Internalisasi Biaya Eksternal Pengolahan Limbah Tahu ( Studi Kasus : Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto)

(1)

LIDYA RAHMA SHAFFITRI H44070038

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

Limbah Tahu ( Studi Kasus : Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto ). Dibimbing Oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI.

Industri tahu di Indonesia merupakan industri yang cukup berperan penting bagi penyedia pangan bergizi dan juga bagi pertumbuhan ekonomi dalam hal penyerapan tenaga kerja. Akan tetapi di sisi lain industri tahu juga memiliki kendala pada produksi dalam hal penguasaan teknologi. Penguasaan teknologi yang masih rendah pada proses produksi dan penanganan limbah dapat menyebabkan pencemaran lingkungan terutama pencemaran air. Hal ini dapat menyebabkan eksternalitas bagi masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi pembuangan limbah yang dapat menyebabkan masyarakat mengeluarkan biaya eksternal akibat dampak yang mereka rasakan.

Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan profil industri tahu yang dikaji dari aspek proses produksi tahu, identifikasi jenis limbah yang dihasilkan industri, pengolahan limbah tahu dan mengidentifikasi dampak negatif dari limbah tahu, mengestimasi biaya produksi tahu sebelum dan sesudah internalisasi biaya eksternal, mengestimasi biaya eksternal yang timbul akibat pembuangan limbah tahu, mengestimasi nilai ekonomi manfaat internalisasi biaya eksternal, dan mengestimasi nilai kesediaan membayar (willingness to pay) pengrajin tahu untuk membayar iuran pengolahan limbah tahu.

Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data primer dan data sekuder yang bersumber dari kuesioner, hasil wawancara, dan RPJM desa. Metode analisis data yang digunakan yaitu metode biaya produksi, biaya pengganti, biaya kesehatan, perubahan produktivitas, pendekatan harga pasar, dan Contingent Valuation Method (CVM).

Tahapan-tahapan dari proses produksi tahu yaitu tahap pencucian dan perendaman kedelai, penggilingan, pemasakan, ekstraksi susu kedelai, penggumpalan, pengendapan, pencetakan, serta pengepresan. Limbah padat tahu dari proses produksi tahu diolah kembali menjadi pakan ternak dan sebagai bahan baku pembuatan keripik ampas tahu, sedangkan limbah cair tahu diolah kembali menjadi biogas yaitu sekitar 12 % dan selebihnya masih dibuang ke sungai tanpa melalui pengolahan Biaya total sebelum internalisasi biaya eksternal per bulan yang diestimasi adalah sebesar Rp 17 204 708, setelah internalisasi biaya eksternal adalah sebesar Rp 17 333 345, dan persentase kenaikan biaya produksi setelah internalisasi biaya eksternal adalah sebesar 1,02%. Estimasi biaya eksternal total adalah sebesar Rp 167 999 000/tahun dan nilai manfaat ekonomi total dari internalisasi biaya eksternal adalah sebesar Rp 720 815 772/tahun. Nilai ekonomi total dari internalisasi biaya eksternal adalah sebesar Rp 888 814 772/tahun. Estimasi rata-rata WTP adalah sebesar Rp 250 000/tahun dan total WTP adalah sebesar Rp 78 000 000/tahun.

Berdasarkan pengamatan dan penelitian di lapangan, jumlah limbah cair tahu yang belum diolah dan langsung dibuang ke sungai masih cukup banyak dan masih memiliki dampak buruk bagi masyarakat sekitarnya, sehingga diperlukan peningkatan kapasitas IPAL untuk mengolah limbah cair yang masih terbuang agar eksternalitas menurun sehingga kerugian bagi masyarakat dapat ditekan.


(3)

LIDYA RAHMA SHAFFITRI H44070038

Skripsi

sebagai salaha satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Internalisasi Biaya Eksternal Pengolahan Limbah Tahu (Studi Kasus : Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2011

Lidya Rahma Shaffitri H44070038


(5)

NIM : H44070038

Disetujui

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.S. Pembimbing

Diketahui

Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T. Ketua Departemen


(6)

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 2 Juni 1989 dari pasangan Edy Mulyono dan Elidar Roesin sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Polisi 1 Bogor pada tahun 2001, dan melanjutkan ke SMPN 1 Bogor. Penulis menyelesaikan masa pedidikan SMP pada tahun 2004 dan melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Bogor pada tahun 2004 dan menamatkan pendidikan SMA pada tahun 2007.

Penilis diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur USMI. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (BEM FEM) pada tahun 2009 sebagai Sekertaris Departemen Sosial, Lingkungan, dan Pengabdian Masyarakat, dan pada tahun 2010 sebagai Kepala Bidang Sosial, Lingkungan, dan Pengabdian Masyarakat.


(7)

Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Internalisasi Biaya Eksternal Pengolahan Limbah Tahu ( Studi Kasus : Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto ).

Penelitian dan penulisan skripsi ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Orangtua tercinta atas segala perhatian, kasih sayang, dan motivasi

2. Dr. Ir. Eka Intan K. Putri, MS, selaku dosen pembimbing skripsi atas segala saran, masukan dan motivasi

3. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr, selaku dosen penguji utama atas saran dan masukan

4. Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si, selaku dosen penguji perwakilan departemen atas saran dan masukan

5. Kepala Desa Kalisari, Bapak Wibowo, atas segala informasi dan motivasi selama penulis melakukan penelitian

6. Ibu Yani sekeluarga, atas tumpangan, perhatian, dan informasi yang diberikan

7. Bapak Yadi BPPT, atas segala informasi yang diberikan

8. Teman-teman sebimbingan, Hani, Vidy, Trifty, Heni, Ario, dan Bahroin, atas kebersamaan, semangat, dan motivasi selama ini


(8)

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Internalisasi Biaya Eksternal Pengolahan Limbah Tahu

(Studi Kasus: Desa Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto)” ini dengan baik. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan profil industri tahu ditinjau dari aspek proses

produksi tahu, jenis dan karakteristik limbah yang dihasilkan, serta pengolahan limbah yang

diterapkan, mengestimasi biaya total produksi tahu, mengestimasi biaya eksternal yang

ditanggung pengusaha tahu, mengestimasi total nilai ekonomi dari adanya internalisasi biaya

eksternal, mengestimasi tingkat kesediaan pengrajin tahu untuk membayar biaya pengolahan

limbah tahu. Penulis menyadari masih banyak kesalahan di dalam penulisan skripsi ini, oleh

karena itu masukan, baik saran kritikan sangat penulis harapkan sekali untuk perbaikan di dalam

penulisan skripsi nantinya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak

membacanya. Amin.

Bogor,

Juni

2011


(9)

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan ... 5

1.4 Keterbatasan Penelitian ... 6

II. BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Industri Tahu ... 8

2.2 Limbah Tahu ... 8

2.3 COD (Chemical Oxygen Demand) ... 10

2.4 BOD (Biological Oxygen Demand) ... 10

2.5 Pengelolaan Limbah ... 11

2.6 Biaya Eksternal ... 12

2.7 Internalisasi Biaya Eksternal ... 14

2.8 Studi Terdahulu ... 18

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 21

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 21

3.1.1 Ekonomi Pencemaran ... 21

3.1.2 Contingent Valuation Method ... 22

3.1.3 Eksternalitas ... 25

3.1.4 Biaya Produksi ... 26

3.1.5 Konsep Valuasi Ekonomi ... 27

3.1.5.1 Pendekatan Produktivitas ... 28

3.1.5.2 Pendekatan Modal Manusia ... 28

3.1.5.3 Pendekatan Biaya Kesempatan ... 29

3.1.5.4 Pendekatan Nilai Hedonis ... 29

3.1.5.5 Pendekatan Biaya Perjalanan ... 30

3.1.5.6 Pendekatan Contingent Valuation Method ... 30

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 31

IV. METODE PENELITIAN ... 35

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 35

4.3 Metode dan Pengambilan Data ... 35

4.4 Metode dan Prosedur Analisis ... 36

4.4.1 Deskripsi Profil Industri Tahu ... 38

4.4.2 Estimasi Biaya Produksi Tahu Sebelum dan Sesudah Internalisasi Biaya Eksternal ... 38 4.4.3 Estimasi Biaya Eksternal sebagai Dampak Pembuangan


(10)

4.4.5 Estimasi Nilai WTP Pengrajin Tahu untuk Membayar

Iuran Pengolahan Limbah ... 40

V. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Desa Kalisari ... 44

5.1.1 Kondisi Fisik Daerah ... 44

5.1.2 Kondisi Sosial Ekonomi Desa Kalisari ... 45

5.2 Karakteristik Responden ... 48

5.2.1 Usia ... 48

5.2.2 Tingkat Pendidikan ... 49

5.2.3 Status Pernikahan ... 50

5.2.4 Lama Menjalankan Usaha ... 50

5.2.5 Jumlah Tanggungan ... 51

5.2.6 Jarak Tempat Usaha ke Sungai ... 52

5.3 Persepsi Responden ... 52

5.3.1 Dampak Negatif Limbah Cair Tahu ... 53

5.3.2 Manfaat Pengolahan Limbah Padat Tahu ... 54

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Deskripsi Profil Industri Tahu ... 56

6.1.1 Deskripsi Proses Produksi Tahu... 56

6.1.2 Identifikasi Jenis Limbah Tahu ... 58

6.1.3 Pengolahan Limbah Cair Tahu... 59

6.1.4 Pengolahan Limbah Padat Tahu... 62

6.1.5 Dampak Limbah Padat Tahu ... 62

6.2 Estimasi Biaya Produksi Sebelum dan Setelah Internalisasi Biaya Eksternal ... 64

6.2.1 Estimasi Biaya Produksi Sebelum Internalisasi Biaya Eksternal ... 67

6.2.2 Estimasi Biaya Produksi Setelah Internalisasi Biaya Eksternal ... 67

6.2.3 Analisis Perbandingan Biaya Produksi Sebelum dan Setelah Internalisasi Biaya Eksternal ... 69

6.3 Estimasi Biaya Eksternal Pencemaran Limbah Tahu dan Nilai Ekonomi Manfaat Internalisasi Biaya Eksternal ... 71

6.3.1 Estimasi Biaya Eksternal ... 71

6.3.1.1 Biaya Kesehatan ... 71

6.3.1.2 Kehilangan Pendapatan ... 72

6.3.1.3 Biaya Perbaikan Kualitas Lahan ... 73

6.3.1.4 Estimasi Total Biaya Eksternal ... 75

6.3.2 Estimasi Nilai Ekonomi Manfaat Internalisasi Biaya Eksternal 75 6.3.2.1 Nilai Penghematan Bahan Bakar ... 76

6.3.2.2 Nilai Penerimaan Penjualan Ampas Tahu untuk Pakan Ternak ... 76


(11)

6.3.3 Total Nilai Ekonomi Manfaat Internalisasi Biaya Eksternal ... 80 6.4 Estimasi Nilai WTP Responden terhadap Pengolahan Limbah Cair

Tahu menjadi Biogas ... 81 VII.PENUTUP

7.1 Kesimpulan ... 85 7.2 Saran ... 86 VIII.DAFTAR PUSTAKA


(12)

Nomor Halaman

1 Nilai Gizi Tahu dan Kedelai Berdasarkan Berat Kering ... 1

2 Matriks Metode Penelitian ... 37

3 Komposisi Limbah yang Dihasilkan dari Proses Produksi Tahu ... 59

4 Komponen Biaya Tetap IKM Tahu/Bulan ... 64

5 Lanjutan Komponen Biaya Tetap IKM Tahu/Bulan ... 64

6 Komponen Biaya Variabel IKM Tahu/Bulan ... 65

7 Lanjutan Komponen Biaya Variabel IKM Tahu/Bulan ... 66

8 Biaya Produksi Total IKM Tahu/Bulan ... 66

9 Biaya Produksi Sebelum Internalisasi Biaya Eksternal/Bulan... 67

10 Rincian Biaya Pembangunan IPAL ... 68

11 Komponen Biaya Tetap Setelah Internalisasi Biaya Eksternal ... 68

12 Biaya Produksi Setelah Internalisasi Biaya Eksternal/Bulan ... 69

13 Perbandingan Biaya Produksi Sebelum dan Setelah Internalisasi Biaya Eksternal ... 70

14 Perubahan Pendapatan Petani Akibat Penurunan Produktivitas ... 73

15 Biaya Perbaikan Kesuburan Lahan ... 74

16 Total Biaya Eksternal ... 75

17 Nilai Penjualan Keripik Ampas Tahu ... 77

18 Total Nilai Ekonomi Manfaat Internalisasi Biaya Eksternal ... 79

19 Distribusi Rataan WTP Responden Desa Kalisari ... 83

20 Distribusi Total WTP Responden Desa Kalisari ... 84


(13)

Nomor Halaman

1 Pasar Bebas Sebelum Internalisasi Biaya Eksternal ... 16

2 Pasar Bebas Setelah Internalisasi Biaya Eksternal... 17

3 Alur Kerangka Pemikiran Operasional ... 34

4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia ... 45

5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 46

6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 46

7 Komposisi Pola Penggunaan Lahan ... 47

8 Komposisi Kepemilikan Ternak ... 48

9 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Usia ... 49

10 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 49

11 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan ... 50

12 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Menjalankan Usaha ... 51

13 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan ... 51

14 Karakteristik Responden Berdasarkan Jarak Tempat Usaha dengan Sungai ... 52

15 Persepsi Responden Mengenai Dampak Negatif Limbah Cair Tahu... 53

16 Persepsi Responden Mengenai Manfaat Limbah Tahu ... 54

17 Diagram Alir Proses Pembuatan Tahu ... 58

18 Proses Pengolahan Limbah Secara Anaerob ... 61


(14)

Nomor Halaman 1 Penghematan Bahan Bakar/Bulan ... 90 2 Penerimaan dari Penjualan Ampas Tahu untuk Pakan Ternak ... 91 3 Dokumentasi ... 92


(15)

Industri tahu di Indonesia telah berkontribusi secara nyata dalam penyediaan pangan bergizi karena kandungan proteinnya setara dengan protein hewan (Sarwono dan Saragih, 2003). Perbandingan kandungan protein maupun zat gizi lainnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Gizi Tahu dan Kedelai (Berdasarkan Berat Kering)

Komponen Gizi Kandungan Gizi

Tahu Kedelai

Protein (gram) 0,49 0,39

Lemak (gram) 0,27 0,20

Karbohidrat (gram) 0,14 0,36

Serat (gram) 0,00 0,05

Abu (gram) 0,04 0,06

Kalsium (mg) 9,13 2,53

Natrium (mg) 0,38 0,00

Fosfor (mg) 6,56 6,51

Besi (mg) 0,11 0,09

Vitamin B1 (mg) 0,001 0,01*

Vitamin B2 (mg) 0,001

Vitamin B3 (mg) 0,03

Sumber: Sarwono dan Saragih (2003)

(*) : sebagai B kompleks

Selain berkontribusi bagi penyedia pangan bergizi industri tahu juga berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja dan pengembangan ekonomi daerah1. Jumlah industri tahu di Indonesia mencapai 84 000 unit usaha, dengan kapasitas produksi lebih dari 2,56 juta ton per tahun2. Perkembangan industri tahu yang pesat ini memiliki kendala dalam proses produksinya. Kendala dalam industri tahu terletak pada penguasaan teknologi, keterampilan, penanganan kualitas, pemodalan, dan pemasaran (Sarwono dan Saragih, 2003). Penguasaan       

1

http:/iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40422/1/Beban%20Pencemaran%20Limbah%20Ca ir.pdf. Diakses tanggal 15 Desember 2010.

2

http:/hendrik-perdana.web.id/index.php/artikel/umum/242-biogas-dari-limbah-tahu.Diakses tanggal 26 Desember 2010.


(16)

ini.

Proses pembuatan tahu secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu pembuatan susu kedelai dan penambahan koagulan sehingga didapatkan gumpalan protein yang kemudian dicetak menjadi tahu. Melalui proses ini dihasilkan limbah yang berupa limbah padat maupun cair (Sugiyono, Hariyadi, dan Andarwulan, 2005). Limbah padat yang dihasilkan ini biasanya dijadikan pakan ternak yang kemudian dijual kembali oleh para pengrajin tahu atau dijadikan sebagai bahan baku bagi industri lain, sedangkan limbah cair ini dibuang langsung oleh para pengrajin ke sungai, saluran pembuangan, ataupun badan air penerima lainnya tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Salah satu penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi bahan-bahan organik yang terkandung dalam air buangan tersebut seperti COD (Chemical Oxygen Demand) di dalam limbah cair industri tahu cukup tinggi yakni berkisar antara 4 000-12 000 ppm dan BOD antara 2 000 – 10 000 ppm, serta mempunyai keasaman yang rendah yakni pH 4-53. Dengan kondisi seperti itu, limbah cair industri tahu merupakan salah satu sumber pencemar lingkungan yang sangat potensial untuk merusak lingkungan. Pemerintah telah menerapkan beberapa kebijakan tentang pengolahan limbah untuk mengurangi bahaya dari dampak limbah cair tahu yang langsung dibuang tanpa melalui pengolahan diantaranya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan       

3


(17)

menyatakan bahwa “Setiap orang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dan setiap orang berkewajiban memelihara lingkungan hidup dan mencegah serta menanggulangi kerusakan dan pencemaran”. Berdasarkan undang-undang di atas, industri kecil pun seperti industri tahu mempunyai kewajiban untuk berupaya agar masalah pencemaran ini dapat ditanggulangi atau sekurang-kurangnya ditekan serendah mungkin (Dhahiyat dan Partoatmodjo, 1991).

Kurangnya pengetahuan, kesadaran akan pentingnya menjaga kualitas lingkungan, dan keterbatasan biaya dalam pembuatan pengolahan limbah menjadi faktor yang mendorong para pengrajin tahu untuk membuang limbah produksinya secara langsung. Apabila hal ini terus menerus dibiarkan, maka akan berdampak pada penurunan kualitas lingkungan terutama kualitas air yang dapat membahayakan masyarakat pengguna air yang tercemar.

1.2. Rumusan Masalah

Industri tahu menghasilkan produk berupa tahu dan limbah tahu berupa ampas tahu dan limbah cair tahu. Apabila dibandingkan dengan produksi tempe yang sama-sama menggunakan kedelai sebagai bahan baku utamanya, industri tahu menghasilkan limbah yang lebih banyak dan lebih berbahaya daripada limbah yang dihasilkan dari produksi tempe berdasarkan kandungan bahan kimia yang ada.

Limbah yang dihasilkan dari produksi tahu dibuang langsung oleh para pengrajin tahu ke sungai tanpa diolah terlebih dahulu. Hal ini dapat menyebabkan


(18)

negatif bagi masyarakat pengguna air sungai yang telah tercemar tersebut. Dampak negatif yang dirasakan masyarakat tersebut diantaranya penurunan kualitas kesehatan masyarakat pengguna air yang tercemar, peningkatan biaya kesehatan akibat masyarakat mengonsumsi air yang tidak bersih, bau yang tidak sedap, biaya pengolahan air, dan biaya lainnya. Dampak negatif lainnya dari limbah tahu adalah pencemaran terhadap daerah hilir yang berdampak pada penurunan produktivitas lahan pertanian akibat kandungan asam yang tinggi dari limbah cair tahu yang dapat mengurangi tingkat kesuburan lahan pertanian.

Masih sedikit pengrajin tahu yang melakukan pengolahan limbah misalnya saja dengan menggunakan pengolahan limbah menjadi biogas. Hal ini dikarenakan masyarakat masih belum mengetahui manfaat yang didapat dari mengolah limbah menggunakan pengolahan limbah menjadi biogas, tata cara pembangunan pengolahan limbah cair tahu menjadi biogas, biaya pembangunan yang tidak sedikit, dan masalah minimnya tingkat kesadaran mereka akan pentingnya menjaga kualitas lingkungan. Akibat alasan tersebut pengrajin merasa sulit untuk melakukan pengolahan limbah, namun di sisi lain masyarakat yang merasakan dampak dari pembuangan limbah produksi tahu tersebut harus menanggung biaya-biaya yang seharusnya tidak mereka keluarkan. Biaya-biaya yang timbul akibat dampak negatif dari pembuangan limbah yang dilakukan oleh pelaku produksi tetapi ditanggung oleh masyarakat yang terkena dampak dari proses produksi tersebut disebut dengan biaya eksternal. Untuk menekan biaya-biaya eksternal yang ditanggung oleh masyarakat maka biaya-biaya eksternal akan


(19)

biaya lingkungan yang sebelumnya ditanggung oleh masyarakat yang menerima dampak negatif dari pembuangan limbah tersebut.

Berdasarkan penjabaran rumusan masalah di atas maka dapat diuraikan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana profil industri tahu jika ditinjau dari aspek proses pembuatan tahu, jenis, dan karakteristik limbah yang dihasilkan, dampak dari limbah yang dihasilkan bagi lingkungan, dan teknologi pengolahan limbah yang diterapkan

2. Berapa besar estimasi biaya total dari proses produksi tahu sebelum dan sesudah adanya internalisasi biaya eksternal

3. Berapa besar estimasi total biaya eksternal yang muncul akibat dampak dari pencemaran limbah tahu dan nilai ekonomi manfaat internalisasi biaya eksternal pengolahan limbah tahu

4. Berapa besar estimasi nilai kesediaan (Willingness to Pay) pengrajin tahu untuk membayar iuran pengolahan limbah tahu menjadi biogas

1.3. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat ditentukan tujuan penelitian, yaitu:

1. Mendeskripsikan profil industri tahu ditinjau dari aspek proses pembuatan tahu, jenis dan karekteristik limbah yang dihasilkan, dampak dari limbah yang dihasilkan bagi lingkungan, dan teknologi pengolahan limbah yang diterapkan


(20)

3. Mengestimasi total biaya eksternal yang muncul akibat dampak dari pencemaran limbah tahu dan nilai ekonomi manfaat internalisasi biaya eksternal pengolahan limbah tahu

4. Mengestimasi nilai kesediaan (Willingness to Pay) pengrajin tahu untuk membayar iuran pengolahan limbah tahu menjadi biogas

1.4. Keterbatasan Penelitian

Penelitian yang dilakukan memiliki ruang lingkup dan batasan-batasan yaitu:

1. Responden penelitian adalah pengrajin tahu yang sudah melakukan pengolahan limbah baik limbah cair maupun padat, yang sudah melakukan internalisasi biaya eksternal, dan yang belum melakukan pengolahan limbah cair tahu

2. Profil industri tahu yang dikaji merupakan profil industri tahu di Desa Kalisari meliputi proses pembuatan tahu, jenis dan karakteristik limbah yang dihasilkan, dampak dari limbah yang dihasilkan bagi lingkungan, dan teknologi pengolahan limbah yang diterapkan

3. Biaya produksi yang diestimasi fokus pada perubahan biaya total produksi tahu sebelum dan sesudah internalisasi biaya eksternal

4. Biaya eksternal yang diestimasi berdasarkan hasil pengamatan di lapangan yaitu biaya kesehatan, biaya kehilangan pendapatan, dan biaya perbaikan kualitas lahan


(21)

fokus pada nilai manfaat penghematan bahan bakar, penerimaan dari penjualan ampas tahu, penerimaan dari penjualan keripik ampas tahu, dan penerimaan dari penjualan cacing rambut untuk pakan lele dumbo

6. Estimasi Willingness to Pay yang diestimasi fokus pada responden yang masih membuang limbah cair ke sungai tanpa melakukan pengolahan terlebih dahulu

7. Eksternalitas yang dikaji dalam penelitian ini merupakan eksternalitas negatif akibat dampak dari pencemaran limbah tahu


(22)

Industri tahu di Indonesia merupakan salah satu industri yang berkembang cepat. Hal ini dikarenakan tahu merupakan makanan tradisional yang dikonsumsi setiap hari dan digemari oleh seluruh masyarakat Indonesia1, selain itu manfaat tahu sebagai sumber pangan yang memiliki nilai gizi tinggi dan harganya yang terjangkau oleh setiap lapisan masyarakat. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa jumlah industri tahu di Indonesia kurang lebih sekitar 84 000 unit usaha dengan kapasitas produksi lebih dari 2,56 juta ton per hari. Melihat jumlah industri yang tidak sedikit itu maka industri tahu sangat berperan dalam pembangunan perekonomian di Indonesia terutama dalam hal penyerapan tenaga kerja. Di sisi lain industri tahu dalam proses produksinya juga memiliki dampak yang negatif bagi lingkungan yaitu kontribusinya dalam menyumbang gas rumah kaca. Limbah cair yang dihasilkan dari industri tahu dari proses produksinya sekitar 20 juta meter kubik per tahun menghasilkan dan emisi sekitar 1 juta ton CO2 ekuivalen pertahun2. Oleh karena itu keberadaan industri tahu yang sangat berkontribusi bagi pertumbuhan perekonomian negara juga menyumbang emisi yang cukup tinggi bagi lingkungan yang dapat berdampak secara global.

