Tingkat Prevalensi Escherichia coli Dalam Daging Ayam Beku Yang Dilalulintaskan Melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak

i

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Tingkat Prevalensi Escherichia
coli dalam Daging Ayam Beku yang Dilalulintaskan melalui Pelabuhan
Penyeberangan Merak adalah karya sendiri dengan arahan dari dosen pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2011
Galuh Indro Dewantoro
NIM B04062450

iii

Tingkat Prevalensi Escherichia coli dalam
Daging Ayam Beku yang Dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan
Merak. Dibimbing oleh
dan
.

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat prevalensi
cemaran Escherichia coli pada daging ayam beku yang dilalulintaskan melalui
pelabuhan penyeberangan Merak. Sampel daging ayam beku yang diambil, yaitu
sebanyak 16 sampel dari DKI Jakarta, 11 sampel dari Bekasi, 8 sampel dari
Bogor, dan 18 sampel dari Serang. Hasil rataan jumlah cemaran E. coli pada
daging ayam beku menunjukkan dari DKI Jakarta (0.43x101+0.28x101 MPN/g),
Bekasi (10.4x101+33.04x101 MPN/g), Bogor (0.28x101+0.23x101 MPN/g), dan
Serang (6.72x101+25.79x101 MPN/g). Berdasarkan hasil uji analisis data dengan
ANOVA menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05) dari keempat
daerah tersebut. Kesimpulan dalam penelitian bahwa rataan jumlah cemaran
E. coli pada daging ayam beku yang berasal dari Bekasi dan Serang melebihi
batas maksimum cemaran mikroba yang diperbolehkan dalam SNI 019738892009
(1x101 MPN/g), sedangkan dari DKI Jakarta dan Bogor di bawah batas
maksimum cemaran mikroba. Tingkat prevalensi cemaran E. coli daging ayam
beku dari DKI Jakarta, Serang, Bekasi, dan Bogor secara berturut9turut adalah
31.25%, 27.78%, 27.27%, dan 12.50%.
Kata kunci : Escherichia coli, daging ayam beku, pelabuhan penyeberangan
Merak.

. Study on Prevalence of Escherichia coli in

Frozen Chicken Meat which was Transported through Merak Port. Under
direction of
and
.
The aimed of this study was to determine prevalence of Escherichia coli in
frozen chicken meat transported through Merak port. The samples were taken
from DKI Jakarta (16 samples), Bekasi (11 samples), Bogor (8 samples), and
Serang (18 samples). The average number of E. coli in frozen chicken meat
from DKI Jakarta was 0.43x101±0.28x101 MPN/g, Bekasi was
10.4x101±33.04x101 MPN/g, Bogor was 0.28x101±0.23x101 MPN/g, and Serang
was 6.72x101±25.79x101 MPN/g. Based on the result of ANOVA, the four areas
had no significance in diferrence (p>0.05). The conclusion of this study showed
that the average number of E. coli from Bekasi and Serang were over the
maximum limit of microbial contamination as permitted by SNI 019738892009
(1x101 MPN/g), whereas DKI Jakarta and Bogor were under the maximum
limit. The prevalence of E. coli in frozen chicken meat from DKI Jakarta was
31.25%, Serang 27.78%, Bekasi 27.27%, and Bogor 12.50%.
Keywords: Escherichia coli, frozen chicken meat, Merak port.

v


© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang9Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

vii

Judul


: Tingkat Prevalensi Escherichia coli dalam Daging Ayam
Beku
yang
Dilalulintaskan
melalui
Pelabuhan
Penyeberangan Merak
: Galuh Indro Dewantoro
: B04062450

Mahasiswa
NIM

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Pembimbing I

Pembimbing II


drh. Trioso Purnawarman, M.Si

drh. Titiek Sunartatie, MS

NIP. 19621005 198803 1 003

NIP. 19620806 198703 2 001

Diketahui,
Wakil Dekan FKH IPB

Dr. Nastiti Kusumorini
NIP. 19621205 198703 2 001

Tanggal Lulus:

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat
dan hidayah9Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini mengambil
judul Tingkat Prevalensi Escherichia coli dalam Daging Ayam Beku yang
Dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak. Skripsi ini disusun

sebagai salah satu syarat guna menyelesaikan studi Program Sarjana Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Dengan tersusunnya skripsi ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing hingga skripsi ini
selesai disusun. Ucapan terima kasih ini tidak lupa disampaikan juga kepada:
1.

Kedua orang tua atas kasih sayang, dukungan dan perhatiannya kepada
penulis.

2.

drh. Trioso Purnawarman, M.Si dan drh. Titiek Sunartatie, MS selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya dalam memberikan
bimbingan dan arahannya kepada penulis dalam menulis skripsi.

3.

drh. Usamah Afiff, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah
banyak membantu penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan program

sarjana.

4.

drh. Melani Wahyu Adingsih, M.Si atas kesempatan yang diberikan kepada
penulis untuk ikut melakukan penelitian.

5.

Dr. Nastiti Kusumorini dan drh. Dewi Ratih Agungpriyono, Ph.D, APVet.
sebagai penguji yang telah banyak memberikan masukan sehingga skripsi ini
dapat menjadi lebih baik.

6.

Teman9teman Aesculapius dan Gianuzzi yang telah memberikan banyak
bantuan baik materil maupun non9materil.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna

sehingga penulis terbuka terhadap saran dan kritik yang diberikan. Semoga skripsi

ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2011
Penulis

ix

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 September 1988 dari pasangan
Sentot Margono dan Iyah Nihayah. Penulis merupakan putra ketiga dari lima
bersaudara.
Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan sekolah dasar pada tahun 2000 di
SD Negeri 011 Pagi Pejaten Timur dan melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri
227 Pejaten Barat hingga lulus pada tahun 2003. Pendidikan sekolah menengah
umum diselasaikan pada tahun 2006 di SMU Suluh Jakarta. Penulis
berkesempatan melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor (FKH IPB) melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI)
pada tahun 2006.
Semasa menjadi mahasiswa FKH IPB penulis pernah aktif dalam kegiatan
eksternal dan internal kampus, yaitu di Dewan Keluarga Mushola An Nahl, dan
Himpunan Minat dan Profesi Satwaliar, serta mengikuti berbagai kepanitiaan di
dalam dan luar kampus. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Anatomi

Veteriner II angkatan FKH 44 dan 45, serta asisten praktikum Ektoparasit
angkatan FKH 45.

