Pengaruh Kadar Air Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Kedelai

PENGARUH KADAR AIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PRODUKTIVITAS TANAMAN KEDELAI

KRESNA RAHARDIAN

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Kadar Air
Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Kedelai adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013

Kresna Rahardian
NIM G24090063

ABSTRAK
KRESNA RAHARDIAN. Pengaruh Kadar Air Terhadap Pertumbuhan dan
Produktivitas Tanaman Kedelai. Dibimbing oleh IMPRON.
Kedelai (Glycine max (L) Merril) merupakan tanaman pangan yang
mempunyai nilai manfaat dan ekonomi yang besar di Indonesia. Tujuan dari
penelitian ini adalah mengukur pengaruh kadar air terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman kedelai. Metode yang digunakan adalah dengan cara memberi
perlakuan kadar air sebesar 40 %, 60 % dan 80 % dari kondisi air tersedia pada
tanaman dengan 3 kali ulangan pada setiap perlakuannya. Perlakuan kadar air
terhadap tanaman berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, berat
kering total tanaman dan produktivitasnya. Tanaman dengan perlakuan kadar air
80 % dari air tersedia memiliki hasil yang lebih baik dari perlakuan lainnya.
Tanaman dengan kadar air yang semakin rendah akan meningkatkan stres air pada

tanaman yang menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman tersebut
akan terhambat sehingga mempengaruhi produktivitas tanaman kedelai.
Kata kunci: berat kering total tanaman, jumlah daun, kedelai, pertumbuhan,
produktivitas, stres air

ABSTRACT
KRESNA RAHARDIAN. Effect of Water Content Toward Soybean Growth and
Productivity. Supervised by IMPRON.
Soybean (Glycine max (L) Merril) is an economically high-valued and
beneficial food crop in Indonesia. The purpose of this study is to measure the
effect of water content on soybean growth and production. This study used three
levels of water contents of 40 %, 60 %, and 80 % on soybean plant with 3
replication for each treatment. Treatment of soil moisture contents on plant was
significantly affect plant height, number of leaves, total dry weight and
productivity. Treated plant with 80 % water content showed better result in all
observed variables than other plant. Soybean with lower water content will raise
water stress on plant which cause obstruction of plant growth and development so
that affect its productivity.
Keywords: growth, leaf number, productivity, soybean, total dry weight, water
stress.


PENGARUH KADAR AIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PRODUKTIVITAS TANAMAN KEDELAI

KRESNA RAHARDIAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi: Pengaruh Kadar Air Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas
Tanaman Kedelai

Nama
: Kresna Rahardian
: G24090063
NIM

Disetujui oleh

Dr Ir Impron MAgrSc
Pembimbing

TanggaJ LuJus:

rf 1 DEC 2013

Judul Skripsi : Pengaruh Kadar Air Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas
Tanaman Kedelai
Nama
: Kresna Rahardian
NIM
: G24090063


Disetujui oleh

Dr Ir Impron MAgrSc
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Tania June MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah kadar
air, dengan judul Pengaruh Kadar Air Terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas
Tanaman Kedelai.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah turut

peran serta dalam penyusunan karya ilmiah ini, terutama kepada:
1 Kedua orang tua tercinta (Ibu Hariati dan Bpk Haryono) berkat semangat
dan doanya yang tiada pernah terhenti dan adik tersayang Novianti Putri.
2 Dr Ir Impron MAgrSc. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
membimbing dan memberikan arahan dalam penyelesaian skripsi ini.
3 Dr Rahmat Hidayat Msc dan Ir Bregas Budianto Ass dpl selaku dosen
penguji skripsi saya atas segala masukan dan saran dalam penyusunan
skripsi ini
4 Nuryadi SSi MSi selaku Kepala Stasiun Klimatologi Klas I Darmaga Bogor
yang telah menyediakan lahan penelitian.
5 Seluruh dosen GFM atas ilmu dan wawasannya dan seluruh staf TU GFM
atas bantuan untuk semua urusan administrasi.
6 Bapak Yudi atas kediaannya dalam membantu pengolahan lahan penelitian.
7 Teman satu bimbingan skripsi (Nowa Adipati Siregar, Enda Ulinata, Rizal
Choirul Insani, dan Ika Purnamasari) sahabat yang tidak pernah berhenti
mendoakan yang terbaik Frinsa, Wengki, Noyara, Dieni, Dodik, Khabib,
Ervan, Rosalina, Muharrom, Winda, Hijjaz, Rikson, Dimas, Edo, Ipin, Ika
F, Dissa, Wayan, Lidya, Risa, May, Risna, Eka Fay, Nita, Fahmi, Tommy,
Santi, Zaenal, Jame, Dwi Putri, Ima, Sholah, Zia, Hifdy, Bambang, Alin,
Didi, Rini, Eka Alrozi dan Umar.

8 Keluarga Besar PSM IPB Agria Swara atas pengalaman yang banyak dan
berharganya (Dini, Nadia, Arin, Esa, Yovita, Adit, Kak Lina, Pakde, Kak
Fikri, Kak Vita, Kokoh).
9 Teman SMA 48 Jakarta (Kukuh, Hadi, Arief, Bagas, Wewe, Ence) yang
selalu mengingatkan hal terbaik.
10 Teman satu kostan Griya Indah atas keceriaan dan dukungan terbaiknya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2013
Kresna Rahardian

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix


DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

11

Latar Belakang

11

Tujuan Penelitian

11

TINJAUAN PUSTAKA

2


Tanaman Kedelai

2

Fenologi Tanaman Kedelai

3

Kadar Air

5

METODE

6

Tempat dan Waktu Penelitian

6


Bahan dan Alat

6

Prosedur Analisis Data

6

Rancangan Percobaan

6

Pengaturan Kadar Air Tanah

7

Persiapan Media Tanam

8


Penanaman

8

Pemeliharaan

8

Pemanenan

8

Pengamatan

9

Kondisi Iklim Makro

9

Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kedelai

9

Biomassa Tanaman

9

Kadar Air

9

Pengolahan dan Analisis data

10

Analisis Statistik Rancangan Percobaan

10

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian

11
11

Pola Pengaturan Air pada Perlakuan Kadar Air

11

Fase Perkembangan Tanaman Kedelai

13

Pertumbuhan Tanaman Kedelai

14

Tinggi Tanaman

14

Jumlah Daun

15

Berat Kering Total Tanaman

16

Indeks Luas Daun (ILD), Specific Leaf Area (SLA)

17

Produktivitas Tanaman Kedelai
SIMPULAN DAN SARAN

19
20

Simpulan

20

Saran

21

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

34

DAFTAR TABEL
1 Fase perkembangan tanaman kedelai pada masing-masing perlakuan
2 Akumulasi panas tanaman kedelai di berbagai ketinggian
3 Pengaruh kadar air tanah terhadap tinggi tanaman menurut uji lanjut
Duncan
4 Pengaruh kadar air tanah terhadap jumlah daun menurut uji lanjut
Duncan
5 Pengaruh kadar air tanah terhadap berat kering total tanaman menurut
uji lanjut Duncan
6 Produksi tanaman kedelai pada masing-masing perlakuan