2.2. Limbah Tahu

Industri tahu dalam proses produksinya menghasilkan produk sampingan berupa limbah. Limbah yang dihasilkan dari proses produksi tahu berupa limbah padat berupa ampas tahu dan limbah cair tahu. Limbah padat berupa ampas tahu       

1

http://barangdaurulang.blogspot.com/2009/08/limbah-tahu-cair-menjadi-biogas.html 2

http:/hendrik-perdana.web.id/index.php/artikel/umum/242-biogas-dari-limbah-tahu. Diakses tanggal 26 Desember 2010.


(23)

biasanya dimanfaatkan kembali menjadi pakan ternak, dijadikan keripik ampas tahu, atau dijadikan sebagai bahan baku bagi industri lain. Namun tidak demikian halnya dengan limbah cair tahu. Pengrajin biasanya langsung membuang limbah cair tahu ke badan-badan air lainnya tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. Limbah cair tahu ini memiliki dampak yang sangat berbahaya apabila mencemari perairan karena kandungan beban pencemar yang terdapat pada limbah cair tahu tidak sesuai dengan baku mutu air yang sudah ditetapkan (Kaswinarni, 2007).

Karakteristik limbah cair dari proses produksi tahu yang berwarna kuning yaitu keruh, dan berbau rebusan kedelai apabila masih segar, sedangkan limbah dari proses produksi tahu putih berwarna putih keruh dengan bau kedelai jika masih segar. Kapasitas produksi, teknik pengolahan kedelai, dan penggunaan air akan mempengaruhi karakteristik limbah yang dihasilkan. Pengrajin dengan kapasitas produksi kecil akan menghasilkan limbah cair dengan konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan dengan pengrajin dengan kapasitas produksi yang besar. Pengrajin tahu putih dengan kapasitas produksi di bawah 100 kg/hari menghasilkan limbah cair sebanyak 150-430 liter dengan nilai BOD sebesar 2 800 -4 300 mg/l, TSS sebanyak 615-629 mg/l, pH sebesar 3,4-3,8 dan DO sebanyak 1,5-2,2 mg/l. Jumlah limbah cair tahu yang dihasilkan dari kapasitas produksi diatas 100 kg melebihi 1 000 liter dengan nilai BOD sebesar 4 100 mg/l, TSS di atas 640 mg/l, pH 3,56 dan DO sebesar 1,93 mg/l. Limbah cair pada pengolahan tahu kuning dengan kapasitas produksi di bawah 100 kg/hari menghasilkan


(24)

limbah cair sebanyak 460-780 liter dengan nilai BOD sebesar 3 500-4 600 mg/l, TSS sebanyak 716-760 mg/l, pH sebesar 3,8-3,9 dan DO sebesar 1,2 mg/l3.

2.3. COD (Chemical Oxygen Demand)

Chemical Oxygen Demand atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Dalam hal ini bahan buangan organik akan dioksidasi oleh Kalium bichromat menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion Chrom. Kalium bichromat digunakan sebagai sumber oksigen. Semakin banyak Kalium bichromat yang diperlukan dalam reaksi oksidasi, maka semakin banyak pula oksigen yang diperlukan. Hal ini menandakan bahwa air lingkungan makin banyak tercemar oleh bahan buangan organik (Wardhana, 2001)

2.4. BOD (Biological Oxygen Demand)

Biological Oxygen Demand atau kebutuhan biologis adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan untuk memecah atau mendegradasi bahan buangan organik yang ada di dalam air lingkungan tersebut. Sebenarnya peristiwa penguraian bahan buangan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme di dalam lingkungan adalah proses alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup. Pada umumnya air lingkungan atau air alam mengandung mikroorganisme yang dapat “memakan”, memecah, menguraikan bahan buangan organik. Jumlah mikroorganisme di dalam air lingkungan tergantung pada tingkat kebersihan air. Air yang bersih biasanya mengandung mikroorganisme yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan air yang telah tercemar oleh bahan buangan yang bersifat       

3

http://agribisnis.deptan.go.id/download/layanan_informasi/pengolahan_hasil_pertanian/draft_ped oman_desain_teknik_ipal_agroindustri.pdf


(25)

antiseptik atau bersifat racun seperti phenol, kreolin, deterjen, asam sianida, insektisida, dan sebagainya, jumlah mikroorganismenya pun relatif sedikit. Mikroorganisme yang memerlukan oksigen untuk memecah bahan buangan organik sering disebut bakteri aerobik, sedangkan yang tidak memerlukan oksigen disebut bakteri anaerobik. Apabila kandungan oksigen dalam lingkungan air menurun maka kemampuan bakteri aerobik untuk memecah bahan organik akan menurun pula. Bahkan apabila oksigen dalam air yang terlarut sudah habis maka bakteri aerobik akan mati semua. Dalam keadaan seperti ini bakteri anaerobik akan mengambil alih tugas untuk memecah bahan buangan yang ada di dalam air (Wardhana, 2001).

2.5. Pengelolaan Limbah

Pengelolaan limbah adalah kegiatan terpadu yang meliputi kegiatan pengurangan, segregasi, penanganan, pemanfaatan, dan pengolahan limbah. Kegiatan-kegiatan yang melingkupi pengelolaan limbah ini perlu dilakukan untuk mencapai hasil yang optimal dan bukan hanya mengedepankan pengolahan limbah saja. Kegiatan ini dilakukan untuk mengurangi beban pengolahan limbah di IPAL seperti teknologi dan biaya yang tinggi. Ada beberapa teknik terintegrasi untuk melakukan pengelolaan limbah seperti produksi dan minimisasi limbah. Produksi bersih menekankan pada tata cara produksi yang minim bahan pencemar, limbah, air, dan energi. Bahan pencemar diminimisasikan dengan pemilihan bahan baku yang baik, tingkat kemurnian yang tinggi atau bersih. Selain itu diupayakan menggunakan peralatan yang hemat air dan energi. Sedangkan minimisasi limbah merupakan implementasi untuk mengurangi jumlah dan tingkat pencemaran yang dihasilkan dari suatu proses produksi dengan cara


(26)

pengurangan, pemanfaatan, dan pengolahan limbah. Pengurangan limbah dilakukan melalui peningkatan atau optimasi efisiensi alat pengolahan, optimasi sarana dan prasarana pengolahan seperti sistem perpipaan, meniadakan kebocoran, dan terbuangnya limbah. Pemanfaatan ditujukan pada bahan baku air yang telah digunakan dalam proses yang sama. Pemanfaatan perlu dilakukan dengan pertimbangan yang cermat agar tidak menimbulkan gangguan pada proses produksi atau pencemaran lingkungan. Pengolahan limbah adalah upaya terakhir dalam sistem pengelolaan limbah setelah sebelumnya dilakukan optimasi proses produksi dan pengurangan serta pemanfaatan limbah. Pengolahan limbah dimaksudkan untuk menurunkan tingkat cemaran yang terdapat dalam limbah sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan. Limbah yang dikeluarkan dari setiap kegiatan akan memiliki karakteristik yang berlainan. Hal ini karena bahan baku, teknologi proses, dan peralatan yang digunakan juga berbeda. Namun akan tetap ada kemiripan karakteristik diantara limbah yang dihasilkan dari proses untuk menghasilkan produk yang sama. Karakteristik utama limbah didasarkan pada jumlah atau volume limbah dan kandungan bahan pencemarnya yang terdiri dari unsur fisik, biologi, kimia, dan radioaktif. Karakteristik ini akan menjadi dasar untuk menentukan proses dan alat yang digunakan untuk mengolah air limbah4. 2.6. Biaya Eksternal

Biaya eksternal meningkat ketika seseorang atau suatu grup tidak menanggung seluruh biaya akibat segala tindakannya, dengan demikian sebagian biaya tersebut ditanggung oleh pihak lain atau masyarakat luas (Zohrabian dan Philipson, 2010). Jenis biaya ini disebut biaya eksternal karena meskipun       

4

http://agribisnis.deptan.go.id/download/layanan_informasi/pengolahan_hasil_pertanian/draft_ped oman_desain_teknik_ipal_agroindustri.pdf


(27)

produsen atau konsumen tidak bertanggung jawab atas tindakannya secara finansial, namun biaya tersebut nyata bagi anggota masyarakat lainnya (Sabour, 2006).

Di dalam pasar bebas, apabila tidak melibatkan eksternalitas, hanya ada satu istilah yaitu biaya produksi dan hanya ada satu istilah keuntungan yaitu keuntungan yang diperoleh oleh konsumen. Eksternalitas melibatkan pihak ketiga yang bukan produsen atau konsumen yaitu masyarakat yang terkena dampak. Masyarakat yang terkena dampak berupa biaya yang diakibatkan oleh kegiatan yang dilakukan baik oleh produsen maupun konsumen. Biaya yang ditanggung oleh pihak ketiga inilah yang disebut dengan biaya eksternal5. Biaya-biaya ini dapat berupa biaya kesehatan, biaya pengolahan air, biaya dari penurunan produktivitas pertanian bahkan biaya penurunan produktivitas kerja. Misalnya saja apabila masyarakat yang tinggal di sekitar sungai tempat produsen membuang limbah cair hasil proses produksi mereka maka masyarakat yang biasa mengonsumsi air sungai untuk kebutuhan sehari-hari mereka akan terkena dampak negatif yaitu penurunan kualitas air sungai. Dengan demikian air sungai yang ada menjadi tidak layak pakai karena kualitas air sungai tersebut sudah tidak sesuai dengan baku mutu air untuk kegiatan konsumsi sehari-hari sehingga masyarakat yang biasa mengonsumsi air tersebut terkena penyakit karena air yang mereka konsumsi mengandung zat pencemar dan bakteri yang membahayakan       

5

http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=1&ved=0CBIQFjAA&url=http%3A%2F%2 Frepository.gunadarma.ac.id%3A8000%2FKommit2004_ekonomi_010_1481.pdf&rct=j&q=intern

alisasi+biaya+eksternal- juarna+dan+harmoni+&ei=2twUTKuPB823rAeX07GyCA&usg=AFQjCNE5r3ztmzDj4dCftY-w-4SiaNIASKA. Diakses tanggal 1 Mei 2010

 


(28)

kesehatan. Menurut Abelson (1979), terdapat kesulitan di dalam mengestimasi nilai dari biaya eksternal karena tidak adanya pasar yang nyata untuk dampak yang buruk dari suatu rumah tangga.