DAFTAR TABEL……………………………………………………………..

xi

DAFTAR GAMBAR………………….………………………………………

xii

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….

xiii

PENDAHULUAN…………………………………………………………….

1

Latar Belakang………….……………………………………………...


1

Tujuan Penelitian.……….........………………......................................

2

Manfaat Penelitian…...………………….………………………….….

2

Hipotesis Penelitian..…..………………..……………………………..

3

TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………

4

Daging Ayam…………..………………………………………………


4

Aspek Mikrobiologis Daging Ayam………………………….……….

4

Tingkat Prevalensi..................................................................................

5

Escherichia coli………………………………………………………..

7

Colibacillosis pada ayam........................................................................

10

BAHAN DAN METODE…………………………………………................

11

Waktu dan Tempat Penelitian………….………………………………

11

Disain Penelitian………………………...…………….………………

11

Alat9alat Penelitian…………………………………………………….

12

Bahan9bahan Penelitian………………….…………………….............

12

Metode Pengujian Escherichia coli……………………………………

12

Preparasi sampel.....................................................................................

12

Uji Dugaan……………………………………………………………..

13

Uji Penegasan Escherichia coli………….…………..………………...

13

Uji Biokimia…………………………………………………………...

14

Interpretasi…………………….……….…………………………..…..

15

Analisis Data…………………………………………………………..

15

HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………….

16

SIMPULAN DAN SARAN…………………………………………………..

24

DAFTAR PUSTAKA….……………………………………………………...

25

LAMPIRAN……………………………………………………………...........

28

xi

Spesifikasi persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba pada
daging ayam……………………………………………….…………..

6

2

Hasil reaksi IMViC…………………………….……………………...

15

3

Rataan jumlah dan log rataan jumlah E. coli pada daging ayam beku
dari tiap daerah asal...............................................................................

16

1

4

Tingkat prevalensi cemaran E. coli pada daging ayam beku dari tiap
daerah asal..............................................................................................

17

1

Escherichia coli dilihat dengan mikroskop elektron…………………..

8

2

Diagram batang log rataan jumlah E. coli dari tiap daerah
asal...........................……………………………………………………

17

Tingkat prevalensi cemaran E. coli pada daging ayam beku dari tiap
daerah asal……………………………………………………………...

18

3

xiii

1

Hasil analysis of variant (ANOVA)..…..................................................

29

2

Tabel APM tiga tabung dengan selang kepercayaan 95%.......................

30

! " #

$

Perkembangan peternakan ayam di Indonesia saat ini semakin meningkat,
hal tersebut dibuktikan dengan tingginya jumlah peternak ayam potong maupun
petelur di pulau Jawa. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya
peningkatan jumlah peternakan ayam adalah adanya peningkatan permintaan
daging ayam. Daging ayam merupakan salah satu produk hewani yang banyak
diminati oleh masyarakat karena rasanya enak, lebih mudah diolah menjadi menu
makanan dan harganya lebih murah dibandingkan daging sapi.
Permintaan pangan hewani (daging, telur, dan susu) dari waktu ke waktu
cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, perkembangan
ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran akan gizi, dan perbaikan
pendidikan masyarakat (Djaafar dan Rahayu 2007). Saat ini konsumsi daging
nasional didominasi oleh karkas atau daging ayam. Konsumsi daging ayam
diproyeksikan meningkat sebanyak 2.14% per tahun, dibandingkan dengan daging
sapi yang hanya meningkat 2.02% per tahun dalam periode 200992014 (Reni et al.
2009).
Peningkatan permintaan daging ayam berdampak pada kasus penyebaran
penyakit yang berasal dari pangan asal hewan ke manusia atau foodborne disease.
Salah satu faktor terjadinya penyebaran penyakit melalui daging ayam karena
suatu perdagangan antar wilayah atau daerah. Terkait hal tersebut, pelabuhan
penyeberangan berperan dalam peredaran daging ayam antar pulau, sehingga
keberadaan Balai Karantina Pertanian di pelabuhan sangat penting. Pelabuhan
penyeberangan Merak merupakan salah satu pelabuhan di pulau Jawa. Pasokan
daging ayam yang didistribusikan melalui pelabuhan penyeberangan Merak
sebagian besar berasal dari Jakarta, Bogor, Serang dan Bekasi (Anonimus 2009a).
Jawa Barat merupakan daerah pemasok daging ayam terbesar di Indonesia
(Bappenas 2010).
Untuk mendapatkan suatu daging ayam dan produk olahannya yang
berkualitas maka harus memenuhi persyaratan kualitas produk unggas yang
ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional. Salah satu persyaratan kualitas

xv
2

produk unggas adalah bebas mikroba patogen seperti Salmonella sp., dan
Campylobacter sp., sedangkan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus tidak
boleh melebihi batas maksimum cemaran mikroba pada daging ayam (SNI 2009).
Banyak kasus penyakit (foodborne diseases) diakibatkan oleh cemaran
mikroba patogen pada daging ayam maupun produk olahannya. Daging ayam
merupakan media yang baik untuk perkembangan bakteri. Bakteri dikatakan
bersifat patogen jika bakteri dapat menimbulkan berbagai penyakit dan
menyebabkan daging cepat busuk (Lukman et al. 2009).
Terjadinya pencemaran mikroba patogen pada daging ayam disebabkan oleh
berbagai faktor, seperti sanitasi yang buruk di peternakan, rumah potong unggas
atau

tempat

pengolahan

daging.

Daging

ayam

dapat

terkontaminasi

mikroorganisme merugikan akibat menggunakan air dari sanitasi yang buruk
untuk proses pengelolaan maupun produksi daging ayam (Nugroho 2005).
Sanitasi yang buruk dapat ditandai dengan keberadaan bakteri indikator, seperti
Escherichia coli. E. coli merupakan mikroflora normal yang terdapat di saluran
pencernaan dan keberadaannya sering ditemukan dalam air akibat kontaminasi
feses hewan atau manusia (Kornacki dan Johnson 2001).
Salah satu penyebab foodborne disease adalah Escherichia coli. E. coli
serogrup O157:H7 dapat menghasilkan verocytotoxin yang menyebabkan diare
dan hemorrhagic colitis, serta terkadang menyebabkan hemolytic uremic
syndrome (HUS). Keberadaan E. coli pada daging ayam dapat menyebabkan
kekhawatiran masyarakat akan bahayanya jika mengkonsumsi daging ayam.
%&%

" "''
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat prevalensi cemaran

Escherichia coli di atas batas maksimum cemaran mikroba pada daging ayam
beku yang dilalulintaskan melalui pelabuhan penyeberangan Merak.
(

" "''
Hasil

penelitian

ini

diharapkan

dapat

digunakan

sebagai

bahan

pertimbangan dalam penanganan daging ayam beku yang baik di rumah potong
unggas (RPU).

3
')* "+'+ " " ' '
Jumlah Escherichia coli pada daging ayam beku yang dilalulintaskan
melalui pelabuhan penyeberangan Merak di bawah batas maksimum cemaran
mikroba di dalam pangan asal hewan.

xvii

,
$' $ Karkas ayam adalah bobot tubuh ayam setelah dipotong dikurangi kepala,
kaki, darah, bulu serta organ dalam. Persentase bagian yang dipisahkan sebelum
menjadi karkas adalah hati dan jantung 1.50%, tembolok 1.50%, paru9paru 0.90%,
usus 8%, leher atau kepala 5.60%, darah 3.50%, kaki 3.90%, bulu 6%, karkas
60.10%, serta air 9%. Bobot karkas yang telah dipisahkan dari bulu, kaki, leher
atau kepala, organ dalam, ekor (kelenjar minyak), yaitu sekitar 75% dari bobot
hidup ayam (Abubakar 2003).
Kualifikasi karkas ayam didasarkan atas tingkat keempukan dagingnya.
Ayam berdaging empuk, yaitu ayam yang daging karkasnya lunak, lentur, dan
kulitnya bertekstur halus. Ayam dengan keempukan daging keras umumnya
mempunyai umur yang relatif tua dan kulitnya kasar. Kelas ini meliputi stag,
ayam jantan berumur kurang dari 10 bulan (Soeparno 1994).
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 019392492009 tentang Mutu
Karkas dan Daging Ayam, kualitas karkas yang baik (mutu I) adalah yang
konformasinya sempurna, perdagingan tebal, perlemakan banyak, keutuhan cukup
baik dan sempurna, serta bebas dari memar dan bulu jarum. Karkas dibedakan
menjadi tiga, yaitu karkas segar, karkas segar dingin, dan karkas beku.
Karkas segar adalah karkas yang diperoleh tidak lebih dari 4 jam setelah
proses pemotongan dan tidak mengalami perlakuan lebih lanjut. Karkas segar
dingin adalah karkas segar yang didinginkan setelah proses pemotongan sehingga
temperatur bagian dalam daging (internal temperature) antara 0 oC dan 4 oC.
Karkas beku adalah karkas segar yang telah mengalami proses pembekuan di
dalam blast freezer dengan temperatur bagian dalam daging minimum 912 oC.
+)"#

'#!*.'* *$'+

$' $ -

Peran mikroorganisme dalam pangan dapat bersifat menguntungkan
maupun merugikan. Mikroorganisme yang menguntungkan berperan sebagai
mikroorganisme fermentatif pada makanan. Mikroorganisme yang merugikan
berperan sebagai penyebab penyakit melalui pangan ke manusia atau yang disebut
foodborne disease.

5
Mikroorganisme yang mengkontaminasi bahan pangan dapat menyebabkan
kerusakan bahan pangan tersebut. Kerusakan daging ayam secara biologis banyak
diakibatkan oleh adanya pertumbuhan mikroorganisme yang berasal dari ternak,
pencemaran dari lingkungan baik pada saat proses pemotongan, penyimpanan,
maupun pemasaran. Pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme dipengaruhi oleh
faktor suhu penyimpanan, waktu, tersedianya oksigen, dan kadar air pada daging
(Rahardjo dan Santoso 2005).
Kontaminasi

awal

bakteri

pada

daging

ayam

diakibatkan

dari

mikroorganisme yang masuk ke pembuluh darah bila pisau yang digunakan untuk
penyembelihan tidak steril. Kontaminasi pada permukaan daging ayam dapat
terjadi selama penyembelihan, pemrosesan, penyimpanan, dan distribusi atau
pengangkutan daging. Menurut Jay et al. (2005), banyaknya kejadian kontaminasi
bakteri pada daging ayam terjadi pada saat pemotongan, pengepakan,
pendistribusian dan pengolahan produk asal hewan. Kontaminasi juga dapat
terjadi akibat sanitasi yang kurang baik di peternakan, tempat pemotongan
maupun tempat pengolahan daging ayam. Pemakaian air dari sanitasi yang kurang
baik

dalam

proses

pemotongan,

pengolahan,

dan

penyimpanan

dapat

meningkatkan jumlah cemaran mikroba di dalam daging ayam.
Beberapa mikroorganisme penyebab penyakit yang berasal dari daging
ayam

(foodborne

disease),

antara

lain:

Escherichia

coli,

Salmonella,

Staphylococcus aureus, Camphylobacter sp., dan Clostridium botulinum. Standar
Nasional Indonesia (SNI) 019738892009 tahun 2009 menyebutkan spesifikasi
persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba pada daging ayam seperti
terlihat dalam Tabel 1.
' $#

!"/ " +'

Tingkat prevalensi menunjukkan jumlah penderita (kasus) dalam lingkup
populasi tertentu dalam satuan waktu tertentu misalnya setahun. Pengertian
prevalensi dekat dengan insidensi. Insidensi adalah kasus baru dalam lingkup
populasi tertentu dalam satuan waktu tertentu. Kedua konsep tersebut selalu
dipakai bersama9sama, konsep prevalensi dipakai sebagai dasar terapi kuratif,
sedangkan insidensi lebih cenderung sebagai dasar upaya
(Hardjodisastro 2006).

pencegahan

xix
6

Tabel 1 Spesifikasi persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba pada
daging ayam
Jenis Cemaran Mikroba
a. Jumlah Total Kuman
(Total Plate Count)
b. Coliform
c. Escherichia coli
d. Enterococci
e. Staphylococcus aureus
f. Clostridium sp.
g. Salmonella sp.
h. Camphylobacter sp.
i. Listeria sp.
Sumber: SNI 019738892009

