PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb) DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK PADA DOMBA LOKAL JANTAN RINGKASAN

(1)

Pengaruh penambahan tepung temulawak

(curcuma xanthorrhiza roxb) dalam ransum

Terhadap kecernaan bahan kering

Dan bahan organik pada

Domba lokal jantan

Oleh

Prabowo Edy Damasto H.0503064

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2008


(2)

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG TEMULAWAK

(Curcuma xanthorrhiza Roxb) DALAM RANSUM

TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING

DAN BAHAN ORGANIK PADA

DOMBA LOKAL JANTAN

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Peternakan

Oleh :

PRABOWO EDY DAMASTO H0503064

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2008


(3)

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG TEMULAWAK

(Curcuma xanthorrhiza Roxb) DALAM RANSUM

TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING

DAN BAHAN ORGANIK PADA

DOMBA LOKAL JANTAN

yang dipersiapkan dan disusun oleh PRABOWO EDY DAMASTO

H0503064

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : 5 Mei 2008

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji Ketua

Ir. Sudiyono, MS NIP. 131 692 011

Anggota I

Ir. YBP. Subagyo, MS NIP. 130 788 798

Anggota II

Ir. Joko Riyanto, MP NIP. 131 862 346

Surakarta, 5 Mei 2008

Mengetahui

Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian

Dekan

Prof. Dr. Ir. H Suntoro, MS NIP. 131 124 609


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

Ucapan terima kasih penulis berikan kepada:

1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ketua Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ir. Lutojo, MP selaku pembimbing akademik atas bimbingan dan pengarahannya.

4. Ir. Sudiyono, MS selaku pembimbing utama atas bimbingan dan pengarahannya.

5. Ir. YBP. Subagyo, MS selaku pembimbing pendamping atas bimbingan dan pengarahannya.

6. Ir. Joko Riyanto, MP selaku dosen penguji atas pengarahan dan masukannya. 7. Fitri Widyasari yang selalu mengiringi langkahku, yang selalu menemaniku,

selalu memberikan semangat, dukungan, dan doa dalam penyusunan skripsi. 8. Bapak, Ibu, Kakakku, serta temam-temanku Jurusan Peternakan 2003 yang

selalu memberi dukungan, semagat, bantuan, dan doa sampai terselesaikannya penulisan skripsi ini.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Surakarta, Mei 2008


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

RINGKASAN ... vii

SUMMARY ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Domba lokal ... 4

B. Sistem Pencernaan Ruminansia ... 4

C. Pakan Ruminansia ... 6

D. Temulawak ... . 7

E. Komsumsi Pakan ... . 8

F. Kecernaan dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya... . 9

HIPOTESIS ... 11

III.METODE PENELITIAN ... 12

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 12

B. Bahan dan Alat Penelitian ... 12

C. Persiapan Penelitian ... 14

D. Cara Penelitian ... 14

E. Cara Analisis Data ... 16

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

A. Konsumsi Bahan Kering ... 17


(6)

C. Kecernaan Bahan Kering ... 20

D. Kecernaan Bahan Organik ... 21

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 23

A. Kesimpulan ... 23

B. Saran ... 23


(7)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Standar Kebutuhan Nutrien Domba Bobot 15 kg ... 12 2. Kandungan Nutrien Bahan Pakan Penyusun Ransum ... 13 3. Susunan dan Kandungan Nutrisi Ransum Perlakuan ... 13 4. Rerata Konsumsi Bahan Kering (KBK) Domba Lokal Jantan

(gram/ekor/hari) ... 17 5. Rerata Konsumsi Bahan Organik (KBO) Domba Lokal Jantan

(gram/ekor/hari) ... 18

6. Rerata Kecernaan Bahan Kering (KcBK) Domba Lokal Jantan (%) ... 20

7. Rerata Kecernaan Bahan Organik (KcBO) Domba Lokal Jantan (%) ... 21


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Analisis Variansi Konsumsi Bahan Kering (KBK) Domba Lokal Jantan ... 26 2. Analisis Variansi Konsumsi Bahan Organik (KBO) Domba Lokal

Jantan ... 27 3. Analisis Variansi Kecernaan Bahan Kering (KcBK) Domba Lokal

Jantan ... 28 4. Analisis Variansi Kecernaan Bahan Organik (KcBO) Domba Lokal

Jantan ... 29 5. Denah / Lay Out Kandang ... 30 6. Temperatur Lingkungan Kandang Selama Penelitian ... 31 7. Hasil Analisa Laboratorium Uji Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian


(9)

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG TEMULAWAK

(Curcuma xanthorrhiza Roxb) DALAM RANSUM

TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING

DAN BAHAN ORGANIK PADA

DOMBA LOKAL JANTAN

RINGKASAN Oleh:

Prabowo Edy Damasto H0503064

Ternak domba merupakan salah satu ternak penyedia protein hewani di Indonesia yang cukup potensial untuk dikembangkan, tetapi sistem pemeliharaan domba ini umumnya masih dilakukan secara tradisional. Pakan merupakan faktor penting dalam produktivitas ternak domba, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Selain itu, untuk meningkatkan nafsu makan, pertumbuhan, kecernaan, kesehatan ternak dan efisiensi pakan perlu adanya penambahan feed additive.

Feed additive adalah suatu zat khusus yang sengaja ditambahkan dalam ransum ternak untuk tujuan tertentu. Penambahan feed additive yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tepung temulawak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung temulawak dalam ransum terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik domba lokal jantan. Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 13 September 2007-23 November 2007 yang bertempat di kandang milik Jurusan/Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Univeritas Sebelas Maret Surakarta yang terletak di Jatikuwung, Gondangrejo, Karanganyar. Penelitian ini menggunakan 16 ekor domba dengan berat badan 12,07 ± 1,11 kg. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan empat perlakuan (P0, P1, P2, P3), dan empat ulangan dan tiap-tiap ulangan terdiri dari satu ekor domba lokal jantan. Perlakuan yang diberikan adalah : P0 = + 0% tepung temulawak; P1 = + 0,5% tepung temulawak; P2 = + 1% tepung temulawak dan P3 = + 1,5% tepung temulawak. Parameter yang diamati meliputi konsumsi bahan kering, konsumsi bahan organik, kecernaan bahan kering, dan kecernaan bahan organik.


(10)

Rerata hasil penelitian pada masing-masing perlakuan P0, P1, P2, dan P3 adalah konsumsi bahan kering berturut-turut 681,97; 667,48; 695,72; dan 688,04 g/ekor/hari, konsumsi bahan organik berturut-turut 589,91; 576,64; 600,76; dan 595,68 g/ekor/hari, kecernaan bahan kering berturut-turut 64,76; 63,20, 68,27 dan 68,39 persen, dan kecernaan bahan organik berturut-turut 70,63; 68,75; 73,15; dan 73,44 persen. Analisis variansi menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata pada semua perlakuan dan parameter yang diamati. Kesimpulan yang dapat diambil adalah penambahan tepung temulawak sampai taraf 1,5% dari total ransum tidak berpengaruh terhadap konsumsi bahan kering dan bahan organik serta kecernaan bahan kering dan bahan organik domba lokal jantan


(11)

INFLUENCE OF CURCUMA XANTHORRHIZA ROXB [TEMULAWAK] FLOUR ADDITION IN RATION TO DRY DIGESTIBILITY

MATTER AND ORGANIC MATTER ON MALE LOCAL LAMB

Summary by:

Prabowo Edy Damasto H0503064

Lamb livestock is one of supplier from animal protein in Indonesia, which is potential to be developed, but the system was still in traditional management. One of the important factor in lamb livestock productivity, either from its quality a is feed and also quantity amount. Besides, to increase consumption, growth, digestibility, health, and feed efficiency, livestock need the existence of addition from feed additive . Feed additive is a special substance intending to be enhanced in livestock ration for the purpose of it is certain. In this research feed additive substance was Curcuma Xanthorrhiza Roxb [temulawak] flour.