13
14
15
16
17
20

DAFTAR GAMBAR
Tanaman Kedelai (Glycine max (L) Merril)
Fase pertumbuhan tanaman kedelai
Pembagian petak perlakuan kadar air tanah
Ilustrasi jarak tanam dalam 1 petak
Suhu udara rata-rata harian (BMKG 2013).
Penambahan air rata-rata pada masing – masing ulangan pada kondisi
kadar air 80 % (▲), kadar air 60 % (■) dan kadar air 40 % (●).
7 Tinggi rata-rata semua ulangan pada kondisi kadar air 80 % (─●─),
kadar air 60 % (─▲─) dan kadar air 40 % (─■─).
8 Jumlah daun rata-rata semua ulangan pada kondisi kadar air 80 %
(─●─), kadar air 60 % (─▲─) dan kadar air 40 % (─■─).
9 Berat kering total per tanaman rata-rata semua ulangan pada kondisi
kadar air 80 % (─●─), kadar air 60 % (─▲─) dan kadar air 40 %
(─■─).
10 Indeks luas daun rata-rata semua ulangan pada kondisi kadar air 80 %
(─●─), kadar air 60 % (─▲─) dan kadar air 40 % (─■─).
11 Specific Leaf Area (SLA) rata-rata semua ulangan pada kondisi kadar
air 80 % (───), kadar air 60 % (─ ─ ─) dan kadar air 40 % (- - - -).
12 Grafik produksi tanaman kedelai pada kadar air 80 % (●), kadar air
60 % (▲) dan kadar air 40 % (■)
1
2
3
4
5
6

2
3
7
8
11
12
14
16

17
18
19
20

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Data analisis contoh fisika tanah Balai Penelitian Tanah
Data agronomi 3 MST
Data agronomi 5 MST

23
23
24

4 Data agronomi 7 MST
5 Data agronomi 9 MST
6 Data agronomi 11 MST
7 Data penambahan air (ml) pada masing-masing perlakuan dan
ulangan
8 Data perhitungan akumulasi panas
9 Kondisi umum selama penelitian
10 Grafik penambahan air pada kadar air 40 %
11 Grafik penambahan air pada kadar air 60 %
12 Grafik penambahan air pada kadar air 80 %

24
25
25
26
27
29
32
32
33

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai (Glycine max (L) Merril) merupakan salah satu komoditas tanaman
pangan yang penting di Indonesia setelah padi dan jagung. Kedelai memiliki nilai
ekonomi yang cukup tinggi sebagai sumber protein nabati (Adisarwanto dan
Wudianto 1999). Kebutuhan kedelai di Indonesia terus meningkat dari tahun ke
tahun seiring dengan pertumbuhan penduduk. Pada tahun 2012 produksi kedelai
sebesar 851.65 ribu ton biji kering (BPS 2013), sedangkan kebutuhan kedelai
setiap tahunnya kurang lebih sebesar 2.3 juta ton biji kering atau baru mencukupi
sekitar 37.01 % dari kebutuhan nasional (Dirjen Tanaman Pangan 2013).
Salah satu permasalahan yang menghambat produksi kedelai di Indonesia
adalah berkurangnya ketersediaan air. Kekurangan Air merupakan salah satu
faktor penting yang dominan menyebabkan rendahnya produksi kedelai di
Indonesia (Tangkuman 1974). Jika ketersediaan jumlah air berkurang akan
mengakibatkan tanaman mengalami titik kritis sehingga dapat mempengaruhi
produksi tanaman tersebut. Pemberian air sangat berkaitan dengan tingkat
ketersediaan air dalam tanah. Air yang tersedia dalam tanah juga akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.
Doorenbos dan Kassam (1979) menyatakan bahwa untuk mempercepat
pertumbuhan dan
meningkatkan hasil tanaman perlu penyiraman sesuai
kebutuhan air tanaman. Penyiraman dipengaruhi oleh tiga faktor seperti
mengganti air yang telah menguap, memberi tambahan air yang dibutuhkan oleh
tanaman, dan mengembalikan kekuatan tanaman. Bila air tersedia dalam jumlah
yang cukup, maka pertumbuhan tanaman akan meningkat.
Tanaman kedelai yang ketersediaan air pada fase pertumbuhan dan
perkembangan tanaman tidak terpenuhi akan menyebabkan tanaman mengalami
stres. Stres air merupakan kondisi yang mengganggu keseimbangan pertumbuhan
tanaman, seperti terjadinya kekurangan atau kelebihan air di lingkungan tanaman.
Stres air terjadi ketika tanaman tidak mampu menyerap air untuk menggantikan
kehilangan akibat transpirasi sehingga terjadi kelayuan, ganguan pertumbuhan
bahkan kematian. Stres air yang menyebabkan kekeringan secara nyata dapat
menurunkan jumlah polong hingga pada akhirnya dapat menurunkan hasil biji
kering.
Merujuk pada penelitian Syahbudin (1995) bahwa tanaman kedelai yang
ditanam dengan pemberian air kurang dari 25% kadar air tanah tersedia
berpengaruh nyata terhadap bobot biji polong isi per pot. Pengaturan pemberian
air pada tanaman kedelai selama proses pertumbuhan dan perkembangannya perlu
diperhatikan untuk memperoleh hasil panen kedelai yang optimal.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengukur pengaruh kadar air terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai.

2
.

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kedelai
Tanaman kedelai pada umumnya berbentuk semak dan tumbuh tegak.
Kedelai dibudidayakan di Indonesia mulai abad ke-17 sebagai tanaman pangan
dan pupuk hijau. Kedelai yang tersebar di Indonesia berasal dari daerah
Manshukuo kemudian menyebar ke daerah Mansyuria Jepang (Asia Timur) dan
ke negara-negara lain di Amerika dan Afrika (Wawan 2006).
Kedelai pada awalnya dikenal dengan beberapa nama botani seperti Glycine
soja dan Soja max. Memasuki tahun 1948 disepakati bahwa nama botani yang
dapat diterima dalam istilah ilmiah adalah Glycine max (L.) Merril (Wawan
2006).
Klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut:
Divisi
: Spermatophyta
Class
: Dicotyledoneae
Ordo
: Rosales
Famili
: Papilionaceae
Genus
: Glycine
Species
: Glycine max (L) Merril

Gambar 1 Tanaman Kedelai (Glycine max (L) Merril)
Kedelai merupakan salah satu jenis tanaman berhari pendek. Hal ini
berkaitan dengan lama penyinaran per hari. Tanaman kedelai tidak dapat berbunga
jika panjang hari melebihi batas kritisnya yaitu 15 jam per hari. Sebagian besar
daerah tropis yang panjang harinya mencapai 12 jam per hari akan mempengaruhi
produksi tanaman kedelai (Adisarwanto 2005).
Tanaman kedelai memerlukan tanah yang subur, gembur dan kaya akan
humus atau bahan organik (Suprapto 1999). Nilai pH yang ideal bagi
pertumbuhan kedelai dan rhizobium adalah 6 – 6.8. Tanaman kedelai akan
mengalami klorosis jika pH diatas 7 yang dapat mengakibatkan tanaman menjadi
kerdil dan daunnya menguning (Fachruddin 2000).
Tanaman kedelai tumbuh dengan baik pada dataran rendah hingga mencapai
ketinggian 500 meter di atas permukaan laut (mdpl) (Adisarwanto 2008).
Tanaman kedelai memiliki karakteristik iklim yang cocok pada daerah yang
memiliki kisaran suhu rata-rata antara 25-27 0C. Kelembaban udara (RH) berkisar