Batas Maksimum Cemaran Mikroba (cfu/g)
Daging Ayam
Daging Ayam Tanpa
Segar/Beku
Tulang
1x106
1x106
1x102
1x101
1x102
1x102
0
0
0
0

1x102
1x101
1x102
1x102
0
0
0
0

Menurut Thrusfield (2005), tingkat prevalensi adalah jumlah suatu penyakit
yang berada di dalam suatu populasi pada waktu tertentu tanpa membedakan
kasus baru atau lama. Tingkat prevalensi (P) dapat ditentukan dengan rumus
sebagai berikut :
P=

Jumlah individu terkena penyakit pada waktu tertentu
Jumlah individu yang berisiko dalam populasi pada waktu tertentu

x 100%

Tingkat prevalensi cemaran Escherichia coli pada daging ayam dapat
diartikan jumlah sampel daging ayam positif E. coli berbanding dengan total
sampel daging ayam dari tiap daerah asal sampel pada waktu tertentu. Sampel
daging ayam positif E. coli, yaitu sampel daging ayam yang memiliki cemaran
E. coli >1x101 MPN/g.

Tingkat prevalensi cemaran E. coli (P E. coli) dapat ditentukan dengan rumus:
P E. coli =

Jumlah sampel daging ayam positif E. coli
x 100%
Total sampel daging ayam dari tiap daerah asal pada waktu tertentu

Tingkat prevalensi E. coli pada daging ayam beku dapat diasumsikan
sebesar 3.4% (Thrusfield 2005).

7

Escherichia coli merupakan mikroba yang termasuk dalam kelompok
Enterobacteriaceae.

Karakteristik

bakteri

ini

adalah

batang

pendek

(0.591.0x1.093.0 Im), motil (adanya flagela yang merata di seluruh permukaan
sel), bersifat Gram negatif, anaerobik fakultatif, oksidase negatif, katalase positif,
tidak membentuk spora, dan dapat memfermentasikan glukosa (Pelczar dan Chan
2007).
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif yang dapat tumbuh
dengan baik pada makanan. E. coli dapat tumbuh pada suhu rendah (92 oC) dan
suhu tinggi (50 oC). Bakteri ini tumbuh sangat lambat di dalam makanan pada
suhu 5 oC. Namun, ada laporan yang menyatakan bahwa bakteri ini dapat tumbuh
dengan baik pada suhu 396 oC. E. coli juga dapat tumbuh dengan baik pada media
yang mengandung karbon organik (glukosa), sumber nitrogen (NH4)2SO4, dan
mineral lainnya. Bakteri ini dapat ditumbuhkan atau dikultur pada media nutrient
agar. Dalam waktu 12916 jam dengan suhu 37 oC, bakteri ini dapat membentuk
koloni pada nutrient agar (Jay et al. 2005).
Escherichia coli merupakan mikroorganisme indikator yang digunakan
sebagai alat ukur pencemaran fekal. E. coli adalah indikator yang paling spesifik
untuk menilai cemaran fekal dan merupakan golongan Coliform yang paling
sering ditemukan pada karkas unggas (Mead 2003).
Bakteri Escherichia coli pada daging ayam dapat dibagi menjadi dua
golongan yaitu patogen dan non9patogen. Golongan non9patogen dapat
menyebabkan pembusukan pada pangan asal hewan, sedangkan golongan patogen
dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Toksin dari E. coli patogen yang
dapat dijumpai pada daging ayam adalah verocytotoxin E. coli (VTEC), yang
dapat menyebabkan diare dan hemorrhagic colitis dan kadang9kadang
menyebabkan hemolytic uremic syndrome (HUS) pada manusia. Salah satu VTEC
penyebab wabah penyakit yang ditularkan melalui makanan yang utama adalah
serogrup O157:H7 (Cox 2005).

xxi
8

Gambar 1 Escherichia coli dilihat dengan mikroskop elektron
Anonimus (2009b).
Menurut Lay dan Hastowo (1992), mikroba patogen lainnya yang
menyebabkan enteritis selain Escherichia coli, adalah Salmonella, Shigella dan
Yersinia. E. coli tidak dapat menyebabkan kesakitan fatal pada gastrointestinal,
namun pada beberapa grup E. coli dapat menyebabkan diare dan kehilangan
peristaltik usus. E. coli menginfeksi inangnya melalui saluran pencernaan dan
beberapa infeksi bersifat endogenous. E. coli dapat menghasilkan enterotoksin
yang berperan dalam diare. Bakteri ini ditemukan pada berbagai infeksi pada
hewan maupun manusia sebagai agen primer maupun agen sekunder.
Escherichia coli dapat diklasifikasikan berdasarkan perbedaan antigen
(serotipe) dan faktor virulensi (virotipe). Komponen permukaan E. coli dibentuk
berdasarkan sistem klasifikasi serologi, yaitu antigen kapsular (K), antigen
somatik (O) pada bagian lipopolisakarida dan antigen flagela (H, ‘Hauch’ dalam
bahasa Jerman yang berarti flagela). Identifikasi antigen O merupakan galur
serogrup dan kombinasi antigen O dengan antigen H merupakan serotipe.
Dua galur diidentifikasi sebagai O157:H7 dan O157:H19, yaitu bereaksi dengan
antibodi anti9O dan serogrup yang sama tetapi bereaksi dengan antibodi anti9H
dan serotipe yang berbeda.
Karakteristik

sistem

virotipe

dibentuk

berdasarkan

pada

susunan

penempelan bakteri pada sel inang, efek penempelan pada sel inang, produksi
toksin dan invasi. Escherichia coli penyebab diare dapat diklasifikasikan menjadi
enam virotipe, yaitu enterotoxigenic E. coli (ETEC), enteroaggregative E. coli
(EAEC), enteropathogenic E. coli (EPEC), enterohemorrhagic E. coli (EHEC),
enteroinvasive E. coli (EIEC), dan diffusely adherent E. coli (DAEC) (Meng
et al. 2001).

