Estimasi Kebutuhan Air Tanaman Dan Tingkat Produktivitas Tanaman Apel Di Kota Batu

ESTIMASI KEBUTUHAN AIR TANAMAN DAN TINGKAT
PRODUKTIVITAS TANAMAN APEL DI KOTA BATU

AYUVIRA RESANI PARASTY ONDANG

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Kebutuhan
Air Tanaman dan Tingkat Produktivitas Tanaman Apel di Kota Batu adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015

Ayuvira Resani Parasty Ondang
NIM G24110021

ABSTRAK
AYUVIRA RESANI PARASTY ONDANG. Estimasi Kebutuhan Air Tanaman
dan Tingkat Produktivitas Tanaman Apel di Kota Batu. Dibimbing oleh YON
SUGIARTO.
Perubahan kondisi iklim wilayah berperan terhadap tingkat produksi dan
produktivitas tanaman apel di Kota Batu. Penelitian dilakukan untuk mengetahui
keterkaitan unsur iklim seperti curah hujan dan suhu udara yang dapat
mempengaruhi kebutuhan air tanaman dan produktivitas tanaman apel. Kebutuhan
air tanaman diasumsikan sama dengan nilai evapotranspirasi tanaman dan diduga
dengan menggunakan software CROPWAT 8.0 yang berbasis metode penentuan
evapotranspirasi penman-monteith. Hasil penelitian menunjukan kebutuhan air
tanaman apel di Kota Batu setiap bulan berkisar antara 69-116 mm/bulan.
Kebutuhan air tanaman apel terendah pada fase inisialisasi tanaman dan
meningkat pada fase perkembangan dan pengisian buah dengan periode

pemanenan pada bulan Maret dan September. Kebutuhan air tanaman apel pada
periode Maret dapat tercukupi oleh curah hujan efektif sedangkan pada periode
September tidak dapat tercukupi oleh curah hujan efektif sehingga dibutuhkan
irigasi tambahan. Produktivitas tanaman apel memiliki keterkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan air tanaman berdasar unsur iklim yang berupa suhu udara
dan curah hujan. Suhu udara yang relatif stabil setiap tahun memiliki dampak
yang relatif kecil terhadap produktivitas tanaman apel, sedangkan curah hujan
memberikan pengaruh yang cukup besar pada pemenuhan kebutuhan air tanaman
dan tingkat produktivitas tanaman apel.
Kata kunci :

Curah hujan efektif, Kebutuhan air tanaman, Syarat tumbuh,
Tanaman apel, Produktivitas tanaman.

ABSTRACT
AYUVIRA RESANI PARASTY ONDANG. Estimation of Crop Water
Requirement and Productivity of Apple Crop in Kota Batu. Supervised by YON
SUGIARTO.
Changes in climatic conditions affect apple’s production and productivity
in Kota Batu.The research was conducted to determine the relationship between

climatic elements such as precipitation and air temperature which can affect
apple’s crop water requirement and productivity. Apple crop water requirement is
assumed to be equal to the value of apple’s crop evapotranspiration and is
estimated using CropWat 8.0 software which is based on the Penman-Monteith
evapotranspiration determining method. The research shows that apple crop water
requirement in Kota Batu is ranged between 69-116 mm/month. Apple crop water
requirement is the lowest in the initialization stage of the plant and increases in
the development and fruit-filling stage, with harvesting period in March and
September. Apple crop water requirement during March can be fulfilled by
effective rainfall only, while in September it can not be fulfilled by just effective
rainfall, so it needs irrigation. Apple’s productivity has been linked to the
fulfillment of crop water requirement based on climatic factors such as
temperature and rainfall. Temperature is relatively stable each year, so it does not
have a real impact on apple’s productivity, while rainfall has a quite noticeable
effect on meeting the crop water requirement and the level of apple crop
productivity.
Keywords: Apple, Crop’s growing terms, Crop productivity, Crop water
requirement,
Effective
rainfall.


