POLITIK IDENTITAS DI MALAYSIA (STUDI PADA FILM UPIN DAN IPIN BERJUDUL GONG XI FA CAI)

POLITIK IDENTITAS DI MALAYSIA
(Studi Pada Film Upin dan Ipin Berjudul Gong Xi Fa Cai)

Oleh
ENGKI JULIANTO

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA ILMU PEMERINTAHAN
Pada
Jurusan Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

ABSTRACT
POLITICAL IDENTITY IN MALAYSIA
(STUDIES AT UPIN AND IPIN THE MOVIE ON TITTLE GONG XI FA CAI)

By
Engki Julianto

Malaysia is a multicultural state as well as Indonesia. There are four ethnics in
Malaysia: China, India, Malays and native Malaysian. But Malaysia has several
ethnic, religion, and culture are different,

in the public space they can be

appreciate and toleran each other. So that it is important and also an intristing
topic to be analyzed dan neverdad. Particulary the research on political identity in
Malaysia. I tools the Upin and Ipin movie entitled Gong Xi Fa Cai as the case
study in this research.
The problem in this research is “How political identity are revealed in the Upin
and Ipin movie entitled Gong Xi Fa Cai”. The aim of this research is to describe
how political identity occurre. I used a qualitative approach and applied content
analysis discourse.
The research showed the Upin and Ipin movie entitled Gong Xi Fa Cai had
various value and political identity such as the cast of the movie have been
represtid by several ethnic, religion, and culture. Upin and Ipin movie entitled

Gong Xi Fa Cai is depicted with the attitude of tolerance, appreciate each other,
and an open with a difference. Political identity equal to reality that with mutual

visit in the great religious days and the different ethnic parties so Upin and Ipin
the moviea representation ofsociety in Malaysia.

Keyword: political identity, Upin and Ipin the movie

ABSTRAK
POLITIK IDENTITAS DI MALAYSIA
(STUDI PADA FILM UPIN DAN IPIN BERJUDUL GONG XI FA CAI)
Oleh
Engki Julianto

Malaysia adalah negara yang multikultural sama seperti Indonesia. Namun di
Malaysia hanya ada empat etnis saja yang diakui yaitu Melayu, Cina, India, dan
orang asli Malaysia. Dengan masyarakat yang terdiri dari beranekaragam etnis,
agama, dan budaya yang berbeda, masyarakat Malaysia dapat saling menghargai
dan toleransi antar perbedaan yang ada. Oleh karena itu perlu menganalisis
terjadinya politik identitas di Malaysia (studi pada film Upin dan Ipin berjudul

Gong Xi Fa Cai).
Permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Politik Identitas di
Malaysia dilihat dari serial film Upin dan Ipin yang berjudul Gong Xi Fa Cai”.
Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan bagaimana politik
identitas yang terjadi di Malaysia dilihat dari serial film Upin dan Ipin yang
berjudul Gong Xi Fa Cai.Penelitian ini tergolong ke dalam penelitian kualitatif
yang bersifat deskriptif menggunakan pendekatan analisis wacana.
Pada film Upin dan Ipin yang berjudul Gong Xi Fa Cai telah terjadi politik
identitas pada setiap karakter yang diperankan oleh tiap-tiap tokoh yang berlainan
etnis, agama, dan budaya. Pada cerita film Upin dan Ipin yang berjudul Gong Xi

Fa Cai digambarkan sikap toleransi, saling menghargai, dan sikap terbuka dengan
perbedaan. Politik identitas pada film Upin dan Ipin yang berjudul Gong Xi Fa
Cai sama dengan kenyataan sebenarnya dengan saling berkunjung pada hari-hari
besar keagamaan maupun pesta-pesta yang diadakan etnis yang berbeda, sehingga
film Upin dan Ipin ini merupakan bentuk representasi keadaan masyarakat yang
ada di Malaysia.

Kata kunci: politik identitas, film Upin dan Ipin


DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI
I.

PENDAHULUAN ...................................................................................
A.
B.
C.
D.

1

Latar Belakang Masalah ................................................................
Rumusan Masalah .........................................................................
Tujuan Penelitian...........................................................................
Manfaat Penelitian.........................................................................

1

12
12
12

II. TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................

13

A. Politik Identitas .............................................................................
B. Multikulturalisme ..........................................................................
C. Kerangka Pikir...............................................................................

13
19
23

III. METODE PENELITIAN .......................................................................

24


A.
B.
C.
D.
E.
F.

Tipe Penelitian...............................................................................
Lokasi Penelitian ...........................................................................
Fokus Penelitian ............................................................................
Teknik Pengumpulan Data ............................................................
Teknik Analisis Data .....................................................................
Teknik Validitas Data....................................................................

24
28
28
29
30
32


IV. GAMBARAN UMUM ............................................................................

34

A. Sejarah Film Upin dan Ipin ...........................................................
B. Tokoh-Tokoh dalam film Upin dan Ipin .......................................
C. Sinopsis Film Upin dan Ipin Berjudul Gong Xi Fa Cai ................

34
36
41

V. PEMBAHASAN ......................................................................................

47

A. Politik Identitas Pada Film Upin dan Ipin Berjudul Gong Xi Fa
Cai .................................................................................................


47

a. Karakter tiap tokoh yang menjadi simbol identitas di
Malaysia yang digambarkan pada film Upin dan Ipin yang
berjudul Gong Xi Fa Cai ..........................................................
b. Politik identitas pada aktor/tokoh yang berada dalam serial
film Upin dan Ipin yang berjudul Gong Xi Fa Cai ..................
c. Representasi politik identitas pada film Upin dan Ipin ............
d. Multikulturalisme Pada Film Upin dan Ipin Berjudul Gong Xi
Fa Cai.......................................................................................
B. Representasi Politik Identitas di Malaysia dilihat dari Film Upin
dan Ipin Berjudul Gong Xi Fa Cai ................................................

49
55
60
63
76

VI. SIMPULAN dan SARAN .......................................................................


81

A. Simpulan........................................................................................
B. Saran ..............................................................................................

