Keragaan Ekosistem Kebun Hutan (Forest Garden) di Sekitar Kawasan Hutan Konservasi Studi Kasus di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah

KERAGAAN EKOSISTEM KEBUN HUTAN (FOREST
GARDEN) DI SEKITAR KAWASAN HUTAN KONSERVASI:
Studi Kasus di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah

WARDAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam
disertasi ini yang berjudul:

Keragaan Ekosistem Kebun Hutan (Forest Garden) di Sekitar
Kawasan Hutan Konservasi: Studi Kasus di Taman Nasional
Lore Lindu, Sulawesi Tengah

Adalah karya saya sendiri dengan pembimbingan komisi pembimbing dan belum
pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal dari atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka.

Bogor, Februari 2008

Wardah

ABSTRACT
WARDAH, Performance of Forest Garden at the Margin of Forest
Conservation: Case study at Lore Lindu National Park, Central Sulawesi.
Under Supervision of CECEP KUSMANA, SUDARSONO, ENDANG
SUHENDANG and IIN P. HANDAYANI.
Forest garden is a traditional agroforestry system which has a closely
similar stand structure with natural forest. It plays an important role for livelihood
of rural people. This research generally aimed to study the possibility of disturbed
forest recovery toward natural forest conditions through secondary succession.
The research particularly aimed to find out the stand structure and species
composition of plants, biomass estimation (above, below and on the ground), and
the physical, chemical and biological soil quality indicators of forest garden
compared with the adjacent primary natural forest.

The study was carried out in the vicinity of Rompo village where is
located at the eastern part of Lore Lindu National Park, Central Sulawesi. The
study area is located at altitude between 1000-1100 m above sea level. There were
five land uses, i.e. natural forest (pondulu), cultivated field (hinoe), forest garden
(holu), younger secondary forest (lopo’lehe) and older secondary forest
(lopo’tua). The plots (50 m x 50 m) divided into 25 sub plots for vegetation
analysis (trees, poles, sapling, seedlings and herbs) Tree biomass (dbh ≥ 5 cm)
were estimated by using local allometric biomass equation, whiles the tree
biomass of sapling (dbh < 5 cm), seedlings and herbs were estimated with
destructive method. Litter biomass (coarse) was estimated by collecting litter on
forest floor of 50 cm x 50 cm and fine litters in 0-5 cm depth of soil. Root biomass
(coarse and fine) was estimated by collecting roots and soil samples in two soil
depths, namely 0-10 cm (top soil) and 20-30 cm (sub soil) for physical, chemical
and biological soil quality indicators analysis.
The results generally showed that natural forest conversion into forest
garden directly decreased density of trees (74%), basal area (76%-80%) and tree
species diversity (30%-50%), changed the species and distribution patterns of
dominant trees, decreased tree biomass (80%-90%) and root biomass (80%), but
did not drastically decrease the physical, chemical and biological soil quality. In
addition, the secondary succession up to 30 years might increase the tree density

and basal area (67%), tree species diversity (75%) and tree biomass (50%)
compared to the adjacent natural forest. Finally, the performance of disturbed
natural forest consists of two characteristics, firstly, stand structure, tree
composition and plant biomass of the older secondary forests had a closely similar
condition with the adjacent natural forests; secondly, if there were further allowed
undisturbed, forest garden might have capacity to recover into the older secondary
forests, which were closely similar with former natural forest condition.
Keywords: biomass, forest garden, litter, soil quality, species composition,
stands structure,

RINGKASAN
WARDAH. Keragaan Ekosistem Kebun Hutan (Forest Garden) di Sekitar
Kawasan Hutan Konservasi: Studi Kasus di Taman Nasional Lore Lindu,
Sulawesi Tengah. Dibimbing oleh CECEP KUSMANA, SUDARSONO,
ENDANG SUHENDANG dan IIN P. HANDAYANI.
Kebun hutan merupakan sistem agroforestri tradisional yang memiliki
struktur tegakan mirip dengan hutan alam. Kebun hutan di Indonesia memiliki
peran penting bagi masyarakat pedesaan. Penelitian ini secara umum bertujuan
untuk mendapatkan gambaran mengenai kemungkinan keterpulihan ekosistem
hutan alam yang terganggu kepada keadaan yang mendekati kondisi hutan alam

semula melalui proses suksesi alami. Untuk mendapatkan tujuan umum tersebut,
diperlukan tiga tujuan khusus penelitian, yaitu: pertama, mendapatkan gambaran
mengenai struktur tegakan dan komposisi jenis tumbuhan di hutan alam dan di
berbagai tingkat perkembangan kebun hutan; Kedua, mendapatkan gambaran
mengenai dugaan biomassa tumbuhan yang ada di atas, di bawah, dan di
permukaan tanah di hutan alam dan kebun hutan; Ketiga, mendapatkan gambaran
mengenai indikator kualitas tanah (fisik, kimia dan biologi) di kebun hutan dan di
hutan alam sekitarnya.
Penelitian dilakukan di sekitar kawasan hutan konservasi yaitu di bagian
timur Taman Nasional Lore Lindu, Desa Rompo, Sulawesi Tengah, yang berada
pada ketinggian antara 1000-1100 m dpl. Petak contoh dibuat di 2 lokasi, pada
masing-masing lokasi dibuat 5 petak contoh yang masing-masing diletakkan di
hutan alam primer (pondulu), ladang (hinoe), kebun hutan (holu), hutan sekunder
muda (lopo’lehe) dan hutan sekunder tua (lopo’tua). Petak contoh berukuran 50 m
x 50 m dibagi dalam 25 anak petak untuk analisis vegetasi pada tingkat pohon,
tiang, pancang, semai dan tumbuhan bawah. Biomassa pohon (dbh ≥ 5 cm) diduga
dengan menggunakan rumus alometrik, sementra biomassa pohon (dbh < 5 cm),
semai dan tumbuhan bawah dilakukan secara destruktif. Biomassa serasah (kasar)
diduga dengan mengumpulkan serasah di permukaan tanah dan serasah halus pada
kedalaman 0-5 cm pada 10 anak petak (50 cm x 50 cm). Biomassa akar kasar dan

halus diduga dengan mengumpulkan akar bersamaan dengan pengambilan contoh
tanah pada dua kedalaman yaitu 0-10 cm (tanah lapisan atas) dan 20-30 cm (tanah
lapisan bawah) untuk dianalisis indikator kualitas tanah (fisik, kimia dan biologi).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hutan alam memiliki kerapatan
pohon, tiang, pancang dan semai berturut-turut 232, 200 dan 20.284 individu/ha
(lokasi 1) dan 212, 300 dan 24.100 individu/ha (lokasi 2) dan luas bidang dasar
(LBD) pohon hingga pancang 36.6 m2/ha (lokasi 1) dan 41.2 m2/ha (lokasi 2)
dengan keanekaragaman jenis pohon hingga semai termasuk tinggi (H’ ≥ 3),
sedangkan di ladang hanya ada 4 individu/ha (pohon) dengan LBD pohon 0.2
m2/ha (lokasi 1) dan 4 individu/ha (tiang) dengan LBD 0.03 m2/ha (lokasi 2)
dengan keanekaragaman jenis pohon sangat rendah (H’ = 0). Sementara, kebun
hutan di lokasi 1 dan lokasi 2 berturut-turut memiliki kerapatan dan LBD pohon,
tiang, pancang dan semai (64, 364, 15.716 individu/ha dan 8.9 m2/ha) dengan
keanekaragaman jenis agak rendah (H’ ≤ 2.5) dan (60, 84, 102.358 individu/ha
dan 8.6 m2/ha) dengan keanekaragaman jenis pohon agak rendah (H’ < 2).
Selanjutnya, hutan sekunder muda dan hutan sekunder tua di lokasi 1 memiliki

kerapatan dan LBD pohon, tiang, pancang dan semai beruturut-turut 8, 176,
24.100 individu/ha dan 10.2 m2/ha dengan keanekaragaman jenis pohon/tiang
agak rendah tapi pancang dan semai agak tinggi (H’ = 3.1) dan 108, 456, 9.056

individu/ha dan 15.5 m2/ha dengan keanekaragaman jenis pohon/tiang termasuk
sedang (H’ = 2.3-2.6). Sementara di lokasi 2, hutan sekunder muda dan hutan
sekunder tua beruturut-turut memiliki kerapatan dan LBD pohon, tiang, pancang
dan semai 76, 332, 3.260 individu/ha dan 18.1 m2/ha dengan keanekaragaman
jenis pohon agak rendah (H’ = 1.8-2.3) dan 228, 316, 9.148 individu/ha dan 28.4
m2/ha dengan keanekaragaman jenis pohon agak tinggi (H’ = 2.9-03.2).
Hutan alam di lokasi 1 dan lokasi 2 juga memiliki biomassa total di atas, di
bawah dan dipermukaan tanah (pohon dbh ≥ 5 cm, pancang dbh < 5 cm, semai
dan tumbuhan bawah, serasah kasar dan halus, dan akar) paling tinggi (665.4 dan
550.6 ton/ha) yang 90% terakumulasi pada pohon dan paling rendah di ladang
(23.7 dan 10.7 ton/ha) yang sekitar 50 % dan 35% terakumulasi di serasah,
sekitar 32 % dan 55% di semai dan tumbuhan bawah, dan sisanya di akar.
Sementara biomassa total di kebun hutan adalah 56.7 ton/ha (76.5% di pohon)
dan 99.8 ton/ha (80% di pohon), hutan sekunder muda adalah 32.4 ton/ha (57% di
pohon) dan 187.0 ton/ha (85% di pohon), dan hutan sekunder tua adalah 206.9
ton/ha (85% di pohon) dan 306 ton/ha (90% di pohon).
Selanjutnya, indikator kualitas tanah pada kedalaman 0-10 cm di hutan
alam ada kecenderungan memiliki bobot isi berkisar agak tinggi, agregat tanah
tidak stabil, tapi mengandung C-organik dan N-total tinggi (nisbah C/N < 10),
biomassa mikroba agak rendah di lapisan atas, tapi tinggi di lapisan bawah.

Sementara di ladang cenderung memiliki bobot isi tanah agar rendah diduga
karena ada pengolahan tanah dan lahan baru dibuka sehingga kandungan Corganik dan N-total juga masih agak tinggi sehingga mikroba tanah sangat aktif di
tanah lapisan atas, tapi tidak demikian di lapisan bawah. Tanah di hutan sekunder
cenderung memiliki biomassa mikroba dan ketersediaan substrak segar hingga
tanah lapisan bawah sangat tinggi terutama di hutan sekunder tua.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa konversi hutan alam
menjadi kebun hutan secara langsung menurunkan kerapatan tumbuhan (pohon
74% dan permudaan 25%), luas bidang dasar pohon (76%-80%) dan
keanekaragaman jenis pohon (30%-50%), mengubah jenis dan pola penyebaran
pohon dominan, dan menurunkan jumlah biomassa pohon (80%-90%) dan
biomassa akar (80%), tapi tidak secara drastis menurunkan kualitas tanah (fisik,
kimia dan biologi). Selanjutnya, suksesi sekunder hingga 30-an tahun dapat
meningkatkan kerapatan pohon dengan luas bidang dasar (67%), keanekaragaman
jenis pohon (75%) dan biomassa pohon (50%) mendekati hutan alam. Selanjutnya,
keragaan ekosistem yang terbentuk setelah hutan alam mendapat gangguan
memiliki dua karakteristik, yaitu: pertama, bentuk struktur tegakan, komposisi
jenis pohon dan biomassa tumbuhan di hutan sekunder tua memiliki keadaan yang
mendekati keadaan hutan alam di sekitarnya. Kedua, jika tidak mengalami
gangguan, maka kebun hutan memiliki kemampuan untuk pulih ke hutan sekunder
tua yang keadaannya mendekati keadaan hutan alam semula.

Kata kunci: biomassa, kebun hutan, komposisi jenis, kualitas tanah, serasah,
struktur tegakan

@Hak Cipta milik IPB, tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

KERAGAAN EKOSISTEM KEBUN HUTAN (FOREST
GARDEN) DI SEKITAR KAWASAN HUTAN KONSERVASI:
Studi Kasus di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah

WARDAH


Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

Penguji Luar pada Ujian Tertutup:
Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, M.S.
Penguji Luar pada Ujian Terbuka:
1. Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, M.S
2. Dr. Ir. A. Ngaloken Gintings, M.Si.

Judul Disertasi : Keragaan Ekosistem Kebun Hutan (Forest Garden) di
Sekitar Kawasan Hutan Konservasi: Studi Kasus di Taman
Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah
Nama


: Wardah

NRP

: P.14600004

Disetujui:
Komisi Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc.
Anggota

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S.
Ketua

Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, M.S.
Anggota

Dr. Ir. Iin P. Handayani, M.Sc.

Anggota

Diketahui:

Ketua Program Studi
Ilmu Pengetahuan Kehutanan,

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F.