9

ETEC menyerupai Vibrio cholera yang aktif melekat pada mukosa usus
kecil melalui permukaan fimbriae (pili tipe 1 dan antigen faktor kolonisasi) dan
memproduksi satu atau dua enterotoksin, yaitu heat+labile toxin (LT) dan
heat+stable toxin (ST). Enterotoksin bekerja pada sel mukosa usus yang dapat
menyebabkan diare. ETEC sering menyebabkan diare yang fatal pada bayi di
negara9negara berkembang. Galur Escherichia coli ini biasanya dapat diisolasi
keberadaannya pada makanan dan air minum.
EAEC dapat menyebabkan diare yang persisten dan umumnya menyerang
anak9anak. EAEC merupakan galur Escherichia coli yang tidak menghasilkan
sekresi enterotoksin LT atau ST dan menempel pada sel Hep92 di dalam pola
penempelan agregatif. Gejala yang ditampilkan akibat infeksi EAEC adalah
muntah dan diare persisten. Umumnya galur ini diisolasi pada daging.
EPEC dapat menyebabkan diare parah pada anak9anak terutama bayi.
Patogenisitas dari galur

ini terletak pada mukosa usus dan menyebabkan

kerusakan susunan aktin sel inang. Transmisi penularan EPEC melalui rute fekal9
oral akibat tangan yang terkontaminasi atau makanan yang terkontaminasi.
EHEC dapat menyebabkan HUS, sindrom tersebut menyerupai sindrom
akibat Shigella dysenteriae yang menginfeksi anak9anak. EHEC hampir sama
dengan EPEC, hanya saja EHEC dapat menghasilkan satu atau dua Shiga toxin.
EHEC umumnya terdapat pada serotipe O157:H7 yang merupakan foodborne
pathogen. Pada manusia dapat menyebabkan hemorrhagic colitis dan HUS akibat
mengkonsumsi daging yang terkontaminasi EHEC dan dimasak kurang matang.
EIEC berdasarkan biokimia, genetik, dan patogenesitasnya menyerupai
Shigella spp., tetapi EIEC tidak menghasilkan Shiga toxin. Infeksi EIEC
umumnya menyebabkan diare encer. Beberapa kasus ditemukan dapat
menyebabkan disentri dan HUS pada manusia. Infeksi EIEC bersifat foodborne
dan waterborne infection. Gejala yang ditimbulkan umumnya diare encer dan
demam.
DAEC menyebabkan diare pada anak9anak. Galur ini memiliki karekteristik
dengan pola penempelan dan penyebaran pada sel Hep92 dan HeLa. Patogenesitas
galur DAEC masih belum diketahui sampai saat ini. DAEC tidak menghasilkan

xxiii
10

heat+labile toxin atau heat+stable toxin atau Shiga toxin. Sampai saat ini, belum
ada kasus DAEC pada makanan yang dilaporkan (Meng et al. 2001).
* '. 0' *+'+ ) 1

-

Keberadaan Escherichia coli pada daging ayam dapat berasal dari
peternakan ayam dan rumah potong unggas (RPU). E. coli pada daging ayam
yang berasal dari peternakan ayam dikarenakan adanya penyakit colibacillosis
pada ayam semasa hidupnya (Dirjen Peternakan 1982).
Colibacillosis umumnya dianggap sebagai penyebab berbagai masalah
kesehatan unggas. Bakteri Escherichia coli biasanya terdapat dalam jaringan
atau saluran pernapasan ayam yang sakit. Colibacillosis menyerang ayam semua
umur, kebanyakan dilaporkan terjadi pada ayam yang dipelihara dalam keadaan
sanitasi yang sangat rendah. Bakteri E. coli akan melimpah pada air yang
kualitasnya kurang baik, terutama setelah turunnya hujan. Angka kematian bisa
mencapai 10% dan akan lebih besar lagi apabila disertai infeksi lain yang
mengikutinya, seperti: Newcastle Disease (ND), Mycoplasma gallisepticum atau
Infectious Bronchitis (IB) (Anonimus 2010a).
Kematian anak ayam dapat terjadi sampai umur tiga minggu dengan gejala
omphalitis, oedema, dan jaringan sekitar umbikal menjadi lembek. Colibacillosis
pada ayam pedaging muda (192 minggu) menyebabkan gangguan pernafasan
disertai bersin, anemia, dan kekurusan atau ayam ditemukan dalam keadaan mati
(Dirjen Peternakan 1982).
Lesio patologi akibat colibacillosis yang ditemukan pada saat pemeriksaan
postmortem di RPU, dapat berupa airsacculitis, pericarditis, perihepatitis,
kebengkakan pada hati dan limpa, peritonitis, salpingitis, dan enteritis. Umumnya
kejadian penyakit akibat Escherichia coli bersifat sekunder yang terjadi karena
adanya penyakit primer; seperti penyakit akibat virus dan penyakit9penyakit yang
bersifat imunosupresif (Anonimus 2010b).
Keberadaan Escherichia coli pada daging ayam yang berasal dari RPU
disebabkan karena penanganan yang kurang baik pada saat eviserasi (pengeluaran
jeroan), masalah sanitasi dan higiene. Akibat penanganan yang salah saat eviserasi
menyebabkan isi saluran pencernaan mencemari daging ayam (Nugroho 2005).

# %1

" )

" "''

Penelitian ini dilakukan dari bulan September sampai November 2008.
Tempat penelitian dilakukan di Bagian Mikrobiologi Medik Departemen Ilmu
Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner (IPHK), Fakultas
Kedokteran Hewan9Institut Pertanian Bogor.
'+ '

" "''
Bahan penelitian berupa daging ayam beku yang dilalulintaskan melalui

pelabuhan penyeberangan Merak pada Balai Karantina Pertanian Kelas II
Cilegon9Banten. Daging ayam diambil secara rutin dua kali per minggu. Sampel
tersebut dibawa ke Bagian Mikrobiologi Medik Departemen IPHK Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor untuk dilakukan pengujian kuman
Escherichia coli.
Menurut Thursfield (2005), jumlah sampel daging yang diperlukan untuk
pengujian kuman Escherichia coli ditentukan dengan menggunakan rumus :
n = 4PQ
L2
Keterangan:
n = besaran sampel
P = asumsi prevalensi
Q = (19P)
L = galat yang diinginkan
Dengan tingkat konfidensi 95% dan galat yang diinginkan 0.05 serta asumsi
prevalensi untuk Escherichia coli 3.4% (Thursfield 2005), maka didapat:
n = 4 x 0,034 x 0,966
(0.05)2
= 53 sampel
Sampel daging ayam beku yang tersedia sebanyak 53 sampel. Sampel
tersebut dibagi berdasarkan tiap daerah asal sampel, yaitu DKI Jakarta sebanyak
16 sampel, Bekasi 11 sampel, Bogor 8 sampel, dan Serang 18 sampel.