ESTIMASI KEBUTUHAN AIR TANAMAN DAN TINGKAT
PRODUKTIVITAS TANAMAN APEL DI KOTA BATU

AYUVIRA RESANI PARASTY ONDANG

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Mayor Meteorologi Terapan

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Estimasi Kebutuhan Air Tanaman dan Tingkat Produktivitas
Tanaman Apel di Kota Batu

Nama
: Ayuvira Resani Parasty Ondang
NRP
: G24110021

Disetujui oleh

Yon Sugiarto, SSi MSc
Pembimbing

Diketahui oleh,

Dr Ir Tania June, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: ( _______________________________________ )

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga Karya Ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih

dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Juli 2015 ini
ialah kebutuhan air tanaman, dengan judul “Estimasi Kebutuhan Air Tanaman dan
Tingkat Produktivitas Tanaman Apel di Kota Batu”.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada setiap pihak yang baik secara
langsung maupun tidak langsung telah terlibat dalam penulisan karya ilmiah ini,
diantaranya :
1. Bapak Yon Sugiarto, SSi MSc selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing penulis hingga dapat menyelesaikan karya tulis ini.
2. Bapak Dr Rahmat Hidayat dan I Putu Santikayasa, SSi MSc selaku
penguji yang telah memberikan banyak saran dan kritik terkait karya tulis
ini.
3. Bapak Suhartono dari Stasiun Klimatologi Karangploso Malang dan Ibu
Sutarti dari Dinas Pertanian Kota Batu yang telah membantu selama
pengumpulan data penelitian.
4. Bapak Paul Ondang dan Ibu Desak Nyoman Rai yang telah memberikan
dukungan baik dalam bentuk motivasi, doa dan dana serta kepada adik
Ayuvera Rifani Ray.
5. Bapak Rodiallek Pollo, Ibu Lenny De Haan dan adik Jourdan yang telah
memberikan dukungan dan masukan terkait karya tulis ini.
6. Bapak Suhariyono dari Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah

SubTropika yang telah memberikan saran dan masukan terkait penelitian
yang dilakukan.
7. Beasiswa Nusantara Cerdas BRI angkatan 2 dan pihak DIKTI atas
dukungan dana selama masa perkuliahan hingga penyelesaian karya ilmiah
ini.
8. Teman-teman sebimbingan penulis (Reffi, Erwin, Destri), dan kepada
teman-teman yang telah memotivasi selama penyelesaian karya tulis ini
(Dyah, Lucy, Afni, Fakhrul, Lutha, Neni, Italiul, Ridwan, Dion, Aditya,
Agung, Derri, Irma, Bang Khabib, Zella).
9. Teman-teman GFM angkatan 48 secara keseluruhan, adik-adik GFM 49
dan GFM 50 (Maul dan Aryo).
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penulisan ini sehingga semua masukan, kritik, dan saran yang bersifat
membangun sangat diharapkan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan semua
pihak yang berkepentingan.
Bogor, Agustus 2015

Ayuvira Resani Parasty Ondang


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Apel
Topografi dan Unsur Iklim
Kebutuhan Air Tanaman
CROPWAT 8.0 for Windows
CHIRPS 1.8
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur Analisis Data

Klasifikasi Iklim Wilayah
Penentuan Kebutuhan Air Tanaman
Penentuan Wilayah Potensial untuk Pengembangan Tanaman Apel
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karateristik Umum Kota Batu
Karateristik Iklim Kota Batu
Kebutuhan Air Tanaman Apel
Keterkaitan Produktivitas Tanaman Apel dengan Kebutuhan Air Tanaman
Pewilayahan Tanaman Apel di Malang Raya
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

v
v
v
1

1
2
2
2
2
2
3
3
4
4
4
4
5
5
5
5
6
8
10
10

11
12
15
18
20
20
21
21
23
26

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Jenis, resolusi beserta sumber data yang digunakan dalam analisis
data
Klasifikasi tipe iklim Schmidt-Ferguson
Klasifikasi iklim Koppen
Kelas klasifikasi syarat tumbuh tanaman apel
Persentase kesesuaian lahan tanaman apel di Malang Raya

