Nesting Ecology and Utilization Intensity of Pig-nosed Turtle at Vriendschap River Asmat Regency, Papua.

EKOLOGI PENELURAN DAN INTENSITAS
PEMANFAATAN LABI-LABI MONCONG BABI (Carettochelys
insculpta Ramsay 1886) DI SUNGAI VRIENDSCHAP
KABUPATEN ASMAT, PAPUA

RICHARD GATOT NUGROHO TRIANTORO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Ekologi Peneluran dan Intensitas
Pemanfaatan Labi-labi Moncong Babi (Carettochelys insculpta Ramsay 1886) di
Sungai Vriendschap Kabupaten Asmat, Papua adalah karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor,

Oktober 2012

Richard Gatot Nugroho Triantoro
NRP. E 351100151

ABSTRACT
RICHARD GATOT NUGROHO TRIANTORO.
Nesting Ecology and
Utilization Intensity of Pig-nosed Turtle at Vriendschap River Asmat Regency,
Papua. Under direction of MIRZA D. KUSRINI dan LILIK B. PRASETYO.

Carettochelys insculpta (pig-nosed turtle) is one of the soft shelled turtle of
southern Papua. Land clearing for human development and high hunting of
natural resource affect the condition of forest ecosystems and put pressure on pignosed turtle population, while the scientific information in Indonesia is still
lacking. In effort to obtain information of pig-nosed turtle in Indonesia, the study
was conducted to determine the nesting ecology and intensity utilization of pignosed turtle in Vriendschap River Asmat Regency, Papua. Survey was carried out
in 8 – 25 November 2011 during nesting season. Transect methods were used to

get data on nesting ecology, while unstructured interview and observation
techniques be used to assess the intensity of pig-nosed turtle utilization by
communities living around the Vriendschap River, Asmat regency, Papua. Results
showed that distribution pattern of nests and tracks in Vriendschap River region is
clumped with most nesting sites located in Obokain area (the middle of the
Vriendschap River). High density of nests were built near vegetation cover
compared to area without vegetation. Females prefer sands with the presence of
vegetation cover for nesting habitat. The intensity of utilization is very high for
eggs (> 75%), whereas females turtles were captured only local consumption. Egg
harvesting is done for the whole nest without exception and females turtles were
captured simultaneously while collecting eggs.

RINGKASAN
RICHARD GATOT NUGROHO TRIANTORO.
Ekologi Peneluran dan
Intensitas Pemanfaatan Labi-labi Moncong Babi di Sungai Vriendschap
Kabupaten Asmat, Papua. Dibimbing oleh MIRZA D. KUSRINI dan LILIK B.
PRASETYO.
Labi-labi moncong babi (Carettochelys insculpta) merupakan salah satu
jenis labi-labi di Indonesia yang hanya hidup di wilayah Selatan Papua.

Kelangsungan hidupnya di alam tidak terlepas dari tekanan dan ancaman terutama
akibat perburuan yang tidak terkontrol. Pengelolaan terhadap Labi-labi moncong
babi harus segera dilakukan untuk menjaga kestabilan populasinya di alam dan
mendukung pemanfaatan berkelanjutan. Di Indonesia, informasi yang dibutuhkan
untuk mendukung pengelolaannya masih sangat kurang. Berdasarkan hal tersebut
maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ekologi peneluran
dan intensitas pemanfaatannya. Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah
: 1) jumlah induk bersarang, jumlah sarang dan pola penyebaran sarang, 2) biologi
peneluran, 3) pemilihan habitat bersarang, 4) wilayah pemanfaatan adat C.
insculpta, 5) pemanfaatan sumber daya lahan, sumber daya alam, dan sistem
ekonomi di lokasi pemanfaatan, 6) intensitas pemanfaatan C. insculpta, dan 7)
pengumpulan telur dan pemanfaatan induk betina C. insculpta.
Metode yang digunakan untuk ekologi peneluran adalah metode survei
dengan sistem transek, sedangkan untuk intensitas pemanfaatan yang digunakan
adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik wawancara tidak terstruktur dan
teknik observasi. Analisis deskriptif dilakukan terhadap sarang peneluran, biologi
peneluran, dan intensitas pemanfaatan. Pola sebaran jejak induk dan sarang
dianalisis menggunakan metode ratio ragam dan indeks, sementara habitat
persarangan dianalisis menggunakan ArcView 3.3 dan Microsoft office excel
2007. Tekstur pasir diperoleh dari hasil analisis di laboratorium tanah IPB.

Parameter fisik lingkungan yang mempengaruhi jumlah jejak induk dan sarang
dianalisis menggunakan Regresi linier.
Jumlah jejak induk (induk bersarang) yang terdata selama waktu penelitian
adalah sebanyak 543 jejak dimana 19 jejak terdapat di wilayah rawa dan 524 jejak
terdapat di wilayah sungai. Jumlah sarang yang ditemukan sebanyak 131 sarang
dengan sebaran 7 sarang berada di wilayah rawa dan 124 sarang terdapat di
wilayah sungai. Sarang yang dibangun di wilayah Vriendschap mempunyai jarak
yang lebih jauh dari tepi sungai apabila dibandingkan dengan jarak sarang yang
didapati di wilayah peneluran di PNG dan Utara Australia. Analisis terhadap pola
sebaran jejak induk menunjukkan pola sebarannya adalah mengelompok, begitu
pula pola sebaran yang didapati pada sarang. Pengelompokan jejak induk dan
sarang terjadi pada wilayah Obokain yang posisinya berada ditengah dari panjang
Sungai Vriendschap.
Umur atau tingkat kedewasaan induk dapat dilihat dari ukuran karapasnya.
Rata-rata panjang karapas lengkung adalah 48 cm dan panjang karapas tegak lurus
adalah 44 cm. Sarang Labi-labi moncong babi cukup dangkal dengan lubang
permukaan yang kecil karena kedalaman rata-rata hanya mencapai 17 cm dengan