3
di antara 75 - 90 % dengan lama penyinaran 10 – 12 jam per hari (Rukmana dan
Yuniarsih 1996).
Ketersediaan air merupakan hal terpenting bagi pertumbuhan tanaman saat
tanaman kedelai memasuki fase perkecambahan kedelai sehingga daerah yang
memiliki curah hujan yang merata sangat baik untuk ditanami kedelai. Kebutuhan
air pada tanaman kedelai selama fase pertumbuhan umumnya berkisar pada 350 450 mm dan curah hujan selama setahun sekitar 1500 - 2000 mm/tahun
(Adisarwanto 2005).
Tanaman kedelai dapat ditanam pada lahan sawah maupun lahan kering.
Selain itu tanaman kedelai juga dapat diusahakan pada lahan pasang surut. Namun
karena tanaman kedelai tidak tahan terhadap genangan air, kedelai tidak
dianjurkan ditanam pada lahan pasang surut yang bertipe selalu terluapi baik saat
pasang besar maupun pasang kecil (Wayan1997).
Fenologi Tanaman Kedelai
Proses pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman kedelai menjadi
matang melewati beberapa fase yang terjadi secara alami. Hal tersebut merupakan
respon alami tumbuhan untuk menuju proses kematangangannya. Ilmu mengenai
periode fase-fase pada tanaman dan berlangsungnya fase-fase tersebut sangat
dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya disebut fenologi (Fewless 2006 dalam
Yulia 2007).

Gambar 2 Fase pertumbuhan tanaman kedelai
(Sumber : University of Illinois. 1992)
Keterangan :
VE
: Stadium kecambah awal
VC
: Stadium kecambah akhir
V1
: Stadium vegetatif 1
V2
: Stadium vegetatif 2
V3
: Stadium vegetatif 3
R1
: Stadium reproduktif awal
R3
: Stadium reproduktif
R5
: Stadium pembentukan polong
R8
: Senesens (penuaan)
Fase - fase pertumbuhan tanaman kedelai merupakan hal yang penting
diketahui untuk memaksimalkan produksi tanaman kedelai. Hal ini terkait dengan
langkah - langkah untuk memperoleh pertumbuhan yang optimal dengan tingkat

4
produksi maksimal tanaman kedelai seperti periode pemupukan, penyiangan dan
panen (Wawan 2006).
Secara garis besar fase pertumbuhan tanaman kedelai terdiri dari fase
vegetatif dan generatif (reproduksi). Dari masing-masing fase tersebut terdiri atas
beberapa sub - sub fase. Fase vegetatif tanaman kedelai dihitung sejak tanaman
muncul dari dalam tanah sampai awal pembungaan. Fase generatif tanaman
kedelai dimulai saat masuk pembungaan sampai polong matang. Periode fase
vegetatif hingga mencapai awal pembungaan terdiri dari fase-fase berikut :
1. Fase Pemunculan (VE)
Fase ini ditandai dengan mulai munculnya keping biji (cotiledon)
dari dalam tanah yang disebut Vegetatif Epigeous (VE). Epigeous
merupakan sifat perkecambahan dari biji yang cotiledonnya terangkat ke
permukaan tanah.
2. Fase Cotiledon (VC)
Fase ini ditandai dengan cotyledon yang akan muncul setelah 2 - 3
hari dan kedua lembar daun primer terbuka. Pertumbuhan berikutnya
adalah pembentukan daun bertangkai tiga. Bersamaan dengan ini mulai
terbentuk akar - akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang
3. Fase Buku Pertama (V1)
Umur tanaman pada fase ini sekitar satu minggu dan daun mulai
terurai pada buku daun tunggal. Akar - akar sekunder mulai tumbuh. Fase
ini memerlukan persediaan hara yang cukup.
4. Fase Buku Kedua (V2)
Umur tanaman pada fase ini pada umumnya telah mencapai dua
minggu dengan ditandai penuhnya daun ketiga pada buku di atas buku
unifoliolat. Akar mulai bercabang dan berfungsi menyerap unsur hara
sehingga ketersediaan hara sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan
tanaman.
5. Fase Buku Ketiga (V3)
Umur tanaman pada fase ini telah mencapai tiga minggu dan telah
terbentuk tiga buku batang utama dengan daun terurai penuh. Sistem
perakaran sudah berfungsi penuh dan bintil akar sudah mulai berfungsi
untuk mengikat nitrogen.
Periode fase generatif hingga mencapai matangnya polong terdiri atas fase fase berikut:
1. Fase Mulai Berbunga (R1)
Fase ini ditandai dengan terbukanya bunga pertama pada buku
manapun. Fase ini menandakan umur tanaman kedelai telah mencapai 35
- 45 hari.
2. Fase Mulai Berpolong (R3)
Umur tanaman pada fase ini telah mencapai 55 - 65 hari dengan
mulai munculnya polong pada salah satu dari empat buku teratas pada
batang utama.
3. Fase Mulai Berbiji (R5)
Fase ini disebut juga fase awal pengisian biji yang ditandai dengan
munculnya biji sebesar 3 mm dalam polong pada salah satu dari 4 buku
teratas.

5
4. Fase Matang Penuh (R8)
Fase ini warna polong sudah coklat dan sebagian daun menguning.
Jika tanaman kedelai terlambat dipanen pada fase ini daun akan gugur
(Arsyad 1995).
Uraian stadium vegetatif dan reproduktif tersebut merupakan pertumbuhan
dari suatu tanaman yang representatif. Sedangkan yang dijadikan acuan untuk
menetapkan setiap stadium tersebut ialah rata – rata dari pengamatan apabila lebih
kurang 50 % dari tanaman telah mencapai atau melampaui stadium pertumbuhan
tertentu ( Hidayat 1993 )

Kadar Air
Air merupakan komponen utama dalam suatu tanaman, bahkan hampir
mencapai 90 % sel-sel tanaman tersusun oleh air. Air yang diserap tanaman juga
berfungsi sebagai media reaksi pada hampir seluruh proses metabolismenya.
Evapotranspirasi merupakan salah satu proses metabolisme yang dialami oleh
tanaman dimana air diuapkan melalui stomata (transpirasi) dan tanah (evaporasi)
(Hanafiah 2005).
Kadar air tanah merupakan selisih dari masukan air dari presipitasi yang
menginfiltrasi tanah di tambah hasil kondensasi dan adsorpsi dikurangi air yang
hilang lewat evapotranspirasi, aliran permukaan, perkolasi dan rembesan lateral
(Hanafiah 2005). Hal tersebut pada dasarnya menunjukkan keseimbangan antara
jumlah air yang masuk ke, yang tersedia di dan yang keluar dari sistem (sub
sistem) tertentu. Secara umum dapat dirumuskan dengan (Sri Harto 2000).
I

= O ± ΔS

Keterangan :
I
: masukan (inflow)
O
: keluaran (outflow)
Menurut Hanafiah (2005) koefisien air tanah merupakan koefisien yang
menunjukkan potensi ketersediaan air tanah untuk mensuplai kebutuhan tanaman,
terdiri dari :
a. Jenuh atau retensi maksimum, yaitu kondisi di mana seluruh ruang pori
tanah terisi oleh air.
b. Kapasitas lapang adalah kondisi dimana tebal lapisan air dalam pori-pori
tanah mulai menipis, sehingga tegangan antar air - udara meningkat hingga
lebih besar dari gaya gravitasi.
c. Koefisien layu (titik layu permanen) adalah kondisi air tanah yang
ketersediaannya sudah lebih rendah ketimbang kebutuhan tanaman untuk
aktivitas dan mempertahankan turgornya.
d. Koefisien Higroskopis adalah kondisi di mana air tanah terikat sangat kuat
oleh gaya matrik tanah.
Kemampuan tanah menahan air dipengaruhi antara lain oleh tekstur tanah.
Tanah-tanah bertekstur kasar mempunyai daya menahan air lebih kecil daripada
tanah bertekstur halus. Oleh karena itu, tanaman yang ditanam pada tanah pasir

6
umumnya lebih mudah kekeringan daripada tanah - tanah bertekstur lempung atau
liat. Kondisi kelebihan air ataupun kekurangan air dapat mengganggu
pertumbuhan tanaman. Ketersediaan air dalam tanah umumnya dipengaruhi
banyaknya curah hujan atau air irigasi, kemampuan tanah menahan air, besarnya
evapotranspirasi (penguapan langsung melalui tanah dan melalui vegetasi),
tingginya muka air tanah, kadar bahan organik tanah, senyawa kimiawi atau
kandungan garam-garam dan kedalaman solum tanah atau lapisan tanah (Madjid
2009).