81
82

DAFTAR PUSTAKA

1

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Malaysia adalah negara yang memiliki keragaman budaya yang plural dan

heterogen. Malaysia merupakan negara persemakmuran Inggris yang
memiliki keragaman etnis, agama, dan budaya. Malaysia dan Indonesia
merupakan saudara satu rumpun yang memiliki banyak persamaan.
Keanekaragaman etnis, agama, dan budaya merupakan sedikit bentuk
persamaan antara Malaysia dengan Indonesia.
Masyarakat Malaysia identik dengan sebutan “orang Melayu”. Padahal bukan
hanya Malaysia yang merupakan orang Melayu, Indonesia juga merupakan
orang Melayu, dan negara-negara di Asia Tenggara juga merupakan orang
Melayu. Mengapa harus ada sebutan “orang Melayu” bagi warga Malaysia?
Padahal bukan hanya Malaysia yang merupakan orang Melayu. Ini semua
karena faktor sejarah dan budaya yang ada di Malaysia.
Sedikit berbeda dengan di Indonesia yang terdiri dari banyak etnis yang
beranekaragam. Masyarakat Malaysia sudah lama mengakui bahwa minimal
ada empat golongan etnis di Malaysia, yaitu etnis Melayu, Cina, India, dan
penduduk asli yang bertempat tinggal di Sabah dan Serawak. Dengan kata
lain, di Malaysia, masyarakat tidak terlalu dipusingkan dengan perbedaan

2

etnis yang ada. Identitas tiap etnis yang berbeda pun dapat dengan mudah

diterima dalam kehidupan bermasyarakat di Malaysia.
Penduduk Malaysia mencapai 28,3 juta jiwa yang mana mayoritas
penduduknya adalah penduduk asli atau pribumi negeri itu, yang dalam
bahasa

Melayu

biasa

dikenal

dengan

sebutan

bumiputera

(www.bharian.com.my/bharian/articles/PendudukMalaysiakini28_3juta/Artic
/artikel). Penduduk asli Malaysia mencapai 67,4 persen dari populasi total,
orang-orang Cina mencapai 24,6 persen dan India mencapai 7,3 persen.
Pluralisme menurut Abdul Rahman Embong dalam (Hefner, 2007:107)
menjadi salah satu sumber kekuatan, vitalitas, dan keunikan negeri itu.
Pluralisme telah menyumbang pada pemahaman dan kerja sama multi etnis,
memperlunak ekstremisme etnoreligius dan meningkatkan prospek-prospek
bagi toleransi, sivilitas, dan partisipasi sosial. Meskipun pluralisme,
masyarakat Malaysia tetap menggunakan bahasa yang sama dalam
bermasyarakat yaitu bahasa Melayu.
Bahasa yang digunakan di Negara Malaysia adalah bahasa Melayu. Seperti
negara-negara lain yang memiliki Bahasa Nasional, di Malaysia bahasa yang
menjadi bahasa resminya adalah bahasa Melayu. Dengan keanekaragaman
budaya yang berbeda, bahasa Melayu sebagai bahasa resmi di Malaysia pun
dapat diterima oleh rakyatnya.

3

Pada sistem pemerintahan dan politiknya yang mendominasi jalannya roda
pemerintahan adalah orang Malaysia yang diikuti oleh orang Cina, India, dan
hanya sedikit sekali orang asli Malaysia. Hanya sedikitnya orang asli yang
berada di kursi pemerintahan disebabkan orang asli yang masih sangat minim
pendidikan dan berada di pedalaman yang kurang mendapat perhatian dari
pemerintah.
Sistem perpolitikan di Malaysia juga masih didominasi oleh orang Melayu, di
mana semua partai politik yang sukses di Malaysia dibangun di sepanjang
garis-garis etnis. Sebagaimana telah diamati oleh Milne dan Mauzy (1999:
18), sistem Malaysia itu merupakan semacam hegemonic consociationalism,
di mana orang Melayu menikmati keunggulan-keunggulan yang secara
konstitusional disakralkan untuk warga negara non-Melayu (Hefner, 2007:
57).
Terdapat dua organisasi politik yang sangat terkemuka dan memiliki
pendukung yang sangat banyak di Malaysia, yaitu UMNO (United Malays
National Organisation) dan PAS (Postsecondary Agricultural Student
Organization). Kedua organisasi politik ini memiliki paham yang berbeda.
Meskipun keduanya merupakan berlandaskan atas islam, namun paham yang
dianut bersebrangan satu sama lain.

4

Organisasi-organisasi politik yang berlandaskan islam ini telah memberikan
dampak yang mengarah kepada etnoreligius. Abdul Rahman Embong dalam
(Hefner, 2007: 113) mengungkapkan bahwa dampak yang terjadi sangat
signifikan pada kebijaksanaan-kebijaksanaan negara dan perjuanganperjuangan, pada kehidupan sehari-hari rakyat, dan pada hubungan-hubungan
etnis. Bahkan kelompok islam telah berusaha merancang institusi-institusi
alternatif dalam nama islam, dengan mendirikan antara lain, institusi-institusi
pendidikan dan pusat-pusat kesehatan mereka sendiri.
Pada bidang pendidikan di Malaysia ruang-ruang linguistik, kultural,
edukasional, dan artistik telah menunjukkan perkembangan yang sangat luar
biasa, dengan lahirnya imajinasi-imajinasi dan nilai-nilai pluralis baru. Hal ini
dibuktikan dengan anak-anak Malaysia yang berbeda latar belakang etnis dan
religius belajar saling berdampingan dengan di sekolah-sekolah dengan
menggunakan bahasa yang sama, yaitu bahasa Melayu.
Pada saat yang sama, dan barangkali yang lebih menarik, ada peningkatan
jumlah anak-anak non-Cina yang sekarang diperkirakan mencapai sekitar
40.000 yang belajar di sekolah-sekolah Cina, menurut Abdul Rahman
Embong dalam (Hefner, 2007: 112). Hal ini membuktikan jika tidak ada
perbedaan etnis, agama, dan budaya dalam pendidikan di Malaysia.

5

Perkembangan pluralis baru yang terjadi di Malaysia berdampak pula pada
bidang kebudayaan yang ada di Malaysia. Pada bidang budaya, telah
berkembang ekspresi-ekspresi kultural etnis dalam bentuk tari-tarian, lagulagu, dan ekspresi-ekspresi lainnya seperti puisi, teater, dan cerita pendek
yang berupa video visual. Perkembangan-perkembangan itu dipengaruhi oleh
minat negara Malaysia dalam mempromosikan pariwisata, tapi perkembangan
baru itu telah membuktikan ketertarikan yang besar di luar program-program
negara.
Segala macam keanekaragaman budaya, agama, dan etnis yang dimiliki,
mereka tuangkan dalam sebuah karya seni yang berbentuk video visual, yaitu
dalam serial film Upin dan Ipin yang diperuntukan bagi anak-anak. Film Upin
dan Ipin merupakan film animasi yang bernuansa mendidik bagi setiap anakanak yang menyaksikannya. Mungkin untuk anak-anak yang menyaksikan
film ini, mereka belum mengerti unsur pendidikan yang terkandung di
dalamnya. Orangtua diharapkan mampu mendampingi anak-anaknya dalam
menyaksikan film ini.
Film Upin dan Ipin pertama kali dibuat oleh Mohn Nizan Abdul Razak,
Muhd Safwan Abdul Karim, dan Usalna zaid pemilik Les’ Copaque pada
tahun 2007. Ketiganya adalah Mahasiswa dari Multimedia University
Malaysia. Tujuan awal film Upin Ipin adalah untuk mendidik anak-anak agar
menghayati bulan Ramadhan, karena dalam serial film Upin dan Ipin ini
mengandung unsur mendidik.

6

Pada bulan Agustus tahun 2007 film animasi Upin dan Ipin berhasil
diselesaikan oleh Les’ Copaque Production. Setelah satu bulan kemudian,
film Upin dan Ipin ini untuk pertama kalinya diputar di saluran televisi swasta
yang ada di Malaysia yang bernama Channel 9. Pada awal pemutaran film
ini, masyarakat Malaysia menyambut dengan baik, respon baik yang
diberikan terhadap film Upin dan Ipin membawa kesan tersendiri bagi
pembuatnya. Tidak hanya di Malaysia, di Indonesia juga film Upin dan Ipin
ini mendapat apresiasi positif dari yang menyaksikannya.
Pada bulan Ramadhan tahun 2009 lalu, film Upin dan Ipin untuk pertama
kalinya menyapa penonton TVRI. Akan tetapi sekarang film Upin dan Ipin
menyapa penikmat MNCTV. Bahkan kini banyak kaset VCD/DVD film Upin
dan Ipin di jual bebas. Tak hanya itu, film Upin dan Ipin juga dengan mudah
dapat diunduh di Internet, termasuk situs resminya Les’ Copaque Production.
Animasi produksi Malaysia itu terasa dekat di hati khalayak Indonesia
terutama dalam kedekatan budaya. Film Upin dan Ipin memang banyak
mengetengahkan kisah-kisah keseharian masyarakat Malaysia, yang rumpun
budayanya begitu dekat dengan orang-orang yang ada di Indonesia. Serial
animasi produksi negeri tetangga Malaysia itu berbeda dengan film-film
kartun dan tayangan anak lain yang ada di layar televisi selama ini.

7

Ketika film kartun lain masih menampilkan adegan kekerasan, perkelahian,
dan caci-maki, film Upin dan Ipin tidak menampilkan semua itu. Film Upin
dan Ipin lebih menampilkan tentang rasa toleransi, rasa saling menghargai,
dan menghormati perbedaan yang ada. Film upin dan Ipin menampilkan
sosok kehidupan masyarakat Malaysia yang sebenarnya dengan segala
perbedaan etnis, agama, dan budaya.
Segala macam perbedaan etnis, agama, dan budaya ditampilkan dalam Film
Upin dan Ipin. Film ini yang menjadi bintang utamanya adalah dua orang
saudara kembar yang bernama Upin dan Ipin. Dua orang anak kembar yang
sudah menjadi anak yatim piatu sejak kecil yang kemudian diasuh oleh
neneknya yang biasa dipanggil dengan sebutan “Opah” dan kakak perempuan
Upin dan Ipin yaitu Kak Ros. Upin dan Ipin adalah dua anak kembar yang
memiliki banyak kesamaan dan saling kompak satu sama lain. Dua anak
kembar yang sulit dibedakan karena karakter yang nyaris sama.
Pada kesehariannya, Upin dan Ipin diajarkan nilai-nilai kebaikan dalam
kehidupan, mulai dari pendidikan, agama, hingga diajarkan tentang arti
pentingnya rasa saling menghargai perbedaan yang ada. Semua yang
diajarkan kepada Upin dan Ipin ini berguna dalam kehidupan bermasyarakat
yang multikultur seperti yang ada di Malaysia. Apa yang di ajarkan oleh
Opah ini termuat dalam setiap episode serial film Upin dan Ipin.

8

Nilai-nilai kebajikan yang ditanamkan Opah dan Kak Ros dalam film ini
sangat mudah dimengerti anak-anak. Adegan dan dialog disajikan dengan
lucu, ringan, dan sederhana. Selain bercerita soal puasa, film Upin dan Ipin
juga menyampaikan pesan-pesan edukasi dan nilai moral kepada anak-anak.
Pesan sosial, agama, dan moral yang disampaikan Upin dan Ipin sangat
banyak.
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sony Lutfiaji Priyandoko
dengan judul “Nilai-Nilai Akhlakul Karimah Dalam Film Upin dan Ipin”,
Sony melakukan penelitian pada beberapa seri yang ada pada film Upin dan
Ipin dengan hasil penelitian menunjukkan:
1. Nilai-nilai Akhlakul Karimah yang terdapat dalam Film Upin dan Ipin
seri Pertama dan Kedua adalah: Terkait dengan dimensi transendental
(vertikal) yaitu: Upaya Khusyu‟ dalam beribadah, Bersyukur, Ikhlas.
Terkait dengan dimensi sosial yaitu: Tolong menolong, Amar ma‟ruf nahi
munkar, Saling berbagi, Jujur, Toleransi, Pemaaf, Menahan Nafsu, Patuh.
2. Fungsi Akhlak dalam Film Upin dan Ipin:
a. Patuh: Mempunyai rasa taat terhadap orang tua, tidak ragu-ragu dalam
mengerjakan sesuatu.
b. Toleransi: Menghargai pendapat orang lain, terwujudnya kehidupan
masyarakat yang damai, menghormati hak-hak antar umat beragama.
c. Khusyu‟: Menjadikan Ibadah lebih sempurna, tingkat konsentrasi
yang lebih baik, menjadikan sifat rendah diri dalam seseorang.
d. Ikhlas: Adanya rasa tenang dan tentram dalam diri sendiri,
meningkatkan keimanan.

9

e. Amar ma‟ruf nahi munkar: Menghilangkan kemunkaran, saling
mengingatkan dalam hal kebaikan.
f. Bersyukur: Merasa cukup dengan apa yang diperoleh, tidak pernah
merasa kecewa dengan apa yang telah didapat, lebih percaya diri.
g. Jujur: Menimbulkan rasa percaya orang lain terhadap kita, menjadi
orang yang amanat.
h. Sedekah: Saling berbagi, membantu orang yang kurang mampu,
Membersihkan harta.
i. Menahan nafsu: Melatih pengendalian diri, mencegah perbuatan yang
negative, selalu menggunakan akal sehat dalam berbuat sesuatu.
j. Tolong

menolong:

Adanya

sikap

peduli

terhadap

sesama,

menghilangkan rasa egois, terwujudnya interaksi bermasyarakat yang
baik.
k. Saling memaafkan: Intropeksi diri, Menghilangkan rasa dendam.
Pada serial film Upin dan Ipin yang berjudul Gong Xi Fa Cai, pesan sosial
dan moral yang disampaikan juga sangatlah banyak. Seperti dapat saling
menghargai perbedaan yang ada, tidak saling membeda-bedakan antar etnis
yang berbeda, toleransi, dan harus mampu menyatukan perbedaan meskipun
berlainan etnis, agama, dan budaya dalam setiap tokohnya.
Pada film Upin dan Ipin yang berjudul Gong Xi Fa Cai, identitas dan
multikultural yang di tampilkan sangatlah nyata yaitu pada saat salah satu
tokoh dalam film ini yang beranama Mei Mei yang merupakan etnis Cina
merayakan hari besar Gong Xi Fa Cai. Pada saat perayaan hari besar tersebut,