The purpose of this research was to find out the effect of Curcuma Xanthorrhiza Roxb [temulawak] Flour. The addition in ration influence to dry digestibility matter and organic matter at male local lamb. This research has been done from 13 September 2007 until 23 November 2007 on Minifarm of Animal Husbandry Program of Agriculture Faculty of Sebelas Maret University, which located in Jatikuwung, Gondangrejo, Karanganyar. This research used 16 lamb with 12,07 ± 1,11 kg of body weight. The Design was Completely Randomized Design (CRD) which devide into four treatment and they are ( P0, P1, P2, P3) consist of four replication. Each replication using one male local lamb. The treatments are P0 = + 0% temulawak flour (as a control); P1 = + 0,5% temulawak

flour; P2 = + 1% temulawak flour and P3 = + 1,5% temulawak flour. The parameters are dry matter intake, organic matter intake, dry matter


(12)

The result of this research for each treatment [P0,P1,P2,P3] on dry matter intake were 681,97; 667,48; 695,72; and 688,04 gram/head/day, on organic matter intake were 589,91; 576,64; 600,76; and 595,68 gram/head/day, on dry matter digestibility 64,76; 63,20, 68,27 and 68,39 [ %], and on organic matter digestibility were 70,63; 68,75; 73,15; and 73,44 [ %]. Analysis Variance has shown different result is not significant at all of parameter and treatment. Conclusion which can be taken by addition of temulawak flour until level 1,5% from totalizing ration were have no effect on dry matter intake and organic matter and also dry matter and organic matter digestibility of male local lamb.

Keyword: Male Local Lamb, Temulawak Flour, and Digestibility.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ternak domba sebagai salah satu ternak penyedia protein hewani di Indonesia yang cukup potensial untuk dikembangkan. Di Indonesia kebutuhan

daging domba mengalami peningkatan sebesar 2,7% setiap tahun (Mulyono dan Sarwono, 2004). Ternak domba lebih mudah digemukan

daripada ternak kambing. Dijelaskan lebih lanjut oleh Mulyono dan Sarwono (2004) bahwa domba merupakan salah satu ternak potong yang layak dikembangkan dan pemeliharaannya mudah.

Ternak domba merupakan ternak yang sudah banyak dipelihara di Indonesia. Jenis domba yang banyak dipelihara ada dua jenis yaitu domba ekor gemuk dan domba ekor tipis atau domba lokal. Domba ekor tipis mempunyai ciri-ciri tubuh yang kecil, ekor relatif kecil dan tipis, bulu badan berwarna putih tetapi kadang-kadang ada warna lain, misal belang-belang hitam sekitar mata, domba jantan bertanduk kecil dan melingkar dan umumnya domba betina tidak bertanduk, berat domba jantan berkisar 30-40


(13)

kg dan berat badan betina 15-20 kg (Mulyono, 1998). Sistem pemeliharaan domba di Indonesia masih dilakukan secara tradisional dengan pemberian pakan yang masih tergantung pada hijauan makanan ternak dan sedikit sekali disediakan pakan penguat (konsentrat).

Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam produktifitas ternak domba, sehingga pemenuhan pakan dari segi kuantitas maupun kualitas mutlak diperlukan. Murtidjo (1993), mengatakan bahwa kebutuhan pakan ternak ruminansia dipenuhi dengan hijauan segar (sebagai pakan utama) dan konsentrat sebagai pakan penguat.

Salah satu cara dalam memperbaiki penggunaan bahan pakan yaitu dengan penambahan feed additive, feed additive yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung temulawak. Temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb) merupakan spesies kunyit yang tumbuh liar. Rumpun tumbuhan ini dapat mencapai ketinggian dua meter. Struktur temulawak seperti kunyit biasa tetapi tulang daunnya berwarna ungu tua. Rimpang temulawak mempunyai warna yang kuning, rasanya pahit, berbau tajam, serta keharumannya sedang. Komponen utama kandungan zat yang terdapat dalam rimpang temulawak adalah zat kuning yang disebut kurkumin dan zat-zat minyak atsiri. Kandungan kurkumin dalam rimpang temulawak berkisar 1,6-2,22 persen dihitung berdasarkan berat kering. Berkat kandungan kurkumin dan zat-zat minyak atsiri diduga merupakan penyebab berkhasiatnya temulawak (Rukmana, 1995 ).

Imam dan Tri (2005 : 23) mengemukakan bahwa kandungan zat terpenting yang terdapat dalam rimpang temulawak adalah minyak atsiri dan kurkumin. Minyak atsiri temulawak berupa cairan berwarna kuning jingga yang mempunyai rasa pahit dan berbau tajam. Kurkumin adalah tepung berwarna kuning yang terdapat pada rimpangnya. Temulawak berfungsi meningkatkan nafsu makan.

Temulawak sering digunakan untuk meningkatkan nafsu makan. Hal ini karena temulawak dapat mempercepat kerja usus halus sehingga dapat mempercepat pengosongan lambung, dengan demikian akan timbul rasa lapar


(14)

dan menambah nafsu makan (Wijayakusuma, 2003). Dengan penambahan temulawak dalam ransum diharapkan dapat meningkatkan penyerapan zat-zat makanan sehingga akan meningkatkan konsumsi pakan dan kecernaannya.

Menurut Socheh et al (1995) yang disitasi Fiftiyanti (2005) menyatakan bahwa pemberian temulawak sampai dosis 1 persen masih toleran bagi ternak domba dan kambing. Hal ini ditandai dengan kenaikan nafsu makan yang disertai dengan kenaikan bobot daging dari kedua ternak tersebut

Untuk mengetahui seberapa banyak tepung temulawak yang dapat digunakan dalam pakan domba maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung temulawak dalam ransum terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik pada domba lokal jantan.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang dihadapi dalam usaha pengembangan ternak domba di Indonesia adalah produktivitasnya yang rendah. Hal ini karena di Indonesia, ternak domba sebagai salah satu ternak potong sebenarnya belum begitu mendapat perhatian. Ternak domba yang dipelihara umumnya hanya usaha sambilan dan merupakan bagian dari usaha pertanian. Ternak dipelihara secara tradisional, yaitu dengan pemberian pakan masih terbatas dan belum ada seleksi terarah, maka tidaklah mengherankan jika domba tersebut tetap tumbuh kecil (Sugeng, 1987).

Pakan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam menunjang produktifitas ternak domba, sehingga pemenuhan kebutuhan pakan baik dari segi kualitas maupun kuantitas mutlak diperlukan. Kebutuhan pakan ternak ruminansia di penuhi dari pakan hijauan sebagai pakan utama dan konsentrat sebagai pakan tambahan. Selain itu juga perlu dilakukan penambahan

feed additive untuk meningkatkan nafsu makan dan proses pencernaan berjalan lancar. Dalam penelitian ini feed additive yang digunakan adalah tepung temulawak. Penambahan tepung temulawak ini di harapkan mampu


(15)

meningkatkan nafsu makan dan daya cerna ternak domba terhadap ransum yang diberikan. Kecernaan suatu bahan pakan sangat penting untuk diketahui karena dapat dipakai untuk menentukan nilai atau kualitas bahan pakan.

Dengan pemikiran di atas, maka penambahan tepung temulawak di dalam ransum domba sampai 1,5% persen pada penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan konsumsi bahan kering, konsumsi bahan organik, kecernaan bahan kering, dan kecernaan bahan organik

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh penambahan tepung temulawak terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik pada domba lokal jantan.

2. Mengetahui level penambahan tepung temulawak yang optimal pada ransum domba lokal jantan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Domba Lokal

Domba merupakan hewan ruminansia kecil yang masih tergolong kerabat kambing, sapi, dan kerbau. Secara umum, klasifikasi domba sebagai berikut :

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Artiodactyla Famili : Bovidae Genus : Ovis

Spesies : Ovis sp.

(Mulyono dan Sarwono, 2004).

Salah satu jenis domba yang berasal dari Indonesia yaitu domba lokal, domba kampung atau domba kacang. Tubuhnya kecil dan bermacam-macam. Kadang terdapat lebih dari satu warna pada seekor hewan (Sumoprastowo, 1993).


(16)

Domba ekor tipis dikenal sebagai domba asli Indonesia dan berkembang di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat. Warna putih merupakan warna dominan dengan warna hitam di seputar mata, hidung dan beberapa bagian tubuh lain. Ciri lainnya adalah mempunyai ekor tipis dan tidak berlemak. Domba jantan mempunyai tanduk kecil dan melingkar, sedangkan domba betina tidak bertanduk. Bulunya berupa wool kasar. Berat domba jantan berkisar 30-40 kg dan domba betina 15-20 kg. Salah satu keunggulan domba ekor tipis adalah sifatnya yang prolifik karena mampu melahirkan anak kembar dua sampai lima ekor setiap kelahiran (Mulyono dan Sarwono, 2004).

B. Sistem Pencernaan Ruminansia

Domba adalah ternak ruminansia yang mempunyai lambung majemuk yang membedakannya dengan ternak non-ruminansia yang berlambung tunggal seperti babi dan unggas. Ternak ini mengunyah pakannya serta telah beradaptasi secara fisiologis untuk mengkonsumsi pakan yang berserat kasar tinggi (rumput dan hijauan tanaman makanan ternak lain) yang tidak bisa

dimanfaatkan langsung oleh ternak non-ruminansia (Tomaszewska et al., 1993).