2.7. Internalisasi Biaya Eksternal

Eksternalitas erat kaitannya dengan efisiensi alokasi sumberdaya. Sumberdaya bisa saja dialokasikan melalui berbagai pengaturan kelembagaan seperti kediktaktoran (dictatorship), perencanaan terpusat (central planning), atau melalui mekanisme pasar bebas (free market). Teori ekonomi standar mengatakan bahwa meskipun pengaturan kelembagaan selain free market bisa saja mengalokasikan sumberdaya secara efisien, namun hanya mekanisme pasar yang menghasilkan alokasi yang efisien dan optimal (pareto optimal). Dengan kata lain, apabila pasar tidak eksis maka alokasi sumberdaya tidak akan terjadi secara efisien dan optimal (Fauzi, 2004).

Sumberdaya alam dalam beberapa hal tidak ditransaksikan dalam mekanisme pasar atau mekanisme pasar tidak berjalan sempurna. Dalam hal ini contohnya barang lingkungan seperti kualitas air sungai yang merupakan barang yang tidak memiliki harga pasar sehingga sulit untuk melakukan penilaian. Oleh karena tidak adanya nilai dari kualitas sungai maka masyarakat merasa bebas untuk memanfaatkan tanpa terikat kewajiban untuk melestarikan sungai (Fauzi, 2004). Pemanfaatan air sungai yang dilakukan secara berlebihan dapat menyebabkan dampak negatif bagi pengguna lainnya, sehingga pengguna lain harus mengeluarkan biaya eksternal karena telah memanfaatkan air sungai yang tercemar.


(29)

Menurut Fauzi (2004), di dalam pasar bebas tidak mengenal adanya eksternalitas. Segala bentuk transaksi dalam hal ini permintaan dan penawaran berjalan sempurna. Artinya pasar dapat memenuhi permintaan yang ada. Akan tetapi tidak demikian halnya dengan barang lingkungan seperti kualitas air, permintaan akan air yang bersih sesuai baku mutu tidak dapat disediakan oleh pasar karena ketiadaan pasar bagi kualitas air sungai yang bersih, dalam hal ini pasar tidak berjalan atau dapat dikatakan telah terjadi kegagalan pasar (market failure). Market failure yang disebabkan oleh kegagalan pasar dapat dikurangi dengan beberapa kebijakan diantaranya:

1. Pengaturan property right dengan cara pemerintah memberikan hak tersebut kepada suatu pihak yang menggunakan barang publik

2. Internalisasi biaya eksternal 3. Distribusi right

4. Optimalisasi produksi dan konsumsi 5. Aturan insentif dan kompensasi 6. Penilaian lingkungan

7. Penyusunan neraca sumberdaya alam 8. Penetapan otoritas sumberdaya alam

Dari kebijakan yang telah diuraikan di atas salah satu yang dapat dilakukan untuk mengatasi eksternalitas yang menyebabkan penurunan kualitas air sungai yaitu dengan melakukan internalisasi biaya eksternal. Internalisasi biaya eksternal merupakan upaya untuk menginternalkan dampak yang ditimbulkan dengan cara menyatukan proses pengambilan keputusan dalam satu unit usaha (Fauzi, 2004).


(30)

Ketika terjadi eksternalitas negatif, biaya privat, yaitu biaya yang dihitung oleh pabrik untuk membayar semua faktor produksi yang digunakan menjadi terlalu kecil karena tidak memperhitungkan kerugian masyarakat, akibatnya barang yang dihasilkan oleh pabrik tersebut cenderung menjadi terlalu banyak, mereka tidak memperhitungkan bagaimana dampak pembuangan limbah produksi ke sungai yang dirasakan masyarakat lainnya yang menggunakan air sungai tersebut (Mangkoesoebroto, 1993). Dalam hal ini perusahaan masih belum menanggung biaya eksternal seperti biaya kesehatan yang ditanggung oleh masyarakat akibat mengonsumsi air sungai yang tercemar tersebut.

a c

b

p

d q* q -k

e f Sumber: Folmer (2000)

Gambar 1. Pasar Bebas Sebelum Internalisasi Biaya Eksternal

Berdasarkan gambar di atas pada saat pasar bebas ketika belum dimasukkan biaya eksternal ke dalam struktur biaya produksi dalam hal ini MC (q), maka biaya eksternal yang ditanggung oleh masyarakat adalah daerah d-e-q*-f, sedangkan surplus konsumen adalah daerah a-b-c dimana surplus yang terjadi belum menggambarkan surplus sosial.


(31)

Apabila suatu perusahaan sudah menginternalisasikan biaya eksternal ke dalam struktur maka kurva biaya produksi dapat dilihat seperti pada Gambar 2. k

a c d b

e p

-k f qs q* q g h i

Sumber: Folmer (2000)

Gambar 2. Pasar Bebas Setelah Internalisasi Biaya Eksternal

Apabila perusahaan sudah menginternalisasikan biaya eksternal, maka kurva MC (q) akan bergeser ke atas menjadi MC (q) + k sebesar k, dimana k adalah biaya eksternal yang kemudian ditanggung oleh perusahaan. Internalisasi ini menyebabkan produksi tereduksi dari q* menjadi qs, dan mengurangi surplus dari a-d-e menjadi a-b-c, daerah a-b-c ini yang kemudian disebut dengan surplus sosial karena telah memasukkan komponen biaya sosial ke dalam struktur biaya produksi.

Pada kasus limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi tahu, internalisasi biaya eksternal dapat dilakukan melalui pengolahan limbah cair menjadi biogas sehingga biaya eksternal yang semula ditanggung oleh masyarakat menjadi tanggungan para pengrajin tahu.


(32)

2.9. Studi Terdahulu

Penelitian Natalia (2008) mengenai limbah cair tempe yang meneliti tentang kandungan beban pencemar yang terdapat dalam limbah cair tempe dan pengolahan limbah cair tempe menggunakan IPAL. Tujuan dari penelitian ini adalah dapat membantu para pengusaha atau pengrajin tempe untuk mengurangi pembuangan limbah cair tempe ke sungai sehingga dapat meningkatkan kualitas air sungai dan dapat mengurangi eksternalitas negatif yang timbul akibat limbah cair yang dibuang secara langsung ke sungai bagi masyarakat pengguna air sungai.

Musksgaard dan Ramskov (2002), melakukan penelitian untuk menganalisis efek dari peraturan dalam sebuah pasar energi yang terintegrasi dengan cara menggunakan pajak bagi para produsen berdasarkan biaya eksternal yang dihasilkan. Analisis ini dilakukan berdasarkan model keseimbangan empirik yang diterapkan di pasar energi di Eropa Utara. Hasilnya menunjukkan bahwa internalisasi biaya eksternal akan meningkatkan harga listrik sebesar 40-50% pada periode dari tahun 1995 sampai tahun 2020, sehingga permintaan listrik menurun sebesar 10%.

Kosugi et al., (2009) melakukan penelitian untuk mensimulasikan internalisasi biaya eksternal pada isu-isu lingkungan yang utama secara global menggunakan model pertumbuhan ekonomi optimal. Penelitian ini menggabungkan dua model yang sudah ada yaitu model penilaian yang terintegrasi dan model dampak penilaian dari siklus hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengahasilkan tiga keluaran yaitu untuk menggabungkan isu-isu lingkungan termasuk pemanasan global pada model penilaian yang terintegrasi,


(33)

untuk menilai dampak lingkungan dengan pendekatan bottom-up menggunakan model dampak dari siklus hidup, dan untuk menginternalisasikan biaya eksternal yang dihasilkan dari studi dampak lingkungan. Hasil simulasi dari penelitian ini mengindikasikan bahwa biaya eksternal dari global warming terhitung sekitar 10 - 40%, dan sisanya berasal dari penggunaan lahan dan perubahannya. Internalisasi biaya eksternal akan mengakibatkan penurunan pertumbuhan ekonomi sampai sekitar 5% dimana usaha perlindungan hutan akan meningkat sampai sekitar 40% dan konsumsi energi fosil akan menurun sampai 15%.

Rafaj dan Kypreos (2006), melakukan penelitian untuk menunjukkan dampak dari internalisasi biaya eksternal dari produksi listrik. Pendekatan pada model dalam penelitian ini digunakan untuk menentukan tambahan biaya pada pembangkit tenaga listrik yang merefleksikan biaya lingkungan dan gangguan kesehatan yang ditimbulkan dari polutan lokal (SO2 dan NOX), perubahan iklim, resiko kecelakaan kerja, dan lain-lain. Teknologi yang digunakan menghasilkan emisi yang disalurkan ke sistem seperti NOX dan CO2. Hasilnya terlihat bahwa terdapat perubahan dari produksi energi akibat melakukan internalisasi biaya eksternal.

Keempat penelitian yang telah dilakukan sebelumnya melakukan perhitungan biaya eksternal yang timbul akibat pencemaran lingkungan, hanya saja penelitian yang dilakukan hanya sebatas pengukuran terhadap biaya eksternal kemudian menginternalisasikannya ke dalam struktur biaya produksi yang berimplikasi pada penurunan kuantitas jumlah barang yang diproduksi. Kelebihan di dalam penelitian ini adalah selain melakukan estimasi biaya eksternal kemudian menginternalisasikannya ke dalam struktur produksi juga melakukan estimasi


(34)

terhadap manfaat ekonomi yang diperoleh dari internalisasi biaya eksternal, seperti penghematan bahan bakar, penerimaan tambahan dari cacing rambut yang hidup di sungai untuk pakan lele dumbo karena setelah dilakukannya pengolahan limbah cacing rambut dapat tumbuh dengan baik, penerimaan tambahan dari penjualan ampas tahu yang sudah diolah menjadi pakan ternak, dan keripik ampas tahu.


(35)

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis meliputi konsep ekonomi pencemaran, Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode valuasi ekonomi. Metode valuasi ekonomi meliputi pendekatan produktivitas, modal manusia, biaya kesempatan, nilai hedonis, biaya perjalanan, dan kesediaan membayar atau menerima ganti rugi kerusakan.

3.1.1. Ekonomi Pencemaran

Proses produksi maupun konsumsi selain menghasilkan keuntungan dan kepuasan juga menghasilkan produk sampingan berupa limbah. Limbah merupakan bagian intrinsik atau bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas ekonomi dan akan meningkat sejalan dengan peningkatan aktivitas tersebut. Dalam pendekatan ekonomi konvensional, dampak dari limbah tersebut tidak secara eksplisit diakomodasikan ke dalam model produksi dan konsumsi. Padahal dengan mengabaikan dampak eksternalitas tersebut bukan saja syarat bagi optimalisasi produksi dan konsumsi tidak terpenuhi, melainkan juga mengabaikan biaya sosial yang sebenarnya harus ditanggung oleh si penerima dampak (Fauzi, 2004).

Menurut Fauzi (2004), pencemaran dalam perspektif biofisik diartikan sebagai masuknya aliran residual (residual flow) yang diakibatkan oleh perilaku manusia ke sistem lingkungan. Apakah kemudian limbah ini mengakibatkan kerusakan atau tidak, tergantung pada kemampuan penyerapan (absorptive capacity) media lingkungan seperti air, tanah, dan udara.


(36)

Pada kasus pencemaran air oleh para pengrajin tahu, pencemaran ini menimbulkan eksternalitas negatif yang harus ditanggung oleh masyarakat. Oleh karena itu untuk mengatasi dampak yang terus berlangsung dan dapat membahayakan kesehatan masyarakat, pengrajin harus melakukan pengolahan terhadap limbah yang dihasilkan melalui pembangunan pengolahan limbah. Para pengrajin yang akan melakukan pengolahan limbah cair akan menghasilkan sejumlah biaya dan juga sejumlah manfaat yang akan berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap kondisi lingkungan yang dirasakan oleh pihak lain yang tidak ikut dalam upaya pengolahan limbah. Dari perspektif ekonomi pencemaran bukan saja dilihat dari hilangnya nilai ekonomi sumberdaya akibat berkurangnya kemampuan sumberdaya secara kualitas dan kuantitas untuk menyuplai barang dan jasa, namun juga dari dampak pencemaran tersebut terhadap kesejahteraan masyarakat (Fauzi, 2004).