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga bulan Juli 2013 di lahan
milik Stasiun Pengamatan Cuaca BMKG Klas 1 Dramaga Kabupaten Bogor dan
pengolahan data dilakukan di Laboratorium Agrometeorologi, Departemen
Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor. Penanaman dilakukan pada
tanggal 1 Mei 2013. Periode pengamatan dan pengambilan data adalah pada
tanggal 2 Mei hingga 25 Juli 2013.

Bahan dan Alat
Alat yang digunakan adalah sebagai berikut:
1 Alat pengolah tanah (cangkul, kored, tugal dan ajir)
2 Oven
3 Timbangan
4 Polibag/pot dengan diameter 30 cm
5 Penggaris, alat tulis
6 Bambu
7 Plastik bening
8 Seperangkat komputer dengan software MS. Word, MS. Excel, ArcGis
9.3 dan SPSS Statistics 17.0
Bahan yang digunakan antara lain sebagai berikut :
1 Benih kedelai varietas galunggung
2 Rhizomax (legin)
3 Pupuk urea, kandang, NPK, KCI dan TSP
4 Air

Prosedur Analisis Data
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap 3
perlakuan dengan masing-masing dilakukan tiga kali ulangan. Rancangan

7
lingkungan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL).Taraf
perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Perlakuan Kadar Air (K) sebagai Petak Utama :
K1
: Pemberian air sampai 40% dari air tersedia
K2
: Pemberian air sampai 60% dari air tersedia
K3
: Pemberian air sampai 80% dari air tersedia
Model linear yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Yij     i   ij
Keterangan :
i
: Perlakuan kadar air 40 %, 60 % dan 80 %
j
: Ulangan ke-1, 2 dan 3
Yij
: Pengamatan pada kadar air ke-i dan ulangan ke-j

: Rataan umum
I
: Pengaruh perlakuan ke-i
ij
: Pengaruh acak pada kadar air ke-i ulangan ke-j
Petak perlakuan kadar air pada penelitian ini diberikan naungan berupa
plastik transparan pada bagian atasnya setinggi kurang lebih 2-3 meter. Hal ini
dilakukan agar memudahkan perlakuan kontrol kadar air dan menghindari faktor
cuaca seperti hujan.
K1U1

K3U2

K2U3

K3U3

K2U1

K1U3

K3U1

K1U2

K2U2

Gambar 3 Pembagian petak perlakuan kadar air tanah
Keterangan :
K1 : Perlakuan kadar air tanah 40%
U1 : Ulangan ke -1
K2 : Perlakuan kadar air tanah 60%
U2 : Ulangan ke -2
K3 : Perlakuan kadar air tanah 80%
U3 : Ulangan ke -3
Pengaturan Kadar Air Tanah
Perlakuan kadar air dilakukan pada saat tanaman kedelai berumur 19 hari
setelah tanam (HST). Umur tanaman kedelai tersebut pada saat perlakuan kadar
air akan memasuki fase vegetatif 3. Fase ini merupakan fase vegetatif terakhir
tanaman kedelai sebelum memasuki fase generatif 1. Kadar air pada kondisi air
tersedia masing-masing perlakuan tetap dijaga pada kadar persentase yang telah
ditetapkan. Jika presentase kadar air pada kondisi air tersedia berkurang maka
polibag ditambahkan sejumlah air hingga memenuhi presentase kadar air tersedia
pada masing-masing perlakuan.
Jumlah kadar air tersedia merupakan selisih dari kadar air tanah pada
kondisi kapasitas lapang dan titik layu permanen. Untuk mengetahui jumlah air

8
yang perlu ditambahkan, polibag perlu dilakukan penimbangan terlebih dahulu.
Hal ini untuk mengetahui volume air yang harus ditambahkan untuk mencapai
bobot polibag pada masing-masing persentase perlakuan.
Persiapan Media Tanam
Persiapan tanah dilakukan dimana tanah tersebut dimasukkan ke dalam
polibag dengan berat total 1 polibag sekitar 2.4 kg. Tanah sebelumnya dilakukan
pemupukan dengan dosis 10gr Urea, 100 gr pupuk kandang, 5 gr TSP, 5gr NPK
dan 8 gr KCI per polibag. Pupuk kandang, NPK, TSP dan KCI diberikan
sekaligus pada saat tanam. Pupuk Urea diberikan ½ dosis pada saat tanam dan
sisanya ½ dosis diberikan pada umur 4 minggu setelah tanam.
Penanaman
Benih tanaman kedelai di campur dengan legin (suatu inokulum buatan dari
bakteri atau kapang yang ditempatkan di media biakan, tanah, kompos untuk
memulai aktifitas biologinya Rhizobium japonicum). Legin sebanyak 5-10 gram
diberi air sekitar 10 cc lalu dicampurkan dengan 1 kg benih dan kocok hingga
seluruh kulit biji terlapisi oleh inokulum. Benih dibiarkan kurang lebih selama 15
menit lalu di tanam. Jarak antar tanaman dalam 1 petak adalah 35 cm x 35 cm
dengan jarak antar petak adalah 20 cm.

Gambar 4 Ilustrasi jarak tanam dalam 1 petak
Pemeliharaan
Kedelai akan mulai tumbuh kira - kira 5 - 6 hari. Disaat ada biji yang tidak
tumbuh dengan baik dan tidak terlihat seragam, benih kedelai yang tidak tumbuh
diganti dengan biji-biji yang baru dan telah dicampur dengan legin. Kondisi tanah
tetap terjaga dalam kondisi lembab terutama pada masa pertumbuhan agar
tanaman tidak kerdil.
Pemanenan
Pemanenan kedelai dilakukan setelah daun tanaman mulai berwarna kuning
dan buah berubah warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan dan retak-retak.
Tanaman kedelai yang di panen berumur 85 hari.

9
Pengamatan
Kondisi Iklim Makro
Kondisi iklim dapat dilihat dengan menggunakan data sekunder dari Stasiun
Pengamatan Cuaca BMKG Klas 1 Dramaga Kabupaten Bogor.
Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kedelai
1
Tanaman contoh di tentukan sebanyak satu tanaman per petak
perlakuan. Tanaman yang didestruktif sebanyak dua tanaman per dua
minggu dan bukan tanaman pinggir
2
Tinggi tanaman dan jumlah daun
3
Indeks Luas Daun (ILD)
Indeks luas daun ditentukan menggunakan persamaan :
ILD =

x jumlah populasi.