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian: 28 Februari 2008

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga
Disertasi yang berjudul ”Keragaan Ekosistem Kebun Hutan (Forest Garden) di
Sekitar Kawasan Hutan Konservasi: Studi Kasus di Taman Nasional Lore Lindu,
Sulawesi Tengah” dapat diselesaikan. Berbagai pengalaman yang sangat berharga
selama penulis melalui proses persiapan rencana penelitian, pelaksanaan
penelitian, hingga penulisan disertasi. Oleh karena itu penulis menyampaikan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Tim Komisi Pembimbing yang terdiri dari: Bapak Prof. Dr. Ir. Cecep
Kusmana, M.S., Bapak Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc., Bapak Prof. Dr. Ir.
Endang Suhendang, M.S. dan Ibu Dr. Ir. Iin P. Handayani, M.Sc., yang telah
banyak meluangkan waktu untuk memberikan arahan, koreksian, dan saran
yang sangat berarti mulai dari penulisan rencana penelitian hingga penulisan
disertasi.
2. Bapak Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, M.S., yang telah berkenan menjadi penguji
luar pada ujian tertutup dan Bapak Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, M.S. serta
Bapak Dr. Ir. A. Ngaloken Gintings, M.Si., yang telah meluangkan waktu dan
berkenan menjadi penguji luar pada ujian terbuka dan memberikan masukan
yang amat berharga sehingga memberi bobot tersendiri dalam disertasi ini.
3. Kepala Desa Rompo, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sulawesi
Tengah yang telah memberikan izin kepada penulis untuk masuk dan tinggal
di wilayahnya untuk melakukan penelitian.
4. Bapak W. Tolie dan keluarga, yang telah membantu dalam pengumpulan data
di lapangan dan memberikan fasilitas tempat tinggal dengan suasana yang
aman dan kekeluargaan, sehingga penulis dapat dengan tenang melakukan
pengumpulan data di lokasi penelitian.
5. Saudara Niswan Dg. Parani, S,Hut., Fahrudin Lasadam, S.Hut, Hermanto,
S.Hut., Hardiyanto, S.Hut., Sunaryanto, S.Hut., Yuli Rahmawati, S.Hut.,
Sony, Made, Ufiani, dan mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian,
UNTAD, yang telah terlibat langsung membantu dalam pengumpulan sampel
tanaman untuk diidentifikasi
dan sampel tanah untuk dianalisis di
Laboratorium.
6. Bapak Ir. Salapu, M.S. dan staf Laboratorium Ilmu Tanah, UNTAD, Bapak Ir.
Isrun, M.P. dan staf Laboratorium Biosfer dan Lingkungan di Palu, Bapak Ir.
Sulaeman, M.S. dan staf Laboratorium Balai Penelitian Tanah Bogor, Bapak
Dr. Ir. Gunawan Djayakirana, MSc. dan staf Laboratorium Biologi Tanah IPB
Bogor, Dr. Ramadhanil P, MS. dan Bapak Ismail yang telah banyak
membantu dalam analisis sampel tanah dan tanaman serta identifikasi contoh
tanaman.
7. Bapak Prof. Dr. Ir. Edi Guharja, M.Sc. selaku Koordinator STORMA-IPB,
Bapak H. Arifudin Bidin, SE., Bapak Dr. Ir. Adam Malik, M.Sc. (STORMAUNTAD), dan Bapak L. Wolfram (STORMA-German) yang telah membantu
dan memberi fasilitas kepada penulis selama melakukan penelitian hingga
tahap penyelesaian pendidikan di IPB.

8. Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan SPs-IPB, Dekan Fakultas Kehutanan
IPB dan Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan serta staf atas
kesempatan, fasilitas dan pelayanan yang diberikan kepada penulis selama
menempuh pendidikan Program Doktor di IPB.
9. Rektor Universitas Tadulako, Dekan Fakultas Pertanian UNTAD dan Ketua
Jurusan Kehutanan atas izin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis
untuk mengikuti pendidikan S3 di IPB.
10. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional R.I.
atas pemberian beasiswa (BPPS) untuk mengikuti pendidikan S3 di IPB.
11. Sahabat penulis anggota/alumni Himpunan Mahasiswa Pascasarjana IPB Asal
Sulawesi Tengah (HIMPAST) tanpa kecuali, yang telah dengan ikhlas
membantu dan memberi semangat serta motivasi selama dalam proses
pendidikan di IPB.
12. Saudari Lilis, Zainab dan Dena, yang dengan sabar membantu menyiapkan
segala kebutuhan penulis selama masa penyelesaian studi penulis di Bogor.
13. Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah atas bantuan dan penyediaan
fasilitas tempat tinggal selama penulis dalam tahap penyelesaian pendidikan
di IPB.
14. Rasa terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada kedua orangtua
Ayahanda H. Pali Sinring dan Ibunda Hj. Sapanang, dan ayah mertua
Abdurrahman (Alm) dan ibu mertua A. Cammingpuleng (Almh) atas kasih
sayang dan doa yang tidak henti-hentinya dipanjatkan untuk keselamatan dan
kesuksesan penulis. Rasa terima kasih yang sama juga disampaikan kepada
paman Drs. H. Moh. Aras (Alm.) dan Hj. Nuryati R. Aras serta adik Alimin,
SH. dan Dra. A. Murniati, MAg, Adik Muh. Arafah, SH., Adik Ir. Rahmat
Samad dan drg. Dwisari Aras, adik dr. Irwin Aras, M.Si., Dra. Dinarti Aras,
Irman Aras, Ssos, Irsan Aras, ST., dr. Daraugi Aras, Ufiani S.Hut., Arfiah
Arivai, Daswati, SPd dan Fatirah Amar, atas dukungan, pengorbanan dan
doanya.
15. Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada yang tercinta
suami Fabiansyah Rahman, SH. dan ananda Nurul Muthi’ah dan Muh.
Nurhidayat atas kesabaran, pengertian dan pengorbanan serta semangat yang
diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan S3 di IPB.
16. Terima kasih pula kepada rekan-rekan yang tidak disebutkan satu per satu dan
kepada semua pihak, atas segala bantuan dan kerjasamanya selama ini,
semoga Allah SWT membalasnya lebih baik.
Akhirnya, penulis menyadari sepenuhnya kalau tulisan ini masih ada
kekurangan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati diharapkan saran
dan kritik untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga disertasi ini bermanfaat
bagi masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan, Amin.
Bogor, Februari 2008
Wardah

