Pelumas Aktif Dengan Bahan Dasar Minyak Ikan Dan Aditif Znochitosan Particle.
PELUMAS AKTIF
DENGAN BAHAN DASAR MINYAK IKAN DAN
ADITIF ZnO-CHITOSAN PARTICLE
BAYU IRIANTO
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul pelumas aktif
dengan bahan dasar minyak ikan dan aditif ZnO-chitosan particle adalah
karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Bayu Irianto
NIM C34100040
ABSTRAK
BAYU IRIANTO. Pelumas aktif dengan bahan dasar minyak ikan dan aditif ZnOchitosan particle. Dibimbing oleh BAMBANG RIYANTO dan UJU.
Pelumas memiliki peranan penting dalam meminimalkan fungsi keausan pada
sistem mekanik. Synthetic liquids, minyak nabati (biolubricant) serta berbagai
aditif telah banyak digunakan. Karakteristik minyak ikan dan sifat fungsional
chitosan yang dapat berperan sebagai aditif, merupakan peluang dalam
pengembangan pelumas baru yang ramah lingkungan. Tujuan penelitian adalah
melakukan pembuatan dan karakterisasi pelumas aktif dengan bahan dasar
minyak ikan dan aditif partikel ZnO-chitosan. Minyak dasar pelumas dibuat
melalui reaksi epoksidasi minyak ikan dengan karakteristik bilangan oksiran
(4,74±0,09) %, bilangan iod (49,91±1,9) gI2/100g, bilangan peroksida
(59,33±3,05) meq/kg, dan asam lemak bebas (11,07± 0,10) %. Kombinasi aditif
ZnO 0,5% dengan partikel chitosan 0,5% memberikan pengaruh terhadap pelumas
minyak ikan dengan karakteristik terbaik, berupa scar diameter (1,16±0,04) mm,
viskositas kinematik pada suhu 40°C (66,50±0,35) mm2/s dan korosi bilah
tembaga grade 1A.
Kata kunci: Chitosan, minyak ikan, pelumas, ZnO
ABSTRACT
BAYU IRIANTO. Lubricant based fish oil with ZnO-chitosan particle additives.
Supervised by BAMBANG RIYANTO and UJU.
Lubricant has important role to reduce wear in mechanical systems. Synthetic
liquids, vegetable oils (biolubricant) and various additives have been widely used.
Characteristics of fish oil and functional properties of chitosan that can act as an
additive became an opportunity in the development of new ecofriendly lubricants.
The objective of this research was to manufacture and characterize of lubricant oil
active with the basic ingredients of fish oil and additives ZnO-chitosan particle.
Lubricant base oil from fish oil through epoxidation reaction had characteristics of
oxirane value (4.74±0.09) %, iodine value (49.91±1.9) gI2/100g, peroxide value
(59.33±3.05) meq/kg, and free fatty acid value (11.07±0.10) %. Combination
additive formula of 0.5% chitosan particle and 0.5% ZnO was characterized by
scar diameter (1.16±0.04) mm, kinematic viscosity at 40 °C (66.50±0.35) mm2/s
and copper strip corrosion grade 1A.
Keywords: Chitosan, fish oil, lubricant, ZnO
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PELUMAS AKTIF
DENGAN BAHAN DASAR MINYAK IKAN DAN
ADITIF ZnO-CHITOSAN PARTICLE
BAYU IRIANTO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Judul Skripsi
Nama
NIM
Program Studi
: Pelumas Aktif dengan Bahan Dasar Minyak Ikan dan Aditif
ZnO-Chitosan Particle
: Bayu Irianto
: C34100040
: Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh
Bambang Riyanto, SPi, MSi
Pembimbing I
Dr Eng Uju, SPi, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Judul skripsi ini adalah
Pelumas aktif dengan bahan dasar minyak ikan dan aditif ZnO-chitosan
particle. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1 Bambang Riyanto, SPi, MSi dan Dr Eng Uju, SPi, MSi selaku dosen
pembimbing yang selalu memberikan ilmu, bimbingan, dan nasihatnya.
2 Dr Ir Wini Trilaksani, MSc dan Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS yang telah
memberikan saran dan perbaikan dalam ujian maupun penyusunan skripsi
ini.
3 Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan yang telah memberikan arahan hingga selesainya skripsi ini.
4 Setyo Widodo, ST, MT (Head of Lubricant Group), serta pihak
Laboratorium Aplikasi 2 LEMIGAS, Cipulir, Jakarta Selatan yang telah
memberikan izin dan membantu selama pelaksanaan penelitian di
laboratorium.
5 Ema Masruroh, SSi dan Dini Indriyani, AMd (Laboratorium THP IPB),
serta Setia Utami Dewi, MSi (Fisika IPB) yang telah membantu selama
pelaksanaan penelitian di laboratorium.
6 Kedua orang tua dan keluarga yang senantiasa membimbing, menuntun
dalam doa, kasih sayang, semangat, serta dukungannya.
7 Beasiswa Bidik Misi IPB yang telah membiayai penulis selama berkuliah
di Institut Pertanian Bogor.
8 Prisca Sari Paramudhita, Sheilla Amanda, Santiara Putri Pramestia, dan
Feraliana Audia Utami, teman-teman seperjuangan penelitian yang saling
mendukung dan menguatkan untuk selalu memberikan yang terbaik.
9 Keluarga besar THP 47, THP 48, THP 49, kakak-kakak THP 46 serta
Pascasarjana yang telah memberi semangat dan banyak membantu dalam
penelitian ini.
Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak,
hingga terselesaikannya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam skripsi ini, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dalam perbaikan skripsi ini.
Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Bayu Irianto
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL............................................................................................
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................
PENDAHULUAN ...........................................................................................
Latar Belakang .............................................................................................
Tujuan Penelitian .........................................................................................
METODE PENELITIAN ................................................................................
Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................................
Bahan Penelitian ..........................................................................................
Peralatan Penelitian......................................................................................
Prosedur Penelitian .....................................................................................
Persiapan minyak dasar dan aditif...........................................................
Karakterisasi minyak ikan, pembuatan (menggunakan reaksi
epoksidasi) dan karakterisasi minyak dasar pelumas ..............................
Pembuatan dan karakterisasi partikel chitosan .......................................
Komposisi formulasi aditif penambahan partikel chitosan dan
pembuatan pelumas aktif.........................................................................
Tingkat kesesuaian dengan standar pelumas...........................................
vii
vii
viii
1
1
3
3
3
3
3
5
5
Prosedur Analisis ....................................................................................................
Analisis data ............................................................................................................
7
11
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................
Karakteristik Minyak Dasar Pelumas dari Minyak Ikan ..............................
Karakteristik Partikel Chitosan ....................................................................
Rendemen, bentuk dan struktur partikel chitosan ....................................
Sebaran ukuran rata-rata partikel chitosan ...............................................
Karakterisasi Pelumas Aktif (Lubricant Oil Active).....................................
Struktur pelumas aktif ..............................................................................
Tingkat keausan pelumas aktif .................................................................
Viskositas kinematik pelumas aktif pada 40 °C .......................................
Korosi bilah tembaga pelumas aktif .........................................................
Struktur gugus fungsi pelumas aktif dengan FTIR ...................................
Tingkat Kesesuaian Pelumas Aktif dengan Standar Pelumas ......................
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................
Kesimpulan ...................................................................................................
Saran .............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
LAMPIRAN .....................................................................................................
RIWAYAT HIDUP ..........................................................................................
11
11
14
14
15
15
15
16
17
18
19
21
22
22
22
22
29
32
5
6
6
7
DAFTAR TABEL
1 Komposisi formula aditif pelumas penambahan partikel chitosan sesuai
rekomendasi SNI 06-7069.9-2005 (pelumas jenis anti aus)........................
2 Keragaan asam lemak minyak ikan dan hasil epoksidasi (%w/w) ..............
3 Bilangan iod, oksiran, peroksida, dan asam lemak bebas pada minyak
ikan, hasil epoksidasi, dan perbandingan dengan minyak jarak pagar ........
4 Tingkat kesesuaian pelumas aktif dengan standar pelumas ........................
7
12
13
21
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir tahapan penelitian ..................................................................
2 Model mekanisme sistem kerja peralatan dan teknik pembuatan minyak
dasar pelumas dengan reaksi epoksidasi .....................................................
3 Visualisasi (a) minyak ikan precooking pengalengan ikan dan (b) minyak
dasar pelumas dari minyak ikan hasil epoksidasi ........................................
4 Mekanisme pembentukan cincin oksiran ....................................................
5 (a) Partikel chitosan, (b) struktur partikel chitosan menggunakan
Scanning Electron Microscopy perbesaran 1000 x .....................................
6 Sebaran ukuran rata-rata partikel chitosan dengan menggunakan Particle
Size Analizer ................................................................................................
7 Struktur pelumas aktif menggunakan mikroskop Olympus perbesaran
100 kali (A) Minyak epoksidasi, (B) Minyak epoksidasi + ZnO 1%, (C)
Minyak epoksidasi + partikel chitosan 1%, (D) Minyak epoksidasi +
ZnO 0,5% + partikel chitosan 0,5% ............................................................
8 Tingkat keausan pelumas aktif dengan beban 40 kgf ..................................
9 Viskositas kinematik pelumas aktif pada 40 °C ..........................................
10 (a) Korosi bilah tembaga pelumas aktif, (b) ASTM standar warna bilah
tembaga, (A) Minyak epoksidasi, (B) Minyak epoksidasi + ZnO 1%, (C)
Minyak epoksidasi + partikel chitosan 1%, (D) Minyak epoksidasi + ZnO
0,5% + partikel chitosan 0,5%.....................................................................
11 Spektra gugus fungsi pelumas aktif (A) Minyak epoksidasi, (B) Minyak
epoksidasi + ZnO 1%, (C) Minyak epoksidasi + partikel chitosan 1%,
(D) Minyak epoksidasi + ZnO 0,5% + partikel chitosan 0,5% ...................
4
6
11
13
14
15
16
17
18
19
20
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
Pengukuran bilangan iod .............................................................................
Pengukuran bilangan oksiran .......................................................................
Pengukuran bilangan peroksida ...................................................................
Pengukuran asam lemak bebas ....................................................................
Pengukuran scar diameter pelumas aktif.....................................................
Pengukuran Viskositas kinematik pelumas aktif pada 40 °C ......................
Aransemen dan interpretasi spektra inframerah pelumas aktif ....................
29
29
29
29
29
30
30
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pelumas memainkan peranan penting dalam meminimalkan keausan pada
sistem mekanis (Tiong et al. 2012). Global Marine Lubricant Market melaporkan
volume penjualan pelumas dunia mencapai 2 428 700 ton pada 2013 dan
diperkirakan akan meningkat 3,6% pada 2014, dengan pasar terbesar Asia Pasifik
(grandviewresearch.com 2015). Segmen pasar pelumas masih didominasi oleh
pelumas transportasi (56%), termasuk penerbangan dan pelayaran, diikuti untuk
peralatan dan mesin industri (38,6%), metalworking fluid/anti korosif (5%), selain
gemuk (grease) dan process oil (1%) (Birol 2010).
American Petroleum Institute menstandarkan pelumas secara teknik terbuat
dari satu jenis minyak dasar (base oil) atau berupa campuran minyak dasar yang
berasal dari fraksi pemurnian minyak bumi (minyak mineral), kemudian
ditambahkan berbagai aditif untuk memenuhi karakteristik yang diinginkan atau
persyaratan kinerjanya (Bart et al. 2013). Synthetic liquids, yang meliputi
poliolefin terhidrogenasi, ester, fluorocarbons, telah lama dimanfaatkan sebagai
minyak dasar pelumas, bahkan dikembangkan dalam bentuk padat berupa gemuk
(grease) dan bubuk kering (grafit kering, politetrafluoroethilen (PTFE),
molibdenum disulfida, tungsten disulfida) (Rudnick 2013). Minyak nabati
(biolubricant oil) telah pula dikembangkan sebagai minyak dasar pelumas,
misalnya minyak kedelai (Petrovic et al. 2002), jarak pagar (Shahabuddin et al.
2013) dan kelapa sawit (Syahrullail et al. 2013).
Alves et al. (2013) melaporkan karakteristik minyak nabati yang diperlukan
sebagai pelumas, antara lain memiliki indeks viskositas yang tinggi, volatilitas
yang rendah, serta pelarut yang baik untuk aditif fluida. Minyak nabati
menunjukan stabilitas oksidatif terhadap suhu yang rendah, akibat karakteristik
ketidakjenuhan atau banyaknya jumlah ikatan rangkap pada asam lemak yang ada.
Minyak ikan memiliki karakteristik kimia yang mirip dengan minyak nabati dan
berpeluang sebagai alternatif minyak dasar pelumas, selain belum pernah
dikembangkan (Mobarak et al. 2014). Ferraro et al. (2013) melaporkan bahwa
pada industri fillet ikan beku (frozen fillet) komposisi lipid 5-15% (b/b). Minyak
ikan umumnya terdeposit pada hati (cucut, pari) (Navarro-Garcia at al. 2004) atau
tubuh (sardine, makarel, tuna) (Caponio et al. 2011) atau bersumber dari mamalia
laut (paus) (Ackman & Hooper 1968). Minyak ikan secara komersial diproduksi
dari industri penepungan ikan dengan teknik pengepresan atau memanfaatkan
hasil samping precooking pada proses pengalengan ikan (Ferraro et al. 2013).
Minyak ikan sebagian besar masih belum termanfaatkan dan terbuang sebagai
limbah (Cristovao et al. 2014). Yahyaee et al. (2013) melaporkan bahwa dari 53%
limbah yang berasal dari industri perikanan berupa fase cair (campuran air,
minyak, dan padatan tersuspensi) dan padatan, minyak yang dapat diekstrak
adalah sekitar 11 % dari berat total limbah ikan tersebut. Minyak ikan dari limbah
hasil perikanan memiliki mutu yang rendah, karena tingginya kadar asam lemak
bebas dan bilangan peroksida (Almeida et al. 2015). Struktur minyak ikan
memiliki banyak asam lemak dengan rantai panjang dan ikatan tidak jenuh atau
rangkap yang cukup tinggi (35-40%) (Lin & Li 2009). Ketidakjenuhan minyak
2
ikan berpotensi dijadikan bahan pembuatan minyak dasar pelumas. Quinchia et al.