3.1.2. Contingent Valuation Method (CVM)

Contingent Valuation Method (CVM) digunakan untuk mengestimasi nilai ekonomi untuk barang-barang yang tidak diperdagangkan. CVM pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1963. Nilai ekonomi yang didapat merupakan hasil pengukuran pada hubungan fungsi kepuasan dengan konsep Willingness to Pay (WTP) dan Willingness to Accept (WTA). Contingent Valuation Method dipergunakan untuk mengestimasi nilai amenity atau estetika lingkungan yang merupakan public goods. Tujuan dari CVM yaitu untuk mengukur variasi nilai kompensasi dan nilai persamaan suatu barang yang ditanyakan (Hanley, 1993).


(37)

Manusia memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap nilai dari suatu sumberdaya. Mereka melakukan penilaian sesuai manfaat yang dapat mereka peroleh dari mengonsumsi sumberdaya tersebut. Pengertian nilai khususnya yang menyangkut barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan dapat dipandang berbeda dari berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu diperlukan persepsi yang sama untuk penilaian sumberdaya tersebut. Salah satu tolak ukur yang relatif mudah dan dapat dijadikan persepsi bersama sebagai disiplin ilmu tersebut adalah dengan melakukan pemberian price tag pada barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan kata lain kita dapat memperoleh apa yang disebut dengan nilai ekonomi sumberdaya alam . Secara umum nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Dengan kata lain konsep nilai ekonomi dapat dikatakan sebagai keinginan seseorang untuk membayar atau dikenal dengan istilah willingness to pay seseorang untuk membayar suatu sumberdaya alam dan lingkungan dengan mengorbankan barang dan jasa yang ia miliki (Fauzi, 2004).

Aplikasi penggunaan CVM dapat diuraikan menjadi enam tahapan (Hanley, 2003) yaitu :

1. Membangun pasar hipotetik

Pasar hipotetik dibangun dengan tujuan untuk mengetahui pemahaman masyarakat tentang isu yang terkait dengan barang lingkungan.

2. Mengukur besaran WTP

Setelah pasar hipotetik dibangun maka pertanyaan mengenai barang lingkungan dapat ditentukan dan WTP dari tiap individu akan didapat.


(38)

Terdapat beberapa metode di dalam memperoleh besaran WTP diantaranya:

 Permainan penawaran (Bidding Game)  Close-ended question

Payment card Open ended question Delphi methods

3. Mengestimasi rataan WTP

Setelah nilai WTP tiap individu diperoleh maka dibuat rata-rata WTP dari keseluruhan nilai WTP yang ada.

4. Mengestimasi kurva penawaran

Kurva penawaran dapat diestimasi dari nilai WTP yang diperoleh. Dalam hal ini nilai WTP dijadikan sebagai variabel dependen yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Contohnya, nilai WTP yang ada dipengaruhi oleh pendapatan (Y), pendidikan (E), umur (A), dan jumlah kualitas lingkungan yang ada (Q),maka model persamaannya adalah:

WTPi = f(Yi, Ei, Ai, Qi) 5. Agrerasi data

Agrerasi menunjukkan proses dimana rataan penawaran dikonversikan ke dalam nilai angka total populasi

6. Mengevaluasi penggunaan CVM

Tahap ini dilakukan untuk melihat keberhasilan dari penerapan CVM menggunakan beberapa indikator yang digunakan oleh peneliti


(39)

3.1.3. Eksternalitas

Masalah yang dapat menyebabkan kegagalan pasar dalam mengalokasikan faktor-faktor produksi secara efisien adalah eksternalitas. Eksternalitas timbul karena tindakan konsumsi atau produksi dari satu pihak mempunyai pengaruh kepada pihak yang lain dan tidak ada kompensasi yang dibayar oleh pihak yang menyebabkan atau kompensasi yang diterima oleh pihak yang terkena dampak tersebut. Adanya eksternalitas dari suatu kegiatan menyebabkan sistem perekonomian yang menggunakan sistem pasar persaingan sempurna tidak dapat mengalokasikan sumber-sumber ekonomi secara efisien karena harga tidak mencerminkan dengan tepat akan kelangkaan faktor produksi. Dalam hal eksternalitas negatif, biaya produksi yang dihitung oleh pengusaha lebih kecil dibandingkan biaya yang diderita oleh masyarakat (Mangkoesoebroto, 2000)

Eksternalitas juga dapat didefinisikan sebagai dampak (baik positif maupun negatif) dari suatu kegiatan (baik konsumsi maupun produksi) terhadap suatu pihak yang tidak melakukan kegiatan tersebut. Lebih spesifik lagi eksternalitas terjadi jika kegiatan produksi atau konsumsi suatu pihak mempengaruhi utilitas (kegunaan) dari pihak lain secara tidak diinginkan dan pihak pembuat eksternalitas tidak menyediakan kompensasi terhadap pihak yang terkena dampak (Fauzi, 2004)

Eksternalitas juga merupakan efek dari aktivitas ekonomi dari satu pihak ke pihak lain yang tidak diperhitungkan ke dalam sistem harga. Definisi ini menekankan pada dampak non pasar yang secara langsung berpengaruh pada satu pelaku dari pelaku lainnya. Eksternalitas timbul karena tindakan konsumsi atau produksi dari satu pihak yang mempunyai pengaruh terhadap pihak lain dan tidak


(40)

ada kompensasi yang dibayarkan oleh pihak yang menyebabkan atau kompensasi yang diterima oleh pihak yang terkena dampak tersebut1.

3.1.4. Biaya Produksi

Menurut Suhartati dan Fathorrozi (2003), biaya produksi merupakan biaya yang digunakan suatu faktor produksi untuk memproduksi suatu komoditi merupakan nilai dari kesempatan (opportunity) dari penggunaan faktor ini untuk kegiatan lain. Biaya dapat dibagi menjadi dua berdasarkan sifatnya, artinya mengaitkan antara pengeluaran yang harus dibayar dengan produk atau output yang dihasilkan. Berdasarkan pembagian ini, biaya dikelompokkan menjadi:

1. Biaya tetap

Merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh suatu perusahaan per satuan waktu tertentu, untuk keperluan pembayaran semua input tetap, dan besarnya tidak tergantung dari jumlah produksi yang dihasilkan

2. Biaya variabel

Merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh suatu perusahaan pada waktu tertentu, untuk pembayaran input variabel yang digunakan dalam proses produksi

3. Biaya total

Merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan variabel dalam proses produksi

       1

http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=1&ved=0CBIQFjAA&url=http%3A%2F%2 Frepository.gunadarma.ac.id%3A8000%2FKommit2004_ekonomi_010_1481.pdf&rct=j&q=intern

alisasi+biaya+eksternal- juarna+dan+harmoni+&ei=2twUTKuPB823rAeX07GyCA&usg=AFQjCNE5r3ztmzDj4dCftY-w-4SiaNIASKA. Diakses tanggal 1 Mei 2010


(41)

Terdapat dua fungsi biaya yang dapat diturunkan dari fungsi biaya total yaitu:

1. Biaya tetap total

Didefinisikan sebagai total semua biaya yang tidak berubah mengikuti perubahan output, bahkan apabila output sama dengan nol

2. Biaya variabel total

Total semua biaya yang berubah seiring perubahan output dalam jangka pendek

Selain biaya-biaya di atas juga terdapat biaya variabel rata-rata, biaya total rata-rata, dan biaya marginal. Biaya variabel rata-rata merupakan biaya variabel total dibagi dengan jumlah unit keluaran, biaya total rata-rata merupakan biaya total dibagi dengan jumlah output, sedangkan biaya marginal merupakan kenaikan biaya total karena memproduksi satu unit tambahan output (Case dan Fair, 2003). 3.1.5. Konsep Metode Valuasi Ekonomi

Penetapan nilai ekonomi total maupun nilai kerusakan lingkungan digunakan pendekatan harga pasar maupun non pasar. Pendekatan harga pasar dapat dilakukan melalui pendekatan produktivitas, pendekatan modal manusia (Human Capital) atau pendekatan nilai yang hilang dan pendekatan biaya kesempatan (Opportunity Cost). Pendekatan non pasar dapat dilakukan melalui metode nilai hedonis (Hedonic Pricing), metode biaya perjalanan (Travel Cost), metode kesediaan membayar atau kesediaan menerima (Contingent Valuation), dan metode Benefit Transfer (Dhewanthi, et al., 2007)


(42)

3.1.5.1. Pendekatan Produktivitas

Pada pendekatan ini valuasi yang dilakukan digunakan untuk memberikan harga SDA dan lingkungan sedapat mungkin menggunakan harga pasar yang sesungguhnya. Terdapat beberapa teknik yang biasa digunakan dalam pendekatan produktivitas ini, yaitu (a) Perubahan Produktivitas, yaitu teknik yang menggunakan nilai pasar yang ada dari suatu SDA, maka dapat diketahui nilai total dari sumberdaya tersebut. Kuantitas SDA dipandang sebagai faktor produksi. Perubahan dalam kualitas lingkungan mengubah produktivitas dan biaya produksi yang kemudian mengubah harga dan hasil yang dapat diamati dan diukur, (b) Biaya Pengganti atau Replacement Cost, yaitu teknik yang mengidentifikasi biaya pengeluaran untuk perbaikan lingkungan hingga mencapai atau mendekati keadaan semula. Biaya yang diperhitungkan untuk mengganti SDA yang rusak dan kualitas lingkungan yang menurun atau karena praktek pengelolaan SDA yang kurang sesuai dapat menjadi dasar penaksiran manfaat yang diperkirakan dari suatu perubahan, (c) Biaya Pencegahan atau Prevention Cost, yaitu apabila nilai jasa lingkungan tidak dapat diduga nilainya, maka pendekatan ini baik pengeluaran aktual maupun potensi pengeluaran, dapat dipakai. Melalui teknik ini, nilai lingkungan dihitung berdasarkan hal-hal yang disiapkan masyarakat untuk melakukan upaya pencegahan kerusakan lingkungan, seperti pembuatan terrassering untuk mencegah terjadinya erosi di dataran tinggi ((Dhewanthi, et al., 2007) .

3.1.5.2. Pendekatan Modal Manusia (Human Capital)

Pendekatan ini sedapat mungkin dapat menggunakan harga pasar sesungguhnya ataupun dengan harga bayangan. Hal ini terutama dapat dilakukan


(43)

untuk memperhitungkan efek kesehatan dan bahkan kematian dapat dikuantifikasi harganya di pasar. Pendekatan ini dapat dilakukan dengan beberapa teknik yaitu : (a) Pendekatan Pendapatan yang Hilang, yaitu pendekatan yang digunakan untuk menghitung kerugian akibat pendapatan yang hilang karena perubahan fungsi lingkungan berdampak pada kesehatan manusia, (b) Biaya Pengobatan, yaitu dampak perubahan kualitas lingkungan dapat berakibat negatif pada kesehatan, yaitu menyebabkan sakit bahkan kematian, (c) Keefektifan Biaya Penanggulangan, yaitu pendekatan yang digunakan apabila perubahan kualitas lingkungan tidak dapat diduga nilainya namun dipastikan bahwa tujuan penanggulangannya penting (Dhewanthi, et al., 2007).

3.1.5.3. Pendekatan Biaya Kesempatan (Opportunity Cost)

Apabila data mengenai harga atau upah tidak cukup tersedia, biaya kesempatan atau pendapatan yang hilang dari penggunaan SDA dapat digunakan sebagai pendekatan. Pendekatan ini dugunakan untuk menghitung biaya yang harus dikeluarkan untuk melestarikan suatu manfaat dan bukan untuk memberikan nilai besaran manfaat ekonomi yang harus dikorbankan jika terjadi perubahan sehingga kualitas lingkungan tidak dapat dikembalikan seperti keadaan semula (Dhewanthi, et al., 2007).

3.1.5.4. Pendekatan Nilai Hedonis (Hedonic Pricing)

Pendekatan ini merupakan pendekatan kedua setelah pendekatan dengan harga pasar untuk menilai kualitas lingkungan, karena seringkali ditemui keadaan yang sangat sulit untuk mendapatkan harga pasar atau harga alternatif. Pendekatan ini dikenal dengan pendekatan nilai properti (Property Value Method). Pendekatan ini merupakan suatu teknik penilaian lingkungan berdasarkan atas


(44)

perbedaan harga sewa lahan atau harga sewa rumah. Dengan asumsi bahwa perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan kualitas lingkungan. Untuk mendapatkan harga didasarkan atas kesanggupan orang untuk membayar lahan atau komoditas lingkungan sebagai cara untuk menduga secara tidak lagsung bentuk kurva permintaan sehingga nilai perubahan kualitas lingkungan dapat ditentukan (Dhewanthi, et al., 2007).

3.1.5.5. Pendekatan Biaya Perjalanan (Travel Cost)

Pendekatan ini menggunakan biaya transportasi atau biaya perjalanan terutama untuk menilai lingkungan pada objek-objek wisata. Pendekatan ini menganggap bahwa biaya perjalanan dan waktu yang dikorbankan para wisatawan menuju objek itu dianggap sebagai nilai lingkungan yang dibayar oleh wisatawan (Dhewanthi, et al., 2007).

3.1.5.6. Pendekatan Kesediaan Membayar atau Menerima Ganti Rugi (Contingent Valuation Method)

Metode valuasi kontingensi digunakan untuk mengestimasi nilai ekonomi untuk berbagai macam ekosistem dan jasa lingkungan yang tidak memiliki pasar, misal jasa keindahan. Metode ini menggunakan pendekatan kesediaan untuk membayar atau menerima ganti rugi agar sumberdaya alam tersebut tidak rusak. Metode ini juga dapat digunakan untuk menentukan nilai guna dan nilai non guna. Metode ini merupakan teknik untuk menyatakan preferensi karena menanyakan orang untuk menyatakan penilaian mereka. Pendekatan ini juga memperlihatkan seberapa besar kepedulian mereka terhadap suatu barang dan jasa lingkungan yang dilihat manfaatnya yang besar bagi semua pihak sehingga upaya pelestarian diperlukan agar tidak kehilangan manfaat itu (Dhewanthi, et al., 2007).


(45)

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Tahu dalam proses produksinya akan menghasilkan produk berupa tahu itu sendiri, produk sampingan atau limbah yang berupa limbah padat dan limbah cair tahu. Tahu yang dihasilkan kemudian dijual kepada konsumen, produk sampingan berupa limbah cair tahu secara langsung akan dibuang ke sungai atau ke badan-badan air lainnya, dan ampas tahu yang merupakan limbah padat akan diolah kembali menjadi keripik ampas tahu, pakan ternak, atau bahan baku bagi industri lainnya.

Sebagian besar dari para pengrajin tahu membuang produk sampingan mereka ke sungai atau badan air lainnya tanpa melakukan pengolahan terlebih dahulu terhadap limbah yang dihasilkan. Limbah cair yang dibuang langsung ke sungai memiliki dampak yang buruk bagi para pengguna air tempat limbah cair itu dibuang. Kandungan yang terdapat di dalam limbah cair dapat menimbulkan penyakit bagi para pengguna air serta bau yang dihasilkan sangat mengganggu masyarakat yang tinggal di sekitar sungai. Limbah industri tahu dapat menimbulkan pencemaran yang cukup berat karena mengandung polutan organik yang cukup tinggi. Dari beberapa hasil penelitian, bahan-bahan organik yang terkandung dalam air buangan tersebut memiliki konsentrasi COD berkisar antara 4 000-12 000 ppm dan BOD antara 2 000 – 10 000 ppm, serta mempunyai keasaman yang rendah yakni pH 4-52.

Beberapa faktor yang mendasari para pengrajin tahu membuang limbah ke sungai tanpa pengolahan telebih dahulu diantaranya adalah karena kurangnya       

2

http://www.scribd.com/mobile/documents/search?query=9Limbah+Tahu+Untuk+Biogas&commi t=Search. Diakses tanggal 3 Desember 2010


(46)

kesadaran mengenai pentingnya melestarikan kualitas air serta pengetahuan mengenai dampak yang ditimbulkan apabila mereka membuang limbah ke sungai, serta mahalnya biaya pembangunan pengolahan limbah yang membuat mereka sangat berat untuk membangun pengolahan limbah karena akan berimplikasi pada kenaikan biaya produksi yang akan menurunkan tingkat penerimaan dan keuntungan mereka.

Aktivitas dari proses produksi tahu memberikan eksternalitas bagi masyarakat yang kemudian dapat menimbulkan biaya eksternal bagi masyarakat yang terkena dampaknya seperti biaya kesehatan dan biaya penurunan produktivitas pertanian. Salah satu upaya untuk mengurangi eksternalitas adalah dengan melakukan internalisasi biaya eksternal. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara membangun pengolahan limbah cair menjadi biogas. Proses pembangunan pengolahan limbah menjadi biogas tentunya membutuhkan biaya yang cukup besar. Biaya pembangunan ini yang ditanggung oleh para pengrajin tahu. Sebelumnya biaya eksternal tidak dimasukkan ke dalam struktur biaya produksi dan ditanggung oleh masyarakat yang menerima dampak dari pembuangan limbah ke sungai tanpa melalui pengolahan, namun setelah dilakukannya internalisasi, biaya eksternal yang semula ditanggung oleh masyarakat kini ditanggung oleh pengrajin tahu.

Pemerintah dalam menanggapi dampak yang berbahaya dari limbah yang dibuang langsung ke sungai menetapkan beberapa kebijakan mengenai pembangunan sistem pengolahan limbah. Salah satu pengolahan limbah yang dapat diadopsi oleh para pengrajin tahu yaitu pengolahan limbah cair menjadi biogas. Pembangunan pengolahan limbah menjadi biogas atau IPAL yang


(47)

menggunakan limbah cair tahu sebagai bahan baku dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan, selain itu pembuatan IPAL juga dapat menciptakan energi alternatif yaitu pengganti bahan bakar seperti kayu bakar dan minyak tanah.

Analisis data dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan profil industri tahu di Desa Kalisari, sedangkan analisis kuantitatif untuk mengestimasi biaya eksternal dengan menggunakan metode change in productivity approach, replacement cost, dan biaya kesehatan, metode biaya produksi untuk mengestimasi biaya produksi setiap pengrajin tahu berdasarkan skala produksi tertentu, metode biaya produksi dan harga pasar untuk mengestimasi nilai manfaat ekonomi internalisasi biaya eksternal, metode willingness to pay untuk mengestimasi tingkat kesediaan petani untuk membayar biaya pengolahan limbah.


(48)

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di sentra produksi tahu yang terletak di Desa

Kalisari, Kecamatan Cilongok, Purwokerto1. Penentuan lokasi ini dilakukan

secara sengaja karena lokasi tersebut merupakan industri tahu yang berada di sekitar wilayah perairan. Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai Maret 2011.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder dan data primer. Data primer yang diperoleh melalui kuesioner yang mengambil responden yaitu para pengrajin tahu di Desa Kalisari dan wawancara langsung dengan pihak aparat desa sebanyak lima orang, pengrajin keripik ampas tahu sebanyak tiga orang, ketua gapoktan Desa Kalisari, kepala Desa Kalisari dan staf Kementrian Riset dan Teknologi sebanyak satu orang. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data mengenai lokasi sentra produksi tahu, jumlah limbah yang dihasilkan, kandungan beban pencemar yang terdapat dalam limbah cair tahu dan biaya pengolahan limbah menjadi biogas.

4.3. Metode dan Pengambilan Data

Metode pengambilan contoh atau metode penentuan responden tidak

dilakukan secara acak, malainkan dilakukan dengan cara non probability sampling

yaitu jenis purposive sampling, dimana pengambilan sampel ini dilakukan tidak

       1

http:/hendrik-perdana.web.id/index.php/artikel/umum/242-biogas-dari-limbah-tahu. Diakses tanggal 26 Desember 2010.

 


(49)

pengrajin yang sudah melakukan internalisasi biaya eksternal sebanyak 26 responden, pengrajin yang belum melakukan pengolahan limbah cair tahu sebanyak 30 responden, dan pengrajin yang melakukan penjualan ampas tahu sebanyak 60 responden

4.4. Metode dan Prosedur Analisis

Analisis data dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis karakteristik sosial ekonomi para pengrajin tahu,dan deskripsi profil industri tahu di Desa Kalisari. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengestimasi biaya produksi sebelum dan sesudah internalisasi biaya eksternal, mengestimasi biaya eksternal, dan mengestimasi

nilai ekonomi manfaat biaya eksternal. Metode change in productivity, biaya

kesehatan, dan replacement cost untuk mengestimasi biaya eksternal. Metode

harga pasar untuk mengestimasi manfaat ekonomi yang diperoleh dari adanya internalisasi, metode biaya produksi untuk mengestimasi besaran biaya produksi sebelum dan sesudah adanya internalisasi biaya eksternal, dan metode CVM untuk mengestimasi nilai yang bersedia dibayarkan untuk berpartisipasi dalam pengolahan limbah cair. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dibuat matriks metode penelitian sebagai berikut.


(50)

Data Mendeskripsikan

profil industri tahu

 Data primer, didapat dari pengrajin tahu, aparat desa, dan staf kemenristek

 Data sekunder, didapat dari buku, artikel, jurnal dan sumber-sumber yang relevan  Wawancara dengan pengrajin tahu, aparat desa, dan staf kemenristek Analisis deskriptif Mengestimasi biaya produksi pada industri tahu sebelum dan sesudah internalisasi

Data primer, didapat dari pengrajin tahu yang sudah melakukan internalisasi biaya eksternal pada struktur biaya produksinya  Kuesioner dengan 26 responden

Metode biaya produksi

Mengestimasi biaya eksternal

Data primer, didapat dari aparat desa, puskesmas, dan ketua gapoktan,

Wawancara dengan dokter di polides Desa Kalisari, ketua gapoktan Desa Kalisari, dan aparat Desa Kalisari

Metode change in productivity approach Metode Biaya

Pengganti Metode biaya

pengobatan Mengestimasi total nilai ekonomi manfaat internalisasi biaya eksternal

Data primer, didapat dari kepala desa, pengrajin tahu, pengrajin keripik ampas tahu Wawancara dengan kepala Desa Kalisari Wawancara dengan tiga orang pengrajin keripik ampas tahu Kuesioner dengan 60 responden Metode pendekatan harga pasar

Metode biaya produksi Mengestimasi nilai WTP pengrajin tahu untuk membayar iuran pengolahan limbah cair tahu

Data primer, didapat dari pengrajin tahu Kuesioner dengan 30 responden Metode Contingent Valuation Method


(51)

Deskripsi profil industri tahu dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Analisis ini dugunakan untuk mendeskripsikan profil industri tahu ditinjau dari aspek proses pembuatan tahu, produk lain dari tahu, jenis limbah tahu, dampak limbah tahu, serta teknologi yang digunakan untuk mengolah limbah tahu.

4.4.2. Estimasi Biaya Produksi Tahu Sebelum dan Sesudah Internalisasi Biaya Eksternal

Estimasi biaya produksi tahu sebelum dan sesudah internalisasi biaya eksternal dilakukan dengan menggunakan metode biaya produksi, yaitu mencari nilai dari biaya tetap, biaya variabel, dan biaya produksi total untuk melihat persentase perubahan biaya produksi apabila pengrajin tahu menginternalisasikan biaya eksternal ke dalam struktur biaya produksi. Biaya eksternal diinternalisasikan ke dalam struktur biaya produksi dengan cara memasukkan komponen iuran untuk perawatan IPAL ke dalam biaya tetap setiap bulan. Menurut Case and Fair (2003), biaya total dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

TCsebelum internalisasi = FC + VC TCsetelah internalisasi = FC + VC + k Dimana:

TC = Total Cost (biaya total)

FC = Fixed Cost (biaya tetap)

VC = Variable Cost (biaya variabel)


(52)

dilihat berdasarkan jumlah kedelai yang digunakan untuk memproduksi tahu.

4.4.3. Estimasi Biaya Eksternal sebagai Dampak Pembuangan Limbah Industri Tahu

Biaya eksternal yang diestimasi dalam penelitian ini yaitu biaya eksternal yang muncul akibat pembuangan limbah cair tahu diantaranya biaya kesehatan, biaya kerugian akibat penurunan produktivitas pertanian, dan biaya untuk perbaikan kesuburan lahan dengan cara penambahan jenis pupuk tertentu yaitu pupuk dolomit. Biaya kesehatan dihitung dengan pendekatan:

Total Biaya Kesehatan = C x n Dimana:

C = biaya pengobatan ke puskesmas per polides (Rp/orang)

n = masyarakat yang tinggal di sekitar sungai yang tercemar (orang)

Metode perhitungan biaya eksternal seperti kerugian petani akibat penurunan produktivitas pertanian dalam hal ini padi dan biaya perbaikan kualitas

lahan adalah metode change in productivity approach atau perubahan

produktivitas dan replacement cost untuk melihat perubahan pendapatan akibat

dampak dari pencemaran limbah tahu. Rumus yang digunakan yaitu: ΔI = I1 – I2

Dimana:

ΔI = selisih pendapatan sebelum dan sesudah pencemaran (Rp)

I1 = pendapatan sebelum pencemaran (Rp)


(53)

Dimana:

L = Luas lahan yang terkena limbah (ha)

Pp = Harga pupuk (Rp)

Qp = Jumlah pupuk (kg)

4.4.4. Estimasi Total Nilai Ekonomi Manfaat Internalisasi Biaya Eksternal

Nilai ekonomi yang didapat dari adanya internalisasi biaya eksternal berupa nilai penghematan bahan bakar seperti elpiji dan kayu bakar akibat adanya energi alternatif yang dihasilkan dari pengolahan limbah cair tahu yaitu biogas, penerimaan tambahan dari penjualan keripik ampas tahu dari hasil pengolahan limbah padat tahu, penerimaan tambahan dari penjualan ampas tahu untuk digunakan sebagai pakan ternak, dan penerimaan tambahan dari penjualan cacing yang hidup di selokan tempat pembuangan limbah cair untuk pakan lele dumbo. Metode yang digunakan untuk menghitung nilai penghematan bahan bakar adalah metode perubahan pendapatan, dengan pendekatan :

ΔI = I1 – I2 Dimana:

ΔI = jumlah elpiji yang dihemat (Rp)

I1 = jumlah elpiji yang digunakan sebelum menggunakan biogas (Rp)

I2 = jumlah elpiji yang digunakan setelah menggunakan biogas (Rp)

Penerimaan tambahan dari penjualan ampas tahu untuk pakan ternak dan untuk bahan baku keripik ampas tahu dilakukan dengan metode biaya produksi dengan mencari keuntungan tambahan dari penjualan produk tersebut. Nilai


(54)

dumbo dengan dengan rumus:

R = n x p x q Dimana:

R = penerimaan cacing rambut

n = jumlah cacing rambut yang diambil

p = harga cacing rambut di pasar

q = jumlah cacing yang diambil

4.4.5. Estimasi Nilai WTP Pengrajin Tahu untuk Membayar Iuran Pengolahan Limbah Tahu

Nilai WTP pengrajin tahu diestimasi dengan menggunakan metode

Contingent Valuation Method. Estimasi nilai WTP ini dilakukan pada pengrajin tahu yang masih belum mengolah limbah cair yang mereka hasilkan. Prosedur metode CVM yang dilakukan meliputi

1. Membuat pasar hipotetik

Pasar hipotetik yang dibentuk berdasarkan atas dampak negatif yang dirasakan akibat pembuangan limbah cair secara langsung oleh pengrajin tahu ke sungai dan selokan. Dalam upaya untuk mengurangi dampak negatif limbah cair tahu pemerintah berencana untuk membangun pengolahan limbah cair menjadi biogas. Selain itu biogas yang diproduksi dari pengolahan limbah ini juga dapat memberikan manfaat berupa energi alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk keperluan rumah tangga seperti minyak tanah atau kayu bakar. Oleh karena itu diperlukan partisipasi dari para pengrajin tahu dalam upaya pengurangan


(55)

objek dalam mengukur WTP ini yaitu para pengrajin tahu yang belum melakukan pengolahan limbah cair. Selanjutnya, pasar hipotetik yang dibentuk adalah sebagai berikut :

Pasar Hipotetik

Pemerintah berencana untuk membangun suatu pengolahan limbah yaitu pengolahan limbah menjadi biogas. Bahan baku biogas ini adalah limbah cair tahu yang dihasilkan dari proses produksi tahu. Pembangunan instalasi pengolahan limbah menjadi biogas sangat bermanfaat untuk lingkungan karena dapat mengurangi jumlah limbah cair yang dibuang ke sungai serta dapat menghasilkan bahan bakar alternatif berupa gas yang dihasilkan dari pengolahan limbah tersebut. Gas tersebut dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti elpiji dan dapat menghemat penggunaan kayu bakar dalam proses produksi. Oleh karena itu pemerintah sangat membutuhkan partisipasi dari masyarakat sekitar untuk pembangunan pengolahan limbah cair menjadi biogas

2. Mendapatkan penawaran besaran WTP

Dalam memperkirakan nilai awalan WTP terlebih dahulu dilakukan survey terhadap besarnya iuran biogas pada pengrajin yang sudah melakukan pembayaran iuran perawatan pengolahan limbah menjadi biogas yang sudah dilakukan di beberapa tempat. Kemudian setelah nilai WTP pertama didapat, ditawarkan nilai yang lebih besar dari nilai yang diberikan sebelumnya. Nilai WTP didapat setelah proses tawar menawar selesai.

3. Memperkirakan nilai rata-rata WTP

Dugaan rataan WTP dihitung dengan rumus :


(56)

Wi = batas bawah WTP pada kelas ke-i

Pfi = frekuensi relatif kelas ke-i

n = jumlah responden

i = sampel (1, 2, 3, …, n)

4. Menjumlahkan data

TWTP = ∑ ( ) P

Dimana:

TWTP = total WTP

WTPi = WTP individu sampel ke-i

ni = jumlah sampel ke-i yang bersedia membayar sebesar WTP

N = jumlah sampel


(57)

Kondisi umum Desa Kalisari meliputi kondisi fisik daerah dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Kondisi sosial ekonomi masyarakat meliputi jumlah penduduk, tingkat pendidikan, mata pencaharian, pola penggunaan lahan, dan kepemilikan ternak.

5.1.1. Kondisi Fisik Daerah

Desa Kalisari yang terkenal dengan sentra industri tahu di Kabupaten Banyumas pada mulanya merupakan penggabungan dari dua desa yaitu Desa Karangsari dan Desa Kalikidang yang dilakukan pada tahun 1912. Secara administratif Desa Kalisari termasuk dalam wilayah Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, terletak di Banyumas bagian barat dari ibukota Kecamatan Cilongok. Jarak dari pusat Kabupaten Banyumas dengan Desa Kalisari sekitar 17 km, dengan waktu tempuh sekitar 35 menit. Desa Kalisari terdiri atas dua dusun yaitu Dusun I yang terletak di sebelah timur yang terbagi atas dua RW dan Dusun II yang terletak di sebelah barat yang terbagi atas dua RW. Luas wilayah Desa Kalisari yaitu 204,355 ha dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Desa Karang Tengah b. Sebelah Barat : Desa Cikembulan c. Sebelah Selatan : Desa Lesmana d. Sebelah Timur : Desa Karanglo

Desa Kalisari memiliki topografi berupa dataran rendah dengan ketinggian sekitar 220 m diatas permukaaan laut (mdpl) sehingga tergolong dataran rendah.


(58)

5 j l k g S G d ( p 5.1.2. Kon Menu jumlah pend laki dan 24 keluarga. Ko gambar berik

Sumber : Dat Gambar 4. Ting dengan adan (TK), satu S penduduk be 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

0‐4 tahu

disi Sosial E urut data mo duduk yang t 422 perempu omposisi pen kut :

ta Sekunder d Jumlah Pen gkat pendidik nya fasilitas Sekolah Das erdasarkan ti 4  un 5‐9  tahun

10‐14 tahun Ekonomi De onografi yan tercatat yaitu uan, rata-rat nduduk men diolah (2011) nduduk Ber

kan di Desa s pendidikan sar (SD), da ingkat pendi 4 

n 15‐19  tahun

20‐24  tahun

esa Kalisari ng diperoleh u sebesar 126 ta setiap kel nurut usia da

rdasarkan J a Kalisari te n yaitu terse an satu Mad

idikan dapat 25‐29  tahun

30‐39  tahun

4 t i

h dari Kantor 69 KK, yang luarga terdir an jenis kela

Jenis Kelam ergolong sed edianya tiga drasah Ibtida t dilihat pada 40‐49 

tahun 50‐59  tahun

> ta

r Desa Kalis g terdiri atas ri dari emp amin dapat d

min dan Usia dang, hal ini a Taman Ka aiyah (MI). a gambar ber >60 

ahun

L P

sari (2007), s 2471 laki-pat anggota dilihat pada a i didukung anak-kanak Komposisi rikut. Laki‐laki Perempuan


(59)

S G p m J b b S G

Sumber : Dat Gambar 5. Berd penduduk D merupakan Jumlah yang

Berd bermata pen berdasarkan

Sumber : Dat Gambar 6. 2.95%

0.37%

ta Sekunder, d Jumlah Pen dasarkan gam

Desa Kalisa belum tama g paling sedi dasarkan dat ncaharian se

mata pencah

ta Sekunder, d Jumlah Pen 34.53 11.45% 5.26% diolah (2011) nduduk Ber mbar di atas ari adalah t at SD, tama ikit yaitu tam ta monograf ebagai petan harian dapat diolah (2011) nduduk Ber 64.54% % 2.12% 1.11% rdasarkan T s terlihat bah tamatan SD atan SLTP, matan S2 yai fi yang didap

ni dan buru t dilihat pada

rdasarkan M 9.22% 12% 2 % 0.92% Tingkat Pen hwa mayori D yaitu sek SLTA, D1, itu sebesar 0

pat tercatat uh industri.

a gambar ber

Mata Pencah 24.01%

0% 1.20%

ndidikan itas tingkat p kitar 64,54% D2, D3, S ,13%.

bahwa seba Komposisi rikut :

harian Tamat S Tamat S Tamat S D3 D2 D1 S1 S2 Petan Petan Nelay Pengu Buruh Buruh Pedag Penga : pendidikan %. Sisanya 1, dan S2.

agian besar penduduk SD

SLTP SLTA

ni sendiri ni buruh yan

usaha h industri h bangunan gang angkutan


(60)

p p D a p S G d u p d m p petani buru pengangkuta Luas Desa Kalisar adalah tanah penggunaan

Sumber : Dat Gambar 7. Dari diperuntukk untuk pemuk

Selai penduduk D dipilih pend memanfaatk perkebunan, 10. uh, buruh an.

s Desa Kalis ri diperuntuk h untuk pend

lahan di De

ta Sekunder, d Komposisi

gambar di an bagi keg kiman, pema in sebagai p Desa Kalisar

duduk desa kan lahan d

, sehingga p 14.70% .28%

11.51

industri, bu

ari seluruhn kkan bagi pe didikan, lapa esa Kalisari d

diolah (2011) Pola Pengg i atas terlih giatan perta akaman, dan petani, buru ri juga mem sebagai ta dan meman pakan ternak % uruh bangu nya mencapa ertanian, pem angan, jalan, dapat dilihat unaan Laha hat bahwa m anian yaitu n lain-lain.