Pencernaan adalah serangkaian proses yang terjadi di dalam saluran pencernaan yaitu memecah bahan pakan menjadi bagian kecil, dari senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana hingga larut dan dapat di absorpsi lewat dinding saluran pencernaan untuk masuk ke peredaran darah, yang selanjutnya diedarkan keseluruh tubuh (Kamal, 1999).

Lambung ruminansia terbagi atas empat bagian yang terdiri dari rumen, retikulum, omasum, dan abomasum. Rumen merupakan tabung besar dengan berbagai kantong yang menyimpan dan mencampur ingesta bagi fermentasi mikroba (Arora, 1989).

Retikulum mempunyai bentuk menyerupai sarang tawon/lebah dan mendorong pakan padat dan ingesta ke dalam omasum dan mengalirkan ingesta ke dalam omasum. Retikulum membantu ruminansi dimana bolus


(17)

diregurgitasikan ke dalam mulut (Arora, 1989). Pakan yang dikonsumsi juga mengalami fermentasi ketika berada di retikulum (Kartadisastra, 1997).

Omasum merupakan lambung ketiga yang terdapat lamina pada permukaannya sehingga menambah luas permukaan. Fungsi omasum adalah menggiling partikel-partikel pakan agar lebih halus dan menyerap air

bersama nutrien pakan, selanjutnya pakan mengalir ke abomasum (Sarwono dan Arianto, 2002).

Abomasum merupakan tempat pertama terjadinya pencernaan pakan secara kimiawi karena adanya sekresi getah lambung. Abomasum juga berfungsi mengatur aliran ingesta (Arora, 1989).

Ternak ruminansia mampu mencerna hijauan termasuk rumput-rumputan yang umumnya mengandung selulosa yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya mikroorganisme di dalam rumen, semakin tinggi populasinya maka semakin tinggi pula kemampuan mencerna selulosa, untuk itu pertumbuhan dan perkembangan populasi mikroorganisme di dalam rumen memerlukan protein, energi, mineral dan sejumlah vitamin (Siregar, 1994).

C. Pakan Ruminansia

Menurut Siregar (1994), ransum ternak ruminansia pada umumnya terdiri dari hijauan dan konsentrat. Hijauan diartikan sebagai pakan yang mengandung serat kasar 18% atau lebih. Jenis pakan hijauan ini antara lain hay, silase, rumput-rumputan, leguminosa, dan limbah pertanian. Konsentrat adalah pakan penguat yang kaya karbohidrat dan protein. Konsentrat mengandung serat kasar kurang dari 18% dan mudah dicerna. Jenis pakan konsentrat antara lain bekatul, dedak, gandum, dan bungkil-bungkilan (Murtidjo, 1993).

Pakan konsentrat (penguat) merupakan pakan yang mempunyai kandungan zat makanan tertentu dengan kandungan energi relatif tinggi, serat kasar rendah dan daya cerna relatif baik. Pakan ini cocok untuk menambah zat makanan yang ada. Umumnya, bahan pakan konsentrat mempunyai nilai palatabilitas dan aseptabilitas yang lebih tinggi (Mulyono, 1998).


(18)

Hijauan adalah bahan pakan yang mengandung serat kasar 18% atau lebih (dihitung dari bahan kering). Kualitas hijauan sangat bervariasi yang disebabkan oleh beberapa perbedaan dalam spesies, umur, kesuburan tanah, sumber air dan lain-lainnya (Parakkasi,1986).

Di Indonesia, tiap daerah mempunyai jenis rumput beraneka ragam dan dalam jumlah banyak. Rumput tersebut apabila dalam keadaan tumbuh subur dan muda, diberikan cukup kepada ternak, maka ternak akan tumbuh baik dan cepat (Sumoprastowo, 1980).

Domba mempunyai sifat atau kebiasan naluriah yang mengkonsumsi rumput dalam jumlah banyak hanya pada waktu tertentu saja, yaitu pada pagi dan sore hari. Sehingga apabila domba diberi pakan siang atau malam hari, kemungkinan domba tidak akan menghabiskan semua rumput yang diterima pada saat dia tidak bernafsu untuk mengkonsumsinya (Sumoprastowo, 1993).

Secara alami, domba senang mengkonsumsi rumput, meskipun demikian pemberian pakan domba yang hanya berupa rumput-rumputan belum dapat memenuhi kebutuhan nutrien sebagai sumber energi dan protein. Hal ini disebabkan pada umumnya rumput hanya merupakan bahan pakan sumber energi. Penambahan bahan pakan sebagai sumber protein merupakan suatu hal yang mutlak (Sodiq dan Abidin, 2003).

D. Temulawak

Temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb) merupakan spesies kunyit yang tumbuh liar. Rumpun tumbuhan ini dapat mencapai ketinggian dua meter. Struktur temulawak seperti kunyit biasa tetapi tulang daunnya berwarna ungu tua. Rimpang temulawak mempunyai warna yang kuning, rasanya pahit, berbau tajam, serta keharumannya sedang. Komponen utama kandungan zat yang terdapat dalam rimpang temulawak adalah zat kuning yang disebut

kurkumin dan zat-zat minyak atsiri. Kandungan kurkumin dalam rimpang temulawak berkisar 1,6 - 2,22 persen dihitung berdasarkan berat kering. Berkat kandungan kurkumin dan zat-zat minyak atsiri diduga merupakan penyebab berkhasiatnya temulawak (Rukmana, 1995).


(19)

Imam dan Tri (2005 : 23) mengemukakan bahwa kandungan zat terpenting yang terdapat dalam rimpang temulawak adalah minyak atsiri dan kurkumin. Minyak atsiri temulawak berupa cairan berwarna kuning jingga yang mempunyai rasa pahit dan berbau tajam. Kurkumin adalah tepung berwarna kuning yang terdapat pada rimpangnya. Temulawak berfungsi meningkatkan nafsu makan.

Minyak atsiri dan kurkumin mempunyai khasiat merangsang sel hati untuk meningkatkan produksi empedu dan memperlancar sekresi/pengeluaran empedu sehingga cairan empedu meningkat. Hal ini akan mengurangi partikel-partikel padat yang terdapat dalam kantung empedu. Empedu berfungsi melarutkan lemak. Dengan lancarnya sekresi empedu dapat menurunkan kadar kolesterol dan pencernaan serta penyerapan lemak berjalan lancar. Temulawak berpengaruh pada pankreas dan meningkatkan nafsu makan. Temulawak dapat mempercepat pengosongan lambung. Dengan demikian akan timbul rasa lapar dan merangsang nafsu makan (Wijayakusuma, 2003 : 15 – 18).

Menurut Haryanto (1994) dalam Saadah (2003 : 8 ), pemberian rimpang temulawak sebesar 1,00 persen di dalam ransum ayam broiler, dapat meningkatkan nafsu makan dan konsumsi bahan kering, yang akan berpengaruh pada bobot potong dan produksi karkas, sedangkan persentase lemak karkas menurun.

Menurut Socheh et al (1995) yang disitasi Fiftiyanti (2005) menyatakan bahwa pemberian temulawak sampai dosis 1 persen masih toleran bagi ternak domba dan kambing. Hal ini ditandai dengan kenaikan nafsu makan yang disertai dengan kenaikan bobot daging dari kedua ternak tersebut.

E. Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan akan lebih banyak jika laju pakan yang masuk ke dalam rumen berlangsung dengan cepat. Ukuran partikel yang kecil menaikkan konsumsi pakan daripada ukuran partikel yang besar. Konsumsi


(20)

pakan bertambah jika diberikan pakan berdaya cerna lebih tinggi daripada pakan berdaya cerna rendah (Arora, 1989).

Jumlah konsumsi pakan adalah merupakan faktor penentu yang paling penting yang menentukan jumlah zat-zat makanan yang didapat oleh ternak dan selanjutnya mempengaruhi tingkat produksi. Akan tetapi pengatur konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat kompleks dan banyak faktor yang terlibat serta biasanya digolongkan ke dalam bidang yang luas seperti :

sifat-sifat pakan, faktor ternak dan faktor lingkungan (Tomaszewska et al., 1993).

Palatabilitas antara lain dipengaruhi oleh bentuk, bau, rasa, tekstur, dan suhu pakan yang diberikan. Hijauan (roughages) dengan kandungan lignin lebih tinggi mempunyai palatabilitas rendah dan konsumsi pakannya lebih kecil daripada hijauan dengan kandungan lignin rendah. Selera merupakan faktor internal yang merangsang lapar pada ternak. Pada ternak ruminansia, selera merangsang pusat syaraf (hyphotalamus) yang menstimulasi keadaan lapar, selanjutnya ternak akan merespon kondisi tersebut dengan cara mengkonsumsi pakan (Anggorodi, 1990).

Ternak ruminansia yang normal (tidak dalam keadaan sakit/sedang berproduksi), mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang terbatas sesuai dengan kebutuhannya untuk mencukupi hidup pokok. Kemudian sejalan dengan pertumbuhan, perkembangan kondisi serta tingkat produksi yang dihasilkannya, konsumsi pakannya pun akan meningkat pula. Tinggi rendahnya konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (kondisi ternak itu sendiri). (Prihatman, 2000)

F. Kecernaan dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya

Daya cerna (digestibility) adalah bagian nutrien yang tidak diekresikan dalam feses. Biasanya dinyatakan dalam dasar bahan kering dan apabila dinyatakan dalam persentase disebut koefisien cerna (Tillman et al., 1991).


(21)

Nilai nyata dari pakan ternak dapat ditentukan bila daya cernanya diketahui. Pakan yang dicerna adalah bagian yang tidak dikeluarkan dan daya cerna pada dasarnya adalah usaha untuk menentukan jumlah nutrien yang diserap dalam tractus gastrointestinalis (Anggorodi, 1994).

Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi daya cerna bahan pakan sangatlah penting, karena hal tersebut dapat berguna dalam mempertinggi efisiensi dan konversi pakan, komposisi pakan dan pengaruh terhadap perbandingan nutrien lain (Anggorodi, 1994).

Daya cerna didasarkan atas suatu asumsi bahwa nutrien yang tidak terdapat didalam feses adalah habis untuk dicerna atau diabsorbsi. Beberapa faktor yang mempengaruhi daya cerna makanan adalah komposisi pakan, daya cerna semu protein, lemak, komposisi ransum, penyiapan pakan, faktor hewan, dan jumlah pakan (Tillman et al., 1991).

Menurut Tillman et al (1991), kecernaan pakan berhubungan erat dengan komposisi kimiawinya, dan serat kasar mempunyai pengaruh yang terbesar terhadap kecernaan. Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi tingkat kecernaan adalah faktor yang berkaitan dengan status fisiologis rumen yang dapat mempengaruhi populasi mikrobia dan gerak saluran pencernaan. Populasi mikrobia yang seimbang penting untuk penggunaan bahan organik yang optimal(Tomaszewska et al., 1993).

Tillman et al (1991), menjelaskan bahwa kandungan serat kasar dalam pakan akan berpengaruh terhadap kecernaan. Komposisi serat kasar pada hijauan tergantung dari penyusun dinding selnya yang terdiri dari selulosa dan hemiselulosa yang sukar dicerna terutama bila mengandung lignin dan sebaliknya isi sel hampir dapat dicerna seluruhnya. Lebih lanjut Tomaszewska

et al (1993), mengatakan bahwa lignifikasi pada hijauan dapat mengurangi tingkat kecernaan dari selulosa yang ada di dinding sel.

Pakan ruminansia banyak mengandung selulosa, hemiselulosa, pati, karbohidrat yang mudah larut, dan fruktan. Selulosa berhubungan erat dengan lignin dan kombinasi lignoselulosa. Kombinasi ini dapat merupakan bagian terbesar dari sebagian tanaman terutama jerami. Selulosa dan hemiselulosa


(22)

tidak dicerna oleh enzim-enzim yasng dihasilkan ruminansia, tetapi dicerna

oleh mikrobia yang juga dapat mencerna pati dan karbohidrat mudah larut (Tillman et al., 1991).

HIPOTESIS

Hipotesis dalam penelitian ini adalah bahwa perlakuan penambahan tepung temulawak akan berpengaruh meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik pada domba lokal jantan.

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 13 September 2007- 23 November 2007 yang bertempat di kandang milik Jurusan/Program Studi

Peternakan Fakultas Pertanian Univeritas Sebelas Maret Surakarta yang terletak di Desa Jatikuwung, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar. Analisis bahan pakan dan feses di Laboratorium Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Domba lokal jantan

Domba lokal jantan dengan berat badan 12,07 ± 1,11kg sebanyak 16 ekor.

2. Ransum

Ransum terdiri dari hijauan berupa rumput lapangan, pakan penguat konsentrat BC 132 produksi Puspetasari dan tepung temulawak. Kebutuhan nutrien domba, kandungan nutrien bahan pakan dan


(23)

kandungan nutrien pakan perlakuan disajikan pada Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3.

Tabel 1. Kebutuhan nutrien domba berat badan ± 15 kg

Nutrien Kebutuhan (%)

Protein Kasar (PK) 12,50

Kalsium (Ca) 0,35

Fosfor (P) 0,32

Total Digestible Nutrient (TDN) 55,00

Sumber: Ranjhan (1981).

Tabel 2. Kandungan nutrien bahan pakan penyusun ransum

PK SK LK Abu BETN TDN

Bahan Pakan BK

(%) (%BK)

Rumput Lapangan 28,87 15,73 28,02 1,83 11,85 42,57 59,681) Kons BC 132 86,88 14,79 19,10 2,53 17,70 45,88 63,732) Tp Temulawak 85,06 13,52 12,93 10,04 10,35 53,16

Sumber : Hasil analisis Lab. Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (2007)

1. TDN= -26,685 + 1,334 (SK) + 6,598 (EE) + 1,423 (BETN) + 0,967 (PK) – 0,002 (SK)2- 0,670 (EE)2 – 0,024 (SK) (BETN) – 0,055 (EE) (BETN) – 0,146 (EE) (PK) + 0,039 (EE)2 (PK)

(Hartadi, 1990)

2. TDN= 22,82 - 1,440 (SK) – 2,875 (EE) + 0,655 (BETN) + 0,863 (PK) – 0,027 (SK)2- 0,078 (EE)2 + 0,018 (SK) (BETN) + 0,045 (EE) (BETN) – 0,085 (EE) (PK) + 0,020 (EE)2 (PK)

(Hartadi, 1990)

Tabel 3. Susunan ransum dan kandungan nutrien ransum perlakuan Perlakuan

Bahan pakan

P0 P1 P2 P3

Rumput Lapang Konsentrat BC 132 Tepung Temulawak 60 40 0 60 40 0,5 60 40 1 60 40 1,5

Kandungan nutrien (%): Total Digestible Nutrient (TDN) Protein Kasar (PK)

Serat Kasar (SK) Lemak Kasar (LK)

61,30 15,36 24,45 2,11 61,30 15,42 24,51 2,16 61,30 15,49 24,58 2,21 61,30 15,56 24,64 2,26 12


(24)

Abu BETN

14,19 43,89

14,24 44,16

14,29 44,42

14,35 44,69 Sumber : Hasil Perhitungan Tabel 2 dan 3

3. Kandang dan peralatannya

Kandang yang digunakan adalah kandang individual sistem panggung dengan ukuran 75 cm X 100 cm X 100 cm, dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat minum.

4. Alat yang digunakan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital kapasitas 5 kg dengan kepekaan 1g untuk menimbang pakan, sisa pakan, dan feses. Timbangan gantung kapasitas 25 kg dengan kepekaan 100g untuk menimbang domba, termometer untuk mengukur suhu dalam kandang dan lingkungan luar kandang, alat pengaduk/blender untuk mencampur feses agar homogen, parang untuk memotong rumput, sapu dan celana khusus untuk menampung feses agar feses tidak bercampur dengan urine.

C. Persiapan Penelitian

1. Persiapan Kandang

Terlebih dahulu kandang dan semua peralatan kandang dibersihkan dan disinfektan dengan lysol dengan dosis 15 ml / 10 liter air.

2.Persiapan Domba

Domba sebelum digunakan diberi obat cacing merk Nemasol

dengan dosis 375 mg/ 50 kg BB untuk menghilangkan parasit dalam saluran pencernaan.

3.Pencampuran Bahan Pakan

Bahan pakan perlakuan dicampur sesuai dengan bagian masing-masing sesuai dengan perlakuan.

D. Cara Penelitian


(25)

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola searah, dengan perlakuan ( P1, P2, P3) dan P0 sebagai kontrol, masing-masing perlakuan dan kontrol diulang empat kali dan setiap ulangan terdiri dari satu ekor domba, sehingga jumlah total domba yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 16 ekor.

