Studi etnobiologi, etnoteknologi dan pemanfaatan kekuak (Xenosiphon sp.) oleh masyarakat di kepulauan Bangka Belitung

RINGKASAN
YULIAN FAKHRURROZI. Studi Etnobiologi, Etnoteknologi dan Pemanfaatan
Kekuak (Xenosiphon sp.) oleh Masyarakat di Kepulauan Bangka-Belitung.
Dibimbing oleh JOHN HALUAN, ARI PURBAYANTO dan SOEWARNO T.
SOEKARTO
Kekuak adalah sejenis biota laut anggota Filum Sipuncula (peanutworm)
yang biasa juga disebut wak-wak oleh masyarakat di Kepulauan Bangka-Belitung.
Hewan ini adalah salah satu kekayaan keanekaragaman hayati laut di daerah
kepulauan tersebut, yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat setempat, baik
sebagai bahan umpan maupun pangan yang kemudian mereka tangkap secara
komersial.
Pemanfaatan kekuak oleh masyarakat di Kepulauan Bangka-Belitung
belum pernah diteliti. Tujuan umum penelitian ini adalah mempelajari aspekaspek pemanfaatan kekuak oleh masyarakat di Kepulauan Bangka-Belitung dan
mengembangkan konsep pemanfaatan berkelanjutan berbasis kebijaksanaan lokal.
Tujuan khusus: menganalisis aspek etnobiologi kekuak (etnoekologi, etnozoologi
dan taksonomi); menganalisis aspek etnoteknologi kekuak (teknis dan operasi,
pola dan aturan lokal, serta dinamika perkembangan terkait penangkapan
komersial); dan menganalisis aspek pemanfaatan kekuak (manfaat umpan, pangan
dan komersialnya).
Penelitian ini dibagi menjadi tiga topik yaitu: Etnobiologi kekuak di
Kepulauan Bangka-Belitung; Etnoteknologi kekuak di Kepulauan BangkaBelitung; Pemanfaatan kekuak oleh masyarakat Bangka-Belitung. Penelitian ini

difokuskan pada kegiatan pemanfaatan kekuak oleh masyarakat setempat, berupa
studi kasus partisipatif melalui wawancara, pengamatan dan diskusi konfirmasi.
Dilakukan pada beberapa lokasi yaitu di Pebuar (Bangka Barat) dan Nangkabesar
(Bangka Tengah) sebagai lokasi utama; dengan lokasi-lokasi pendukungnya yaitu:
Pantai Olifir dan Pantai Burongmandi (Belitung Timur); Semulut (Bangka Barat)
dan Pangkalpinang. Untuk keperluan analisis juga dilakukan pengujian dan
pengamatan laboratorium di Bogor.
Analisis informasi dan data emik
(pengetahuan lokal) umumnya dilakukan secara deskriptif-kualitatif, meliputi
analisis konten, analisis komparatif dan analisis kronologis, yang dikonfirmasi
dengan data etik (ilmu pengetahuan) dari hasil pengujian dan pengamatan di
laboratorium.
Secara umum pengetahuan masyarakat setempat tentang kekuak ada
tingkatan yang perbedaannya terkait peran dan posisi mereka dalam rantai
pemanfaatannya, yaitu sebagai konsumen dan pedagang, serta nelayan dan
penangkap. Tingkatan pengetahuan itu juga terkait lokasi terjadinya jenis kegiatan
pemanfaatan, yaitu di toko atau pasar, rumah atau kediaman, dan pantai atau
lokasi tangkap. Pengetahuan terbanyak dimiliki oleh nelayan pengguna kekuak
dan terutama para penangkapnya. Tipe pantai berpasir putih terutama pada zona
pasang-surut diketahui sebagai habitat utama kekuak, yang dijadikan masyarakat

setempat sebagai lokasi tangkapnya. Biota ini bisa diketahui keberadaannya oleh
para nelayan atau penangkap ditandai oleh permukaan sarangnya yang mirip jejak
anjing.