Luas daun di hitung menggunakan ArcGis. Daun tanaman hasil destruktif
di-scan dan di simpan dalam file berekstensi *.jpg. Setelah itu data
tersebut diolah menggunakan ArcGis dan akhirnya diperoleh luas daunnya
4
SLA (Specific Leaf Area) / Luas Daun Spesifik (LDS) ditentukan
menggunakan persamaan :
SLA (cm2/gram) =
5

Bobot kering total ditimbang dari bobot tanaman hasil destruktif yang
di keringkan dengan suhu 800C selama 48 jam.

Biomassa Tanaman
Persamaan yang digunakan untuk menentukan biomassa tanaman adalah:
dW = Wn – W(n-1)
Keterangan :
dW
: pertumbuhan berat kering tanaman per minggu (g/m2)
Wn
: berat kering minggu ke n
W(n-1) : berat kering minggu ke n-1
Kadar Air
Pengamatan yang dilakukan meliputi kadar air pada TLP (Titik Layu
Permanen), kadar air pada KL (Kapasitas Lapang) dan kadar air setiap 2 hari
selama perlakuan.
Kadar Air Tanah =

10
Untuk menghitung persentase berat terhadap persentase volume dapat
digunakan rumus sebagai berikut:
% H2O Vol = % H2O BK x BD
Keterangan :
BB
: Berat Basah
BK
: Berat Kering
BD
: Bulk Density(g/cm3)
Untuk mengetahui jumlah air tersedia yang diberikan dapat ditentukan dari
hasil analisis fisika tanah, yaitu nilai kadar air pada KL dan TLP. Selisih antara
nilai kadar air pada KL dan kadar air pada TLP merupakan nilai dari volume air
tersedia. Persentase air yang diberikan merupakan persentase dari volume air
tersedia tersebut. Analisis fisik tanah dilakukan di Balai Penelitian Tanah
Laboraturium Fisika Tanah Bogor (Lampiran 1).
Akumulasi Panas atau Heat Unit (HU)
Persamaan yang digunakan untuk menentukan akumulasi panas pada
tanaman adalah sebagai berikut:

Keterangan :
AP
: akumulasi panas (oC hari)
S
: fase perkembangan tanaman
T
: suhu rata-rata harian
Tb
: suhu dasar tanaman kedelai 10 0C ( Kumar 2008)
Pengolahan dan Analisis data
Data yang diperoleh dari penelitian diolah menggunakan Software MS.
Excel dan dianalisis keragamannya menggunakan SPSS Statistics 17.0
Analisis Statistik Rancangan Percobaan
Analisis statistik ANOVA (Analysis of Variance) dengan taraf nyata (α)
dilakukan menggunakan software SPSS Statistics 17.0. Pengujian dilakukan
menggunakan uji F. Pengaruh perlakuan dikatakan nyata apabila F hitung lebih
besar dari F tabel.
F hitung =
Selanjutnya digunakan uji lanjut Duncan (Rp) untuk mengetahui beda nilai
tengah hasil pengamatan setiap perlakuan (p) yang dapat ditentukan melalui
persamaan :
Rp = rα; p; dbg SẎ;SẎ =
rα; p; dbg

: Nilai tabel Duncan pada taraf nyata α, jarak peringkat antar
perlakuan p dan derajat bebas galat sebesar dbg.

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terletak di stasiun Klimatologi Klas 1 BMKG Dramaga
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat pada koordinat lintang 06º31' LS dan
106º44' BT dengan elevasi 207 mdpl. Suhu udara rata - rata harian tempat
penelitian adalah 25.9 0C. Suhu maksimum dan minimum rata - rata harian adalah
27.6 0C dan 23.2 0C. Kelembaban udara rata-rata adalah 84%.
28

Suhu (0C)

27
26
25
24
23
22
0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Hari Setelah Tanam

Gambar 5 Suhu udara rata-rata harian (BMKG 2013)

Pola Pengaturan Air pada Perlakuan Kadar Air
Pemberian perlakuan kadar air dilakukan pada saat umur tanaman mencapai
19 HST. Umur tanaman kedelai tersebut telah memasuki fase vegetatif terakhir,
setelah itu tanaman kedelai akan memasuki fase generatif pertama. Pada fase ini
tanaman kedelai lebih memerlukan ketersediaan air yang mencukupi jika
dibandingkan pada fase vegetatif. Menurut Pramono (1993) pengaruh kekurangan
air yang terjadi pada fase generatif lebih menekan hasil dibandingkan bila
kekurangan air yang terjadi pada fase vegetatif.
Gambar 6 menunjukkan nilai rata-rata penambahan volume air pada
masing-masing perlakuan kadar air. Pada awal masa tanam hingga tanaman diberi
perlakuan kadar air yang berbeda (19 HST), kadar air pada setiap perlakuan dijaga
pada kondisi kadar air 100 % dari kondisi air tersedia. Setelah tanaman memasuki
fase vegetatif tiga pada umur 19 HST hingga panen perlakuan kadar air diberikan
sesuai persentase masing-masing perlakuan.

12
300

Penambahan
Volume air (ml)

250

200

150

100

50

0
0

10

20

30

40

50

60

70

Hari Setelah Tanam

Gambar 6 Penambahan air rata-rata pada masing – masing ulangan pada kondisi
kadar air 80 % (▲), kadar air 60 % (■) dan kadar air 40 % (●)
Penambahan volume air pada masing - masing perlakuan cenderung sama
pada awal masa tanam hingga umur tanaman 19 HST (Gambar 6) yaitu sekitar
200 – 280 ml air. Penambahan air yang dilakukan untuk menjaga agar kadar air
pada polibag tetap terjaga kondisinya pada kadar air 100 % dari air tersedia.
Penambahan volume air tersebut menunjukan jumlah air yang berkurang di setiap
polibag pada masing-masing perlakuan setiap dua hari.
Setelah tanaman memasuki umur 19 HST tanaman kedelai pada masingmasing petak diberikan perlakuan kadar air setiap dua hari sekali pada persentase
yang berbeda. Sebelum tanaman diberi perlakuan kadar air, masing-masing
perlakuan perlu diturunkan kadar airnya dari sebelumnya sebesar 100 % dari air
tersedia menjadi persentase kadar air sebesar 80 %, 60 % dan 40 % pada kondisi
air tersedia
Untuk menurunkan persentase kadar air pada masing-masing perlakuan,
selama 1 - 2 hari sebelum dilakukan perlakuan, tanaman kedelai pada masingmasing petak tidak diberikan penambahan volume air sehingga persentase kadar
air akan turun. Setelah itu penambahan air diberikan sesuai dengan persentase
kadar air dari air tersedia pada masing-masing perlakuan.
Perlakuan kadar air pada kondisi kadar air 80 % dari air tersedia
menunjukkan penurunan jumlah air yang lebih besar dibandingkan perlakuan
lainnya sehingga jumlah volume air yang harus ditambahkan ke dalam polibag
menjadi lebih besar dibandingkan perlakuan kadar air 60 % dan 40 % dari air
tersedia. Pada perlakuan kadar air 60 % dan 40 % dari air tersedia, tanah pada
polibag semakin mendekati kondisi titik layu permanen dimana pada kondisi ini
daya absorbs tanaman sangat rendah karena jumlah air yang minim sehingga
jumlah volume air yang hilang kecil. Sebaliknya jumlah air yang tersedia
mendekati kapasitas lapang umumnya dapat cepat diserap oleh tanaman sehingga
air yang tersedia dalam polibag akan cepat berkurang (Hasibuan 1981).