10

Mei Mei selaku tokoh yang merayakan mengundang teman-temannya yang
lain untuk dapat hadir ke rumahnya.
Undangan untuk dapat hadir ke rumahnya Mei Mei disambut dengan baik
pula oleh Upin dan Ipin beserta teman-teman yang lain. Pada saat mendatangi
kediaman Mei Mei, masing-masing tokoh mengenakan pakaian yang
mencirikan identitasnya masing-masing. Meskipun demikian, teman-teman
dari Mei Mei yang hadir dapat diterima dengan baik oleh keluarga besar Mei
Mei.
Peristiwa ini sedikit menggambarkan politik identitas dan multikulturalisme
yang terjadi di Malaysia apabila dilihat dari serial Film Upin dan Ipin yang
berjudul Gong Xi Fa Cai. Segala perbedaan yang ada dapat diterima satu
sama lain, tanpa membeda-bedakan etnis, budaya, dan agama yang berbeda
pada masing-masing tokohnya.
Upin yang merupakan kakak kandung dari Ipin identik dengan baju berwarna
kuning bertuliskan lambang “U” di depan dadanya dengan satu kuncung
rambut yang berdiri di kepalanya. Ketika Upin hadir ke rumah Mei Mei, Upin
mengenakan pakaian kebesaran etnis Melayu, yaitu dengan peci di kepala dan
sarung yang dililitkan dipinggangnya.
Sedangkan Ipin bercirikan dengan baju berwarna biru dengan bertuliskan
huruf “I” di depan dadanya. Ipin tidak memiliki rambut kuncung seperti yang
ada pada Upin. Pada saat datang kerumah Mei Mei untuk menghadiri hari
besar Gong Xi Fa Cai, Ipin memakai pakaian yang sama dengan saudaranya
Upin yang membedakan hanya warna pakaiannya saja.

11

Berkaitan dengan politik identitas yang erat hubungannya dengan rasa
kepemilikan antar sesama etnis, agama, dan budaya untuk membedakan
dengan yang lain. Maka apa yang dilakukan oleh Upin dan Ipin ini dapat
mendukung pengertian itu, karena apa yang dilakukan Upin dan Ipin adalah
untuk menonjolkan perbedaan yang ada dengan mengenakan pakaian etnis
Melayu.
Mail yang merupakan salah satu teman dari Upin dan Ipin mengenakan
pakaian etnis Cina ketika datang memenuhi undangan Mei Mei untuk
merayakan hari besar tahun baru Cina. Hal ini dilakukan atas dasar rasa saling
menghargai dan peduli antar sesama. Hanya saja sedikit berbeda pada
umumnya yang identik dengan warna merah. Ketika datang, Mail
mengenakan pakaian berwarna kuning.
Beberapa tokoh lainnya yang ada dalam film ini terdiri dari berbagai unsur
budaya yang berbeda. Jarjit adalah teman dari Upin dan Ipin yang berlatar
belakang dari keturunan India. Ciri dari Jarjit adalah sebuah topi kecil di
tengah-tengah kepalanya. Ketika datang kerumah Mei Mei Jarjit mengenakan
pakain kebesaran etnis Indianya.
Kemudian Mei Mei yang merupakan keturunan Cina yang biasa memakai
kacamata besar dan bulat. Dalam film Upin dan Ipin yang berjudul Gong Xi
Fa Cai, karakter Mei Mei lebih terlihat karena sedang merayakan Tahun Baru
Cina. Serta Susanti yang merupakan anak baru yang berasal dari Indonesia.
Pada cerita Gong Xi Fa Cai ini, sosok Susanti hanya terlihat ketika berada di
rumah Mei Mei.

12

Keanekaragaman etnis, budaya, adat istiadat, dan agama pada tokoh yang ada
dalam film Upin dan Ipin, membuktikan multikulturalisme juga berlangsung
di dalam film ini. Berbagai macam simbol-simbol untuk menjelaskan karakter
tiap-tiap tokoh yang berbeda dari segi budayanya pun di gambarkan secara
jelas, agar memudahkan setiap orang yang menyaksikan untuk mengenali
berbagai perbedaan yang ada.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah “Bagaimana Politik Identitas dan Multikulturalisme di Malaysia
dilihat dari serial film Upin dan Ipin yang berjudul Gong Xi Fa Cai”.

C. Tujuan Penelitian

Untuk menggambarkan bagaimana politik identitas dan multikulturalisme
yang terjadi di Malaysia dilihat dari serial film Upin dan Ipin yang berjudul
Gong Xi Fa Cai.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, penelitian ini dapat bermanfaat turut mengembangkan ilmu
pengetahuan khususnya dalam hal bagaimana perbandingan pengelolaan
politik identitas dan multikulturalisme yang terjadi di Indonesia dengan
yang ada di Malaysia.

13

2. Secara praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi sumbangan
pemikiran dan masukan bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian
dengan mengambil kajian tentang politik identitas dan multikulturalisme.

14

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Politik Identitas

Sebagai suatu konsep yang sangat mendasar, apa yang dinamakan identitas
tentunya menjadi sesuatu yang sering kita dengar. Terlebih lagi, ini
merupakan konsep yang menjadi basis untuk pengenalan sesuatu hal. Kita
akan mengenali sesuatu halnya itu kalau kita tahu identitasnya. Ini juga akan
berarti bahwa kalau kita mengenali identitas sesuatu hal, maka kita akan
memiliki pengetahuan akan sesuatu halnya itu.
Politik identitas merupakan konsep baru dalam kajian ilmu politik. Politik
identitas adalah nama lain dari biopolitik dan politik perbedaan. Biopolitik
mendasarkan diri pada perbedaan-perbedaan yang timbul dari perbedaan
tubuh. Dalam filsafat sebenarnya wacana ini sudah lama muncul, namun
penerapannya dalam kajian ilmu politik mengemuka setelah disimposiumkan
pada suatu pertemuan internasional Asosiasi Ilmuwan Politik Internasional di
Wina pada 1994 (Abdilah, 2002: 16).

15

Identitas menurut Jeffrey Week adalah berkaitan dengan belonging tentang
persamaan dengan sejumlah orang dan apa yang membedakan seseorang
dengan yang lain. Pendapat Jeffrey Week tersebut menekankan pentingnya
identitas bagi tiap individu maupun bagi suatu kelompok atau komunitas
(Widayanti, 2009: 14).
Namun demikian, sebenarnya akan lebih mudah bila kita memahami konsep
identitas ini dalam bentuk contoh. Ketika seseorang lahir, ia tentu akan
mendapatkan identitas yang bersifat fisik dan juga non-fisik. Identitas fisik
yang terutama dimiliki adalah apakah ia berjenis kelamin pria atau wanita.
Sedangkan untuk identitas non-fisik adalah nama yang digunakan, juga status
yang ada pada keluarga pada saat dilahirkan.
Identitas dalam sosiologi maupun politik biasanya dikategorikan menjadi dua
kategori utama, yakni identitas sosial (kelas, ras, etnis, gender, dan
seksualitas) dan identitas politik (nasionalitas dan kewarganegaraan
(citizenship)). Identitas sosial menentukan posisi subjek di dalam relasi atau
interaksi sosialnya, sedangkan identitas politik menentukan posisi subjek di
dalam suatu komunitas melalui suatu rasa kepemilikan (sense of bellonging)
dan sekaligus menandai posisi subjek yang lain di dalam suatu pembedaan
(sense of otherness) (Setyaningrum, 2005: 19).
Identitas politik (political identity) secara konseptual berbeda dengan “politik
identitas” (politica of identity). Identitas politik merupakan konstruksi yang
menentukan posisi kepentingan subjek di dalam suatu ikatan komunitas
politik, sedangkan pengertian politik identitas mengacu pada mekanisme

