JENIS DAN TATA CARA PENYUSUNAN PTK

i. serikat pekerjaserikat buruh. 2 Selain sumber informasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, informasi ketenagakerjaan dapat diperoleh melalui kegiatan survei, media cetak dan elektronik. Bagian Ketiga Tata Cara Memperoleh Informasi Ketenagakerjaan Pasal 6 1 Informasi ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1, pengumpulannya dilakukan secara langsung dan tidak langsung, baik konvensional maupun elektronik, secara berkala dan insidental. 2 Cara penyampaian informasi ketenagakerjaan dari perusahaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 7 1 Informasi ketenagakerjaan yang telah dikumpulkan, diolah dengan menggunakan metoda statistika atau metoda lainnya, baik secara manual maupun komputasi sesuai dengan peruntukannya. 2 Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penggunaan metoda statistika sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 8 Informasi ketenagakerjaan yang dikumpulkan dan diolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 disimpan dalam sistem database. Pasal 9 1 Informasi ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 disajikan dalam bentuk tabel, grafik, peta, dan narasi. 2 Informasi ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dipublikasikan dalam bentuk cetakan danatau media elektronik. 3 Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyajian informasi ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 10 1 Pengguna dapat memperoleh informasi ketenagakerjaan pada instansi pengelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1. 2 Pengguna dapat memperoleh informasi ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sesuai dengan kebutuhannya, kecuali informasi yang bersifat rahasia. 3 Pengelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1, berwenang untuk menolak permintaan informasi ketenagakerjaan dari pengguna, yang tidak sesuai dengan kebutuhannya, danatau informasi ketenagakerjaan yang bersifat rahasia. 4 Untuk memperoleh informasi ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pengguna tidak dipungut biaya.