xii


diameter rata-rata sarang di permukaan hampir mencapai 12 cm. Dibandingkan
dengan ukuran Labi-labi moncong babi di wilayah Kikori (PNG) yang aktifitas
pemanenan juga tinggi, panjang kerapas Labi-labi moncong babi dari wilayah
Vriendschap lebih panjang dari panjang kerapas yang terdapat di Kikori. Kualitas
telur yang dihasilkan dari wilayah Vriendschap juga sedikit lebih baik dari
wilayah Kikori. Pada sarang yang digali, tidak ditemukan adanya telur abnormal
seperti yang umumnya ditemukan pada telur penyu.
Kepadatan jejak induk dan sarang pada pasir peneluran yang tidak terdapat
tutupan vegetasi lebih rendah dibandingkan kepadatan jejak induk dan sarang
pada pasir peneluran yang terdapat terdapat tutupan vegetasi. Untuk setiap luasan
pasir peneluran tidak bervegetasi diperoleh kepadatan jejak induk sebesar 4,19/ha
dan kepadatan sarang sebesar 0,23/ha, sedangkan pada pasir bervegetasi diperoleh
kepadatan jejak induk sebesar 5,74/ha dan kepadatan sarang sebesar 2,76/ha.
Pada setiap 1 Km panjang pasir (perimeter) diperoleh kepadatan jejak induk pada
pasir tidak bervegetasi sebesar 13,63 jejak/Km dan kepadatan sarang sebesar 0,75
sarang/Km, sedangkan pada pasir bervegetasi diperoleh kepadatan jejak induk
sebesar 18,70 jejak/Km dan kepadatan sarang sebesar 9 sarang/Km.
Kompleksitas bentuk bentang pasir (fractal dimension), keteraturan bentuk
permukaan pasir (shape index), dan ukuran tekstur pasir bukan merupakan dasar
bagi induk Labi-labi moncong babi untuk melakukan aktifitas peneluran. Analisis

regresi menunjukkan bahwa pemilihan pasir peneluran dengan adanya tutupan
vegetasi memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah jejak induk dan jumlah
sarang (P-value jejak = 0,001, R-Sq (adj) jejak = 21,6%; P-value sarang = 0,000,
R-Sq (adj) sarang = 40,8%; α = 0,05; n = 48).
Wilayah pemanfaatan telur di Vriendschap secara adat terbagi atas lima
(5) wilayah yang meliputi Bor (rawa) yang berada dibawah adat suku Betkuar,
Bor (sungai), Obokain yang berada dibawah adat suku Diai dan Dini, dan Indama
dan Sumo yang berada dibawah adat suku Momuna. Wilayah pemanfaatan telur
merupakan wilayah yang jauh dari lokasi kampung masyarakat. Kondisi tersebut
menyebabkan tidak terjadinya pemanfaatan lahan yang intensif pada wilayah
pemanfaatan ini, selain karena sifat masyarakat lokal yang dalam memenuhi
kebutuhannya hidupnya masih dominan bergantung dari ketersediaan sumber
daya alam. Pemanfaatan sumber daya alam dari tumbuhan oleh masyarakat lokal
di lokasi pemanenan meliputi sagu dan pucuk rotan, sedangkan dari satwa liar
meliputi kura-kura, buaya, babi hutan, kasuari, ular, ikan, dan ulat sagu.
Pengelolaan pemanenan telur pada wilayah Bor (rawa) dan Obokain didapati
adanya kerjasama dengan pencari telur dari luar komunitas masyarakat adat,
sedangkan pada wilayah Sumo tidak didapati kerjasama tersebut. Perburuan telur
dan kerjasama yang terjadi menciptakan sistem perdagangan di lokasi perburuan
yang meliputi sistem barter, kombinasi antara sistem barter dan penjualan

langsung tukik, dan sistem penjualan tukik langsung kepada pembeli.
Intensitas pemanenan sarang (telur) termasuk kelas sangat tinggi yaitu
mencapai 100% karena keseluruhan sarang yang ditemui di seluruh wilayah
pemanenan dibongkar, digali, dan telurnya diambil seluruhnya tanpa menyisakan
sebutir telur dalam sarang alaminya. Pemanenan telur dilakukan sebelum
matahari terbit (jam 04.00 WIT). Pengecekan sarang dilakukan dengan menusuknusuk pasir menggunakan tongkat yang ujungnya diberi besi. Sarang yang
ditemukan ditandai dan menjadi milik kelompok yang menemukan. Induk yang

ditemukan saat pengecekan sarang masih berada di pasir, ikut ditangkap untuk
dikonsumsi. Jumlah induk yang ditangkap tidak ada ketentuan tergantung dari
jumlah kelompok (keluarga), persediaan pada hari selanjutnya apabila tidak
ditemui induk, dan kapasitas angkut perahu. Pemanfaatan telur lebih diutamakan
sebagai sumber ekonomi dengan menjual dalam bentuk barter atau hasil tetasan
(tukik). Konsumsi telur sebagai sumber makanan hanya dilakukan terhadap telurtelur yang diprediksi rusak akibat proses pemanenan. Pemanfaatan pada induk
ditemukan berbeda dengan pemanfaatan pada telur karena pemanfaatan induk
didasarkan pada keinginan untuk mengkonsumsi dagingnya sebagai sumber
makanan (protein) dibanding untuk mendapatkan uang (dijual).

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

EKOLOGI PENELURAN DAN INTENSITAS
PEMANFAATAN LABI-LABI MONCONG BABI (Carettochelys
insculpta Ramsay 1886) DI SUNGAI VRIENDSCHAP
KABUPATEN ASMAT, PAPUA

RICHARD GATOT NUGROHO TRIANTORO

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

xii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc

Judul Tesis

: Ekologi Peneluran dan Intensitas Pemanfaatan Labi-labi
Moncong Babi (Carettochelys insculpta Ramsay 1886)
Di Sungai Vriendschap Kabupaten Asmat, Papua
Nama Mahasiswa : Richard Gatot Nugroho Triantoro
Nomor Pokok
: E351100151

Disetujui
Komisi Pembimbing


Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si
Ketua

Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc
Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi
Konservasi Biodiversitas Tropika

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Ervizal A. M. Zuhud, MS

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

Tanggal Ujian : 4 Oktober 2012

Tanggal Lulus :


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala berkat dan kasih-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Penelitian
yang dilaksanakan bulan November 2011 ini memilih tema ekologi peneluran dan
pemanfaatan satwa liar dengan judul “Ekologi Peneluran dan Intensitas
Pemanfaatan Labi-labi Moncong Babi (Carettochelys insculpta Ramsay 1886)
di Sungai Vriendschap Kabupaten Asmat”.

Tesis ini dibuat dalam dua

makalah terpisah untuk memudahkan penulisan dan pemahaman substansinya.
Terimakasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini,
M.Si dan Bapak Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc selaku pembimbing.
Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Arif Nirsatmanto, M.Sc dalam
memperlancar aksesibilitas ke lokasi penelitian dan Bapak Yohannes Wibisono,
S.Hut yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada bapak (almarhum), ibu, istri dan anak, serta seluruh
keluarga besar, atas segala doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa kepada rekanrekan Konservasi Biodiversitas Tropika (KVT) 2010, penulis sampaikan
terimakasih atas segala kebersamaan dan bantuannya saat menjalani pendidikan
pascasarjana.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan memberi
kebijaksanaan pengelolaan sumber daya alam oleh manusia.

Bogor,

Oktober 2012

Richard Gatot Nugroho Triantoro

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Manokwari pada tanggal 24 Februari 1972 sebagai
anak ke tiga dari pasangan Albertus Magnus Soemarlan dan Ibu Albertina Sri
Rahayu. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Hasil Hutan,
Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Cenderawasih, lulus tahun
1996. Tahun 2010, penulis diterima di Program Studi Konservasi Biodiversitas
Tropika pada Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya tahun 2012.
Penulis bekerja di Kementerian Kehutanan dan ditempatkan sebagai
peneliti di Balai Penelitian Kehutanan Manokwari sejak tahun 2001, dengan
jabatan terakhir saat menempuh pendidikan magister sebagai peneliti muda.
Bidang penelitian yang menjadi profesionalisme penulis adalah Konservasi
Sumber Daya Alam dengan spesifikasi satwa liar terutama dari kelompok reptil.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI....................................................................................................... xix
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xxi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xxiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xxvi
PENGANTAR PARIPURNA ...............................................................................1
Makalah I :
EKOLOGI PENELURAN LABI-LABI MONCONG BABI (Carettochelys
insculpta) DI SUNGAI VRIENDSCHAP KABUPATEN ASMAT, PAPUA
1. PENDAHULUAN ............................................................................................9
2. METODE PENELITIAN ..............................................................................13
2.1. Lokasi dan Waktu .....................................................................................13
2.2. Metode Pengumpulan Data ......................................................................13
2.3. Analisis Data ............................................................................................17
3. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................23
3.1. Hasil ..........................................................................................................23
3.1.1. Jumlah Jejak Induk dan Sarang Peneluran .........................................23
3.1.2. Biologi Peneluran ...............................................................................25
3.1.3. Habitat Peneluran (Bersarang) di Sungai Vriendschap ......................26
A. Panjang Pasir (Perimeter), Bentuk Bentang Pasir (Fractal Dimension
dan Bentuk Permukaan Pasir (Shape Index) ......................................26
B. Tekstur Pasir .......................................................................................26
C. Luas Pasir dan Tutupan Vegetasi .......................................................28
3.2. Pembahasan ..............................................................................................30
3.2.1. Sebaran Jejak Induk dan Sarang Peneluran Carettochelys
insculpta .............................................................................................30
3.2.2. Biologi Peneluran Carettochelys insculpta ........................................36
3.2.3. Habitat Peneluran (Bersarang) Di Sungai Vriendschap .....................38
A. Panjang Pasir (Perimeter), Bentuk Bentang Pasir (Fractal Dimension)
dan Bentuk Permukaan Pasir (Shape Index) ......................................38
B. Tekstur Pasir .......................................................................................39
C. Luas Pasir dan Tutupan Vegetasi .......................................................41
3.2.4. Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Peneluran Carettochelys
insculpta Di Sungai Vriendschap .......................................................47
4. SIMPULAN ....................................................................................................51

xx
Daftar Pustaka ..................................................................................................... 53
LAMPIRAN ......................................................................................................... 57
Makalah II :
INTENSITAS PEMANFAATAN LABI-LABI MONCONG BABI
(Carettochelys insculpta) DI SUNGAI VRIENDSCHAP KABUPATEN
ASMAT, PAPUA
1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 77
2. METODE PENELITIAN.............................................................................. 83
2.1. Lokasi dan Waktu .................................................................................... 83
2.2. Jenis Data ................................................................................................. 83
2.4. Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 84
2.5. Analisis Data ............................................................................................ 85
3. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 87
3.1. Hasil ......................................................................................................... 87
3.1.1. Wilayah Pemanfaatan Carettochelys insculpta.................................. 87
3.1.2. Pemanfaatan Sumberdaya Lahan, Sumberdaya Alam dan Sistem
Ekonomi ............................................................................................. 88
3.1.3. Intensitas Pemanfaatan Sarang Carettochelys insculpta .................... 90
3.1.4. Pengumpulan Telur dan Pemanfaatan Induk Carettochelys
insculpta ............................................................................................. 92
3.2. Pembahasan .............................................................................................. 93
3.2.1. Wilayah Pemanfaatan Carettochelys insculpta.................................. 93
3.2.2. Pemanfaatan Sumberdaya Lahan, Sumberdaya Alam dan Sistem
Ekonomi ............................................................................................. 94
3.2.3. Intensitas Pemanfaatan Sarang Carettochelys insculpta .................... 99
3.2.4. Pengumpulan Telur dan Pemanfaatan Induk Carettochelys
insculpta ........................................................................................... 100
4. SIMPULAN .................................................................................................. 105
Daftar Pustaka ................................................................................................... 107
Lampiran ............................................................................................................ 111
Pembahasan Paripurna ..................................................................................... 115
Daftar Pustaka ................................................................................................... 127
Rangkuman Simpulan dan Saran .................................................................... 131

DAFTAR TABEL
Halaman
I.1

Pola sebaran sarang Carettochelys insculpta di Sungai Vriendschap .......... 24

I.2

Pola sebaran jejak induk Carettochelys insculpta di Sungai Vriendschap .. 25

I.3

Sebaran jumlah jejak dan sarang Carettochelys insculpta pada 3 wilayah
pemanfaatan di Sungai Vriendschap. ........................................................... 29

I.4

Kepadatan sarang dan jejak Labi-labi moncong babi di Sungai Vriendschap
berdasarkan luasan pasir .............................................................................. 28

I.5

Kepadatan sarang dan jejak Labi-labi Moncong Babi di Sungai
Vriendschap.berdasarkan perimeter ............................................................. 28

I.6

Sebaran pasir peneluran Carettochelys insculpta yang terdapat tutupan
vegetasi......................................................................................................... 29

I.7

Sebaran curah hujan dan hari hujan tahun 2010 dan 2011 di wilayah
Wamena (Pegunungan) ....

32

I.8

Perbandingan jarak sarang di wilayah Sungai Vriendschap dan beberapa
sungai di wilayah PNG dan Utara Australia ............................................... 35

I.9

Perbandingan diameter dan berat telur di wilayah Sungai Vriendschap
dengan beberapa sungai di wilayah PNG dan Utara Australia. ................... 36

I.10 Nilai shape index pasir peneluran dan jumlah jejak dan sarang Labi-labi
moncong babi di Sungai Vriendschap.......................................................... 38
II.1 Kelas pemanfaatan sarang Labi-labi Moncong Babi ………..……………. 85

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Panjang Sungai Vriendschap dari hulu sampai muara ................................... 4

2

Posisi pasir peneluran di Sungai Vriendschap ............................................... 4

3

Rentang jarak Agats dengan wilayah Sungai Vriendschap............................ 6

I.1

Lokasi penelitian sebaran sarang Carettochelys insculpta di wilayah Sungai
Vriendschap.................................................................................................. 13

I.2

Jejak induk dan sarang Labi-labi moncong babi .......................................... 14

I.3

Pengukuran kerapas induk Labi-labi moncong babi. ................................... 15

I.4

Pengukuran plastron induk Labi-labi moncong babi. .................................. 15

I.5

Sebaran sarang Carettochelys insculpta di wilayah Sungai Vriendschap. .. 23

I.6

Sebaran jumlah jejak induk dan sarang Carettochelys insculpta di sepanjang
Sungai Vriendschap. .................................................................................... 24

I.7

Sebaran harian jumlah jejak induk dan sarang Carettochelys insculpta pada
bulan November 2011 di wilayah Sungai Vriendschap. .............................. 24

I.8

Sebaran tekstur pasir peneluran sarang Carettochelys insculpta di wilayah
Sungai Vriendschap ..................................................................................... 26

I.9

Sebaran luas pasir peneluran dan luas tutupan vegetasi pasir peneluran di
sepanjang Sungai Vriendschap .................................................................... 29

I.10 Pasir peneluran Labi-labi moncong babi di tepi sungai dan rawa
Vrienschap.................................................................................................... 40
I.11 Sebaran pasir peneluran Labi-labi moncong babi (Carettochelys insculpta)
di wilayah Sungai Vriendschap .................................................................... 42
I.12 Beberapa jenis vegetasi dominan penutup pasir peneluran Labi-labi
moncong babi di wilayah Sungai Vriendschap ............................................ 43
II.1 Lokasi penelitian intensitas pemanfaatan Carettochelys insculpta di wilayah
Sungai Vriendschap. .................................................................................... 83
II.2 Sebaran wilayah pemanfaatan telur dan induk Labi-labi moncong babi pada
wilayah Bor (rawa), Obokain dan Sumo di wilayah Sungai Vriendschap. .. 87

xxiv

II.3 Sebaran responden di wilayah Sungai Vriendschap berdasarkan
pekerjaan ………………………………………………………………….. 89
II.4 Sebaran pendidikan responden dan hubungannya dengan pemanfaatan telur
Labi-labi moncong babi di wilayah Sungai Vriendschap ............................. 89
II.5 Sebaran pencari telur Labi-labi moncong babi di Sungai Vriendschap
berdasarkan (a) suku dan (b) kampung......................................................... 91
II.6 Sebaran umur dan pengalaman perburuan responden terhadap telur Labi-labi
moncong babi di wilayah Sungai Vriendschap. ........................................... 91
II.7 Sekumpulan sisa kerapas dan pemanfaatan induk Carettochelys insculpta di
wilayah Sungai Vriendschap. ..................................................................... 102

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
I.1

Persentase tekstur pasir pada setiap pasir peneluran Labi-labi moncong babi
(Carettochelys insculpta) di wilayah Sungai Vriendschap. ......................... 59

I.2

Suhu lingkungan di wilayah Sungai Vriendschap Kabupaten Asmat .......... 61

I.3

Jumlah sarang, jumlah jejak, luas pasir (area), perimeter, shape index,
fractal dimension, tekstur pasir dan luas tutupan vegetasi........................... 63

I.4

Pola sebaran sarang Carettochelys insculpta di wilayah Sungai
Vriendschap.................................................................................................. 65

I.5

Pola sebaran jejak induk Carettochelys insculpta di wilayah Sungai
Vriendschap.................................................................................................. 67

I.6

Analisis regresi jumlah sarang terhadap parameter luas pasir, perimeter,
shape index, fractal dimension, tekstur pasir, dan luas tutupan vegetasi. .... 69

I.7

Analisis regresi jumlah jejak induk terhadap parameter luas pasir, perimeter,
shape index, fractal dimension, tekstur pasir, dan luas tutupan vegetasi ..... 73

I.8

Titik sebaran sarang Labi-labi moncong babi di Sungai Vriendschap
Kabupaten Asmat ......................................................................................... 77

II.1 Panduan pertanyaan pengumpulan data intensitas pemanfaatan
Labi-labi moncong babi (Carettochelys insculpta) di wilayah Sungai
Vriendschap.............................................................................................. 1117

1

PENGANTAR PARIPURNA

Carettochelys insculpta (Labi-labi moncong babi, pig-nosed turtle)
termasuk dalam famili Carettochelyidae dan merupakan satu-satunya spesies dari
famili ini yang masih tersisa di dunia. Kura-kura ini merupakan salah satu jenis
berukuran besar dengan sebaran terbatas di Selatan New Guinea dan Australia
Utara dengan populasi perkembangbiakan cukup baik terdapat di sungai Daly
pada aliran Alligator Timur dan Alligator Selatan (Doody et al. 2000; Georges
dan Kennett 1989) dan di Indonesia (IUCN 2010) yang hanya terdapat di Papua
bagian selatan, menyebar dari wilayah Merauke sampai ke Kaimana.
C. insculpta merupakan satwa reptil yang hampir seluruh hidupnya selalu
di dalam air (aquatic) dan hanya ke darat saat bertelur saja. Habitat hidupnya di
Sungai Vriendschap meliputi rawa dan sungai utama Vriendschap termasuk hulu,
cabang atau anak sungai, juga ditemukan pada daerah muara sungai yang tidak
didapati pasir peneluran (Triantoro dan Rumawak 2010), sungai (termasuk
estuaria dan delta sungai), laguna rumput, rawa, danau, dan cekungan berair dari
dataran rendah dibagian selatan Papua New Guinea (Georges et al. 2006, 2008a),
sementara habitat penelurannya dilakukan pada pasir peneluran (sand bank) yang
terdapat di sepanjang sungai atau rawa.

Pemilihan habitat terjadi ketika

ketersediaan habitat digunakan proporsional dan tipe habitat yang tersedia
berbeda pada setiap spesies (Rasmussen dan Litzgus 2010a).
Kebanyakan amfibi dan reptil bergerak relatif sedikit selama seumur hidup
mereka kecuali ketika mereka berkembang biak dan pada kura-kura, pergerakan
di habitatnya dapat disebabkan oleh adanya musim peneluran, perkawinan,
perubahan iklim, ketersediaan makanan, maupun persaingan dalam populasi,
sedangkan pergerakan meninggalkan habitat perairan dilakukan untuk menggali
sarang, mencari pasangan, melewati musim dingin, atau mencari habitat akuatik
baru ketika aliran atau kolam mengering (Vitt dan Caldwell 2009).

Pola

pergerakan yang terjadi tidak sama antara jenis yang satu dengan jenis lainnya.
Pada jenis Map Turtles (Graptemys geographica), pola pergerakan di lingkungan
lotik (sungai St. Lawrence) dan lentik (danau Opinicon) memberikan perbedaan
dimana pola pergerakan atau daya jelajah pada lingkungan lentik (danau) tidak

2

dipengaruhi oleh ukuran klas reproduksi (betina dewasa, betina muda, dan jantan),
tetapi pada lingkungan lotik (sungai) betina dewasa mempunyai daya jelajah lebih
luas dan lebih besar dibandingkan betina muda dan pejantan (Carriére et al. 2009).
Pada lingkungan lahan basah (wet land), pergerakan perpindahan Chelodina
longicollis jantan dewasa diantara lahan basah dengan jarak yang ditempuh,
mempunyai perpindahan lebih panjang dibanding betina dewasa dan betina muda
karena ukuran tubuh kura-kura jantan yang kecil memberikan peranan penting
terhadap pergerakan pada lahan basah (Roe et al. 2009). Untuk jenis C. insculpta,
pergerakan dalam penggunaan pasir persarangan tidak berbeda antara betina
bertelur dan tidak bertelur tetapi C. insculpta betina mempunyai wilayah jelajah
lebih luas dibandingkan wilayah jelajah jantannya (Doody et al. 2002).
Musim peneluran C. insculpta di Sungai Vriendschap terjadi pada
pertengahan Agustus sampai pertengahan Desember (Triantoro dan Rumawak
2010). Di Sungai Daly, C. insculpta dapat bertelur dua kali dalam setahun musim
peneluran (Doody et al. 2000) dan melakukan aktifitas peneluran di malam hari
pada saat air pasang maupun pada saat air surut (Georges et al. 2008b). Sarang
yang dibangun di Sungai Vriendschap berdiameter 12 – 16 cm dengan kedalaman
18 – 23 cm (Triantoro dan Rumawak 2010), sedangkan kedalaman sarang di
Australia Utara berkisar 10 – 22 cm (Doody et al. 2000).
C.

insculpta

merupakan

hewan

omnivorous

yaitu

hewan

yang

mengkonsumsi tumbuhan dan hewan lain sebagai sumber pakannya seperti buah
pandan batu, daun Melaleuca spp, biji, akar, batang tanaman Aerenchymatous,
dan materi hewan yang meliputi siput air tawar (Thiaridae sp), Water boatmen
(Corixidae sp), kumbang air (Homeodytes scutellaris Germ.), Hydrophilus
latipalpus Cast. (Hydrophilidae), dan semut-semut (Iridomyrmex sp) (Schodde et
al. 1972), buah-buahan dan dedaunan dari pohon Pandanus aquaticus, buahbuahan dan dedaunan dari pohon Ficus racemosa, algae, ikan, buah-buahan dan
dedaunan dari jambu-jambuan (Syzygium cf forte), dan Nimpha (Najas tenuifolia)
(Georges dan Kennett 1989).
Di Indonesia, C. insculpta merupakan satwa dilindungi berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Pertanian No. 327/Kpts/Um/5/1978 dan dikuatkan pula oleh
PP No. 7 Tahun 1999, dan dalam perdagangan dimasukkan ke dalam Apendix II

3

CITES (Convention International Trade in Endangered Spesies of Wild Flora and
Fauna) (UNEP-WCMC 2011) dengan status Vulnerable oleh The IUCN Red List
of Threatened Species (IUCN 2010). Dengan status perlindungan tersebut kuota
terhadap C. insculpta belum bisa diberikan, namun yang terjadi di alam adalah
pemanenan terutama terhadap telurnya terus terjadi dari tahun ke tahun.
Pemanenan yang tinggi terhadap telur C. insculpta dari alam selama ini berasal
dari kawasan Sungai Vriendschap Kabupaten Asmat, tetapi sejauh mana tingkat
pemanfaatannya juga belum diketahui.

Kondisi tersebut cukup disayangkan

mengingat informasi mengenai C. insculpta baik informasi dasar dan tingkat
pemanfaatannya di Indonesia masih sangat kurang.

Tanpa adanya informasi

terhadap suatu jenis satwa maka dasar pengelolaannya masih sangat jauh dari
harapan karena informasi dasar mengenai populasi dan biologi suatu jenis
merupakan hal yang penting dalam pengelolaannya (Alikodra 2002).
Kawasan Sungai Vriendschap terdiri atas wilayah sungai dan wilayah
rawa dimana bagian hulunya bertemu dengan muara Sungai Baliem dan Sungai
Seng yang mengalir dari wilayah pegunungan, sedangkan bagian hilirnya (muara)
bertemu dengan muara Sungai Catarina.

Anakan ataupun alur sungai yang

terbentuk saat banjir dan terputus di saat sungai surut sangat banyak didapati.
Tepian Sungai Vriendschap maupun di dalam kawasan rawanya, termasuk
didalamnya alur-alur sungai, terdapat kumpulan pasir (sandbank) yang sangat
berpotensi sebagai tempat peneluran atau persarangan kura-kura air tawar,
terutama dari jenis labi-labi moncong babi (Carettochelys insculpta). Panjang
Sungai Vriendschap mulai hulu (pertemuan dengan sungai Baliem dan Seng)
sampai muara (pertemuan dengan Sungai Catarina) adalah ± 110 km. Sebagai
gambaran panjang Sungai Vriendschap dan posisi kumpulan pasir di tepi sungai
dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.

4

Sumber peta : Google earth (2011)

Gambar 1 Panjang Sungai Vriendschap dari hulu sampai muara

Sumber peta : Google earth (2011) dikombinasi dengan hasil penelitian 2011

Gambar 2 Posisi pasir peneluran di Sungai Vriendschap
Jarak Sungai Vriendschap dari Agats sebagai ibukota kabupaten Asmat
cukup jauh karena sebagian sudah berada atau berbatasan dengan wilayah

5

Kabupaten Yahukimo. Secara administratif belum disepakati antara Pemerintah
Daerah (Pemda) Kabupaten Asmat dengan Pemda Kabupaten Yahukimo, apakah
pemukiman (kampung) di Vriendschap masuk dalam wilayah administratif
Kabupaten

Asmat

atau Yahukimo, namun

aksesibilitas

masyarakat

di

Vriendschap dalam menjual dan membeli kebutuhan hidup lebih banyak
dilakukan ke wilayah Kabupaten Asmat, seperti Jinak, Waganu, Atsy, Distrik
Akat, maupun sampai ke Agats sendiri.

Saat sungai Vriendschap meluap

perjalanan dapat dilakukan dengan speed boat 40 PK sampai di lokasi pemanenan
telur, sedangkan apabila sungai surut perjalanan hanya dapat dilakukan sampai di
Kolam Tujuh dan dilanjutkan kembali menggunakan perahu tempel 15 PK atau
mesin Katinting.

Kolam Tujuh merupakan nama sebuah tempat sebelum

memasuki Sungai Vriendschap yang dihuni oleh para pencari gaharu (terutama
masyarakat pendatang) sejak lama. Aktifitas utama masyarakat ditempat tersebut
adalah sebagai pencari dan penadah hasil gaharu dari masyarakat lokal, sedangkan
aktifitas lainnya adalah menjual berbagai kebutuhan kelontong (berdagang).
Pergerakan masyarakat kedalam, keluar dan selama di wilayah Sungai
Vriendschap hanya dilakukan menggunakan perahu dan hampir keseluruhan
perahu sudah menggunakan mesin (terutama) katinting.

Kebutuhan terhadap

sarana transportasi tersebut menyebabkan ketergantungan terhadap kepemilikan
perahu bermesin sangat tinggi pada seluruh lapisan masyarakat. Kesulitan Bahan
Bakar Minyak (BBM) jenis bensin yang digunakan saat musim perburuan telur
maupun bukan musim perburuan, dan dalam menunjang aktifitas masyarakat antar
kampung, menuju ibukota distrik dan ibukota Kabupaten Agats, membuat
penggunaan mesin perahu didominasi oleh mesin katinting karena lebih irit, tidak
memerlukan oli sebagai campuran bensin, dan masih dapat digunakan walau
sudah pernah tenggelam ke dalam sungai. Gambaran rentang jarak Agats sebagai
ibukota kabupaten dengan wilayah sungai Vriendschap dapat dilihat pada Gambar
3.

6

Gambar 3 Rentang jarak Agats dengan wilayah Sungai Vriendschap.
Wilayah Sungai Vriendschap merupakan wilayah terbuka, dataran rendah,
dengan ketinggian 9 – 65 m dpl mulai dari wilayah Bor (rawa) sampai wilayah
Sumo. Suhu lingkungan di pagi hari berkisar 23.5 – 26.2 ⁰C (Rata-rata = 24,6 ±
0.8) dengan kelembaban relatif berkisar 83 – 99% (Rata-rata = 92.0 ± 4.8), suhu
di siang hari berkisar 27.9 – 42.1 ⁰C (Rata-rata = 34.1 ± 4.2) dengan kelembaban
relatif berkisar 35 – 73% (Rata-rata = 55.1 ± 10.4), dan suhu di malam hari
berkisar 23.6 – 28.6 ⁰C (Rata-rata = 25.6 ± 1.1) dengan kelembaban relatif
berkisar 79 – 97% (Rata-rata = 89.3 ± 5.4).
Minimnya informasi dasar terkait jenis C. insculpta di Indonesia
mendorong penelitian ini dilakukan. Informasi yang dicari dalam penelitian ini
meliputi sebaran sarang yang dilakukan dengan pendekatan jumlah sarang, biologi
peneluran yang meliputi karakteristik morfologi induk betina, telur dan sarang,
serta mengetahui intensitas pemanfaatan telurnya oleh masyarakat.

Hasil

penelitian disajikan dalam 2 (dua) bentuk makalah dengan judul yaitu :
I.

Ekologi peneluran Carettochelys insculpta (Ramsay, 1886) di Sungai
Vriendschap Kabupaten Asmat, Papua dengan tujuan untuk mengetahui

7

karakteristik induk betina, ukuran sarang, ukuran dan jumlah telur dalam
aktifitas peneluran, pola sebaran sarang dan kepadatan sarang Labi-labi
moncong babi (Carettochelys insculpta) di wilayah sungai Vriendschap,
Kabupaten Asmat, Papua.
II. Intensitas pemanfaatan Carettochelys insculpta (Ramsay 1886) di Sungai
Vriendschap Kabupaten Asmat, Papua dengan tujuan untuk mengetahui
intensitas pemanfaatan Labi-labi moncong babi (Carettochelys insculpta)
yang dilakukan oleh komunitas masyarakat yang bermukim di sekitar
wilayah Sungai Vriendschap, Kabupaten Asmat, Papua.
Wilayah sebaran C. insculpta di Sungai Vriendschap sampai saat ini bukan
merupakan kawasan konservasi dan meliputi wilayah yang cukup luas. Sebaran
sarang dan habitat penelurannya juga menyebar dalam rentang yang cukup
panjang mengikuti alur Sungai Vriendschap dengan banyak alur-alur sungai yang
menyertai didalamnya. Disisi lain, jenis ini di Indonesia merupakan satwa yang
dilindungi karena wilayah sebarannya yang terbatas di Papua bagian selatan.
Walaupun termasuk jenis dilindungi, perburuan telur dan perdagangan illegal
anakannya terus terjadi dengan ditemukannya jenis ini di pasar penjualan satwa
dalam dan luar negeri. Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat
berguna dalam :
1. Memberikan informasi terkait sebaran sarang dan pemilihan pasir peneluran
Labi-labi moncong babi di wilayah Sungai Vriendschap.
2. Memberikan informasi terkait biologi peneluran Labi-labi moncong babi di
wilayah Sungai Vriendschap.
3. Memberikan informasi terkait intensitas pemanfaatan Labi-labi moncong babi
yang terjadi di wilayah Sungai Vriendschap
4. Menyusun manajemen pengelolaan Labi-labi moncong babi kedepannya
terkait pengelolaan wilayah (pemanfaatan dan perlindungan) dan kelestarian
jenis.

