UPAYA SENAM KAKI UNTUK MENCEGAH RESIKO KOMPLIKASI PADA TN.S DENGAN DIABETES MELLITUS Upaya Senam Kaki untuk Mencegah Resiko Komplikasi Pada Tn.S dengan Diabetes Mellitus.

UPAYA SENAM KAKI UNTUK MENCEGAH RESIKO KOMPLIKASI
PADA TN.S DENGAN DIABETES MELLITUS

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi
Diploma III pada Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh:
SENJA PUTRI UTAMI
J 200 140 048

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017

v

UPAYA SENAM KAKI UNTUK MENCEGAH RESIKO
KOMPLIKASI PADA TN.S DENGAN DIABETES MELLITUS
Abstrak
Diabetes mellitus tipe 2 merupakan penyakit endokrin yang sering dijumpai.

Komplikasi menahun diabetes mellitus di Indonesia terdiri atas neuropati 60%,
penyakit jantung koroner 20,5%, ulkus diabetika 15%, retinopati 10%, dan nefropati
7,1%. Hal ini dapat terjadi karena pengetahuan dan perilaku masyarakat yang masih
kurang baik. Penulisan karya tulis ilmiah ini bertujuan untuk mengatahui masalah
keperawatan pada pasien diabetes mellitus serta mengajarkan senam kaki diabetes
sebagai upaya untuk pencegahan komplikasi pada penderita diabetes mellitus. Penulis
menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus yaitu metode ilmiah
yang bersifat mengumpulkan data, menganalisis data, dan menarik kesimpulan di area
kerja Puskesmas. Dalam memperoleh data penulis menggunakan beberapa cara
diantaranya pengumpulan data dengan cara wawancara, observasi, pemeriksaan fisik,
studi dokumentasi dari jurnal maupun buku. Hasil yang diperoleh pada penderita
diabetes mellitus muncul masalah utama gangguan perfusi jaringan (kesemutan) serta
resiko komplikasi. Untuk menangani masalah tersebut penulis mengajarkan senam
kaki diabetes. Senam kaki ini dapat membantu memperbaiki sirkulasi perifer serta
mengontrol kadar gula darah sehingga mampu mencegah komplikasi.
Kata kunci : diabetes mellitus, komplikasi, senam kaki diabetik
Abstracts
Type 2 diabetes mellitus is a common endocrine disease. Chronic complications of
diabetes mellitus in Indonesia consist of neuropathy 60%, 20,5% of coronary heart
disease, diabetic ulcers 15%, 10% retinopathy, nephropathy 7,1%. This can occur

because of the knowledge and behavior of those who are less good. To write a
scientific journal aimed to know the nursing problems in patients with diabetes and
teaches leg exercise in the effort to prevention of secondary complications in patients
with diabetes mellitus. The authors used the descriptive method with case study
approach is the scientific method is to collect data, analyze data, and draw
conclusions in Puskesmas. In obtaining the data the authors use several ways include
collecting data through observation, physical examination, interview, documentation
study journals and books. The results obtained in patients with type 2 diabetes is a
major problem in tissue perfusion disturbances (tingling) and risk of complications. To
solve the problem, author teaches leg exercise. Leg exercise can help improve
peripheral circulation and control blood sugar levelsso as to prevent complications
that will occur.
Keywords: diabetes mellitus, complications, diabetic foot gymnastics.

1

1. PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit degeneratif yang
mengalami peningkatan setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Menurut
Internasional of Diabetic Ferderation (IDF, 2015) tingkat prevalensi global penderita

diabetes mellitus pada tahun 2014 sebesar 8,3% dari keseluruhan penduduk dunia,
meningkat menjadi 387 juta kasus di tahun 2014. Indonesia menempati urutan ke 7
dengan penderita diabetes mellitus sebanyak 8,5 juta setelah Cina, India, Amerika
Serikat, Brazil, Rusia dan Mexico (WHO, 2014). Angka kejadian diabetes mellitus
menurut Riskesdas (2013), terjadi peningkatan dari 1,1 % di tahun 2007 meningkat
menjadi 2,1 % di tahun 2013 dari keseluruhan penduduk sebanyak 250 juta jiwa.
Prevalensi pasien diabetes mellitus di Provinsi Jawa Tengah mencapai 152.057 kasus,
jumlah pasien diabetes mellitus tertinggi sebanyak 509.319 jiwa di Kota Semarang
(Depkes RI, 2012). Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2014 mencatat
bahwa pasien diabetes mellitus sebanyak 5413 orang (Dinkes Kab.Sukoharjo, 2014).
Penyakit diabetes melitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat
mengakibatkan

terjadinya

berbagai

penyulit

menahun,


seperti

penyakit

serebrovaskular, penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah tungkai,
gangguan pada mata, ginjal dan syaraf. Penyandang diabetes melitus mempunyai
risiko 2 kali lebih besar untuk mengalami penyakit jantung koroner dan penyakit
pembuluh darah otak, 5 kali lebih mudah menderita ulkus atau gangren, 7 kali lebih
mudah mengidap gagal ginjal terminal, dan 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan
akibat kerusakan retina daripada pasien non diabetes (Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 2013).
Menurut KEMENKES RI, 2014 diabetes melitus merupakan penyakit yang
memiliki komplikasi atau menyebabkan terjadinya penyakit lain yang paling banyak.
Hiperglikemia yang terjadi dari waktu ke waktu dapat menyebabkan kerusakan
berbagai sistem tubuh terutama syaraf dan pembuluh darah. Komplikasi diabetes
melitus yang sering terjadi antara lain: penyebab utama gagal ginjal, retinopati
diabeticum, neuropati (kerusakan syaraf) di kaki yang meningkatkan kejadian ulkus
kaki, infeksi dan bahkan kaharusan untuk amputasi kaki, meningkatnya resiko


