Komposisi Functional Species Group pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Area IUPHHK-HA PT Sarpatim, Kalimantan Tengah

i

KOMPOSISI FUNCTIONAL SPECIES GROUP PADA SISTEM
SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR DI AREA
IUPHHK-HA PT SARPATIM, KALIMANTAN TENGAH

AYI KULSUM ZAMZAM

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Komposisi Functional
Species Group pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Area
IUPHHK-HA PT Sarpatim, Kalimantan Tengah adalah benar karya saya dengan

arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
Ayi Kulsum Zamzam
NIM E44100095

iii

ABSTRAK
AYI KULSUM ZAMZAM. Komposisi Functional Species Group pada Sistem
Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Area IUPHHK-HA PT Sarpatim,
Kalimantan Tengah. Dibimbing oleh PRIJANTO PAMOENGKAS.
Pengelolaan hutan dapat berdampak pada perubahan struktur hutan dan
komposisi jenis. Functional species Group (FSG) dapat menjelaskan kesatuan
jenis-jenis pohon yang diseleksi dalam suatu kelompok yang berada pada kegiatan
pengelolaan hutan sehingga dapat membantu dalam menjelaskan sifat-sifat

biodiversitas seperti kualitas habitat dan proses ekosistem. Tujuan penelitian ini
adalah mengetahui komposisi vegetasi hutan produksi yang dikelola dengan
sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) dilihat dari struktur tegakan
dan komposisi jenis yang tergolong FSG untuk tegakan dan permudaan alam di
log over area (LOA) dan KPPN (Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah) IUPHHKHA PT Sarmiento Parakantja Timber (Sarpatim), Kalimantan Tengah. Analisis
komposisi jenis dan struktur tegakan menggunakan jalur berpetak pada area TPTJ
dan KPPN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok jenis klimaks pada
seluruh petak pengamatan secara umum memiliki proporsi lebih besar
dibandingkan kelompok jenis pionir sejumlah 100 jenis klimaks dan 59 jenis
pionir. Struktur tegakan membentuk kurva J terbalik yang menunjukkan
pemulihan komposisi vegetasi pada area bekas tebangan yang dikelola
menggunakan sistem Silvikultur TPTJ dan KPPN memiliki karakteristik hutan
tidak seumur yang seimbang. Nilai keanekaragaman jenis tinggi (H’>3).
Komunitas pohon dan tegakan sebagian besar memiliki komunitas yang berbeda
(ID>50%).
Kata kunci : LOA, FSG, TPTJ, struktur tegakan, komposisi jenis

ABSTRACT
AYI KULSUM ZAMZAM. Composition of Functional Species Group at
Silviculture system of Tebang Pilih Tanam Jalur in IUPHHK-HA area of PT

Sarpatim, central of Kalimantan. Supervised by PRIJANTO PAMOENGKAS
Forest management can have an impact on changes in forest structure and
composition of plant species. Functional species Group (FSG) may explain the
unity of the trees species that are selected in a group in a forest management
activities so that it can help in explaining the characteristic of biodiversity such as
the quality of habitat and ecosystem processes. The purpose of this research is to
know the composition of forest vegetation that the production system are managed
with a Silvikultur system of TPTJ as seen from the forest structure and
composition of the type that belongs to FSG for the stands and natural
regeneration in log over area (LOA) and KPPN (The Conservation of Germplasm
Area) IUPHHK-HA PT Sarmiento Parakantja Timber (Sarpatim), Central
Kalimantan. Analysis of the composition of the stands type and structure used
terraced path in the area of TPTJ and KPPN. The results showed that the types of
climax on an entire swath of observations, generally have greater proportion than
the group of pioneers, the number of the climax type is 100 while pioneer type is
59. The structure of the stands form a J reverse curve, it show that the composition
of vegetation recovery on log over areas managed by using TPTJ and KPPN
Silvikultur system has balance characteristic of uneven age forest. The value of
diversity is high (H'>3). Most of tree and stands community have different
communities (ID>50%).

Keywords: LOA, FSG, TPTJ, stand stucture, composition of species

v

KOMPOSISI FUNCTIONAL SPECIES GROUP PADA SISTEM
SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR DI AREA
IUPHHK-HA PT SARPATIM, KALIMANTAN TENGAH

AYI KULSUM ZAMZAM

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

vii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini ialah
komposisi dan struktur jenis tumbuhan, dengan judul Komposisi Functional
Species Group pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Area
IUPHHK-HA PT Sarpatim, Kalimantan Tengah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Prijanto Pamoengkas
MSc F Trop selaku dosen pembimbing. Di samping itu penghargaan dan
ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak IUPHHK-HA PT
Sarmiento Parakantja Timber, Kalimantan yang telah memfasilitasi penelitian ini,
Bapak Pamuji Raharjo selaku Kepala Bidang Litbang yang telah memberikan izin
dan memfasilitasi penelitian ini, Bapak Margianto dan timnya yang telah
membantu dan mendampingi pengumpulan data di lapang, serta semua staf yang
tidak bisa disebutkan satu per satu. Kemudian ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada Ayah (Suryadi) dan Ibu (Siti Rokayah Spd) serta seluruh

keluarga atas doa dan kasih sayangnya, Usi, Rumi, Inggar, Devina, Fitria, Jek,
Aji, Ari, Dimas, Rima, Ade, Siti, Dewi dan sahabat-sahabat Silvikultur 47 yang
senantiasa memotivasi dan mendukung.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2015
Ayi Kulsum Zamzam

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiii

DAFTAR GAMBAR

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

xiv


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2


METODE

2

Waktu dan Tempat

2

Bahan dan Alat

2

Prosedur Penelitian

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

6


Kondisi Umum Lokasi Penelitian

6

Komposisi Jenis Functional Species Group dan Struktur Tegakan Hutan

7

Struktur Tegakan

10

Indeks Keanekaragaman Jenis

11

Indeks Nilai Penting

11


Indeks Ketidasamaan Komunitas

14

SIMPULAN DAN SARAN

15

Simpulan

15

Saran

15

DAFTAR PUSTAKA

15


LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP

24

xi

DAFTAR TABEL
Pengelompokan Functional Species Group (FSG) berdasarkan pada
ciri-ciri autekologi yang berbeda
2. Kerapatan dan kontribusi jenis di seluruh petak pengamatan pada
tingkat pohon
3. Kerapatan dan kontribusi jenis di seluruh petak pengamatan
padatingkat tiang
4. Kerapatan dan kontribusi jenis di seluruh petak pengamatan pada
tingkat pancang
5. Kerapatan dan kontribusi jenis di seluruh petak pengamatan pada
tingkat semai
6. Indeks keanekaragaman jenis pada petak pengamatan
7. Indeks nilai penting di atas 15% pada tingkat pohon pada petak
pengamatan
8. Indeks nilai penting di atas 15% pada permudaan pohon (tiang) pada
petak pengamatan
9. Indeks nilai penting di atas 10% pada permudaan pohon (semai)
pada petak pengamatan
10. Indeks nilai penting di atas 10% pada permudaan pohon (pancang)
pada petak pengamatan
11. Indeks ketidaksamaan pada petak pengamatan untuk seluruh petak
pengamatan dan tingkat pertumbuhan
1.

4
8
9
9
9
11
12
12
13
13
14

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.

Layout petak ukur pengamatan
Desain jalur analisis vegetasi hutan alam
Jumlah jenis (a) pionir dan (b) klimaks di seluruh petak pengamatan
Distribusi struktur tegakan pada petak pengamatan

3
3
7
10

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.