9

Makalah I

EKOLOGI PENELURAN Carettochelys insculpta (Ramsay 1886) DI
SUNGAI VRIENDSCHAP KABUPATEN ASMAT, PAPUA
(Nesting Ecology of Carettochelys insculpta (Ramsay 1886) at Vriendschap River
Asmat Regency, Papua)
Richard Gatot Nugroho Triantoro
Program Studi Konservasi Biodiversitas Tropika
Pascasarjana IPB
Email : richard_gnt@yahoo.com

ABSTRACT
Carettochelys insculpta (pig-nosed turtle) is one of the soft shelled turtle of
southern Papua. Land clearing for human development affect the condition of
forest ecosystems and put pressure on C. insculpta, while the scientific
information in Indonesia is still lacking. In effort to obtain information of C.
insculpta in Indonesia, the study was conducted to determine the nesting ecology
of C. insculpta in Vriendschap River Asmat Regency, Papua. Survey was carried
out in 8 – 25 November 2011 during nesting season by transect methods. Results
showed that distribution pattern of nests and tracks in Vriendschap River region is
clumped with most nesting sites located in Obokain area (the middle of the
Vriendschap River). Nesting occurred during sunset (night) and in clear weather
(no rain). High density of nests were built near vegetation cover compared to area
without vegetation. Females prefer the sands with the presence of vegetation
cover for nesting habitat.
Key Words : Carettochelys insculpta, Papua, pressure, Vriendschap River, nesting
ecology

1. PENDAHULUAN

Carettochelys insculpta (Labi-labi moncong babi) merupakan salah satu
jenis labi-labi di Indonesia yang hanya didapati hidup di wilayah Selatan Papua,
menyebar dari Danau Yamur di Kabupaten Kaimana sampai ke Merauke.
Kelangsungan hidupnya di alam tidak terlepas dari tekanan dan ancaman yang
dapat terjadi seiring perkembangan pembangunan.

Kebutuhan ruang untuk

pembangunan diberbagai bidang seperti pembukaan lahan untuk perkebunan,
pertanian, pemukiman (transmigrasi), pertambangan, pembangunan bendungan,

10

dan sarana transportasi yang berkembang pesat di Papua ikut mempengaruhi
kondisi ekosistem hutannya dengan cepat pula. Tekanan pada C. insculpta telah
meningkat dalam beberapa tahun terakhir, khususnya di Papua Barat (Indonesia)
dan Papua New Guinea, terutama karena pertumbuhan populasi manusia,
kecenderungan yang lebih besar bagi pembangunan desa-desa di tepi sungai
setelah penghentian perang suku dan pengenalan teknologi baru (Alvarenga
2010), sedangkan kegiatan pertanian dan drainase pada Daerah Aliran Sungai
(DAS) di Australia Utara potensi memberikan dampak serius bagi populasi Labilabi moncong babi (Georges et al. 2008a).

Tanpa disadari proses degradasi

habitat terjadi baik secara sengaja maupun tidak sengaja yang dapat menyebabkan
kehilangan atau kepunahan spesies. Dampak degradasi hutan terhadap hilangnya
spesies diungkapkan oleh Arief (2001) yang mengatakan bahwa sepetak hutan
kecil yang dirusak dapat mengakibatkan banyak spesies yang hilang sama sekali
atau punah secara lokal. Pemanenan, pengurangan habitat alami dan fragmentasi
telah menjadi faktor utama pendorong spesies amfibi dan reptil ke jurang
kepunahan (Vitt dan Caldwell 2009).
Di alam, Labi-labi moncong babi merupakan satwa yang membuat sarang
di pasir, meletakkan telurnya pada sarang yang dibangun dan menyerahkan proses
penetasan sepenuhnya pada alam. Sarang-sarang C. insculpta umumnya terdapat
pada pasir yang bersih, halus, yang tidak tertutup oleh vegetasi dan dekat dengan
air (Georges et al. 2008b) dan hanya dapat bertelur pada pasir yang rendah
dimana pasir masih dapat saling terikat dengan kelembaban yang rendah,
didominasi oleh substrat pasir namun dapat juga bersarang pada berbagai substrat
mulai dari pasir lempung sampai mengandung kerikil, sekumpulan pasir dengan
sedikit atau tanpa vegetasi penutup yang mempunyai ketinggian pasir 0,25 m di
atas air (Doody et al. 2003b), pasir pada tepi sungai atau rawa, substrat pasir halus
sampai bercampur kerikil (Triantoro dan Rumawak 2010).

Keberhasilan

penetasan telur-telurnya dapat disebabkan oleh berbagai faktor lingkungan seperti
faktor panas, tekstur pasir, kelembaban pasir, luas pasir, tutupan vegetasi pasir,
predator, rusaknya sarang dan telur akibat terendam air saat sungai meluap, dan
faktor pemangsa seperti babi hutan (Sus sp) dan biawak (Varanus sp).

11

Informasi terkait spesies C. insculpta di Indonesia sangatlah kurang walau
dengan status vulnerable pada daftar merah IUCN. Dengan mengetahui informasi
terkait populasi, biologi peneluran, habitat hidup, perilaku bertelur, pemilihan
habitat persarangan, dan informasi pendukung lainnya, maka manajemen
pengelolaan terhadap kelestarian spesies C. insculpta dapat dilakukan dengan
baik.

Dalam upaya mendapatkan informasi terkait C. insculpta maka dalam

penelitian ini dapat diketahui pola sebaran sarang dan biologi penelurannya.
Pengujian secara ekologi dilakukan untuk mengetahui informasi terkait
pola sebaran sarang dan biologi peneluran yang dapat menjadi indikator dalam
upaya pengelolaan dan konservasi C. insculpta kedepannya.

Pertama, survei

dilakukan di sepanjang sungai dan rawa untuk mendapatkan jumlah sarang secara
akurat dan jumlah pasir peneluran, baik yang terdapat sarang maupun tidak
terdapat sarang. Pengukuran terhadap induk betina, sarang dan telur dilakukan
untuk melihat karakteristik morfologi induk, ukuran sarang, ukuran telur dan
jumlah telur terkait tingkat kedewasaan induk betina dan mengestimasi calon
anakannya. Jumlah sarang digunakan sebagai salah satu cara pendekatan terhadap
populasi induk C. insculpta maupun calon regenerasinya (anakan) di alam.
Kedua, menguji pola sebaran sarang apakah bersifat acak, homogen atau
berkelompok. Kepadatan sarangnya diuji berdasarkan luasan pasir dan perimeter
pasir pada pasir peneluran bervegetasi dan tanpa vegetasi. Pola sebaran dan
kepadatan sarang dapat memberikan informasi terkait wilayah bersarang
potensial.
Ketiga, menguji pemilihan habitat bersarang induk betina C. insculpta
terhadap pasir peneluran berdasarkan parameter lingkungan yaitu 1) apakah
pemilihan didasarkan atas luasan pasir peneluran, 2) apakah pemilihan didasarkan
atas perimeter (perimeter) pasir, 3) apakah pemilihan didasarkan atas bentuk
bentang (fractal dimension) pasir, 4) apakah pemilihan didasarkan atas bentuk
permukaan (shape index) pasir, 5) apakah pemilihan didasarkan atas tekstur pasir
(halus, sedang, kasar), dan atau 6) apakah pemilihan didasarkan atas luas tutupan
vegetasi pasir peneluran.