uh tani dan melihara bina

abungan hid nfaatkan ha k cukup mud 63.61%

unan, pedag

ai 204,355 ha mukiman, pe , dan pemak t pada gamba

an

mayoritas la sebesar 63

n pengrajin atang ternak dup yang j asil-hasil tan dah untuk di %

gang, pengu

a. Pengguna ekarangan, d kaman. Kom

ar berikut in

ahan di Des ,61%. Sisan tahu, pada k. Pemelihar uga diguna naman pert idapatkan. Je

Tanah s Tanah p Tanah p Lain‐lain

usaha, dan

an lahan di dan sisanya mposisi pola i. sa Kalisari nya adalah umumnya raan ternak akan untuk tanian dan enis ternak sawah pemukiman pekarangan n


(61)

S G a k 5 b c t s 5 t b b %

Sumber : Dat Gambar 8. Berd adalah ayam kelinci, sapi 5.2. Kara Resp bermata pen cair dengan tahu dan tid sosial ekono 5.2.1. Usia Ting tahun sampa berada pada berada pada % atau seba

ta Sekunder, d Komposisi dasarkan gam

m yaitu seb , dan kerbau akteristik R ponden pada ncaharian se

biogas serta dak melakuk omi responde a

gkat usia pad ai diatas us a kisaran usi a kisaran usi anyak 15 ora

7

diolah (2011) Kepemilika mbar di atas besar 87,25% u. Responden a penelitian ebagai pengr a masyaraka kan pengelol en dapat dili

da responden ia 62 tahun a 40-50 tahu a 29-39 tahu ang. Sebany 7.78% 2.93%

an Ternak s mayoritas

%. Selanjut

ini merupak rajin tahu d at yang berm

laan limbah hat pada beb

n cukup berv n. Sebanyak

un. Sebanya un. Pada kis yak 6,67% a 0.36% 0.39% 87.25% % ternak yang tnya diikuti kan masyarak an melakuk mata pencaha cair dengan berapa kriter variasi yaitu 38,33% ata ak 26,67% at saran usia 5 atau sebanya

% 1.3

g ada di De dengan be

kat Desa Ka kan pengolah arian sebaga n biogas. Ka ria berikut in

berkisar ant au sebanyak tau sebanyak 1-61 tahun t ak empat or 35% sa Kalisari ebek, babi, alisari yang han limbah ai pengrajin arakteristik ni.

tara usia 20 k 23 orang

k 16 orang terdapat 25 ang berada Sapi Kerbau Kelinci Ayam Bebek Babi


(62)

r S G 5 S p m s S G t m p responden d

Sumber : Dat Gambar 9. 5.2.2. Ting

Ting SD, SMP, pendidikan menempuh p sebanyak tuj

Sumber : Dat Gambar 10 Berd tingkat pend mayoritas re pada masa

dapat dilihat p

ta Primer, dio Karakterist gkat Pendid gkat pendidik dan SMA. formal sam pendidikan juh orang m

ta Primer, dio . Karakteri dasarkan gam didikan form esponden ya tersebut tin 11.67% pada Gamba olah (2011) tik Respond dikan kan respond Sebanyak 7 mpai jenjan formal samp enempuh pe

olah (2011) istik Respon mbar di atas mal sampai d ang diwawan gkat kesada 38.33% 25% 3.33% 16.67% ar 9. den Berdasa

den di Desa 71,67% atau ng SD, 16

pai jenjang endidikan for nden Berdas terlihat bah dengan tingk ncara berada aran masyar 6.67% 71.67% arkan Tingk Kalisari ber u sebanyak 6,67% atau

SMA, dan s rmal sampai

sarkan Ting hwa mayorita kat SD. Hal a pada usia d rakat akan p

26.67%

kat Usia

rvariasi anta 43 orang m

sebanyak sebanyak 11 i jenjang SM

gkat Usia as responden

ini disebabk diatas 40 tah pentingnya p

1 2 4 5 6 ara tamatan menempuh 10 orang 1,67% atau MP. n memiliki kan karena hun dimana pendidikan 18‐28 tahun 29‐39 tahun 40‐50 tahun 51‐61 tahun 62‐72 tahun

SD SMP SMA


(63)

5 m s s S G H d r 5 t s k r 5.2.3. Statu Statu menikah yai sebanyak sa status pernik

Sumber : Dat Gambar 11 Berd Hal ini dise diatas 25 ta responden y 5.2.4. Lam Distr tahun yaitu sebanyak 22 kisaran 42-6 responden b us Pernikah us pernikaha itu sebesar 9 atu orang ber kahan dapat

ta Primer, dio . Karakteri dasarkan gam

babkan kare ahun yang m

ang memang ma Menjalan

ribusi respon sebanyak 2 orang bera 62 tahun se

erdasarkan l han

an responden 98,33 % atau rstatus belum dilihat pada

olah (2011) istik Respon mbar di atas

ena para pen merupakan g sudah men nkan Usaha

nden yang m 60% atau ada pada ki ebanyak 3,3 lama usaha d 98.33% 1.67%

n yang ada u sebanyak m menikah. Gambar 11. nden Berdas mayoritas r ngrajin tahu

usia yang i njalankan usa a

menjalankan sebanyak 3 isaran 21-41 33% atau se dapat dilihat

%

di Desa Ka 59 orang da Komposisi r . sarkan Stat responden ya yang diwaw ideal untuk aha sejak leb

usaha tahu 36 orang, se

1 tahun, dan ebanyak dua

pada Gamb

alisari mayor an sebesar 1

responden b

tus Pernikah ang berstatu wancara sud

menikah d bih dari 20 ta

berada di ki ebanyak 36 n terakhir be

a orang. Ka bar 12.

Me Tida

ritas sudah ,67 % atau berdasarkan han us menikah. dah berusia dan banyak ahun. isaran 0-20 6,67% atau erada pada arakteristik nikah ak Menikah


(64)

S G m m m 5 d s a s d S G

Sumber : Da Gambar 12 Berd menjalankan mereka sud menjalankan 5.2.5. Jum Distr dua orang s sebanyak 66 atau sebany sebanyak du dapat dilihat

Sumber : Da Gambar 13

ata Primer, d 2. Karakte

Usaha dasarkan gam

n usaha bera dah menjala

n usaha tahu mlah Tanggu ribusi jumlah

sebanyak 5% 6,67% atau s

ak 15 orang ua orang. K t pada Gamb

ata Primer, d . Karakteri

diolah (2011) eristik Resp

mbar di atas ada pada ki ankan usaha

semenjak m ungan

h tanggunga % atau seb

ebanyak 40 g, dan tujuh Karakteristik bar 13. diolah (2011) istik Respon 25% 3.33% ) ponden Ber terlihat jela isaran 0-20 a secara tu mereka tamat

an responden banyak tiga orang, lima h sampai del k responden ) nden Berdas 60% 5% 66.67% rdasarkan

as bahwa pal tahun. Hal urun-temurun

t SD.

n berada pad orang, tiga sampai enam lapan orang n berdasarka sarkan Jum Lama Ma ling banyak ini disebabk n dan mer

da kisaran s a sampai em

m orang seba sebanyak 3 an jumlah t

mlah Tanggu 2 4 anjalankan responden kan karena reka sudah atu sampai mpat orang anyak 25% 3,33% atau tanggungan ungan 1‐41 tahun 2‐62 tahun

1‐2 orang 3‐4 orang 5‐6 orang 7‐8 orang


(65)

a D k p 5 k a K g S G t p 5 t

ayah, ibu, d Desa Kalisa kesadaran m perekonomia 5.2.6. Jara Distr kisaran 0-20 atau sebanya Komposisi r gambar 14.

Sumber : Dat Gambar 14 Berd tempat usah pengrajin tah 5.3. Pers Perse tahu serta m

dan dua samp ari sudah m mereka aka an yang kura ak Tempat U ribusi jarak 0 m sebanya

ak tiga orang responden be

ta Primer, dio . Karakteri dengan Su dasarkan gam ha dengan su hu di Desa K sepsi Respon epsi respond manfaat pengo

pai tiga oran menerapkan

an mengiku ang memung Usaha ke Su tempat us ak 91,67% at

g, dan 42-52 erdasarkan j olah (2011) istik Respon ungai mbar terliha ungai berkis Kalisari mem nden den yang dik

olahan limba 9 5% 3.33%

ng anak. Ha Keluarga B uti KB sa gkinkan jika ungai saha respond

tau sebanyak 2 m sebanya

arak tempat

nden Berdas

at bahwa ma sar antara 0 mbuang limb

kaji meliputi ah padat tah 91.67%

al ini disebab Berencana s angat tinggi a mereka mem

den dengan k 55 orang, ak 3,33% ata usaha ke su

sarkan Jara

ayoritas resp 0-20 m. Ole bah ke sunga

i dampak ne u. Penilaian

bkan karena semenjak da i, disampin miliki anak b

n sungai be 21-41 m seb au sebanyak ungai dapat d

ak Tempat U

ponden mem eh sebab itu ai.

gative dari l persepsi res 0 2 4 a penduduk ahulu, dan ng kondisi banyak. erada pada banyak 5% dua orang. dilihat pada Usaha miliki jarak u mayoritas limbah cair sponden ini

‐20 meter 1‐41 meter 2‐52 meter


(1)

Lampiran 2. Penerimaan Penjualan Ampas Tahu untuk Pakan Ternak/Bulan

Rumah tangga

Jumlah kedelai yang digunakan (kg)

Penerimaan penjualan ampas tahu (Rp)

1 35 750 000 2 20 600 000 3 20 300 000 4 20 450 000 5 40 630 000 6 40 150 000 7 40 300 000 8 40 300 000 9 40 112 500 10 50 300 000 11 35 300 000 12 24 300 000 13 40 450 000 14 62 360 000 15 30 225 000 16 25 300 000 17 36 270 000 18 25 150 000 19 30 300 000 20 30 200 000 21 30 100 000 22 30 225 000 23 50 1 200 000

24 16 300 000 25 50 300 000 26 25 750 000 27 24 300 000 28 18 150 000 29 30 210 000 30 50 300 000 31 39 200 000 32 40 900 000 33 180 3 000 000

34 25 187 500 35 70 525 000 36 20 540 000 37 36 150 000 38 40 180 000 39 50 750 000 40 60 750 000 41 80 600 000 42 30 240 000


(2)

93   

45 50 900 000 46 20 450 000 47 27 300 000 48 35 300 000 49 30 225 000 50 40 300 000 51 20 150 000 52 50 450 000 53 40 300 000 54 40 450 000 55 40 300 000 56 40 210 000 57 20 210 000 58 100 1 200 000

59 150 1 200 000

60 50 600 000

Total 26 900 000

Sumber: Data Primer, 2011 (diolah)

Lampiran 3. Dokumentasi


(3)

(4)

95   


(5)

                                         

Kedelai Proses produksi tahu

Limbah padat tahu

Tahu

Konsumen

Limbah cair tahu

Dibuang ke sungai/wilayah perairan lain

Belum adanya sistem pengolahan limbah Pencemaran wilayah perairan Kurangnya pengetahuan tentang pengolahan limbah Biaya pengolahan

limbah yang mahal

eksternalitas

Biaya eksternal Pengolahan limbah

sistem biogas

Perhitungan total biaya produksi sebelum dan sesudah internalisasi (metode biaya produksi)

Analisis willingness to pay

Perhitungan total biaya eksternal dan manfaat ekonomi internalisasi biaya eksternal Ampas tahu

Mendeskripsikan profil industri tahu dikaji dari aspoek proses pembuatan tahu, jenis dan karakteristik limbah tahu, dan teknologi pengolahan limbah tahu.


(6)