Peta lokasi penelitian
Daftar jenis tumbuhan

17
18

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengelolaan hutan hujan tropika memiliki resiko yang besar dari segi
ekonomi dan keseimbangan ekologi (Baker et al. 1987). Perubahan keseimbangan
ekologi dapat terjadi karena kegiatan pengelolaan seperti penebangan, pembukaan
lahan dan lain-lain. Perubahan keseimbangan ekologi diantaranya berubahnya
komposisi dan struktur tegakan hutan. Keberadaan jenis-jenis tegakan tertentu
dalam hutan dapat menjadi indikator tingkat suksesi hutan.
Functional species Group (FSG) merupakan kelompok jenis yang memiliki
pola spesifik serupa dalam penggunaan sumberdaya, respon yang sama terhadap
gangguan atau memiliki kelas yang sama dalam tingkat pertumbuhan, kematian
dan pemulihan kembali (Gitay dan Noble 1997). Pengetahuan mengenai FSG
dapat menjelaskan kesatuan jenis-jenis pohon yang diseleksi dalam suatu
kelompok yang berada pada kegiatan pemanenan, pemilihan teknik silvikultur dan
sistem manajemen ekosistem, sehingga dapat membantu dalam menjelaskan sifatsifat biodiversitas seperti kualitas habitat dan proses ekosistem (Pohris 2009).
Sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) merupakan sistem
silvikultur hutan alam yang diaplikasikan dengan melakukan penanaman secara
jalur pada hutan bekas tebangan atau loged over area (LOA). Pelaksanaan sistem
silvikultur TPTJ di IUPHHK-HA PT Sarmiento Parakantja Timber (PT Sarpatim)
didasarkan pada SK Mentri Kehutanan Nomor SK.31/VI-BPHA/2010 seluas 83%
dari total area konsesi 216 580 ha. Kegiatan pembinaan hutan dalam sistem TPTJ
meliputi pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan dan perlindungan yang
dilakukan secara berkesinambungan. Tujuan penerapan sistem silvikultur TPTJ
yaitu sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas hutan dengan membangun
hutan tanaman meranti yang produktif (Suparna dan Purnomo 2004).
Evaluasi terhadap penerapan sistem silvikultur TPTJ yang sedang berjalan
sampai saat ini perlu dilakukan karena penerapan sistem silvikultur TPTJ belum
teruji sampai daur akhir yaitu 35 tahun. Salah satu hal yang dapat dievaluasi yaitu
kegiatan penanaman. Penanaman dilakukan di dalam jalur selebar 3 meter (land
clearing) dengan jarak tanam yaitu 2.5 meter dengan jalur antara yang merupakan
tegakan alam selebar 17 meter yang diharapkan mampu mempertahankan sifat
alami dari hutan tersebut dan mampu menjaga kestabilan hutan (Soekotjo 2009).
Kegiatan penanaman pada area bekas tebangan dapat mempengaruhi
perubahan struktur dan komposisi jenis dengan pembuatan jalur dan kegiatan
pemanenan sebelumnya. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis komposisi jenis
dan struktur hutan yang dikelompokan dengan pendekatan komposisi vegetasi
yang tergolong FSG pada LOA dan Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah (KPPN)
untuk mengetahui proses pemulihan pada tegakan alam di jalur antara.

Perumusan Masalah
Jalur antara merupakan tegakan alam yang diharapkan mampu
mempertahankan sifat alami dari hutan tersebut dan mampu menjaga kestabilan
hutan pada area kegiatan penanaman di area bekas tebangan yang dilakukan pada

2

sistem silvikultur TPTJ yang dapat berdampak pada perubahan struktur hutan dan
komposisi jenis. Berdasarkan hal tersebut permasalahan yang dikaji dalam
penelitian ini yaitu mengetahui proses pemulihan pada tegakan alam di jalur
antara dengan mengetahui komposisi jenis dan struktur hutan yang dikelompokan
dengan pendekatan komposisi vegetasi yang tergolong FSG di area dengan tahun
tebang berbeda dan KPPN.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi vegetasi hutan
produksi yang dikelola dengan sistem Silvikultur TPTJ dilihat dari struktur
tegakan dan komposisi jenis yang tergolong FSG untuk tegakan dan permudaan
alam di area bekas tebangan (LOA) dan KPPN IUPHHK-HA PT Sarpatim,
Kalimantan Tengah.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai struktur
hutan dan komposisi jenis yang tergolong FSG. Penelitian ini juga diharapkan
dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengembilan keputusan pada
manajemen penebangan, teknik silvikultur yang cocok digunakan pada
manajemen pengelolaan hutan secara lestari di area bekas tebangan IUPHHK-HA
PT Sarmiento Parakantja Timber, Kalimantan Tengah.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di area kerja IUPHHK-HA PT Sarpatim,
Kalimantan Tengah di area bekas tebangan yang dijadikan model silvikultur
sistem TPTJ yang berlangsung dari bulan April 2014 sampai dengan Mei 2014.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan hutan bekas
tebangan pada masing-masing plot TPTJ. Alat-alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah phiband, hypsometer, kompas, golok, patok, kantong plastik,
sasak, tali tambang, tally sheet, alat tulis, kamera, kertas label dan laptop yang
dilengkapi dengan software pendukung seperti: Microsoft Excel 2013 dan
Microsoft Word 2013.

3

Prosedur Penelitian
Penentuan lokasi penelitian
Petak ukur pengamatan terdiri dari 12 lokasi yang berbeda. Penentuan
lokasi tersebut didasarkan pada lokasi bekas tebangan yang dijadikan model
silvikultur sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) dan hutan primer yang ada di
IUPHHK-HA PT Sarpatim, Kalimantan Tengah. Masing-masing lokasi tersebut
yaitu: area hutan tidak terganggu (KPPN) yang mewakili hutan primer, petak ukur
LOA 9 tahun (76AF dan 76AG), LOA 7 tahun (76AE dan 78AE), LOA 5 tahun
(73AH dan 81X), LOA 3 tahun (72AG dan 72AH) dan LOA 1 tahun (94P dan
94Q). Luasan setiap petak ukur yaitu 10 000 m2 dan pada masing-masing petak
dilakukan pengukuran pada dua jalur yaitu jalur 2 dan 4 dengan panjang dan lebar
masing-masing jalur yaitu 100 meter dan 17 meter seperti pada Gambar 1.
100 m
a

b

100 m
1

e
f

c

d
2

3

= planting trees
c s/d d = jalur antara (17 m)

4

5

a s/d b = jalur bersih (3 m)
jalur pengamatan = jalur 2 & 4
e s/d f = jarak tanam (2.5 m)

Gambar 1 Layout petak ukur pengamatan
Analisis vegatasi
Pengambilan data di lapangan dilakukan dengan menggunakan teknik
analisis vegetasi metode kombinasi antara metode jalur dan garis petak. Tingkat
pohon dilakukan dengan metode jalur sedangkan untuk permudaan dilakukan
dengan metode garis berpetak (Soerianegara dan Indrawan 1998). Panjang jalur
pengamatan yaitu 100 m dengan lebar 17 m. Setiap jalur dibagi menjadi lima
petak pengukuran berukuran 17 m x 20 m. Lima petak masing-masing terbagai
menjadi empat subpetak pengamatan yaitu petak 2 m x 2 m untuk pengamatan
tingkat semai, petak 5 m x 5 m untuk pengamatan tingkat pancang, 10 m x 10 m
untuk pengamatan tingkat tiang dan 17 m x 20 m untuk pengamatan tingkat pohon
seperti pada Gambar 2. Data yang dikumpulkan dari analisis vegetasi adalah nama
dan jumlah jenis pada semua tingkat pertumbuhan serta diameter dan tinggi pada
tingkat tiang dan pohon.
C