xxv
12

2

" "''
Alat9alat yang dipakai dalam penelitian ini yaitu cawan petri, pipet

volumetrik (1 ml, 5 ml, 10 ml, 20 ml), tabung reaksi steril, erlenmeyer, plastik
timbang steril, gunting stainless, inkubator 36±1 oC, stomacher, penangas air,
pinset, ose, bunsen, pH meter, timbangan, vortex mixer, autoclave, refrigerator,
dan freezer.
3

2. 3

" "''

Bahan9bahan yang digunakan berupa sampel daging ayam beku, buffered
peptone water (BPW) 0.1%, lauryl trypthose broth (LTB), Escherichia coli broth
(EC broth), levine eosin methylen blue (L9EMB) agar, plate count agar (PCA),
simmons citrate agar (SCA), urea broth, indikator methyl red, sulphite indol
motility (SIM) medium, methyl red+voges proskauer (MR9VP) broth, reagen
Kovac’s, α+naphtol, KOH 40%, kapas, dan alkohol 70%.
" *1" " $%&'
Metode pengujian Escherichia coli yang digunakan dalam penelitian ini
adalah uji kuantitatif yang mengacu kepada Bacteriological Analytical Manual,
Food and Drug Administration, AOAC International (BAM 2006) dan
SNI 019289792008 tentang metode pengujian cemaran mikroba dalam daging,
telur, dan susu, serta hasil olahannya (SNI 2008).
!' +')
Escherichia coli merupakan bakteri Coliform yang termasuk dalam bakteri
Gram negatif, aerob sampai fakultatif anaerob, yang dapat memfermentasikan
laktosa dengan menghasilkan asam dan gas pada suhu 36±1 oC selama 48 jam.
!") ! +'

)"

Daging ayam beku yang akan diuji di9thawing terlebih dahulu di dalam
kotak es dengan suhu ±4 oC hingga lunak. Kemudian, sampel daging ayam
sebanyak 25 gram dikoleksi dengan cara memotong bagian dada ayam
menggunakan gunting stainless dengan kedalaman 0.591.0 cm dari permukaan
daging ayam (Lukman 2010a).

13

!

"!&

&' %$

4

Sebanyak 25 gram sampel ditimbang secara aseptik, kemudian dimasukkan ke
dalam plastik steril. Ditambahkan 225 ml larutan BPW 0.1% dan di9stomacher
selama 192 menit dengan kecepatan 230 rpm. Hasil stomacher berupa suspensi
yang merupakan pengenceran 1091.
Sebanyak 1 ml suspensi dari pengenceran 1091 dipindahkan dengan pipet steril
ke dalam larutan 9 ml BPW 0.1% untuk mendapatkan pengenceran 1092.
Pengenceran 1093 didapatkan dari 1 ml suspensi pengenceran 1092 dipindahkan
dengan pipet steril ke dalam larutan 9 ml BPW 0.1%.
Sebanyak 1 ml suspensi pengenceran diambil dengan pipet steril dari setiap
pengenceran 1091, 1092, dan 1093. Dimasukkan ke dalam tabung LTB yang
berisi tabung durham. Setiap pengenceran dimasukkan ke dalam 3 tabung
LTB (triplo).
Ke99 tabung diinkubasikan pada suhu 35 oC selama 48±2 jam.
Hasil positif ditunjukkan dengan adanya gas di dalam tabung durham.
&' " "$ +

4

Biakan positif pada uji pendugaan dipindahkan dengan menggunakan ose dari
setiap tabung LTB ke dalam tabung EC broth yang berisi tabung durham.
Kemudian tabung EC broth yang telah diinokulasi diinkubasikan pada suhu
45 oC selama 48±2 jam.
Gas yang terbentuk merupakan hasil positif.
Dari tabung EC broth yang positif, dibuat goresan pada agar L9EMB dengan
menggunakan ose berdiameter 3 mm.
Biakan pada agar L9EMB diinkubasikan pada suhu 36±1

o

C selama

18924 jam.
Koloni tersangka diperhatikan yaitu warna hitam/gelap pada bagian pusat
koloni dengan/tanpa warna metalik kehijauan. Koloni tersangka diambil dari
masing9masing agar L9EMB dan dipindahkan ke PCA (agar miring) dengan
menggunakan ose untuk dianalisa dengan uji biokimia.
Agar miring tersebut diinkubasikan pada suhu 36±1 oC selama 18924 jam.

xxvii14

&' '*#' ' 4
&'

1*
Tabung SIM diinokulasikan dengan biakan dari tabung PCA dan
diinkubasikan pada suhu 35±1 oC selama 24±2 jam.
Uji Indol dengan ditambahkan 0.290.3 ml reagen Kovac’s.
Hasil uji positif ditandai dengan adanya cincin merah di permukaan media.
Hasil uji negatif ditandai dengan terbentuknya cincin kuning.

&'

5

6

Biakan dari media PCA diinokulasikan ke tabung yang berisi 10 ml media
MR9VP dan diinkubasikan pada suhu 35±1 oC selama 48±2 jam.
Sebanyak 5 ml MR9VP dipindahkan ke tabung reaksi, ditambahkan 0.6 ml
larutan α+naphtol dan 0.2 ml KOH 40%, kemudian digoyang9goyang sampai
tercampur dan didiamkan.
Hasil uji positif apabila ada warna merah muda eosin dalam waktu 2 jam.
&'
Sebanyak 5 ml media MR9VP diinkubasikan kembali pada suhu
36±1 oC selama 48±2 jam.
Ditambahkan 2 tetes indikator methyl red pada setiap tabung.
Hasil uji positif ditandai dengan adanya warna merah.
Hasil uji negatif ditandai dengan adanya warna kuning.
&'

5

6

Tabung media SCA diinokulasikan dengan biakan dari media PCA dengan
menggunakan ose.
Diinkubasi pada suhu 36±1 oC selama 96 jam.
Penggunaan inokulum terlalu banyak akan menyebabkan nutrien lain terbawa.
Hasil uji positif ditandai dengan perubahan warna media menjadi biru.
Hasil uji negatif ditandai dengan tidak terjadinya perubahan warna media.