5
6
6
9
19

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Bagian Climate/ETo di Cropwat 8.0
Bagian Rain/Eff Rain di Cropwat 8.0
Bagian karateristik tanaman di Cropwat 8.0
Bagian Evapotranspirasi tanaman dan kebutuhan irigasi di Cropwat
8.0
Peta topografi Kota Batu
Rata-rata curah hujan (mm) dan suhu udara (oC) bulanan di Kota Batu
tahun 2003-2014
Perbandingan ETc (mm/bulan), ETo (mm/bulan) dan curah hujan
efektif (mm) di Kota Batu
Distribusi variasi suhu udara (oC) dan ETc (mm) di Kota Batu periode
tahun 2003-2014
Distribusi variasi kebutuhan air tanaman (mm/bulan) periode tahun
2003-2014
Curah hujan (mm) dan produktivitas (ton/ha) tanaman apel di Kota
Batu tahun 2003-2014
Curah hujan (mm) dan kebutuhan air tanaman apel (mm) pada tahun
2003
Curah hujan (mm) dan kebutuhan air tanaman apel (mm) pada tahun
2010
Curah hujan (mm) dan kebutuhan air tanaman apel (mm) pada tahun
2007
Produktivitas tanaman (ton/ha) dan rata-rata suhu udara tahunan (oC)
periode tahun 2003-2014 di Kota Batu
Peta kesesuaian curah hujan, suhu udara dan topografi tanaman apel
di Malang Raya

7
7
8
8
10
11
13
14
14
16
16
17
17
18
19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Diagram alur estimasi kebutuhan air tanaman apel
Peta kelas kesesuaian curah hujan untuk tanaman apel di Malang
Raya
Peta kelas kesesuaian suhu udara untuk tanaman apel di Malang Raya
Peta kelas kesesuaian elevasi untuk tanaman apel di Malang Raya

23
24
24
25

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Komoditas hortikultura seperti buah-buahan tropis dan temperate memiliki
potensi pasar yang tinggi di Indonesia. Permintaan buah-buahan yang tinggi dapat
menjadi peluang besar dalam meningkatkan pendapatan pelaku usaha tani.
Namun tingkat impor buah-buahan di Indonesia setiap tahun cenderung
meningkat dibanding tingkat ekspor. Nilai impor buah apel rata-rata sejak awal
tahun 2000 mencapai 30% dari total impor buah-buahan secara keseluruhan
(Samudin 2009). Selama ini, di Indonesia terdapat beberapa wilayah yang
ditetapkan sebagai sentra penghasil buah apel seperti Kota Batu. Kota Batu
merupakan kota penghasil tanaman apel kedua tertinggi setelah Kabupaten
Pasuruan dalam hal tingkat produksi nasional buah apel di Indonesia (DEPTAN
2014).
Dalam periode tahun 2005-2013 terjadi penurunan produksi apel sebesar
25% yaitu 3430 ton pada tahun 2005 menjadi 2557 ton pada tahun 2010 di salah
satu kecamatan di Kota Batu (Fahriyah et al. 2011). Sementara itu, berdasarkan
data total produksi apel di Kota Batu selama tahun 2007 hingga 2014 mengalami
penurunan sebesar 49.7% yaitu dari total produksi 142,511 ton pada tahun 2007
menjadi 70,843 ton pada tahun 2014 (Distan Kota Batu 2015).
Penurunan produksi apel diduga sebagai akibat adanya perubahan iklim
yang berdampak pada pergeseran dan perubahan panjang musim hujan dan musim
kemarau. Perubahan panjang musim mengakibatkan peningkatan serangan hama,
kekeringan bahkan gugurnya bunga tanaman sehingga tidak terbentuk bakal buah
(Fahriyah et al. 2011). Curah hujan sebagai contoh jika meningkat sebelum fase
pembungaan akan memacu pertumbuhan vegetatif sehingga fase pembungaan
akan terhambat. Selain itu intensitas curah hujan yang tinggi mengakibatkan
gugurnya bunga dan bakal buah yang masih kecil sehingga produktivitas tanaman
menurun (Baiturrohmah 2010).
Unsur curah hujan memiliki peranan terkait produktivitas dan kebutuhan
air tanaman apel. Tanaman apel merupakan tanaman yang cukup rentan terhadap
ketersediaan air pada beberapa fase hidupnya. Tanaman apel membutuhkan air
yang cukup untuk pertumbuhannya namun tidak sampai tergenang. Curah hujan
yang tinggi justru akan mengakibatkan akar tanaman tergenang air dan
pertumbuhan tanaman terhambat. Sebaliknya, tanaman apel membutuhkan air
yang lebih banyak pada saat pembentukan dan pengisian buah. Akan tetapi, jika
air yang diberikan tidak mencukupi maka tanaman akan mengalami kekeringan
dan proses pengisian buah terhambat sehingga buah apel yang dihasilkan
memiliki kualitas yang kurang baik. Kualitas buah yang kurang baik tentu akan
menurunkan minat pembeli sehingga petani mengalami kerugian yang lebih besar
(Baskara 2010).
Permintaan buah apel yang cukup tinggi di Indonesia diikuti oleh
peningkatan impor untuk menutupi kekurangan permintaan di pasar.
Pengembangan areal penanaman apel di Indonesia perlu dilakukan tidak hanya di
wilayah yang ditetapkan sebagai sentra tanaman apel namun juga di wilayah lain
yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman dan memiliki sumber daya alam yang
mendukung. Wilayah yang potensial untuk pengembangan areal penanaman apel