Pada penelitian ini ingin diketahui parameter fisik

lingkungan yang paling mempengaruhi induk betina dalam memilih habitat pasir
penelurannya.

13

2. METODE PENELITIAN
2.1. Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di wilayah Sungai Vriendschap (Gambar I.1) yang
termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Asmat dan Kabupaten
Yahukimo, Papua. Pendataan sarang dan pasir peneluran dilakukan di rawa dan
sepanjang sungai Vriendschap yang berada pada wilayah adat masyarakat Bor,
Obokain, Indama dan Sumo, dan pada rawa yang masuk dalam wilayah adat
Betkuar.

Penelitian dilakukan dalam rentang waktu 8 – 25 November 2011

dengan pertimbangan masih berada dalam rentang waktu puncak musim
peneluran.

Gambar I.1 Lokasi penelitian sebaran Carettochelys insculpta di wilayah Sungai
Vriendschap.
2.2. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan adalah metode survey (perjumpaan) dengan
sistem transek. Sebagai transek adalah panjang Sungai Vriendschap. Pendataan
dilakukan disepanjang Sungai Vriendschap yang meliputi wilayah Bor (rawa)
dilakukan selama 4 hari (terdapat jejak dalam 3 hari dan sarang dalam 2 hari), di

14

wilayah Bor (sungai) dilakukan selama 2 hari (terdapat jejak dan sarang dalam 1
hari), di wilayah Obokain, Indama dan Sumo dilakukan selama 5 hari (terdapat
jejak dalam 5 hari dan sarang dalam 3 hari di Obokain, jejak dan sarang dalam 2
hari di Indama, dan jejak dan sarang dalam 3 hari di Sumo).

Data yang

dikumpulkan meliputi sarang peneluran, biologi peneluran, dan habitat
persarangan.

Pendataan dilakukan mulai jam 05.00 – 16.00 WIT.

Sarang

peneluran terlebih dahulu di data kemudian dilanjutkan dengan pendataan habitat
persarangan. Pengukuran biologi peneluran dilaksanakan saat tidak melakukan
pendataan sarang peneluran dan habitat persarangan. Pengambilan data meliputi :
1. Data Sarang Peneluran
Jumlah sarang : menghitung jumlah sarang yang ditemui dan mengambil
titik-titik koordinat sarang peneluran menggunakan GPS pada setiap pasir
peneluran disepanjang Sungai Vriendschap.

Sarang yang telah dihitung

kemudian ditandai untuk menghindari terjadinya penghitungan ganda (double
counting).
Jejak induk : menghitung jejak induk yang naik pada pasir peneluran baik
jejak induk membuat sarang maupun tidak membuat sarang. Induk yang naik
ke pasir sering membuat jejak berputar-putar mulai saat naik dari tepi sungai
sampai kembali ke sungai, sehingga satu jejak induk dihitung sebagai satu
individu induk dengan mengikuti jejak yang dibuat pada saat naik ke pasir
sampai kembali ke sungai.

Keterangan :

a. Jejak induk Labi-labi moncong babi; b. Sarang Labi-labi moncong babi

Gambar I.2. Jejak induk dan sarang Labi-labi moncong babi.
Jarak sarang : mengukur jarak sarang peneluran dari tepi sungai. Jarak
sarang yang diukur adalah jarak sarang yang paling terdekat dari tepi sungai
atau air.

Pengukuran dilakukan menggunakan roll meter (50 m) dengan

satuan dalam centimeter dan dua angka dibelakang koma dalam satuan
terkecil milimeter.

15

2. Data Biologi Peneluran
Data biologi peneluran yang diambil meliputi ukuran karapas induk C.
insculpta, ukuran plastron, karakteristik telur, dan karakteristik sarang.
Pengukuran karapas induk C. insculpta mengacu pada metode pengukuran
karapas penyu menurut Bolten (1999) yang meliputi panjang karapas tegak
lurus (SCL : Straight Carapace Length) yang di ukur secara panjang tegak
lurus karapas, panjang karapas lengkung (CCL : Curved Carapace Length)
yang di ukur mengikuti panjang lengkung karapas, lebar karapas tegak lurus
(SCW : Straight Carapace With) yang di ukur mengikuti lebar tegak lurus
karapas dan lebar karapas lengkung (CCW : Curved Carapace With) yang di
ukur mengikuti lebar lengkung karapas. Plastron di ukur terhadap panjang
dan lebarnya. Pengukuran karapas dan plastron menggunakan roll meter (3
m) dengan satuan dalam centimeter dan dua angka dibelakang koma dalam
satuan terkecil milimeter. Jumlah individu yang ditangkap dan berhasil diukur
sebanyak 14 ekor. Pengukuran SCL, CCL, SCW, CCW, dan plastron Labilabi moncong babi seperti terlihat pada Gambar I.3 dan I.4.
a
b
d

c

a.
b.
c.
d.

Pengukuran SCL
Pengukuran CCL
Pengukuran SCW
Pengukuran CCW

Gambar I.3. Pengukuran karapas induk Labi-labi moncong babi

e

e. Pengukuran panjang plastron
f. Pengukuran lebar plastron

f
Gambar I.4. Pengukuran plastron induk Labi-labi moncong babi
Karakteristik telur dan sarang C. insculpta yang dikumpulkan meliputi jumlah
telur dalam satu sarang, jumlah telur normal dan abnormal dalam satu sarang,

16

diameter telur normal dan abnormal, berat telur normal dan abnormal,
diameter sarang dan kedalaman sarang.

Pengukuran diameter telur

menggunakan digital caliper dengan satuan nilai dalam millimeter.

Telur

abnormal berbeda dengan telur normal dimana telur abnormal tidak
mempunyai kuning telur dan secara visual telur abnormal mempunyai ukuran
lebih kecil (biasanya setengah atau lebih kecil dari ukuran telur normal) bila
dibandingkan dengan telur normal, dan semakin kecil mendekati akhir
peneluran.
3. Data Habitat Persarangan
Habitat sarang peneluran Labi-labi moncong babi yang dimaksudkan adalah
sekumpulan pasir di tepi sungai atau rawa yang digunakan oleh Labi-labi
moncong babi untuk melaku