15

"!)!" +'
Tabel 2 Hasil reaksi IMViC
')" !$ '+ "
*
1 E. coli spesifik
2 E. coli nonspesifik
3 Typical Intermediate
4 Atypical Intermediate
5 Typical Enterobacter aerogenes
6 Atypical Enterobacter aerogenes
Sumber: SNI 019289792008.

1*
+
9
9
9
9
+

'!
+
+
+
+
9
9

9
9
9
9
+
+

9
9
+
+
+
+

Klarifikasi Escherichia coli apabila :
a. Reaksi IMViC adalah + + 9 9
b. Membentuk gas di LTB pada inkubasi selama 48±2 jam.
c. Pewarnaan Gram menunjukkan Gram negatif, tidak berspora dan
berbentuk batang pendek.
Angka paling mungkin (APM) untuk Escherichia coli ditentukan dengan
menggunakan Tabel APM (lihat lampiran 2) berdasarkan jumlah tabung yang
positif pada tabung EC broth.
'+'+
Data yang dihasilkan dari penelitian ini dianalisis secara deskriptif dan
menggunakan one+way analysis of variant (ANOVA) untuk membandingkan
jumlah Escherichia coli pada daging ayam beku dari tiap daerah asal (Mattjik dan
Sumertajaya 2002).

xxix

Sampel daging ayam beku yang diambil sebagai bahan penelitian berasal
dari daerah DKI Jakarta sebanyak 16 sampel, 11 sampel dari Bekasi, 8 sampel
dari Bogor, dan 18 sampel dari Serang. Sampel diuji terhadap jumlah Escherichia
coli. Hasil pengujian rataan jumlah E. coli pada 53 sampel daging ayam beku dari
keempat daerah pengambilan sampel ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Rataan jumlah dan log rataan jumlah E. coli pada daging ayam beku dari
tiap daerah asal
Jumlah
Rataan jumlah
Log rataan jumlah
Asal daerah
sampel
E. coli (MPN/g)
E. coli (MPN/g)
1
1
DKI Jakarta
16
0.43x10 ±0.28x10
0.63±0.45
Bekasi
11
10.4x101±33.04x101
2.02±2.52
0.45±0.36
Bogor
8
0.28x101±0.23x101
1.83±2.41
Serang
18
6.72x101±25.79x101
Total
53
4.61x101±21.08x101
0.23±0.38
Rataan jumlah Escherichia coli tertinggi pada daging ayam beku berasal
dari daerah Bekasi, yaitu 10.4x101±33.04x101 MPN/g. Rataan jumlah E. coli
terendah berasal dari daerah Bogor, yaitu 0.28x101±0.23x101 MPN/g. Menurut
SNI 019738892009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan,
bahwa batas maksimum cemaran mikroba (BMCM) E. coli yang diperbolehkan
ada pada daging ayam beku adalah kurang dari 1x101 MPN/g. Rataan
jumlah

E.

coli

1

pada

daging

ayam

1

beku

yang
1

berasal

dari

Bekasi

1

(10.4x10 ±33.04x10 MPN/g) dan Serang (6.72x10 ±25.79x10 MPN/g) memiliki
rataan jumlah E. coli di atas BMCM. Daging ayam beku yang berasal dari DKI
Jakarta (0.43x101±0.28x101 MPN/g) dan Bogor (0.28x101±0.23x101 MPN/g)
memiliki rataan jumlah E. coli di bawah BMCM E. coli. Namun, rataan jumlah
E. coli dari keempat daerah asal pengambilan sampel (total sampel) berada di atas
BMCM E. coli yang diperbolehkan ada pada daging ayam beku.
Berdasarkan hasil uji ANOVA menunjukkan tidak ada perbedaan yang
nyata (p>0.05) dari keempat daerah pengambilan sampel. Hal tersebut
menunjukkan, bahwa daerah pengambilan sampel daging ayam beku bukan
merupakan

faktor

yang

menyebabkan

terjadinya

kontaminasi

cemaran

17

Escherichia coli, tetapi terdapat faktor lainnya, misalnya masalah sanitasi dan
higiene daging ayam.
Untuk lebih jelas melihat daerah asal pengambilan sampel daging ayam
beku yang memiliki rataan jumlah Escherichia coli melebihi BMCM dan daerah
asal yang memiliki rataan jumlah E. coli di bawah BMCM, maka ditampilkan

Log rataan jumlah E. coli

diagram batang pada Gambar 2.

DKI
Jakarta

Bekasi

Bogor

Serang

Daerah asal
Gambar 2 Diagram batang log rataan jumlah E. coli dari tiap daerah asal.
Tingkat prevalensi cemaran Escherichia coli pada daging ayam beku dari
tiap daerah asal dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 3.
Tabel 4 Tingkat prevalensi cemaran E. coli pada daging ayam beku dari tiap
daerah asal
Asal daerah
Jumlah
Jumlah sampel
Tingkat
sampel
positif
prevalensi(%)
DKI Jakarta
16
5
31.25
Bekasi
11
3
27.27
Bogor
8
1
12.50
Serang
18
5
27.78
Total
53
14
24.70
Keterangan : Menurut SNI 019738892009, sampel positif ditunjukkan jika jumlah
E. coli >1x101 MPN/g.

xxxi18

Secara berurutan tingkat prevalensi cemaran Escherichia coli pada daging
ayam beku dari yang tertinggi hingga terendah, yaitu DKI Jakarta (31.25%),

Tingkat prevalensi cemaran E. coli

Serang (27.78%), Bekasi (27.27%), dan Bogor (12.50%).