Sebagai record data baru, hasil identifikasi pada penelitian ini
menunjukkan biota kekuak lebih mendekati genus Xenosiphon sebagai
Xenosiphon sp. Adanya karakteristik kekuak yang berbeda dan khas,
mengarahkannya pada pembentukan spesies bahkan subgenus baru, atau bisa
diusulkan sebagai spesies ke-148 anggota Filum Sipuncula yang telah
teridentifikasi jelas. Ciri khas biota ini secara anatomis yaitu: saluran ususnya
tanpa belokan pasca-kerongkongan; dan juga tidak memiliki sepasang otot
protraktor, tidak seperti pada anggota genus Xenosiphon lainnya.
Penangkapan kekuak oleh masyarakat setempat di Bangka-Belitung
terutama untuk tujuan pangan komersial, menggunakan tiga jenis alat tangkap,
yaitu cucok (alat tangkap warisan dari leluhur), rangkang dan serampang (alat
tangkap temuan warga setempat), ketiganya dinilai masih tergolong jenis alat
tangkap tradisional.
Teknik tangkapnya yaitu nyucok, ngerangkang dan
nyerampang, semuanya tergolong metode pengambilan dengan pelukaan.
Kegiatan penangkapan kekuak yang mengoperasikan ketiga jenis alat tangkap

dengan teknik tangkap masing-masing dinilai masih ramah lingkungan.
Kebijakan adat setempat (pemali ngesik dalam kegiatan nyucok dan
kawasan „pengopongan timah‟) dan pola-pola khas dalam penangkapan komersial
(pola musim dan waktu tangkap, serta pola zonasi dan pindah lokasi tangkap)
berperan menjamin keseimbangan populasi kekuak di habitatnya dan kelestarian
pemanfaatannya oleh masyarakat setempat. Warga masyarakat setempat juga
berjasa menjaga pengetahuan teknis terkait pemanfaatan kekuak sebagai warisan
dan tradisi leluhur. Mereka pun berperan membuat inovasi terkait penangkapan,
menguji, dan mengadaptasikannya di lingkungan sekitar mereka demi
keberlanjutan pemanfaatan kekuak.
Masyarakat Bangka-Belitung menggunakan kekuak sebagai bahan umpan
dan pangan. Awalnya kekuak merupakan pangan indigenus etnik Seka‟, kemudian
pangan subsisten etnik Melayu, dan akhirnya menjadi pangan istimewa etnik
Tionghoa yang bernilai ekonomis (komersial). Berdasarkan pengetahuan lokal
(emik) yang dikaji di sini dan dikonfirmasi secara etik (ilmu), kekuak adalah
umpan alami yang bermutu dan potensial dikembangkan sebagai umpan alami
komersial penunjang kegiatan memancing profesional ataupun rekreasional,
sekaligus sebagai sumber pendapatan potensial bagi nelayan. Selain itu kekuak
merupakan bahan pangan khas yang halal, lezat dan bergizi, sejauh ini aman
dikonsumsi serta potensial dikembangkan melalui diversifikasi produknya dengan

berbagai gagasan kreatif demi peningkatan nilai ekonomisnya, memperpanjang
rantai pemanfaatan, membuka lapangan kerja baru dan menambah pendapatan
keluarga nelayan dan para penangkap kekuak.
Kekuak panggang kelup adalah kuliner kekuak khas Pebuar yang unik dan
inspiratif, memunculkan beberapa gagasan baru pada penelitian ini seperti kekuak
sebagai casing sosis edibel untuk dipanggang ataupun digoreng. Kekuak basah
atau kering yang digoreng tepung bisa menutupi bentuk aslinya yang kurang
menarik. Kekuak kering yang dipotong-potong pendek membuatnya lebih mudah
untuk diolah, dikemas, disimpan, dibawa serta lebih menarik dan mudah pula
untuk dinikmati.
Kata kunci: kekuak, etnobiologi, etnoteknologi, pemanfaatan, masyarakat lokal,
Kepulauan Bangka-Belitung