2

penyakit jantung dan stroke, dan resiko kematian penderita diabetes secara umum
adalah dua kali lipat dibandingkan bukan penderita diabetes melitus.
Komplikasi menahun diabetes mellitus di Indonesia terdiri atas neuropati 60%,
penyakit jantung koroner 20,5%, ulkus diabetika 15%, retinopati 10%, dan nefropati
7,1%. Hal ini terjadi karena kesalahpahaman masyarakat dalam memahami tentang
faktor resiko diabetes melitus tipe 2. Masyarakat beranggapan bahwa diabetes melitus
hanya disebabkan oleh faktor genetik atau keturunan dan mereka beranggapan bahwa
kadar gula darah sudah mendekati normal maka tidak perlu lagi melakukan
pencegahan dengan faktor resiko lainnya (Astrini, 2013).
Luka diabetik atau ulkus diabetik adalah adanya kelainan pada saraf, pembuluh
darah dan adanya infeksi yang menimbulkan luka (Fady, 2015). Perkiraan tahunan
prevalensi kejadian ulkus kaki kira-kira dari 4% sampai 10%, sedangkan risiko
seumur hidup ulkus diabetik berkisar antara 15% sampai 25% (Amin & Doupis,
2016). Prevalensi penderita ulkus diabetik sekitar 15% dengan risiko amputasi 30%
serta sebesar 80% di Indonesia, ulkus diabetik merupakan penyebab paling besar
perawatan di rumah sakit (Sulistyowati, 2015).
Faktor-faktor yang mempengaruhi komplikasi diabetes mellitus adalah umur,
jenis kelamin, status obesitas, aktivitas fisik dan merokok (Rosyada & Trihandini,

2013). Diabetes melitus (DM) memerlukan penatalaksanaan yang tepat agar dapat
mengendalikan kadar gula darah dalam keadaan normal dan stabil. Usaha untuk
menyembuhkan kembali menjadi normal sangat sulit jika sudah terjadi penyulit,
karena kerusakan yang terjadi umumnya akan menetap. Usaha pencegahan diperlukan
lebih dini untuk mengatasi penyulit tersebut dan diharapkan akan sangat bermanfaat
untuk menghindari terjadinya berbagai hal yang tidak menguntungkan. Menurut
Perkeni (2015), ada empat pilar penanganan diabetes mellitus di Indonesia, yaitu
edukasi, perencanaan makan, aktivitas fisik, dan intervensi farmakologis.
Kaki diabetik mengalami gangguan sirkulasi darah dan neuropati dianjurkan
untuk melakukan latihan jasmani atau senam kaki sesuai dengan kondisi dan
kemampuan tubuh. Senam kaki dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah dan
memperkuat otot-otot kecil kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki
(deformitas) (Nurrahmani, 2012). Pengaruh senam kaki diabetik terhadap perubahan

3

kadar gula darah yaitu pada otot-otot yang bergerak aktif dapat meningkatkan
kontraksi permeabilitas membran sel terhadap peningkatan glukosa, resistensi insulin
berkurang dan sensitivitas insulin meningkat (Parichehr, et al, 2012). Penelitian yang
dilakukan Rusli dan Farianingsih (2015) menunjukkan bahwa dari 20 responden

didapatkan bahwa hari-1 sebelum dilakukan senam kaki diabetik sebagian besar 70%
(14 responden) kadar gula darahnya pada interval 240-249. Dan terjadi penurunan
kadar gula darah dilakukan senam kaki diabetik sebagian besar responden 70% (14
responden) kadar gula darahnya pada interval 230-239. Hal ini menunjukkan bahwa
senam kaki diabetik berpengaruh terhadap penurunan gula darah.
Berdasarkan fakta yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk membuat Karya
Tulis Ilmiah mengenai upaya senam kaki pada pasien diabetes mellitus untuk
mencegah terjadinya komplikasi. Tujuan umum penulis adalah mengaplikasikan
tindakan senam kaki diabetik sebagai upaya untuk mencegah resiko komplikasi pada
Tn.S dengan diabetes mellitus. Sedangkan tujuan khusus adalah penulis mampu
melakukan pengkajian pada Tn.S dengan diabetes mellitus, pemulis mampu
merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn.S dengan diabetes mellitus, penulis
mampu menyusun intervensi keperawatan untuk Tn.S dengan diabetes mellitus,
penulis mampu melakukan implementasi pada Tn.S dengan diabetes mellitus serta
penulis dapat melakukan evaluasi pada Tn.S dengan diabetes mellitus.
Adapun manfaat karya tulis ilmiah ini bagi Puskesmas adalah sebagai upaya
promotif dan preventif di masyarakat untuk mencegah komplikasi pada diabetes, bagi
masyarakat hasil karya tulis ilmiah ini dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan
dalam mencegah resiko komplikasi diabetes, terutama bagi keluarga yang memiliki
anggota keluarga yang menderita diabete meliitus. Bagi peneliti lain karya tulis ilmiah

ini dapat menjadi acuan atau referensi dalam upaya mencegah komplikasi pada pasien
diabetes mellitus.

2. METODE
Karya tulis ini disusun dengan menggunakan metode deskriptif. Pengambilan
kasus pada karya tulis ilmiah ini adalah di Puskesmas pada satu keluarga di Kab.
Sukoharjo pada tanggal 9 Februari 2017 – 16 Februari 2017. Penulis menggunakan

4

pendekatan proses keperawatan yang komprehensif meliputi pengkajian, klasifikasi
data, analisa data, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi dari tindakan keperawatan. Pengumpulan data dilakukan dengan metode
wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan data sekunder. Wawancara langsung
kepada keluarga dilakukan agar mendapatkan data langsung dari kepala keluarga.
Wawancara atau yang disebut juga anamnesis adalah kegiatan tanya jawab yang
berhubungan dengan masalah yang dihadapai klien (Deswani, 2009).
Penulis juga melakukan observasi pada keluarga dengan cara pengamatan secara
langsung, sehingga mendapatkan data lebih jelas. Observasi merupakan metode
pengumpulan data melalui pengamatan visual dengan menggunakan panca-indra

(Asmadi, 2008). Selain itu, penulis juga mencari data sekunder dari hasil pemeriksaan
prolanis, follow up dokter dan hasil pemeriksaan diagnosis di Puskesmas. Penulis juga
menggunakan beberapa sumber buku tentang penyakit diabetes mellitus, didukung
dengan hasil jurnal yang mempunyai tema yang berkaitan dengan pemberian asuhan
keperawatan yang dilakukan penulis.

