57
B. TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN
B.1. Pengertian Perjanjian
Untuk memberikan definisi yang memuaskan terhadap suatu hal tidaklah mudah, dan setiap orang akan mengajukan defnisi yang berbeda-
beda. Demikian pula halnya dengan perjanjian, para sarjana memberikan definisi yang berbeda-beda. Hal tersebut dapat dilihat seperti di bawah ini :
1. Menurut K.R.M.T. Tirtodiningrat yang dimaksud dengan perjanjian
adalah “suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat diantara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang
diperkenankan oleh Undang-undang”.
34
2. Subekti berpendapat bahwa “perjanjian adalah suatu peristiwa dimana
seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal”.
35
3. Wirjono Pradjodikoro berpendapat bahwa “perjanjian adalah suatu
hubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji melakukan
suatu hal atau untuk tidak melakukan suatu hal, sidang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu”.
36
Dari beberapa pendapat tersebut, secara umum dapat disimpulkan bahwa untuk terjadinya suatu perjanjian harus ada dua pihak didalamnya dan
sedikitnya terdapat satu kewajiban dan satu hak. Sedangkan pengertian
34
K.R.T.M Tirtodiningrat, Ikhtisar Hukum Perdata Dan Hukum Dagang, Jakarta: PT. Pembangunan, 1996, Hal.83.
35
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarata : PT. Intermasa, 1979, Hal.1
36
Wirdjono Pradjodikoro, Pokok-pokok Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan tertentu Bandung: Sumur Bandung, 1981, hal.11.
58 perjanjian menurut Purwahid Patrik adalah seperti rumusan dalam pasal
1313 KUH Perdata tersebut diatas. Disamping itu juga digunakan rumusan dari Ruttern yang menyebutkan :
Perjanjian adalah perbuatan hukum yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hukum yang ada, tergantung dari
persesuaian persyaratan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu
pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan dan atas beban masing- masing pihak secara timbal balik.
37
Selanjutnya untuk adanya suatu perjanjian dapat diwujudkan dalam dua bentuk yaitu perjanjian yang
dilakukan dengan tertulis dan perjanjian yang dilakukan secara lisan. Untuk kedua bentuk tersebut sama kekuatannya dalam arti sama
kedudukannya untuk dapat dilaksanakan oleh para pihak. Hanya saja bila perjanjian dibuat dengan tertulis dapat dengan mudah dipakai sebagai alat
bukti bila sampai terjadi persengketaan. Bila secara lisan sampai terjadi persengketaan, maka sebagai alat pembuktian akan lebih sulit, disamping
harus dapat menunjukkan saksi-saksi, juga itikad baik pihak-pihak diharapkan dalam perjanjian.
38
B.2. Syarat
Sah Perjanjian
Satu hal yang harus diketahui agar perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat adalah syarat sahnya perjanjian. Purwahid Patrik
37
Purwahid Patrik, Hukum Perdata I Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Semarang: Seksi Hukum Perdata fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 1996, hal.46
38
Ibid
59 mengemukakan bahwa syarat sah tersebut dapat ditemukan dalam Pasal
1320 BW Kitab Undang-undang Hukum Perdata,
39
yang menentukan bahwa untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan empat syarat,
yaitu : 1.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Dengan hanya disebutkan “sepakat” saja, tanpa dituntut adanya
suatu bentuk formalitas tertentu, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa dengan telah tercapainya kesepakatan diantara kedua belah pihak
tentang hal-hal pokok yang dimaksud dalam perjanjian yang bersangkutan, maka lahirlah perjanjian itu atau mengikatlah perjajian
itu bagi mereka yang membuatnya. Mengenai pada saat-saat kapan terjadinya kesepakatan dalam suatu perjanjian, terdapat beberapa teori,
yaitu : a.
Teori Kehendak wishtheorie Teori ini mengajarkan bahwa kesepakatan telah terjadi pada saat
dinyatakan kehendak untuk mengadakan suatu perjajian oleh pihak penerima acceptant.
b. Teori pengiriman verzendtheorie
Teori ini mengajarkan bahwa kesepakatan telah terjadi pada saat dikirimkannya pernyataan kehendak oleh para penerima.
c. Teori Pengetahuan vernemingstheorie
39
Ibid, Hal.59
60 Teori ini mengajarkan bahwa kesepoakatan telah terjadi pada saat
pihak yang menawarkan offerte seharusnya telah mengetahui bahwa tawarannya diterima.
d. Teori Kepercayaan vertrouwenstheorie
Teori ini mengajarkan bahwa kesepakatan telah terjadi pada saat pernyataan kehendak penerima dianggap layak diterima oleh pihak
yang menawarkan. e.
Teori Penerimaan ontvangstheorie Teori ini mengajarkan bahwa kesepakatan telah terjadi pada saat
sampainya pernyataan kehendak penerima pada pihak yang menawarkan dan ia telah megetahuinya.
40
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Siapa-siapa sajakah yang termasuk kategori orang-orang yang tidak cakap, dapat dilihat dalam pasal 1330 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Pasal mana menentukan bahwa tak cakap untuk membuat persetujuan-persetujuan adalah :
a. Orang-orang yang belum dewasa
b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampunan.
c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh
Undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat persetujuan-
persetujuan tertentu.
40
Mgs. Edy Putra The, Aman, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Yogyakarta: Liberty, 1989. Hal.21.
61 3.
Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu yang dimaksudkan dalam persyaratan ketiga
ini adalah obyek daripada perjanjian. Obyek perjanjian tersebut haruslah merupakan barang-barang yang dapat diperdagangkan.
Barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum, seperti jalan umum, pelabuhan umum, dan lain sebagainya tidaklah dapat
dijadikan obyek suatu perjanjian. 4.
Suatu sebab yang dibolehkan Pengertian sebab dalam persyaratan keempat ini adalah alasan
perjanjian tersebut dibuat dengan tidak melanggar norma-norma yang berlaku serta tidak mengganggu ketertiban dan ketentraman dalam
masyarakat.
62
C. KEWAJIBAN PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA