas di Desa Kalisari
3
5
21
28
29
30
31
33
35
35
36
37
38
43
44
47
48
49
49
52
53
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Cadangan minyak bumi dan gas di Indonesia 2004-2012
Produksi dan konsumsi mintak bumi di Indonesia periode 1980-2008
Kerangka pemikiran
Jumlah penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin
Pola pemanfaatan lahan di Desa Kalisari
Tahapan proses pengolahan limbah cair secara anaerob
Keikutsertaan pengrajin tahu ke dalam kelompok pengrajin tahu
Motivasi pengrajin tahu dalam keikutsertaan ke dalam kelompok
pengrajin tahu
Konsistensi dalam pemanfaatan biogas di masa yang akan datang
Alasan pemanfaatan biogas
Kelebihan biogas dibandingkan dengan LPG
Mekanisme pemanfaatan dan penyaluran biogas di Desa Kalisari
Peranan BUMDes di Desa Kalisari
Pengelolaan IPAL dan biogas sebelum dan sesudah dibentuk BUMDes
1
2
18
28
29
32
34
34
39
39
40
51
57
58
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Energi di Indonesia memegang peranan yang sangat penting bagi
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat di Indonesia
menggunakan energi sebagai bahan bakar untuk berbagai kebutuhan seperti
pembangkit listrik, transportasi, industri, dan rumah tangga. Pangsa konsumsi
energi final tahun 2000 adalah sektor rumah tangga (38,8%), industri (36,5%),
transportasi (18,2%), lainnya (3,8%), dan komersial (2,7%). Komposisi ini
berubah pada tahun 2011 menjadi industri (37,2%), rumah tangga
(30,7%),transportasi (26,6%), komersial (3,2%), dan lainnya (2,4%). Selama
kurun waktu 2000-2011, sektor transportasi mengalami laju pertumbuhan per
tahun terbesar yaitu mencapai 6,47% per tahun, disusul sektor komersial (4,32%),
dan sektor industri (3,05%). Sesuai dengan pertumbuhan penduduk yang
mengalami tingkat pertumbuhan yang landai, maka selama kurun waktu tersebut
laju pertumbuhan di sektor rumah tangga hanya mengalami laju pertumbuhan
sebesar 0,7%, sedangkan laju pertumbuhan sektor lainnya mengalami penurunan
dengan laju penurunan sebesar -1,47% (BPPT 2013).
Pertumbuhan penduduk di Indonesia juga mendorong pertumbuhan
ekonomi dan kebutuhan energi sehingga terjadi eksploitasi energi untuk
pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Eksploitasi yang tinggi terhadap energi
telah menyebabkan kelangkaan sumberdaya tidak terbarukan yang ditandai
dengan tingginya harga seperti minyak bumi dan gas.
Berdasarkan gambar 1, secara umum cadangan minyak bumi dan gas telah
mengalami penurunan selama periode 2004-2012. Karena sifat non renewable
resource dari migas dan kebutuhan migas yang terus meningkat seiring dengan
pertumbuhan populasi manusia, kelangkaan pada kedua sumber energi tersebut
tidak dapat dihindarkan. Hal ini sesuai publikasi yang berjudul The Limit to
Growth yang menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi akan sangat dibatasi
oleh ketersediaan sumberdaya alam (Meadow et al. 1972 dalam Fauzi 2006),
dimana pertumbuhan ekonomi akan terus tumbuh seiring dengan pertumbuhan
populasi manusia.
Sumber: Kementerian ESDM (2012)
Gambar 1 Cadangan Minyak Bumi dan Gas di Indonesia 2004-2012
2
Ketersediaan sumberdaya alam yang terbatas ini menyebabkan arus barang
dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam tidak bisa dilakukan secara terus
menerus (Fauzi 2006). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2, dimana pertumbuhan
populasi yang semakin meningkat menyebabkan tekanan terhadap pemanfaatan
minyak bumi yang pada akhirnya menyebabkan supply energi menjadi tidak dapat
mencukupi demand terhadap minyak bumi. Hal ini menyebabkan kelangkaan
yang disebabkan oleh demand yang lebih tinggi daripada supply minyak bumi.
Production
Consumption
Sumber: Hasan et al. (2012)
Gambar 2 Produksi dan Konsumsi Minyak Bumi
di Indonesia Periode 1980- 2008
Tingginya harga minyak bumi di pasar dunia menyebabkan pemerintah
Indonesia mengambil kebijakan subsidi untuk pemenuhan kebutuhan minyak
bumi di Indonesia. Kebijakan pemerintah dengan menggunakan subsidi ini
bertujuan untuk menjaga stabilitas perekonomian di Indonesia karena
pertumbuhan ekonomi tidak bisa lepas dari kebutuhan energi. Hal ini dapat
dibuktikan dengan tingginya ketergantungan berbagai sektor terhadap energi,
seperti sektor industri yang memerlukan banyak energi dalam menghasilkan
output baik berupa barang maupun jasa.
Kebijakan subsidi yang diberlakukan pemerintah di sisi lain juga
menyebabkan peningkatan yang signifikan pada anggaran belanja pemerintah.
Subsidi energi (untuk bahan bakar cair dan listrik) terus membentuk komponen
tunggal terbesar dari pengeluaran di Indonesia dimana mencapai 2,5% dari PDB
pada tahun 2012. Anggaran belanja total yang dialokasikan untuk subsidi bahan
bakar seperti bensin, solar, minyak tanah dan LPG mencapai Rp 199,9 trilyun
pada tahun 2013. Anggaran ini juga termasuk alokasi Rp 100 trilyun untuk subsidi
listrik dan Rp 100 milyar untuk subsidi konsumsi LGV (gas cair untuk
kendaraan). Alokasi subsidi bahan bakar pada tahun 2013 mencapai 17% dari
total rencana belanja negara dengan tambahan 8% untuk subsidi listrik (IISD
2014)
3
Tabel 1 Indikator ekonomi dalam revisi APBN 2013
Indikator
Inflasi dari tahun ke
tahun
Pertumbuhan
Tingkat suku bunga
obligasi pemerintah
Produksi minyak
Produksi gas
Nilai
tukar
dimodelkan
(Rp/US$)
Harga
minyak
mentah Indonesia
(ICP)
Subsidi bahan bakar
(jumlah premium,
solar, minyak tanah,
LPG 3 kg digabung)
Subsidi bahan bakar
(volume premium,
solar,minyak tanah
digabung)
Subsidi bahan bakar
(volume LPG 3 kg)
APBN awal 2013
4,9%
APBN revisi 2013
(sebelum audit)
Indikator makroekonomi
6,3%
5,5%
6,8%
5%
7,2%
5%
6,0%
5,5%
0,9 mbd2
1,36 mboed9
9.300
0,84 mbd
1,24 mboed
9.600
0,87 mbd
1,24 mboed
10.500
US$100/bbl
US$108/bbl
US$105/bbl
Belanja subsidi bahan bakar
IDR 193 trilyun IDR 199,9 trilyun IDR 210,7 trilyun
(US$17,4 milyar)
(US$18,0 milyar)
(US$19,0 milyar)
46mkl4
48 mkl
48 mkl
3,86 juta ton
4,39 juta ton
4,78 juta ton
Belanja subsidi listrik
IDR 81,0 trilyun IDR 100,0 trilyun
(US$7,3 milyar)
(US$9,0 milyar)
Fiscal Balance
Pendapatan negara
IDR 1.530 trilyun IDR 1.502 trilyun
(US$137,7 milyar)
(US$135,2 milyar)
Belanja negara
IDR 1.683 trilyun IDR 1.726 trilyun
(US$151,5 milyar)
(US$179,8 milyar)
Defisit
anggaran IDR 153,3 trilyun IDR 224,2 trilyun
(jumlah)
(US$13,8milyar)
(US$20,2 milyar)
Defisit
anggaran 1,65%
2,38%
(rasio
defisit
terhadap PDB)
Subsidi listrik
APBN 2014
IDR 71,4 trilyun
(US$6,4 milyar)
IDR 1.667 trilyun
(US$150,0 milyar)
IDR 1.843 trilyun
(US$167,7 milyar)
IDR 175,3 trilyun
(US$15,8 milyar)
1,69%
Sumber: IISD (2014)
Dampak lain dari penerapan subsidi ini adalah kerusakan lingkungan
karena harga bahan bakar subsidi yang dijual menjadi lebih murah sehingga
permintaan akan bahan bakar terus mengalami peningkatan dan eksploitasi
terhadap sumberdaya tak terbarukan semakin meningkat.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi
ketergantungan energi pada sumberdaya tak terbarukan dan menekan biaya
subsidi adalah dengan mengembangkan pemanfaatan energi terbarukan. Terdapat
beberapa jenis energi terbarukan seperti energi yang dihasilkan dari matahari,
4
angin, biomassa, panas bumi, tenaga air dan sumberdaya di laut, biomassa padat,
biogas, dan bahan bakar nabati (BBN) cair (IEA 2005).
Biogas merupakan salah satu energi alternatif yang dapat dihasilkan dari
limbah rumah tangga, kotoran hewan, kotoran manusia, dan sampah organik yang
mengalami proses fermentasi oleh mikroorganisme. Adanya kenaikan harga liquid
petroleum gas (LPG) pada Januari 2014 juga banyak mendorong pemanfaatan
biogas sebagai bahan bakar pengganti LPG karena biogas merupakan energi yang
murah dan ramah lingkungan (Sadzali 2010).
Salah satu limbah yang berpotensi untuk menghasilkan biogas di
Indonesia adalah limbah cair tahu. Indonesia memiliki jumlah industri tahu yang
cukup banyak, yaitu mencapai sekitar 84.000 unit produksi tahu dengan kapasitas
produksi lebih dari 2,56 juta ton per tahun (Kemenristek 2010). Jumlah industri
tahu yang cukup banyak ini dalam proses produksinya akan menghasilkan limbah
cair tahu, oleh karena itu limbah cair tahu sangat berpotensi untuk dapat diolah
kembali untuk menghasilkan biogas yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
sebagai bahan bakar alternatif pengganti LPG.
Pengolahan limbah cair tahu ini perlu dilakukan karena limbah cair tahu
mengandung pencemar yang dapat berakibat buruk bagi biota dan lingkungan
perairan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu et al. (2012) pada
salah satu industri kecil tahu di Kabupaten Tegal, limbah cair tahu yang diamati
mengandung konsenterasi Chemical Oxygen Demand (COD) yang jauh
melampaui standar baku mutu yang sudah ditetapkan (275 mg/L) yaitu sebesar
4.150 mg/L. Berdasarkan standar baku mutu COD yang sudah ditetapkan yaitu
sebesar 275 mg/L, konsenterasi COD yang terdapat di dalam limbah cair tahu
sudah jauh melampaui batas yang apabila hal ini dibiarkan terus terjadi akan
mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan perairan dan kerusakan bahkan
kematian pada biota perairan.
Salah satu daerah yang sudah melakukan pengolahan limbah cair tahu dan
memanfaatkan biogas yang dihasilkan dari pengolahan limbah cair tahu adalah
Desa Kalisari, Kabupaten Cilongok, Purwokerto. Industri tahu yang terdapat di
Desa Kalisari merupakan industri skala kecil atau lebih dikenal dengan Industri
Kecil Menengah (IKM). Sebelum adanya pengolahan limbah cair dengan
menggunakan IPAL, para pengrajin tahu membuang limbah cair tahu ke sungai
sehingga menyebabkan pencemaran air sungai dan menimbulkan bau yang sangat
menyengat. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan salah satu petugas
puskesmas yang berada di Desa Kalisari, limbah cair tahu juga menyebabkan
gatal-gatal pada warga yang mengonsumsi air sungai tersebut. Pasca
pembangunan IPAL di Desa Kalisari, para pengrajin tahu mulai menyalurkan
limbah yang dihasilkan dari proses produksi ke IPAL dan kemudian diolah
menjadi biogas. Biogas ini yang kemudian didistribusikan kepada masyarakat
untuk dikonsumsi sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah dan kayu bakar.
5
Rumusan Masalah
Limbah yang dihasilkan dari proses produksi tahu terbagi menjadi dua
yaitu limbah padat berupa ampas tahu dan limbah cair. Limbah padat berupa
ampas tahu yang dihasilkan oleh sentra industri tahu di Desa Kalisari
dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan keripik ampas tahu yang dapat
dikonsumsi oleh manusia. Namun tidak demikian halnya dengan limbah cair tahu.
Sebelum adanya IPAL di Desa Kalisari, pengrajin tahu membuang limbah cair
tahu ke sungai tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Limbah cair ini
memiliki dampak yang sangat berbahaya apabila mencemari lingkungan perairan
karena beban pencemar yang terdapat di dalam limbah cair ini tidak sesuai dengan
baku mutu yang sudah ditetapkan (Kaswinarni 2007).
Limbah industri pada pengolahan tahu dapat menimbulkan masalah karena
limbah tersebut mengandung sejumlah besar protein, lemak, karbohidrat, mineral,
dan sisa-sisa bahan kimia yang digunakan saat pembersihan maupun pengolahan.
Adanya kadar bahan organik yang tinggi pada buangan air serta bahan yang
terikut dalam air pada pengolahan industri pangan akan menyebabkan gangguan
pada ekologi lingkungan (Indrasti dan Fauzi 2009).
Limbah cair berasal dari sisa perendaman, air tahu yang tidak
menggumpal, dan potongan tahu yang hancur karena proses penggumpalan yang
tidak sempurna. Limbah cair tahu apabila dibiarkan dapat berubah warna dari
yang semula berwarna kuning menjadi warna hitam dan berbau busuk. Hal ini
terjadi karena hasil pemecahan protein dan karbohidrat (Goendi et al. 2008).
Berikut konsenterasi bahan pencemar yang terdapat di dalam limbah cair tahu.
Tabel 2. Karakteristik Limbah Cair Tahu
Parameter
pH
Zat organik
BOD
COD terlarut
NTK
Ammonium
Nitrat
Nitrit
Total Phospat
Alkalinitas total
Asiditas total
VSS
TSS
Satuan
Mg/L KmnO4
Mg/L
Mg/L
Mg NH3-N/L
Mg NH3-N/L
Mg/L
Mg/L
Mg PO43- - P/L
Mg/L CaCO3
Mg/L CaCO3
Mg/L
Mg/L
Nilai
5,435
9.449
6.586
8.640
297,5
11,2
25,355
0,0313
2,0232
860
1.270
150
2350
Baku mutu
5-9
500
100
20
20
5
400
Sumber: Deptan (2001)
Berdasarkan karakterisik limbah tahu pada tabel 2, terlihat bahwa nilai
dari beban pencemar limbah cair tahu memiliki nilai yang lebih tinggi daripada
standar baku mutu yang sudah ditetapkan. Contohnya pada COD, dimana nilai
dari pengamatan limbah cair tahu sekitar 8.640, sedangkan standar baku mutu
yang ditetapkan adalah hanya sebesar 100. Chemical Oxygen Demand atau COD
merupakan jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di
dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia, dalam hal ini bahan buangan
organik akan dioksidasi oleh Kalium bichromat menjadi gas CO2 dan H2O serta
6
sejumlah ion chrom. Semakin banyak Kalium bichromat yang diperlukan dalam
reaksi oksidasi maka semakin banyak pula oksigen yang diperlukan. Hal ini
menandakan bahwa air lingkungan semakin banyak tercemar oleh bahan buangan
organik. Begitu pula dengan Biological Oxygen Demand atau BOD yang
menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air
lingkungan untuk memecah atau mendegradasi bahan buangan organik yang ada
di dalam air lingkungan tersebut. Pada umumnya air lingkungan atau air alam
mengandung mikroorganisme yang dapat “memakan”, memecah, atau
menguraikan bahan buangan organik. Jumlah mikroorganisme ini tergantung pada
tingkat kebersihan air. Air yang bersih biasanya mengandung mikroorganisme
yang relatif sedikit bila dibandingkan dengan air yang tercemar oleh bahan
buangan yang bersifat antiseptik atau bersifat racun. Mikroorganisme yang
memerlukan oksigen untuk memecah bahan buangan organik sering disebut
bakteri aerobik, sedangkan yang tidak memerlukan oksigen disebut bakteri
anaerobik. Apabila oksigen dalam air yang terlarut sudah habis maka bakteri
aerobik akan mati dan bakteri anaerobik yang akan menggantikan tugas untuk
memecah bahan buangan yang ada di dalam air (Wardhana 2004).
Setelah pemerintah dalam hal ini Kementerian Riset dan Teknologi
(Kemenristek) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
membangun IPAL di Desa Kalisari, jumlah pengrajin yang membuang limbah
cair ke sungai sudah jauh berkurang. Hal ini disebabkan karena para pengrajin
menyalurkan limbah yang dihasilkan dari proses produksi tahu ke IPAL untuk
kemudian diolah menjadi biogas. Pembangunan IPAL yang dilakukan oleh
Kemenristek dan BPPT ini sebelumnya masih belum memperhitungkan manfaat
langsung yang dihasilkan oleh IPAL. Manfaat langsung yang dihasilkan dengan
adanya IPAL ini diantaranya konversi pemanfaatan LPG ke biogas oleh rumah
tangga yang ada di Desa Kalisari dan manfaat lingkungan lainnya seperti
perbaikan kualitas air sungai di sekitar lokasi pembuangan limbah cair tahu. Oleh
karena itu, nilai dari proyek tersebut masih belum merefleksikan nilai dari
manfaat ekonomi atau sosial keberadaan IPAL pengolah limbah cair tahu.
Instalasi Pengolahan Limbah yang ada di Desa Kalisari menimbulkan
biaya untuk perawatan dan tenaga kerja yang digunakan untuk mengoperasikan
IPAL, di samping itu IPAL juga membutuhkan bahan baku berupa limbah cair
tahu untuk dapat terus menghasilkan output berupa biogas yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Kalisari. Pemanfaat biogas di Desa
Kalisari terdiri dari para pengrajin tahu maupun non pengrajin tahu. Harga yang
mereka bayarkan untuk pemanfaatan biogas untuk masing-masing rumah tangga
adalah sama yaitu sebesar Rp 20.000/RT/bulan. Harga yang diterapkan ini tidak
bersifat progresif sehingga timbul beberapa masalah salah satunya adalah free
rider yang menyalahgunakan pemanfaatan biogas selain untuk memasak.
Permasalahan lain adalah harga yang dikenakan kepada masing-masing rumah
tangga ini masih belum diketahui apakah sudah dapat merefleksikan atau belum
volume pemanfaatan biogas oleh masing-masing RT dan apakah harga yang
dibayarkan sudah dapat menutupi semua biaya yang timbul dari pembangunan
dan perawatan IPAL sehingga IPAL dapat terus beroperasi dan menghasilkan
biogas secara berkelanjutan.
Berdasarkan penjabaran rumusan masalah di atas maka dapat diuraikan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
7
1. Apa saja dan berapa biaya dan manfaat dari instalasi pengolahan limbah
cair tahu menjadi biogas
2. Berapa harga yang sesuai dari pemanfaatam biogas dari limbah cair tahu
oleh masyarakat
3. Berapa nilai kelayakan ekonomi dan finansial dari instalasi pengolahan
limbah cair tahu
4. Bagaimana kelembagaan dan kebijakan dalam pengelolaan limbah cair
tahu dan biogas secara berkelanjutan
Tujuan
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk dapat melakukan
pemanfaatan limbah cair tahu untuk menghasilkan biogas sebagai energi alternatif
secara berkelanjutan di Desa Kalisari melalui kelembagaan yang diatur oleh
pemerintah setempat.
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah;
1. Mengidentifikasi dan mengestimasi biaya dan manfaat ekonomi instalasi
pengolahan limbah cair tahu
2. Mengestimasi harga keekonomian biogas
3. Mengevaluasi kelayakan ekonomi instalasi pengolahan limbah cair tahu
4. Merumuskan kelembagaan dan kebijakan dalam pengelolaan limbah cair
tahu dan biogas secara berkelanjutan
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi Pemerintah Daerah: Harga pemanfaatan biogas diharapkan dapat
menjadi acuan dalam pemanfaatan biogas di daerah lain
2. Bagi Pemerintah Pusat: Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam pengambilan kebijakan terkait pemanfaatan energi
alternatif
3. Bagi akademisi: Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk
penelitian selanjutnya
Batasan Penelitian
Batasan dalam penelitian digunakan untuk memudahkan peneliti untuk
melakukan analisis dan juga perhitungan. Batasan dalam penelitian ini meliputi:
1. Penelitian ini terfokus pada biogas yang dihasilkan oleh limbah cair tahu
yang terdapat di Desa Kalisari
2. Analisis kelayakan finansial dan ekonomi terfokus pada IPAL yang
terdapat pada Biolita 3 yang masih terdapat pada kawasan Desa Kalisari
karena data sekunder yang diperoleh merupakan satu-satunya data yang
tersedia dan terlengkap sehingga dapat memudahkan proses perhitungan
8
3.
Data mengenai kondisi umum di Desa Kalisari merupakan data
monografi tahun 2007 dan 2008
4. Responden pada penelitian ini difokuskan kepada responden pemanfaat
biogas baik pengrajin tahu maupun non pengrajin tahu
5. Instalasi yang dinalisis hanyalah Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) yang berada di Biolita 3. Hal ini dikarenakan karena data biaya
yang tersedia lengkap hanya data biaya digester di Biolita 3
6. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang berasal dari
Pemerintah Kabupaten Banyumas pada tahun 2013.
7. Penentuan nilai estimasi menggunakan harga yang berlaku pada tahun
2013
8. Umur proyek adalah selama 15 tahun, hal ini didasarkan pada hasil
wawancara dengan pihak pelaksana proyek yaitu pihak BPPT
9. Suku bunga yang digunakan adalah rata-rata suku bunga pinjaman pada
tahun 2013 yaitu sebesar 12,73%
10. Tingkat suku bunga yang digunakan adalah konstan sepanjang umur
proyek
11. Lahan yang digunakan untuk membangun IPAL merupakan lahan yang
pada mulanya dimanfaatkan sebagai kolam lele, sehingga yang
diperhitungkan adalah opportunity cost dari lahan tersebut
12. Dampak yang dianalisis dalam penelitian ini terbatas pada dampak
langsung yang ditimbulkan dari limbah cair tahu
TINJAUAN PUSTAKA
Interaksi Energi dan Lingkungan
Aktivitas ekonomi menggunakan sumberdaya alam dan input lain untuk
mengubah input tersebut menjadi output yang bermanfaat. Proses baik produksi
maupun konsumsi akan menghasilkan sampah yang kemudian dibuang ke
lingkungan. Pada saat lingkungan digunakan sebagai sarana pembuangan limbah,
terdapat batasan dimana lingkungan dapat mengabsorbsi dan mengasimilasi
limbah di dalam sistem. Polusi lingkungan dapat disebabkan oleh fenomena alam
dan aktivitas manusia (Bhattacharyya 2011).
Permasalahan lingkungan dimulai pada saat limbah yang dibuang ke
lingkungan melewati kapasitas asimilasi lingkungan. Polluter yang meyebabkan
kerusakan lingkungan akibat aktivitas ekonomi yang mereka lakukan tidak
bertanggung jawab atas limbah yang mereka keluarkan ke lingkungan, sehingga
menyebabkan timbulnya eksternalitas (Bhattacharyya 2011) . Permasalahan yang
timbul di Desa Kalisari sebelum adanya instalasi pengolahan limbah adalah
pencemaran air sungai dan bau yang sangat menyengat dari limbah cair tahu yang
dibuang ke sungai secara langsung tanpa melalui pengolahan.
Sejak tahun 2009, pemerintah pusat telah membangun IPAL untuk
pengolahan limbah cair tahu sehingga dapat menghasilkan output berupa biogas
(Kemenristek 2009). Biogas ini dihasilkan dari limbah organik dan mengandung
sebagian besar metana, CO2, dan air (Boyd 2012). Biogas diproduksi melalui
proses-proses biologi yang terjadi dalam kondisi anaerobik (Amigun et al. 2010),
hal ini dikarenakan limbah cair tahu memiliki kadar COD melebihi 8000 ppm
sehingga pengolahannya menggunakan sistem anaerobik (Kemenristek 2009).
Pengolahan secara anaerobik adalah proses biologis dimana mikroorganisme
memecah bahan organik dalam kondisi anaerobik (tanpa oksigen) termasuk
mencampur berbagai spesies yang berbeda dari mikroorganisme anaerobik yang
kemudian mengubah senyawa-bahan organik tersebut menjadi biogas (Wilkie
2005).
Manfaat dari biogas yang dihasilkan dari sistem pengolahan dengan
menggunakan digester anaerobik diantaranya adalah pengurangan efek gas rumah
kaca dan mengurangi pencemaran air (Yiridoe et al. 2009). Manfaat lain dari
biogas adalah dapat digunakan sebagai sumber energi baik sebagai gas maupun
listrik karena biogas mengadung metana sekitar 50-70 % yang dapat diolah untuk
menghasilkan bahan bakar (Boyd 2012). Tidak seperti bahan bakar fosil,
pemanfaatan biogas menunjukkan siklus karbon yang tertutup sehingga tidak
memberikan kontribusi bagi peningkatan konsenterasi karbon dioksida (Wilkie
2005).
Potensi Energi Terbarukan
Energi terbarukan merupakan energi yang dihasilkan dari proses alam.
Terpisah dari sumber energi utama seperti gas alam, mainyak, batu bara dan
10
tenaga air, Indonesia memiliki energi terbarukan yang sangat potensial seperti
geotermal, angin, dan biomassa (Hasan M.H. et al. 2012).
Sejak tahun 1990, sumber energi terbarukan di dunia mengalami
peningkatan dengan laju pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 1,7% atau
sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan Total Pasokan Energi
Primer (TPES) dunia. Pertumbuhan tinggi terutama pada energi terbarukan “baru”
yaitu angin dan matahari yang meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata per
tahun sebesar 19% dimana bagian terbesar terjadi di negara OECD yang
mempunyai program angin berskala besar (IEA 2005).
Di Indonesia sendiri tercatat pada tahun 2010 berdasarkan potensinya
sumber daya panas bumi mencapai 29,038 GW dengan cadangan terbukti sebesar
2,29 Gwe, sementara pemanfaatan untuk pembangkit mencapai 1,16 GW, Potensi
tenaga air sebesar sebesar 75,6 GW dengan pemanfaatan mencapai 6,65 GW,
Potensi mikrohidro sebesar 769,69 GW dengan pemanfaatan sebesar 228,98 MW,
potensi tenaga surya sebesar 22,45 MW dengan pemanfaatan sebesar 20 MWp,
sementara potensi biomassa sebesar 49.81 GWe dengan pemanfaatan sebesar 1,6
GW (BPPT 2012).
Berdasarkan data potensi dan pemanfaatan energi terbarukan terlihat
bahwa pemanfaatan tertinggi dari energi terbarukan adalah mikrohidro dan
pemanfaatan terendah adalah biomassa. Biogas merupakan gas yang diproduksi
dari biomassa yang dapat berupa limbah atau sampah kota yang memiliki potensi
yang cukup besar untuk dapat dimanfaatkan sebagai energi terbarukan dan sudah
banyak dikembangkan di daerah pedesaan sebagai bahan bakar pengganti kayu
bakar dikarenakan mudah dan murah dalam pengoperasiannya.
Biogas Sebagai Energi Alternatif
Biogas merupakan energi terbarukan yang dapat dijadikan bahan bakar
alternatif untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari energi fosil seperti
minyak tanah dan gas alam (Haryati 2006). Biogas merupakan hasil akhir dari
proses anaerobik dengan komponen utama CH4 dan CO2, H2, N2, dan gas lain
seperti H2S.