3.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Studi kasus dimulai dengan mengkaji keluarga di Kab.Sukoharjo pada tanggal 9
Februari 2017. Dari hasil pengkajian diperoleh data dari keluarga Tn.S yaitu kepala
keluarga yang berumur 55 tahun, pendidikan terakhir adalah SMK, pekerjaan saat ini
adalah seorang wiraswasta. Ny.E berumur 45 tahun merupakan istri Tn.S. Pendidikan
terakhir Ny.E adalah SMA, bekerja sebagai ibu rumah tangga dan sebagai pengurus
koperasi di desanya. Tn.S dan Ny.E mempunyai 2 orang anak, anak pertama bernama
Nn.D berumur 20 tahun saat ini sedang berkuliah di luar kota, anak kedua bernama
Sdr.H berumur 16 tahun sedang duduk di bangku SMK kelas 1. Selain keluarga inti
Tn.S, dalam satu rumah terdapat Tn.K yang berumur 86 tahun serta Ny.M berumur 72
tahun yang merupakan mertua dari Tn.S. Seluruh keluarga Tn.S berasal dari suku jawa
dan beragama islam. Tipe keluarga Tn.S adalah the extended family (keluarga besar).

Extended Family adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya
nenek, kakek, paman, bibi, keponakan, saudara sepupu dan sebagainya (Harmoko,
2012).

5

Penghasilan keluarga berasal dari Tn.S, Ny.E, dan Tn.K. Penghasilan Tn.S
sebagai wiraswasta, hasil kegiatan kelompok tani dan tambahan dari bekerja lainnya
sekitar Rp. 2.000.000,-. Penghasilan Ny. E sebagai pengurus koperasi dan dari hasil
tambahan lainnya sebesar ± Rp. 300.000,-. Sedangkan penghasilan Tn. K dari dana
pensiunan sebesar Rp. 1.000.000,-. Tn. S memiliki tabungan di Koperasi. Pemanfaatan
keuangan digunakan untuk biaya kebutuhan pokok seperti makan, biaya listrik, serta
biaya sekolah anak-anak Tn. S. Berdasarkan kemampuan keluarga untuk pemenuhan
kebutuhan dasar dan kemampuan memenuhi ekonominya keluarga Tn. S berada pada
keluarga sejahtera tahap III (KS. III). Keluarga sejahtera tahap III adalah keluarga yang
telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis, dan pengembangan, tetapi
belum dapat memberikan kontribusi terhadap masyarakat secara teratur, serta berperan
aktif dengan menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan (Muhlisin, 2012). Keluarga
Tn.S jarang melakukan rekreasi di luar rumah, aktifitas yang biasa dilakukan untuk
hiburan keluarga yaitu berkumpul untuk menonton TV bersama pada malam hari.

Tahap perkembangan keluarga Tn.S saat ini berada pada tahap V, yaitu keluarga
dengan anak remaja, karena anak pertama Tn. S sudah berumur 20 tahun. Menurut
(Muhlisin, 2012) tugas perkembangan keluarga anak remaja adalah memberikan
kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab mengingat remaja yang sudah
bertambah dewasa dan meningkat otonominya, mempertahankan hubungan yang
intim dalam keluarga, mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua
indari perdebatan, kecurigaan, dan permusuhan, serta perubahan sistem peran dan
peraturan untuk tumbuh kembang keluarga. Tugas perkembangan keluarga Tn.S yang
belum terpenuhi adalah perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang
keluarga. Dimana anak-anak Tn. S sudah remaja dan ingin melakukan aktivitas atau
keputusan yang mereka inginkan namun orang tua tidak mendukung atau berbeda
pendapat karena khawatir.
Saat ini Tn.S dan keluarga tinggal di rumah pemberian dari mertua Tn.S, rumah
permanen dengan luas bangunan 15 x 10 m. Terdapat 1 kamar mandi dengan WC di
dalamnya, 2 dapur, ruang tamu, ruang tv, dan ruang makan, 2 kamar di sekat tembok
dan 2 kamar hanya disekat dengan triplex. Sumber air berasal dari sumur gali, kondisi
air tidak berbau, tidak berwarna, tidak terasa dan warnanya sedikit keruh. SPAL

6

dialirkan ke got samping rumah. Ventilasi ada di ruang tamu dan disetiap kamar.
Pencahayaan di siang hari cukup. Pencahayaan di malam hari menggunakan lampu.
Rumah Tn.S berseberangan dengan rumah tetangganya, kanan, kiri dan belakang
rumah adalah sawah.
Keluarga tinggal di lingkungan yang tidak terlalu padat. Umumnya tetangga
adalah suku jawa dan beragama islam. Hubungan dengan tetangga baik, keluarga aktif
mengikuti kegiatan masyarakat seperti gotong royong, pertemuan rutin, dan pengajian.
Tn. S bekerja dari pukul 08.00 s.d pukul 16.00. Ny.E pagi mengurus rumah, kemudian
bekerja mulai pukul 08.00. Sedangkan Tn. K dan Ny. M hanya di rumah, Nn. D
kuliah di luar kota dan Sdr. H keluar jika bersekolah. Keluarga saling mendukung satu
sama lain, jika ada masalah, keluarga mencari jalan keluar bersama dengan
musyawarah. Komunikasi keluarga sehari-hari menggunakan bahasa jawa, terbuka,
jelas, langsung dan jujur. Masing-masing keluarga melaksanakan peran masingmasing. Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai peran yang tidak sesuai.
Pada saat dikaji Tn. S mengatakan sudah menderita diabetes mellitus sejak 15
tahun yang lalu, dalam keluarganya tidak ada yang menderita diabetes mellitus, namun
ayahnya memiliki riwayat hipertensi. Hasil pemeriksaan di puskesmas tanggal 8
Februari 2017 EDP : 146 mg/dL 2 JPP : 190 mg/dL, Al : 2,8 gr/dL, TD : 120/80
mmHg, BB : 63 kg. Diabetes mellitus merupakan penyakit gangguan metabolik
terutama metabolisme karbohidrat yang disebabkan oleh berkurangnya atau
ketikadaan hormon insulin dari sel beta pankreas, atau akibat gangguan fungsi insulin,
atau keduanya (Sutedjo, 2010). Tn. S mengatakan ujung jari dan kakinya kesemutan
terutama pada malam hari. Tn.S mengatakan tidak tahu bagaimana cara merawat diri
agar penyakitnya tidak bertambah parah dan serius. Keadaan seperti Tn.S disebut
paraestesi. Paraestesi adalah sensasi kesemutan, rasa seperti ditusuk dengan jarum dan
kebas sebagai akibat dari perubahan sensoris yang bersifat abnormal. Biasanya
ekstremitas bawah adalah yang pertama kali terkena karena mempunyai saraf yang
paling panjang di seluruh tubuh dan terjauh dari nukleus saraf. Sensasi ini menjadi
lebih berat pada malam hari dan bisa mengganggu tidur pasien. Perubahan ini
berlangsung perlahan tetapi progresif (Baradero, Dayrit & Siswadi, 2009).