2

ialah wilayah yang memiliki kondisi iklim dan topografi yang telah dikategorikan
sesuai dengan syarat tumbuh tanaman apel.
Perumusan Masalah
Produksi tanaman apel di Kota Batu yang menurun hampir setiap tahun
memberikan dampak yang kurang menguntungkan terutama bagi petani. Upaya
peningkatan produksi apel di Kota Batu telah dilakukan dengan bantuan dari
Dinas Pertanian maupun Badan-badan penelitian terkait. Kebutuhan air tanaman
dan faktor iklim diduga berperan dalam penurunan produksi tanaman apel. Faktor
iklim berupa curah hujan dan suhu udara memiliki dampak yang signifikan
terhadap kebutuhan air tanaman dan produktivitas tanaman apel. Penentuan
kebutuhan air tanaman dilakukan dengan menggunakan CROPWAT 8 berbasis
metode penman-monteith yang merupakan fungsi dari faktor iklim terkait dan
karateristik tanaman. Upaya lain untuk meningkatkan produksi dan produktivitas
tanaman apel ialah dengan menanam tanaman apel di beberapa wilayah Kota Batu
dan Kabupaten Malang yang memiliki karateristik iklim dan topografi yang
memenuhi syarat tumbuh tanaman.
Tujuan Penelitian
1. Menganalisis kebutuhan air tanaman apel.
2. Menduga keterkaitan antara curah hujan dan suhu udara yang mempengaruhi
kebutuhan air dengan produktivitas tanaman apel.
3. Menganalisis pola spasial curah hujan dan suhu udara yang cocok bagi
pengembangan tanaman apel di Malang Raya.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai
kebutuhan air tanaman apel setiap bulannya di Kota Batu sehingga kekurangan air
selama masa pertumbuhan dan perkembangan tanaman dapat dicegah. Selain itu,
penentuan wilayah pengembangan apel di Malang Raya dapat digunakan untuk
meningkatkan produksi buah apel dengan cara menanam apel di daerah yang
potensial secara iklim dan topografi.

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Apel
Tanaman apel termasuk ke dalam kelas Dicotyledonae, ordo Rosales,
family Rosaceae, dan genus Malus. Tanaman apel yang dibudidayakan saat ini
merupakan hasil persilangan dari beberapa varietas apel asli Asia sehingga
beberapa jenis apel sudah tidak dapat diidentifikasi lagi asal-usulnya (Yulianti et
al. 2006). Umumnya, tanaman apel yang ditanam di Indonesia merupakan apel
jenis Rome Beauty, Manalagi dan Princess Noble.
Tanaman apel merupakan tanaman tahunan yang dapat mencapai tinggi 10
meter. Seiring perkembangan pengetahuan mengenai budidaya apel dilakukan
pelengkungan batang apel sehingga berbentuk perdu dengan tinggi yang hanya

3

mencapai 2 hingga 3 meter. Pohon apel memiliki percabangan yang sedikit
dengan arah cabang cenderung vertikal. Buah yang dihasilkan oleh tanaman apel
berbentuk bulat hingga bulat telur dengan kandungan air yang tidak banyak
(Sunarjono 2008).
Fase perkembangan tanaman apel dimulai dengan perontokan daun
tanaman, baik secara manual maupun dengan menggunakan bahan kimia tertentu.
Perontokan daun tanaman apel dikenal dengan istilah perompesan. Perompesan
tanaman apel dilakukan 2 minggu setelah panen. Tanaman apel rata-rata
membutuhkan waktu 21-30 hari dari waktu setelah rompes hingga mengeluarkan
kuncup bunga (stage 1). Perkembangan selanjutnya dari kuncup bunga menjadi
pentil buah membutuhkan waktu 24-30 hari (stage 2). Sedangkan, untuk mencapai
tahap pengisian buah (stage 3) dan pematangan buah hingga panen (stage 4)
membutuhkan waktu sekitar 115-140 hari.
Topografi dan Unsur Iklim
Tanaman apel dapat tumbuh dengan baik pada daerah dataran tinggi
dengan ketinggian 700 hingga 1200 mdpl dengan keadaan iklim yang kering,
curah hujan mencapai 1000-2600 mm per tahun dan jumlah bulan basah sebanyak
6-7 bulan basah (Yulianti et al 2006). Curah hujan yang tinggi saat fase
pembungaan dapat menyebabkan gugurnya bunga tanaman apel sehingga
produksi tanaman apel dapat menurun.
Tanaman apel membutuhkan radiasi matahari yang cukup untuk dapat
melewati fase pembungaan dan pengisian buah. Intensitas radiasi matahari sangat
tergantung dari letak geografis perkebunan dan keadaan cuacanya. Suhu
maksimum bagi pertumbuhan tanaman apel ialah 27oC atau sama dengan suhu
ruangan dan suhu minimumnya sebesar 16oC dengan kelembaban udara berkisar
antara 75-85% (Soelarso 1997).
Pertumbuhan tanaman apel akan lebih subur pada tanah dengan
kandungan bahan organik tinggi dan porositas baik. Selain itu, tanah tersebut
harus memiliki aerasi dan penyerapan air yang baik sehingga penyimpanan airnya
optimal. Jenis tanah yang dinilai dapat menjadi media pertumbuhan yang subur
bagi tanaman apel ialah jenis tanah latosol dan andosol dengan pH mendekati
netral (Soelarso 1997).
Kebutuhan Air Tanaman
Kebutuhan air tanaman didefinisikan sebagai jumlah air yang berasal dari
ketersediaan air tanah maupun dari presipitasi yang dibutuhkan oleh tanaman
untuk tumbuh tanpa mengalami cekaman air (Fischer et al. 2007). Kebutuhan air
tanaman umumnya disamakan dengan besarnya evapotranspirasi tanaman.
Terdapat beberapa faktor yang memiliki pengaruh pada kebutuhan air tanaman
diantaranya parameter cuaca, faktor tanaman itu sendiri dan faktor lingkungan
sekitar (FAO 1998). Parameter cuaca yang dimaksud berupa radiasi matahari,
suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin. Faktor tanaman yang
dibutuhkan ialah nilai koefisien tanaman spesifik (Marek et al. 2006). Sedangkan
faktor lingkungan sekitar meliputi jenis tanah dan keadaan lingkungan sekitar.

4

CROPWAT 8.0 for Windows
CROPWAT 8.0 for windows merupakan program keluaran FAO (Food
Agriculture Organization) yang digunakan untuk menghitung kebutuhan air
tanaman berdasarkan data iklim dan data karateristik tanaman. CROPWAT
terutama menggunakan pendekatan metode penman-monteith sebagai salah satu
metode standar penghitungan evapotranspirasi tanaman. Data iklim yang
dibutuhkan sebagai masukan program ialah suhu maksimum dan minimum,
kelembaban udara, kecepatan angin, dan lama penyinaran matahari untuk
menduga nilai radiasi dan evapotranspirasi acuan (ETo). Unsur iklim lain berupa
curah hujan digunakan untuk menentukan hujan efektif yang selanjutnya akan
diolah oleh program untuk pendugaan evapotranspirasi tanaman (Admasu et al.
2014).
CHIRPS 1.8
CHIRPS atau Climate Hazard InfraRed Precipitation with Station
merupakan salah satu data presipitasi yang menggabungkan data iklim global
yang berasal dari satelit dengan data observasi di permukaaan. CHIRPS memiliki
resolusi data yang cukup besar yaitu 0.05o atau sekitar 5.3 km2 dengan rata-rata
presipitasi bulanan yang tersedia dari tahun 1981 hingga saat ini. Keunggulan
CHIRPS ialah bias yang cukup kecil karena memiliki data masukan yang berupa
data satelit, data observasi dan data topografi. Beberapa penelitian menunjukan
bahwa data CHIRPS labih bagus digunakan terutama untuk daerah spesifik
dengan topografi yang beragam (Pricope et al. 2013).

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2015 hingga Juni 2015 di Kota
Batu, Malang dan Laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan
Meteorologi, Institut Pertanian Bogor.

5

Bahan
Data dan sumber data yang digunakan selama proses penelitian ialah
Tabel 1 Jenis, resolusi beserta sumber data yang digunakan dalam analisis data
Kebutuhan

Jenis Data

Klasifikasi
Iklim

Curah Hujan

-

bulanan

-

bulanan

-

bulanan

-

bulanan

-

bulanan

-

bulanan

-

bulanan

-

bulanan

-

tahunan

Curah Hujan

5.3
km2

tahunan

Ketinggian
Wilayah

90 m

-

Suhu Udara

Kebutuhan
Air
Tanaman

Pewilayahan
Tanaman
Apel

Resolusi
Spasial Temporal

Curah Hujan
Suhu Udara
Maksimum
Suhu Udara
Minimum
Kelembaban
Udara
Lama
Penyinaran
Matahari
Kecepatan
Angin
Produktivitas
tanaman apel

Periode
20032014
20032014
20032014
20032014
20032014
20032014

Sumber Data
Stasiun Klimatologi
Karangploso Malang

Stasiun Klimatologi
Karangploso Malang

20032014
20032014
20032014
20032014

ECWMF (http://dataportal.ecmwf.inf/data/)
Dinas Pertanian Kota
Batu
CHIRPS
(http://iridl.ldeo.columbia
.edu/)
SRTM
(http://srtm.csi.cgiar.org/)

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah software CROPWAT 8 for
windows, ArcGIS 10.0, Microsoft office dan Laptop/PC.
Prosedur Analisis Data
Klasifikasi Iklim Wilayah
Klasifikasi iklim wilayah kajian ditentukan dengan menggunakan sistem
klasfikasi iklim Schmidt-Ferguson dan sistem klasifikasi iklim Koppen. Sistem
klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson ditentukan dengan menentukan perbandingan
jumlah bulan basah dan bulan kering suatu wilayah. Bulan basah ditandai dengan
curah hujan yang lebih dari 100 mm dalam satu bulan dan bulan kering ditandai
dengan curah hujan yang kurang dari 60 mm dalam satu bulan. Persentase
perbandingan bulan basah dan bulan kering tersebut menentukan kategori iklim
wilayah kajian.

6

Persentase yang dihasilkan oleh perbandingan rata-rata bulan basah dan
bulan kering tersebut kemudian ditentukan tipe iklimnya sesuai pembangian tipe
iklim seperti yang tercantum pada tabel 2.
Tabel 2 Klasifikasi tipe iklim Schmidt-Ferguson
Tipe Iklim
A
B
C
D
E
F
G
H

Kriteria
0 < Q < 14.3%
14.3% < Q < 33.3%
33.3% < Q < 60%
60% < Q < 100 %
100% < Q < 167%
167% < Q < 300%
300% < Q < 700%
Q > 700%

Keterangan
Sangat Basah
Basah
Agak Basah
Sedang
Agak Kering
Kering
Sangat Kering
Ekstrim Kering

Sumber : Handoko 1996

Klasifikasi iklim menurut Koppen ditentukan berdasarkan faktor suhu
udara dan curah hujan rata-rata. Terdapat lima tipe iklim utama menurut Koppen
yaitu :
Tabel 3. Klasifikasi iklim Koppen
Tipe Iklim
A (Af, Aw, Am)
B (BS, BW)
C (CF, Cs, Cw)
D (Df, Dw)
E (Ew, Ef)

Kriteria
o

Suhu udara >18 C
Curah Hujan terendah 25.5 mm/tahun
Suhu udara terendah -3oC-18oC
Suhu udara bulan terdingin mencapai 10oC
Suhu udara < 10oC

Keterangan
Iklim Hujan Tropis
Iklim kering
Iklim Sedang
Iklim Salju
Iklim Kutub

Sumber : Nurhayati et al 2010

Wilayah Indonesia secara keseluruhan tergolong kedalam tipe iklim A
yaitu tipe iklim hujan tropis dengan sub-klasifikasi Af, Aw dan Am. Tipe iklim Af
dan Am terdapat di sepanjang Indonesia bagian barat, Sumatera, Kalimantan dan
Sulawesi Utara. Sedangkan tipe iklim Aw terdapat di sepanjang Indonesia bagian
timur seperti Nusa Tenggara, Kepulauan Aru dan Irian Jaya.
Penentuan Kebutuhan Air Tanaman
Model CROPWAT 8.0 for Windows memiliki pendekatan metode
Penman-Monteith yang menggunakan beberapa unsur iklim untuk menduga nilai
ETo (evapotranspirasi tanaman acuan) dan ETc (evapotranspirasi tanaman).
Model CROPWAT untuk menentukan evapotranspirasi tanaman dibagi kedalam 4
bagian utama.

7

a. Climate/ETo
Bagian 1 merupakan bagian Climate/ETo yaitu bagian yang membutuhkan
masukan data berupa rata-rata bulanan suhu udara maksimum dan suhu udara
minimum, rata-rata bulanan lama penyinaran matahari, dan rata-rata bulanan
kelembaban udara yang diperoleh dari Stasiun Klimatologi Karangploso Malang
periode tahun 2003-2014. Sebaliknya, rata-rata bulanan kecepatan angin diperoleh
dari ECWMF untuk periode tahun 2003-2014. Masukan data iklim tersebut
digunakan untuk menduga ETo dan besarnya nilai radiasi matahari.

Gambar 1 Bagian Climate/ETo di Cropwat 8.0

b. Rain/Eff Rain
Bagian 2 CROPWAT merupakan bagian Rain/Eff Rain yang digunakan
untuk menentukan curah hujan efektif dengan masukan tunggal berupa curah
hujan rata-rata bulanan selama periode tahun 2003-2014. Curah hujan efektif
merupakan curah hujan yang jatuh selama masa tumbuh tanaman dan dapat
digunakan untuk memenuhi konsumsi air tanaman.

Gambar 2 Bagian Rain/Eff Rain di Cropwat 8.0

8

c. Crop
Bagian 3 CROPWAT merupakan bagian Crop yaitu bagian yang
membutuhkan masukan karateristik tanaman dan waktu awal musim tanaman.
Data karateristik tanaman yang dimaksud antara lain Kc (koefisien tumbuh
tanaman), lama hari untuk setiap fase, kedalaman akar, critical depletion, yield
response dan tinggi tanaman. Data tanaman diperoleh dai paper FAO 56.
Kc tanaman berbeda pada setiap fasenya sehingga dibutuhkan 3 nilai Kc
yaitu 0.60, 0.95, 0.75. Awal musim tanam apel diasumsikan pada tanggal 1 bulan
April dan Oktober yang merupakan masa awal perompesan tanaman. Tanaman
apel dapat mencapai tinggi 4 meter dengan kedalaman akar 1 meter dibawah
permukaan tanah.