BAB III JENIS DAN TATA CARA PENYUSUNAN PTK

Bagian Kesatu Jenis PTK Pasal 11 1 PTK terdiri atas PTK Makro dan PTK Mikro. 2 PTK Makro terdiri atas lingkup kewilayahan dan lingkup sektoral. 3 PTK Makro lingkup kewilayahan meliputi: a. PTK nasional; b. PTK provinsi; dan c. PTK kabupatenkota. 4 PTK Makro lingkup sektoral meliputi: a. PTK sektor dan sub sektor nasional; b. PTK sektor dan sub sektor provinsi; dan c. PTK sektor dan sub sektor kabupatenkota. 5 PTK Mikro terdiri atas lingkup badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, perusahaan swasta serta lembaga swasta lainnya. Bagian Kedua Tata Cara Penyusunan PTK Makro Pasal 12 1 Penyusunan PTK Makro di tingkat nasional, provinsi, dan kabupatenkota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 3, dilakukan oleh instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. 2 Penyusunan PTK Makro lingkup sektoralsub sektoral nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 4 huruf a, dilakukan oleh instansi Pemerintah pembina sektor atau lapangan usaha yang bersangkutan di pusat. 3 Penyusunan PTK Makro lingkup sektoralsub sektoral di provinsi atau kabupatenkota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 4 huruf b dan huruf c, dilakukan oleh instansi pemerintah yang membidangi sektor atau lapangan usaha yang bersangkutan di provinsi atau kabupatenkota. 4 Pemerintah provinsi dan kabupatenkota dalam menyusun PTK Makro sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat membentuk Tim. 5 Ketentuan lebih lanjut mengenai Pedoman Pembentukan Tim sebagaimana dimaksud pada ayat 4 diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 13 Untuk menyusun PTK Makro diperlukan informasi ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 1 dan informasi terkait lainnya. Pasal 14 RTK Makro sebagai hasil dari PTK Makro paling sedikit memuat informasi tentang: a. persediaan tenaga kerja; b. kebutuhan tenaga kerja; c. neraca tenaga kerja; dan d. arah kebijakan, strategi, dan program pembangunan ketenagakerjaan. Pasal 15 1 Persediaan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a penghitungannya dilakukan dengan pendekatan tingkat partisipasi angkatan kebutuhan tenaga kerja atau luaran pendidikan. 2 Kebutuhan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b, penghitungannya dilakukan dengan pendekatan kebutuhan tenaga kerja dan pendekatan pendayagunaan tenaga kerja, dengan mempertimbangkan kebutuhan tenaga kerja di pasar kerja internasional. 3 Neraca tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c, disusun dengan membandingkan antara persediaan tenaga kerja dengan kebutuhan tenaga kerja, untuk mengetahui kesenjangan tenaga kerja. 4 Ketentuan lebih lanjut mengenai metoda penghitungan persediaan tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan penghitungan kebutuhan tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat 2, diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 16 1 Arah kebijakan, strategi, dan program pembangunan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d, disusun berdasarkan RTK. 2 Arah kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, memuat pokok-pokok pikiran pemecahan masalah ketenagakerjaan. 3 Strategi pembangunan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, memuat cara pemecahan masalah ketenagakerjaan sesuai dengan arah kebijakan pembangunan ketenagakerjaan. 4 Program pembangunan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, memuat kegiatan untuk memecahkan masalah ketenagakerjaan sesuai dengan strategi pembangunan ketenagakerjaan. Pasal 17 1 RTK Makro disusun untuk jangka waktu 5 lima tahun. 2 RTK Makro sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dilakukan evaluasi untuk disesuaikan dengan kondisi lingkungan strategis yang mempengaruhi. 3 Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2, dilakukan oleh instansi pemerintah pembina sektor lapangan usaha yang bersangkutan di tingkat pusat. Pasal 18 1 PTK nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 3 huruf a, diselenggarakan oleh instansi Pemerintah yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan dengan melibatkan instansi pemerintah lain dan lembaga-lembaga terkait. 2 PTK provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 3 huruf b dan PTK sektoralsub sektoral provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 4 huruf b, diselenggarakan oleh pemerintah provinsi dengan melibatkan instansi vertikal dan lembaga-lembaga terkait. 3 PTK kabupatenkota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 3 huruf c dan PTK sektoralsub sektoral kabupatenkota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 4 huruf c, diselenggarakan oleh pemerintah kabupatenkota dengan melibatkan instansi vertikal dan lembaga-lembaga terkait. 4 PTK sektoralsub sektoral nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 4 huruf a, diselenggarakan oleh instansi pemerintah pembina sektor lapangan usaha dengan melibatkan instansi pemerintah lain dan lembaga- lembaga terkait. Pasal 19 1 PTK nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat 1, menghasilkan RTK nasional. 2 PTK provinsi dan PTK sektoralsub sektoral provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat 2, menghasilkan RTK provinsi dan RTK sektoralsub sektoral provinsi. 3 PTK kabupatenkota dan PTK sektoralsub sektoral kabupatenkota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat 3, menghasilkan RTK kabupatenkota dan RTK sektoralsub sektoral kabupatenkota. 4 PTK sektoralsub sektoral nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat 4, menghasilkan RTK sektoralsub sektoral nasional. Bagian Ketiga Tata Cara Penyusunan PTK Mikro Pasal 20 1 Penyusunan PTK Mikro diarahkan untuk menciptakan kesempatan kerja yang seluas-luasnya. 2 PTK Mikro sebagaimana dimaksud pada ayat 1 penyusunannya dilakukan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, perusahaan swasta serta lembaga swasta lainnya. 3 Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan PTK Mikro sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 21 RTK Mikro sebagai hasil dari PTK Mikro paling sedikit memuat informasi tentang : a. persediaan pegawai; b. kebutuhan pegawai; c. neraca pegawai; dan d. program kepegawaian. Pasal 22 Informasi persediaan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, disusun berdasarkan kekuatan pegawai yang dirinci menurut jabatan, status kepegawaian, jenjang dan bidang pendidikan akhir, usia, jenis kelamin, pelatihan dan pengalaman kerja. Pasal 23 Informasi kebutuhan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b termasuk kebutuhan pegawai berstatus tenaga asing, dihitung berdasarkan beban kerja yang dirinci menurut jabatan, status kepegawaian, jenjang dan bidang pendidikan akhir, usia, jenis kelamin, pelatihan, dan pengalaman kerja. Pasal 24 Neraca pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c, disusun dengan membandingkan antara persediaan pegawai dengan kebutuhan pegawai baik jumlah maupun kualifikasi. Pasal 25 Program kepegawaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d, paling sedikit memuat : a. pola pembinaan karier; b. program perekrutan, seleksi, penempatan serta pemensiunan pegawai; c. pelatihan dan pengembangan pegawai; d. perlindungan, pengupahan serta jaminan sosial; dan e. produktivitas kerja. Pasal 26 1 RTK Mikro disusun untuk jangka waktu 5 lima tahun. 2 Setiap tahun RTK Mikro sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dilakukan penilaian untuk disesuaikan dengan perkembangan lembaga atau perusahaan. Pasal 27 Ketentuan lebih lanjut mengenai metoda yang digunakan untuk menyusun RTK Mikro diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB IV TATA CARA PELAKSANAAN PTK