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Soppeng, Sulawesi Selatan pada tanggal 5 Juni 1960
sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan H. Pali Sinring dan Hj.
Sapanang A. Makkaraka. Penulis menikah dengan Fabiansyah Rahman, SH. pada
tanggal 27 Desember 1987 dan telah dikaruniai satu orang putri Nurul Muthi’ah
(12 tahun) dan satu orang putra Muh. Nurhidayat (10 tahun).
Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SDN 147 Kalempang, Soppeng
tahun 1972, Sekolah Menengah Pertama diselesaikan di SMPN Panakukkang
Makassar tahun 1975, dan Sekolah Menengah Atas diselesaikan di SMA Kartika
Chandra Kirana Makassar tahun 1979. Pendidikan sarjana kehutanan ditempuh di
Jurusan Kehutanan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian UNHAS dan lulus tahun 1984.
Pada tahun 1989 penulis memperoleh beasiswa IDP-Australia untuk mengikuti
pendidikan Master of Forest Science di School of Agriculture and Forestry, The
University of Melbourne, Australia dan lulus tahun 1992. Pada tahun 2000 penulis
mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan Program Doktor di Program
Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan SPs-IPB dengan BPPS-DIKTI.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas
Pertanian UNTAD sejak tahun 1985 hingga 1999 dan terdaftar sebagai staf
pengajar Jurusan Kehutanan pada fakultas yang sama sejak 1999 hingga sekarang.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...............................................................................................

xv

DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................

xvii

PENDAHULUAN ...............................................................................................
Latar Belakang .............................................................................................
Perumusan Masalah ......................................................................................
Tujuan Penelitian...........................................................................................
Hipotesis .......................................................................................................
Manfaat Penelitian ........................................................................................

1
1
4
4
5
5

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................
Kebun Hutan ................................................................................................
Keanekaragaman Hayati ..............................................................................
Struktur Ekosistem .......................................................................................
Fungsi Ekosistem .........................................................................................
Kualitas Tanah ..............................................................................................
Gangguan dan Pemulihan Ekosistem............................................................

6
6
9
10
11
18
21

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ....................................................
Letak dan Luas .............................................................................................
Keadaan Fisik ...............................................................................................
Flora dan Fauna ............................................................................................
Kependudukan ..............................................................................................

25
25
26
28
30

METODOLOGI PENELITIAN ...........................................................................
Kerangka Pemikiran .....................................................................................
Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................
Metode Penelitian..........................................................................................
Teknik penarikan contoh ....................................................................
Teknik pengambilan data ...................................................................
Struktur hutan dan komposis jenis tumbuhan............................
Pendugaan biomassa tumbuhan.................................................
Kualitas tanah ............................................................................
Analisis data .......................................................................................

31
31
34
34
34
35
35
37
39
40

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................
Struktur Tegakan dan Komposisi Jenis Tumbuhan.......................................
Kerapatan dan keanekaragaman jenis....................................................
Jenis pohon dominan dan pola penyebarannya......................................
Kesamaan jenis......................................................................................
Distribusi kelas diameter pohon ............................................................
Distribusi kelas tinggi pohon ................................................................
Pendugaan Biomassa Tumbuhan..................................................................
Biomassa di atas permukaan tanah .......................................................

44
44
44
50
54
57
59
63
63

xiii

Halaman
Biomassa di permukaan tanah ...............................................................
Biomassa di bawah permukaan tanah ...................................................
Distribusi biomassa tumbuhan...............................................................
Kualitas Tanah ..............................................................................................
Sifat fisik tanah .....................................................................................
Sifat kimia tanah ...................................................................................
Sifat biologi tanah .................................................................................

67
72
75
77
77
79
82

SINTESIS..............................................................................................................

86

KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................

94

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................

96

LAMPIRAN .........................................................................................................

107

xiv

DAFTAR TABEL
1

Halaman
Sifat fisik, kimia dan biologi yang diusulkan sebagai indikator dasar
kualitas tanah ................................................................................................
20
Indikator kualitas tanah berdasarkan tingkat perubahannya (Islam dan
Weil 2000).....................................................................................................

21

3

Persamaan alometrik untuk pendugaan biomassa pohon (dbh ≥ 5cm)....

37

4

Ringkasan teknik analisis indikator kualitas tanah (fisik, kimia dan
biologi)......................................................................................................

41

Keragaan sifat ekosistem hutan alam, ladang, kebun hutan, hutan
sekunder muda dan hutan sekunder tua berdasarkan tingkat
pertumbuhan di lokasi 1 dan 2..................................................................

45

Tiga jenis tumbuhan dominan dan pola penyebarannya di hutan alam,
ladang, kebun hutan, hutan sekunder muda dan hutan sekunder tua di
lokasi 1 dan lokasi 2..................................................................................

51

Indeks kesamaan jenis antar tipe penggunaan lahan di lokasi 1
berdasarkan tingkat pertumbuhan.............................................................

55

Indeks kesamaan jenis antar tipe penggunaan lahan di lokasi 2
berdasarkan tingkat pertumbuhan.............................................................

56

Karakteristik 21 pohon contoh yang digunakan untuk penyusunan
persamaan alometrik biomassa pohon berdiameter (dbh ≥ 5cm) di
sekitar Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah ...........................

64

Kandungan karbon, nitrogen dan nisbah C/N serasah di hutan alam,
Madang, kebun hutan, hutan sekunder muda dan hutan sekunder tua
lokasi 1 dan lokasi 2.……………………………………………………

69

Rata-rata biomassa akar kasar (≥ 2 mm) hidup dan mati, akar halus (< 2
mm) hidup dan mati, dan total akar (ton/ha) pada kedalaman 0-10 cm
di masing-masing tipe lahan.....................................................................

73

Rata-rata biomassa akar kasar (≥ 2 mm) hidup dan mati, akar halus (< 2
mm) hidup dan mati, dan total akar (ton/ha) pada kedalaman 20-30 cm
di masing-masing tipe lahan.....................................................................

74

Rata-rata bobot isi, kadar air pada kapasitas lapang, porositas dan
indeks stabilitas agregat tanah pada kedalaman 0-10 cm di berbagai
tipe penggunaan lahan di lokasi 1 dan 2...................................................

78

Rata-rata bobot isi, kadar air pada kapasitas lapang, porositas dan
indeks stabilitas agregat tanah pada kedalaman 20-30 cm di berbagai
tipe penggunaan lahan di lokasi 1 dan 2...................................................