80

90

13
Fase Perkembangan Tanaman Kedelai
Tanaman kedelai memiliki fase perkembangan yang terdiri dari fase
vegetatif dan fase generatif. Fase vegetatif tanaman kedelai terdiri dari fase
vegetatif (VE, VC, V1-V3) sedangkan fase generatifnya terdiri dari fase generatif
(R1-R8) (Arsyad 1995). Menurut Hidayat (1993) perubahan fase satu ke fase
lainnya pada tanaman kedelai dapat diamati apabila kurang lebih 50% dari
tanaman telah mencapai atau melampaui fase tertentu.
Tabel 1 menunjukan bahwa perkembangan fase pada tanaman kedelai di
semua perlakuan kadar air relatif sama. Pengaruh kadar air terhadap
perkembangan tanaman kedelai menunjukkan bahwa fase perkembangan tanaman
kedelai tidak berkaitan dengan kadar air. Pada umumnya laju perkembangan
tanaman berbanding lurus dengan suhu udara rata-rata harian di atas suhu dasar
tanaman tersebut (Handoko 1994).
Perkembangan fase suatu tanaman dapat dilihat melalui nilai dari akumulasi
panas. Akumulasi panas tersebut juga merupakan gambaran energi yang
dibutuhkan tanaman kedelai pada perkembangannya (Estiningtyas 1994).
Akumulasi panas yang dibutuhkan tanaman kedelai hingga mencapai panen pada
penelitian ini adalah sebesar 1341 Cod.
Tabel 2 menunjukkan nilai akumulasi panas tanaman kedelai pada berbagai
ketinggian yang dilakukan Estiningtyas. Merujuk pada penelitian yang dilakukan
oleh Estiningtyas (1994), terdapat perbedaan nilai akumulasi panas pada tanaman
kedelai tersebut. Hal ini dikarenakan pada penelitian Estiningtyas varietas yang
digunakan adalah varietas kedelai Malabar, sedangkan penelitian ini
menggunakan varietas Galunggung. Varietas tanaman yang berbeda akan
mempengaruhi keragaman penampilan dan karakteristik tanaman tersebut. Hal
tersebut nantinya akan menyebabkan keragaman pertumbuhan tanaman akibat
adanya perbedaan sifat tanaman meliputi bentuk dan fungsi tanaman tersebut
(Sitompul 1995).
Tabel 1 Fase perkembangan tanaman kedelai pada masing-masing perlakuan
FASE
VEGETATIF
Epigeous (VE)
Cotiledon (VC)
Vegetatif 1 (V1)
Vegetatif 2 (V2)
Vegetatif 3 (V3)
GENERATIF
Mulai Berbunga (R1)
Mulai Berpolong (R3)
Mulai Berbiji (R5)
Matang Penuh (R8) *

K1

K2

K3

Akumulasi Panas (Cod)
K1
K2
K3

4
3
5
5
9

4
3
5
5
9

4
3
5
5
9

32.2
100.8
150
229.5
311

27
11
18
3

27
11
18
3

27
11
18
3

454.7
895.8
1067
1341

Lama Hari

Keterangan :*Tanaman kedelai di panen pada fase ini. K1 = Perlakuan kadar air 40 %, K2 =
Perlakuan kadar air 60 % dan K3 = Perlakuan kadar air 80 %.

14

Tabel 2 Akumulasi panas tanaman kedelai di berbagai ketinggian
Tahap
Perkembangan
Tanaman

Lahan
BMKG
Dramaga
(207 mdpl)

Berbunga
Panen

454.7
1341

Akumulasi Panas (Co hari)
Woro Estiningtyas (1994)
Dasan
Sengkol
Sedau
Lengkong
(150 mdpl)
(156 mdpl)
(350 mdpl)
671
1320.2

556.2
1123.6

567.5
1263.7

Pertumbuhan Tanaman Kedelai
Tinggi Tanaman
Pengaruh tingkat kadar air terhadap rata - rata pertumbuhan tinggi tanaman
dapat dilihat pada Gambar 7. Hasil pengamatan pada 3 minggu setelah tanam
(MST) tinggi tanaman perlakuan kadar air 80 % menunjukkan nilai rata - rata
yang lebih tinggi dari perlakuan kadar air 60 % dan 40 %. Memasuki umur
tanaman 5 - 9 MST tanaman perlakuan kadar air 60 % dan 80 % mengalami
peningkatan pertumbuhan tinggi yang signifikan dibandingkan tanaman pada
kadar air 40 %. Pertumbuhan tinggi tanaman saat memasuki 11 MST relatif stabil
pada perlakuan kadar air 40 % dan 60 % sedangkan pada kadar air 80 % tinggi
tanaman masih ada peningkatan.
Pertumbuhan tinggi tanaman tidak dapat mencapai kondisi maksimal pada
kadar air 40 % dengan tinggi pada 11 MST hanya mencapai 51.6 cm dan 64.5 cm
pada kadar air 60 %, sedangkan tinggi tanaman pada kadar air 80 % dapat
mencapai titik tertingginya yaitu 75 cm. Tanaman pada kadar air rendah akan
mengalami stres air yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman akan terganggu.
100

90

Tinggi rata-rata (cm)

80
70
60
50
40
30
20
10
0
0

2

4

6
MST

8

10

12

Gambar 7 Tinggi rata-rata semua ulangan pada kondisi kadar air 80 % (─●─),
kadar air 60 % (─▲─) dan kadar air 40 % (─■─)

15
Hasil uji statistik terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa tinggi
tanaman sangat dipengaruhi oleh pemberian perlakuan kadar air. Uji lanjut
terhadap nilai tengah kadar air pada perlakuan kadar air 40 % dan 60 % tidak
menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap tinggi tanaman pada saat 3 MST
namun berbeda nyata pada kadar air 80 %. Perlakuan kadar air mulai
menunjukkan perbedaan yang nyata pada masing-masing perlakuan terhadap
tinggi tanaman saat tanaman berumur 5 - 11 MST.
Tabel 3 Pengaruh kadar air tanah terhadap tinggi tanaman menurut uji lanjut
Duncan
Tinggi rata - rata (cm)
Umur
K1
K2
K3
3 MST
35.7a
37a
41.8b
5 MST
40.8a
44.8b
54.3c
7 MST
44.1a
58.5b
66.8c
9 MST
50a
65.5b
72.7c
11 MST
51.7a
64.5b
75.3c
Keterangan: Huruf yang sama pada masing – masing baris menunjukkan tidak ada perbedaan yang
nyata menurut uji nilai tengah Duncan taraf nyata 5 %. K1 = Perlakuan kadar air 40
%, K2 = Perlakuan kadar air 60 % dan K3 = Perlakuan kadar air 80 %.