DKI Jakarta

Bekasi

Bogor

Serang

Daerah asal
Gambar 3 Tingkat prevalensi cemaran E. coli pada daging ayam beku dari tiap
daerah asal.
Tabel 3 menunjukkan bahwa DKI Jakarta memiliki rataan jumlah
Escherichia coli pada daging ayam di bawah BMCM, akan tetapi pada Tabel 4
menunjukkan DKI Jakarta memiliki tingkat prevalensi tertinggi (31.25%). Hal
tersebut dapat dijelaskan, bahwa faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat
prevalensi pada daging ayam bukan akibat rendah atau tingginya rataan jumlah
E. coli. Faktor yang mempengaruhi tingkat prevalensi adalah banyaknya jumlah
sampel yang positif E. coli (memiliki cemaran >1x101 MPN/g) dibandingkan total
jumlah sampel daging ayam yang diuji.
Hasil penelitian Zhao et al. (2001), menyatakan tingkat prevalensi cemaran
Escherichia coli pada daging ayam dari Washington D C selama bulan Juni 1999
sampai Juli 2000 sebesar 38.7% (82 sampel positif dari 212 total sampel).
Tingginya tingkat prevalensi cemaran E. coli pada daging ayam yang berasal dari
Washington D C, karena masih banyak ditemukan penanganan daging ayam yang
kurang baik saat produksi, pemrosesan dan pendistribusian. Hal tersebut dapat
mengambarkan masih cukup tingginya cemaran E. coli pada daging ayam
walaupun negara tersebut merupakan negara maju.

19

Tingkat prevalensi Escherichia coli dipengaruhi oleh banyaknya jumlah
sampel positif, yaitu sampel daging ayam yang memiliki rataan jumlah E. coli di
atas BMCM E. coli (1x101 MPN/g). Oleh karena itu, tingkat prevalensi dapat
diturunkan dengan cara mencegah terjadinya peningkatan kontaminasi cemaran
E. coli pada daging ayam, yaitu meningkatkan sanitasi dan higiene di peternakan
maupun RPU.
Hasil penelitian tentang jumlah Escherichia coli pada daging ayam beku
yang telah dilakukan, ternyata tidak jauh berbeda dengan yang telah dilakukan
oleh Setiowati dan Mardiastuti pada tahun 2006 sampai 2009 dan Ardana et al.
pada tahun 2003 sampai 2004. Hasil penelitian Setiowati dan Mardiastuti (2009)
menyatakan, bahwa pada tahun 2006 sampai 2009 tingkat cemaran bakteri E. coli
pada daging ayam yang berasal dari pasar tradisional dan swalayan di DKI Jakarta
sebanyak 28% sampel yang diuji melebihi BMCM E. coli yang diperbolehkan
SNI. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih rendahnya higiene dan buruknya
sanitasi di tempat pemotongan maupun saat pengolahan atau pengemasan daging
ayam di DKI Jakarta.
Hasil penelitian Ardana et al. (2006) menyebutkan, bahwa jumlah cemaran
Escherichia coli pada daging ayam yang berasal dari Bali, NTB, dan NTT pada
tahun 2003 sampai 2004 sebanyak 19.6% sampel yang diuji melebihi BMCM
yang diperbolehkan SNI. Cemaran E. coli diduga berasal dari rumah potong
unggas (RPU). Pencemaran mikroba yang tinggi di RPU sangat dimungkinkan
karena sebagian besar kondisi RPU yang ada tidak memenuhi persyaratan higiene
dan sanitasi lingkungan. Pegawai yang terlibat dalam proses pemotongan kurang
peduli terhadap kebersihan dirinya maupun alat dan tempat pemotongan unggas
tersebut.
Escherichia coli yang mencemari daging ayam umumnya berasal dari
ruangan, peralatan maupun meja tempat pemotongan ayam, serta air yang
digunakan selama proses pemotongan hingga pengolahan daging ayam. Oleh
karena itu, adanya faktor di atas tersebut dapat mendukung meningkatnya jumlah
E. coli pada daging ayam. Selain itu, peningkatan jumlah E. coli juga dipengaruhi
oleh faktor intrinsik dari produk pangan tersebut (Nugroho 2005). Faktor intrinsik

xxxiii
20

pada daging ayam, antara lain nilai pH, aktivitas air, potensial oksidasi9reduksi,
nutrisi, keberadaan antimikroba, dan struktur biologis (Lukman et al. 2009).
Pertumbuhan mikroba pada produk pangan dapat terjadi dalam waktu
singkat dan pada kondisi yang sesuai, seperti tersedianya nutrisi, pH, suhu, dan
kadar air bahan pangan. Oleh karena itu, Escherichia coli dapat tumbuh dengan
baik pada daging ayam sesuai dengan kondisi tersebut. Bakteri E. coli dapat
tumbuh dengan baik di dalam lemak dan protein yang merupakan sumber nutrisi
bagi mikroba. Daging ayam memiliki kandungan lemak dan protein yang tinggi,
sehingga daging ayam dapat menjadi media pertumbuhan yang baik untuk E. coli
(Rahardjo dan Santosa 2005).
Tingginya jumlah Escherichia coli pada sampel daging ayam beku dari
daerah DKI Jakarta, Bekasi, dan Serang menunjukkan adanya kontaminasi.
Kontaminasi E. coli pada daging ayam dimungkinkan akibat penggunaan air yang
sudah tercemar E. coli. Air tersebut digunakan dalam kegiatan di peternakan,
tempat pemotongan, tempat pengolahan hingga dihidangkan di atas meja. Hal
tersebut dapat menyebabkan meningkatnya jumlah E. coli di dalam daging ayam.
Di peternakan, E. coli umumnya bersumber dari pakan dan air minum yang
terkontaminasi feses ayam. Pada proses pemotongan, pemindahan bakteri terjadi
saat penggunaan alat yang kotor, berlemak dan masih terdapat sisa daging, serta
tangan pegawai. Selain itu, tangan pegawai dapat menyebabkan terjadinya
perpindahan bakteri atau kontaminasi silang (Nugroho 2005).
Menurut Djaja (2008), tingkat kontaminasi makanan oleh Escherichia coli
di DKI Jakarta diakibatkan oleh beberapa faktor, antara lain akibat kontaminasi
air (12.9%) dan kontaminasi tangan (12.5%). Hal tersebut membuktikan bahwa
faktor sanitasi dan penanganan yang kurang baik merupakan faktor terjadinya
kontaminasi E. coli di tempat pengolahan produk pangan.
Menurut Suarjana (2009), jumlah Coliform pada sumber air yang diambil
dari

tiga

lokasi

peternakan

ayam

di

Bali

melampaui

batas

baku

mutu air peternakan (kelas II) sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI
No.82 tahun 2001 tentang pengolahan kualitas air dan pengendalian pencemaran
air, yaitu 5 000 MPN/100 ml. Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa lokasi
pengambilan sampel berpengaruh sangat nyata (p