79

2

5

6

7
8
9

10

11

12

13

14

xv

15

16

17

18

Halaman
Rata-rata pH (H2O), C-organik, N-total dan nisbah C/N tanah
kedalaman 0-10 cm di berbagai tipe penggunaan lahan di lokasi 1 dan
2.................................................................................................................
80
Rata-rata pH (H2O), C-organik, N-total dan nisbah C/N tanah pada
kedalaman 20-30 cm di berbagai tipe penggunaan lahan di lokasi 1 dan
2.................................................................................................................

81

Rata-rata biomassa mikroba (C-mic), respirasi dan nisbah C-mic/Corganik tanah pada kedalaman 0-10 cm di berbagai tipe penggunaan
lahan di lokasi 1 dan 2..............................................................................

82

Rata-rata biomassa mikroba (C-mic), respirasi dan nisbah C-mic/Corganik tanah pada kedalaman 20-30 cm di berbagai tipe penggunaan
lahan di lokasi 1 dan 2..............................................................................

83

xvi

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Siklus Pembangunan Kebun Hutan di Desa Rompo, Kecamatan Lore
Tengah, Sulawesi Tengah (Brodbeck et al., 2003) ......................................

7

Lokasi Penelitian, Desa Rompo Kecamatan Lore Tengah Kabupaten Poso,
Provinsi Sulawesi Tengah ............................................................................

25

Suhu udara dan kelembaban relatif rata-rata bulanan di Desa Rompo dari
tahun 2002-2005 ...........................................................................................

26

Curah hujan rata-rata tahunan dan radiasi global rata-rata bulanan di Desa
Rompo dari tahun 2002-2005 .......................................................................

27

5

Alur pikir penelitian .....................................................................................

33

6

Petak-petak contoh pengamatan ...................................................................

36

7

Bentuk anak petak contoh untuk analisis vegetasi tingkat pohon/tiang,
pancang, semai dan tumbuhan bawah pada setiap petak contoh...................

36

Kurva species area pada hutan alam di Desa Rompo sekitar Taman
Nasional Lore Lindu......................................................................................

44

Indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener (H’) pohon, tiang, pancang
dan semai di hutan alam, ladang, kebun hutan, hutan sekunder muda dan
hutan sekunder tua……………………………………………….................

48

Indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wiener (H’) tumbuhan bawah di
hutan alam, ladang, kebun hutan, hutan sekunder muda dan hutan
sekunder tua………………………………………………………………...

50

Kerapatan dan bentuk sebaran kelas diameter pohon di hutan alam,
ladang, kebun hutan, hutan sekunder muda dan hutan sekunder tua di
lokasi 1 (a) dan lokasi 2 (b)...........................................................................

58

Kerapatan pohon dan bentuk sebaran kelas tinggi pohon di hutan alam,
ladang, kebun hutan, hutan sekunder muda dan hutan sekunder tua di
lokasi 1 (a) dan lokasi 2 (b).....……………………………………………..

60

Perbandingan kurva persamaan alometrik biomassa pohon (dbh ≥ 5cm)
dan jaringan pohon lainnya………………………………………………...

64

Perbandingan persamaan alometrik biomassa pohon (dbh ≥ 5 cm) antara
yang diperoleh dalam studi ini dengan yang diusulkan oleh Brown (1997).

65

Biomassa pohon (dbh ≥ 5 cm) di hutan alam, ladang, kebun hutan, hutan
sekunder muda dan hutan sekunder tua di lokasi 1 dan lokasi 2...................

66

Biomassa pancang (dbh < 5 cm), semai dan tumbuhan bawah di hutan
alam, ladang, kebun hutan, hutan sekunder muda dan hutan sekunder tua
di lokasi 1 dan lokasi 2..................................................................................

67

2
3
4

8
9

10

11

12

13
14
15
16

xvii

Halaman
17

Biomassa serasah kasar dan halus di hutan alam, ladang, kebun hutan,
hutan sekunder muda dan hutan sekunder tua di lokasi 1 dan lokasi 2……

68

18

Kandungan karbon (a), Nitrogen (b) dan Nisbah C/N (c) dalam serasah
daun dan berkayu pada hutan alam, ladang, kebun hutan, hutan sekunder
muda dan hutan sekunder tua di lokasi 1 (A) dan lokasi 2 (B).………....… 70

19

Total biomassa pohon (dbh ≥ 5 cm), pancang (dbh < 5 cm), semai dan
tumbuhan bawah, serasah kasar, serasah halus, total akar pada berbagai
tipe penggunaan lahan...................................................................................

76

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1

GLOSSARY.....................................................................................................

108

2

Daftar jenis tumbuhan tingkat pohon, tiang, pancang, semai, dan
tumbuhan bawah yang ditemukan pada hutan alam primer di lokasi 1.........

109

Daftar jenis tumbuhan pada tingkat pohon, tiang, pancang, semai, dan
tumbuhan bawah yang ditemukan di ladang di lokasi 1…………………....

114

Daftar jenis tumbuhan pada tingkat pohon, tiang, pancang, semai, dan
tumbuhan bawah yang ditemukan di kebun hutan di lokasi 1.......................

117

Daftar jenis tumbuhan pada tingkat pohon, tiang, pancang, semai, dan
tumbuhan bawah yang ditemukan di hutan sekunder muda di lokasi 1….…

120

Daftar jenis tumbuhan pada tingkat pohon, tiang, pancang, semai, dan
tumbuhan bawah yang ditemukan di hutan sekunder tua di lokasi 1...……..

124

Daftar jenis tumbuhan tingkat pohon, tiang, pancang, semai, dan
tumbuhan bawah yang ditemukan pada hutan alam primer di lokasi 2.……

128

Daftar jenis tumbuhan pada tingkat pohon, tiang, pancang, semai, dan
tumbuhan bawah yang ditemukan di ladang di lokasi 2……………………

134

Daftar jenis tumbuhan pada tingkat pohon, tiang, pancang, semai, dan
tumbuhan bawah yang ditemukan di kebun hutan di lokasi 2.......................

136

Daftar jenis tumbuhan pada tingkat pohon, tiang, pancang, semai, dan
tumbuhan bawah yang ditemukan di hutan sekunder muda di lokasi 2.……

139

Daftar jenis tumbuhan pada tingkat pohon, tiang, pancang, semai, dan
tumbuhan bawah yang ditemukan di hutan sekunder tua di lokasi 2……….

142

Daftar hasil estimasi biomassa pohon (dbh ≥ 5 cm), semai (dbh < 5 cm)
dan tumbuhan bawah, dan serasah di permukaan tanah di lokasi 1 dan 2….

147

Daftar hasil estimasi biomassa pohon (dbh ≥ 5 cm), semai (dbh < 5 cm)
dan tumbuhan bawah, dan serasah di permukaan tanah di lokasi 1 dan 2….

150

14

Hasil analisis kandungan karbon dan nitrogen contoh serasah …………….

155

15

Hasil analisis sifat fisik tanah…………………….…………………………

156

16

Hasil analisis sifat kimia tanah……………………………………………...

158

17

Hasil analisis sifat biologi tanah……………………………………………

160

18

Hasil analisis sidik ragam biomassa di atas permukaan tanah di lokasi 1….

162

19

Hasil analisis sidik ragam biomassa di atas permukaan tanah di lokasi 2….

163

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

xix

Halaman
20
21
22
23
24
25

Hasil analisis sidik ragam biomassa di permukaan tanah (serasah) di
lokasi 1……………………………………………………………………...

164

Hasil analisis sidik ragam biomassa di permukaan tanah (serasah) di
lokasi 2……………………………………………………………………...

165

Hasil analisis sidik ragam kandungan C (%), N (%) dan nisbah C/N
berdasarkan tipe penggunaan lahan dan jenis serasah di lokasi 1…………..

166

Hasil analisis sidik ragam kandungan C (%), N (%) dan nisbah C/N
berdasarkan tipe penggunaan lahan dan jenis serasah di lokasi 2………......

168

Hasil analisis sidik ragam biomassa akar kasar (hidup dan mati), akar
halus (hidup dan mati) dan total akar (ton/ha) di lokasi 1 ………………...

170

Hasil analisis sidik ragam biomassa akar kasar (hidup dan mati), akar
halus (hidup dan mati) dan total akar (ton/ha) di lokasi 2 ………………...

175

xx

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan hujan tropika akhir-akhir ini semakin mendapat perhatian bukan hanya
karena merupakan habitat yang luasnya hanya ± 7% dari permukaan bumi tapi
mengandung lebih dari setengah kekayaan jenis hayati, tapi juga karena
kerusakannya yang semakin meningkat dan menyebabkan ratusan ribu jenis akan
punah (Wilson, 1999). Penebangan hutan dan konversi menjadi sistem penggunaan
lahan lain misalnya lahan pertanian telah diklaim sebagai penyebab utama kerusakan
hutan yang menyebabkan tingginya kehilangan keanekaragaman hayati (Watt et al.,
1997; Beck et al., 2002; Schiffler, 2005). Di Indonesia, sekitar 20 juta ha hutan telah
dikonversi sejak tahun 1989 dan rata-rata laju penebangan hutan meningkat dari 1.7
juta ha sebelum tahun 2000 (Holmes, 2000) menjadi 1.87 juta ha per tahun pada
tahun 2000-2005 dan memposisikan Indonesia pada peringkat kedua sesudah Brazil
dalam hal kehilangan hutan (FAO, 2005).
Taman Nasional Lore Lindu (TNLL), Sulawesi Tengah, merupakan salah satu
kawasan konservasi penting di Indonesia dan telah dideklarasikan sebagai “
Biosphere Reserve” pada tahun 1977, sebagai tempat perlindungan keanekaragaman
hayati di Sulawesi. Sebagai biosphere reserve, maka TNLL merupakan kawasan yang
berfungsi sebagai tempat penelitian, penyelidikan ekosistem dan konservasi
keanekaragaman hayati (UNESCO, 1995). Selain itu, TNLL juga memiliki nilai
konservasi yang cukup tinggi dan melindungi daerah aliran sungai untuk sejumlah
sungai utama di Sulawesi Tengah. Pemerintah Indonesia juga telah menetapkan
TNLL sebagai “World Heritage Site” karena nilai budaya, arkeologis dan ekologis
yang dimilikinya (TNC/BTNLL, 2002). Karena pentingnya manfaat dan fungsi
ekosistem TNLL yang tidak hanya dalam ruang lingkup regional, tapi juga nasional
dan bahkan internasional, sehingga perhatian masyarakat internasionalpun dalam
melakukan penelitian pada lokasi ini menjadi semakin menarik.
Sejak tahun 2000, beberapa studi telah dilakukan di TNLL dan sekitarnya
melalui program kerjasama penelitian pada “Stability of Rainforest Margins

(STORMA)” antara Indonesia (UNTAD dan IPB) dan Jerman (Universitas Gottingen
dan Kassel) yang difokuskan pada kawasan pinggiran TNLL, Sulawesi Tengah.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan struktur dan komposisi jenis pohon,
palm, rotan, burung, serangga, dan mikroba tanah beberapa tipe penggunaan lahan di
antaranya: hutan alam, hutan sekunder, kebun hutan traditional kakao/kopi, dan
agroforestri kakao (Brodbeck, Hapla dan Mitlöhner, 2003; Brodbeck, Weidelt dan
Mitlöhner, 2004; Bos, Dewenter dan Tscharntke, 2005; Lozada et al., 2005; Mogea,
2005; Pitopang et al., 2004; Pitopang, 2006; Sahari, Buchori dan Schulze, 2005;
Anas, Gultom

dan Migge, 2005; Dietz et al., 2006; Shahabuddin et al., 2005;

Steinggrebe et al,, 2005), meskipun perbedaan tersebut tidak selalu nyata antar tipe
penggunaan lahan. Sementara itu, beberapa studi telah menunjukkan bahwa konversi
hutan menjadi lahan pertanian (ladang) akan menurunkan kualitas tanah, meskipun
selanjutnya akan meningkat dengan pemberaan (alang-alang) atau dengan sistem
agroforestry kakao (Handayani, 2001; Negassa dan Gebrekidan, 2004; Anas et al.,
2005; Murtilaksono, Hidayat dan Gerold, 2005).
Sementara itu, di sekitar kawasan TNLL terdapat sistem pengelolaan lahan
yang disebut sistem kebun hutan (forest garden), yang merupakan sistem
agroforestry (wanatani) tradisional. Sistem semacam ini tersebar pada hampir seluruh
wilayah Indonesia, meskipun teknik dan jenis tanaman yang dikelola bervariasi. Di
Jawa, kebun hutan dikenal dengan nama kebun talun (Jawa Barat), di Kalimantan
Barat dengan nama tembawang, dan di Sumatera dengan nama parak (di Maninjau)
dan repong (di Pesisir Krui) serta di Sulawesi Tengah dengan nama holu (di Lore
Tengah). Hingga saat ini pengetahuan tentang sistem tersebut masih secara spesifik
dan terbatas pada studi struktur dan komposisi jenis serta manfaat ekonomi, sosial
dan ekologi (Michon et al., 1983; Sundawati, 1993; Gouyon, de Foresta dan Levang,
1993; Michon dan Mary, 1994; Aumeeruddy dan Samsonnens, 1994; Salafsky, 1996;
Brodbeck et al., 2003).
Secara umum, kebun hutan sangatlah bervariasi dan pembentukannya melalui
beberapa tahapan proses. Pembangunan kebun hutan banyak dipengaruhi oleh
struktur sosial budaya masyarakat lokal dan jarak dari pasar. Kebun hutan di

2

Sulawesi Tengah khususnya di lokasi penelitian terbentuk melalui empat tahapan,
yaitu: pertama, konversi langsung hutan alam menjadi kebun hutan tetap (holu).
Kedua, hutan alam terlebih dahulu dibersihkan dengan sistem tebas-bakar dan diolah
sebagai ladang (hinoe) dengan menanam jenis-jenis tanaman semusim (padi atau
jagung), pada saat hasilnya menurun, ladang tersebut diberakan dan secara alami
terbentuk hutan sekunder muda (lopo’lehe) dan hutan sekunder tua (lopo’tua). Hutan
sekunder ini dapat kemudian digunakan sebagai penutup tanah selama periode
pemberaan sebelum kembali diolah menjadi ladang, atau setelah beberapa tahun
dapat dikonversi menjadi kebun hutan tetap. Ketiga, beberapa kasus langsung
menanam tanaman tahunan produktif (buah-buahan dan perkebunan) setelah
pembersihan lahan hutan, serta secara bersama-sama menanam padi atau jagung
selama beberapa tahun, ketika produksinya menurun, selanjutnya tanaman produktif
tadi juga sudah mulai menghasilkan. Keempat, kebun hutan tidak produktif diberakan
beberapa tahun tanpa pemeliharaan, tanaman-tanaman budidaya perlahan-lahan
berkurang dan digantikan oleh jenis-jenis pohon hutan melalui suksesi alami
membentuk hutan sekunder muda. Hutan sekunder muda ini kemudian dapat
dikonversi menjadi kebun hutan tetap, yang untuk sementara dibersihkan untuk
ladang atau jika suksesi alami terus berlangsung tanpa usikan maka selanjutnya akan
menjadi hutan sekunder tua atau mungkin dapat kembali menjadi hutan alam
(Sangaji, 2002; Brodbeck et al., 2003).
Hasil-hasil studi yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan secara spesifik
penampilan berbagai tipe penggunaan lahan. Namun masih terbatas informasi tentang
kemampuan ekosistem hutan alam terganggu dalam hal ini kebun hutan untuk pulih
kondisinya melalui beberapa tahapan suksesi mendekati kondisi hutan alam
sekitarnya berdasarkan struktur tegakan dan komposisi jenis, biomassa tumbuhan (di
atas, di bawah dan dipermukaan tanah) dan kualitas tanahnya (fisik, kimia dan
biologi).

3

Perumusan Masalah
Hingga kini hutan sekitar dan di dalam Taman Nasional Lore Lindu terus
menghadapi ancaman terutama berupa konversi lahan hutan menjadi ladang atau
kebun kakao/kopi. Meskipun ada indikasi bahwa masyarakat lokal, masyarakat Toro
misalnya, mampu mengelola lahan hutan termasuk taman nasional secara lestari,
yang ditandai dengan keanekaragaman hayati TNLL secara umum relatif belum
terganggu. Namun kenyataannya di beberapa bagian kawasan TNLL masih terus
terjadi pencurian kayu dan konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian dan
beberapa lokasi perkebunan kopi dan kakao telah melewati batas taman nasional dan
saat ini telah meluas hingga beberapa kilometer ke dalam taman nasional.
Seiring dengan masih terjadinya kerusakan hutan akibat dari konversi hutan
menjadi lahan pertanian dapat menyebabkan perubahan struktur tegakan dan
komposisi jenis di daerah tersebut, yang dalam jangka waktu panjang berpotensi
untuk mengubah struktur dan fungsi ekosistem. Oleh karena itu permasalahan
mengenai keragaan ekosistem setelah hutan alam mengalami gangguan dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Adakah perbedaan keadaan ekosistem yang nyata dilihat dari struktur tegakan,
komposisi jenis tumbuhan, terutama jenis yang menyebabkan hilangnya peluang
untuk pulihnya suatu ekosistem terganggu seperti ladang, kebun hutan, hutan
sekunder muda dan hutan sekunder tua ?
2. Adakah kemampuan ekosistem hutan alam yang terganggu untuk kembali ke
keadaan semula?
Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan masalah yang telah dikemukakan, maka secara umum
penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai kemungkinan
keterpulihan ekosistem hutan alam yang terganggu kepada keadaan yang mendekati
kondisi hutan alam semula melalui proses suksesi alami. Untuk mendapatkan
gambaran umum tersebut, diperlukan tiga tujuan khusus penelitian, yaitu:

4

1. Mendapatkan gambaran mengenai struktur tegakan dan komposisi jenis tumbuhan
di hutan alam dan di berbagai tingkat perkembangan kebun hutan.
2. Mendapatkan gambaran mengenai dugaan biomassa tumbuhan yang ada di atas,
di bawah, dan di permukaan tanah di hutan alam dan kebun hutan.
3. Mendapatkan gambaran mengenai indikator kualitas tanah (fisik, kimia dan
biologi) di hutan alam dan kebun hutan.
Hipotesis
Proses suksesi sekunder mulai dari ladang/kebun hutan menjadi hutan
sekunder muda hingga hutan sekunder tua dapat memulihkan keadaan ekosistemnya
menjadi suatu ekosistem hutan yang mendekati keadaan ekosistem hutan alam
semula, dilihat dari bentuk struktur tegakan dan komposisi jenis tumbuhan, biomassa
tumbuhan, dan kualitas tanah.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini secara umum diharapkan dapat menjadi masukan
dalam pengelolaan sumberdaya hutan khususnya di sekitar kawasan hutan konservasi
berbasis masyarakat dan kelestarian ekosistem. Secara khusus, hasil penelitian ini
dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan kebun hutan
tradisional di sekitar Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah.

5

TINJAUAN PUSTAKA
Kebun Hutan
Kebun hutan (forest garden) merupakan salah satu bentuk penggunaan lahan
tradisional di daerah sekitar hutan. Jenis-jenis vegetasi yang ada di kebun hutan ini
relatif sama dengan vegetasi di dalam hutan alam sekitarnya, meskipun telah ditanami
dengan beberapa jenis tumbuhan bermanfaat lainnya. Kebun hutan di Indonesia telah
terbukti memberikan arti penting terhadap ekonomi masyarakat, terutama di sekitar
hutan (Michon et al., 1983; Sundawati, 1993; Salafsky, 1994; Lawrence, 2004;
Brodbeck et al., 2003)
Kebun hutan di Indonesia dibangun melalui proses penebangan dan diikuti
dengan pembakaran. Pembukaan lahan tersebut menyebabkan tumbuhnya permudaan
secara alami sehingga terbentuk akumulasi berbagai jenis pada suatu petak tertentu.
Michon et al. (1983) menyatakan bahwa di Indonesia kebun hutan telah mengalami
taraf elaborasi yang sangat tinggi sehingga kondisinya menyerupai ekosistem hutan
alam, sistem pemeliharaan dan reproduksinya tergantung pada pengaturan tanaman
budidaya yang menggantikan tumbuhan jangka panjang, sehingga memiliki
kombinasi dengan siklus biologi yang berbeda. Para petani harus mengkombinasikan
aspek jangka panjang dan jangka pendek dalam rangka kelestarian hasil dan
ketahanan kebun.
Struktur tegakan dan komposisi jenis tumbuhan yang kompleks (horizontal
dan vertikal) dapat diasumsikan memiliki siklus hara lebih efisien dibandingkan kalau
hanya terdiri dari satu jenis tumbuhan (monokultur). Menurut Langi, Lamb dan
Keenan (2004), siklus hara cenderung lebih cepat pada hutan alam daripada hutan
tanaman, meskipun ada kecenderungan siklus hara di hutan tanaman jenis berdaun
lebar lebih cepat daripada berdaun jarum.
Selanjutnya, Brodbeck et al. (2003) menyimpulkan bahwa pembangunan
kebun hutan tetap khususnya di Sulawesi Tengah agak bervariasi tergantung pada
kelompok suku dan jarak dari pasar. Di Desa Rompo (suku Besoa), kebun hutan tetap
dibangun dari hutan alam langsung/tidak langsung tapi melalui ladang, atau dari

hutan sekunder, sementara di Kulawi (suku Kulawi Moma), dibangun selain dari
hutan alam, ladang, dan hutan sekunder juga dapat dibangun dari kebun pekarangan.
Sedangkan di Kamarora (campuran suku dari luar Sulawesi Tengah), kebun hutan
tetap dibangun melalui kebun hutan sementara.
Siklus pembangunan kebun hutan
Pembangunan kebun hutan di Desa Rompo tergolong paling sederhana
dibandingkan dengan di Desa Kulawi dan Desa Kamarora, Sulawesi Tengah. Kebun
hutan dapat dibangun melalui siklus seperti disajikan pada Gambar 1.

Kebun Hutan

Hutan Primer

?

Ladang

Gambar 1.

Hutan Sekunder

Siklus Pembangunan Kebun Hutan di Desa Rompo, Kecamatan Lore
Tengah, Sulawesi Tengah (Brodbeck et al., 2003)

Gambar 1 menunjukkan siklus kemungkinan pembangunan kebun hutan
dengan cara:
a. Hutan primer langsung dikonversi menjadi kebun hutan tetap, yaitu dengan
menebang sebagian besar pohon kecil dan tetap meninggalkan pohon besar
sebagai pohon pelindung.
b. Hutan primer pertama dikonversi menjadi lahan pertanian (ladang). Ketika hasil
ladang mulai menurun, maka ladang ditinggalkan dan terbentuk hutan sekunder
melalui suksesi. Hutan sekunder ini dapat berfungsi sebagai penutup tanah selama
periode pemberaan, sebelum dibersihkan kembali untuk ladang, atau juga dapat
dikonversi menjadi kebun hutan setelah beberapa tahun pemberaan. Jika hutan

7

sekunder dibiarkan mengalami suksesi sekunder lebih lama tanpa ada gangguan,
secara teoritis dapat pulih menjadi hutan primer.
c. Beberapa kasus, kebun hutan dibangun dengan langsung menanam tanaman
tahunan seperti kopi (Coffea canephora dan C. arabica), kakao (Theobroma
cocoa), atau pohon buah-buahan setelah pembersihan lahan. Pada kondisi ini,
dapat diinterkrop dengan tanaman semusim seperti padi gogo atau jagung selama
beberapa tahun. Selanjutnya, hasil padi atau jagung perlahan-lahan menurun,
tanaman tahunan juga mulai berkembang dan mungkin sudah dapat dipungut
hasilnya.
d. Jika kebun hutan dibiarkan tidak dipelihara selama beberapa tahun, jenis tanaman
budidaya perlahan-lahan akan hilang dan akan digantikan oleh jenis pohon hutan
selama masa suksesi alami.hingga terbentuk hutan sekunder. Hutan sekunder
selanjutnya dapat dikonversi kembali menjadi kebun hutan, atau sementara
dibersihkan untuk ladang, atau jika dibiarkan suksesi berlangsung lebih lama akan
menjadi hutan sekunder tua dan selanjutnya dapat menjadi hutan primer.
Fungsi sosial-ekonomi kebun hutan
Hasil kebun hutan sangat tergantung pada jenis tanaman yang diusahakan,
namun secara umum terdiri dari hasil tanaman untuk diperdagangkan (cash crop) dan
untuk kebutuhan hidup keluarga (subsistence). Jumlah jenis tanaman dari kebun
hutan yang hasilnya dapat dijual sangat terbatas yaitu hanya kakao dan vanili (cash
crops) dan kopi (cash dan subsistence). Budidaya kopi di Desa Rompo merupakan
tradisi karena merupakan minuman yang sangat populer di masyarakat lokal, dimana
sebagian hasil kopi digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan sisanya
dijual (Brodbeck et al., 2003).
Rendahnya jumlah jenis tanaman (cash dan subsistence) di Desa Rompo
diduga ada kaitannya dengan faktor sosial-ekonomi dan budaya masyarakat. Fasilitas
jalan menuju pasar di luar agak sulit karena lemahnya infrastruktur jalan. Sementara
pasar di desa untuk hasil pertanian tidak ada karena kemampuan beli warga rendah
dan hampir semua masyarakat adalah petani yang mampu memenuhi kebutuhan

8

hidupnya sendiri. Selain itu, ikatan sosial dan kekeluargaan cukup kuat sehingga
kelebihan panen biasanya diberik