Nilai kalor biogas lebih tinggi dibandingkan sumber energi lainnya seperti
batu bara (586 K.cal/m3) ataupun uap air (302 K.cal/m3), tetapi lebih rendah dari
gas alam yaitu sebesar 967 K.cal/m3. Setiap 1 m3biogas setara dengan 0.5 kg gas
alam cair (liquid petroleum gas) atau setengah 0.5 L bensin atau 0.5 L minyak
diesel. Sebagai pembangkit tenaga listrik, biogas mampu membangkitkan tenaga
listrik sebesar 1.25-1.50 kwh (Wagiman 2007).
Sebagai salah satu energi alternatif biogas mempunyai beberapa kelebihan
dibanding dengan energi alternatif lainnya, selain bahan utama pembuat biogas
dapat diperbaharui, biogas yang dihasilkan juga bersih dan mudah dikontrol dan
bahan baku untuk membuat biogas dapat berasal dari limbah yang mempunyai
nilai ekonomi nol. Dengan menggunakan teknologi yang tepat, limbah dengan
nilai ekonomi rendah dapat diproses untuk menghasilkan biogas dengan nilai
ekonomi yang tinggi dan hasilnya dapat bermanfaat bagi pengusaha maupun
konsumen lainnya. Biogas dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik,
energi panas bumi, maupun energi pengganti bahan bakar fosil. Selain itu biogas
11
juga mampu menggantikan kayu bakar dan minyak tanah dalam skala kecil.
Pemanfaatan biogas sebagai pengganti minyak tanah dan kayu untuk kegiatan
sehari-hari inilah yang sudah banyak diterapkan (Rahayu et al. 2012).
Analisis Biaya dan Manfaat
Perhitungan manfaat dan biaya proyek pada dasarnya dapat dilakukan
melalui dua pendekatan tergantung pada pihak yang berkepentingan langsung di
dalam proyek. Suatu perhitungan dikatakan sebagai analisis finansial apabila yang
berkepentingan langsung dalam benefit dan biaya proyek ini adalah individu atau
pengusaha. Benefit di dalam analisis finansial adalah apa yang diperoleh orangorang atau badan-badan swasta yang menanamkan modalnya dalam proyek
tersebut (Gray et al. 1997). Analisis finansial terfokus pada hasil untuk modal
saham (equity capital) yang ditanam dalam proyek, dan hasil yang didapat disebut
dengan private returns. Analisis finansial ini penting artinya dalam
memperhitungakan rangsangan bagi mereka yang turut serta dalam mensukseskan
pelaksanaan proyek, sebab tidak ada gunannya melaksanakan proyek yang
menguntungkan dilihat dari sudut pandang perekonomian keseluruhan jika
mereka yang menjalankan kegiatan produksi tidak bertambah baik keadaannya
(Kadariah 2001). Sebaliknya, suatu perhitungan dikatakan perhitungan sosial atau
ekonomi apabila yang berkepentingan langsung dalam benefit dan biaya proyek
adalah pemerintah atau masyarakat secara keseluruhan. Benefit di dalam analisis
ekonomi adalah seluruh benefit yang yang terjadi dalam masyarakat sebagai hasil
dari proyek dan semua biaya yang terpakai terlepas dari siapa saja yang
menikmati benefit dan siapa yang mengorbankan sumber-sumber tersebut (Gray
et al. 1997). Bagi orang-orang yang menentukann kebijakan, hal terpenting adalah
mengarahkan pemanfaatan sumber-sumber yang langka kepada proyek-proyek
yang dapat memberikan hasil yang paling banyak bagi perekonomian secara
keseluruhan artinya yang dapat menghasilkan social returns yang paling tinggi.
Pada dasarnya, perhitungan dalam analisis finansial dan analisis ekonomi
dibedakan dalam hal pemanfaatan harga, subsidi, biaya investasi dan pelunasan
pinjaman, dan bunga (Gittinger 1986; Gray et al. 1997; Kadariah 1986).
Harga
Harga yang digunakan dalam analisis privat merupakan harga pasar baik
untuk sumber-sumber yang dipergunakan dalam proses produksi maupun untuk
hasil-hasil produksi dari proyek, sedangkan dalam analisis ekonomi harga yang
digunakan adalah harga bayangan atau shadow price atau accounting price. Harga
bayangan ini merupakan harga-harga yang sudah mengalami penyesuaian yang
menggambarkan nilai ekonomi yang sebenarnya dari barang dan jasa tersebut.
Pajak
Pajak di dalam analisis ekonomi tidak dikurangkan/dikeluarkan dari
manfaat proyek. Pajak merupakan bagian dari hasil neto proyek yang diserahkan
kepada pemerintah untuk digunakan bagi kepentingan masyarakat dan oleh karena
itu tidak dianggap sebagai biaya, dengan kata lain pajak tidak termasuk dalam
12
sumber-sumber riil yang pemanfaatannya dalam proyek menyebabkan timbulnya
social opportunity cost dari segi masyarakat.
Subsidi
Subsidi adalah transfer yang perhitungannya merupakan kebalikan dari
pajak. Penerimaan subsidi di dalam analisis finansial berarti pengurangan biaya
yang harus ditanggung oleh si pemilik proyek. Oleh sebab itu subsidi akan
mengurangi biaya. Subsidi di dalam analisis ekonomi dianggap sebagai sumbersumber yang dialihkan dari masyarakat untuk digunakan dalam proyek. Oleh
sebab itu subsidi yang diterima proyek adalah beban masyarakat.
Biaya Investasi dan Pelunasan Pinjaman
Biaya investasi pada permulaan proyek dalam analisis finansial hanyalah
yang dibiayai dengan modal saham dari si penanam modal sendiri. Bagian
investasi yang dibiayai dengan modal pinjaman, baik dari dalam maupun luar
negeri tidak dianggap sebagai biaya pada saat dikeluarkannya, sebab pengeluaran
modal milik pihak lain tidak merupakan beban dari segi penanam modal swasta.
Di lain pihak, yang menjadi beban penanam modal adalah arus pelunasan
pinjaman tersebut beserta bunganya pada tahap produksi nantinya. Biaya investasi
dalam analisis ekonomi apakah seluruh biaya investasi, apakah dibiayai dengan
modal yang dihimpun dari dalam ataupun luar negeri, dengan modal saham atau
pinjaman, dianggap sebagai biaya proyek pada saat pelunasannya, sehingga
pelunasan pinjaman yang digunakan untuk membiayai sebagian investasi itu
diabaikan dalam perhitungan biaya ekonomi untuk menghindari perhitungan
ganda.
Bunga
Bunga modal dalam analisis ekonomi tidak dikurangkan dalam atau
dipisahkan dari hasil bruto, sedangkan dalam analisis finansial terdapat perbedaan
antara a) bunga yang dibayarkan kepada orang-orang dari luar yang meminjamkan
uangnya kepada proyek. Bunga ini dianggap sebagai biaya (cost), sedang
pembayaran kembali hutang dari luar proyek dikurangkan dari hasil bruto
sebelum didapatkan arus manfaat, b) bunga atas modal proyek (inputed or paid to
the entitiy) tidak dianggap sebagai biaya karena bunga merupakan bagian dari
financial returns yang diterima oleh modal proyek.
Ekonomi Pencemaran
Proses produksi maupun konsumsi selain menghasilkan keuntungan dan
juga kepuasan juga menghasilkan produk sampingan berupa limbah. Limbah
merupakan bagian intrinsik atau bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas
ekonomi dan akan meningkat sejalan dengan peningkatan aktivitas tersebut. Pada
pendekatan konvensional, dampak tersebut tidak secara eksplisit diakomodasikan
ke dalam model produksi dan konsumsi, padahal dengan mengabaikan dampak
eksternalitas tersebut bukan hanya syarat bagi optimalisasi produksi dan konsumsi
tidak terpenuhi, melainkan juga mengabaikan biaya sosial yang seharusnya
ditanggung oleh penerima dampak (Fauzi 2006).
13
Pencemaran dalam perspektif biofisik dapat diartikan sebagai masuknya
aliran residual (residual flow) yang diakibatkan oleh perilaku manusia ke sistem
lingkungan. Apakah kemudian limbah ini mengakibatkan kerusakan atau tidak
tergantung pada kemampuan penyerapan media lingkungan seperti air tanah, dan
udara. Dari perspektif ekonomi, pencemaran bukan saja dilihat dari hilangnya
nilai ekonomi sumberdaya secara kualitas dan kuantitas untuk menyuplai barang
dan jasa, namun dampak dari pencemaran terhadap kesejahteraan terhadap
masyarakat juga diperhitungkan (Fauzi 2006).
Eksternalitas
Masalah yang dapat menyebabkan kegagalan pasar dalam mengalokasikan
faktor-faktor produksi secara efisien adalah eksternalitas. Eksternalitas timbul
karena tindakan konsumsi atau produksi dari satu pihak mempunyai pengaruh
kepada pihak lain dan tidak ada kompensasi yang dibayar oleh pihak yang
menyebabkan atau kompensasi yang diterima oleh pihak yang terkena dampak
tersebut. Adanya eksternalitas dari suatu kegiatan menyebabkan sistem
perekonomian yang menggunakan sistem pasar persaingan tidak sempurna tidak
dapat mengalokasikan sumber-sumber ekonomi secara efisien karena harga tidak
mencerminkan dengan tepat akan kelangkaan faktor produksi, dalam hal
eksternalitas negatif, biaya produksi yang dihitung oleh pengusaha lebih kecil
dibandingkan biaya yang diderita oleh masyarakat (Mangkoesoebroto 2000).
Eksternalitas juga dapat didefinisikan sebagai dampak (baik positif
m