7

Kadar gula darah Tn.S yang tinggi harus di kontrol agar tidak menimbulkan
komplikasi. Keluarga mengetahui bahwa Tn. S menderita diabetes mellitus namun
keluarga tidak mengetahui secara pasti diabetes mellitus itu apa, penyebab, serta
komplikasinya. Menurut keluarga diabetes mellitus adalah kelebihan gula dalam
darah, keluarga tidak tahu akibat selanjutnya, keluarga tidak mengetahui penyebab
kesemutan pada Tn.S dan cara merawatnya. Tn. S memutuskan mengikuti kegiatan
Prolanis yang dilakukan di Puskesmas. Lewat Prolanis Tn. S selalu mengecek gula
darah setiap satu bulan sekali dan mendapatkan obat dari Puskesmas. Keluarga belum
maksimal dalam merawat Tn. S, keluarga tidak mengetahui diit untuk diabetes
mellitus, keluarga hanya mengetahui jika penderita diabetes mellitus harus
menghindari makanan dan minuman manis sehingga keluarga tidak menyediakan
makanan tersebut. Dari hasil pengamatan langsung terlihat kaki Tn. S kotor, kuku
panjang, dan kadang jika keluar rumah tidak memakai alas kaki. Keluarga menyadari
pentingnya kebersihan lingkungan terhadap kesehatan, namun penataan rumah Tn.S
belum maksimal sehingga beresiko menimbulkan cidera. Nampak meja, kursi tidak
tertata rapi sehingga mengganggu aktifitas di dalam rumah. Keluarga Tn.S
memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk menunjang kesehatan, apabila keluarga ada
yang sakit selalu di bawa ke Puskesmas.
Tn.S mengalami stres jangka pendek karena selalu memikirkan tentang
kesemutan yang ia rasakan, ia takut bertambah parah. Stress merupakan tingkat
emosional yang dapat mengakibatkan stimulus saraf simpatis meningkat sehingga
frekuensi denyut jantung, curah jantung, dan resistensi vaskular juga meningkat (Potter
& Perry, 2010). Dari data tersebut muncul masalah utama pada keluarga Tn.S yaitu
gangguan perfusi jaringan perifer. Gangguan perfusi jaringan perifer merupakan
penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan
atau membahayakan kesehatan dengan karakteristik subyektif berupa perubahan
sensasi. Batasan karakteristik adanya gangguan pada perfusi jaringan perifer yaitu
perubahan karakteristik kulit, bruit, nadi arteri lemah, edema, kulit pucat, perubahan
suhu kulit, nadi lemah atau tidak teraba (NANDA, 2012). Pada penderita diabetes
mellitus keadaan ini disebabkan oleh penebalan dinding pembuluh darah besar
(makroangiopati), atau lazimnya disebut aterosklerosis. Dengan penebalan tersebut,

8

aliran darah ke tungkai dan kaki menjadi tidak lancar dan berkurang. Hal tersebutlah
yang menimbulkan keluhan seperti kesemutan dan kaki terasa dingin (Nurrahmani,
2012).
Berdasarkan masalah utama yang muncul tersebut, penulis menetapkan diagnosa
keperawatan pertama yaitu gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga mengenal masalah anggota keluarga yang sakit. Penulis
menetapkan diagnosa tersebut karena dari hasil pemeriksaan fisik Tn.S didapatkan
data tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 84 kali/menit. Suhu 36,5˚C, RR 21 kali/menit,
kaki terlihat bengkak, telapak kaki dan tangan nampak pucat, teraba dingin, nadi teraba
lemah, serta bulu di kaki mudah rontok. Hasil pemeriksaan di puskesmas tanggal 8
Februari 2017 EDP : 146 mg/dL 2 JPP : 190 mg/dL, Al : 2,8 gr/dL. Tn.S dan keluarga
tidak mengetahui bagaimana kesemutan itu dapat terjadi. Penulis juga mengangkat
diagnosa resiko terjadinya komplikasi berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
merawat anggota keluarga yang sakit karena, Tn.S sudah menderita diabetes mellitus
lebih dari 10 tahun dan tidak tidak tahu bagaimana cara merawat tubuh agar sakitnya
tidak bertambah parah dan serius, serta keluarga belum maksimal dalam merawat
keluarga yang menderita diabetes mellitus. Paraestesi merupakan manifestasi klinis
neuropati diabetic, sebagian besar diantaranya mengidap diabetes mellitus lebih dari
10 tahun (40,54%) (Pinzon, 2012).
Berdasarkan diagnosa tersebut kemudian penulis menyusun intervensi
keperawatan. Intervensi keperawatan adalah tindakan perawat yang dilakukan
berdasarkan pertimbangan dan pengetahuan klinis untuk meningkatkan perawatan
klien (Potter & Perry, 2009). Rencana tindakan keperawatan atau intervensi
keperawatan yang penulis lakukan untuk gangguan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah anggota keluarga
yang sakit yaitu berikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang penyakit
diabetes mellitus. Penyuluhan (edukasi) diabetes mellitus adalah pendidikan dan
latihan mengenai pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan diabetes.
Disamping kepada pasien, pendidikan kesehatan juga diberikan kepada anggota
keluarga (Arisman, 2011).

9

Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang memerlukan perilaku manajemendiri khusus seumur hidup. Informasi dasar adalah hal yang paling wajib pasien ketahui
untuk bertahan hidup, pendidikan yang lebih lanjut dan lebih mendalam mencakup
penyuluhan yang lebih detail terkait keterampilan bertahan hidup dan penyuluhan
tentang tindakan preventif guna mencegah komplikasi jangka panjang (Smeltzer,
2015). Dari tindakan tersebut diharapkan keluarga mampu mengenal, merawat, serta
mengambil keputusan yang tepat tentang diabetes mellitus. Selanjutnya kaji
kemampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit, hal ini dilakukan
untuk mengetahui sejauh mana keluarga mampu merawat anggota keluarga yang
menderita diabetes mellitus. Salah satu tindakan keperawatan yang bisa dilakukan
untuk mengatasi gangguan perfusi perifer adalah senam kaki, sehingga ajarkan senam
kaki diabetik kepada keluarga, serta berikan reinforcement positif atas perilaku positif
keluarga.
Senam kaki diabetik adalah kegiatan atau latihan yang dilakukan oleh pasien yang
menderita diabetes mellitus untuk mencegah terjadinya luka dan membantu
memperlancar peredaran darah di kaki (Kushariyadi & Setyoadi, 2011). Senam kaki
diabetik berfungsi untuk memperbaiki sirkulasi perifer akibat adanya gangguan
vaskularisasi dan gangguan metabolisme glukosa pada penderita diabetes mellitus.
Senam ini dilakukan 3-4 seminggu untuk mendapatkan hasil yang efektif (Atun,
2010). Selain itu gerakan-gerakan senam kaki ini dapat memperkuat otot kaki dan
mempermudah gerakan sendi kaki. Dengan demikian diharapkan kaki penderita dapat
terawat baik dan dapat meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes. Guyton &
Hall (2007) menjelaskan, pasien diabetes melitus yang melakukan senam kaki akan
terjadi pergerakan tungkai yang mengakibatkan menegangnya otot-otot tungkai dan
menekan vena di sekitar otot tersebut. Hal ini akan mendorong darah ke arah jantung
dan tekanan vena akan menurun, mekanisme ini yang dikenal dengan pompa vena.
Mekanisme ini akan membantu melancarkan peredarah darah bagian kaki dan
memperbaiki sirkulasi darah.
Untuk intervensi keperawatan diagnosa resiko terjadinya komplikasi berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit yaitu jelaskan
kepada keluarga tentang komplikasi diabetes mellitus. Komplikasi makrovaskuler

10

merupakan penyebab utama kematian pada pasien diabetes mellitus tipe 2, mencakup
50% kematian dalam kelompok ini. Risiko relatif penyakit kardiovaskular adalah dua
sampai tiga kali lipat lebih tinggi pada pria dan tiga sampai empat kali lipat lebih tinggi
pada wanita dengan diabetes daripada kelompok kontrol berusia sama. Penyandang
diabetes tiga kali lipat lebih berpeluang mengalami stroke dan 15 kali lipat lebih
berpeluang mengalami amputasi tungkai bawah daripada mereka yang tidak
menderita diabetes. Dalam jangka panjang, pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 juga
dapat mengalami komplikasi mikrovaskular seperti nefropati diabetik yang merupakan
penyebab kedua tersering penyakit ginjal stadium akhir di Inggris (Greebstein &
Wood, 2010). Diabetes menunjukkan gejala komplikasi yang bersifat ringan berupa
kesemutan, rasa tebal, sampai yang berat berupa lemah otot sampai penderita tidak
bisa berjalan atau nyeri hebat pada malam hari, disertai gangguan napas atau gangguan
pencernaan. Kerusakan saraf pada pria dapat menimbulkan impotensi. Dan kerusakan
saraf pada perasa dapat menyebabkan pasien tidak bisa merasakan panas, dingin dan
lain-lain. Kerusakan saraf sensoris umumnya terjadi pada kaki, tungkai, tangan, dan
lengan dengan gejala kram, kesemutan, kebas, atau nyeri. Namun yang berbahaya
adalah rasa kebas pada kaki. Rasa kebas itu membuat penderita tidak merasakan sakit
sehingga tidak menyadari bahwa dirinya terluka dan terinfeksi. Infeksi dapat
menimbulkan borok (neuropathic foot ulcer) yang jika tidak dirawat dapat menjadi
gangren sehingga bagian tubuh tersebut harus diamputasi (Waluyo, 2009).
Untuk mengatasi resiko komplikasi tersebut penulis membuat intervensi
keperawatan yaitu demonstrasikan cara perawatan kaki diabetik. Salah satu perubahan
patologis yang terjadi pada anggota gerak ialah timbulnya luka. Seorang penderita
diabetes mellitus harus selalu memperhatikan dan menjaga kebersihan kaki. Jika tidak
dirawat, dikhawatirkan suatu saat kaki penderita akan mengalami gangguan peredaran
darah dan kerusakan syaraf yang menyebabkan berkurangnya sensitivitas terhadap
rasa sakit, sehingga penderita mudah mengalami cedera tanpa ia sadari. Luka bisa
mengundang infeksi, kerusakan saraf berkurangnya pasokan darah sehingga
menyebabkan pembusukan dan menimbulkan gangren. Jika sudah menjadi gangren
harus diamputasi. Untuk itu, penderita diabetes mellitus tidak hanya fokus pada
pengendalian kadar gula dalam darah atau mengubah gaya hidup , tetapi penderita

11

diabetes juga perlu menjaga kesehatan organ tubuh terutama kaki., sehingga harus
melakukan perawatan kaki setiap hari (Nurrahmani, 2012). Black dan Hawks (2009)
menjelaskan edukasi yang tepat mengenai perawatan kaki serta penanganan awal
diharapkan mampu mencegah infeksi kaki. Perawatan kaki yang efektif mampu
memutus risiko ulkus menjadi amputasi. Perawatan kaki yang bersifat preventif
mencakup tindakan mencuci kaki dengan benar, mengeringkan dan meminyakinya;
harus berhati-hati agar jangan sampai celah di antara jari-jari kaki menjadi basah.
Inspeksi atau pemeriksaan kaki harus dilakukan setiap hari untuk memeriksa apakah
terdapat gejala kemerahan, lepuh, fisura, kalus, atau ulserasi (Smeltzer & Bare, 2008).
Intervensi selanjutnya adalah jelaskan kepada keluarga cara memodifikasi
lingkungan untuk mencegah cidera. Hal ini dilakukan karena berdasarkan hasil
pengamatan langsung di lingkungan rumah Tn.S nampak perabotan rumah tangga
seperti kursi, meja serta alat-alat yang mudah melukai tidak tertata dengan baik .
Diharapkan dengan penjelasan ini keluarga semakin paham tentang lingkungan yang
mendukung untuk perawatan Tn.S. Intervensi terakhir adalah jelaskan kepada
keluarga cara memodifikasi lingkungan untuk mencegah cidera, serta jelaskan kepada
keluarga jika terdapat komplikasi sebaiknya segera dibawa ke fasilitas kesehatan
(Puskesmas). Hal ini dilakukan agar keluarga mampu memanfaatkan fasilitas
kesehatan untuk menunjang kesehatan keluarga.
Setelah menyusun intervensi kemudian dilakukan tindakan keperawatan atau
implementasi. Tindakan pertama yang penulis lakukan adalah memberikan
pendidikan kesehatan kepada keluarga Tn.S tentang diabetes mellitus meliputi
pengertian, penyebab dan faktor resiko, tanda dan gejala, komplikasi, serta cara
pencegahan komplikasi tersebut. Penulis menyampaikan pendidikan kesehatan
dengan menggunakan media leaflet. Dengan pendidikan kesehatan ini diharapkan
dalam jangka waktu pendek dapat menghasilkan perubahan dan peningkatan
pengetahuan individu, kelompok dan masyarakat. Penulis menyampaikan pendidikan
kesehatan satu persatu, mulai dari pengertian. Diabetes Melitus merupakan penyakit
gangguan metabolik terutama metabolisme karbohidrat yang disebabkan oleh
berkurangnya atau ketidakadaan hormon insulin dari sel beta pankreas, atau akibat
gangguan fungsi insulin, atau keduanya (Sutedjo, 2010). Menurut Bilotta (2012) gejala

12

umum diabetes mellitus berupa polyuria, polydipsia, polifagia, berat badan yang
menurun dengan cepat dan letih. Komplikasi Diabetes sebagai komplikasi
makrovaskular yang meliputi penyakit vaskular jantung, serebral, dan perifer srta
komplikasi mikrovaskuler yang meliputi retinopati, nefropati, dan neuripati diabetik
(Chang, et al, 2010). Kemudian faktor-faktor risiko diabetes mellitus antara lain faktor
keturunan (genetik) dan obesitas.

Dalam penanganan diabetes hal yang harus

ditekankan adalah pengendalian glukosa darah yang ketat melalui kombinasi
intervensi gaya hidup dan farmakologi. Intervensi gaya hidup berfokus pada
perubahan pola makan dan olahraga (Chang, et al, 2010). Pemberian pendidikan
kesehatan sangat penting untuk menambah pengetahuan keluarga. Pendidikan
kesehatan ini dilakukan selama beberapa kali secara berulang agar keluarga Tn.S
paham dan mengerti tentang diabetes mellitus.
Tindakan kedua yaitu mengkaji kemampuan keluarga dalam merawat anggota
keluarga yang sakit. Keluarga mengatakan biasanya jika Tn.S mengeluh kesemutan
hanya dipijit pelan-pelan dan digerak-gerakkan. Penulis kemudian mengajarkan
senam kaki diabetik untuk mengatasi kesemutan yang dirasakan Tn.S. Tn.S
mengatakan sebelumnya tidak pernah mengetahui tentang senam kaki diabetik dan
baru pertama kali ini mencobanya. Pada awalnya Tn.S nampak kesulitan menirukan
gerakan-gerakan senam yang diajarkan, namun setelah beberapa kali diajarkan dan
beberapa kali mencoba melakukan sendiri, Tn.S sudah mulai bisa memperagakan
sendiri.
Implementasi selanjutnya adalah mengajarkan Tn.S dan keluarga perawatan kaki
diabetik. Penulis menjelaskan tentang cara perawatan kaki dimulai dengan mencuci
kaki (telapak kaki) dicuci dengan sabun lembut, disiram air kemudian dibilas hingga
bersih. Proses tersebut diulang hingga kaki benar-benar bersih. Lalu kaki dikeringkan
terutama bagian sela-sela jari kaki, karena dalam keadaan basah sela-sela jari tersebut
rawan infeksi. Apabila kaki terlalu kering penulis menganjurkan Tn.S menggunakan
lotion sebagai pelembab. Kemudian menganjurkan Tn.S selalu mengenakan kaus kaki
untuk melindungi kaki. Penulis juga menyampaikan agar Tn.S selalu memakai alas
kaki terutama ketika berada di luar rumah, menganjurkan untuk tidak memotong kuku
mengikuti alur kaki agar mencegah luka, memakai sepatu yang tidak terlalu kecil dan

13

sempit, serta mengusahakan untuk mengenakan alas kaki dengan bagian depan
tertutup. Keluarga sangat antusias memperhatikan apa yang disampaikan penulis.
Setelah melakukan demontrasi cara perawatan kaki diabetik, keluarga dapat
menyebutkan kembali langkah-langkahnya.
Dari implementasi keperawatan, selanjutnya melakukan evaluasi untuk
membuktikan keberhasilan suatu tindakan yang dilakukan. Pendidikan kesehatan
tentang diabetes mellitus yang telah disampaikan, keluarga mengatakan paham
tentang diabetes mellitus dan mampu menyebutkan kembali penyebab, tanda gejala
serta komplikasinya. Untuk hasil evaluasi senam kaki diabetik keluarga mampu
memperagakan gerakan senam kaki diabetik. Tn.S mengatakan setelah beberapa kali
melakukan senam kaki kesemutan yang ia rasakan sudah mulai berkurang walaupun
belum hilang sepenuhnya. Berdasrkan hasil pemeriksaan fisik nampak kaki Tn.S
sudah tidak terlalu pucat, nadi sudah mulai teraba kuat, kaki teraba hangat dan
bengkak sudah berkurang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Salam (2012) tentang perbedaan perfusi pada kaki klien diabetes mellitus sebeum dan
sesudah dilakukan senam kaki diabetik yang dilakukan di desa Sukowono Kecamatan
Sukowono yang menunjukkan terjadi peningkatan kualitas perfusi pada kaki klien
diabetes mellitus setelah dilakukan senam kaki diabetik. Responden dengan kategori
perfusi kurang sebelum dilakukan senam kaki diabetes berjumlah 12 responden
kemudian setelah dilakukan senam kaki diabetes bekurang menjadi 0 responden. Hasil
penelitian tersebut sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa tujuan yang diperoleh
setelah melakukan senam kaki adalah memperbaiki sirkulasi darah pada kaki pasien
diabetes mellitus, sehingga nutrisi lancar ke jaringan tersebut (Widianti, 2010).
Gerakan dalam senam kaki tersebut seperti yang disampaikan dalam 3rd National
Diabetes Educator Training Camp tahun 2005 dapat membantu memperbaiki sirkulasi
darah dikaki. Bisa mengurangi keluhan dari neuropati sensorik seperti rasa pegal,
kesemutan di kaki (Soegondo, 2011).
Hasil penelitian Rusli dan Farianingsih (2015) pada 20 responden di wilayah
Gresik, Jawa Timur yaitu, senam kaki merupakan salah satu latihan jasmani yang
berpengaruh terhadap penurunan kadar glukosa pada diabetes tipe 2 dengan
pengurasan glukosa akibat latihan. Penelitian yang dilakukan Fauzi (2013) dan Rusli

14

dan Farianingsih (2015) menunjukkan bahwa senam kaki efektif dalam menurunkan
kadar glukosa penderita diabetes melitus. Senam kaki diabetik dapat menurunkan
kadar glukosa melalui peningkatan ambilan glukosa otot, karena senam kaki lebih
meningkatkan kerja otot ekstremitas bawah utamanya ankle dan jari-jari kaki. Dengan
cara ini kadar gula darah dapat terkontrol sehingga dapat menghindari resiko
komplikasi yang dapat terjadi. Evaluasi selanjutnya adalah tentang demonstrasi
perawatan kaki diabetik. Tn.S mengatakan ketika akan bekerja dan setelah pulang
bekerja ia selalu membersihkan kaki terlebih dahulu. Tn.S mampu menjelaskan
kembali hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam perawatan kaki.
Ini menunjukkan bahwa ada peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat
anggota keluarga yang sakit. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Supriadi, dkk
(2013) bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode demonstrasi
terhadap kemampuan merawat kaki pada penderita diabetes mellitus. Dengan adanya
perubahan perilaku ini diharapkan mampu mencegah resiko komplikasi pada Tn.S.
Dari hasil pengamatan langsung, keluarga Tn.S belum dapat memodifikasi
lingkungan, nampak perabot rumah masih berantakan dan tidak tertata dengan rapi.
Memodifikasi lingkungan belum dapat dicapai, hal ini dikarenakan kesibukan masingmasing anggota keluarga. Walaupun Tn.K dan Ny.M selalu ada di rumah, namun
keterbatasan fisik karena usia yang sudah lanjut sehingga tidak mampu menata rumah
dengan maksimal. Hasil dari tindakan keperawatan yang dilakukan pada Tn.S, senam
kaki dijadikan suatu terapi nonfarmakologi dalam upaya mengurangi gangguan
sirkulasi perifer. Jadi dapat disimpulkan bahwa senam kaki diabetik selain dapat
memperbaiki sirkulasi perifer juga dapat sebagai terapi non-farmakologi bagi
masyarakat untuk menurunkan kadar gula darah sehingga dapat mencegah
komplikasi.
Masalah keperawatan utama pada diabetes mellitus tipe 2 adalah keseimbangan
cairan, perubahan nutrisi, kurang pengetahuan, kurang perawatan diri, serta ansietas.
Dari masalah-masalah tersebut penulis tidak menemukan masalah pada keseimbangan
cairan dan perubahan nutrisi. Tanda-tanda adanya masalah tersebut tidak terkaji. Pada
saat wawancara Tn.S tidak mengeluhkan tentang poliuria, polidipsi, polifagia maupun
penurunan berat badan. Dari pemeriksaan fisik tidak dutemukan tanda-tanda

15

kekurangan cairan seperti turgor kulit >3 detik, kulit kering. Sebagian pasien yang
telah melewati melewati fase awal diabetes justru tidak pernah mengeluhkan gejala
poliuria, polidipsi, polifagia (Arisman, 2011).

4. PENUTUP
a. Simpulan
Dari hasil pengkajian diatas dirumuskan diagnosa keperawatan gangguan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal
masalah anggota keluarga yang sakit Intervensi yang dilakukan adalah memberikan
pendidikan kesehatan tentang diabetes mellitus dan mengajarkan senam kaki
diabetik. Diagnosa yang kedua adalah resiko terjadinya komplikasi berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit dengan
intervensi jelaskan kepada keluarga tentang komplikasi diabetes mellitus dan
mengajarkan perawatan kaki. Dari hasil evaluasi senam kaki diabetik mampu
memperbaiki sirkulasi perifer Tn.S. Selain itu juga ada pengaruh pendidikan
kesehatan dengan metode demonstrasi perawatan kaki diabetik terhadap
kemampuan merawat kaki pada Tn.S,
Dari hasil dan pembahasan diatas dapat diketahui bahwa diabetes melitus
merupakan penyakit yang memiliki komplikasi paing banyak diantara penyakit
lain. Penatalaksanaan yang tepat sangat diperlukan agar dapat mengendalikan
kadar gula darah dalam keadaan normal dan stabil agar tidak terjadi penyulit, salah
satunya adalah dengan senam kaki diabetik. Dengan mengajarkan senam kaki
diabetik mampu memperbaiki sirkulasi perifer pada penderita diabetes mellitus.
Selain itu senam kaki diabetik juga mampu menurunkan kadar gula darah, sehingga
dapat mencegah komplikasi selanjutnya.

b. Saran
1) Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi dan masukan bagi
Puskesmas sebagai upaya promotif dan preventif di masyarakat untuk
mencegah komplikasi pada diabetes.

16

2) Bagi Klien dan Keluarga
Diharapkan klien dan keluarga dapat berpartisipasi dalam upaya mencegah
komplikasi dengan terapi nonfarmakologi seperi senam kaki dan perawatin
kaki diabetik, sehingga
3) Bagi Peneliti Lain
Diharapkan karya tulis ilmiah ini dapat menjadi acuan atau referensi dalam
upaya mencegah komplikasi pada pasien diabetes mellitus. Selain itu, tindakan
dapat dikembangkan sehingga memberikan kriteria hasil yang lebih baik.

PERSANTUNAN
Penelitian ini merupakan salah satu syarat kelulusan untuk program Diploma III
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang membantu dalam penelitian dan penyusunan
Karya Tulis Ilmiah. Dalam kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Allah SWT, atas ridho dan karunia-Nya penulis diberikan kelancaran serta
kemudahan dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
2. Prof. Drs. Bambang Setiadji, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
3. Dr. Suwaji, M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
4. Okti Sri P., S.Kep., M.Kes., Ns.Sp.Kep.M.B, selaku Ketua Program DIII
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
5. Arina Maliya, S.Kep., Ns., Msc, selaku Sekretaris Program Studi DIII
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
6. Supratman, Ph.D, selaku dosen pembimbing yang telah membantu
mengarahkan serta memberi bimbingan kepada penulis dalam pembuatan
Karya Tulis Ilmiah.
7. Arif Widodo,

A.Kep.,

M.Kes., selaku pembimbing akademik DIII

Keperawatan kelas B yang sudah memberikan bimbingan selama perkuliahan.