Jumlah Daun
Pemberian perlakuan kadar air 80 % memperlihatkan jumlah daun rata - rata
tanaman yang lebih banyak daripada tanaman dengan perlakuan kadar air 40 %
dan 60 %. Jumlah daun terbanyak pada setiap perlakuan kadar air terjadi pada saat
tanaman berumur 9 MST. Jumlah daun terbanyak ada pada kadar air 80 % dengan
jumlah 71 helai diikuti dengan kadar air 60 % dan 40 % masing-masing 58 helai
dan 33 helai daun.
Nilai kadar air rendah pada tanaman kedelai akan mengakibatkan tanaman
mengalami stres air. Tanaman yang mengalami stres air menyebabkan
ketidakseimbangan potensial air antara sistem jaringan dan lingkungannya. Stres
air yang berlangsung terus menerus menyebabkan tanaman mengalami
plasmolisis sehingga tanaman akan layu (Lubis 1999 dalam Saras 2000)
Banyaknya jumlah daun akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya
umur tanaman. Peningkatan semakin tinggi saat umur tanaman memasuki masa
pembungaan (5 MST). Perlakuan kadar air 80 % lebih baik dalam meningkatkan
jumlah daun daripada perlakuan kadar air 60 % dan 40 %. Hal tersebut
dimungkinkan bahwa pada kadar air 60 % dan 40 % mengalami defisit air.
Prawiranata (1981) menyatakan bahwa defisit air mempengaruhi laju fotosintesis
yang akan menyebabkan stomata tertutup sebagai respon atas defisit air pada
tanaman.
Memasuki umur tanaman pada 11 MST jumlah daun pada masing-masing
perlakuan mulai berkurang jumlahnya. Hal tersebut merupakan respon alami dari
tanaman kedelai dimana daun - daun mulai menguning dan gugur saat akan
memasuki masa panen.

16
90
80
Jumlah daun (helai)

70

60
50
40

30
20
10
0
0

2

4

6
MST

8

10

12

Gambar 8 Jumlah daun rata-rata semua ulangan pada kondisi kadar air 80 %
(─●─), kadar air 60 % (─▲─) dan kadar air 40 % (─■─)
Hasil uji statistik pengaruh kadar air terhadap jumlah daun menunjukkan
bahwa jumlah daun dipengaruhi oleh pemberian kadar air. Pada umur tanaman 3
MST terlihat jumlah daun tidak berbeda nyata pada perlakuan kadar air 40 % dan
60 %. Jumlah daun semakin menurun seiring penurunan pemberian kadar air.
Jumlah daun terbanyak terbanyak terdapat pada pemberian kadar air 80 % diikuti
kadar air 60 % dan kadar air 40 %. Umur tanaman 9 MST merupakan jumlah
daun terbanyak pada masing-masing perlakuan kadar air kemudian turun kembali
saat memasuki masa panen pada umur tanaman 11 MST.
Tabel 4 Pengaruh kadar air tanah terhadap jumlah daun menurut uji lanjut
Duncan
Jumlah Daun
Umur
K1
K2
K3
3 MST
11a
13a
21b
5 MST
16a
24b
34c
7 MST
29a
44b
56c
9 MST
33a
58b
71b
11 MST
19a
43b
46b
Keterangan: Huruf yang sama pada masing – masing baris menunjukkan tidak ada perbedaan yang
nyata menurut uji nilai tengah Duncan taraf nyata 5 %. K1 = Perlakuan kadar air 40
%, K2 = Perlakuan kadar air 60 % dan K3 = Perlakuan kadar air 80 %.

Berat Kering Total Tanaman
Bobot kering tanaman menggambarkan pola tanaman mengakumulasikan
produk dari proses fotosintesis dan merupakan integrasi dengan faktor-faktor
lingkungan (Sumarsono 2008). Bobot kering tanaman semakin kecil seiring
penurunan pemberian perlakuan kadar air pada tanaman.
Berat Kering Total (BKT) per tanaman dengan perlakuan kadar air 80 %
lebih besar daripada kadar air 60 % dan 40 %. Peningkatan BKT tanaman pada

17
perlakuan kadar air 40 % sudah mulai terhambat pada umur tanaman 7 MST
sedangkan pada kadar air 40 % dan 80 % peningkatan BKT besar. Memasuki
umur tanaman 9 MST pada kadar air 60 %, peningkatan BKT sudah mulai
berhenti sedangkan kadar air 80 % tetap mengalami peningkatan.
50
Berat Kering Total / tanaman
(gram)

45
40
35
30
25

20
15
10
5
0
0

2

4

6
MST

8

10

12

Gambar 9 Berat kering total per tanaman rata-rata semua ulangan pada kondisi
kadar air 80 % (─●─), kadar air 60 % (─▲─) dan kadar air 40 %
(─■─)
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa BKT tanaman dipengaruhi oleh
pemberian kadar air yang berbeda. Menurut uji lanjut Duncan perbedaan
perlakuan kadar air menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap BKT pada umur
tanaman 3 - 11 MST. BKT tanaman pada perlakuan kadar air 80 % memiliki nilai
yang paling tinggi daripada perlakuan kadar air 40 % dan 60 %.
Tabel 5 Pengaruh kadar air tanah terhadap berat kering total tanaman menurut uji
lanjut Duncan
Berat Kering Total per tanaman (g)
Umur
K1
K2
K3
3 MST
3.04a
4.23b
6.2c
5 MST
5.36a
8.66b
12.03c
7 MST
8.97a
12.97b
21.78c
9 MST
9.63a
26.69b
36.62c
11 MST
9.92a
26.99b
39.71c

Keterangan: Huruf yang sama pada masing – masing baris menunjukkan tidak ada perbedaan yang
nyata menurut uji nilai tengah Duncan taraf nyata 5 %. K1 = Perlakuan kadar air 40
%, K2 = Perlakuan kadar air 60 % dan K3 = Perlakuan kadar air 80 %.

Indeks Luas Daun (ILD), Specific Leaf Area (SLA)
Tanaman dengan perlakuan kadar air 80 % memiliki nilai ILD yang lebih
besar daripada kadar air 60 % dan 40 %. Jumlah daun yang lebih banyak pada
tanaman dengan perlakuan kadar air 80 % mengakibatkan nilai ILD yang semakin
besar. Nilai ILD semakin rendah seiring dengan penurunan jumlah kadar air.

18
Jumlah daun yang banyak akan meningkatkan luasan lahan yang tertutup daun,
sehingga nilai ILD akan semakin besar.
Nilai ILD tanaman terus meningkat dengan bertambahnya umur tanaman.
Saat tanaman memasuki masa panen nilai ILD akan mulai menurun. Menurunnya
nilai ILD disebabkan karena jumlah daun yang mulai berkurang karena mulai
menguning dan gugur.
Nilai ILD pada perlakuan kadar air 80 % dan kadar air 60 % terus
meningkat hingga pada saat tanaman memasuki umur 9 MST nilai ILD mulai
menurun. Nilai ILD pada perlakuan kadar air 40 % sudah mulai mengalami
penurunan pada saat tanaman memasuki umur 7 MST. Pemberian kadar air yang
lebih sedikit daripada perlakuan lain mengakibatkan tanaman pada perlakuan
kadar air 40 % lebih cepat mengalami stres air sehingga gugurnya daun
berlangsung lebih cepat.
1.6

Indeks Luas Daun
(ILD)

1.4

1.2
1

0.8
0.6
0.4
0.2
0

0

2

4

6
8
10
12
MST
Gambar 10 Indeks luas daun rata-rata semua ulangan pada kondisi kadar air 80 %
(─●─), kadar air 60 % (─▲─) dan kadar air 40 % (─■─)

Specific Leaf Area (SLA) merupakan nilai yang menggambarkan ketebalan
suatu daun. Nilai SLA yang semakin besar mengindikasikan daun semakin tipis
(Sutoro 2008). Nilai SLA (Gambar 11) pada tanaman kedelai cenderung berubahubah. Pada tanaman dengan perlakuan kadar air 80 % dan 60 % nilai SLA
cenderung naik kemudian turun setelah mencapai nilai SLA tertinggi. Berbeda
pada tanaman dengan kadar air 40 % nilai SLA cenderung naik kemudian turun
kembali, namun saat memasuki masa panen nilai SLA kemudian naik kembali
hingga mencapai nilai tertingginya.
Tanaman kedelai dengan kadar air yang semakin rendah, tingkat stres airnya
akan semakin tinggi. Hal ini akan berpengaruh secara langsung terhadap
pertumbuhan tanaman kedelai. Tanaman kedelai yang mengalami stres air secara
langsung dapat menyebabkan penurunan turgor. Tekanan turgor ini sangat
berperan dalam menentukan ukuran tanaman, berpengaruh terhadap perbanyakan
sel tanaman, membuka dan menutupnya stomata tanaman dan perkembangan
daun (Islami dan Utomo 1985). Sehingga tanaman kedelai dengan kadar air yang
lebih rendah akan mengakibatkan daun tanaman cenderung menjadi lebih tipis
dibandingkan tanaman dengan kadar air yang lebih tinggi.