16

politik pengorganisasian identitas (baik identitas politik maupun identitas
sosial) sebagai sumberdaya dan sarana politik (Setyaningrum, 2005: 19).
Secara sederhana, apa yang dimaksud identitas didefinisikan sebagai
karakteristik esensial yang menjadi basis pengenalan dari sesuatu hal.
Identitas merupakan karakteristik khusus setiap orang atau komunitas yang
menjadi titik masuk bagi orang lain atau komunitas lain untuk mengenalkan
mereka (Widayanti, 2009: 13). Ini adalah definisi umum yang sederhana
mengenai identitas dan akan kita pakai dalam pembahasan berikutnya
mengenai politik identitas.
Menurut Stuart Hall, identitas seseorang tidak dapat dilepaskan dari „sense
(rasa/kesadaran) terhadap ikatan kolektivitas‟. Dari pernyataan tersebut, maka
ketika identitas diformulasikan sebagai sesuatu yang membuat seseorang
memiliki berbagai persamaan dengan orang lain, maka pada saat yang
bersamaan juga identitas memformulasikan otherness (keberbedaan) atau
sesuatu yang diluar persamaan-persamaan tersebut. Sehingga karakteristik
identitas bukan hanya dibentuk oleh ikatan kolektif, melainkan juga oleh
kategori-kategori pembeda (categories of difference) (Setyaningrum, 2005:
26).
Identitas selalu melekat pada setiap individu dan komunitas. Identitas
merupakan karekteristik yang membedakan antara orang yang satu dengan
orang yang lain supaya orang tersebut dapat dibedakan dengan yang lain.
Identitas adalah pembeda antara suatu komunitas dengan komunitas lain.

17

Identitas mencitrakan kepribadian seseorang, serta bisa menentukan posisi
seseorang.
Ada 3 pendekatan pembentukan identitas, yaitu:
1. Primodialisme. Identitas diperoleh secara alamiah, turun temurun.
2. Konstruktivisme. Identitas sebagai sesuatu yang dibentuk dan hasil dari
proses sosial yang kompleks. Identitas dapat terbentuk melalui ikatanikatan kultural dalam masyarakat.
3. Instrumentalisme. Identitas merupakan sesuatu yang dikonstruksikan
untuk kepentingan elit dan lebih menekankan pada aspek kekuasaan
(Widayanti, 2009: 14-15).
Politik identitas bisa dikatakan terjadi di setiap kelompok atau komunitas,
salah satunya yang terjadi dalam serial film Upin dan Ipin. Masing-masing
individu yang memiliki identitas pribadi yang berbeda dari suku, etnis dan
agama telah bergabung menjadi satu komunitas yang memiliki identitas
kolektif.
Walaupun mereka memiliki identitas kolektif sebagai warga negara Malaysia
yang sah, tidak bisa dipungkiri bahwa mereka tetap memiliki ego untuk
memperjuangkan identitas pribadinya. Disinilah terjadi persaingan antar
individu dalam suatu komunitas yang ada dalam film Upin dan Ipin ini. Hal
ini disebut sebagai politik identitas.

18

Menurut Cressida Heyes (Stanford Encyclopedia of Philosophy, 2007)
mendefinisikan politik identitas sebagai penandaan aktivitas politis dalam
pengertian yang lebih luas dan teorisasi terhadap ditemukannya pengalamanpengalaman ketidakadilan yang dialami bersama anggota-anggota dari
kelompok-kelompok sosial tertentu (www.assignmentfilzaty.blogspot.com).
Ketimbang pengorganisasian secara mandiri dalam ruang lingkup ideologi
atau afilisasi kepartaian, politik identitas berkepentingan dengan pembebasan
dari situasi keterpinggiran yang secara spesifik mencakup konstituensi
(keanggotaan) dari kelompok dalam konteks yang lebih luas. Dalam hal ini
Cressida Heyes beranggapan jika politik identitas lebih mengarah kepada
kepentingan terhadap individu atau kelompok yang terpinggirkan dari pada
pengorganisasian.
Agnes Heller mengambil definisi politik identitas sebagai konsep dan gerakan
politik yang fokus perhatiannya adalah perbedaan (difference) sebagai suatu
kategori politik yang utama (Abdilah S, 2002: 16). Di dalam setiap
komunitas, walaupun mereka berideologi dan memiliki tujuan bersama, tidak
bisa dipungkiri bahwa di dalamya terdapat berbagai macam individu yang
memiliki kepribadian dan identitas masing-masing.
Hal ini dikarenakan kepribadian dan identitas individu yang berbeda dan
unik, sangat mungkin terjadi dominasi antar individu yang sama-sama
memiliki ego dan tujuan pribadi. Sehingga menyebabkan pergeseran
kepentingan terkait dengan perebutan kekuasaan dan persaingan untuk

19

mendapatkan posisi strategis bagi tiap individu di dalam komunitas tersebut
(www.desantara.or.id/politik-identitas-sebagai-modus-multikulturalisme).
Jadi dapat disimpulkan bahwa politik identitas menurut peneliti adalah suatu
tindakan politik yang dilakukan individu atau sekelompok orang yang
memliki kesamaan identitas baik dalam hal etnis, jender, budaya, dan agama
untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan anggotanya. Politik identitas
sering digunakan untuk merekrut dukungan orang-orang yang termarjinalkan
dari kelompok mayoritas.

B. Multikulturalisme

Masyarakat mengenal kata multikulturalisme sebagai sesuatu yang beraneka
ragam. Terdapat tiga pengertian tentang multikulturalisme menurut Liliweri,
yaitu :
1. Multikulturalisme adalah konsep yang menjelaskan dua perbedaan dengan
makna yang saling berkaitan. Pertama, multikulturalisme sebagai kondisi
kemajemukan kebudayaan atau pluralisme budaya dari suatu masyarakat.
Kondisi ini diasumsikan dapat membentuk sikap toleransi. Kedua,
multikulturalisme merupakan seperangkat kebijakan pemerintah pusat
yang dirancang sedemikian rupa agar seluruh masyarakat dapat
memberikan perhatian kepada kebudayaan dari semua kelompok etnik atau
suku bangsa. Hal ini beralasan karena, bagaimanapun juga semua
kelompok etnik atau suku bangsa telah memberi kontribusi bagi
pembentukan dan pembangunan bangsa.