(2014) menghasilkan minyak dasar pelumas dari minyak bunga matahari dengan
ketidakjenuhan tinggi. Modifikasi kimia untuk merubah kandungan minyak ikan
agar menyerupai pelumas perlu dikembangkan.
Modifikasi kimia minyak dasar pelumas telah banyak dilakukan diantaranya
penggunaan katalis asam sianida (Sreeprasanth et al. 2006), epoksidasi (Dinda et
al. 2008), dan transesterifikasi (Campanella et al. 2010). Metode epoksidasi
merupakan cara yang paling efektif untuk pengembangan pelumas. Epoksidasi
adalah penambahan asam peroxyacetic secara in situ dari hidrogen peroksida dan
asam asetat glasial, untuk dikonversi menjadi cincin oksiran (Dinda et al. 2008).
Konversi ikatan ganda menjadi cincin oksiran ini diketahui dapat meningkatkan
stabilitas suhu dan sifat oksidatif dari minyak nabati (Alves et al. 2013).
Khemchandani et al. (2014) melaporkan bahwa penggunaan epoksidasi berguna
juga untuk menurunkan ikatan rangkap asam lemak, yang dapat juga digunakan
untuk meningkatkan fungsi lapisan anti karat pada pelumas.
Kemampuan pelumas juga sangat dipengaruhi oleh komponen aditif (untuk
minyak pelumas jenis anti aus, jumlah yang direkomendasikan adalah 1% mengacu SNI 06-7069.9-2005). Aditif yang ditambahkan berfungsi untuk
mengurangi gesekan dan keausan, meningkatkan viskositas, indeks viskositas,
ketahanan terhadap korosi dan oksidasi, serta kontaminasi (Rudnick 2003).
Policandriotes & Filip (2011) melaporkan bahwa aditif dapat meningkatkan
fungsi pelumas, diantaranya sebagai antioksidan, detergen, ketahanan terhadap
tekanan tinggi (EP), dan anti-aus (AW). Aditif pelumas umumnya menggunakan
sulfur, klorin, dan fosfor yang dapat membentuk lapisan pada permukaan bahan
untuk mengurangi gesekan. Penggunaan klorin dan fosfor telah dibatasi karena
bersifat tidak ramah lingkungan (Alves et al. 2013). Bahan alternatif yang telah
digunakan antara lain CuO (Asrul et al. 2013), SiO2 (Peng et al. 2009), dan ZnO
(Battez et al. 2008). Battez et al. (2008) melaporkan bahwa penggunaan ZnO ke
dalam minyak nabati dengan kadar 0,5 % ternyata sudah cukup optimal, namun
belum menunjukan kemampuan yang baik untuk menahan gesekan, karena
adanya gugus polar yang melekat ke permukaan saat pembentukan film.
Chitosan memiliki sifat reaktifitas kimia yang tinggi, akibat kandungan
gugus OH dan gugus NH2 yang dimilikinya (Muzzareli et al. 1970). Kedua gugus
tersebut memungkinkan chitosan dapat melakukan pengikatan terhadap gugus lain
yang juga bermuatan (Rinaudo et al. 1999). Zhi et al. (2006) melaporkan bahwa
kemampuan chitosan akan berfungsi lebih baik jika dimodifikasi ke dalam ukuran
yang lebih kecil, sehingga reaktifitas kimianya menjadi lebih tinggi.
Chinas-Castillo & Spikes (2000) melaporkan mekanisme kerja partikel
padat koloid dalam minyak pelumas, yaitu dapat menembus permukaan kemudian
bergulir untuk membentuk film yang merata pada kecepatan rendah. Film ini akan
habis seiring dengan kecepatan yang meningkat. Hsiao et al. (2014) melaporkan
bahwa sebagai koloid, chitosan ternyata dapat membentuk koloid hidrogel yang
dapat melapisi permukaan suatu bahan seiring dengan rantai polimer yang saling
bertautansilang. Karakteristik partikel chitosan tersebut memungkinkan untuk
digunakan sebagai aditif pada pelumas. Penambahan aditif partikel chitosan pada
pelumas ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelumas berbahan dasar
minyak ikan yang ada.
3
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah 1) menentukan formulasi pembuatan pelumas aktif
berbahan dasar minyak ikan dan aditif ZnO-chitosan, 2) melakukan karakterisasi
pada formulasi terpilih serta membandingkan dengan standar pelumas jenis anti
aus yang ada.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Agustus 2014.
Pembuatan minyak dasar pelumas (lubricant base oil) dilakukan pada
Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Fakultas FMIPA IPB.
Pembuatan dan karakterisasi partikel chitosan dilakukan pada Sentra Teknologi
Polimer Puspiptek Serpong. Tingkat kesesuaian dengan standar pelumas
dilakukan di Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya
Mineral (LEMIGAS), Cipete, Jakarta Selatan.
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan adalah minyak ikan hasil precooking proses
pengalengan makarel yang berasal dari PT Maya Food Industries, Pekalongan,
Jawa Tengah, asam asetat glasial 98% (Merck KgaA Germany), hidrogen
peroksida 50% (Merck KgaA Germany), natrium hidrogen karbonat, asam sulfat
pekat (Merck KgaA Germany), toluena 30% (Merck KgaA Germany), aquades,
dan zinc oxyde (ZnO ukuran 14,71 m). Chitosan diperoleh dari PT Biotech
Surindo, Cirebon, 2 mL asam asetat (CH3COOH) yang dilarutkan dalam akuades
hingga 100 mL (larutan stok asetat 2%).
Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan adalah labu leher tiga, magnetic stirrer S13112033Q merk Thermolyne (Stirring speed range up to 21 gf), diameter support rod
1,3 cm), spray dryer (LABPLANT SD-06 dengan suhu inlet 180oC, dan nozzle
0,5 mm), thermometer air raksa merk ASTM type M18612 (range suhu 0-100°C),
gas chromatography (GC) merk Shimadzu Model GC 2010 plus (Kolom
cyanopropil methyl sil (capillary column), dimensi kolom p = 60 m, Ø dalam =
0,25 mm, 0,25 µm), ultrasonicator (daya output 130 W, frekuensi 10-100 KHz,
amplitudo 10-100%), VASCO Particle Size Analizer Particulate Systems (He-Ne
laser beam pada wavelength 657 nm dengan suhu 25 °C), Fourball Tester (25 gf)
dan beban 40 kgf), spektrofotometer model Bruker Tensor 37 (spektrum 7500-370
cm-1, dan standar KBr beam splitter) dan SEM (Scanning Electron Microscopy)
model JEOL JSM-6510LA (perbesaran 1000 kali).
4
Karakterisasi minyak pelumas dasar :
1 Pengamatan visual
2 Keragaan asam lemak minyak
3 Bilangan iod
4 Bilangan oksiran
5 Bilangan peroksida
6 Asam lemak bebas
Hidrogen peroksida (H2O2)
Karakterisasi minyak pelumas dasar :
1 Pengamatan visual
2 Keragaan asam lemak minyak
3 Bilangan iod
4 Bilangan oksiran
5 Bilangan peroksida
6 Asam lemak bebas
Karakterisasi pelumas aktif :
1 Struktur permukaan dengan Dino-Lite
2 Uji keausan
3 Uji korosi
4 Viskositas kinematik 40 ºC
5 Gugus fungsi pelumas aktif
Minyak ikan
Chitosan
Epoksidasi minyak ikan
(suhu 58±2 ºC, 24 jam)
Ultrasonifikasi
(frekuensi 20 KHz, amplitudo 40%, 30 menit)
Spray drying
(suhu inlet 180 ºC, nozzle 0,5 mm, 1 jam)
Minyak dasar pelumas
(100 g)
Partikel Chitosan
(1%)
Formulasi dan Pencampuran
(Homogenizer 34 gf
dan Ultrasonic bath 30 menit)
Pelumas aktif
Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian
Karakterisasi partikel chitosan :
1 Pengamatan visual
2 Struktur partikel
3 Distribusi ukuran partikel
Zinc Oxyde (ZnO)
(1%)
5
Prosedur Penelitian
Tahapan penelitian meliputi (1) karakterisasi minyak ikan, pembuatan
(menggunakan reaksi epoksidasi) dan karakterisasi minyak dasar pelumas,
(2) pembuatan dan karakterisasi partikel chitosan, (3) komposisi formulasi aditif
penambahan partikel chitosan dan pembuatan pelumas aktif, dan (4) tingkat
kesesuaian dengan standar pelumas. Diagram alir tahapan penelitian disajikan
dalam Gambar 1.
Persiapan minyak dasar dan aditif
Crude fish oil ditampung dalam wadah plastik 20 L dan dibawa selama 12
jam dari PT Maya Food Industries, Pekalongan, Jawa Tengah. Preparasi
dilakukan dengan cara sentrifugasi untuk memisahkan air dan kotoran, dengan
kondisi sentrifugasi 12.522 gf selama 30 menit, suhu 10 oC. Minyak yang
tersaring diletakan dalam labu erlenmeyer 5 L untuk selanjutnya disimpan
menggunakan freezer suhu -18 oC. Adapun chitosan didapat dari PT Biotech
Surindo berbentuk powder berwarna putih dengan derajat deasetilisasi 87,5 %,
kadar air 7,90 %, kadar abu 0,60 %.
Karakterisasi minyak ikan, pembuatan (menggunakan reaksi epoksidasi)
dan karakterisasi minyak dasar pelumas
Karakteristisasi minyak ikan mengacu pada karakteristik minyak dasar
untuk pelumas (Goud et al. 2006). Analisis meliputi bilangan oksiran, bilangan
iod (AOCS Official Method Cd 1-25 1993), bilangan peroksida, asam lemak
bebas, dan keragaan asam lemak minyak ikan (AOAC Official Method 996.01
1996). Pengamatan visual minyak ikan dilakukan dengan menggunakan kamera
Dino-Lite min. pitch 0,2 mm yang dipasangkan pada mikroskop merk Olympus
CH20.
Pembuatan minyak dasar pelumas dari minyak ikan dilakukan dengan
menggunakan metode reaksi epoksidasi (Dinda et al. 2008, Campanella et al.
2010)). Efektivitas metode mengacu Dinda (2008), Gan et al. (1992), dan
Goud et al. (2006). Prinsip metode ini adalah mereaksikan hidrogen peroksida
(H2O2) dengan senyawa berikatan rangkap (asam lemak tak jenuh) untuk
membentuk cincin oksiran. Model mekanisme sistem kerja peralatan disajikan
pada Gambar 2.
Aktivitas diawali dengan pembuatan Larutan 1 dan Larutan 2. Pembuatan
Larutan 1 dilakukan dengan pencampuran 10 g minyak ikan dengan 0,84 mL
asam asetat glasial dan 2,9 mL toluena. Pembuatan Larutan 2 dilakukan dengan
menambahkan 0,055 g H2SO4 (pekat) ke dalam 5,78 g H2O2 30%. Kemudian
dilakukan pencampuran Larutan 2 ke dalam Larutan 1 (melalui corong, sedikit
demi sedikit). Pemanasan dilakukan pada suhu 58±2 oC selama 24 jam. Produk
epoksidasi yang dihasilkan dilakukan netralisasi (menghilangkan sisa asam)
dengan menggunakan larutan jenuh natrium hidrogen karbonat (NaHCO3) jenuh
dalam labu pemisah (hingga mencapai pH 7), kemudian dilakukan pengocokan
dan pemisahan dengan air menggunakan corong pisah.
6
Karakteristik minyak dasar pelumas mengacu Goud et al. (2006), yang
meliputi bilangan oksiran, bilangan iod (AOCS Official Method Cd 1-25 1993),
bilangan peroksida, asam lemak bebas, dan keragaan asam lemak minyak ikan
(AOAC Official Method 996.01 1996).
*Larutan I : 10 minyak ikan : 0,84 asam asetat glasial : 2,5 toluena
*Larutan II : 5,78 H2O2 30% : 0,055 katalis H2SO4 (pekat)
Gambar 2 Model mekanisme sistem kerja peralatan dan teknik pembuatan
minyak dasar pelumas dengan reaksi epoksidasi (Dinda et al. 2008),
Campanella et al. (2010)
Pembuatan dan karakterisasi partikel chitosan
Pembuatan partikel chitosan mengacu Kim et al. (2006) dengan
modifikasi pada daya output power ultrasonicator (metode ultrasonifikasi).
Chitosan 10 mg dilarutkan dalam 500 mL asam asetat 2% sehingga diperoleh
konsentrasi chitosan 2% (b/v). Pencampuran dilakukan dengan menggunakan
magnetic stirrer (45 gf selama 1 jam). Kemudian sampel dilakukan sonifikasi
menggunakan ultrasonicator (probe jenis sonikator) pada daya output 130 W,
frekuensi 20 KHz, Amplitudo 40%, selama 30 menit. Setelah itu, dilakukan
pengeringan menggunakan spray dryer hingga berbentuk serbuk.
Karakterisasi partikel chitosan mengacu Kim et al. (2006) yang meliputi
analisis Particle Size Analizer untuk mengetahui ukuran dan sebaran partikel dan
Scanning Electron Microscopy untuk mengetahui bentuk struktur.
Komposisi formulasi aditif penambahan partikel chitosan dan pembuatan
pelumas aktif
Komposisi formulasi aditif pelumas dengan penambahan partikel chitosan
mengacu Cheenkachorn (2013) dengan modifikasi pada konsentrasi penambahan
aditif jenis Zinc Oxide (ZnO). Konsentrasi standar aditif jenis Zinc Oxide (ZnO)
7
mengacu SNI 06-7069.9-2005 (minyak pelumas jenis anti aus) dengan jumlah
yang direkomendasikan, yaitu 1 % (Tabel 1).
Tabel 1 Komposisi formulasi aditif pelumas penambahan partikel chitosan
sesuai rekomendasi SNI 06-7069.9-2005 (pelumas jenis anti aus)
Kode
A (kontrol)
B
C
D
Lubricant base oil
(g)
100
100
100
100
Zinc Oxide
(%wt)
0
1
0
0,5
Partikel Chitosan
(%wt)
0
0
1
0,5
Wadah dengan kode A, B, C, dan D disiapkan, kemudian minyak dasar
(lubricant base oil) sebanyak 100 g ditambahkan aditif sesuai komposisi formula
yang direkomendasikan. Wadah kode A merupakan kontrol tanpa penambahan
aditif. Wadah kode B ditambahkan Zinc Oxide (ZnO) 1 %wt, kode C ditambahkan
partikel chitosan 1 %wt dan kode D ditambahkan campuran ZnO 0,5 %wt dan
partikel chitosan 0,5 %wt. Pencampuran mengacu Alves et al. (2013) dengan Ace
homogenizer (merk NIHONSEIKI KAISHA LTD.) kecepatan 34 gf selama 30
menit, kemudian dimasukan ke ultrasonic bath selama 30 menit dengan suhu
40 oC.
Karakterisasi pelumas aktif mengacu Alves et al. (2013) yang meliputi
bentuk struktur dengan Kamera Dino-Lite min. pitch 0,2 mm yang dipasangkan
pada mikroskop merk Olympus CH20, struktur kimia pelumas dengan FTIR, serta
berbagai parameter pelumas sesuai SNI 06-7069.9-2005, yaitu uji keausan
(American Society for Testing Material D4172 (ASTM D4172)), uji viskositas
pada suhu 40 oC (ASTM D2270-10), dan korosi bilah tembaga (ASTM D130).
Tingkat kesesuaian dengan standar pelumas
Tingkat kesesuian pelumas aktif dilakukan dengan membandingkan
terhadap standar pelumas industri jenis anti aus (SNI 06-7069.9-2005) yang
meliputi parameter uji keausan (ASTM D4172-97 2010), viskositas pada suhu
40 oC (ASTM D2270-10), dan korosi bilah tembaga (ASTM D130). Perbandingan
disajikan secara deskriptif antar berbagai parameter uji yang ada.
Prosedur Analisis
Analisis Keragaan Asam Lemak menggunakan Gas Chromatography
(AOAC Official Method 969.33 2005)
Lemak atau minyak 20-40 mg dalam tabung bertutup teflon ditambahkan
dengan 1 mL NaOH dalam metanol, kemudian dipanaskan dalam penangas air
selama 20 menit. Selanjutnya sebanyak 2 mL BF3 20% serta 5 mg/mL standar
internal ditambahkan ke dalam campuran, lalu campuran dipanaskan lagi selama
20 menit. Campuran didinginkan, kemudian ditambahkan 2 mL NaCl jenuh serta
8
1 mL isooktan, lalu campuran dikocok dengan baik. Lapisan isooktan yang
terbentuk dipindahkan dengan bantuan pipet tetes ke dalam tabung berisi sekitar
0,1 g Na2SO4 anhidrat, lalu dibiarkan 15 menit. Fasa cair yang terbentuk
dipisahkan, sedangkan fasa minyak yang terbentuk diinjeksikan ke instrumen GC
sebanyak 1 L, setelah sebelumnya dilakukan penginjeksian 1 L campuran
standar eksternal FAME (Supelco 37 component fatty acid methyl ester mix).
Kondisi pengoperasian saat alat GC dijalankan diantaranya laju alir N2
20 mL/ menit, laju alir H2 30 mL/ menit, dengan suhu injektor 200 °C dan suhu
detektor 230 °C. Waktu retensi dan puncak masing-masing komponen diukur lalu
dibandingkan dengan waktu retensi standar untuk mendapatkan informasi mengenai
jenis dan komponen-komponen dalam contoh. Kandungan komponen dalam contoh
dihitung dengan persamaan :
Keterangan :
Ax
= Area sampel
As
= Area standar
Cstandar = Konsentrasi standar
Vcontoh = Volume contoh
Analisis Asam Lemak Bebas (%FFA) (AOCS Official Method Ca 5a-40 1998)
Minyak ikan 5 g dalam erlenmeyer 250 mL ditambahkan 25 mL etanol
96% netral, minyak ikan dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit,
kemudian campuran tesebut ditetesi indikator PP (fenolftalein) sebanyak 2 mL.
Setelah itu campuran tersebut dikocok dan dititrasi dengan KOH 0,1 N hingga
timbul warna merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik. Persentase FFA
dihitung berdasarkan persamaan :
Keterangan :
A
= Jumlah titrasi KOH
N
= Normalitas KOH
G
= Gram contoh
M
= Bobot molekul asam lemak dominan (Tabel 2, BM asam palmitat =
256,42 g/mol).
Analisis Bilangan Peroksida (AOAC Official Method 965.33b 2000)
Minyak ikan 5 g dalam Erlenmeyer 250 mL kemudian ditambahkan 30 mL
larutan asam asetat glasial dan kloroform (3:2). Sebanyak 0,5 mL larutan KI jenuh
ditambahkan ke dalam campuran, kemudian dilakukan penambahan 30 mL
aquades dan 0,5 mL indikator pati 1%. Warna campuran sebelum dititrasi adalah
biru kehitaman, lalu campuran tersebut dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N hingga
larutan menjadi kuning. Blanko dengan aquades sebagai pengganti contoh dibuat.
Bilangan peroksida dalam satuan meq/kg ditentukan dengan persamaan :
9
Keterangan :
S
= Volume larutan sampel (mL)
B
= Volume larutan blanko (mL)
N
= Normalitas untuk Na2S2O3
G
= Bobot contoh (g)
Analisis Bilangan Iod Metode Wijs (AOCS Official Method Cd 1-25 1993)
Minyak ikan 0,5 g dalam erlenmeyer 500 mL, ditambahkan 20 mL larutan
karbon tetraklorida dan 25 mL larutan Wijs (campuran dari 16 g iod monoklorida
dalam 1000 ml asam asetat glasial), kemudian dicampur merata dan disimpan
dalam ruang gelap selama 30 menit pada suhu 25 °C. Selajutnya ditambahkan 20
mL larutan KI 15% dan 100 ml akuades, lalu dititrasi dengan larutan Na2S2O3
0,1N sampai larutan berwarna kekuningan. Setelah itu ditambahkan indikator pati
dan dititrasi kembali sampai warna biru hilang. Blanko dibuat dengan cara yang
sama tanpa menggunakan minyak. Bilangan iod dinyatakan sebagai gram iod
(g I2) yang diserap per 100 g dihitung sampai dua desimal dengan menggunakan
persamaan :
Keterangan :
T
= Normalitas larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N
V3
= Volume larutan 0,1 N blanko (mL)
V4
= Volume larutan 0,1 N sampel (mL)
12,69 = Berat atom iod
m
= Berat sampel (g)
Analisis Bilangan Oksiran (Alves et al. 2013)
Cincin oksiran yang terbentuk diukur dengan analisis bilangan oksiran
mengacu Alves et al. (2013). Minyak epoksidasi 0,4 g dimasukan ke dalam labu
erlenmeyer 250 mL, kemudian dilarutkan dalam 10 mL asetat glasial. Setelah itu
ditambahkan indikator kristal ungu sebanyak 5 tetes (maksimum 0,1 mL) dan
dititrasi dengan HBr 0,1 N sampai berwarna hijau kebiruan selama 30 detik.
Bilangan oksiran ditentukan dengan persamaan :
Keterangan :
V
= Volume HBr (mL)
N
= Normalitas HBr
1,60 = Berat atom HBr
Analisis Particle Size Analizer (Kim et al. 2006)
Analisis sebaran ukuran partikel chitosan dengan menggunakan PSA
(Particle Size Analizer) mengacu Kim et al. (2006). Larutan chitosan 0,1 mL
dimasukan kedalam alat VASCO Particle Size Analizer Particulate Systems (HeNe laser beam) dengan pengaturan wavelength 657 nm pada suhu 25 °C, dan
10
interval waktu 2000 s. Hasil yang didapatkan berupa gambar dan distribusi
ukuran partikel dengan software NanoQ 1.2.1.1.
Analisis Scanning Electron Microscopy (Kim et al. 2006)
Analisis struktur partikel chitosan dengan menggunakan SEM (Scanning
Electron Microscopy) mengacu Kim et al. (2006). Sampel dilapisi dengan unsur
Platina (Pt), kemudian langsung dianalisa dengan alat SEM model JEOL JSM6510LA Philips dengan perbesaran 1000 kali. Pelapisan dengan logam Platina
agar bersifat sebagai pemantul elektron atau dapat melepaskan elektron sekunder
ketika ditembak dengan berkas elektron.
Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (ASTM E1252 2013)
Kalium Bromida (KBr) 200 mg dan 2 mg sampel dimasukan kedalam
mortar. Kedua bahan dicampuran sampai homogen dan dilakukan dengan cepat
hingga terbentuk pelet. Sampel berbentuk pelet kemudian dimasukkan ke dalam
wadah spektrofotometer. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 7500370 cm-1 dengan spektrofotometer model Bruker Tensor 37. Hasil yang didapat
berupa perbandingan panjang gelombang sampel. Acuan pembacaan dapat dilihat
di OChemOnline 2013.
.
Analisis Viskositas Kinematik pada 40 °C (ASTM D2270-10)
Sampel dipipetkan ke dalam viskometer kapiler jenis viscometer Ostwald.
Pemanas di set dengan suhu 40 °C. Sampel dikendurkan sampai batas pertama
lalu penghitungan dimulai ketika sampel melewati batas pertama. Waktu laju
aliran sampel dihitung dengan stopwatch. Nilai viskositas kinematik ( ) didapat
dari rata-rata penjumlahan 1 dan 2 dengan melalui persamaan :
Keterangan :
= Nilai viskositas kinematik (mm2/s; centiStoke (cSt))
1,2
C
= Konstanta (Upperbulb : 0,3529 mm2/s, Lowerbulb : 0,4425 mm2/s)
t1,2
= Waktu laju aliran (s)
Analisis Korosi Bilah Tembaga (ASTM D 130)
Batang tembaga diamplas hingga halus dan mengkilat. Sebanyak 30 mL
sampel dimasukkan ke dalam tabung pengukuran korosi. Kemudian batang
tembaga dicelupkan ke dalam sampel hingga bilah tembaga terendam seluruhnya
kira-kira 20 mL. Tabung dimasukkan ke dalam alat pengukur korosi yang
suhunya sudah diatur sebesar 40 °C (104 °F) dan didiamkan selama 3 jam ± 5
menit. Hasil pengujian berupa perubahan warna pada tembaga kemudian di
cocokan dengan ASTM copper strip corrosition standard.
11
Analisis Uji Keausan (ASTM D4172-97 2010)
Sampel minyak pelumas 10 mL dimasukan kedalam oil cup yang berisi
tiga bola stasioner. Oil cup dipasang pada alat Fourball Tester (merk
STANHOPE-SETA) kemudian diberi tekanan esktrim (EP) 40 kgf. Bantalan atas
berputar terhadap tiga bantalan bola stasioner pada 25 gf dalam kondisi beban
variabel. Suhu cairan pelumas adalah sekitar 54 °C selama 60 menit. Scar
diameter pada ketiga bola stasioner dilihat dengan Toolmakers Microscope merk
Mitutoyo dan distribusi ukuran scar diameter dengan software Motic Image Plus
Version 2.0.
Analisis data
Data hasil penelitian dikaji menggunakan analisis statistik
deskriptif dengan parameter pengamatan antara lain uji keausan, viskositas pada
suhu 40 oC, dan korosi bilah tembaga. Masing-masing nilai hasil pengujian
dibandingkan dengan standar pelumas industri jenis anti aus (SNI 06-7069.92005) (BSN 2005).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Minyak Dasar Pelumas dari Minyak Ikan
Minyak ikan hasil precooking pengalengan ikan secara visual memiliki
warna coklat kemerahan (Gambar 3a). Kenampakan warna sampel minyak ikan
serupa dengan minyak ikan makarel hasil penyulingan dari penelitian
Adeniyi & Bawa (2006) dengan warna coklat kemerahan. Proses epoksidasi pada
suhu 58±2 oC dengan katalis H2SO4 menghasilkan minyak yang berwarna kuning
keputihan (Gambar 3b).
Perubahan warna pada sampel minyak ikan disebabkan proses oksidasi
(pemutihan karotenoid) atau dekomposisi selama proses pemanasan sehingga
terbentuk chroman-5,6-quinones yang menyebabkan warna berubah menjadi
kuning kemerahan (Maskan 2003).
a
b
Gambar 3 Visualisasi (a) minyak ikan precooking pengalengan ikan dan
(b) minyak dasar pelumas dari minyak ikan hasil epoksidasi
12
Analisis keragaan terhadap jenis dan besarnya kadar asam lemak (Tabel 2)
terlihat bahwa minyak ikan mengandung saturated fatty acids (SAFA)
(30,04±0,63) %, monounsaturated fatty acids (MUFA) (19,53±0,38) %, dan
polyunsaturated fatty acids (PUFA) (34,99±0,73) %. Kandungan tertinggi pada
sampel minyak ikan terdapat pada PUFA yang didominasi eicosapentaenoic acid
(EPA) (11,62±0,15) % dan docosahexaenoic acid (DHA) (18,45±0,09) %.
Tabel 2 Keragaan asam lemak pada minyak ikan dan hasil epoksidasi (%w/w)
Asam Lemak
Myristic Acid C14:0
Pentadecanoic Acid C15:0
Palmitic Acid C16:0
Heptadecanoic Acid C17:0
Stearic Acid C18:0
Arachidic Acid C20:0
Behenic Acid C22:0
Lignoceric Acid C24:0
Total SAFA
Palimitoleic Acid C16:1
Cis-10-Heptadecanoic Acid C17:1
Oleic Acid C18:1n9c
Cis-11-Eicosenoic Acid C20:1
Erucic Acid C22:1n9
Nervonic Acid C24:1
Total MUFA
Linoleic Acid C18:2n6c
v-Linolenic Acid C18:3n6
Linolenic Acid C18:3n3
Cis-11,14-Eicosedienoic Acid C20:2
Cis-8, 11, 14,-Eicosetrienoic Acid C20:3n6
Arachidonic Acid C20:4n6
Cis-5,8,11,14,17-Eicosapentaenoic Acid C20:5n3
Cis-4,7,10,13,,16,19-Docosahexaenoic Acid C22:6n3
Total PUFA
Total Asam lemak (ẕ 2 ulangan)
Minyak
Ikan
6,07±0,17
0,92±0,09
17,07±0,18
0,83±0,02
4,07±0,06
0,68±0,01
0,21±0,02
0,17±0,04
30,04±0,63
7,02±0,12
0,29±0,03
10,91±0,15
0,72±0,01
0,18±0,04
0,40±0,01
19,53±0,38
1,31±0,04
0,23±0,02
0,88±0,05
0,24±0,02
0,20±0,07
2,07±0,25
11,62±0,15
18,45±0,09
34,99±0,73
84,55±1,76
Minyak
epoksidasi
5,36±0,08
0,83±0,09
15,36±0,12
0,76±0,04
3,68±0,11
0,58±0,04
0,20±0,04
0,16±0,06
26,94±0,62
2,25±0,14
0,10±0,02
3,51±0,15
0,27±0,05
0,08±0,04
0,15±0,07
6,36±0,50
0,29±0,04
0,01±0,01
0,09±0,03
0,08±0,04
0,10±0,14
0,18±0,02
0,58±0,04
0,71±0,02
2,04±0,36
34,34±1,49
Keragaan asam lemak setelah proses epoksidasi terlihat bahwa telah terjadi
pergeseran dari asam lemak tak jenuh (PUFA) menuju asam lemak jenuh (SAFA)
yang didominasi asam palmitat (15,36±0,12) % (Tabel 2). Pergeseran komposisi
ini diharapkan dapat meningkatkan daya tahan terhadap oksidasi pada minyak
dasar pelumas (Almeida et al. 2015).
Karakteristik minyak dasar pelumas hasil dari epoksidasi minyak ikan
memperlihatkan bilangan iod (49,91±1,90) gI2/100g, bilangan oksiran
(4,74±0,09) %, bilangan peroksida (59,33±3,05) meq/kg, dan asam lemak bebas
(8,62±0,18) % (Tabel 3).
13
Tabel 3 Bilangan iod, oksiran, peroksida, dan asam lemak bebas pada minyak
ikan, hasil epoksidasi, dan perbandingan dengan minyak jarak pagar
Parameter bilangan
Iod (g I2/100g)
Oksiran (%)
Peroksida (meq/kg)
Asam Lemak Bebas
(mg KOH/g)
* Suharto (2007)
Minyak ikan
Minyak
epoksidasi
Minyak jarak
pagar*
206,84±1,20
0,04±0,01
47,33±4,16
49,91±1,90
4,74±0,09
59,33±3,05
97,26
0,04
14,08
8,62±0,18
11,07±0,10
-
Minyak
jarak pagar
epoksidasi*
8,04
3,38
21,85
-
Bilangan iod minyak ikan sebelum epoksidasi (206,84±1,2) gI2/100g
menurun menjadi (49,91±1,9) gI2/100g. Hasil ini sesuai Suharto (2007), dalam
penelitiannya dengan menggunakan minyak jarak dihasilkan bilangan iod dari
97,26 gI2/100g menjadi 8,04 gI2/100g. Campanella & Baltanas (2005) melaporkan
penurunan bilangan iod diduga karena ikatan rangkap bereaksi dengan iod,
sehingga hilangnya ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal untuk membentuk
cincin oksiran. Gliserida dengan tingkat ketidakjenuhan yang tinggi akan
mengikat iod dalam jumlah yang lebih besar. Nilai bilangan iod minyak ikan yang
jauh lebih besar menunjukkan banyaknya jumlah ikatan tidak jenuh berantai
panjang pada minyak ikan dibandingkan minyak jarak pagar. Kaushik &
Bhardwaj (2013) menyatakan minyak jarak pagar memiliki rata-rata asam lemak
tak jenuh 76,84 yang terdiri dari asam oleat (C18:1n9) 46,17 % dan Linoleat
(C18:2n6) 30,67 %. Peningkatan bilangan oksiran dari 0,04±0,01 % menjadi
4,74±0,09 % mengindikasikan telah terbentuknya cincin epoksida sebagai salah
satu produk oksidasi ikatan rangkap yang terdapat pada minyak ikan. Mekanisme
pembentukan cincin oksiran disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Mekanisme pembentukan cincin oksiran
Mekanisme reaksi epoksidasi ikatan rangkap menggunakan asam
perkarboksilat dalam suasana asam merupakan reaksi adisi elektrofilik
(Dinda et al. 2008). Epoksida yang terbentuk merupakan senyawa antara yang
dapat bereaksi lebih lanjut membentuk senyawa diol dengan adanya nukleofil.
Gugus berupa anion karboksilat dapat bereaksi lebih lanjut dengan epoksida
terprotonasi membentuk asam konjugat yaitu asam karboksilat dan epoksida
netral. Bilangan oksiran minyak ikan epoksidasi yang diperoleh pada penelitian
ini lebih tinggi dibandingkan Suharto (2007) yaitu 3,38% dengan menggunakan
konsentrasi Amberlite IR-120 3%, suhu 70 oC dan waktu reaksi 12 jam. Jumlah
ikatan rangkap pada sampel yang lebih banyak dan waktu reaksi yang lebih lama
diduga juga dihasilkan bilangan oksiran yang lebih tinggi. Peningkatan bilangan
14
peroksida diduga disebabkan proses oksidasi dan pembukaan cincin oksiran.
Campanella & Baltanas (2005) melaporkan pembukaan cincin dapat terjadi pada
suasana asam dan serangan peroksida pada proses epoksidasi.
Peningkatan bilangan peroksida dari (47,33±4,16) meq/kg menjadi
(59,33±3,05) meq/kg diduga disebabkan proses oksidasi dan pembukaan cincin
oksiran. Almeida et al. (2015) menyatakan bahwa oksidasi asam lemak sangat
tergantung pada jumlah ikatan rangkapnya, selain itu dipengaruhi juga oleh suhu,
konsentrasi oksigen, logam, aktivitas air, prooksidan, antioksidan, dan katalis.
Campanella & Baltanas (2005) menambahkan pembukaan cincin dapat terjadi
pada suasana asam dan serangan peroksida pada proses epoksidasi. Proses
epoksidasi dalam Alves et al. (2013) dapat digunakan untuk mengkonversi ikatan
rangkap menjadi cincin oksiran pada minyak sehingga dapat meningkatkan
stabilitas suhu dan oksidasi. Hasil bilangan peroksida sampel tidak memenuhi
standar bilangan peroksida minyak ikan yang baik yaitu 3-20 meq/kg
(Khoddami et al. 2009).
Proses epoksidasi juga dapat meningkatkan nilai asam lemak bebas
minyak ikan dari (8,62±0,18) mgKOH/g menjadi (11,07±0,10) mgKOH/g.
Dugaan ini akibat proses epoksidasi yang berlangsung pada suhu tinggi 58±2 oC
selama 24 jam. Menurut Yahyaee et al. (2013) suhu yang tinggi dapat
menghasilkan asam lemak bebas. Asam lemak bebas terbentuk akibat panas dan
keberadaan air dari bahan sehingga terjadi reaksi hidrolisis.
Karakteristik Partikel Chitosan
Rendemen, bentuk dan struktur partikel chitosan
Rendemen partikel chitosan yang dihasilkan 3,210 g dari berat chitosan
awal 10 g (32,10%). Jafarinejad et al. (2012) melaporkan rendemen chitosan:TPP
nanoparticle tertinggi setelah proses spray dried yang dihasilkan pada
penelitiannya (42,9%). Perbedaaan rendemen ini diduga disebabkan perbedaaan
proses yang digunakan, terutama saat pengeringan semprot (spray drying), karena
terjadi kontak antara semprotan dengan udara panas, pengeringan semprotan, dan
pemisahan antara produk kering (aliran serbuk bebas) dan udara.
a
Gambar 5
b
(a) Partikel Chitosan, (b) struktur partikel chitosan menggunakan
Scanning Electron Microscopy perbesaran 1000 kali
15
Partikel chitosan pada penelitian ini memiliki ukuran rata-rata 259,56 nm.
Kim et al. (2012) melakukan studi untuk mengontrol ukuran partikel dan
distribusi ukuran chitosan berkisar antara 130-300 nm memiliki bentuk serbuk
halus yang dapat diaplikasikan sebagai bahan tambahan pada pembuatan
kosmetik. Partikel chitosan yang dihasilkan memiliki bentuk cenderung halus dan
seragam dengan warna keputihan. Struktur partikel chitosan dengan
menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) menunjukan struktur yang
hampir seragam dan bentuk hampir bulat (Gambar 5). Alves et al. (2013)
menambahkan penggunaan ultrasonik digunakan untuk menjamin pembentukan
suspensi stabil dalam larutan partikel chitosan. Aglomerat lembut juga terbentuk
selama proses pengumpulan dengan sentrifugasi.
Sebaran ukuran rata-rata partikel chitosan
Ukuran partikel chitosan yang kecil dalam minyak pelumas dapat mengisi
goresan dan alur pada permukaan bahan, dimana pada saat yang sama membentuk
film yang melapisi permukaan bahan (Alves et al. 2013).
Gambar 6 Sebaran ukuran rata-rata partikel chitosan dengan menggunakan
Particle Size Analizer
Sebaran ukuran rata-rata dari partikel chitosan yang berdasarkan volume
dihasilkan memiliki batas minimum 51,33 nm dan batas maksimum 4266,93 nm.
Nilai tengah yang terdapat pada grafik 259,56 nm dengan diperlihatkan pada
sebaran yang mengumpul pada area tengah (Gambar 6). Sebaran partikel yang
terlihat pada gambar yang mengumpul pada area tengah menandakan ukuran
partikel yang terbentuk rata-rata mendekati 259,56 nm dan jumlah yang kurang
atau melebihi nilai tengah tersebar hanya sedikit. Nilai tengah partikel chitosan
yang dihasilkan mendekati mendekati hasil penelitian Kim et al. (2012) dengan
proses sonifikasi yaitu 230 nm.
Karakteristik Pelumas Aktif (Lubricant Oil Active)
Struktur pelumas aktif
Struktur permukaan pelumas dengan komposisi ZnO 0,5% dan partikel
chitosan 0,5 % memperlihatkan bahwa percampuran antara ZnO dan partikel
chitosan sudah baik terlihat dari sudah tidak dapat terlihat lagi bidang batas antara
16
zat-zat yang dicampurkan (Gambar 7D). Hal itu diduga disebabkan chitosan
mampu membentuk ikatan dengan banyak logam transisi (golongan 3 sampai 7
tabel periodik) (Weerakkody et al. 2011). Wang et al. (2003) menambahkan
bahwa Zinc (Zn) merupakan salah satu unsur yang mudah menyatu dengan
chitosan dan dalam penelitiannya digunakan dalam bidang kesehatan karena
penggabungannya menghasilkan khelat (kombinasi logam dengan molekul
organik yang membentuk struktur seperti cincin). Ing et al. (2012) menyatakan
gugus amin dalam chitosan dalam larutan asam asetat akan terprotonasi sehingga
memungkinkan interaksi yang lebih efisien.
A
B
C
D
Gambar 7 Struktur pelumas aktif menggunakan mikroskop Olympus perbesaran
100 kali (A) Minyak epoksidasi, (B) Minyak epoksidasi + ZnO 1%,
(C) Minyak epoksidasi + partikel chitosan 1%, (D) Minyak epoksidasi
+ ZnO 0,5% + partikel chitosan 0,5%.
Tingkat keausan pelumas aktif
Keausan pelumas merupakan kerusakan pada permukaan padat yang
terjadi akibat gesekan antar permukaan suatu benda karena gerakan relatif
sehingga menimbulkan bekas gesekan dalam bentuk goresan yang biasa disebut
scar. Besarnya scar pada suatu permukaan bahan dapat diketahui dengan
menghitung diameternya. Tingkat keausan pelumas ditunjukan dengan nilai scar
diameter. Scar diameter dapat di ukur menggunakan alat Fourball tester. Nilai
scar diameter merupakan nilai rata-rata diameter dari scar pada tiga bola berputar
dengan satuan milimeter. Cheenkachorn (2013) menyatakan semakin kecil nilai
scar yang dihasilkan maka kualitas pelumas semakin baik dalam menahan
gesekan yang terjadi.
17
Gambar 8 Tingkat keausan pelumas aktif dengan beban 40 kgf
Nilai scar diameter pelumas dengan penambahan ZnO 1% menghasilkan
nilai scar diameter paling kecil, yaitu (1,15±0,04) mm. Formulasi ZnO 0,5% +
partikel chitosan 0,5% memiliki nilai scar diameter yang cukup rendah yakni
(1,16±0,04) mm (Gambar 8). Syahrullail et al. (2013) melaporkan scar diameter
pelumas mineral umumnya sebesar 0,5391 mm dan meningkat menjadi 0,8952
mm setelah ditambahkan minyak kelapa sawit. Hal ini disebabkan scar diameter
mencerminkan tingkat oksidasi yang terjadi selama pengujian. Minyak kelapa
sawit memiliki rantai oksigen yang mempermudah proses oksidasi pada
permukaan bola four ball, sehingga membuat struktur bola bantalan rapuh dan
menghasilkan tingkat keausan yang lebih tinggi. Xie et al. (2001) melaporkan
bahwa larutan chitosan memiliki aktivitas berupa pengikatan radikal bebas,
sehingga gugus radikal OH+ dari proses oksidasi lipida bereaksi dengan ion
hidrogen dari gugus ion ammonium (NH3+) pada chitosan sehingga menghasilkan
molekul yang lebih stabil.
Viskositas kinematik pelumas aktif pada 40 °C
Viskositas cairan menunjukkan berapa besarnya tahanan di dalam cairan
untuk mengalir. Apabila cairan itu mudah mengalir dapat dikatakan cairan
tersebut memiliki viskositas yang rendah atau kondisin
DENGAN BAHAN DASAR MINYAK IKAN DAN
ADITIF ZnO-CHITOSAN PARTICLE
BAYU IRIANTO
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul pelumas aktif
dengan bahan dasar minyak ikan dan aditif ZnO-chitosan particle adalah
karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Bayu Irianto
NIM C34100040
ABSTRAK
BAYU IRIANTO. Pelumas aktif dengan bahan dasar minyak ikan dan aditif ZnOchitosan particle. Dibimbing oleh BAMBANG RIYANTO dan UJU.
Pelumas memiliki peranan penting dalam meminimalkan fungsi keausan pada
sistem mekanik. Synthetic liquids, minyak nabati (biolubricant) serta berbagai
aditif telah banyak digunakan. Karakteristik minyak ikan dan sifat fungsional
chitosan yang dapat berperan sebagai aditif, merupakan peluang dalam
pengembangan pelumas baru yang ramah lingkungan. Tujuan penelitian adalah
melakukan pembuatan dan karakterisasi pelumas aktif dengan bahan dasar
minyak ikan dan aditif partikel ZnO-chitosan. Minyak dasar pelumas dibuat
melalui reaksi epoksidasi minyak ikan dengan karakteristik bilangan oksiran
(4,74±0,09) %, bilangan iod (49,91±1,9) gI2/100g, bilangan peroksida
(59,33±3,05) meq/kg, dan asam lemak bebas (11,07± 0,10) %. Kombinasi aditif
ZnO 0,5% dengan partikel chitosan 0,5% memberikan pengaruh terhadap pelumas
minyak ikan dengan karakteristik terbaik, berupa scar diameter (1,16±0,04) mm,
viskositas kinematik pada suhu 40°C (66,50±0,35) mm2/s dan korosi bilah
tembaga grade 1A.
Kata kunci: Chitosan, minyak ikan, pelumas, ZnO
ABSTRACT
BAYU IRIANTO. Lubricant based fish oil with ZnO-chitosan particle additives.
Supervised by BAMBANG RIYANTO and UJU.
Lubricant has important role to reduce wear in mechanical systems. Synthetic
liquids, vegetable oils (biolubricant) and various additives have been widely used.
Characteristics of fish oil and functional properties of chitosan that can act as an
additive became an opportunity in the development of new ecofriendly lubricants.
The objective of this research was to manufacture and characterize of lubricant oil
active with the basic ingredients of fish oil and additives ZnO-chitosan particle.
Lubricant base oil from fish oil through epoxidation reaction had characteristics of
oxirane value (4.74±0.09) %, iodine value (49.91±1.9) gI2/100g, peroxide value
(59.33±3.05) meq/kg, and free fatty acid value (11.07±0.10) %. Combination
additive formula of 0.5% chitosan particle and 0.5% ZnO was characterized by
scar diameter (1.16±0.04) mm, kinematic viscosity at 40 °C (66.50±0.35) mm2/s
and copper strip corrosion grade 1A.
Keywords: Chitosan, fish oil, lubricant, ZnO
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PELUMAS AKTIF
DENGAN BAHAN DASAR MINYAK IKAN DAN
ADITIF ZnO-CHITOSAN PARTICLE
BAYU IRIANTO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Judul Skripsi
Nama
NIM
Program Studi
: Pelumas Aktif dengan Bahan Dasar Minyak Ikan dan Aditif
ZnO-Chitosan Particle
: Bayu Irianto
: C34100040
: Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh
Bambang Riyanto, SPi, MSi
Pembimbing I
Dr Eng Uju, SPi, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Judul skripsi ini adalah
Pelumas aktif dengan bahan dasar minyak ikan dan aditif ZnO-chitosan
particle. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1 Bambang Riyanto, SPi, MSi dan Dr Eng Uju, SPi, MSi selaku dosen
pembimbing yang selalu memberikan ilmu, bimbingan, dan nasihatnya.
2 Dr Ir Wini Trilaksani, MSc dan Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS yang telah
memberikan saran dan perbaikan dalam ujian maupun penyusunan skripsi
ini.
3 Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan yang telah memberikan arahan hingga selesainya skripsi ini.
4 Setyo Widodo, ST, MT (Head of Lubricant Group), serta pihak
Laboratorium Aplikasi 2 LEMIGAS, Cipulir, Jakarta Selatan yang telah
memberikan izin dan membantu selama pelaksanaan penelitian di
laboratorium.
5 Ema Masruroh, SSi dan Dini Indriyani, AMd (Laboratorium THP IPB),
serta Setia Utami Dewi, MSi (Fisika IPB) yang telah membantu selama
pelaksanaan penelitian di laboratorium.
6 Kedua orang tua dan keluarga yang senantiasa membimbing, menuntun
dalam doa, kasih sayang, semangat, serta dukungannya.
7 Beasiswa Bidik Misi IPB yang telah membiayai penulis selama berkuliah
di Institut Pertanian Bogor.
8 Prisca Sari Paramudhita, Sheilla Amanda, Santiara Putri Pramestia, dan
Feraliana Audia Utami, teman-teman seperjuangan penelitian yang saling
mendukung dan menguatkan untuk selalu memberikan yang terbaik.
9 Keluarga besar THP 47, THP 48, THP 49, kakak-kakak THP 46 serta
Pascasarjana yang telah memberi semangat dan banyak membantu dalam
penelitian ini.
Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak,
hingga terselesaikannya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam skripsi ini, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dalam perbaikan skripsi ini.
Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Bayu Irianto
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL............................................................................................
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................
PENDAHULUAN ...........................................................................................
Latar Belakang .............................................................................................
Tujuan Penelitian .........................................................................................
METODE PENELITIAN ................................................................................
Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................................
Bahan Penelitian ..........................................................................................
Peralatan Penelitian......................................................................................
Prosedur Penelitian .....................................................................................
Persiapan minyak dasar dan aditif...........................................................
Karakterisasi minyak ikan, pembuatan (menggunakan reaksi
epoksidasi) dan karakterisasi minyak dasar pelumas ..............................
Pembuatan dan karakterisasi partikel chitosan .......................................
Komposisi formulasi aditif penambahan partikel chitosan dan
pembuatan pelumas aktif.........................................................................
Tingkat kesesuaian dengan standar pelumas...........................................
vii
vii
viii
1
1
3
3
3
3
3
5
5
Prosedur Analisis ....................................................................................................
Analisis data ............................................................................................................
7
11
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................
Karakteristik Minyak Dasar Pelumas dari Minyak Ikan ..............................
Karakteristik Partikel Chitosan ....................................................................
Rendemen, bentuk dan struktur partikel chitosan ....................................
Sebaran ukuran rata-rata partikel chitosan ...............................................
Karakterisasi Pelumas Aktif (Lubricant Oil Active).....................................
Struktur pelumas aktif ..............................................................................
Tingkat keausan pelumas aktif .................................................................
Viskositas kinematik pelumas aktif pada 40 °C .......................................
Korosi bilah tembaga pelumas aktif .........................................................
Struktur gugus fungsi pelumas aktif dengan FTIR ...................................
Tingkat Kesesuaian Pelumas Aktif dengan Standar Pelumas ......................
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................
Kesimpulan ...................................................................................................
Saran .............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
LAMPIRAN .....................................................................................................
RIWAYAT HIDUP ..........................................................................................
11
11
14
14
15
15
15
16
17
18
19
21
22
22
22
22
29
32
5
6
6
7
DAFTAR TABEL
1 Komposisi formula aditif pelumas penambahan partikel chitosan sesuai
rekomendasi SNI 06-7069.9-2005 (pelumas jenis anti aus)........................
2 Keragaan asam lemak minyak ikan dan hasil epoksidasi (%w/w) ..............
3 Bilangan iod, oksiran, peroksida, dan asam lemak bebas pada minyak
ikan, hasil epoksidasi, dan perbandingan dengan minyak jarak pagar ........
4 Tingkat kesesuaian pelumas aktif dengan standar pelumas ........................
7
12
13
21
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir tahapan penelitian ..................................................................
2 Model mekanisme sistem kerja peralatan dan teknik pembuatan minyak
dasar pelumas dengan reaksi epoksidasi .....................................................
3 Visualisasi (a) minyak ikan precooking pengalengan ikan dan (b) minyak
dasar pelumas dari minyak ikan hasil epoksidasi ........................................
4 Mekanisme pembentukan cincin oksiran ....................................................
5 (a) Partikel chitosan, (b) struktur partikel chitosan menggunakan
Scanning Electron Microscopy perbesaran 1000 x .....................................
6 Sebaran ukuran rata-rata partikel chitosan dengan menggunakan Particle
Size Analizer ................................................................................................
7 Struktur pelumas aktif menggunakan mikroskop Olympus perbesaran
100 kali (A) Minyak epoksidasi, (B) Minyak epoksidasi + ZnO 1%, (C)
Minyak epoksidasi + partikel chitosan 1%, (D) Minyak epoksidasi +
ZnO 0,5% + partikel chitosan 0,5% ............................................................
8 Tingkat keausan pelumas aktif dengan beban 40 kgf ..................................
9 Viskositas kinematik pelumas aktif pada 40 °C ..........................................
10 (a) Korosi bilah tembaga pelumas aktif, (b) ASTM standar warna bilah
tembaga, (A) Minyak epoksidasi, (B) Minyak epoksidasi + ZnO 1%, (C)
Minyak epoksidasi + partikel chitosan 1%, (D) Minyak epoksidasi + ZnO
0,5% + partikel chitosan 0,5%.....................................................................
11 Spektra gugus fungsi pelumas aktif (A) Minyak epoksidasi, (B) Minyak
epoksidasi + ZnO 1%, (C) Minyak epoksidasi + partikel chitosan 1%,
(D) Minyak epoksidasi + ZnO 0,5% + partikel chitosan 0,5% ...................
4
6
11
13
14
15
16
17
18
19
20
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
Pengukuran bilangan iod .............................................................................
Pengukuran bilangan oksiran .......................................................................
Pengukuran bilangan peroksida ...................................................................
Pengukuran asam lemak bebas ....................................................................
Pengukuran scar diameter pelumas aktif.....................................................
Pengukuran Viskositas kinematik pelumas aktif pada 40 °C ......................
Aransemen dan interpretasi spektra inframerah pelumas aktif ....................
29
29
29
29
29
30
30
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pelumas memainkan peranan penting dalam meminimalkan keausan pada
sistem mekanis (Tiong et al. 2012). Global Marine Lubricant Market melaporkan
volume penjualan pelumas dunia mencapai 2 428 700 ton pada 2013 dan
diperkirakan akan meningkat 3,6% pada 2014, dengan pasar terbesar Asia Pasifik
(grandviewresearch.com 2015). Segmen pasar pelumas masih didominasi oleh
pelumas transportasi (56%), termasuk penerbangan dan pelayaran, diikuti untuk
peralatan dan mesin industri (38,6%), metalworking fluid/anti korosif (5%), selain
gemuk (grease) dan process oil (1%) (Birol 2010).
American Petroleum Institute menstandarkan pelumas secara teknik terbuat
dari satu jenis minyak dasar (base oil) atau berupa campuran minyak dasar yang
berasal dari fraksi pemurnian minyak bumi (minyak mineral), kemudian
ditambahkan berbagai aditif untuk memenuhi karakteristik yang diinginkan atau
persyaratan kinerjanya (Bart et al. 2013). Synthetic liquids, yang meliputi
poliolefin terhidrogenasi, ester, fluorocarbons, telah lama dimanfaatkan sebagai
minyak dasar pelumas, bahkan dikembangkan dalam bentuk padat berupa gemuk
(grease) dan bubuk kering (grafit kering, politetrafluoroethilen (PTFE),
molibdenum disulfida, tungsten disulfida) (Rudnick 2013). Minyak nabati
(biolubricant oil) telah pula dikembangkan sebagai minyak dasar pelumas,
misalnya minyak kedelai (Petrovic et al. 2002), jarak pagar (Shahabuddin et al.
2013) dan kelapa sawit (Syahrullail et al. 2013).
Alves et al. (2013) melaporkan karakteristik minyak nabati yang diperlukan
sebagai pelumas, antara lain memiliki indeks viskositas yang tinggi, volatilitas
yang rendah, serta pelarut yang baik untuk aditif fluida. Minyak nabati
menunjukan stabilitas oksidatif terhadap suhu yang rendah, akibat karakteristik
ketidakjenuhan atau banyaknya jumlah ikatan rangkap pada asam lemak yang ada.
Minyak ikan memiliki karakteristik kimia yang mirip dengan minyak nabati dan
berpeluang sebagai alternatif minyak dasar pelumas, selain belum pernah
dikembangkan (Mobarak et al. 2014). Ferraro et al. (2013) melaporkan bahwa
pada industri fillet ikan beku (frozen fillet) komposisi lipid 5-15% (b/b). Minyak
ikan umumnya terdeposit pada hati (cucut, pari) (Navarro-Garcia at al. 2004) atau
tubuh (sardine, makarel, tuna) (Caponio et al. 2011) atau bersumber dari mamalia
laut (paus) (Ackman & Hooper 1968). Minyak ikan secara komersial diproduksi
dari industri penepungan ikan dengan teknik pengepresan atau memanfaatkan
hasil samping precooking pada proses pengalengan ikan (Ferraro et al. 2013).
Minyak ikan sebagian besar masih belum termanfaatkan dan terbuang sebagai
limbah (Cristovao et al. 2014). Yahyaee et al. (2013) melaporkan bahwa dari 53%
limbah yang berasal dari industri perikanan berupa fase cair (campuran air,
minyak, dan padatan tersuspensi) dan padatan, minyak yang dapat diekstrak
adalah sekitar 11 % dari berat total limbah ikan tersebut. Minyak ikan dari limbah
hasil perikanan memiliki mutu yang rendah, karena tingginya kadar asam lemak
bebas dan bilangan peroksida (Almeida et al. 2015). Struktur minyak ikan
memiliki banyak asam lemak dengan rantai panjang dan ikatan tidak jenuh atau
rangkap yang cukup tinggi (35-40%) (Lin & Li 2009). Ketidakjenuhan minyak
2
ikan berpotensi dijadikan bahan pembuatan minyak dasar pelumas. Quinchia et al.
(2014) menghasilkan minyak dasar pelumas dari minyak bunga matahari dengan
ketidakjenuhan tinggi. Modifikasi kimia untuk merubah kandungan minyak ikan
agar menyerupai pelumas perlu dikembangkan.
Modifikasi kimia minyak dasar pelumas telah banyak dilakukan diantaranya
penggunaan katalis asam sianida (Sreeprasanth et al. 2006), epoksidasi (Dinda et
al. 2008), dan transesterifikasi (Campanella et al. 2010). Metode epoksidasi
merupakan cara yang paling efektif untuk pengembangan pelumas. Epoksidasi
adalah penambahan asam peroxyacetic secara in situ dari hidrogen peroksida dan
asam asetat glasial, untuk dikonversi menjadi cincin oksiran (Dinda et al. 2008).
Konversi ikatan ganda menjadi cincin oksiran ini diketahui dapat meningkatkan
stabilitas suhu dan sifat oksidatif dari minyak nabati (Alves et al. 2013).
Khemchandani et al. (2014) melaporkan bahwa penggunaan epoksidasi berguna
juga untuk menurunkan ikatan rangkap asam lemak, yang dapat juga digunakan
untuk meningkatkan fungsi lapisan anti karat pada pelumas.
Kemampuan pelumas juga sangat dipengaruhi oleh komponen aditif (untuk
minyak pelumas jenis anti aus, jumlah yang direkomendasikan adalah 1% mengacu SNI 06-7069.9-2005). Aditif yang ditambahkan berfungsi untuk
mengurangi gesekan dan keausan, meningkatkan viskositas, indeks viskositas,
ketahanan terhadap korosi dan oksidasi, serta kontaminasi (Rudnick 2003).
Policandriotes & Filip (2011) melaporkan bahwa aditif dapat meningkatkan
fungsi pelumas, diantaranya sebagai antioksidan, detergen, ketahanan terhadap
tekanan tinggi (EP), dan anti-aus (AW). Aditif pelumas umumnya menggunakan
sulfur, klorin, dan fosfor yang dapat membentuk lapisan pada permukaan bahan
untuk mengurangi gesekan. Penggunaan klorin dan fosfor telah dibatasi karena
bersifat tidak ramah lingkungan (Alves et al. 2013). Bahan alternatif yang telah
digunakan antara lain CuO (Asrul et al. 2013), SiO2 (Peng et al. 2009), dan ZnO
(Battez et al. 2008). Battez et al. (2008) melaporkan bahwa penggunaan ZnO ke
dalam minyak nabati dengan kadar 0,5 % ternyata sudah cukup optimal, namun
belum menunjukan kemampuan yang baik untuk menahan gesekan, karena
adanya gugus polar yang melekat ke permukaan saat pembentukan film.
Chitosan memiliki sifat reaktifitas kimia yang tinggi, akibat kandungan
gugus OH dan gugus NH2 yang dimilikinya (Muzzareli et al. 1970). Kedua gugus
tersebut memungkinkan chitosan dapat melakukan pengikatan terhadap gugus lain
yang juga bermuatan (Rinaudo et al. 1999). Zhi et al. (2006) melaporkan bahwa
kemampuan chitosan akan berfungsi lebih baik jika dimodifikasi ke dalam ukuran
yang lebih kecil, sehingga reaktifitas kimianya menjadi lebih tinggi.
Chinas-Castillo & Spikes (2000) melaporkan mekanisme kerja partikel
padat koloid dalam minyak pelumas, yaitu dapat menembus permukaan kemudian
bergulir untuk membentuk film yang merata pada kecepatan rendah. Film ini akan
habis seiring dengan kecepatan yang meningkat. Hsiao et al. (2014) melaporkan
bahwa sebagai koloid, chitosan ternyata dapat membentuk koloid hidrogel yang
dapat melapisi permukaan suatu bahan seiring dengan rantai polimer yang saling
bertautansilang. Karakteristik partikel chitosan tersebut memungkinkan untuk
digunakan sebagai aditif pada pelumas. Penambahan aditif partikel chitosan pada
pelumas ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelumas berbahan dasar
minyak ikan yang ada.
3
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah 1) menentukan formulasi pembuatan pelumas aktif
berbahan dasar minyak ikan dan aditif ZnO-chitosan, 2) melakukan karakterisasi
pada formulasi terpilih serta membandingkan dengan standar pelumas jenis anti
aus yang ada.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Agustus 2014.
Pembuatan minyak dasar pelumas (lubricant base oil) dilakukan pada
Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Fakultas FMIPA IPB.
Pembuatan dan karakterisasi partikel chitosan dilakukan pada Sentra Teknologi
Polimer Puspiptek Serpong. Tingkat kesesuaian dengan standar pelumas
dilakukan di Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya
Mineral (LEMIGAS), Cipete, Jakarta Selatan.
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan adalah minyak ikan hasil precooking proses
pengalengan makarel yang berasal dari PT Maya Food Industries, Pekalongan,
Jawa Tengah, asam asetat glasial 98% (Merck KgaA Germany), hidrogen
peroksida 50% (Merck KgaA Germany), natrium hidrogen karbonat, asam sulfat
pekat (Merck KgaA Germany), toluena 30% (Merck KgaA Germany), aquades,
dan zinc oxyde (ZnO ukuran 14,71 m). Chitosan diperoleh dari PT Biotech
Surindo, Cirebon, 2 mL asam asetat (CH3COOH) yang dilarutkan dalam akuades
hingga 100 mL (larutan stok asetat 2%).
Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan adalah labu leher tiga, magnetic stirrer S13112033Q merk Thermolyne (Stirring speed range up to 21 gf), diameter support rod
1,3 cm), spray dryer (LABPLANT SD-06 dengan suhu inlet 180oC, dan nozzle
0,5 mm), thermometer air raksa merk ASTM type M18612 (range suhu 0-100°C),
gas chromatography (GC) merk Shimadzu Model GC 2010 plus (Kolom
cyanopropil methyl sil (capillary column), dimensi kolom p = 60 m, Ø dalam =
0,25 mm, 0,25 µm), ultrasonicator (daya output 130 W, frekuensi 10-100 KHz,
amplitudo 10-100%), VASCO Particle Size Analizer Particulate Systems (He-Ne
laser beam pada wavelength 657 nm dengan suhu 25 °C), Fourball Tester (25 gf)
dan beban 40 kgf), spektrofotometer model Bruker Tensor 37 (spektrum 7500-370
cm-1, dan standar KBr beam splitter) dan SEM (Scanning Electron Microscopy)
model JEOL JSM-6510LA (perbesaran 1000 kali).
4
Karakterisasi minyak pelumas dasar :
1 Pengamatan visual
2 Keragaan asam lemak minyak
3 Bilangan iod
4 Bilangan oksiran
5 Bilangan peroksida
6 Asam lemak bebas
Hidrogen peroksida (H2O2)
Karakterisasi minyak pelumas dasar :
1 Pengamatan visual
2 Keragaan asam lemak minyak
3 Bilangan iod
4 Bilangan oksiran
5 Bilangan peroksida
6 Asam lemak bebas
Karakterisasi pelumas aktif :
1 Struktur permukaan dengan Dino-Lite
2 Uji keausan
3 Uji korosi
4 Viskositas kinematik 40 ºC
5 Gugus fungsi pelumas aktif
Minyak ikan
Chitosan
Epoksidasi minyak ikan
(suhu 58±2 ºC, 24 jam)
Ultrasonifikasi
(frekuensi 20 KHz, amplitudo 40%, 30 menit)
Spray drying
(suhu inlet 180 ºC, nozzle 0,5 mm, 1 jam)
Minyak dasar pelumas
(100 g)
Partikel Chitosan
(1%)
Formulasi dan Pencampuran
(Homogenizer 34 gf
dan Ultrasonic bath 30 menit)
Pelumas aktif
Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian
Karakterisasi partikel chitosan :
1 Pengamatan visual
2 Struktur partikel
3 Distribusi ukuran partikel
Zinc Oxyde (ZnO)
(1%)
5
Prosedur Penelitian
Tahapan penelitian meliputi (1) karakterisasi minyak ikan, pembuatan
(menggunakan reaksi epoksidasi) dan karakterisasi minyak dasar pelumas,
(2) pembuatan dan karakterisasi partikel chitosan, (3) komposisi formulasi aditif
penambahan partikel chitosan dan pembuatan pelumas aktif, dan (4) tingkat
kesesuaian dengan standar pelumas. Diagram alir tahapan penelitian disajikan
dalam Gambar 1.
Persiapan minyak dasar dan aditif
Crude fish oil ditampung dalam wadah plastik 20 L dan dibawa selama 12
jam dari PT Maya Food Industries, Pekalongan, Jawa Tengah. Preparasi
dilakukan dengan cara sentrifugasi untuk memisahkan air dan kotoran, dengan
kondisi sentrifugasi 12.522 gf selama 30 menit, suhu 10 oC. Minyak yang
tersaring diletakan dalam labu erlenmeyer 5 L untuk selanjutnya disimpan
menggunakan freezer suhu -18 oC. Adapun chitosan didapat dari PT Biotech
Surindo berbentuk powder berwarna putih dengan derajat deasetilisasi 87,5 %,
kadar air 7,90 %, kadar abu 0,60 %.
Karakterisasi minyak ikan, pembuatan (menggunakan reaksi epoksidasi)
dan karakterisasi minyak dasar pelumas
Karakteristisasi minyak ikan mengacu pada karakteristik minyak dasar
untuk pelumas (Goud et al. 2006). Analisis meliputi bilangan oksiran, bilangan
iod (AOCS Official Method Cd 1-25 1993), bilangan peroksida, asam lemak
bebas, dan keragaan asam lemak minyak ikan (AOAC Official Method 996.01
1996). Pengamatan visual minyak ikan dilakukan dengan menggunakan kamera
Dino-Lite min. pitch 0,2 mm yang dipasangkan pada mikroskop merk Olympus
CH20.
Pembuatan minyak dasar pelumas dari minyak ikan dilakukan dengan
menggunakan metode reaksi epoksidasi (Dinda et al. 2008, Campanella et al.
2010)). Efektivitas metode mengacu Dinda (2008), Gan et al. (1992), dan
Goud et al. (2006). Prinsip metode ini adalah mereaksikan hidrogen peroksida
(H2O2) dengan senyawa berikatan rangkap (asam lemak tak jenuh) untuk
membentuk cincin oksiran. Model mekanisme sistem kerja peralatan disajikan
pada Gambar 2.
Aktivitas diawali dengan pembuatan Larutan 1 dan Larutan 2. Pembuatan
Larutan 1 dilakukan dengan pencampuran 10 g minyak ikan dengan 0,84 mL
asam asetat glasial dan 2,9 mL toluena. Pembuatan Larutan 2 dilakukan dengan
menambahkan 0,055 g H2SO4 (pekat) ke dalam 5,78 g H2O2 30%. Kemudian
dilakukan pencampuran Larutan 2 ke dalam Larutan 1 (melalui corong, sedikit
demi sedikit). Pemanasan dilakukan pada suhu 58±2 oC selama 24 jam. Produk
epoksidasi yang dihasilkan dilakukan netralisasi (menghilangkan sisa asam)
dengan menggunakan larutan jenuh natrium hidrogen karbonat (NaHCO3) jenuh
dalam labu pemisah (hingga mencapai pH 7), kemudian dilakukan pengocokan
dan pemisahan dengan air menggunakan corong pisah.
6
Karakteristik minyak dasar pelumas mengacu Goud et al. (2006), yang
meliputi bilangan oksiran, bilangan iod (AOCS Official Method Cd 1-25 1993),
bilangan peroksida, asam lemak bebas, dan keragaan asam lemak minyak ikan
(AOAC Official Method 996.01 1996).
*Larutan I : 10 minyak ikan : 0,84 asam asetat glasial : 2,5 toluena
*Larutan II : 5,78 H2O2 30% : 0,055 katalis H2SO4 (pekat)
Gambar 2 Model mekanisme sistem kerja peralatan dan teknik pembuatan
minyak dasar pelumas dengan reaksi epoksidasi (Dinda et al. 2008),
Campanella et al. (2010)
Pembuatan dan karakterisasi partikel chitosan
Pembuatan partikel chitosan mengacu Kim et al. (2006) dengan
modifikasi pada daya output power ultrasonicator (metode ultrasonifikasi).
Chitosan 10 mg dilarutkan dalam 500 mL asam asetat 2% sehingga diperoleh
konsentrasi chitosan 2% (b/v). Pencampuran dilakukan dengan menggunakan
magnetic stirrer (45 gf selama 1 jam). Kemudian sampel dilakukan sonifikasi
menggunakan ultrasonicator (probe jenis sonikator) pada daya output 130 W,
frekuensi 20 KHz, Amplitudo 40%, selama 30 menit. Setelah itu, dilakukan
pengeringan menggunakan spray dryer hingga berbentuk serbuk.
Karakterisasi partikel chitosan mengacu Kim et al. (2006) yang meliputi
analisis Particle Size Analizer untuk mengetahui ukuran dan sebaran partikel dan
Scanning Electron Microscopy untuk mengetahui bentuk struktur.
Komposisi formulasi aditif penambahan partikel chitosan dan pembuatan
pelumas aktif
Komposisi formulasi aditif pelumas dengan penambahan partikel chitosan
mengacu Cheenkachorn (2013) dengan modifikasi pada konsentrasi penambahan
aditif jenis Zinc Oxide (ZnO). Konsentrasi standar aditif jenis Zinc Oxide (ZnO)
7
mengacu SNI 06-7069.9-2005 (minyak pelumas jenis anti aus) dengan jumlah
yang direkomendasikan, yaitu 1 % (Tabel 1).
Tabel 1 Komposisi formulasi aditif pelumas penambahan partikel chitosan
sesuai rekomendasi SNI 06-7069.9-2005 (pelumas jenis anti aus)
Kode
A (kontrol)
B
C
D
Lubricant base oil
(g)
100
100
100
100
Zinc Oxide
(%wt)
0
1
0
0,5
Partikel Chitosan
(%wt)
0
0
1
0,5
Wadah dengan kode A, B, C, dan D disiapkan, kemudian minyak dasar
(lubricant base oil) sebanyak 100 g ditambahkan aditif sesuai komposisi formula
yang direkomendasikan. Wadah kode A merupakan kontrol tanpa penambahan
aditif. Wadah kode B ditambahkan Zinc Oxide (ZnO) 1 %wt, kode C ditambahkan
partikel chitosan 1 %wt dan kode D ditambahkan campuran ZnO 0,5 %wt dan
partikel chitosan 0,5 %wt. Pencampuran mengacu Alves et al. (2013) dengan Ace
homogenizer (merk NIHONSEIKI KAISHA LTD.) kecepatan 34 gf selama 30
menit, kemudian dimasukan ke ultrasonic bath selama 30 menit dengan suhu
40 oC.
Karakterisasi pelumas aktif mengacu Alves et al. (2013) yang meliputi
bentuk struktur dengan Kamera Dino-Lite min. pitch 0,2 mm yang dipasangkan
pada mikroskop merk Olympus CH20, struktur kimia pelumas dengan FTIR, serta
berbagai parameter pelumas sesuai SNI 06-7069.9-2005, yaitu uji keausan
(American Society for Testing Material D4172 (ASTM D4172)), uji viskositas
pada suhu 40 oC (ASTM D2270-10), dan korosi bilah tembaga (ASTM D130).
Tingkat kesesuaian dengan standar pelumas
Tingkat kesesuian pelumas aktif dilakukan dengan membandingkan
terhadap standar pelumas industri jenis anti aus (SNI 06-7069.9-2005) yang
meliputi parameter uji keausan (ASTM D4172-97 2010), viskositas pada suhu
40 oC (ASTM D2270-10), dan korosi bilah tembaga (ASTM D130). Perbandingan
disajikan secara deskriptif antar berbagai parameter uji yang ada.
Prosedur Analisis
Analisis Keragaan Asam Lemak menggunakan Gas Chromatography
(AOAC Official Method 969.33 2005)
Lemak atau minyak 20-40 mg dalam tabung bertutup teflon ditambahkan
dengan 1 mL NaOH dalam metanol, kemudian dipanaskan dalam penangas air
selama 20 menit. Selanjutnya sebanyak 2 mL BF3 20% serta 5 mg/mL standar
internal ditambahkan ke dalam campuran, lalu campuran dipanaskan lagi selama
20 menit. Campuran didinginkan, kemudian ditambahkan 2 mL NaCl jenuh serta
8
1 mL isooktan, lalu campuran dikocok dengan baik. Lapisan isooktan yang
terbentuk dipindahkan dengan bantuan pipet tetes ke dalam tabung berisi sekitar
0,1 g Na2SO4 anhidrat, lalu dibiarkan 15 menit. Fasa cair yang terbentuk
dipisahkan, sedangkan fasa minyak yang terbentuk diinjeksikan ke instrumen GC
sebanyak 1 L, setelah sebelumnya dilakukan penginjeksian 1 L campuran
standar eksternal FAME (Supelco 37 component fatty acid methyl ester mix).
Kondisi pengoperasian saat alat GC dijalankan diantaranya laju alir N2
20 mL/ menit, laju alir H2 30 mL/ menit, dengan suhu injektor 200 °C dan suhu
detektor 230 °C. Waktu retensi dan puncak masing-masing komponen diukur lalu
dibandingkan dengan waktu retensi standar untuk mendapatkan informasi mengenai
jenis dan komponen-komponen dalam contoh. Kandungan komponen dalam contoh
dihitung dengan persamaan :
Keterangan :
Ax
= Area sampel
As
= Area standar
Cstandar = Konsentrasi standar
Vcontoh = Volume contoh
Analisis Asam Lemak Bebas (%FFA) (AOCS Official Method Ca 5a-40 1998)
Minyak ikan 5 g dalam erlenmeyer 250 mL ditambahkan 25 mL etanol
96% netral, minyak ikan dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit,
kemudian campuran tesebut ditetesi indikator PP (fenolftalein) sebanyak 2 mL.
Setelah itu campuran tersebut dikocok dan dititrasi dengan KOH 0,1 N hingga
timbul warna merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik. Persentase FFA
dihitung berdasarkan persamaan :
Keterangan :
A
= Jumlah titrasi KOH
N
= Normalitas KOH
G
= Gram contoh
M
= Bobot molekul asam lemak dominan (Tabel 2, BM asam palmitat =
256,42 g/mol).
Analisis Bilangan Peroksida (AOAC Official Method 965.33b 2000)
Minyak ikan 5 g dalam Erlenmeyer 250 mL kemudian ditambahkan 30 mL
larutan asam asetat glasial dan kloroform (3:2). Sebanyak 0,5 mL larutan KI jenuh
ditambahkan ke dalam campuran, kemudian dilakukan penambahan 30 mL
aquades dan 0,5 mL indikator pati 1%. Warna campuran sebelum dititrasi adalah
biru kehitaman, lalu campuran tersebut dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N hingga
larutan menjadi kuning. Blanko dengan aquades sebagai pengganti contoh dibuat.
Bilangan peroksida dalam satuan meq/kg ditentukan dengan persamaan :
9
Keterangan :
S
= Volume larutan sampel (mL)
B
= Volume larutan blanko (mL)
N
= Normalitas untuk Na2S2O3
G
= Bobot contoh (g)
Analisis Bilangan Iod Metode Wijs (AOCS Official Method Cd 1-25 1993)
Minyak ikan 0,5 g dalam erlenmeyer 500 mL, ditambahkan 20 mL larutan
karbon tetraklorida dan 25 mL larutan Wijs (campuran dari 16 g iod monoklorida
dalam 1000 ml asam asetat glasial), kemudian dicampur merata dan disimpan
dalam ruang gelap selama 30 menit pada suhu 25 °C. Selajutnya ditambahkan 20
mL larutan KI 15% dan 100 ml akuades, lalu dititrasi dengan larutan Na2S2O3
0,1N sampai larutan berwarna kekuningan. Setelah itu ditambahkan indikator pati
dan dititrasi kembali sampai warna biru hilang. Blanko dibuat dengan cara yang
sama tanpa menggunakan minyak. Bilangan iod dinyatakan sebagai gram iod
(g I2) yang diserap per 100 g dihitung sampai dua desimal dengan menggunakan
persamaan :
Keterangan :
T
= Normalitas larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N
V3
= Volume larutan 0,1 N blanko (mL)
V4
= Volume larutan 0,1 N sampel (mL)
12,69 = Berat atom iod
m
= Berat sampel (g)
Analisis Bilangan Oksiran (Alves et al. 2013)
Cincin oksiran yang terbentuk diukur dengan analisis bilangan oksiran
mengacu Alves et al. (2013). Minyak epoksidasi 0,4 g dimasukan ke dalam labu
erlenmeyer 250 mL, kemudian dilarutkan dalam 10 mL asetat glasial. Setelah itu
ditambahkan indikator kristal ungu sebanyak 5 tetes (maksimum 0,1 mL) dan
dititrasi dengan HBr 0,1 N sampai berwarna hijau kebiruan selama 30 detik.
Bilangan oksiran ditentukan dengan persamaan :
Keterangan :
V
= Volume HBr (mL)
N
= Normalitas HBr
1,60 = Berat atom HBr
Analisis Particle Size Analizer (Kim et al. 2006)
Analisis sebaran ukuran partikel chitosan dengan menggunakan PSA
(Particle Size Analizer) mengacu Kim et al. (2006). Larutan chitosan 0,1 mL
dimasukan kedalam alat VASCO Particle Size Analizer Particulate Systems (HeNe laser beam) dengan pengaturan wavelength 657 nm pada suhu 25 °C, dan
10
interval waktu 2000 s. Hasil yang didapatkan berupa gambar dan distribusi
ukuran partikel dengan software NanoQ 1.2.1.1.
Analisis Scanning Electron Microscopy (Kim et al. 2006)
Analisis struktur partikel chitosan dengan menggunakan SEM (Scanning
Electron Microscopy) mengacu Kim et al. (2006). Sampel dilapisi dengan unsur
Platina (Pt), kemudian langsung dianalisa dengan alat SEM model JEOL JSM6510LA Philips dengan perbesaran 1000 kali. Pelapisan dengan logam Platina
agar bersifat sebagai pemantul elektron atau dapat melepaskan elektron sekunder
ketika ditembak dengan berkas elektron.
Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (ASTM E1252 2013)
Kalium Bromida (KBr) 200 mg dan 2 mg sampel dimasukan kedalam
mortar. Kedua bahan dicampuran sampai homogen dan dilakukan dengan cepat
hingga terbentuk pelet. Sampel berbentuk pelet kemudian dimasukkan ke dalam
wadah spektrofotometer. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 7500370 cm-1 dengan spektrofotometer model Bruker Tensor 37. Hasil yang didapat
berupa perbandingan panjang gelombang sampel. Acuan pembacaan dapat dilihat
di OChemOnline 2013.
.
Analisis Viskositas Kinematik pada 40 °C (ASTM D2270-10)
Sampel dipipetkan ke dalam viskometer kapiler jenis viscometer Ostwald.
Pemanas di set dengan suhu 40 °C. Sampel dikendurkan sampai batas pertama
lalu penghitungan dimulai ketika sampel melewati batas pertama. Waktu laju
aliran sampel dihitung dengan stopwatch. Nilai viskositas kinematik ( ) didapat
dari rata-rata penjumlahan 1 dan 2 dengan melalui persamaan :
Keterangan :
= Nilai viskositas kinematik (mm2/s; centiStoke (cSt))
1,2
C
= Konstanta (Upperbulb : 0,3529 mm2/s, Lowerbulb : 0,4425 mm2/s)
t1,2
= Waktu laju aliran (s)
Analisis Korosi Bilah Tembaga (ASTM D 130)
Batang tembaga diamplas hingga halus dan mengkilat. Sebanyak 30 mL
sampel dimasukkan ke dalam tabung pengukuran korosi. Kemudian batang
tembaga dicelupkan ke dalam sampel hingga bilah tembaga terendam seluruhnya
kira-kira 20 mL. Tabung dimasukkan ke dalam alat pengukur korosi yang
suhunya sudah diatur sebesar 40 °C (104 °F) dan didiamkan selama 3 jam ± 5
menit. Hasil pengujian berupa perubahan warna pada tembaga kemudian di
cocokan dengan ASTM copper strip corrosition standard.
11
Analisis Uji Keausan (ASTM D4172-97 2010)
Sampel minyak pelumas 10 mL dimasukan kedalam oil cup yang berisi
tiga bola stasioner. Oil cup dipasang pada alat Fourball Tester (merk
STANHOPE-SETA) kemudian diberi tekanan esktrim (EP) 40 kgf. Bantalan atas
berputar terhadap tiga bantalan bola stasioner pada 25 gf dalam kondisi beban
variabel. Suhu cairan pelumas adalah sekitar 54 °C selama 60 menit. Scar
diameter pada ketiga bola stasioner dilihat dengan Toolmakers Microscope merk
Mitutoyo dan distribusi ukuran scar diameter dengan software Motic Image Plus
Version 2.0.
Analisis data
Data hasil penelitian dikaji menggunakan analisis statistik
deskriptif dengan parameter pengamatan antara lain uji keausan, viskositas pada
suhu 40 oC, dan korosi bilah tembaga. Masing-masing nilai hasil pengujian
dibandingkan dengan standar pelumas industri jenis anti aus (SNI 06-7069.92005) (BSN 2005).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Minyak Dasar Pelumas dari Minyak Ikan
Minyak ikan hasil precooking pengalengan ikan secara visual memiliki
warna coklat kemerahan (Gambar 3a). Kenampakan warna sampel minyak ikan
serupa dengan minyak ikan makarel hasil penyulingan dari penelitian
Adeniyi & Bawa (2006) dengan warna coklat kemerahan. Proses epoksidasi pada
suhu 58±2 oC dengan katalis H2SO4 menghasilkan minyak yang berwarna kuning
keputihan (Gambar 3b).
Perubahan warna pada sampel minyak ikan disebabkan proses oksidasi
(pemutihan karotenoid) atau dekomposisi selama proses pemanasan sehingga
terbentuk chroman-5,6-quinones yang menyebabkan warna berubah menjadi
kuning kemerahan (Maskan 2003).
a
b
Gambar 3 Visualisasi (a) minyak ikan precooking pengalengan ikan dan
(b) minyak dasar pelumas dari minyak ikan hasil epoksidasi
12
Analisis keragaan terhadap jenis dan besarnya kadar asam lemak (Tabel 2)
terlihat bahwa minyak ikan mengandung saturated fatty acids (SAFA)
(30,04±0,63) %, monounsaturated fatty acids (MUFA) (19,53±0,38) %, dan
polyunsaturated fatty acids (PUFA) (34,99±0,73) %. Kandungan tertinggi pada
sampel minyak ikan terdapat pada PUFA yang didominasi eicosapentaenoic acid
(EPA) (11,62±0,15) % dan docosahexaenoic acid (DHA) (18,45±0,09) %.