17

8. Segenap Dosen Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surakarta yang
telah mendidik dan memberikan banyak ilmu.
9. Kedua orang tua, terima kasih Bapak Ibu yang telah memebesarkan,
mendoakan, menyemangati penulis untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
ini.
10. Teman-teman seperjuangan DIII Keperawatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta 2014 yang tekah berjuang bersama dan membrikan semangat untk
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan, semoga amal dan kebaikan
yang telah diberikan mendapatkan imbalan dari Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, N., & Doupis, J. (2016). Diabetic foot disease: From the evaluation of the
“foot at risk” to the novel diabetic ulcer treatment modalities. World Journal
of Diabetes , 7(7): 153-164.
Arisman. (2011). Obesitas, Diabetes Melitus & Dislipidemia: Konsep, Teori, dan
Penanganan Aplikatif. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Astrini, L. (2013). Pelaksanaan Diit pada Pasien Diabetes Tipe 2 di Kelurahan
Sendang Mulyo Semarang. Skripsi Fikkes Unimus , 1.
Atun, M. (2010). Diabetes Mellitus : Memahami, Mencegah, dan Merawat
Penderita Penyakit Gula. Bantul : Kreasi Wacana.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar.
Laporan Nasional 2013, 1–384. http://doi.org/22 Maret 2017
Baradero, M., Dayrit, M.W., & Siswadi, Y. (2009). Seri Asuhan Keperawatan:
Klien Gangguan Endokrin. Jakarta: EGC.
Bilotta, K. A. J. (2012). Kapita Selekta Penyakit: dengan Implikasi Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Black, J.M. & Hawks, J. H. (2009). Medical surgical nursing clinical management
for positive outcomes (8thed). Singapore : Elsevier Pte Ltd.

18

Chang, E., Daly J., & Elliott. (2010). Patofiologi. Aplikasi pada Praktik
Keperawatan. Jakarta: EGC.
Depkes RI. (2012). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI.
Deswani. (2009). ProsesKeperawatan dan Berpikir Kritis. Jakarta: Salemba
Medika.
Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo. (2014). Profil Kesehatan Kabupaten
Sukoharjo 2014: Kabid Promosi.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah . (2012). Profil Kesehatan Jawa Tengah
Tahun 2012: Semarang.
Fady, F. A. (2015). Madu dan Luka Diabetik. Yogyakarta: Gosyen.
Fauzi, L. 2013. Intensitas Jalan Kaki terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah.
Kemas. 8. 2: 2013: 106 - 112.
Guyton A.C. & J.E. Hall. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta:
EGC.
Greenstein, B., & Wood, D. (2010). At a Glance Sistem Endokrin – Edisi Kedua.
Indonesia : Erlangga.
Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
IDF (International of Diabetic Federation). (2015). IDF Diabetes Atlas Sixth
Edition Update, Internasional Diabetes Federation 2014. http://www.idf.org/
worlddiabetesday/toolkit/gp/fact-figures. Diakses tanggal 22 Maret 2017.
Kemenkes RI. (2014). Waspada Diabetes. Jakarta Selatan: Pusat Data dan
Informasi Kemenkes RI.
Kushariyadi & Setyoadi. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien
Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba Medika.
Muhlisin, A. (2012). Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

19

NANDA. (2012). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klsifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC.
Nurrahmani, U. (2012). Stop Diabetes Mellitus. Yogyakarta: Familia.
Parichehr, K., Mohamad, T.N., Soheilikhah, Marsyam, R. (2012). Evaluation of
patients education on foot self-care status in diabetic patients. Iranian Red
Crescent Medical Jurnal, 14(12) :829-832.
PERKENI.(2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus
Tipe2 di Indonesia.
Pinzon, R. (2012). Diagnosis Nyeri Neuropatik dalam Praktik Sehari-Hari. Praktis,
39(2), 142–143.
Potter, P. A., & Perry, A. G.(2010). Keperawatan Fundamental Buku 2 Edisi 7.
Jakarta: Salemba Medika
Rusli, G. R., & Farianingsih, S. 2015. Senam Kaki Diabetes Menurunkan Kadar
Gula Darah Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Journals of Ners Community. 6.
2: November 2015: 189 - 197.
Rosyada, A., & Trihandini, I. (2013). Determinan Komplikasi Kronik Diabetes
Melitus pada Lanjut Usia. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional,
7(9), 395–402. http://doi.org/10.21109/kesmas.v7i9.11
Salam, A.Y. (2012). Perbedaan Perfusi pada Kaki Klien Diabetes Melitus Sebelum
dan Sesudah Dilakukan Senam Kaki Diabetes di Desa Sukowono kecamatan
Sukowono. Skripsi Universitas Jemeber.
Smeltzer, S. C. (2015). Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta:
EGC
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC
Soegondo. (2009). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.

20

Sulistyowati, D. A. (2015). Efektivitas Elevasi Ektrimitas Bawah Terhadap Proses
Penyembuhan Ulkus Diabetik di Ruang Melati RSUD Dr. Moewardi Tahun
2014. Kosala , 3(1): 83-88.
Supriadi, D., Kusyati, E., & Sulistyawati, E. (2013). Pengaruh Pendidikan
Kesehatan dengan Metode Demonstrasi Terhadap Kemampuan Merawat
Kaki pada Penderita Diabetes Melitus. Jurnal Managemen Keperawatan,
1(1), 39–47.
Sutedjo, A.Y. (2010). 5 Strategi Penderita Diabetes Melitus Berusia Panjang.
Yogyakarta : Kanisius.
Waluyo, S. (2009). 100 Questions & Answer DIABETES. Jakarta : Gramedia.
Widianti, T. A. (2010). Senam Kesehatan. Cetakan I. Yogyakarta: Nuha Medika.
World Health Organization. (2014). Global Report On Diabetes. Geneva: World
Health Organization.

21

22