20

2. Sebagian besar negara, multikulturalisme merupakan konsep sosial yang
diintroduksi ke dalam pemerintahan agar pemerintah dapat menjadikannya
sebagai kebijakan pemerintah. Rasionalisasi masuknya multikulturalisme
dalam perumusan kebijakan pemerintahan karena hanya pemerintah yang
dianggap sangat representatif ditempatkan di atas kepentingan maupun
praktik budaya dari semua kelompok etnik dari suatu bangsa. Akibatnya
setiap kebijakan pemerintah diharapakn mampu mendorong lahirnya sikap
apresiasif, toleransi, prinsip kesetaraan antara berbagai kelompok etnik
termasuk kesetaraan bahasa, agama, maupun praktik budaya lainnya.
3. Pendidikan multikulturalisme (multicultural education). Multikulturalisme
merupakan strategi pendidikan yang memanfaatkan keragaman latar
belakang kebudayaan dari peserta didik sebagai salah satu kekuatan untuk
membentuk sikap multikultural. Strategi ini sangat bermanfaat sekurangkurangnya dari sekolah sebagai lembaga pendidikan, dapat terbetuk
pemahaman bersama atas konsep kebudayaan, keseimbangan dan
demokrasi dalam artian luas (Liliweri, 2005:68).
Perkembangan masyarakat yang modern belakangan ini menumbuhkan
semangat para kaum minoritas untuk menuntut pengakuan atas identitas dan
kebudayaan mereka yang berbeda. Masyarakat multikultural merupakan
masyarakat yang terdiri atas beragam kelompok sosial dengan sistem norma
dan kebudayaan yang berbeda. Masyarakat multikultural merupakan bentuk
dari masyarakat modern yang anggotanya terdiri dari berbagai golongan,
suku, etnis, ras, agama, dan budaya.

21

Penguatan dan pengembangan wawasan multikulturalisme diyakini bisa
menjadi alternatif terhadap penguatan politik identitas. Sebab, dalam
perspektif multikulturalisme, keragaman dan perbedaan tidak saja diakui, tapi
juga dirayakan sebagai berkah kehidupan. Dalam menyelesaikan segala
macam persoalan, multikulturalisme menawarkan dialog, keterbukaan, sikap
toleran dan penolakan terhadap berbagai bentuk tindak kekerasan. Dalam hal
ini, multikulturalisme adalah titik tolak bagi terciptanya perdamaian.
Menurut Parekh dalam Munir, terdapat lima macam multikulturalisme, yaitu
sebagai berikut :
1. Multikulturalisme isolasionis yang mengacu pada kehidupan masyarakat
yang hidup dalam kelompok-kelompok kultural secara otonom.
Keragaman diterima, namun masing-masing kelompok berusaha
mempertahankan identitas dan budaya mereka secara terpisah dari
masyarakat umum lainnya.
2. Multikulturalisme akomodatif yaitu sebuah masyarakat plural yang
memiliki kultur dominan, namun yang dominan juga memberikan ruang
bagi kebutuhan kultur yang minoritas. Antara yang dominan dan minoritas
saling hidup berdampingan, tidak saling menentang dan tidak saling
menyerang. Jembatan akomodasi tersebut biasanya dengan merumuskan
dan menerapkan hukum, undang-undang atau peraturan lainnya.
3. Multikulturalisme otonomis, dalam masyarakat ini, setiap kelompok
masyarakat kultur berusaha mewujudkan equality (kesetaraan) dengan
budaya yang dominan serta berusaha mencapai kehidupan otonom dalam
kerangka politik yang dapat diterima secara kolektif. Tujuan akhir dari
kelompok ini adalah setiap kelompok dapat tumbuh eksis sebagai mitra
sejajar.
4. Multikulturalisme kritikal dan interaktif. Dalam masyarakat ini
mengutamakan upaya tercapainya kultur kolektif yang dapat menegaskan
dan mencerminkan perspektif distingtif mereka. Dalam pelaksanaannya,
biasanya terjadi pertentangan antara kelompok dominan dengan kelompok
minoritas.
5. Multikulturalisme kosmopolitan. Dalam masyarakat ini akan berusaha
menghilangkan sama sekali batas-batas kultur sehingga setiap anggota
secara individu maupun kelompok tidak lagi terikat oleh budaya tertentu.
Kebebasan menjadi jagoan utama dalam keterlibatan dan eksperimen
pengetahuan intelektual serta mengembangkan kehidupan kulturalnya
masing-masing secara bebas (Munir, 2008: 110).

22

Masyarakat multikultural adalah masyarakat yang berbeda dalam kelompok
sosial, budaya, dan suku. Meskipun berbeda kelompok sosial, budaya, dan
sukunya, masyarakat multikultural sangat menjunjung tinggi perbedaan serta
hak dan kewajiban dari setiap perbedaan yang ada. Masyarakat multikultural
sangat memperjuangkan kesederajatan kelompok minoritas dan mayoritas
baik secara hukum maupun sosial.
Multikulturalisme adalah suatu gerakan pembacaan untuk penyadaran
terhadap bentuk-bentuk penghargaan atas perbedaan yang di dalamnya politik
identitas bisa lebih leluasa bermain (Abdilah S, 2002). Relevansinya dengan
konteks Malaysia adalah bahwa Malaysia merupakan sebuah negara dengan
masyarakat yang terdiri dari bergam suku, etnis, budaya, dan agama yang
berbeda yang ingin disatukan menjadi satu kesatuan.
Berdasarkan

pengertian

di

atas

dapat

diambil

kesimpulan

jika

multikulturalisme menurut peneliti adalah keanekaragaman masyarakat yang
terdiri dari berbagai kelompok sosial, budaya, etnis dan agama yang berbeda
yang harus dijunjung tinggi serta diperlakukan sama di dalam kehidupan
bermasyarakat maupun di dalam pemerintahan.
Masyarakat multikultural tidak bedanya dengan masyarakat yang plural, yaitu
masyarakat yang hidup dengan segala perbedaan. Masyarakat multikultural
adalah masyarakat yang mampu menampung seluruh perbedaan yang ada
secara sama, sehingga mampu membentuk integrasi sosial yang baik di dalam
kehidupan bermasyarakat.

23

C. Kerangka Pikir

Film Upin dan Ipin merupakan salah satu film yang bertujuan mendidik anakanak yang menyaksikannya. Film Upin dan Ipin yang berjudul Gong Xi Fa
Cai menceritakan tentang hari besar etnis Cina yang hidup di Malaysia. Pada
film Upin dan Ipin yang berjudul Gong Xi Fa Cai ini karakter tiap-tiap tokoh
yang berperan di dalamnya ditonjolkan secara lebih jelas sebagai simbol
identitas yang ada di Malaysia.
Tokoh-tokoh yang berperan dalam film ini merupakan bentuk representasi
identitas dan multikulturalisme kehidupan yang ada di Malaysia. Tiap-tiap
tokoh diperankan oleh etnis yang berbeda yang kemudian dibuat sedemikian
rupa sehingga menunjukkan politik identitas dan multikulturalisme yang
terjadi di Malaysia.
Karakter tokoh-tokoh yang terdiri dari berbagai etnis yang ada dalam film
Upin dan Ipin dicirikan dengan simbol-simbol sesuai dengan etnis tiap
tokohnya. Seperti Upin dan Ipin yang beretniskan melayu disimbolkan
dengan pakaiannya dan gaya bicaranya yang melayu. Jarjit yang beretniskan
India disimbolkan dengan gaya bicaranya yang sedikit besar khas orang India
jika berbicara. Mei-mei yang beretniskan Cina disimbolkan dengan gaya
berpakaiannya dan bicaranya yang seperti orang Cina pada umumnya. Dalam
kesehariannya pun mereka berinteraksi dan berkomunikasi sesuai dengan
etnis mereka masing-masing.

24

Berdasarkan karakter dan simbol-simbol yang ada pada film ini yang
kemudian didukung dengan ide cerita yang sangat kuat dengan identitas dan
multikulturalisme yang terjadi, maka film ini sangat pantas untuk mendukung
penelitian ini. Semua yang ada dalam film ini ditafsirkan sebagai realitas
kehidupan politik identitas dan multikulturalime yang ada di Malaysia.

Film Upin dan Ipin Berjudul Gong Xi Fa Cai

Politik Identitas Pada

Multikulturalisme Pada

Karakter Tiap Tokoh

Interaksi Antar Tokoh Melalui

Sebagai Simbol Identitas Di

Simbol-Simbol Identitas

Ditafsirkan Sebagai Realitas
Politik Identitas dan
Multikulturalisme di Malaysia

Gambar 1. Kerangka Pikir

25

III.

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat
deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan
penelitian ini, peneliti menggunakan konsep hermeneutik dimana objek film
yang akan diteliti akan ditafsirkan melalui teks yang ada dalam film tersebut.
Dengan titik perhatiannya pada politik identitas dan multikulturalisme di
Malaysia yang di tinjau dari serial film Upin & Ipin yang berjudul Gong Xi
Fa Cai.
Sesuai dengan penelitian yang bersifat deskriptif, dalam film Upin dan Ipin
perlu dilakukan pembedaan dan telaah secara mendalam tentang makna katakata, simbol-simbol, dan cerita dalam film tersebut. Peneliti terlibat secara
penuh dan aktif dalam mengapresiasi film Upin dan Ipin dan menemukan
data-data utama yang menunjukkan pada permasalahan sesuai dengan
rumusan masalah.
Penelitian deskriptif digunakan untuk menggambarkan, meringkaskan
berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai fenomena realitas sosial yang

26

ada di masyarakat yang menjadi obyek penelitian, dan berupaya menarik
realitas itu kepermukaan sebagai ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau
gambaran tentang kondisi, situasi ataupun fenomena tertentu (Bungin, 2010:
68).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Dengan menggunakan metode kualitatif, peneliti diberikan kebebasan dalam
mengeksplorasi informasi yang ada pada objek yang diteliti. Metode kualitatif
selain didasari oleh filsafat fenemologisme dan humanistis, juga mendasari
pada filsafat lainnya, saperti empiris, idealisme, kritisme, vitalisme,
rasionalisme maupun humanisme (Bungin, 2010: 4).
Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis wacana. Dalam pendekatan
analisis wacana, penelitian lebih menitik beratkan pada pemaknaan teks dari
pada penjumlahan unit kategori seperti dalam analisis isi. Dasar dari
penelitian ini adalah mengandalkan penafsiran dari peneliti terhadap objek
yang diteliti.
Wacana adalah kata yang kini sering digunakan dalam kehidupan masyarakat.
Menurut Eriyanto analisis wacana dalam studi linguistik merupakan reaksi
dari bentuk linguistik formal (yang lebih memperhatikan pada unit kata, frase,
atau kalimat semata tanpa melihat keterkaitan di antara unsur tersebut).
Analisis wacana adalah kebalikan dari linguistik formal karena memusatkan
perhatian pada level di atas kalimat (Eriyanto, 2001: 3).

27

Analisis wacana dalam lapangan psikologi sosial diartikan sebagai
pembicaraan. Sementara dalam lapangan politik, analisis wacana adalah
praktik pemakaian bahasa, terutama politik bahasa. Karena bahasa adalah
aspek sentral dari penggambaran suatu subyek, dan lewat bahasa ideologi
terserap di dalamnya, maka aspek inilah yang dipelajari dalam analisis
wacana (Eriyanto, 2001: 3).
Analisis wacana terbagi menjadi tiga perspektif yang dikemukakan oleh tiga
kelompok yang berbeda, yaitu :
1. Kelompok positivisme-empiris. Menurut mereka analisis wacana
menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa, dan pengertian bersama.
Wacana diukur dengan pertimbangan kebenaran atau ketidak benaran
menurut sintaksis dan semantik.
2. Kelompok konstuktivisme. Analisis wacana ditampatkan sebagai analisis
untuk membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu. Wacana
adalah suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari subyek yang
mengemukakan suatu pernyataan. Pengungkapan dilakukan dengan
menempatkan diri pada sang pembicara dengan penafsiran dengan
mengikuti struktur makna dari pembicara.
3. Kelompok kritis. Analisis wacana dalam paradigma ini pada konstelasi
kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Bahasa
tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar diri si
pembicara. Bahasa dipahami sebagai representasi yang berperan dalam
membentuk subyek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategistrategi di dalamnya. Oleh karena itu analisis wacana dipakai untuk
membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa; batasan-batasan
apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai,
topik apa yang dibicarakan. Wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam
hubungan kekuasaan. Karena memakai perspektif kritis, analisis wacana
kategori ini disebut dengan analisis wacana kritis (critical discourse
analysis). Ini untuk membedakan dengan analisis wacana dalam kategori
pertama dan kedua (Eriyanto, 2001: 4).

28

Penelitian

ini

akan

menganalisis

tentang

politik

identitas

dan

multikulturalisme yang terjadi di Malaysia dengan melihat dari serial film
Upin dan Ipin yang berjudul Gong Xi Fa Cai, yang mana di dalam film Upin
dan Ipin ini setiap penokohannya di wakilkan oleh berbagai etnis, budaya,
dan agama yang berbeda.

B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada serial film Upin dan Ipin dengan judul “Gong Xi
Fa Cai” sebagai lokasi penelitian. Pemilihan film Upin dan Ipin sebagai
objek penelitian dikarenakan film ini merupakan film yang bernuansa
pendidikan yang sekarang sedang disenangi oleh anak-anak di Indonesia.
Film Upin dan Ipin juga merupakan sekelumit gambaran yang terjadi di
masyarakat yang ada di Malaysia.
Film Upin dan Ipin merupakan gambaran kehidupan yang terjadi di Malaysia
dengan keanekaragaman etnis, agama, dan budayanya. Tokoh-tokoh yang
menjadi pemeran dalam film Upin dan Ipin juga merupakan yang berasal dari
negara, etnis, agama, dan budaya yang berbeda yang hidup dan tinggal
bersama di dalam sebuah negara.

C. Fokus Penelitian

Fokus penelitian merupakan hal pokok yang ada pada tujuan dari penelitian
yang akan dilakukan. Fokus penelitian harus bersifat eksplisit supaya
memudahkan peneliti sebelum melakukan observasi. Fokus penelitian juga

29

merupakan garis besar dari pengamatan penelitian, sehingga analisa hasil
penelitian lebih terfokus.
Pada fokus penelitian ini, peneliti akan memfokuskan penelitian pada objekobjek yang akan menjadi landasan dalam penelitian, yaitu:
1. Pada penelitian ini, penelitian akan difokuskan pada bagaimana politik
identitas pada karakter tiap aktor/tokoh yang berada dalam serial film Upin
dan Ipin yang berjudul Gong Xi Fa Cai sebagai simbol identitas yang ada
di Malaysia.
2. Bagaimana multikulturalisme yang terjadi di Malaysia, dilihat dari
interkasi yang terjadi pada aktor/tokoh melalui simbol-simbol identitas
yang dimunculkan dalam film Upin dan Ipin yang berjudul Gong Xi Fa
Cai.
3. Bagaimana politik identitas dan multikulturalisme di Malaysia dilihat dari
serial film Upin dan Ipin yang berjudul Gong Xi Fa Cai.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik studi dokumentasi. Dokumentasi berasal dari kata
dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Dalam melaksanakan studi
dokumentasi ini peneliti memilih Film Upin dan Ipin sebagai bahan dalam
pengumpulan data tersebut. Langkah-langkah yang digunakan peneliti dalam
mengumpulkan data penelitian adalah sebagai berikut:

30

1. Peneliti melihat secara komprehensif dan kritis yang dilanjutkan dengan
mengamati unsur-unsur politik identitas dan multikulturalisme yang
terdapat dalam film Upin dan Ipin.
2. Peneliti mencatat paparan bahasa yang terdapat dalam dialog-dialog tokoh,
perilaku tokoh, tuturan ekspresi maupun deskriptif dari peristiwa yang
tersaji dalam film.
3. Peneliti mengidentifikasi, mengklasifikasi dan menganalisis film sesuai
dengan rumusan masalah (Priyandoko, 2010).
Dari langkah-langkah di atas, diperoleh data verbal sebagai berikut: (1) data
berupa paparan bahasa yang mengandung unsur politik identitas dan
multikulturalisme; (2) data berupa paparan bahasa yang mengemban nilainilai politik identitas dan multikulturalisme yang mendeskripsikan pola
interaksi tokoh dalam film dengan lingkungannya.

E. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis wacana hermeneutik, yang mana dalam
analisis wacana tersebut baik itu seorang laki-laki ataupun perempuan di
dalam masyarakat mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik dan
mampu ditampilkan dalam sebuah teks, baik dalam novel, gambar, ataupun
dalam berita berbentuk video visual.

31

Pada awal kemunculannya hermeneutik digunakan untuk menafsirkan kitab
injil oleh kelompok kristiani. Namun seiring berjalannya waktu, hermeneutik
mengalami pertentangan dari kaum muslim, karena kaum muslim tidak ingin
disamakan dengan kaum kristiani. Sebab dalam kajiannya, hermeneutik
melibatkan latar belakang orang yang membuat teks (author). Sedangkan
dalam islam sangatlah tidak biasa apabila membicarakan Allah SWT.
Sebagai sebuah metode untuk memahami sebuah teks, hermeneutik
membutuhkan tiga hal agar sebuah penafsiran bisa dikatakan sempurna atau
bisa disebut Triadik hermeneutik. Pertama adalah teks, yang kedua interpreter
(orang yang menafsirkan teks), dan yang terakhir author (latar belakang
pembuat teks). Dua hal pertama adalah hal yang pasti karena sebuah
penafsiran tidak akan terjadi kalau tidak ada penafsir dan teks yang akan
ditafsiri.
Tetapi hanya menafsiri teks saja ternyata tidak cukup. Seorang interpreter
harus bisa memahami sang author, dalam hal ini adalah bagaimana latar
belakang pendidikan sang author, situasi sosial dimana ia tinggal, dan lain
sebagainya. Hal ini dibutuhkan karena setiap author pasti mempunyai sebuah
misi sehingga ia mampu melahirkan sebuah teks. Karena itulah author
merupakan sisi yang sangat penting dalam rangka memahami sebuah teks dan
karena itu tidak boleh ditinggalkan (www.filsafat.kompasiana.com).

32

Pada awalnya hermeneutik digunakan untuk menafsirkan karya-karya sastra
lama dan kitab suci, akan tetapi dengan kemunculan aliran romantisme dan
idealisme di Jerman, status hermeneutik berubah. Hermeneutik tidak lagi
dipandang hanya sebagai sebuah alat bantu untuk bidang pengetahuan lain,
tetapi menjadi lebih bersifat filosofis yang memungkinkan adanya
komunikasi simbolik.
Benny H. Hoed menyimpulkan bahwa jika kita ingin menganalisa wacana
dengan hermeneutik, maka hal-hal berikut perlu terlihat dalam proses
analisis:
1. Makna unsur-unsur pembentukan teks (bahasa).
2. Makna teks berdasarkan latar belakang penulis.
3. Makna teks berdasarkan lingkungan teks (termasuk gambar dan suasana
serta kelompok sasaran).
4. Makna teks berdasarkan kaitan dengan teks lain.
5. Makna teks berdasarkan dialog teks dengan pembaca, yang semuanya itu
dilihat dalam perspektif sinkronis dan diakronis yang akan mendukung
sebagai metode atas teks (Hoed, 2011).
Titik perhatian dari perspektif analisis wacana hermeneutik ini adalah
menunjukkan bagaimana struktur sosial, dominasi, dan kelompok masyarakat
yang ada dalam kelompok masyarakat dan bagaimana pikiran serta kesadaran
yang mampu membentuk dan berpengaruh terhadap teks atau dialog tertentu
dalam sebuah wacana.

33

Menurut Teun A. Van Dijk pemakaian kata atau kalimat tertentu oleh media
merupakan suatu bagian dari strategi. Pemakaian kata-kata tertentu, kalimat,
gaya tertentu bukan semata-mata dipandang sebagai cara berkomunikasi,
melainkan dipandang sebagai politik berkomunikasi yaitu suatu cara untuk
mempengaruhi pendapat umum, menciptakan dukungan, memperkuat
legitimasi, dan menyingkirkan lawan atau penentang (Priyandoko, 2010).

F. Teknik Validitas Data

Salah satu upaya untuk menjaga kevalidan data, peneliti menggunakan teknik
ketekunan pengamat. Peneliti secara seksama melakukan penelitian supaya
dapat menafsirkan makna yang terkandung dalam film Upin dan Ipin
tersebut. Setelah menafsirkan dan mendapatkan data-data yang akan diteliti,
peneliti mendis