Adapun perlakuannya adalah sebagai berikut :

P0 : R lapangan 60 % + Konsentrat 40 % + 0 % tp temulawak (kontrol) P1 : P0 + 0,5 % tepung temulawak dari total ransum

P2 : P0+ 1% tepung temulawak dari total ransum P3 : P0+ 1,5 % tepung temulawak dari total ransum

2.Peubah Penelitian

Peubah penelitian yang diamati adalah : 1. Konsumsi Bahan Kering

Konsumsi BK (g) : (Pemberian (g)x % BK) – (sisa (g) x %BK) 2. Konsumsi Bahan Organik

Konsumsi BO (g) : (BK pemberian (g) x% BO) – ( BK sisa (g) x % BO) 3. Kecernaan Bahan Kering

Kecernaan BK (%) : x100%

Kering Bahan Konsumsi

Feses BK BK Konsumsi

-4. Kecernaan Bahan Organik

Kecernaan BO (%) : x100%

Organik Bahan

Konsumsi

Feses BO BO Konsumsi

-3.Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap koleksi data. Tahap persiapan dilaksanakan selama dua minggu meliputi penimbangan berat badan awal serta adaptasi terhadap lingkungan kandang dan pakan.


(26)

Pemeliharaan dilakukan selama delapan minggu. Jumlah ransum yang diberikan sebanyak 4% dari berat badan, berdasarkan bahan kering. Pemberian tepung temulawak dicampur dengan konsentrat. Pemberian pakan dilakukan pada pukul 08.00 dan pukul 14.00 berupa konsentrat, pada pukul 10.00 dan pukul 16.00 diberi hijauan (rumput lapangan), sedangkan air minum diberikan secara ad libitum.

Tahap pengumpulan data dilakukan selama tujuh hari sebelum penelitian berakhir. Pakan sebelum diberikan, diambil sampelnya secara acak. Sampel diambil 100 g setiap pembelian rumput, kemudian dikeringkan. Setelah kering, sampel dihaluskan dan dicampur menjadi satu selama periode koleksi. Pengumpulan data sisa pakan, diambil setiap pagi hari sebelum pakan hari berikutnya diberikan. Sisa pakan ditimbang, kemudian dikeringkan. Setelah kering, ditimbang lagi untuk mengetahui berat keringnya. Sisa pakan dicampur menjadi satu untuk setiap ekor domba selama periode koleksi.

Feses dikoleksi dengan cara membuat celana khusus yang diikatkan pada kaki dan perut, adaptasi dilakukan dua hari sebelum koleksi feses dilakukan. Koleksi feses dilakukan selama seminggu sebelum penelitian berakhir dengan cara menimbang feses yang dihasilkan selama 24 jam sekali tujuh hari berturut-turut. Pengambilan feses dilakukan setiap pagi hari, feses ditimbang dan diambil 20% sebagai sampel kemudian dikeringkan. Setelah kering, feses ditimbang untuk mengetahui berat keringnya. Feses kemudian dicampur menjadi satu setiap ekor domba selama periode koleksi. Pada pengumpulan data diperoleh sampel pakan, sisa pakan dan feses, kemudian dilakukan analisis bahan kering dan bahan organik.

E. Cara Analisis Data

Semua data yang diperoleh dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah, analisis data tersebut dengan analisis variansi untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung temulawak terhadap parameter yang diukur.


(27)

Apabila didapatkan hasil data yang berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji

Duncan’s New Multiple Range Test.Model matematika rancangan ini adalah: Yij = µ + τi + Єij

Keterangan :

Yij = nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = rataan nilai dari seluruh perlakuan

τi = pengaruh perlakuan ke-i

Єij= pengaruh galat perlakuan (Yitnosumarto,1993).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Konsumsi Bahan Kering

Rerata konsumsi bahan kering (KBK) domba lokal jantan selama penelitian disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rerata konsumsi bahan kering (KBK) domba lokal jantan selama penelitian (gram/ekor/hari)

Ulangan Perlakuan

1 2 3 4

Rerata P0 P1 P2 P3 729,41 663,52 660,56 683,47 664,32 527,64 746,96 764,62 704,87 648,49 635,62 588,83 629,29 830,26 739,75 715,23 681,97 667,48 695,72 688,04 Rerata konsumsi bahan kering domba lokal jantan yang diperoleh selama penelitian untuk masing-masing perlakuan P0, P1, P2, dan P3 berturut-turut yaitu 681,97; 667,48; 695,72; dan 688,04 gram/ekor/hari. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini berarti bahwa penambahan tepung temulawak dalam ransum sampai 1,5 persen dari total ransum tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering domba lokal jantan.

Salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan ternak adalah kesukaan ternak terhadap pakan (palatabilitas). Diduga penambahan tepung temulawak dalam ransum sampai 1,5 persen dari total ransum tidak menambah palatabilitas pakan yang dikonsumsi domba karena temulawak mempunyai rasa pahit dan berbau tajam, seperti yang diungkapkan oleh


(28)

Rukmana (1995) bahwa rimpang temulawak mempunyai warna yang kuning, dengan cita rasanya pahit, berbau tajam, serta keharumannya sedang. Menurut Kartadisastra (1997) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi adalah palatabilitas dan palatabilitas pakan dicerminkan oleh organoleptiknya seperti bau, rasa (hambar, pahit, asin dan manis).

Konsumsi bahan kering yang berbeda tidak nyata untuk keempat macam perlakuan tersebut diduga karena kemampuan ternak dalam menampung pakan di rumen relatif sama. Menurut Tillman et al (1991) meskipun ruminansia mempunyai kapasitas lambung yang besar tetapi jumlah yang dapat dimakan masih terbatas oleh kecepatan pencernaan dan sisa makanan yang dapat dikeluarkan oleh saluran pencernaan.

Kearl (1982) disitasi Arifbowo (2007) menyatakan bahwa konsumsi bahan kering biasanya dipengaruhi terutama ukuran tubuh, jumlah energi yang terkandung dalam pakan dan laju pencernaan. Ternak akan berhenti mengkonsumsi pakan apabila kebutuhan bahan keringnya sudah terpenuhi, walaupun kebutuhan nutrien lain belum tercukupi, sehingga pakan yang diberikan sebaiknya mempunyai kualitas yang dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok maupun produksi ternak.

Kartadisastra (1997) menyatakan bahwa tinggi rendahnya konsumsi pakan ternak ruminansia juga sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan) dan internal (kondisi ternak itu sendiri), yang meliputi temperatur lingkungan, palatabilitas, selera, status fisiologis (umur, jenis kelamin, kondisi tubuh), konsentrasi nutrien, bentuk pakan, bobot badan, dan produksi. Dalam penelitian, bobot badan domba lokal jantan yang digunakan relatif sama sehingga menyebabkan jumlah konsumsi bahan kering relatif sama pula.

B. Konsumsi Bahan Organik

Rerata konsumsi bahan organik (KBO) domba lokal jantan selama penelitian disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rerata konsumsi bahan organik (KBO) domba lokal jantan selama penelitian (gram/ekor/hari)

Perlakuan Ulangan Rerata


(29)

1 2 3 4 P0 P1 P2 P3 630,03 572,77 570,78 593,27 574,50 454,90 645,24 662,30 610,12 560,56 548,12 509,55 544,98 718,33 638,92 617,62 589,91 576,64 600,76 595,68 Rerata konsumsi bahan organik domba lokal jantan yang diperoleh selama penelitian untuk masing-masing perlakuan P0, P1, P2, dan P3 berturut-turut yaitu 589,91; 576,64; 600,76; dan 595,68 gram/ekor/hari. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa konsumsi bahan organik berbeda tidak nyata (P>0,05), artinya bahwa penambahan tepung temulawak dalam ransum sampai 1,5 persen dari total ransum tidak mempengaruhi konsumsi bahan organik domba lokal jantan.

Konsumsi bahan organik yang berbeda tidak nyata diduga karena minyak atsiri dan kurkumin yang terkandung dalam temulawak belum dapat merangsang nafsu makan domba lokal jantan, sehingga konsumsi pakan pada tiap-tiap perlakuan relatif sama. Imam dan Tri (2005: 23) mengemukakan bahwa kandungan yang terpenting yang terdapat dalam rimpang temulawak adalah minyak atsiri dan kurkumin yang berfungsi menambah nafsu makan.

Konsumsi bahan organik yang berbeda tidak nyata untuk keempat macam perlakuan tersebut juga diduga karena kandungan nutrien tiap perlakuan relatif sama sehingga menyebabkan konsumsi bahan organik yang relatif sama pula. Pengaruh yang berbeda tidak nyata juga diduga karena adanya korelasi antara bahan organik dan bahan kering, seperti yang diungkapkan Kamal (1994) bahwa konsumsi bahan organik dipengaruhi oleh konsumsi bahan keringnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa konsumsi bahan kering mempunyai korelasi yang positif terhadap konsumsi bahan organik karena bahan organik merupakan bagian dari bahan kering, sehingga konsumsi bahan kering yang berbeda tidak nyata ini mengakibatkan konsumsi bahan organiknya juga berbeda tidak nyata.