B
A

A

17 m

D

A = semai

2m

C

10m

B = pancang
Dst C = tiang

B
D

D = tpohon

5m
20m

Gambar 1 Desain jalur analisis vegetasi hutan alam

4

Analisis Data
Pengelompokan Data
Kegiatan pengelompokan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu
pengelompokan jenis berdasarkan kelompok jenis pionir dan kelompok jenis
klimaks FSG dengan asumsi bahwa pola dinamika struktur tegakan akan berbeda
untuk setiap kelompok jenis.
Penelitian ini menekankan pada penggunaan FSG untuk menjelaskan sifat
biodiversitas yaitu proses ekosistem. Pengelompokan FSG berdasarkan pada ciriciri autekologi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Pengelompokan Functional Species Group (FSG) berdasarkan pada ciriciri autekologi yang berbeda
Karakteristik
Pionir
Klimaks
Persamaan
Intoleran
Toleran
Kemunculan
Awal hutan sekunder
Hutan primer
Kelenturan tapak
Tinggi
Rendah
Benih
Kecil, diproduksi dalam Besar, diproduksi dalam
jumlah besar pertahun
jumlah kecil tidak pertahun
Penyebaran benih
Sangat luas
Sempit
Viabilitas benih
Panjang
Pendek
Dormansi benih
Sangat sering, ortodoks
Jarang, rekasiltran
Perkecambahan
Dalam cahaya penuh di Ternaungi di bawah kanopi
benih
ruang terbuka
Karakteristik
Fast growing selama fase Tumbuh lambat selama
pertumbuhan
belum, puncak awal dari produksi, akhir puncak dari
Current
Annual Current
Annual
Increament (CAI) dewasa
Increament (CAI)
Tinggi pohon akhir
30 m
Kerapatan kayu
Rendah
Bervariasi-tinggi
Perkembangan
Awal mulai fase belum Akhir
fase,
berumur
dewasa, tidak berumur panjang (>100 thn)
panjang ( 3 termasuk
kategori tinggi (Maguran 1988).

6

Indeks ketidaksamaan komunitas (ID)
Indeks ketidaksamaan komunitas adalah lawan dari index of similiarity
(IS) yaitu indeks yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesamaan antar
komunitas tumbuhan dengan membandingkan komposisi atau struktur
komunitasnya. Nilai ID berkisar antara 0-100%, jika nilai ID = 0% maka kedua
komunitas yang dibandingkan akan benar-benar sama dan jika nilai ID = 100%
maka berbeda, begitu pula dengan nilai IS (Ludwig & Reynold 1988). IS dan ID
dapat dihitung menggunakan rumus berikut (Goldsmith, Harrison dan Morton
1986):
IS
I

2
a b

IS

Keterangan:
IS
= indeks kesamaan komunitas
W
= jumlah dari nilai penting yang lebih kecil atau sama dari dua jenis
berpasangan yang ditemukan pada dua komunitas
a
= total nilai penting dari komunitas A
b
= total nilai penting dari komunitas B
ID
= indeks ketidaksamaan komunitas

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
PT Sarpatim memiliki izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan
alam (IUPHHK-HA) untuk jangka waktu 45 tahun (periode 5 November 1992
sampai 5 November 2037) seluas 216 580 ha yang terdiri atas 157 380 ha
kawasan hutan produksi terbatas (HPT) dan 59 200 ha kawasan hutan produksi
konservasi. IUPHHK-HA PT Sarpatim sesuai dengan SK Menteri Kehutanan
Nomor SK.266/MENHUT-II/2004 tanggal 21 Juli 2004.
Area IUPHHK-HA PT Sarpatim termasuk dalam kelompok hutan Sungai
Kalek dan Sungai Nahiang. Letak geografis PT Sarpatim yaitu pada
°55’2° 9’ BT dan ° 2’- °56’ LS, dengan wilayah administrasi pemerintahan
terletak di Kabupaten Seruyan, Katingan dan Kotawaringin Timur, Provinsi
Kalimantan Tengah. Batas area kerja PT Sarpatim antara lain:
a. Sebelah utara : IUPHHK-HA PT Erna Djuliawati dan PT Meranti Mustika
b. Sebelah timur : IUPHHK-HA PT Berkat Cahaya Timber, PT Kayu
Tribuwana
Rama dan PT Inhutani III
c. Sebelah selatan : IUPHHK-HA PT Intrado Jaya Intiga dan IUPHHK-HTI
Kusuma Perkasa Wana
d. Sebelah barat : Sungai seruyan, IUPHHK-HA PT Sentral Kalimantan Abadi
dan PT Hutamindo Lestari jaya Utama.
Kondisi penutupan lahan PT Sarpatim berdasarkan Citra Landsat 2012
yaitu 164 179 ha hutan sekunder (LOA), 30 611 ha area tidak berhutan dan 21 790
ha tertutup awan. Hasil interpretasi peta topografi area kerja PT Sarpatim
bervariasi dari datar sampai berbukit dengan ketinggian berkisar 18-944 mdpl.

7

Jenis tanah yang mendominasi area PT Sarpatim adalah Dystropepts seluas 61%
dari luas total area dan tropodults seluas 39%. Tipe iklim berdasarkan Schmidt &
Ferguson area PT Sarpatim termasuk tipe A dengan curah hujan 3 086 mm per
tahun dan hari hujan selama 145 hari per tahun. Curah hujan tertinggi terjadi pada
bulan Oktober sampai Januari dan curah hujan terrendah terjadi pada bulan Juli
sampai September. Kelembaban rata-rata berkisar antara 38.3-85.6%. Secara
hidrologi PT Sarpatim memiliki tiga Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS
Seruyan, DAS Mentaya dan DAS Mentubar.
Jumlah jenis tumbuhan yang ada di area IUPHHK-HA PT Sarpatim yaitu
386 jenis dari 50 suku atau famili yang terdiri dari 108 jenis Dipterocarpaceae, 39
jenis Euphorbiaceae dll. Jenis tumbuhan yang bernilai rentan (vulnerable)
sebanyak 86 jenis, jenis kritis (critical endangered) sebanyak 36 jenis, 14 jenis
Dipterocarpaceae yang termasuk dilindungi pemerintah dan 10 jenis endemik
Indonesia dari 38 jenis yang ditemukan.
Komposisi Jenis Functional Species Group dan Struktur Tegakan Hutan
Umur, komposisi, struktur dan tempat tumbuh atau geografi dapat
membedakan kondisi suatu tegakan hutan (Baker et al. 1987). Penelitian ini
membedakan tegakan hutan berdasarkan struktur dan komposisi jenis suatu
tegakan. Analisis mengenai kerapatan dan kontribusi jenis menggambarkan
komposisi jenis suatu tegakan dan analisis sebaran kelas diameter
menggambarkan struktur tegakan.

Jumlah jenis

35

Pionir

30

KPPN

25

LOA 9

20

LOA 7

15

LOA 5

10

LOA 3

5

LOA 1

0
Semai

Jumlah jenis

60

Pancang

Tiang

Pohon

Klimaks

50

KPPN

40

LOA 9

30

LOA 7

20

LOA 5

10

LOA 3

0

LOA 1
Semai

Pancang

Tiang

Pohon

Gambar 2 Jumlah jenis (a) pionir dan (b) klimaks di seluruh petak pengamatan
Komposisi jenis penyusun tegakan dikelompokkan berdasarkan
pengelompokkan FSG dengan mengelompokkan jenis yang termasuk kelompok
jenis pionir dan kelompok jenis klimaks. Pengelompokkan berdasarkan FSG

8

bertujuan untuk membantu dalam menjelaskan sifat-sifat biodiversitas seperti
kualitas habitat dan proses ekosistem (Pohris 2009). Selain itu dengan mengetahui
komposisi jenis dapat mengetahui keseimbangan komunitas suatu hutan (Muhdi
2009).
Pengelompokkan jenis berdasarkan FSG pada seluruh area pengamatan
ditemukan 59 jenis pionir dan 100 jenis klimaks. Gambar 3 menunjukkan jumlah
jenis pada seluruh tingkat pertumbuhan yang tergolong kelompok jenis pionir
maupun kelompok jenis klimaks. Jumlah jenis tertinggi untuk kelompok jenis
pionir pada tingkat pertumbuhan semai, tiang dan pohon didominasi pada area
KPPN yaitu sebanyak 23, 20 dan 29 jenis , sedangkan jumlah jenis tertinggi untuk
tingkat pancang yaitu pada LOA 7 sebanyak 29 jenis. Jumlah jenis tertinggi untuk
kelompok jenis klimaks pada tingkat pertumbuhan tiang dan pohon berada pada
KPPN yaitu sebanyak 35 dan 47 jenis, sedangkan jumlah jenis tertinggi untuk
tingkat semai dan pancang yaitu pada LOA 7 sebanyak 56 dan 47 jenis. Jumlah
jenis yang beragam ini diduga karena adanya perbedaan intensitas penebangan
pada masing-masing lokasi dan proses suksesi dengan tingkat kerusakan yang
berbeda-beda pada setiap area. Menurut Kartawinata (1975) kehadiran suatu jenis
pada hutan bekas tebangan dipengaruhi oleh besarnya kerusakan akibat
penebangan dan pembungaan sehingga regenerasi tidak dapat berlangsung dengan
baik.
Tabel 2 Kerapatan dan kontribusi jenis di seluruh petak pengamatan pada tingkat
pohon
Tegakan
KPPN
LOA 9
LOA 7
LOA 5
LOA 3
LOA 1

Kerapatan (N/ha)
Pionir
Klimaks
148.75
182.50
45.00
137.50
52.50
137.50
28.75
155.00
46.25
126.25
51.25
105.00

Total
331.25
182.50
190.00
183.75
172.50
156.25

Kontribusi jenis (%)
Pionir
Klimaks
44.91
55.09
24.66
75.34
27.63
72.37
15.65
84.35
26.81
73.19
32.80
67.20

Tabel 2 menunjukkan kerapatan dan kontribusi jenis pada tingkat pohon.
Kelompok jenis klimaks untuk seluruh petak pengamatan memiliki kerapatan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok jenis pionir. Sebagai contoh
pada LOA 1 kelompok jenis klimaks memiliki kerapatan sebesar 105 (N/ha) dan
kontribusi jenis sebesar 67.2% yang jumlahnya lebih besar dibandingkan
kerapatan kelompok jenis pionir yaitu sebesar 51.25 (N/ha) dan kontribusi jenis
sebesar 32.8%. Total kerapatan pada KPPN lebih besar dibandingkan seluruh
LOA. Total kerapatan untuk kelompok jenis klimaks mengalami penurunan
mengikuti tahun area tebangan terdekat kecuali pada LOA 5, sedangkan untuk
kelompok pionir menunjukkan kerapatan yang bervariasi.
Kerapatan dan kontribusi jenis untuk tingkat tiang, kelompok jenis
klimaks memiliki kerapatan terbesar dibandingkan kelompok jenis pionir yang
ditunjukkan pada Tabel 3. LOA 1 menunjukkan kelompok jenis pionir memiliki
kerapatan yang lebih banyak dibandingkan kelompok jenis klimkas yaitu 95 N/ha.
Hal ini diduga karena pada lokasi tersebut baru saja di lakukan pemanenan
sehingga kemunculan kelompok jenis klimaks lebih sedikit dibandingkan
kelompok jenis pionir.

9

Tabel 3 Kerapatan dan kontribusi jenis di seluruh petak pengamatan pada tingkat
tiang
Tegakan
KPPN
LOA 9
LOA 7
LOA 5
LOA 3
LOA 1

Kerapatan (N/ha)
Pionir
Klimaks
225
325
200
200
140
305
60
165
130
275
95
85

Kontribusi jenis (%)
Pionir
Klimaks
40.91
59.09
50.00
50.00
31.46
68.54
26.67
73.33
32.10
67.90
52.78
47.22

Total
550
400
445
225
405
180

Kerapatan dan kontribusi jenis permudaan hutan yaitu pada tingkat semai
dan pancang dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Kerapatan dan kontirbusi
jenis untuk tingkat semai maupun pancang pada kelompok jenis klimaks secara
umum memiliki jumlah tertinggi. Kecuali pada LOA 9 dan LOA 3 untuk tingkat
pancang. Kerapatan dan kontribusi jenis permudaan juga digunakan untuk
mengetahui jumlah ketersediaan semai, pancang dan tiang untuk menjamin
adanya regenerasi baru pada suatu komunitas.
Tingkat semai, pancang dan tiang memiliki ketersediaan di alam yang
cukup. Tingkat semai memiiki jumlah kerapatan jenis total yang berkisar 27 750 –
40 625 N/ha. Hal ini sesuai dengan Wyatt dan Smith (1963) menyatakan bahwa
permudaan dianggap cukup memadai bila tersedia 1 000 N/ha cadangan
permudaan semai. Tabel 5 menunjukkan cadangan permudaan tingkat pancang
yang melebihi 240 N/ha. Selain itu cadangan permudaan tiangkat tiang juga
melebihi 75 N/ha yang dapat dilihat pada Tabel 3. Hal ini menunjukkan bahwa
secara umum area hutan bekas tebangan yang dikelola dengan sistem Silvikultur
TPTJ memiliki kesempatan dalam penambahan pohon inti. Pamoengkas (2006)
menyatakan pertumbuhan tiang dapat menambah jumlah pohon inti dalam jumlah
yang banyak.
Tabel 4 Kerapatan dan kontribusi jenis di seluruh petak pengamatan pada
tingkat pancang
Tegakan
KPPN
LOA 9
LOA 7
LOA 5
LOA 3
LOA 1

Kerapatan (N/ha)
Pionir
Klimaks
1360
1460
2940
2880
2380
3160
2060
2360
2720
2200
1500
1520

Total
2820
5820
5540
4420
4920
3020

Kontribusi jenis (%)
Pionir
Klimaks
48.23
51.77
50.52
49.48
42.96
57.04
46.61
53.39
55.28
44.72
49.67
50.33

Tabel 5 Kerapatan dan kontribusi jenis di seluruh petak pengamatan pada
tingkat semai
Tegakan
KPPN
LOA 9
LOA 7
LOA 5
LOA 3
LOA 1

Kerapatan (N/ha)
Pionir
Klimaks
17750
22875
12375
22250
11875
17625
4625
23125
15750
20875
13750
17625

Total
40625
34625
29500
27750
36625
31375

Kontribusi jenis (%)
Pionir
Klimaks
43.69
56.31
35.74
64.26
40.25
59.75
16.67
83.33
43.00
57.00
43.82
56.18

10

140
120
100
80
60
40
20
0

55-59

60 UP

140
120
100
80
60
40
20
0

50-54

45-49

40-44

35-39

30-34

25-29

20-24

15-19

KPPN

10-14

60 UP

55-59

50-54

45-49

40-44

35-39

30-34

60 UP

Kelompok jenis klimaks
Jumlah individu (N/ha)

Kelompok jenis klimaks

25-29

55-59

Kelas diameter (cm)
Kelompok jenis pionir

20-24

60 UP

50-54
50-54

45-49

40-44

35-39

30-34

25-29

20-24

15-19

LOA 3 Tahun

10-14

60 UP

55-59

50-54

45-49

40-44

35-39

30-34

25-29

140
120
100
80
60
40
20
0

Kelompok jenis pionir

Kelas diameter (cm)

55-59

45-49

Kelompok jenis klimaks

20-24

15-19
15-19

40-44

Kelompok jenis klimaks

LOA 1 Tahun

10-14

35-39

Kelompok jenis pionir

Kelas diameter (cm)

Jumlah individu (N/ha))

30-34

Kelompok jenis pionir

LOA 5 Tahun

140
120
100
80
60
40
20
0

25-29

Kelas diameter (cm)

Jumlah individu (N/ha)

140
120
100
80
60
40
20
0
10-14

Jumlah individu (N/ha)

Kelas diameter (cm)

20-24

15-19

LOA 7 Tahun

10-14

60 UP

55-59

50-54

45-49

40-44

35-39

30-34

25-29

20-24

15-19

LOA 9 Tahun

Jumlah individu (N/ha)

140
120
100
80
60
40
20
0
10-14

Jumlah individu (N/ha)

Struktur Tegakan

Kelas diameter (cm)

Kelompok jenis pionir

Kelompok jenis pionir

Kelompok jenis klimaks

Kelompok jenis klimaks

Gambar 3 Distribusi struktur tegakan pada petak pengamatan

11

Gambar 4 menunjukkan bahwa kelompok jenis klimaks mendominasi
dibandingkan kelompok jenis pionir kecuali pada LOA 9 dan LOA 1. Hal ini
dapat disebabkan oleh adanya kegiatan pemeliharaan yaitu pelebaran jalur untuk
mendukung pertumbuhan tanaman jalur pada LOA 9 dan umur penebangan yang
baru 1 tahun pada LOA 1, sehingga mengakibatkan keterbukaan tajuk yang
memicu tumbuhnya kelompok jenis pionir.
Distribusi struktur tegakan untuk kelompok jenis pionir dan kelompok
jenis klimaks cenderung membentuk kurva J terbalik. Hal ini menunjukkan bahwa
area hutan bekas tebangan yang dikelola dengan sistem silvikultur TPTJ memiliki
kondisi hutan tidak seumur yang masih seimbang. Hutan alam memiliki kerapatan
pohon yang tinggi pada kelas diameter kecil dan menurun pada kelas diameter
yang lebih besar (Richard 1964). Wahjono (2007) menyatakan bahwa struktur
tegakan hutan normal yang membentuk J terbalik menunjukkan kondisi tegakan
setelah penebangan masih cukup baik sebagai penyusun tegakan pada rotasi
berikutnya.
Indeks Keanekaragaman Jenis
Tabel 6 Indeks keanekaragaman jenis pada petak pengamatan
Strata
Semai
Pancang
Tiang
Pohon

KPPN
3.5
3.8
3.8
4.0

LOA 9
3.2
3.3
3.2
3.5

Indeks keanekaragaman (H’)
LOA 7
LOA 5
LOA 3
3.7
3.1
3.2
4.1
3.5
3.7
3.5
3.0
3.5
3.7
3.4
3.4

LOA 1
3.4
3.6
3.0
3.3

Tabel 6 menunjukkan nilai indeks keanekaragaman jenis untuk strata
pohon dan permudaan pada semua petak pengamatan. Strata pohon ataupun
permudaan pada semua petak pengamatan memiliki keanekaragaman jenis yang
tergolong tinggi karena indeks keanekaragaman pada masing-masing lokasi
memiliki nilai >3.
Sesuai dengan penelitian serupa di lokasi yang sama oleh Utami (2007)
yang menyatakan bahwa keragaman di lokasi penelitian cukup tinggi. Hal ini
dapat diartikan bahwa komposisi jenis pada semua strata sangat melimpah,
beranekaragam atau heterogen dan memiliki stabilitas komunitas yang tinggi.
Stabilitas komunitas yaitu kemampuan suatu komunitas menjaga kestabilannya
walaupun adanya gangguan terhadap komponen-komponen penyusunnya yang
dapat dilihat dari keanekaragaman jenis pada suatu komunitas (Soegianto dalam
Indriyanto 2008).
Indeks Nilai Penting
Analisis indeks nilai penting (INP) digunakan untuk mengetahui jenis-jenis
yang mendominasi pada petak pengamatan. Smith (1977) dalam Mawazin (2013)
menyatakan bahwa jenis dominan adalah jenis yang dapat memanfaatkan
lingkungannya secara efisien dari jenis lain dalam tempat yang sama. Jenis
dominan merupakan jenis yang mempunyai nilai INP tertinggi di dalam suatu
vegetasi hutan (Kusmana 1997). Suatu jenis dapat dikatakan berperan jika nilai
INP untuk tingkat semai dan pancang ≥
dan untuk tingkat tiang dan pohon
memiliki nilai INP ≥ 5 (Sutisna dalam Mawazin 2 3).

12

Tabel 7 menunjukkan bahwa untuk tingkat pohon didominansi oleh jenis
klimaks Dipterocarpaceae pada seluruh petak pengamatan. Jenis yang
mendominasi dengan merata yaitu Shorea parvifolia pada KPPN (18.4%), LOA 5
(34.3%), LOA 3 (40.4%) dan LOA 1 (43.1%), serta menjadi jenis kodominan
pada LOA 7 (18.2%). Selain itu Shorea laevis merupakan jenis dominan pada
LOA 9 (36.0%) dan Castanopsis costata menjadi jenis yang mendominasi di LOA
7 (22.3%). Jenis meranti merah dan beberapa jenis dari famili Dipterocarpaceae
merupakan jenis utama yang digunakan sebagai bahan baku kayu lapis.
Tabel 7 Indeks nilai penting di atas 15% pada tingkat pohon pada petak
pengamatan
Indeks Nilai Penting
KPPN LOA 9 LOA 7 LOA 5 LOA 3
Castanopsis costata
K
22.3a) 22.8b)
Cephalomappa mallotocarpa
P
Dacryodes rugosa
P
Dipterocarpus caudiferus.
K
17.2
Hopea dryobalanoides
K
16.8
Koompassia malaccensis
K
Pternandra caerulescens
P
16.0
Scorodocorpus borneensis
K
Shorea laevis
K
16.7
22.5b)
36.0 a)
Shorea parvifolia
K
18.4a)
18.2b) 34.3a) 40.4a)
b)
Shorea smithiana
K
17.4
Symplocos cochinchinensis
P
Syzygium borneense
K
19.4
16.7
K : Klimaks ; P : Pionir; a) : Jenis dominan ; b) : Jenis kodominan
Nama Jenis

Grup

LOA 1
23.9b)
22.7
15.3
19.0
43.1a)
21.2

Tabel 8 Indeks nilai penting di atas 15% pada permudaan pohon (tiang) pada petak
pengamatan
Indeks Nilai Penting
KPPN LOA 9 LOA 7 LOA 5 LOA 3
Antidesma coriaceum
P
15.2b)
P
Aporosa sphaeridophora
Castanopsis costata
K
18.3
Chisocheton sp
P
16.6
Dacryodes rugosa
P
19.0
Dehaasia caesia
P
Diospyros rostrata
K
18.8
Hopea dryobalanoides
K
23.4b)
23.8
Ilex accuminata
K
15.3
Litsea machilifolia Gamble
K
21.3b)
a)
P
22.2
Macaranga gigantea
a)
P
40.2
Macaranga hypoleuca
a)
K
16.3
Paranephelium xestophyllum
Polyalthia xanthopetala
P
15.9
Pternandra caerulescens
P
Scorodocorpus borneensis
K
Shorea macrophylla
K
15.4
Shorea parvifolia
K
Shorea pauciflora
K
16.5
Shorea smithiana
K
19.8
Strombosia ceylanica
K
15.0
Symplocos cochinchinensis
P
30.6b)
a)
a)
K
48.6
27.9
Syzygium borneense
b)
Syzygium sp
K
21.4
K : Klimaks ; P : Pionir; a) : Jenis dominan ; b) : Jenis kodominan
Nama Jenis

Grup

LOA 1
a)
28.3
25.3b)
24.6
16.0
16.8
16.6
20.1
17.0
25.1
-

13

Tabel 8 menunjukkan jenis yang mendominasi pada tingkat tiang.
Kelompok jenis klimaks yang mendominasi tingkat pertumbuhan tiang yaitu jenis
Paranephelium xestophyllum pada KPPN (16.3%), Syzigium borneense pada LOA
5 dan LOA 3 (48.6% dan 27.9%), sedangkan kelompok jenis pionir yang
mendominasi tingkat pertumbuhan tiang yaitu jenis Macaranga hyploeuca pada
LOA 9 (40.2%), Macaranga gigantea pada LOA 7 (22.2%) dan Aporosa
sphaeridophora (28.3%).
Tabel 9 Indeks nilai penting di atas 10% pada permudaan pohon (semai) pada petak
pengamatan
Indeks Nilai Penting
KPPN
LOA 9
LOA 7 LOA 5
P
12.7
Antidesma coriaceum
a)
P
Chisocheton sp
21.0
K
13.8
Diospyros rostrata
K
Gluta wallichii
18.5b)
K
Hopea dryobalanoides
14.8
K
10.0
Koompassia malaccensis
K
Madhuca erythrophylla
P
Memecylon edule
11.7b)
P
Pternandra caerulescens
a)
K
Shorea acuminatissima
20.1
K
Shorea laevis
14.2
b)
K
Shorea parvifolia
10.5
b)
17.8
K
Shorea pauciflora
K
Shorea smithiana
K
13.7
Syzygium borneense
a)
P
Trigonostemon sp
14.8
a)
K
Vatica nitens
23.2
a)
b)
K : Klimaks ; P : Pionir; : Jenis dominan ; : Jenis kodominan
Nama Jenis

Grup

LOA 3
16.2b)
10.5
11.5
a)
26.2
-

LOA 1
13.0
13.6b)
a)
20.4
-

Tabel 10 Indeks nilai penting di atas 10% pada permudaan pohon (pancang) pada
petak pengamatan
Indeks Nilai Penting
KPPN
LOA 9
LOA 7
LOA 5
P
12.3
10.4b)
12.0
Antidesma coriaceum
K
13.3b)
Gluta wallichii
a)
K
Hydnocarpus kunstleri
11.7
a)
P
Macaranga hypoleuca
15.8
K
Madhuca erythrophylla
P
Paracroton pendulus
P
Polyalthia xanthopetala
12.4b)
K
13.1
Shorea laevis
10.8
K
Shorea parvifolia
a)
P
Symplocos cochinchinensis
25.6
K : Klimaks ; P : Pionir; a) : Jenis dominan ; b) : Jenis kodominan
Nama Jenis

Grup

LOA 3
a)
10.1
-

LOA 1
11.2
11.9b)
a)
14.5

Dominansi jenis untuk permudaan tingkat semai dan pancang dapat dilihat
pada Tabel 9 dan 10. Kelompok jenis klimaks yang mendominasi untuk
permudaan tingkat semai yaitu jenis Shorea acuminatissima yang mendominasi
pada KPPN (20.1%), Vatica nitens pada LOA 5 (23.2%), Syzigium borneense
pada LOA 3 (26.2%) dan Shorea parvifolia pada LOA 1 (20.4%). Kelompok jenis
pionir yang mendominasi untuk permudaan tingkat semai yaitu jenis Chisocheton
sp pada LOA 9 (20.1%) dan Trigonostemon sp pada LOA 7 (14.8%).

14

Tingkat pancang didominasi kelompok jenis pionir Symplocos
chocinchinensis pada LOA 9 (25.6%), Hydonocarpus kunstleri pada LOA 7
(11.7%), Macaranga hypoleuca pada LOA 5 (15.8%), Paracroton pendulus pada
LOA 3 (10.1%) dan Shorea parvifolia dari kelompok jenis klimaks pada LOA 1
(14.5%). Jenis dominansi di KPPN tidak ditemukan untuk tingkat pancang. Hal
ini dapat disebabkan oleh banyaknya jumlah jenis yang ditemukan pada area
tersebut (55 jenis).
Indeks Ketidasamaan Komunitas
Penilaian tingkat ketidaksamaan jenis komunitas dilakukan pada tingkat
pohon dan permudaannya dengan membandingkan masing-masing petak
pengamatan. Nilai indeks ketidaksamaan komunitas pada tingkat pohon dan
permudaannya dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Indeks ketidaksamaan pada petak pengamatan untuk seluruh petak
pengamatan dan tingkat pertumbuhan
ID
Semai

Pancang

Tiang

Pohon

Lokasi
KPPN
LOA 9
LOA 7
LOA 5
LOA 3
KPPN
LOA 9
LOA 7
LOA 5
LOA 3
KPPN
LOA 9
LOA 7
LOA 5
LOA 3
KPPN
LOA 9
LOA 7
LOA 5
LOA 3

LOA 9
74.3

LOA 7
70.8
61.3

LOA 5
64.9
66.4
69.5

LOA 3
61.8
68.1
64.3
60.9

74.0

63.1
62.5

69.9
51.3
66.3

63.7
53.7
58.5
57.9

69.8

62.7
67.1

69.5
68.2
75.4

66.4
68.2
69.3
54.8

58.7

54.4
56.1

55.4
49.4
50.9

60.9
55.2
56.2
39.7

LOA 1
65.2
76.0
77.3
73.5
63.8
58.6
63.3
57.3
61.0
60.9
63.2
70.1
76.9
68.2
57.4
65.2
69.2
72.6
56.7
54.1

Komunitas pohon dan permudaan antar petak yang dibandingkan cenderung
memiliki komunitas pohon yang berbeda yang terlihat dari nilai ID yang lebih
besar dari 50%. Sesuai dengan penelitian Andini (2013) mengenai penentuan
sistem silvikultur berbasis pemulihan vegetasi dalam teknik silvikultur intensif
studi kasus di area PT Sarpatim bahwa pada komunitas pohon hubungan
kesamaan komunitas antarpetak pengamatan relatif berbeda. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Soerianagara dan Indrawan (1998) bahwa hutan hujan tropika
memiliki keragaman yang sangat tinggi pada tingkat spesies yang menyebabkan
penyusun komunitas juga beragam dan kompleks.
Komunitas pohon pada LOA 5 yang dibandingkan dengan LOA 9 dan LOA
3 yang dibandingkan dengan LOA 7 memiliki komunitas pohon yang tidak jauh
berbeda atau relatif sama dengan nilai ID kurang dari 50%, hal ini dikarenakan