Gambar 3 Bagian karateristik tanaman di Cropwat 8.0

d.

ETc/Crop Water Requirements

Bagian 4 CROPWAT merupakan bagian terakhir untuk menduga nilai
evapotranspirasi tanaman. Semua masukan dari bagian 1 hingga bagian 3 akan
diolah oleh model sehingga memperoleh hasil pendugaan untuk nilai
evapotranspirasi tanaman. Bagian 4 menyajikan nilai akhir dari evapotranspirasi
tanaman (mm/hari atau mm/dekade) beserta curah hujan efektif dan irigasi yang
dapat diberikan kepada tanaman untuk analisis pemenuhan kebutuhan air
tanaman.

Gambar 4 Bagian Evapotranspirasi tanaman dan kebutuhan irigasi di Cropwat 8.0

Penentuan Wilayah Potensial untuk Pengembangan Tanaman Apel
Data yang digunakan untuk analisis spasial suhu udara ialah data
ketinggian/elevasi Malang Raya dan data suhu yang berasal dari Stasiun
Klimatologi Karangploso Malang. Data suhu yang digunakan merupakan rata-rata

9

suhu selama tahun 2003-2014 yang terukur di stasiun pengamatan Punten, Kota
Batu dengan ketinggian stasiun 954 mdpl. Data suhu tersebut kemudian
diturunkan menurut elevasi dengan menggunakan persamaan Braak yang telah
dimodifikasi suhu acuannya, yaitu:
T = Tst + 0.0061 (hst – h) pada ketinggian kurang dari 2000 mdpl
T = Tst + 0.0052 (hst – h) pada ketinggian lebih dari 2000 mdpl
Keterangan :
Tst
:
Suhu stasiun acuan (oC)
Hst
:
Ketinggian stasiun acuan (mdpl)
Pemetaan suhu udara mengikuti pemetaan ketinggian wilayah. Data suhu
pada titik acuan merupakan suhu acuan dan memiliki ketinggian acuan.
Perubahan ketinggian wilayah akan mempengaruhi perubahan suhu udara
wilayah. Perubahan ketinggian sebesar 1000 meter akan menaikkan atau
menurunkan suhu udara sebesar 6.1oC pada ketinggian kurang dari 2000 mdpl dan
5.2oC pada ketinggian wilayah yang lebih tinggi dari 2000 mdpl.
Analisis spasial curah hujan menggunakan data curah hujan rata-rata yang
berasal dari CHRIPS (Climate Hazard InfraRed Precipitation with Station).
Periode waktu yang ditetapkan ialah selama tahun 2003-2013. Data CHRIPS
berupa data titik dengan resolusi 0.05o atau sekitar 5.3 km2. Wilayah Malang
Raya sendiri memiliki 238 titik untuk data curah hujan yang selanjutnya dipetakan
pada ArcGis 10.0.
Pemetaan curah hujan wilayah dengan ArcGis 10.0 menggunakan metode
interpolasi IDW atau Inverse Distance Weight. Metode interpolasi IDW umumnya
digunakan untuk memetakan curah hujan wilayah yang memiliki data berupa data
titik. Metode ini menggambarkan suatu wilayah yang memiliki informasi data
berupa satu titik yang dapat mempengaruhi wilayah disekitarnya. Semakin jauh
jangkauan wilayah maka semakin kecil pengaruh dari titik tersebut (Childs 2004).
Data suhu udara dan curah hujan tersebut kemudian diolah dan
dikombinasikan bersama data ketinggian wilayah dengan menggunakan software
ArcGis 10.0 untuk menentukan wilayah yang cocok untuk pengembangan
tanaman apel di Malang Raya.
Tabel 4. Kelas klasifikasi syarat tumbuh tanaman apel
Karateristik lahan

S1

Suhu rata-rata (oC)

16-22

Curah Hujan (mm)

1800-2200

Elevasi (mdpl)

1000-1200

Kelas kesesuaian lahan
S2
S3
24-27
22-24
13-16
2200-2500
2500-3000
1600-1800
1500-2000
700-1000
500-700

N
>27
3000
2000