44 | P a g e
V. HASIL PENELITIAN
4.1. Hasil analisa material
Material-material yang akan digunakan dalam penelitian ini telah dilakukan pengujian sifat propertiesnya untuk mengetahui apakah material tersebut memenuhi
persyaratan sebagai bahan susun beton. Pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta dan institusi di luar
Universitas Muhammadiyah Surakarta sesuai syarat pemeriksaan yang bersesuaian.
4.1.1. Hasil analisa semen portland
Semen Portland yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen type PPC produksi PT Semen Gresik. Berbeda dengan semen portlan type I, semen PPC mengandung pozzolan
4.1.2. Hasil analisa fly ash
Fly ash yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis yaitu berasal dari
PLTU yang dibeli di pasaran dan PLTU yang berasal dari Jepara. Fly ash yang dibeli di pasaran dibeli dari UD Seminar Mandiri Mojosongo. Analisa kimia terhadap fly ash
dilakukan di laboratorium Balai Konservasi Borobudur. Hasil analisa ditunjukkan dalam Tabel berikut ini:
Tabel V-1 Hasil analisa fly ash Analisis kimia
Satuan Fly ash
Pasaran Fly ash
PLTU Standar ASTM
kelas C
Silika dioxida, SiO
2
24,1100 32,5900
SiO
2
+ Al
2
O
3
+ Fe
2
O
3
min. 50 Aluminium oxida, Al
2
O
3
13,3993 12,6828
Fery oxida, Fe
2
O
3
6,9445 6,4722
TiO
2
0,8420 0,8120
Magnesium oxida, MgO 3,1117
4,6351 Ca O
0,7182 0,8753
Dari hasil analisa fly ash di atas diperoleh, fly ash yang berasal dari PLTU Jepara termasuk fly ash kelas C, karena jumlah SiO
2
+ Al
2
O
3
+ Fe
2
O
3
lebih dari 50, namun kurang dari 70. Hasil ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang dilakukan dimana fly ash
di Indonesia pada umumnya merupakan fly ash kelas C karena diproduksi dari sumber batu bara jenis lignite dan sub bituminous, dimana jenis fly ash ini akan menghasilkan abu
terbang kelas C Sule and Matasak, 2012, Suprapto, 2009.
45 | P a g e
Sedangkan fly ash yang dibeli dari pasaran tidak memenuhi syarat sebagai fly ash
kelas C sehingga dikategorikan sebagai bahan pozzolan saja. Dengan demikian fly ash
di pasaran tidak selalu memenuhi klasifikasi sebagai fly ash sesuai standard ASTM C 618-03, 2003 dan perlu diperiksa kelayakannya apabila akan digunakan.
4.1.3. Hasil analisa agregat halus
Agregat halus yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasir yang berasal dari Gunung Merapi, selanjutnya dilakukan pengujian sifat-sifat fisik di Laboratorium Beton
dan Bahan Bangunan Teknik Sipil UMS. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian kandungan zat organik, kandungan lumpur, berat jenis specific gravity, dan gradasi
agregat halus. Setelah dilakukan pengujian maka hasilnya pada tabel V.1. Hasil perhitungan dan data-data pengujian secara lengkap terdapat dalam lampiran.
Tabel V-2 Hasil Pengujian Agregat Halus
Jenis Pengujian Hasil Pengujian
Standart SNI Keterangan
Kandungan Zat Organik Larutan NaOH 3
berwarna kuning muda
Jernih atau kuning muda
Memenuhi Syarat Kandungan Lumpur
3.67 Maksimum 5
Memenuhi Syarat Berat Jenuh Kering
Permukaan Saturated Surface Dry
2.659 2.5-2.7
Memenuhi Syarat Berat Jenis Semu Apparent
Spesific Gravity 2.714
- Tidak tercantum
dalam standart SNI Berat Jenis Curah Kering
2.628 -
Tidak tercantum dalam standart SNI
Penyerapan air 1.215
Maksimum 5 Memenuhi Syarat
Modulus Halus Butir 3.28
1.5 – 3.8 Memenuhi Syarat
Dari tabel diatas ternyata setelah didiamkan selama ± 24 jam campuran NaOH dan pasir didapat cairan berwarna kuning muda dan termasuk no 2. Batas standart warna
Hellige Tester antara no 1 - 5. Jadi pasir yang digunakan untuk pembuatan campuran beton memenuhi syarat. Dalam pengujian kandungan lumpur pada pasir didapat 3.67 ,
sedangkan batasnya maksimal 5, sehingga pasir sudah bisa digunakan untuk bahan campuran beton. Dari hasil pemeriksaan berat jenis pasir diperoleh nilai penyerapan air
46 | P a g e
sebesar 1.21 , dapat disimpulkan bahwa agregat halus tersebut sudah memenuhi persyaratan karena spesifik nilai penyerapan airnya kurang dari 5 . Hasil percobaan
diatas pasir mempunyai modulus halus butir antara 1.5 - 3.8 termasuk dalam pasir halus, sehingga pasir yang digunakan di atas termasuk pasir halus karena mempunyai modulus
halus butir 3.282. Untuk hasil pengujian agregat halus sesuai dengan persyaratan dari ASTM C33-97
dapat dilihat pada tabel V.2 berikut ini.
Tabel V-3 Hasil Pengujian Gradasi Agregat Halus
No Ukuran
ayakan Berat
ayakan ayakan
+ pasir
Berat pasir
Koreksi Berat Pasir
Terkoreksi Persentase
Pasir Tertinggal
Persentase Komulatif Tertinggal
Lolos mm
gr gr
gr gr
gr 1
9.5 38 386
390 4
0.005 4.005
0.134 0.134
100 2
4.75 no.4 441
448 7
0.009 7.009
0.234 0.367
99.766 3
2.36no.8 428
466 38
0.051 38.051
1.268 1.636
98.498 4
1.18no.16 421
557 136
0.182 136.182
4.539 6.175
93.959 5
0.6 no.30 407
1287 880
1.175 881.175
29.372 35.547
64.586 6
0.3 no.50 407
1907 1500
2.003 1502.003
50.067 85.614
14.519 7
0.15 297
690 393
0.525 393.525
13.117 98.732
1.402 8
Pan 388
426 38
0.051 38.051
1.268 100
0.134 2996
3000 100
328.2
Dari tabel gradasi agregat halus di atas dapat digambarkan grafik gradasi sebagai berikut :
Gambar V-1 Grafik hubungan antara ukuran ayakan dan presentase lolos komulatif
20 40
60 80
100 120
2 4
6 8
10 Batas Atas Gradasi 3
Persentase Lolos Batas Bawah Gradasi 3
P e
rs e
n ta
se lo
lo s
k o
m u
la ti
f
Ukuran Ayakan mm
47 | P a g e
Dari gambar IV.1 grafik hubungan antara ukuran ayakan dan presentase lolos
komulatif pada agregat halus masuk pada daerah gradasi 3. Sehingga agregat halus
termasuk pasir halus. Mulyono, 2004
Gambar V-2 Ayakan dan pasir
4.1.4. Hasil analisa agregat kasar