Konsumsi bahan kering dan konsumsi bahan organik saling berkaitan erat, sebab bahan pakan berdasarkan komposisi bahan kimianya dibedakan menjadi


(30)

bahan organik dan bahan anorganik (abu). Bahan organik merupakan bahan yang hilang pada saat pembakaran (Tillman et al., 1991).

Menurut Siregar (1994) kemampuan ternak ruminansia dalam mengkonsumsi ransum dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain karena faktor ternaknya itu sendiri (besar tubuh/bobot badan, tingkat produksi, kesehatan ternak dan juga umur), faktor ransum yang diberikan (bentuk, komposisi, serta frekuensi pemberian).

C. Kecernaan Bahan Kering

Rerata kecernaan bahan kering (KcBK) domba lokal jantan selama penelitian disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rerata kecernaan bahan kering (KcBK) domba lokal jantan selama penelitian (%)

Ulangan Perlakuan

1 2 3 4

Rerata P0 P1 P2 P3 62,41 69,59 66,82 73,81 64,21 58,17 72,37 69,62 66,04 63,21 66,93 66,54 66,39 61,83 66,97 63,59 64,76 63,20 68,27 68,39 Rerata kecernaan bahan kering domba lokal jantan selama penelitian untuk masing-masing perlakuan P0, P1, P2, dan P3 berturut-turut yaitu 64,76; 63,20; 68,27; dan 68,39 persen. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa kecernaan bahan kering berbeda tidak nyata (P>0,05), artinya bahwa penambahan tepung temulawak dalam ransum sampai 1,5 persen dari total ransum tidak mempengaruhi kecernaan bahan kering domba lokal jantan.

Kecernaan bahan kering yang berbeda tidak nyata diduga karena kualitas fisik dan kimia pakan yang dicerna oleh ternak juga relatif sama dalam setiap perlakuan sehingga menyebabkan kecernaan bahan kering yang relatif sama pula. Ada korelasi yang dekat antara kecernaan pakan dengan konsumsinya. Menurut Soeparno (1992) tingkat konsumsi pakan berpengaruh terhadap kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik. Konsumsi pakan yang relatif sama mengakibatkan nilai kecernaannya pun juga relatif sama


(31)

Menurut Anggorodi (1994) bahwa faktor yang berpengaruh terhadap kecernaan bahan kering diantaranya bentuk fisik bahan pakan, komposisi ransum, suhu, laju perjalanan melalui alat pencernaan dan pengaruh terhadap perbandingan nutrien lainnya. Dalam penelitian ini bentuk fisik bahan, komposisi ransum dan perbandingan nutriennya yang dikonsumsi domba lokal jantan relatif sama sehingga menyebabkan kecernaan bahan keringnya relatif sama pula.

Tillman et al (1998) menyatakan bahwa daya cerna pakan berhubungan erat dengan komposisi kimianya dan serat kasar mempunyai pengaruh yang terbesar terhadap daya cerna. Semakin tinggi kandungan serat kasar bahan pakan maka akan semakin rendah daya cernanya. Berdasarkan penelitian ini diperoleh kandungan serat kasar yang relatif sama pada masing-masing perlakuan yaitu sebesar 24,45-24,64% akibatnya nilai kecernaan bahan keringnya juga menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata.

D. Kecernaan Bahan Organik

Rerata kecernaan bahan organik (KcBO) domba lokal jantan selama penelitian disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rerata kecernaan bahan organik (KcBO) domba lokal jantan selama penelitian (%)

Ulangan Perlakuan

1 2 3 4

Rerata P0 P1 P2 P3 68,66 74,18 71,92 77,78 70,23 63,99 76,69 74,45 71,68 69,13 72,08 72,05 71,94 67,70 71,92 69,49 70,63 68,75 73,15 73,44 Rerata kecernaan bahan organik domba lokal jantan yang diperoleh selama penelitian untuk masing-masing perlakuan P0, P1, P2, dan P3 berturut-turut yaitu 70,63; 68,75; 73,15; dan 73,44 persen. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa kecernaan bahan organik berbeda tidak nyata (P>0,05), artinya bahwa penambahan tepung temulawak dalam ransum sampai 1,5


(32)

persen dari total ransum tidak mempengaruhi kecernaan bahan organik domba lokal jantan.

Kecernaan bahan kering yang berbeda tidak nyata kemungkinan juga menyebabkan kecernaan bahan organik menjadi berbeda tidak nyata. Hal ini disebabkan karena kecernaan bahan kering dan bahan organik saling berhubungan, sebab bahan pakan berdasarkan komposisi kimianya dibedakan menjadi bahan anorganik (abu) dan bahan organik. Bahan organik terdiri dari lemak, protein kasar, serat kasar, BETN (Tillman et al., 1991) dan bahan kering terdiri dari lemak, protein kasar, serat kasar, BETN dan abu (Kamal, 1994), sehingga nilai kecernaan bahan organik berbanding lurus dengan besarnya nilai kecernaan bahan keringnya.

Besarnya nutrien yang dimanfaatkan oleh ternak yang relatif sama pada kecernaan bahan kering pada penelitian ini diduga juga menyebabkan kecernaan bahan organik yang relatif sama pada masing-masing perlakuan. Dalam ransum masing-masing perlakuan mempunyai kandungan nutrien protein, serat kasar, dan lemak kasar yang relatif sama.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah penambahan tepung temulawak sampai taraf 1,5% dari total ransum tidak berpengaruh terhadap konsumsi bahan kering dan bahan organik serta kecernaan bahan kering dan bahan organik domba lokal jantan.

B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan, maka disarankan tidak perlu adanya penambahan tepung temulawak dalam ransum domba lokal jantan.

DAFTAR PUSTAKA


(33)

Arifbowo, N. A., 2007. Pengaruh suplementasi ampas tahu, ampas tempe dan ampas kecap terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik pada domba lokal jantan. Skripsi S1 Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Arora, S.P., 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hartadi, H, S. Reksodiprodjo, dan A. D., Tillman, 1990. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Imam dan Tri, M., 2005. Menaikkan Gengsi Temulawak. Agrina. Vol. 1 no.8/3 Agustus 2005 hal 23.

Kamal, M., 1994. Nutrisi Ternak I. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Kartadisastra, H. R., 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia. Kanisius. Yogyakarta

Mulyono, S., 1998. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Penebar Swadaya, Jakarta.

Mulyono, S dan B. Sarwono, 2004. Beternak Domba Prolifik. Penebar Swadaya, Jakarta

Murtidjo, B. A., 1992. Memelihara Domba. Kanisius. Yogyakarta.

Parakkasi, A., 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. IPB. Bogor.

Prihatman, K., 2000. Pakan Ternak. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan. Bappenas. Jakarta. http://www.peternakan.litbang.deptan.go.id. 25 Mei 2006. 14.00 WIB.

Rajhan, S.K., 1981. Animal Nutrition in Tropic 2nd edition. Kay-kay printer. New Delhi.

Rukmana, R., 1995. Temulawak Tanaman Rempah dan Obat. Kanisius, Yogyakarta.

Saadah, N. 2003. Kadar Kolesterol Darah Pada Ayam Broiler yang Diberi Ransum Menggunakan kunyit dan Temulawak. Skripsi S1. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.

Siregar, S.B., 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta. Sodiq, A dan Z. Abidin, 2003. Penggemukan Domba. Agro Media Pustaka.

Jakarta.

Fiftiyanti, D. 2005. Kinerja Produksi dan Rasio Efisiensi Protein Ayam Broiler Betina yang Mendapat Suplementasi Tepung Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) dalam Ransum. Skripsi S1 Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.


(34)

Soeparno, 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-1 Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Sugeng. B.Y., 1987. Beternak Domba Cetakan II. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Sumoprastowo, RM. 1993. Beternak Domba Pedaging dan Wol. Bhratara Niaga

Media. Surakarta.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo, 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Tomaszewska, M. W., I.M. Mastika, A. Djajanegara, S. Gardiner dan T.R. Wiradarya, 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press. Surakarta.

Wijayakusuma, H., 2003. Penyembuhan dengan Temulawak. Milenia Populer, Jakarta

Yitnosumarto, S. 1993. Perancangan Percobaan, Analisis dan Interpretasinya. Gramedia Pustaka Utama. Yogyakarta.

Lampiran 1. Analisis Variansi Konsumsi BK (Bahan Kering) pada Domba Lokal Jantan

Daftar Konsumsi Bahan Kering pada domba lokal jantan (g/ ekor/ hari)

Perlakuan U1 U2 U3 U4 Jmlh P rata-rata

P

P0 729,408 664,321 704,872 629,287 2727,887 681,972

P1 663,517 527,645 648,493 830,262 2669,917 667,479

P2 660,558 746,961 635,622 739,749 2782,890 695,722

P3 683,473 764,616 588,828 715,232 2752,148 688,037

Jmlh 10932,842

(10932,842)2

1. FK = = 7470438,905 16

2. JK total = (729,4082 + 664,3212 + ....+ 715,2322) – 7470438,905 = 79884,767

2727,8872 2669,9172 2782,8902 2752,1482

3. JK perlakuan = + + + - 7470438,905 4 4 4 4


(35)

4. JK galat = 79884,767 – 1715,278 = 78169,489 5. db perlakuan = t – 1 = 4 – 1 = 3

6. db galat = n – t = 16 – 4 = 12

Daftar analisis ragam pengaruh penambahan tepung temulawak terhadap konsumsi bahan kering pada domba lokal jantan

SK Db JK KT F.hit F.5% F.1%

Perlakuan 3 1715,278 571,759 0,088ns 3,49 5,95

Galat 12 78169,489 6514,124

Total 15 79884,767

Ket : ns) Non Significant (berbeda tidak nyata)

Lampiran 2. Analisis Variansi Konsumsi BO (Bahan Organik) pada domba lokal jantan

Daftar Konsumsi Bahan Kering pada domba lokal jantan (g/ ekor/ hari)

Perlakuan U1 U2 U3 U4 Jmlh P rata-rata P

P0 630,033 574,501 610,120 544,984 2359,639 589,910

P1 572,775 454,901 560,556 718,333 2306,566 576,641

P2 570,778 645,237 548,123 638,920 2403,058 600,764

P3 593,266 662,299 509,548 617,619 2382,732 595,683

Jmlh 9451,995

(9451,995)2

1. FK = = 5583763,019 16

2. JK total = (630,0332 + 574,5012 + ....+ 617,6192) – 5583763,019 = 60190,647

2359,6392 2306,5662 2403,0582 2382,7322

3. JK perlakuan = + + + - 5583763,019 4 4 4 4


(36)

4. JK galat = 60190,647 – 1297,534 = 58893,114 5. db perlakuan = t – 1 = 4 – 1 = 3

6. db galat = n – t = 16 – 4 = 12

Daftar analisis ragam pengaruh penambahan tepung temulawak terhadap konsumsi bahan organik pada domba lokal jantan

SK Db JK KT F.hit F.5% F.1%

Perlakuan 3 1297,534 432,511 0,088ns 3,49 5,95

Galat 12 58893,144 4907,759

Total 15 60190,647

Ket : ns) Non Significant (berbeda tidak nyata)

Lampiran 3. Analisis Variansi Kecernaan Bahan Kering pada domba lokal jantan

Daftar Kecernaan Bahan Kering pada domba lokal jantan (%)

Perlakuan U1 U2 U3 U4 Jmlh P rata-rata P

P0 62,415 64,211 66,041 66,391 259,057 64,764 P1 69,587 58,171 63,211 61,829 252,797 63,199 P2 66,819 72,373 66,927 66,967 273,086 68,272 P3 73,807 69,625 66,542 63,586 273,561 68,390

Jmlh 1058,501

(1058,501)2

1. FK = = 70026,605 16

2. JK total = (62,4152 + 64,2112 + ....+ 63,5862) – 70026,605 = 238,439 259,0572 252,7972 273,0862 273,5612

3. JK perlakuan = + + + - 70026,605 4 4 4 4

= 80,582


(37)

5. db perlakuan = t – 1 = 4 – 1 = 3 6. db galat = n – t = 16 – 4 = 12

Daftar analisis ragam pengaruh penambahan tepung temulawak terhadap kecernaan bahan kering pada domba lokal jantan

SK db JK KT F.hit F.5% F.1%

Perlakuan 3 80,582 26,861 2,042ns 3,49 5,95

Galat 12 157,857 13,155

Total 15 238,439

Ket : ns) Non Significant (berbeda tidak nyata)

Lampiran 4. Analisis Variansi Kecernaan Bahan Organik pada domba lokal jantan

Daftar Kecernaan Bahan Organik pada domba lokal jantan (%)

Perlakuan U1 U2 U3 U4 Jmlh P rata-rata P

P0 68,659 70,232 71,676 71,941 282,508 70,627

P1 74,180 63,992 69,131 67,700 275,002 68,751

P2 71,925 76,689 72,085 71,921 292,621 73,155

P3 77,785 74,449 72,052 69,494 293,780 73,445

Jmlh 1143,911

(1143,911)2

1. FK = = 81783,269 16

2. JK total = (68,6592 + 70,2322 + ....+ 69,4942) – 81783,269 = 173,671 282,5082 275,0022 292,6212 293,7802

3. JK perlakuan = + + + - 81783,269 4 4 4 4

= 59,376


(38)

5. db perlakuan = t – 1 = 4 – 1 = 3 6. db galat = n – t = 16 – 4 =12

Daftar analisis ragam pengaruh penambahan tepung temulawak terhadap kecernaan bahan organik pada domba lokal jantan

SK db JK KT F.hit F.5% F.1%

Perlakuan 3 59,376 19,792 2,078ns 3,49 5,95

Galat 12 114,294 9,525

Total 15 173,671

Ket : ns) Non Significant (berbeda tidak nyata)

Lampiran 5. Denah / Lay out Kandang

P2U4

P2U2

P0U1

P1U2

P3U2

P0U2

P3U1 S

T B

U


(39)

Lampiran 6. Temperatur Lingkungan Kandang Selama Penelitian Temperatur dalam

kandang Temperatur luar kandang

Hari Tanggal pagi siang sore pagi siang sore

Jum'at 28-Sep-07 25 34 31 26 35 32,5

Sabtu 29-Sep-07 23 32,5 30 24 33,5 31

Minggu 30-Sep-07 23,5 34 30 23,5 35 31

Senin 1-Oct-07 23,5 30 31 23,5 31 33

Selasa 2-Oct-07 24 29,5 31 24 30 31,5

Rabu 3-Oct-07 24,5 34 32,5 25 35 33

Kamis 4-Oct-07 25 35 33 26 35 34

Jum'at 5-Oct-07 27 35 34 27 36 35

Sabtu 6-Oct-07 26 36 36 26 37 37

Minggu 7-Oct-07 26 34 34 26 35 35

Senin 8-Oct-07 26 33 33 26 34 34

Selasa 9-Oct-07 28 33 28,5 29 34 29

Rabu 10-Oct-07 25 33 32 25 34 33

Kamis 11-Oct-07 25 34 31 26 35 32

Jum'at 12-Oct-07 27 34 29 28 35 29

Sabtu 13-Oct-07 25 34 34 26 35 35

Minggu 14-Oct-07 27 34 33 27 35 34

Senin 15-Oct-07 26 33 32 26 34 33

P0U4

P3U4

P0U3


(40)

Selasa 16-Oct-07 25 35 34 26 35 34

Rabu 17-Oct-07 25 34,5 30 27 35,5 34,5

Kamis 18-Oct-07 25,5 35,5 34 26 36 35

Jum'at 19-Oct-07 26 33 30 27 33 31

Sabtu 20-Oct-07 26 34 32 27 35 33

Minggu 21-Oct-07 27 33 30 27 34 31

Senin 22-Oct-07 26,5 33 31 27 34 32

Selasa 23-Oct-07 28 35 34 28,5 36 34

Rabu 24-Oct-07 28 32 31 28,5 33 31,5

Kamis 25-Oct-07 27 35,5 31,5 27,5 36 31,5

Jum'at 26-Oct-07 27 34 33 27,5 35 34

Sabtu 27-Oct-07 27,5 35 34 28 35,5 35

Minggu 28-Oct-07 29 33,5 33 30 34,5 34

Senin 29-Oct-07 26,5 32 28 27 33 28,5

Selasa 30-Oct-07 26 29 28 27 30 29

Rabu 31-Oct-07 26 33 31,5 26 34 32

Kamis 1-Nov-07 26 31,5 26 27 32 26

Jum'at 2-Nov-07 24 29 26 25 28 27

Sabtu 3-Nov-07 24,5 31 28 25 32 29

Minggu 4-Nov-07 25 30 27 25 31 27

Senin 5-Nov-07 27 28 27 27 29 28

Selasa 6-Nov-07 25,5 28 29 26 29 29,5

Rabu 7-Nov-07 26 30,5 28 27 31 28,5

Kamis 8-Nov-07 26 29,5 28 26 30 29

Jum'at 9-Nov-07 26 31 30 27 32 31

Sabtu 10-Nov-07 27 32 25 28 32,5 26

Minggu 11-Nov-07 26 31 29 26 31,5 29,5

Senin 12-Nov-07 26 31 29 27 32 30

Selasa 13-Nov-07 27 29 26 28 30 26

Rabu 14-Nov-07 25 31 31 26 31,5 31

Kamis 15-Nov-07 27 31,5 27 27 32 28

Jum'at 16-Nov-07 27 29 31 27 29 32

Sabtu 17-Nov-07 26 32 29 26,5 31 30

Minggu 18-Nov-07 26 31 30 26 30 31

Senin 19-Nov-07 27 33 30 27 33,5 30

Selasa 20-Nov-07 26 32 30 26 33 31

Rabu 21-Nov-07 26 33,5 31 26 24 30

Kamis 22-Nov-07 24 32 29 24 33 30


(41)

(1)

xxxvi

4. JK galat = 60190,647 – 1297,534 = 58893,114 5. db perlakuan = t – 1 = 4 – 1 = 3

6. db galat = n – t = 16 – 4 = 12

Daftar analisis ragam pengaruh penambahan tepung temulawak terhadap konsumsi bahan organik pada domba lokal jantan

SK Db JK KT F.hit F.5% F.1%

Perlakuan 3 1297,534 432,511 0,088ns 3,49 5,95

Galat 12 58893,144 4907,759

Total 15 60190,647

Ket : ns) Non Significant (berbeda tidak nyata)

Lampiran 3. Analisis Variansi Kecernaan Bahan Kering pada domba lokal jantan

Daftar Kecernaan Bahan Kering pada domba lokal jantan (%)

Perlakuan U1 U2 U3 U4 Jmlh P rata-rata P

P0 62,415 64,211 66,041 66,391 259,057 64,764

P1 69,587 58,171 63,211 61,829 252,797 63,199

P2 66,819 72,373 66,927 66,967 273,086 68,272

P3 73,807 69,625 66,542 63,586 273,561 68,390

Jmlh 1058,501

(1058,501)2

1. FK = = 70026,605 16

2. JK total = (62,4152 + 64,2112 + ....+ 63,5862) – 70026,605 = 238,439 259,0572 252,7972 273,0862 273,5612

3. JK perlakuan = + + + - 70026,605 4 4 4 4

= 80,582


(2)

xxxvii 5. db perlakuan = t – 1 = 4 – 1 = 3 6. db galat = n – t = 16 – 4 = 12

Daftar analisis ragam pengaruh penambahan tepung temulawak terhadap kecernaan bahan kering pada domba lokal jantan

SK db JK KT F.hit F.5% F.1%

Perlakuan 3 80,582 26,861 2,042ns 3,49 5,95

Galat 12 157,857 13,155

Total 15 238,439

Ket : ns) Non Significant (berbeda tidak nyata)

Lampiran 4. Analisis Variansi Kecernaan Bahan Organik pada domba lokal jantan

Daftar Kecernaan Bahan Organik pada domba lokal jantan (%)

Perlakuan U1 U2 U3 U4 Jmlh P rata-rata P

P0 68,659 70,232 71,676 71,941 282,508 70,627

P1 74,180 63,992 69,131 67,700 275,002 68,751

P2 71,925 76,689 72,085 71,921 292,621 73,155

P3 77,785 74,449 72,052 69,494 293,780 73,445

Jmlh 1143,911

(1143,911)2

1. FK = = 81783,269 16

2. JK total = (68,6592 + 70,2322 + ....+ 69,4942) – 81783,269 = 173,671 282,5082 275,0022 292,6212 293,7802

3. JK perlakuan = + + + - 81783,269 4 4 4 4

= 59,376


(3)

xxxviii 5. db perlakuan = t – 1 = 4 – 1 = 3 6. db galat = n – t = 16 – 4 =12

Daftar analisis ragam pengaruh penambahan tepung temulawak terhadap kecernaan bahan organik pada domba lokal jantan

SK db JK KT F.hit F.5% F.1%

Perlakuan 3 59,376 19,792 2,078ns 3,49 5,95

Galat 12 114,294 9,525

Total 15 173,671

Ket : ns) Non Significant (berbeda tidak nyata)

Lampiran 5. Denah /

Lay out

Kandang

P2U4

P2U2

P0U1

P1U1

P1U2

P3U2

P0U2

P3U1

P1U4 S

T B

U


(4)

xxxix

Lampiran 6. Temperatur Lingkungan Kandang Selama Penelitian Temperatur dalam

kandang Temperatur luar kandang

Hari Tanggal pagi siang sore pagi siang sore

Jum'at 28-Sep-07 25 34 31 26 35 32,5

Sabtu 29-Sep-07 23 32,5 30 24 33,5 31

Minggu 30-Sep-07 23,5 34 30 23,5 35 31

Senin 1-Oct-07 23,5 30 31 23,5 31 33

Selasa 2-Oct-07 24 29,5 31 24 30 31,5

Rabu 3-Oct-07 24,5 34 32,5 25 35 33

Kamis 4-Oct-07 25 35 33 26 35 34

Jum'at 5-Oct-07 27 35 34 27 36 35

Sabtu 6-Oct-07 26 36 36 26 37 37

Minggu 7-Oct-07 26 34 34 26 35 35

Senin 8-Oct-07 26 33 33 26 34 34

Selasa 9-Oct-07 28 33 28,5 29 34 29

Rabu 10-Oct-07 25 33 32 25 34 33

Kamis 11-Oct-07 25 34 31 26 35 32

Jum'at 12-Oct-07 27 34 29 28 35 29

Sabtu 13-Oct-07 25 34 34 26 35 35

Minggu 14-Oct-07 27 34 33 27 35 34

Senin 15-Oct-07 26 33 32 26 34 33

P0U4

P3U4

P0U3


(5)

xl

Selasa 16-Oct-07 25 35 34 26 35 34

Rabu 17-Oct-07 25 34,5 30 27 35,5 34,5

Kamis 18-Oct-07 25,5 35,5 34 26 36 35

Jum'at 19-Oct-07 26 33 30 27 33 31

Sabtu 20-Oct-07 26 34 32 27 35 33

Minggu 21-Oct-07 27 33 30 27 34 31

Senin 22-Oct-07 26,5 33 31 27 34 32

Selasa 23-Oct-07 28 35 34 28,5 36 34

Rabu 24-Oct-07 28 32 31 28,5 33 31,5

Kamis 25-Oct-07 27 35,5 31,5 27,5 36 31,5

Jum'at 26-Oct-07 27 34 33 27,5 35 34

Sabtu 27-Oct-07 27,5 35 34 28 35,5 35

Minggu 28-Oct-07 29 33,5 33 30 34,5 34

Senin 29-Oct-07 26,5 32 28 27 33 28,5

Selasa 30-Oct-07 26 29 28 27 30 29

Rabu 31-Oct-07 26 33 31,5 26 34 32

Kamis 1-Nov-07 26 31,5 26 27 32 26

Jum'at 2-Nov-07 24 29 26 25 28 27

Sabtu 3-Nov-07 24,5 31 28 25 32 29

Minggu 4-Nov-07 25 30 27 25 31 27

Senin 5-Nov-07 27 28 27 27 29 28

Selasa 6-Nov-07 25,5 28 29 26 29 29,5

Rabu 7-Nov-07 26 30,5 28 27 31 28,5

Kamis 8-Nov-07 26 29,5 28 26 30 29

Jum'at 9-Nov-07 26 31 30 27 32 31

Sabtu 10-Nov-07 27 32 25 28 32,5 26

Minggu 11-Nov-07 26 31 29 26 31,5 29,5

Senin 12-Nov-07 26 31 29 27 32 30

Selasa 13-Nov-07 27 29 26 28 30 26

Rabu 14-Nov-07 25 31 31 26 31,5 31

Kamis 15-Nov-07 27 31,5 27 27 32 28

Jum'at 16-Nov-07 27 29 31 27 29 32

Sabtu 17-Nov-07 26 32 29 26,5 31 30

Minggu 18-Nov-07 26 31 30 26 30 31

Senin 19-Nov-07 27 33 30 27 33,5 30

Selasa 20-Nov-07 26 32 30 26 33 31

Rabu 21-Nov-07 26 33,5 31 26 24 30

Kamis 22-Nov-07 24 32 29 24 33 30


(6)