Tabel 2 Keragaan asam lemak pada minyak ikan dan hasil epoksidasi (%w/w)
Asam Lemak
Myristic Acid C14:0
Pentadecanoic Acid C15:0
Palmitic Acid C16:0
Heptadecanoic Acid C17:0
Stearic Acid C18:0
Arachidic Acid C20:0
Behenic Acid C22:0
Lignoceric Acid C24:0
Total SAFA
Palimitoleic Acid C16:1
Cis-10-Heptadecanoic Acid C17:1
Oleic Acid C18:1n9c
Cis-11-Eicosenoic Acid C20:1
Erucic Acid C22:1n9
Nervonic Acid C24:1
Total MUFA
Linoleic Acid C18:2n6c
v-Linolenic Acid C18:3n6
Linolenic Acid C18:3n3
Cis-11,14-Eicosedienoic Acid C20:2
Cis-8, 11, 14,-Eicosetrienoic Acid C20:3n6
Arachidonic Acid C20:4n6
Cis-5,8,11,14,17-Eicosapentaenoic Acid C20:5n3
Cis-4,7,10,13,,16,19-Docosahexaenoic Acid C22:6n3
Total PUFA
Total Asam lemak (ẕ 2 ulangan)
Minyak
Ikan
6,07±0,17
0,92±0,09
17,07±0,18
0,83±0,02
4,07±0,06
0,68±0,01
0,21±0,02
0,17±0,04
30,04±0,63
7,02±0,12
0,29±0,03
10,91±0,15
0,72±0,01
0,18±0,04
0,40±0,01
19,53±0,38
1,31±0,04
0,23±0,02
0,88±0,05
0,24±0,02
0,20±0,07
2,07±0,25
11,62±0,15
18,45±0,09
34,99±0,73
84,55±1,76
Minyak
epoksidasi
5,36±0,08
0,83±0,09
15,36±0,12
0,76±0,04
3,68±0,11
0,58±0,04
0,20±0,04
0,16±0,06
26,94±0,62
2,25±0,14
0,10±0,02
3,51±0,15
0,27±0,05
0,08±0,04
0,15±0,07
6,36±0,50
0,29±0,04
0,01±0,01
0,09±0,03
0,08±0,04
0,10±0,14
0,18±0,02
0,58±0,04
0,71±0,02
2,04±0,36
34,34±1,49
Keragaan asam lemak setelah proses epoksidasi terlihat bahwa telah terjadi
pergeseran dari asam lemak tak jenuh (PUFA) menuju asam lemak jenuh (SAFA)
yang didominasi asam palmitat (15,36±0,12) % (Tabel 2). Pergeseran komposisi
ini diharapkan dapat meningkatkan daya tahan terhadap oksidasi pada minyak
dasar pelumas (Almeida et al. 2015).
Karakteristik minyak dasar pelumas hasil dari epoksidasi minyak ikan
memperlihatkan bilangan iod (49,91±1,90) gI2/100g, bilangan oksiran
(4,74±0,09) %, bilangan peroksida (59,33±3,05) meq/kg, dan asam lemak bebas
(8,62±0,18) % (Tabel 3).
13
Tabel 3 Bilangan iod, oksiran, peroksida, dan asam lemak bebas pada minyak
ikan, hasil epoksidasi, dan perbandingan dengan minyak jarak pagar
Parameter bilangan
Iod (g I2/100g)
Oksiran (%)
Peroksida (meq/kg)
Asam Lemak Bebas
(mg KOH/g)
* Suharto (2007)
Minyak ikan
Minyak
epoksidasi
Minyak jarak
pagar*
206,84±1,20
0,04±0,01
47,33±4,16
49,91±1,90
4,74±0,09
59,33±3,05
97,26
0,04
14,08
8,62±0,18
11,07±0,10
-
Minyak
jarak pagar
epoksidasi*
8,04
3,38
21,85
-
Bilangan iod minyak ikan sebelum epoksidasi (206,84±1,2) gI2/100g
menurun menjadi (49,91±1,9) gI2/100g. Hasil ini sesuai Suharto (2007), dalam
penelitiannya dengan menggunakan minyak jarak dihasilkan bilangan iod dari
97,26 gI2/100g menjadi 8,04 gI2/100g. Campanella & Baltanas (2005) melaporkan
penurunan bilangan iod diduga karena ikatan rangkap bereaksi dengan iod,
sehingga hilangnya ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal untuk membentuk
cincin oksiran. Gliserida dengan tingkat ketidakjenuhan yang tinggi akan
mengikat iod dalam jumlah yang lebih besar. Nilai bilangan iod minyak ikan yang
jauh lebih besar menunjukkan banyaknya jumlah ikatan tidak jenuh berantai
panjang pada minyak ikan dibandingkan minyak jarak pagar. Kaushik &
Bhardwaj (2013) menyatakan minyak jarak pagar memiliki rata-rata asam lemak
tak jenuh 76,84 yang terdiri dari asam oleat (C18:1n9) 46,17 % dan Linoleat
(C18:2n6) 30,67 %. Peningkatan bilangan oksiran dari 0,04±0,01 % menjadi
4,74±0,09 % mengindikasikan telah terbentuknya cincin epoksida sebagai salah
satu produk oksidasi ikatan rangkap yang terdapat pada minyak ikan. Mekanisme
pembentukan cincin oksiran disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Mekanisme pembentukan cincin oksiran
Mekanisme reaksi epoksidasi ikatan rangkap menggunakan asam
perkarboksilat dalam suasana asam merupakan reaksi adisi elektrofilik
(Dinda et al. 2008). Epoksida yang terbentuk merupakan senyawa antara yang
dapat bereaksi lebih lanjut membentuk senyawa diol dengan adanya nukleofil.
Gugus berupa anion karboksilat dapat bereaksi lebih lanjut dengan epoksida
terprotonasi membentuk asam konjugat yaitu asam karboksilat dan epoksida
netral. Bilangan oksiran minyak ikan epoksidasi yang diperoleh pada penelitian
ini lebih tinggi dibandingkan Suharto (2007) yaitu 3,38% dengan menggunakan
konsentrasi Amberlite IR-120 3%, suhu 70 oC dan waktu reaksi 12 jam. Jumlah
ikatan rangkap pada sampel yang lebih banyak dan waktu reaksi yang lebih lama
diduga juga dihasilkan bilangan oksiran yang lebih tinggi. Peningkatan bilangan
14
peroksida diduga disebabkan proses oksidasi dan pembukaan cincin oksiran.
Campanella & Baltanas (2005) melaporkan pembukaan cincin dapat terjadi pada
suasana asam dan serangan peroksida pada proses epoksidasi.
Peningkatan bilangan peroksida dari (47,33±4,16) meq/kg menjadi
(59,33±3,05) meq/kg diduga disebabkan proses oksidasi dan pembukaan cincin
oksiran. Almeida et al. (2015) menyatakan bahwa oksidasi asam lemak sangat
tergantung pada jumlah ikatan rangkapnya, selain itu dipengaruhi juga oleh suhu,
konsentrasi oksigen, logam, aktivitas air, prooksidan, antioksidan, dan katalis.
Campanella & Baltanas (2005) menambahkan pembukaan cincin dapat terjadi
pada suasana asam dan serangan peroksida pada proses epoksidasi. Proses
epoksidasi dalam Alves et al. (2013) dapat digunakan untuk mengkonversi ikatan
rangkap menjadi cincin oksiran pada minyak sehingga dapat meningkatkan
stabilitas suhu dan oksidasi. Hasil bilangan peroksida sampel tidak memenuhi
standar bilangan peroksida minyak ikan yang baik yaitu 3-20 meq/kg
(Khoddami et al. 2009).
Proses epoksidasi juga dapat meningkatkan nilai asam lemak bebas
minyak ikan dari (8,62±0,18) mgKOH/g menjadi (11,07±0,10) mgKOH/g.
Dugaan ini akibat proses epoksidasi yang berlangsung pada suhu tinggi 58±2 oC
selama 24 jam. Menurut Yahyaee et al. (2013) suhu yang tinggi dapat
menghasilkan asam lemak bebas. Asam lemak bebas terbentuk akibat panas dan
keberadaan air dari bahan sehingga terjadi reaksi hidrolisis.
Karakteristik Partikel Chitosan
Rendemen, bentuk dan struktur partikel chitosan
Rendemen partikel chitosan yang dihasilkan 3,210 g dari berat chitosan
awal 10 g (32,10%). Jafarinejad et al. (2012) melaporkan rendemen chitosan:TPP
nanoparticle tertinggi setelah proses spray dried yang dihasilkan pada
penelitiannya (42,9%). Perbedaaan rendemen ini diduga disebabkan perbedaaan
proses yang digunakan, terutama saat pengeringan semprot (spray drying), karena
terjadi kontak antara semprotan dengan udara panas, pengeringan semprotan, dan
pemisahan antara produk kering (aliran serbuk bebas) dan udara.
a
Gambar 5
b
(a) Partikel Chitosan, (b) struktur partikel chitosan menggunakan
Scanning Electron Microscopy perbesaran 1000 kali
15
Partikel chitosan pada penelitian ini memiliki ukuran rata-rata 259,56 nm.
Kim et al. (2012) melakukan studi untuk mengontrol ukuran partikel dan
distribusi ukuran chitosan berkisar antara 130-300 nm memiliki bentuk serbuk
halus yang dapat diaplikasikan sebagai bahan tambahan pada pembuatan
kosmetik. Partikel chitosan yang dihasilkan memiliki bentuk cenderung halus dan
seragam dengan warna keputihan. Struktur partikel chitosan dengan
menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) menunjukan struktur yang
hampir seragam dan bentuk hampir bulat (Gambar 5). Alves et al. (2013)
menambahkan penggunaan ultrasonik digunakan untuk menjamin pembentukan
suspensi stabil dalam larutan partikel chitosan. Aglomerat lembut juga terbentuk
selama proses pengumpulan dengan sentrifugasi.
Sebaran ukuran rata-rata partikel chitosan
Ukuran partikel chitosan yang kecil dalam minyak pelumas dapat mengisi
goresan dan alur pada permukaan bahan, dimana pada saat yang sama membentuk
film yang melapisi permukaan bahan (Alves et al. 2013).
Gambar 6 Sebaran ukuran rata-rata partikel chitosan dengan menggunakan
Particle Size Analizer
Sebaran ukuran rata-rata dari partikel chitosan yang berdasarkan volume
dihasilkan memiliki batas minimum 51,33 nm dan batas maksimum 4266,93 nm.
Nilai tengah yang terdapat pada grafik 259,56 nm dengan diperlihatkan pada
sebaran yang mengumpul pada area tengah (Gambar 6). Sebaran partikel yang
terlihat pada gambar yang mengumpul pada area tengah menandakan ukuran
partikel yang terbentuk rata-rata mendekati 259,56 nm dan jumlah yang kurang
atau melebihi nilai tengah tersebar hanya sedikit. Nilai tengah partikel chitosan
yang dihasilkan mendekati mendekati hasil penelitian Kim et al. (2012) dengan
proses sonifikasi yaitu 230 nm.
Karakteristik Pelumas Aktif (Lubricant Oil Active)
Struktur pelumas aktif
Struktur permukaan pelumas dengan komposisi ZnO 0,5% dan partikel
chitosan 0,5 % memperlihatkan bahwa percampuran antara ZnO dan partikel
chitosan sudah baik terlihat dari sudah tidak dapat terlihat lagi bidang batas antara
16
zat-zat yang dicampurkan (Gambar 7D). Hal itu diduga disebabkan chitosan
mampu membentuk ikatan dengan banyak logam transisi (golongan 3 sampai 7
tabel periodik) (Weerakkody et al. 2011). Wang et al. (2003) menambahkan
bahwa Zinc (Zn) merupakan salah satu unsur yang mudah menyatu dengan
chitosan dan dalam penelitiannya digunakan dalam bidang kesehatan karena
penggabungannya menghasilkan khelat (kombinasi logam dengan molekul
organik yang membentuk struktur seperti cincin). Ing et al. (2012) menyatakan
gugus amin dalam chitosan dalam larutan asam asetat akan terprotonasi sehingga
memungkinkan interaksi yang lebih efisien.
A
B
C
D
Gambar 7 Struktur pelumas aktif menggunakan mikroskop Olympus perbesaran
100 kali (A) Minyak epoksidasi, (B) Minyak epoksidasi + ZnO 1%,
(C) Minyak epoksidasi + partikel chitosan 1%, (D) Minyak epoksidasi
+ ZnO 0,5% + partikel chitosan 0,5%.
Tingkat keausan pelumas aktif
Keausan pelumas merupakan kerusakan pada permukaan padat yang
terjadi akibat gesekan antar permukaan suatu benda karena gerakan relatif
sehingga menimbulkan bekas gesekan dalam bentuk goresan yang biasa disebut
scar. Besarnya scar pada suatu permukaan bahan dapat diketahui dengan
menghitung diameternya. Tingkat keausan pelumas ditunjukan dengan nilai scar
diameter. Scar diameter dapat di ukur menggunakan alat Fourball tester. Nilai
scar diameter merupakan nilai rata-rata diameter dari scar pada tiga bola berputar
dengan satuan milimeter. Cheenkachorn (2013) menyatakan semakin kecil nilai
scar yang dihasilkan maka kualitas pelumas semakin baik dalam menahan
gesekan yang terjadi.
17
Gambar 8 Tingkat keausan pelumas aktif dengan beban 40 kgf
Nilai scar diameter pelumas dengan penambahan ZnO 1% menghasilkan
nilai scar diameter paling kecil, yaitu (1,15±0,04) mm. Formulasi ZnO 0,5% +
partikel chitosan 0,5% memiliki nilai scar diameter yang cukup rendah yakni
(1,16±0,04) mm (Gambar 8). Syahrullail et al. (2013) melaporkan scar diameter
pelumas mineral umumnya sebesar 0,5391 mm dan meningkat menjadi 0,8952
mm setelah ditambahkan minyak kelapa sawit. Hal ini disebabkan scar diameter
mencerminkan tingkat oksidasi yang terjadi selama pengujian. Minyak kelapa
sawit memiliki rantai oksigen yang mempermudah proses oksidasi pada
permukaan bola four ball, sehingga membuat struktur bola bantalan rapuh dan
menghasilkan tingkat keausan yang lebih tinggi. Xie et al. (2001) melaporkan
bahwa larutan chitosan memiliki aktivitas berupa pengikatan radikal bebas,
sehingga gugus radikal OH+ dari proses oksidasi lipida bereaksi dengan ion
hidrogen dari gugus ion ammonium (NH3+) pada chitosan sehingga menghasilkan
molekul yang lebih stabil.
Viskositas kinematik pelumas aktif pada 40 °C
Viskositas cairan menunjukkan berapa besarnya tahanan di dalam cairan
untuk mengalir. Apabila cairan itu mudah mengalir dapat dikatakan cairan
tersebut memiliki viskositas yang rendah atau kondisin