15

letak petak pengamatan yang berdekatan yaitu petak 73 AH pada LOA 5 dan
petak 76 AF dan 76 AG pada LOA 9. Sedangkan LOA 3 dan LOA 7 petak yang
berdekatan yaitu 73 AH dan 72 AH. Kondisi tersebut memungkinkan adanya
kesamaan iklim mikro yang dapat mendukung pertumbuhan tanaman dengan jenis
yang sama diantara kedua petak pengamatan dan adanya kemungkinan
penyebaran benih yang dapat menjangkau kedua petak pengamatan yang
berdekatan tersebut. Whitten (1987) dalam Mansyur (2003) menyatakan bahwa
beberapa faktor seperti kimia tanah, air tanah, iklim jarak antara permukaan laut
(mdpl) dan jarak dari daerah yang memiliki kondisi serupa dapat mempengaruhi
pertumbuhan vegetasi tertentu pada lokasi tertentu.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kelompok jenis klimaks pada seluruh petak pengamatan secara umum
memiliki proporsi lebih besar dibandingkan kelompok jenis pionir sejumlah 100
jenis klimaks dan 59 jenis pionir. Pemulihan komposisi vegetasi dilihat dari
sebaran kelas diameter pada seluruh petak pengamatan menunjukkan bahwa pada
area bekas tebangan yang dikelola menggunakan sistem Silvikultur TPTJ
memiliki karakteristik hutan tidak seumur yang seimbang.
Saran
Perlu adanya pengayaan data base mengenai jenis tumbuhan yang terdapat di
area konsesi perusahaan untuk mendukung kegiatan penelitian maupun kegiatan
operasional perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA
Baker FS, Daniel T dan Helms JA. 1987. Principle of Silviculture (Prinsip-prinsip
Silvikultur). Terjemahan oleh D Marsono. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Press.
Gitay H, Noble IR. 1997. What are functional types and how should we seek
them? Plant Functional Types: Their Relevance do Ecosystem Properties and
Global Change. Cambridge (US): Cambridge University Press.
Goldsmith FB, Harrison CM dan Morton AJ. 1986. Description anf Analysis of
Vegetation. Di dalam Moore PD, Chapman SB (Eds). Methods in Plant
Ecology Second Edition. London (UK): Blackwell scientific publication. 437524.
Husch B. 1963. Forest mensuration and statistics. New York (US): The Ronald
Press Co.
Indriyanto. 2008. Ekologi Hutan. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
Kusmana C. 1997. Metode Survei Vegetasi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

16

Ludwig JA, Reynolds JF. 1988. Statistical Ecology, a Primer on Methods and
Computing. New York (US): John Willey and Sons.
Magurran AE. 1988. Measuring Biological Diversity. United Kingdom (GB): TJ
International, Padstow, Corbwall.
Mansyur M. 2003. Analisis vegetasi hutan di Desa Sawa dan Desa Kadawaa
Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah. Jurnal Teknik Lingkungan.
4(1):1-7.
Misra KC. 1980. Manual of Plant Ecology (second edition). New Delhi (IN):
Oxford and IBH Publishing Co.
Mueller-Dombois D, Ellenberg H. 1974. Aims and Methods of Vegetation
Ecology. Canada (US): J Wiley.
Muhdi. 2009. Struktur dan komposisi jenis permudaan hutan alam tropis akibat
pemanenan kayu dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam Indonesia.
Jurnal Bionatural 11:68-79.
Pamoengkas P. 2006. Kajian aspek vegetasi dan kuntitas tanah sistem silvikultur
tebang pilih tanam jalur (studi kasus di area HPH PT. Sari Bumi Kusuma,
Kalimantan Tengah. [Disertasi]. Bogor (ID): Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Pohris H. 2009.Functional Species Composition and Biodiversity Conservation In
Managed Forest. Paper presentation at GAForN International Symposium in
Dehradun, India. Institute of International Forestry and Forest Product,
Dresden University.
[SARPATIM] Sarmiento Parakantja Timber. 2010. Rencana Kerja Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (RKUPHHK-HA) Tahun 20112020. Kotawaringin Timur (ID): PT Sarpatim.
Soekotjo. 2009. Teknik Silvikultur Intensif. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Press.
Soerianegara I, Indrawan A. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor (ID):
Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan IPB.
Suparna N, Purnomo S. 2004. Pengalaman Membangun Hutan Tanaman Meranti
di PT. Sari Bumi Kusuma, Kalteng. Jakarta (ID): PT. Alas Kusuma.
Utami SD. 2007. Analisis komposisi jenis dan struktur tegakan di hutan bekas
tebangan dan hutan primer di areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja
Timber, Kalimantan Tengah. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor.
Wyatt dan Smith J. 1963. Manual of Malaysia Silviculture for Inland Forest II.
Malayan Forest Records. (23): III 4/9 – III 4/13.

LAMPIRAN
Lampiran 1 Peta lokasi penelitian

17

18

Lampiran 2 Daftar jenis tumbuhan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

Nama Lokal
Setumpol
Terentang
Sengkuang
Rengas
Pei
Mertama
Banitan, karai
Karai, semukau
Banitan
Jangkang
Pulai
Selumbar
Kedondong, Bangkulat
Kedondong, Dayau
Kedondong, Ampiras, Langguk
Kedondong hutan
Perupok
Bintangor, Pandis
Bintangor
Kandis, Entelang,
Kayu putih doroh
Penaga, Mergasing
Engkolot, Rambai-rambai

Nama Ilmiah
Hydnocarpus kunstleri (King) Warb.
Ryparosa hullettii King
Camnosperma sp
Dracontomelon dao
Gluta wallichii (Hook.f.) Ding Hou
Anisophyllea beccariana Baill.
Anisophyllea disticha (Jack) Baill.
Monocarpia eneura Miq.
Polyalthia rumphii Merrill
Polyalthia sp
Polyalthia xanthopetala Merr.
Xylopia caudata Hook.f. & Thomson
Alstonia scholaris
Ilex accuminata
Canarium denticulatum Blume
Dacryodes rugosa (Blume) H.J. Lam
Santiria griffithii Engl.
Santiria sp.
Lophopetalum beccarianum Pierre
Calophyllum pulcherrimum Wall. ex Choisy
Calophyllum soulattri Burm.f.
Garcinia dioica
Garcinia parvifolia (Miq.) Miq.
Garcinia sp
Mammea acuminate
Mesua ferruginea (Pierre) Kosterm.
Crypteronia cumingii Endl.
Octomeles sumatrana

Famili
Achariaceae
Achariaceae
Anacardiaceae
Anacardiaceae
Anacardiaceae
Anisophylleaceae
Anisophylleaceae
Annonaceae
Annonaceae
Annonaceae
Annonaceae
Annonaceae
Apocinaceae
Aquifoliaceac
Burseraceae
Burseraceae
Burseraceae
Burseraceae
Celastraceae
Clusiaceae
Clusiaceae
Clusiaceae
Clusiaceae
Clusiaceae
Clusiaceae
Clusiaceae
Crypteroniaceae
Detiferaceae

Grup
Klimaks
Pionir
Pionir
Klimaks
Klimaks
Pionir
Pionir
Klimaks
Pionir
Pionir
Pionir
Klimaks
Pionir
Klimaks
Klimaks
Pionir
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Pionir
Pionir

3

29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59

Simpoh, Simpur bukit
Simpoh, Tempuran
Keruing
Bangkirai, Selangan
Meranti kuning
Seraya mempelas, Engkabang
Tengerangan sibu
Meranti paya, Engkabang
Emang
Benuas
Meranti merah
Tengkawang

Meranti merah
Meranti ketuko
Meranti merumbung
Tengkawang tungkul
Resak
Kayu Malam
Kayu Malam

Dillenia excelsa Martelli
Dillenia reticulata King
Anisoptera sp Korth.
Dipterocarpus caudiferus Merr.
Dryobalanops sp
Hopea dryobalanoides (Miq.) Pierre
Parishia maingayi
Shorea acuminatissima Symington
Shorea angustifolia P.S.Ashton
Shorea atrinervosa Sym.
Shorea bracteolata Dyer
Shorea compressa
Shorea fallax Meijer
Shorea hopeifolia (Heim) Symington
Shorea johorensis Foxw.
Shorea laevis Ridl.
Shorea leprosula Miq.
Shorea macrophylla (de Vriese) P.S.Ashton
Shorea macroptera Dyer ssp.
Shorea ovalis (Korth.)
Shorea parvifolia Dyer
Shorea pauciflora King
Shorea plateolata
Shorea smithiana Symington
Shorea stenoptera Burck
Vatica nitens King
Diospyros rostrata (Merrill) Bakh.
Diospyros sp.
Elaeocarpus sp
Baccauera sp
Baccaurea dulois

Dilleniaceae
Dilleniaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Ebenaceae
Ebenaceae
Elaeocarpaceae
Euphorbiaceae
Euphorbiaceae

Pionir
Pionir
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks

60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90

Bantas, Mingaram
Kelampai
Mahang, Marakubong
Mahang, Bettotan
Mahang
Balik angin, Entupak
Balik angina
Balik angina
Bantas, Rambai
Rambai Hutan

Kelensa butoh kra
Keranji bernang
Biansu, Makupit, Torin-torin
Kempas, Menggeris
Sindur
Sindur
Berangan bukit
Mempening
Geronggang
Kulimpapa, Mengkulat
Laban
Madang, marsihung
Sintog
Medang
Pengoan, Medang tanduk
Bejubui, Medang lilin

Baccaurea odoratissima Elmer
Cephalomappa malloticarpa J.J. Smith.
Cococeras sumatrana
Elateriospermum tapos Blume
Macaranga gigantea (Rchb.f. & Zoll.) Müll.Arg.
Macaranga hypoleuca (Rchb.f. & Zoll.) Müll.Arg.
Macaranga triloba
Mallotus macrostachyus (Miq.) Müll.Arg.
Mallotus moritzianus Muell. Arg.
Mallotus penangensis Muell. Arg.
Neoscortechinia forbesii (Hook.f.) C.T. White
Paracroton pendulus (Hassk.) Miq.
Pimelodendron sp
Trigonostemon sp
Archidendron cockburnii I.C.Nielsen
Dialium indum Linn.
Fordia splendidissima (Miq.) Buijsen
Koompassia malaccensis Benth.
Parkia speciosa
Sindora beccariana
Sindora wallichii Benth.
Castanopsis costata (Blume) A.DC.
Lithocarpus lucida Rehder
Cratoxylum arborescens (Vahl) Blume
Teijsmanniodendron simplicifolium Merr.
Vitex vestita Wall. ex Schauer
Alseodaphne oblanceolata (Merrill) Kosterm.
Cinnamomum sintoc
Cryptocarya densifolra Blume
Dehaasia caesia Blume
Endiandra rubescens Blume ex Miq.

Euphorbiaceae
Euphorbiaceae
Euphorbiaceae
Euphorbiaceae
Euphorbiaceae
Euphorbiaceae
Euphorbiaceae
Euphorbiaceae
Euphorbiaceae
Euphorbiaceae
Euphorbiaceae
Euphorbiaceae
Euphorbiaceae
Euphorbiaceae
Fabaceae
Fabaceae
Fabaceae
Fabaceae
Fabaceae
Fabaceae
Fabaceae
Fagaceae
Fagaceae
Hypericaceae
Lamiaceae
Lamiaceae
Lauraceae
Lauraceae
Lauraceae
Lauraceae
Lauraceae

Klimaks
Pionir
Klimaks
Klimaks
Pionir
Pionir
Pionir
Pionir
Pionir
Pionir
Klimaks
Pionir
Klimaks
Pionir
Klimaks
Klimaks
Pionir
Klimaks
Pionir
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Pionir
Klimaks
Klimaks
Klimaks
Pionir
Klimaks

5

91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121

Ulin
Medang
Medang balong
Medang
Medang
Durian manuk
Durian paya
Durian
Melunak
Melunak
Kembang semangkok

Langsat

Jambu-jambuan
Jambu-jambuan
Jambu-jambuan

Eusideroxylon zwageri Teijsm. & Binn.
Litsea lanceolata (Blume) Kosterm.
Litsea machilifolia Gamble
Litsea ochracea Boerl.
Litsea sp
Barringtonia lanceolata (Ridley) Payens
Durio acutifolius (Mast.) Kosterm.
Durio carinatus Mast.
Durio zibethinus L.
Pentace borneensis Pierre
Pentace curtisii
Pterospermum javanicum
Scaphium macropodum (Miq.) Beumée ex K.Heyne
Sterculia sp.
Memecylon floribundum Benth.
Memecylon edule Roxb.
Memecylon sp.
Pternandra caerulescens Jack
Aglaia argentea
Aglaia silvestris Merrill
Chisocheton sp
Lansium domesticum
Walsura dehiscens T.P. Clark.
Artocarpus elasticus
Artocarpus nitidus Trec.
Ficus treubii King
Gymnacranthera

Dokumen yang terkait

Komposisi dan struktur tegakan areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam Indonesia Intensif (TPII) di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawti, Kalimantan Tengah

3 49 107

Struktur Dan Komposisi Tegakan Pada Areal Bekas Tebangan Dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Tptj) (Di Areal Iuphhk Pt. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

3 30 125

Pertumbuhan Meranti Merah (Shorea leprosula Miq) Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (Studi Kasus di Areal IUPHHK-HA PT. Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah)

1 15 5

Kualitas Tanah pada Areal Tebang Pilih Tanam Jalur di IUPHHK/HA PT. Sari Bumi Kusuma Provinsi Kalimantan Tengah

0 6 5

Perkembangan vegetasi pada areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur (TPTJ) (Di Areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah)

1 24 109

Kualitas tanah pada sistem silvikultur tebang pilih tanam jalur(TPTJ) di areal kerja IUPHHK/HA PT. Sari Bumi Kusuma provinsi Kalimantan Tengah

1 14 77

Kondisi Vegetasi Pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur Di Kalimantan Tengah

8 55 134

Kualitas Tanah pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal IUPHHK-HA PT. Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat

0 6 30

Pertumbuhan Meranti Merah (Shorea leprosula Miq.) pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal IUPHHK-HA PT Sarmiento Parakantja Timber Kalimantan Tengah

1 21 29

Perkembangan regenerasi anakan alam pada rumpang hutan dengan sistem silvikultur TPTJ di IUPHHK-HA PT. Sarpatim, Kalimantan Tengah

0 9 50