19
400

Specific Leaf Area
SLA (cm2/gram)

350
300
250
200
150
100
50

0
0

2

4

6
MST

8

10

12

Gambar 11 Specific Leaf Area (SLA) rata-rata semua ulangan pada kondisi
kadar air 80 % (───), kadar air 60 % (─ ─ ─) dan kadar air 40 %
(- - - -)
Karakteristik morfologis tanaman kedelai seperti ketebalan daun merupakan
karakter tanaman yang diduga mempengaruhi tingkat produktivitas karena dapat
mempengaruhi proses fotosintesis (Sutoro 2008). SLA sebagai indikator ketebalan
daun menunjukkan semakin tebal daun cenderung menghasilkan biji yang banyak
(Aggarwal 1995 dalam Sutoro 2008).

Produktivitas Tanaman Kedelai
Perlakuan kadar air berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman kedelai
pada setiap perlakuan. Produksi tanaman kedelai berbanding lurus dengan
peningkatan kadar air. Tanaman kedelai pada kadar air 80 % memiliki nilai
produksi yang lebih besar dibandingkan dengan kondisi kadar air lainnya.
Produksi yang rendah pada kadar air 40 % dan 60 % diakibatkan kurangnya air
yang akan menghambat proses fotosintesis pada saat pengisian polong tanaman.
Fachruddin (2000) mengatakan bahwa fase pembentukan polong dan pengisian
biji memerlukan ketersediaan air yang mencukupi. Jika ketersediaan air tersebut
mencukupi akumulasi fotosintat di polong tanaman kedelai akan berlangsung
dengan baik. Ketersediaan air yang tidak terjamin juga merupakan salah satu
penyebab merosotnya panen dan luas pertanaman kedelai karena kedelai termasuk
tanaman yang tidak tahan kekeringan (Fagi dan Tangkuman 1985)
Menurut Badan Pelatihan dan Pengembangan Pertanian Republik Indonesia
potensi produktivitas tanaman kedelai varietas Galunggung sekitar 1.5 ton/ha.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi produksi tanaman kedelai pada
perlakuan kadar air 80% adalah 0.81 ton/ha atau sekitar 53.7% dari potensi
produktivitas Badan Litbang Pertanian RI. Hal ini terjadi karena ada pengaruh lain
seperti serangan hama penghisap polong (Riptortis Lincearis) pada saat masa
pembentukkan polong yang menyebabkan produktivitas kedelai tidak mencapai
kondisi maksimal.

20
0.9

Hasil Panen (ton/ha)

0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3

0.2
0.1
0
0

15

30

45

60

75

90

KAT (%)

Gambar 12 Grafik produksi tanaman kedelai pada kadar air 80 % (●), kadar air
60 % (▲) dan kadar air 40 % (■)
Tabel 6 Produksi tanaman kedelai pada masing-masing perlakuan
Panen (ton/ha)
Perlakuan
Hasil
Potensi*
0.28
K1
0.47
1.5
K2
0.81
K3
Keterangan : *potensi produksi kedelai varietas galunggung menurut badan litbang pertanian
(www.litbang.deptan.go.id/varietas/one/277/). K1 = Perlakuan kadar air 40 %,
K2 = Perlakuan kadar air 60 % dan K3 = Perlakuan kadar air 80 %.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Perlakuan kadar air pada pada masing-masing tanaman kedelai memberikan
hasil yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan tanaman kedelai. Semakin sedikit
kadar air yang tersedia pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai akan semakin
menurun. Tanaman yang mendapat perlakuan kadar air mendekati maksimum dari
air tersedia (kadar air 80 %) menghasilkan tinggi tanaman, jumlah daun, berat
kering total tanaman, dan produksi yang lebih besar dibandingkan dengan
perlakuan kadar air yang lain. Proses fotosintesis yang terganggu akibat
berkurangnya ketersediaan air menyebabkan pertumbuhan dan produksi kedelai
pada kadar air yang lebih rendah menjadi berkurang. Selain itu serangan hama
juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas tanaman kedelai
tersebut menjadi rendah.

21
Saran
Pengukuran suhu harus dilakukan karena hal tersebut berkaitan langsung
dengan perkembangan tanaman. Perlu dilakukannya pengukuran kadar air tanah
sebagai perlakuan kontrol untuk mengetahui tingkat kadar air yang lebih baik.
Upaya pengendalian hama dan penyakit serta pemeliharaan tanaman harus lebih
diperhatikan agar pertumbuhan dan produktivitasnya lebih optimal.

DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto T, Wudianto R. 1999. Meningkatkan Hasil Panen Kedelai di Lahan
Sawah, Kering dan Pasang Surut. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Adisarwanto T. 2005. Kedelai. Jakarta(ID): Penebar Swadaya.
Adisarwanto T. 2008. Budidaya Kedelai Tropika. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Aggarwal PK. 1995. Plant type designs for increased yield potential of irrigated
rice- simulation analysis. In PK Aggarwal RB,Mattews MJ. Kroff HH van
Laar (Eds). SARP Research Proceedings. IRRI. Los Banos. p.59-66.Di dalam
Sutoro N, Dewi M, Setyowati. 2008. Hubungan Sifat Morfologis Tanaman
dengan Hasil Kedelai. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Pangan. Vol 27.
No.3.
Arsyad DM, Mahyuddin S. 1995. Kedelai Sumber Pertumbuhan dan Produksi
dan Teknik Budidaya. Bogor (ID):Badan Litbang Pertanian, Puslitbangtan.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi Padi, Jagung dan Kedelai (Angka
Sementara Tahun 2012). Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya.
Kurnia U, Fahmuddin A, Abdurachman A, Dariah A, editor. Bogor(ID) : Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2013. Pedoman Teknis Pengelolaan
Produksi Kedelai tahun 2013. Jakarta (ID): Kementrian Pertanian.
Doorenbos J, Kassam AH. 1979. Yield Response to Water. FAO Irrigation and
Drainage Paper 33. Rome (IT): FAO
Estiningtyas W, Irianto G. 1994. Akumulasi satuan panas dalam budidaya
tanaman kedelai di Lombok, Nusa Tenggara Barat.Jurnal Agromet Vol. X no 1
dan 2.
Fachruddin L.2000. Budidaya Kacang-Kacangan.Jakarta (ID): Kanisius.
Fagi AM, Tangkuman F. 1985. Pengelolaan Air untuk Pertanaman
Kedelai.Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembang