KETAHANAN OKSIDASI BAJA A238 YANG DILAPISI ALUMINIUM PADA TEMPERATUR 750 oC

(1)

ABSTRACT

RESISTANCE OXIDATION OF STEEL A238 COATED ALUMINIUM AT TEMPERATURE 750 °C

by

MUHAMMAD KHAMDUN

A238 steel is a low alloy steel very important in meeting manufacturing. Applications A238 is tubular steel for low and medium pressure fluid, boiler, and steam pipeline system at the plant. However, when working in high temperature environments, the A238 steel oxidation resistance decreases. To overcome the application of the aluminium layer on the steel surface of the A238 made by coating method (hot dipping aluminium coating) through a process of dipping into the liquid aluminium at a temperature of 700 ° C for 1 minute immersion with the aim of enhancing oxidation resistance. Weight gain to oxidation over a period of 1-49 h at a temperature of 750 °C is used to determine the rate of oxidation kinetics. Oxidation mechanisms learned through oxidation results on each test specimen by using OM (Optical Microscope) and SEM / EDS (Scaning Electron Microscope)/(Energy Dispersive X-Ray Spectrometer).

The oxidation test A238 steel were performed at 750 oC obtained ratio of weight change of coated steel A238: 0,01138 mg/mm2and uncoated: 0,778 mg/mm2. The high oxidation A238 steel coated A238 about 68 times in condisition dry air. Parabolic rate constant (kp) steel coated 2,5×10-9 mg2 mm4 s1 and uncoated 2,56×10-6mg2mm4s1. The formation of Fe-Al intermetalic layers for the coated steel oxidized for 9 h, is mainly dominated by the inward diffusion of Al. However, after 49 h oxidation the intermetallic phases formation were controlled by interdiffusion of Al and Fe atoms. Intermetallic phases in the aluminide layers consist of Fe2Al5, FeAl2dan FeAl after isothermal oxidation for a periods of time 1-49 h. The aluminium atoms in the intermetalic layer have two roles during oxidation process; one is the outward diffusion of Al to form Al2O3scale, and the other is the inward diffusion of Al toward the steel subsrate to form FeAl2and FeAl intermetalic phases.

Keywords: A238 steel, hot dipping aluminium coating, high temperature oxidation, parabolic rate constant (kp), intermetallic, protective Al2O3layer.


(2)

ABSTRACT

RESISTANCE OXIDATION OF STEEL A238 COATED ALUMINIUM AT TEMPERATURE 750 °C

by

MUHAMMAD KHAMDUN

A238 steel is a low alloy steel very important in meeting manufacturing. Applications A238 is tubular steel for low and medium pressure fluid, boiler, and steam pipeline system at the plant. However, when working in high temperature environments, the A238 steel oxidation resistance decreases. To overcome the application of the aluminium layer on the steel surface of the A238 made by coating method (hot dipping aluminium coating) through a process of dipping into the liquid aluminium at a temperature of 700 ° C for 1 minute immersion with the aim of enhancing oxidation resistance. Weight gain to oxidation over a period of 1-49 h at a temperature of 750 °C is used to determine the rate of oxidation kinetics. Oxidation mechanisms learned through oxidation results on each test specimen by using OM (Optical Microscope) and SEM / EDS (Scaning Electron Microscope)/(Energy Dispersive X-Ray Spectrometer).

The oxidation test A238 steel were performed at 750 oC obtained ratio of weight change of coated steel A238: 0,01138 mg/mm2and uncoated: 0,778 mg/mm2. The high oxidation A238 steel coated A238 about 68 times in condisition dry air. Parabolic rate constant (kp) steel coated 2,5×10-9 mg2 mm4 s1 and uncoated 2,56×10-6mg2mm4s1. The formation of Fe-Al intermetalic layers for the coated steel oxidized for 9 h, is mainly dominated by the inward diffusion of Al. However, after 49 h oxidation the intermetallic phases formation were controlled by interdiffusion of Al and Fe atoms. Intermetallic phases in the aluminide layers consist of Fe2Al5, FeAl2dan FeAl after isothermal oxidation for a periods of time 1-49 h. The aluminium atoms in the intermetalic layer have two roles during oxidation process; one is the outward diffusion of Al to form Al2O3scale, and the other is the inward diffusion of Al toward the steel subsrate to form FeAl2and FeAl intermetalic phases.

Keywords: A238 steel, hot dipping aluminium coating, high temperature oxidation, parabolic rate constant (kp), intermetallic, protective Al2O3layer.


(3)

KETAHANAN OKSIDASI BAJA A238 YANG DILAPISI ALUMINIUM PADA TEMPERATUR 750oC

Oleh

Muhammad Khamdun Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Jurusan Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Lampung

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG


(4)

KETAHANAN OKSIDASI BAJA A238 YANG DILAPISI

ALUMINIUM PADA TEMPERATUR 750

o

C

( Skripsi )

Oleh

Muhammad Khamdun

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPING


(5)

(6)

(7)

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Jaya pada tanggal 03 November 1991, sebagai anak pertama dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Slamet dan Ibu Surmini.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri 02 Bukit Kemuning, Lampung Utara diselesaikan pada tahun 2004, Sekolah Lanjutan

Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 01 Bukit Kemuning, Lampung Utara diselesaikan pada tahun 2007, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 01 Bukit Kemuning, Lampung Utara diselesaikan pada tahun 2010, dan pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin (HIMATEM) sebagai anggota divisi olah raga (2011/2012). Pada bidang akademik, penulis pernah menjadi asisten kegiatan praktikum Material pada tahun ajaran 2013/2015. Kemudian pada tahun 2013 penulis melakukan kerja praktik di PT. Dirgantara Indonesia (DI) Bandung, Jawa Barat dengan mengambil judul kerja praktik “Proses Pembuatan Part Bonding dan Uji Sifat Mekanik Aluminium 2024 Untuk Emergency Door Skin Pesawat Terbang CN235-110 MPA”di PT. Dirgantara Indonesia (DI) Bandung, Jawa Barat. Pada tahun 2015 penulis melakukan penelitian pada bidang konsentrasi Material sebagai tugas akhir di bawah bimbingan Bapak Dr. Mohammad Badaruddin, S.T.,M.T. dan Bapak Harnowo Supriadi, S.T.,M.T.


(9)

PERSEMBAHAN

Bismillahirohmanirrohim

Atas ridho Allah SWT dan segala kerendahan hati, Kupersembahan karya kecilku ini sebagai wujud bhakti untuk orang-orang yang kusayangi

Bapak dan Ibu (Slamet & Surmini)

Untuk semua pengorbanan yang telah dilakukan, doa, kesabaran, serta cinta dan kasih sayang. Semoga Allah SWT senantiasa melindungi dan menyayangi kalian

MyLove

(Syaibatun Islamiyah, A.Md.)

Untuk doa, kesabaran, dan semangat yang telah diberikan

Keluarga Besar Teknik Mesin’ 10

Kalian yang selama ini memberikan dukungan dan semangat serta rasa nyaman dan kebersamaan dalam kekeluargaan

Almamaterku Tercinta Universitas Lampung


(10)

MOTO

Aku persembahkan cinta dan sayangku kepada Orang tua ku dan adik ku yang telah menjadi motivasi dan inspirasi dan tiada henti memberikan dukungan

do'anya buat aku.

<

“Tanpa keluarga, manusia sendiri di dunia, gemetar dalam kedinginan.”

Successneeds a process.” And “Think as big as galaxy!!”

Sesungguhnya bersama kesukaran itu ada keringanan. Karena itu bila kau sudah selesai (mengerjakan yang lain). Dan berharaplah kepada Tuhanmu.

(Q.S Al Insyirah : 6-8)

Kami (Allah) pasti akan menguji kamu, hingga nyata dan terbukti mana yang pejuang dan mana yang sabar dari kamu.

(Q.S. Muhammad 31)

Education Is Not The Learning of Facts, But The Training Of The Mind To Think

(Eisntein)

Live As If You Were To Die Tommorow And Learn As If You Were To Live Forever

(Mahatma Gandhi)

Jatuh Tujuh Kali, Berdiri Delapan Kali. (Penulis)


(11)

SANWACANA

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Dengan mengucapakan alhamdulillahirobbil’alamin penulis memanjatkan syukur

kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat, taufik, serta hidayahNya. Shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing dan menghantarkan kita menuju zaman yang lebih baik seperti sekarang ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Ketahanan Oksidasi Baja A238 Yang Dilapisi Aluminium Pada Temperatur 750 oC. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung.

Dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat dukungan, bantuan, dan sumbangan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Kedua orang tuaku tercinta bapak Slamet dan ibu Surmini, yang senantiasa memberi semangat, do’a yang tulus serta mencurahkan segenap tenaga untuk keberhasilanku dalam menyelesaikan studi di UNIVERSITAS LAMPUNG. 2. Bapak Prof. Dr. Suharno, M.Sc., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Teknik


(12)

3. Bapak Ahmad Su’udi, S.T., M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Univeristas Lampung.

4. Bapak Dr. Mohammad Badaruddin, S.T., M.T. selaku Pembimbing Utama Tugas Akhir atas kesediaan dan keikhlasannya untuk memberikan dukungan, bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Harnowo Supriadi, S.T., M.T. selaku Pembimbing Pendamping Tugas Akhir atas kesediaan dan keikhlasannya untuk memberikan bimbingan, motivasi dan saran untuk penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak Zulhanif, S.T., M.T. selaku dosen Pembahas Tugas Akhir yang telah memberikan masukan dalam penulisan Tugas Akhir ini.

7. Ibu Novri Tantri, S.T., M.T. selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan banyak masukan dalam kegiatan akademik.

8. Bapak Dr. Irza Sukmana, S.T., M.T. selaku Koordinator Tugas Akhir yang telah membantu kelancaran skripsi ini.

9. Seluruh Dosen Pengajar Jurusan Teknik Mesin yang banyak memberikan ilmu selama penulis melaksanakan studi, baik berupa materi perkuliahan maupun tauladan dan motivasi sehingga dapat kami jadikan bekal untuk terjun ke tengah-tengah masyarakat.

10. Mas dadang, Mas Marta dan Mas Nanang yang telah membantu baik dalam proses seminar.

11. Teman seperjuangan pada saat penelitian, Rd. Tommy Riza dan Mario Salimor, atas kebersamaan, bantuan, serta sumbangan fikiran dan motivasi selama melakukan penelitian.


(13)

12. Rekan-rekan sahabat terbaik GBC: Hotman (Opung), Bondan (Brudul), Yohanes (Dugong), Muslim (Ja), Stefanus (Mecot), Ryon (Gurd), Agung (Ape), Ahmad Ramadoni (Komeng), Rusdian (Hulk), Richo (Laek), Bima, Imam, Hendrik semoga rasa kebersamaan dan kekeluargaan ini akan selalu ada untuk selamanya.

13. Rekan-rekan Teknik Mesin angkatan 2010 lainnya yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu, terimakasih atas bantuannya “SOLIDARITY FOREVER”.

14. Untuk Motivatorku Syaibatun Islamiyah, A.Md. terima kasih untuk support, perhatian, dan kesabarannya yang telah diberikan kepada penulis.

15. Rekan-rekan Manjang Comunity: Aminur Rahmat, Ahmad Maulana Syamsul, Median Sulistio, Dedek Haryanto, dll. Haahaaaha Akhir Wisuda juga Coy. Terimakasih semoga rasa kebersamaan dan kekeluargaan ini akan selalu ada untuk selamanya.

16. Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin Universitas Lampung. 17. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu, yang

telah ikut serta membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

Semoga bantuan dan amal baik yang telah mereka berikan akan memperoleh balasan dari Allah SWT. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penulisan laporan Tugas Akhir ini. untuk mencapai suatu kelengkapan dan kesempurnaan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Akan tetapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat, baik kepada penulis khususnya maupun kepada pembaca umumnya. Amin ya rabb..


(14)

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Bandar Lampung, 29 Desember 2015 Penulis


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN PENULIS ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

SANWACANA ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii


(16)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 2

1.3. Batasan Masalah ... 3

1.4. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja ... 5

2.1.1. Klasifikasi Baja ... 8

2.1.2. Baja Karbon ... 8

2.1.3. Baja Paduan ... 9

2.2. Baja A238 ... 11

2.3. Aluminium ... 11

2.4. Pelapisan Aluminium Dengan Metode Pencelupan (Hot Dipping) ... 12

2.5. Prinsip DasarHot Dipping ... 13

2.6. PerencanaanHot Dipping... 14

2.7. Tahap Persiapan Pelapisan ... 14


(17)

2.9. Proses Pelapisan Aluminium Pada Baja Paduan Rendah ... 19

2.10. Oksidasi ... 20

2.10.1. Proses Oksidasi ... 20

2.10.2. Penebalan Lapisan Oksida ... 23

2.10.3. Laju penebalan Lapisan Oksida ... 26

2.11. Oksidasi Pada Temperatur Tinggi ... 27

2.12. Kinetika Oksidasi ... 28

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ... 32

3.2. Tempat dan Waktu ... 32

3.3. Alat dan Bahan Penelitian ... 32

3.3.1. Alat Penelitian ... 32

3.3.2. Bahan Penelitian ... 38

3.4. Prosedur Penelitian ... 40

3.4.1. Persiapan Spesimen Uji ... 40

3.4.2. Pembuatan Spesimen Uji ... 40

3.4.3. Dipping... 44


(18)

3.4.5. Proses Pengujian Oksidasi ... 44

3.5. Karakterisasi ... 46

3.6. Pengumpulan Data ... 46

3.7. Diagram Alir ... 47

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakterisasi Baja A238 Hasil Oksidasi Yang Dilapisi dan Tidak Dilapisi Aluminium ... 48

4.1.1. Kinetik Oksidasi ... 48

4.1.2. Data Penambahan Berat(weight gain) ... 48

4.2. Baja A238 Yang Tidak Dilapisi ... 52

4.3. Hot-Dip Aluminizing Steel ... 57

4.3.1. Baja A238 Yang Dilapisi Al Celup Panas ... 57

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan ... 63

5.2. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(19)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Energi bebas pembentukan oksida (per atom oksigen) pada 500 K

... 21

3.2. Jumlah spesimen pengujian untuk baja A238 yang dilapisi Aluminium ... 41 3.2. Jumlah spesimen pengujian untuk baja A238 yang tidak dilapisi Aluminium ... 41 3.3. Jumlah spesimen baja A238 yang dilapisi Al untuk masing-masing pengujian

... 42 3.4. Jumlah spesimen baja A238 yang tidak dilapisi Aluminium untuk

masing-masing pengujian ... 42 4.1. Data penambahan berat baja A238 yang dilapisi Aluminium ... 49 4.2. Data penambahan berat baja A238 yang tidak dilapisi Aluminium .... 49


(20)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Aluminium ... 12

2.2. Instalasi Pipa ... 13

2.3. Proses Hot Dipping ... 18

2.4. Lapisan oksida berpori ... 24

2.5. Lapisan oksida tidak berpori ... 24

2.6. Lapisan oksida tidak berpori ... 25

2.7. Kurva penambahan berat terhadap waktu pada hukum kinetika untuk oksidasi logam ... ... 30

3.1. Furnace Elektrik ... 33

3.2. Mesin Gerinda dan Gergaji Listrik ... 33

3.3. Mesin Grinding ... 34

3.4. Jangka Sorong ... 34


(21)

3.6. Mesin Bor ... 35

3.7. Ultrasonic Cleaner ... 35

3.8. Kawat Stainless dan Tang ... 36

3.9. Pinset ... 36

3.10. Cawan Keramik ... 36

3.11. Timbangan Analitik Digital ... 37

3.12. Thermocopel ... 37

3.13. Hair Drayer ... 38

3.14. Baja A238 ... 38

3.15. Alumunium ... 39

3.16. Larutan Kimia ... 39

3.17. Larutan Fluks ... 40

3.18. Diagram Alir Penelitian ... 47

4.1. (a) Plot kurva penambahan berat vs lama oksidasi, (b) Plot linierweight gainterhadap akar kuadrat waktu oksidasi ... 51

4.2. Mikroskop Optik penampang lapisan oksida yang terbentuk pada baja A238 setelah dioksidasi pada temperatur 750 °C selama periode 1-49 jam ... 53


(22)

4.3. SEM morfologi permukaan oksidasi yang terbentuk pada permukaan baja A238 setelah dioksidasi pada temperatur 750 °C selama periode 1-49 jam ... 53

4.4. SEM morfologi oksidasi yang terbentuk dan hasil EDS spectrum analisis pada baja A238 setelah dioksidasi pada temperatur 750 °C selama periode (a) 1 jam, (b) 9 jam, dan (c) 49 jam ... 57

4.5. Foto mikro penampang lapisan aluminide baja A238 setelah dioksidasi pada temperatur 750 °C selama periode 1-49 jam ... 58

4.6. SEM morfologi permukaan oksida yang terbentuk pada baja A238 yang dilapisi Al setelah dioksidasi pada temperatur 750oC selama periode (a) 1 jam, (b) 9 jam, dan (c) 49 jam ... 60

4.7. SEM morfologi oksidasi yang terbentuk dan hasil EDS spectrum analisis pada baja A238 yang dilapisi Al setelah dioksidasi pada temperatur


(23)

DAFTAR SIMBOL

∆W = Weight gain (mg/cm2)

kp = Konstanta parabolik (mg.cm−2t1/2) t = Waktu pengujian (jam)

Wo = Berat spesimen sebelum dioksidasi (mg)

W1 = Berat spesimen akhir setelah dioksidasi (mg)

A = Luas penampang spesimen (cm2) P = Panjang spesimen (cm)

l = Lebar spesimen (cm) t = Tebal spesimen (cm)


(24)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan industri teknik khususnya baja A238 merupakan salah satu jenis baja paduan rendah yang sangat penting dalam memenuhi berbagai kebutuhan bahan teknik. Dimana unsur paduan lainnya Cr ± 2%. Demikian pula unsur karbonnya dibawah 0,38 %, sedangkan unsur pembentuk lainnya seperti Mn tidak lebih dari 0,80%, Si tidak lebih dari 0,50% dan Mo 0,25%. Sifat yang dimiliki baja paduan ini ialah kekerasannya relatif rendah, keuletannya tinggi, serta mudah dalam pembentukannya.

Perkembangan ini memerlukan dukungan dalam pemilihan bahan untuk komponen yang tahan terhadap kerusakan akibat proses oksidasi pada lingkungan suhu tinggi. Jenis material yang tahan terhadap suhu tingg diatas 500oC adalah baja A238. Dalam bidang manufaktur, aplikasi baja A238 ialah bentuk pipa untuk fluida tekanan rendah dan sedang, pipa boiler, serta sistem saluran pipa uap panas pada PLTP atau PLTU. Pada umumnya pipa-pipa boiler pada lokasi dekat insinerator, pipa-pipa boiler dengan sistemFluidized Bed Combustion yang menggunakan bahan bakar batu bara, dengan temperatur dapur furnace antara 700-900 oC ataupun komponen-komponen mesin sering mengalami kegagalan korosi pada permukaan logam yang disebabkan oleh temperatur tinggi dan kondisi lingkungan yang bersifat asam,


(25)

2

basa, oksigen, dan air. Selain itu juga garam-garam anorganik seperti klorid (Cl-), Sulfat (SO42-), dan karbonat dari Na, Mg, dan Cu juga dapat menyebabkan korosi. Untuk itu dibutuhkan lapisan pelindung yang protektif.

Melihat dampak yang mungkin akan terjadi, maka perlu dilakukan surface treatment untuk melindungi baja dari korosi dengan cara hot dipping aluminizing coating. Definisihot dipping aluminizing coatingitu sendiri yaitu proses pelapisan logam dengan aluminium dengan baja sebagai subtrat, caranya dengan mencelupkan baja ke bak dalam aluminium cair. Aluminium coating pada subtrat baja dapat membentuk lapisan Al2O3pada permukaan baja sehingga dapat terlindungi dari korosi.

Dengan penelitian yang sudah ada, maka untuk menunjang kemampuan material baja A238 perlu dilakukan penelitian terhadap perilaku ketahanan baja A238 pada temperatur 750 oC. Karena pada temperatur tinggi ketahanan korosi baja akan menurun yang disebabkan oleh proses oksidasi akibat interaksi dengan lingkungan O2.

Sehubungan dengan penguraian diatas maka penulis akan meneliti mengenai KETAHANAN OKSIDASI BAJA A238 YANG DILAPISI ALUMINIUM PADA TEMPERATUR 750oC“.

1.2.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari pelaksanan dan penulisan laporan tugas akhir ini adalah : 1. Meningkatkan ketahanan oksidasi baja A238 pada temperatur 750oC.


(26)

3

2. Menentukan laju kinetika (kp) baja A238 yang dilapisi Aluminium dari penambahan berat setelah dioksidasi.

3. Mengetahui pembentukan intermetalik fasa (Fe-Al) selama proses oksidasi.

1.3. Batasan Masalah

Berdasaarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas agar proses yang dilakukan biasa berjalan dengan sessuai maka peneliti membatasi masalah penelitiannya sebagai berikut :

1. Mencairkan aluminium pada temperatur 700oC.

2. Subtrat baja yang akan diuji adalah baja A238 dengan dimensi 20 x 10 x 2 mm2.

3. Waktu proseshot dippingadalah 1 menit.

4. Peoses oksidasi dilakukan pada temperatur 750 oC dengan variasi waktu oksidasi adalah 1 jam, 4 jam, 9 jam, 25 jam, dan 49 jam.

5. Pengujian foto mikro dilakukan untuk mengetahui interfalik fasa. 6. Pengujian SEM/EDS (Energi Dispersive X-Ray Spectrometer)

1.4. Sistematika Penulisan

Penulis Tugas Akhir ini disusun menjadi lima Bab. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut :


(27)

4

Pada bab ini menguraikan latar belakang, tujuan penelitian, perumusan masalah, batasan masalah, sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini menguraikan kajian pustaka yang dijadikan landasan teori untuk mendukung penelitian ini.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini menjelaskan metode tentang langkah-langkah, alat dan bahan yang dilakukan untuk mencapai hasil yang diharapkan dalam penelitian ini.

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini menguraikan hasil dan pembahasan yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini menyimpulkan dari hasil akhir dan pembahasan sekaligus mamberi saran yang dapat menyempurnakan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Berisikan mengenai literatur-literatur atau referensi yang diperoleh penulis untuk mendukung dalam penyusunan tugas akhir ini.

LAMPIRAN


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Baja

Baja merupakan paduan antara besi (Fe) dan karbon (C) dengan penambahan paduan lainnya. Baja paling banyak digunakan sebagai produk akhir seperti komponen otomotif, tranformer listrik dan untuk proses manufaktur lainnya seperti proses pembuatan lembaran besi, proses ekstrusi dan lain-lain. Dasar pemilihan pemakaian baja ini seiring dengan terus berkembangnya industri otomotif dan kebutuhan masyarakat akan kendaraan bermotor, komponen permesinan, ban konstruksi dan bidang lainnya terutama didasarkan pada sifat mekaniknya jika sifat logam sangat keras sangat sulit dalam pembentukannya. Kemampuan pengerasan baja (hardenability) memiliki rentangan yang besar sehingga dapat disesuaikan dengan sifat mekanik yang sesuai dengan yang diinginkan dari baja itu [Troxell,1998].

Paduan logam baja karbon rendah yang terdiri besi (Fe) dan unsur-unsur karbon (C), Silikon (Si), Mangan (Mn), Phosfor (P) dan unsur lainnya. Salah satu tujuan terpenting dalam pengembangan material adalah menentukan apakah struktur dan sifat-sifat material optimum, agar daya tahan yang dicapai maksimum.

Menurut [Indarto,2009] pengaruh unsur paduan pada bahan baja karbon adalah sebagai berikut:


(29)

6

A.Carbon (C)

Karbon merupakan unsur terpenting yang dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja. Kandungan karbon di dalam baja sekitar 0,1%-1,7%, sedangkan unsur lainnya dibatasi sesuai dengan kegunaan baja. Unsur paduan yang bercampur di dalam lapisan baja adalah untuk membuat baja bereaksi terhadap pengerjaan panas dan menghasilkan sifat-sifat yang khusus. Karbon pada baja dapat meningkatkan kekuatan dan kekerasan tetapi jika berlebihan akan menurunkan ketangguhan (toughness).

B.Mangan (Mn)

Semua baja mengandung mangan karena sangat dibutuhkan dalam prosespembuatan baja. Kandungan mangan kurang lebih 0,6% tidak mempengaruhi sifat baja, dengan kata lain mangan tidak memberikan pengaruh besar pada struktur baja dalam jumlah yang rendah. Penambahan unsur mangan dalam baja dapat menaikkan kuat tarik tanpa mengurangi atau sedikit mengurangi regangan, sehingga baja dengan penambahan mangan memiliki sifat kuat dan ulet. Mangan dapat mencegah terjadinya hot shortness (kegetasan pada suhu tinggi) terutama pada saat pengerolan panas.

C.Phospor (P)

Unsur ini membuat baja mengalami retak dingin (cold shortness) getas pada suhu rendah, sehingga tidak baik untuk baja yang diberikan beban benturan pada suhu rendah. Tetapi efek baiknya adalah dapat menaikkan fluiditas yang membuat baja dapat mudah dirol panas. Kadar Phospor dalam baja biasanya kurang dari 0,05%.


(30)

7

D.Sulfur (S)

Sulfur dapat menjadikan baja getas pada suhu tingi, karena itu dapat merugikan baja yang dipakai pada suhu tinggi, disamping itu menyulitkan pengerjaan seperti dalam pengerolan panas atau proses lainnya. Kadar sulfur harus dibuat serendah-rendahnya yaitu lebih rendah dari 0,05%. E. Silikon (Si)

Silikon merupakan unsur paduan yang ada pada setiap baja dengan kandungan lebih dari 0,4% yang mempunyai pengaruh untuk menaikkan tegangan tarik dan menurunkan laju pendinginan kritis.

F. Nikel (Ni)

Nikel mempunyai pengaruh yang sama seperti mangan, yaitu memperbaiki kekuatan tarik dan menaikkan sifat ulet, tahan panas, jika pada baja paduan terdapat unsur nikel sekitar 25% maka baja dapat tahan terhadap korosi. Unsur nikel yang bertindak sebagai tahan karat (korosi) disebabkan nikel bertindak sebagai lapisan penghalang yang melindungi permukaan baja.

G.Kromium (Cr)

Sifat unsur kromium dapat menurunkan laju pendinginan kritis (kromium sejumlah 1,5% cukup meningkatkan kekerasan dalam minyak). Penambahan kromium pada baja menghasilkan struktur yang lebih halus dan membuat sifat baja dikeraskan lebih baik karena kromium dan karbon dapat membentuk karbida.


(31)

8

Kromium dapat menambah kekuatan tarik dan keplastisan serta berguna juga dalam membentuk lapisan pasif untuk melindungi baja dari korosi serta tahan terhadap suhu tinggi.

2.1.1. Klasifikasi Baja

Menurut ASM handbook vol. 1:329 (1993), baja dapat diklasifikasikan berdasarkan komposisi kimianya seperti kadar karbon dan paduan yang digunakan. Adapun klasifikasi baja berdasarkan komposisi kimianya adalah sebagai berikut :

2.1.2. Baja Karbon

Baja karbon adalah paduan antara besi dan karbon dengan sedikit Si, Mn, P, S, dan Cu. Sifat baja karbon sangat tergantung pada kadar karbon, bila kadar karbon naik maka kekuatan dan kekerasan juga akan bertambah tinggi. Karena itu baja karbon dikelompokan berdasarkan.

[Wiryosumarto,2004] a. Baja Karbon Rendah

Baja karbon rendah memiliki kandungan karbon dibawah 0,3%. Baja karbon rendah sering disebut dengan baja ringan (mild steel) atau baja perkakas. Jenis baja yang umum dan banyak digunakan adalah jenis cold roll steel dengan kandungan karbon 0,08% -0,30% yang bias digunakan untukbodykendaraan.

b. Baja Karbon Sedang

Baja karbon sedang merupakan baja yang memilki kandungan karbon 0,30% - 0,60%. Baja karbon sedang mempunyai kekuatan


(32)

9

yang lebih dari baja karbon rendah dan mempuyai kualitas perlakuan panas yang tinggi, tidak mudah dibentuk oleh mesin, lebih sulit dilakukan untuk pengelasan, dan dapat dikeraskan ( diquenching) dengan baik. Baja karbon sedang banyak digunakan untuk poros, rel kereta api, roda gigi, pegas, baut, dan komponen mesin yang membutuhkan kekuatan tinggi dan lain-lain.

c. Baja Karbon Tinggi

Baja karbon tinggi memiliki kandungan karbon paling tinggi jika dibandingkan dengan baja karbon yang lain yakni 0,60% - 1,7% C dan memiliki tahan panas yang tinggi, kekerasan tinggi, namun keuletannya lebih rendah. Baja karbon tinggi mempunyai kekuatan tarik paling tinggi dan banyak digunakan untuk material tools. Salah satu aplikasi dari baja ini adalah dalam pembuatan kawat baja dan kabel baja.

2.1.3. Baja Paduan

Menurut [Amanto,1999] baja paduan didefinisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satu atau lebih unsur campuran seperti nikel, mangan, molibdenum, kromium, vanadium, dan wolfram yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat baja yang dikehendaki seperti sifat kekuatan, kekerasan, dan keuletannya. Paduan dari beberapa unsur yang berbeda memberikan sifat khas pada baja. Misalnya baja yang dipadu dengan Ni dan Cr akan menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras dan ulet. Berdasarkan kadar paduannya baja paduan dibagi menjadi tiga macam, yaitu:


(33)

10

a. Baja paduan rendah (Low Alloy Steel)

Baja paduan rendah merupakan baja paduan yang elemen paduannya kurang dari 2,5% wt misalnya unsur Cr, Mn, S, Si, P, dan lain-lain. Memilki kadar karbon sama seperti baja karbon, tetapi ada sedikit unsur paduan. Dengan menambah unsur paduan, kekuatan dapat dinaikkan tanpa mengurangi keuletannya, kekuatan fatik, daya tahan terhadap korosi, aus dan panas. Aplikasinya banyak digunakan pada kapal, jembatan, roda kereta api, ketel uap, tangki gas. Pipa gas dan sebagainya.

b. Baja paduan menengah (Medium Alloy Steel)

Baja paduan menengah merupakan baja paduan yang elemen paduannya 2,5%-10% wt misalnya unsur Cr, Mn, S, Si, P, dan lain-lain.

c. Baja paduan tinggi (High Alloy Steel)

Baja paduan menengah merupakan baja paduan yang elemen paduannya lebih dari 10% wt misalnya unsur Cr, Mn, S, Si, P, dan lain-lain. Contohnya baja tahan karat, baja perkakas dan baja mangan. Aplikasinya digunakan pada perkakas, baja mangan, bearing, bejana tekan, baja pegas, cutting tools, frog rel kereta api dan lain sebagainya.

[Amstead,1993] melaporkan pada umumnya, baja paduan memiliki sifat yang unggul daripada baja karbon biasa, diantaranya:


(34)

11

2. Tahan terhadap korosi dan keausan yang tergantung dari jenis paduannya. 3. Tahan terhadap perubahan suhu, ini berarti bahwa sifat fisisnya tidak

banyak berubah.

4. Memiliki butiran halus dan homogen.

2.2. Baja A238

Dalam penelitian ini jenis material yang digunakan yaitu baja A238 yang merupakan baja paduan rendah molybdenum yang mengandung kromium dengan kandungan karbon 0,38%. Baja A238 mempunyai komposisi kimia (0,28-0,38%) C; (0,40-0,80%) Mn; (0,035%) P; (0,04%) S; (0,15-0,30%) Si; (0,80-2%) Cr; (0,15-0,25%) Mo.

2.3. Aluminium

Aluminium adalah logam yang berwarna putih perak dan tergolong ringan yang mempunyai masa jenis 2,7 gram/cm-3. Sifat-sifat yang dimiliki aluminium antara lain:

1. Ringan, tahan korosi dan tidak beracun maka banyak digunakan untuk alat rumah tangga seperti panci, wajan dan lain-lain.

2. Reflektif dalam bentuk aluminium foil digunakan sebagai pembungkus makanan, obat-obatan, dan rokok.

3. Daya hantar listrik dua kali lebih besar dari Cu maka Al digunakan sebagai kabel tiang listrik.

4. Paduan Al dengan logam lainnya menghasilkan logam yang kuat seperti, Duralium (campuran Al, Cu, Mg) untuk pembuatan badan pesawat.


(35)

12

Aluminium terdapat sangat melimpah dalam kulit bumi, yaitu sekitar 7,6 %. Dengan kelimpahan sebesar itu, aluminium merupakan unsur ketiga terbanyak setelah oksigen dan silikon. Namun, aluminium tetap logam yang mahal karena pengolahannya sukar. Mineral aluminium yang bernilai ekonomis adalah baukit yang merupakan satu-satunya sumber aluminium. Kriloit digunakan pada peleburan aluminium, sedangkan tanah liat banyak digunakan untuk membuat batu bata dan keramik.

Gambar 2.1. Aluminium. 2.4. Pelapisan Dengan Metode Pencelupan (Hot Dipping)

Pelapisan hot dipping adalah pelapisan logam dengan cara mencelupkan pada sebuah material yang terlebih dahulu dilebur dari bentuk padat menjadi cair pada sebuah pot atau tangki, menggunakan energi dari gas pembakaran atau menggunakan energi alternatif seperti panas listrik. Titik lebur yang digunakan pada pelapisan material ini adalah biasanya beberapa ratus derajat celcius (tidak melebihi 1000oC).

Dalam metode hot dipping ini, struktur material yang akan dilapisi dicelupkan ke dalam bak berisi lelehan logam pelapisan. Antara logam pelapisan dan logam yang dilindungi terbentuk ikatan metalurgi yang baik karena terjadi


(36)

13

perpaduan proses antarmuka (Interface Alloying). Pengaturan tebal lapisan dalam proses ini sulit, lapisan cenderung tidak nyata, yaitu tebal pada permukaan sebelah bawah tetapi tipis pada permukaan sebelah atas. Meskipun demikian, seluruh permukaan yang terkena lelehan logam itu akan terlapisi. Proses hot dipping terbatas untuk logam-logam yang memiliki titik lebur rendah, misalnya: timah, seng dan aluminium [Trethewey,1991].

Proses aplikasi pelapisan hot dipping dengan pelapis aluminium sebagai contoh produknya.

Gambar 2.2. Instalasi pipa.

2.5. Prinsip DasarHot Dipping

Sebelum dilapisi dalam proses hot dipping permukaan benda kerja harus bersih dari kotoran seperti lemak, oksida dan kotoran lain. Lapisan yang terbentuk relatif tipis. Dalam pelaksanaan proses ini haruslah dipenuhi persyaratan antara lain:

1. Permukaan benda kerja yang dilapisi harus bersih dan bebas dari kotoran. Oleh karenaitu harus dibersihkan terlebih dahulu dengan larutan pembersih yang digunakan untukhot dipping.


(37)

14

2. Logam yang akan dilapisi harus mempunyai titik lebur yang lebih tinggi dan untuk logam pelapis (timah, seng atau aluminum mempunyai titik lebur yang lebih rendah).

3. Jumlah deposit logam yang akan melapisi permukaan benda hendaknya proposional.

2.6. PerencanaanHot Dipping

Penentuan ketebalan suatu lapisan hot dipping tergantung pada lingkungan operasi yang diinginkan. Beberapa aplikasi tentu telah ditentukan spesifikasi yang diijinkan. Dalam pelapisan dengan hot dipping ketebalan yang benar -benar merata sulit dicapai. Ketebalan yang diperoleh satuan waktu tertentu sangat ditentukan oleh kemampuan logam yang akan dilapisi untuk mengikat logam cair yang akan melapisi.

Hal ini disebabkan oleh rancangan benda berbagai bentuk dan juga pengaruh logam pelapis dan logam yang dilindungi untuk membentuk ikatan metalurgi yang baik karena terjadinya perpaduan proses antarmuka (Interface Alloying).

2.7. Tahap Persiapan Pelapisan

Sebelum melakukan pelapisan terlebih dulu harus dipastikan bahwa permukaan benda (substrat) yang dilapisi sudah bersih dan bebas dari kotoran. Dalam tahap persiapan ini selain dimaksudkan untuk menghilangkan pengotor juga mendapatkan keadaan fisik yang baik. Bila tahap persiapan dikerjakan dengan baik dan benar, biasanya akan menghasilkan proses hot dipping dengan kualitas baik. Oleh karena itu tahap persiapan penting


(38)

15

untuk diperhatikan dalam proses hot dipping. Zat pengotor yang dianggap mempengaruhi proses pelapisanhot dippingantara lain :

a. Senyawa organik, minyak, gemuk dan lapisan polimer.

b. Partikel-partikel halus yang tersuspensi didalam senyawa organik tersebut diatas.

c. Senyawa oksida atau produk korosi lainnya.

Adapun proses pembersihan permukaan yang akan dilapisi dapat dilakukan sesuai dengan jenis pengotor yang menempel pada permukaan spesimen, namun proses pembersihan ini dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: 1. Proses pembersihan secara fisik (mekanik)

Pembersihan secara fisik dapat berupa pengamplasan dengan menggunakan mesin gerinda, yang meliputi menghaluskan permukaan yang tidak rata dan penghilangan goresan-goresan serta beram-beram yang menempel pada permukaan spesimen.

2. Proses pembersihan secara kimiawi

Proses pembersihan secara kimiawi merupakan proses pembersihan pengotor yang menempel pada permukaan spesimen dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Proses pembersihan ini meliputi: a. Degreasing

Proses degreasing merupakan proses yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran, minyak, lemak, cat dan kotoran padat lainnya yang menempel pada permukaan spesimen. Proses pembersihan dilakukan dengan menggunakan larutan NaOH (soda


(39)

16

kaustik) dengan konsentrasi 5% – 10% pada suhu 70

o

C – 90

o C selama kurang lebih 10 menit.

b. RinsingI

Proses rinsing I bertujuan untuk membersihkan soda kaustik pada proses degreasingyang masih menempel pada permukaan spesimen dalam dengan menggunakan air bersih pada temperatur kamar.

c. Pickling

Proses pickling bertujuan untuk menghilangkan karat yang melekat pada permukaan spesimen dengan cara dicelupkan ke dalam larutan HCl (asam klorida) atau larutan H2SO4 (asam sulfat) dengan konsentrasi 10%15% selama 1520 menit.

d. RinsingII

Proses rinsing II bertujuan untuk membersihkan larutan HCl atau H2SO4 yang menempel pada spesimen saat proses pickling dengan menggunakan air bersih pada temperatur kamar.

e. Fluxing

Proses dimana baja sebelum dicelupkan ke aluminium cair terlebih dahulu dilumuri dengan aluminium flux. Tahap akhir perlakukan awal ini adalah pengering baja tersebut di dalam udara dengan temperatur kamar selama 10 menit. Proses fluxingdilakukan dengan tujuan:


(40)

17

1. Sebagai lapisan dasar untuk memperkuat lapisan aluminium pada saat dilakukan proses pelapisan.

2. Sebagai katalisator reaksi terjadinya pelapisan Fe-Al. 3. Untuk menghindari terjadinya proses oksidasi.

f. Drying

Proses drying merupakan proses pengeringan dan pemanasan awal dengan menggunakan gas panas yang suhunya kurang lebih 150oC, tujuan dari dilakukannya hal tersebut adalah untuk menghilangkan cairan yang mungkin terdapat pada permukaan spesimen yang dapat menyebabkan terjadinya ledakan uap saat proses Hot Dipping berlangsung.

g. Dipping

Proses dipping adalah proses akhir yang dilakukan dengan mencelupkan baja ke dalam Aluminium cair. Untuk waktu pencelupan yang akan dilakukan dalam proses pelapisan ini adalah 1 menit.

h. Cooling

Proses ini adalah proses pendinginan material yang telah melalui proses Hot dipping dengan cara mencelupkan ke dalam air agar lapisan logam yang melapisi segera mendingin.


(41)

18

Gambar 2.3. ProsesHot Dipping. 2.8. Hot Dipping Aluminium

Dalam pemanfaatan logam terutama aluminium untuk pelapisan, ada dua jenis pelapisanhot dipping aluminium yaitu :

,

1. Pelapisan aluminium type 1 (Pelapisan Al-Si).

Lapisan ini adalah lapisan yang tipis yaitu dengan ketebalan menurut kelasnya. Untuk kelas 40 tebal lapisannya adalah 20-25 µm dan untuk kelas 25 biasanya untuk kepentingan tertentu yaitu pelapisan 12 µm. Silikon yang dicampurkan pada type 1 ini rata-rata adalah 5-11% untuk perintah mencegah pembentukan lapisan tebal antara logam besi-aluminium, dimana akan merusak pelekatan lapisan dan kemampuan untuk membentuk.

2. Pelapisan aluminium type 2 (Al Murni).

Lapisan ini adalah lapisan yang ketebalnya 30-50 µm. Aluminium yang digunakan adalah aluminium murni. Produk yang dihasilkan bisanya digunakan pada kontruksi luar ruangan yaitu : atap rumah, pipa air bawah tanah, menara yang memerlukan ketahanan korosi udara. Pada


(42)

19

lingkungan perairan laut, pelapisan ini sangat baik ketahannya terhadap korosi celah [Townsend,1994].

2.9. Proses Pelapisan Aluminium Pada Baja Paduan Rendah

Baja karbon rendah yang mengalami pelapisan dengan cara pencelupan dengan menggunakan aluminium yang telah dicairkan dengan menggunakan berbagai waktu pencelupan dengan titik lebur aluminium 660 oC akan menambah pelapisan pada baja paduan rendah. Hasil penelitian menunjukan bahwa lapisan aluminium terdiri atas lapisan luar aluminium yaitu FeAl3dan lapisan utamanya Fe2Al5[Chaur-Jeng Wang, 2009].

Baja karbon rendah yang mengalami proses hot dipping dengan menggunakan aluminium umumnya menggunakan tungku pada temperatur lingkungan, yang berkaitan dengan pembentukkan Al2O3 yang baik sebagai lapisan permukaan pada baja karbon rendah. Hal ini berguna untuk mencegah proses oksidasi ketika baja digunakan pada temperatur yang tinggi.

Struktur mikro yang terbentuk melindungi baja karbon rendah yang terdiri dari komposisi pada saat pencelupan lapisan aluminium yang dibentuk oleh baja dan aluminium yang mengalami interdifusi sepanjang proses pencelupan. Dalam pengujian pelapisan aluminium pada baja karbon rendah bertujuan untuk mengetahui ketebalan lapisan dari proses hot dipping dengan waktu tahan yang telah ditentukan akan didapat tebal lapisan oksida, yang menunjukan dimana untuk tiap stripnya mewakili 5 µm. Dari ketebalan yang akan diperoleh akan menghasilkan ketahanan terhadap korosi yang terjadi.


(43)

20

2.10. Oksidasi

Oksidasi adalah peristiwa yang biasa terjadi jika metal bersentuhan dengan oksigen. Dalam reaksi kimia dimana oksigen tertambahkan pada unsur lain disebut oksidasi dan unsur yang menyebabkan terjadinya oksidasi disebut unsur pengoksidasi. Setiap reaksi dimana oksigen dilepaskan dari suatu senyawa merupakan reaksireduksidan unsur yang menyebabkan terjadinya reduksi disebut unsur pereduksi.

Jika satu materi teroksidasi dan materi yang lain tereduksi maka reaksi demikian disebut reaksi reduksi-oksidasi, disingkat reaksi redoks (redox reaction). Reaksi redoks terjadi melalui transfer elektron. Tidak semua reaksi redoks melibatkan oksigen. Akan tetapi semua reaksi redoks melibatkan transfer elektron dari materi yang bereaksi. Jika satu materi kehilangan elektron, materi ini disebut teroksidasi. Jika satu materi memperoleh elektron, materi ini disebut tereduksi.

Dalam reaksi redoks, satu reagen teroksidasi yang berarti menjadi reagen pereduksi dan reagen lawannya tereduksi yang berarti menjadi reagen pengoksidasi.

2.10.1. Proses Oksidasi

Kecenderungan metal untuk bereaksi dengan oksigen didorong oleh penurunan energi bebas yang mengikuti pembentukkan oksidanya. Perubahan energi bebas dalam pembentukkan oksida untuk beberapa unsur terlihat pada tabel 2.1.


(44)

21

Tabel 2.1. Energi bebas pembentukan oksida (per atom oksigen) pada 500 K.

No Unsur Energi Bebas (kkal)

1 Kalsium -138,2

2 Magnesium -130,8

3 Aluminium -120,7

4 Titanium -101,2

5 Natrium -83,0

6 Chrom -81,6

7 Zink -71,3

8 Hidrogen -58,3

9 Besi -55,5

10 Kobalt -47,9

11 Nikel -46,1

12 Tembaga -31,5

13 Perak +0,6

14 Emas +10,5

Kebanyakan unsur yang tercantum dalam tabel 2.1 memiliki energi bebas pembentukan oksida bernilai negatif, yang berarti bahwa unsur ini dengan oksigen mudah bereaksi membentuk oksida. Perak dan emas dalam tabel 2.1 memiliki energi bebas pembentukan oksida positif. Unsur ini tidak membentuk oksida. Namun material ini bersentuhan dengan udara akan terlapisi oleh oksigen, atom-atom oksigen terikat ke permukaan material ini dengan ikatan lemah, mekanisme pelapisan ini disebutadsorbsi.


(45)

22

Sesungguhnya tidaklah mudah memperoleh permukaan padatan yang benar-benar bersih. Upaya pembersihan permukaan bisa dilakukan dalam ruangan vakum sangat tinggi (10-10 mm.Hg), namun vacuum tinggi saja tidaklah cukup, proses pembersihan harus disertai pemanasan ion agar oksida terbebas dari pemukaan.

Namun permukaan yang sudah bersih ini akan segera terlapisi molekul gas jika tekanan dalam ruang vakum menurun. Jika gas yang berada dalam ruang vakum adalah gas mulia, pelapisan permukaan terjadi secara abdorbsi. Sementara itu atom-atom dipermukaan material pada umumnya membentuk lapisan senyawa apabila bersentuhan dengan oksigen. Senyawa dengan oksigen ini benar-benar merupakan hasil proses reaksi kimia dengan ketebalan satu atau dua molekul, pelapisan ini mungkin juga berupa lapisan oksigen satu atom yang disebutkemisorbsi (chemisorbtion).

Lapisan oksida di permukaan metal bisa berpori (dalam kasus natrium, kalium, magnesium) bisapula rapat tidak berpori (dalam kasus besi, tembaga, nikel). Muncul atau tidak munculnya pori pada lapisan oksida berkorelasi dengan perbandingan volume oksida yang terbentuk dengan volume metal yang teroksidasi. Perbandingan ini dikenal sebagaiPilling-Bedworth Ratio:

=

/

=

(2.1)

Keterangan:

M= Berat molekul oksida (dengan rumus MaOb) D= Kerapatan oksida


(46)

23

a= Jumlah atom metal per molekul oksida m= Berat atom metal

d= Kerapatan metal

Jika rasio volume oksida-metal kurang dari satu, lapisan oksida yang terbentuk akan berpori. Jika rasio volume oksida metal mendekati satu atau sedikit lebih dari satu maka lapisan oksida yang terbentuk adalah rapat, tidak berpori. Jika rasio ini jauh lebih besar dari satu, lapisan oksida akan retak-retak.

2.10.2. Penebalan Lapisan Oksida

Pada umumnya lapisan oksida yang terjadi di permukaan metal cenderung menebal. Berikut ini beberapa mekanisme yang mungkin terjadi:

a. Jika lapisan oksida yang pertama-tama terbentuk adalah berpori, maka molekul oksigen bisa masuk melalui pori-pori tersebut dan kemudian bereaksi dengan metal di perbatasan metaloksida. Lapisan oksida bertambah tebal. Situasi ini terjadi jika rasio volume oksida-metal kurang dari satu. Lapisan oksida ini bersifat non-protektif, tidak memberikan perlindungan pada metal yang dilapisinya terhadap proses oksidasi lebih lanjut.


(47)

24

Gambar 2.4. Lapisan Oksida berpori.

b. Jika lapisan oksida tidak berpori, ion metal bisa berdifusi menembus lapisan oksida menuju bidang batas oksida-udara; dan di perbatasan oksida-udara ini metal bereaksi dengan oksigen dan menambah tebal lapisan oksida yang telah ada. Proses oksidasi berlanjut di permukaan. Dalam hal ini elektron bergerak dengan arah yang sama agar pertukaran elektron dalam reaksi ini bisa terjadi.

Gambar 2.5. Lapisan Oksida tidak berpori.

c. Jika lapisan oksida tidak berpori, ion oksigen dapat berdifusi menuju bidang batas metal-oksida dan bereaksi dengan metal di bidang batas metal-oksida. Elektron yang dibebaskan dari permukaan logam tetap


(48)

25

bergerak ke arah bidang batas oksidaudara. Proses oksidasi berlanjut di perbatasan metal-oksida.

Gambar 2.6. Lapisan Oksida tidak berpori.

Mekanisme lain yang mungkin terjadi adalah gabungan antara 2 dan 3 dimana ion metal dan elektron bergerak ke arah luar sedangkan ion oksigen bergerak ke arah dalam. Reaksi oksidasi bisa terjadi di dalam lapisan oksida [Sudaryatno,2011].

Terjadinya difusi ion, baik ion metal maupun ion oksigen, memerlukan koefisien difusi yang cukup tinggi. Sementara itu gerakan elektron menembus lapisan oksida memerlukan konduktivitas listrik oksida yang cukup tinggi pula. Oleh karena itu jika lapisan oksida memiliki konduktivitas listrik rendah, laju penambahan ketebalan lapisan juga rendah karena terlalu sedikitnya elektron yang bermigrasi dari metal menuju perbatasan oksida-udara yang diperlukan untuk pertukaran elektron dalam reaksi.


(49)

26

2.10.3. Laju penebalan Lapisan Oksida

Dalam beberapa kasus sederhana penebalan lapisan oksida yang kita bahas di sub-bab sebelumnya, dapat kita cari relasi laju pertambahan ketebalannya. Jika lapisan oksida berpori dan ion oksigen mudah berdifusi melalui lapisan oksida ini, maka oksidasi di permukaan metal (permukaan batas metal-oksida) akan terjadi dengan laju yang hampir konstan. Lapisan oksida ini nonprotektif. Jika x adalah ketebalanlapisan oksida maka dapat kita tuliskan :

= k

1dan

x = k

1

t + k

2 (2.2)

Jika lapisan oksida bersifat protektif, transfer ion dan elektron masih mungkin terjadi walaupun dengan lambat. Dalam keadaan demikian ini komposisi di kedua sisi permukaan oksida (yaitu permukaan batas oksida-metal dan oksida-udara) bisa dianggap konstan. Kita dapat mengaplikasikan Hukum Fick Pertama, sehingga :

=

dan 2

= k

3

t + k

4 (2.3)

Kondisi ini terjadi pada penebalan lapisan oksida melalui tiga mekanisme terakhir. Agar lapisan oksida menjadi protektif, beberapa hal perlu dipenuhi oleh lapisan ini yaitu:


(50)

27

b. Ia harus melekat dengan baik ke permukaan metal, adhesive antara oksida dan metal ini sangat dipengaruhi oleh bentuk permukaan metal, koefisien muai panjang relatif antara oksida dan metal, laju kenaikan temperatur relatif antara oksida dan metal, temperatur sangat berpengaruh pada sifat protektif oksida.

c. Ia harus nonvolatile, tidak mudah menguap pada temperatur kerja dan juga harus tidak relatif dengan lingkungannya.

[Chamberlain J,1991]

2.11. Oksida Pada Temperatur Tinggi

Proses oksidasi pada temperatur tinggi dimulai dengan absorbsi yang kemudian membentuk oksida pada permukaan bahan. Selanjutnya, terjadi proses nukleasi oksida dan pertumbuhan lapisan untuk membentuk proteksi. Persyaratan lapisan proteksi adalah homogen, daya lekat tinggi, tidak ada kerusakan mikro ataupun makro, baik yang berupa retak atau terkelupas. Laju oksida dalam logam pada temperatur tinggi dipengaruhi oleh sifat dan karakter oksida dan ditentukan oleh pertumbuhan lapisan oksida yang terbentuk. Pada umumnya, laju oksida bergantung pada tiga faktor penting yaitu, laju difusi reaktan melalui lapisan oksida, laju pemasokkan oksigen ke permukaan luar oksida, dan nisbah volume molar terhadap logam.

Temperatur tinggi memberikan pengaruh ganda terhadap degradasi logam yang ditimbulkan. Pertama, kenaikan temperatur akan mempengaruhi aspek termodinamika dan kinetika reaksi. Artinya, degradasi akan semakin cepat pada temperatur yang lebih tinggi. Kedua, kenaikan temperatur akan


(51)

28

mempengaruhi perubahan struktur dan perilaku logam. Jika struktur berubah, maka secara umum kekuatan dan perilaku logam juga akan berubah. Jadi selain terjadi degradasi yang berupa kerusakan fisik pada permukaan atau kerusakan eksternal, juga terjadi degradasi penurunan sifat mekanik, dan logam menjadi rapuh. Pada temperatur tinggi, atmosfir bersifat oksidatif, atmosfir yang berpotensi untuk mengoksidasi logam. Atmosfir ini merupakan lingkungan penyebab utama terjadinya korosi pada temperatur tinggi.

Korosi pada temperatur tinggi mencakup reaksi langsung antara logam dan gas. Untuk lingkungan tertentu, kerusakan dapat terjadi akibat reaksi dengan lelehan garam, ataufused salt yang terbentuk pada temperatur tinggi, korosi ini biasa disebut dengan korosi panas (Hot Corrosion) [M.G.Fontana,1986].

2.12. Kinetika Oksidasi

Apabila lapisan oksida yang mula-mula terbentuk bersifat berpori, oksigen dapat tembus dan terjadi reaksi antar muka oksida-logam. Namun, lapisan tipis tidak berpori dan oksida selanjutnyamencakup difusi melalui lapisan oksida. Apabila terjadi oksida di permukaan oksida oksigen maka ion logam dan elektron harus berdifusi dalam logam yang berada di bawahnya. Apabila reaksi oksidasi terjadi antar muka logam-oksida, ion oksigen harus berdifusi melalui oksida dan elektron berpindah dengan arah berlawanan untuk menuntaskan reaksi.


(52)

29

Logam yang bereaksi dengan oksigen atau gas lainnya pada suhu tinggi akan mengalami reaksi kimia. Pada tingkat oksidasi, hukum kinetika parabola, linier, dan logaritma menggambarkan tingkat oksidasi untuk logam umum dan paduan. Dalam hal ini oksigen bereaksi untuk membentuk oksida pada permukaan logam, diukur dengan penambahan berat. Penambahan berat pada setiap waktu (t) selama oksidasi sebanding dengan ketebalan oksida (x). Logam tertentu, seperti baja, harus dilapisi untuk pencegahan korosi, karena memiliki tingkat oksidasi yang tinggi.

Pada tingkat hukum parabola, laju oksidasi temperatur tinggi pada logam sering mengikuti hukum laju parabolik, yang memerlukan ketebalan oksida (x), propotional ke waktu (t) yaitu :

x

2

= k

p

. t

(2.4)

Di mana

k

pdikenal sebagai konstanta laju parabolik.

x

=

2 (2.5)

Dimana:

Δ w

= berat spesimen setelah oksidasi (mg)

A

0= luas permukaan awal spesimen (mm2)

Dan penebalan lapisan bertambah secara parabolik sesuai hubungan :

Δ w2=kp. t (2.6)


(53)

30

Dimana :

k

p= konstanta parabolik

w0= berat awal spesimen w1= berat akhir spesimen

Gambar 2.7. Kurva penambahan berat terhadap waktu pada hukum kinetika untuk oksidasi logam.

Pada temperatur rendah dan untuk lapisan oksida yang tipis, berlaku hukum logaritmik. Apabila tebal kerak bertambah mengikuti hukum parabolik, resultan tegangan yang terjadi pada antar muka bertambah dan akhirnya lapisan oksida mengalami kegagalan perpatahan sejajar dengan antar muka atau mengalami perpatahan geser atau pematahan tarik melalui lapisan. Di daerah ini laju oksidasi meningkat sehingga terjadi peningkatan yang kemudian berkurang lagi akibat perpatahan lokal di kerak oksida. Laju oksidasi yang bersifat parabolik berubah menjadi rata dan laju oksidasi


(54)

31

mengikuti hukum liniear. Perubahan seperti ini disebut paralinear dan biasanya dijumpai pada oksidasi titanium setelah oksida mencapai ketebalan kritis [Pinem,2005].


(55)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1.1. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini akan dilakukan percobaan untuk menganalisa produk oksidasi yang dilakukan dengan metode OM (Optic Microscope) dan SEM/EDS (Scaning Electron Microscope)/(Energy Dispersive X-Ray Spectrometer).

1.2. Tempat Penelitian

Pengerjaan, pengujian serta observasi spesimen dalam penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung dan pengujian atau pengambilan datanya di laboratorium Metrologi Institut Teknologi Bandung (ITB), dilaboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL), Bandung-Jawa Barat.

3.3. Alat dan Bahan Penelitian

Adapun alat dan bahan penelitian adalah sebagai berikut:


(56)

33

a. Tungku (Furnace Elektrik).

Digunakan untuk proses hot dipping aluminium celup panas dan proses oksidasi.

Gambar 3.1. Tungku (Furnace Elektrik)

b. Mesin Gerinda dan Gergaji Listrik.

Digunakan untuk memotong spesimen uji.

Gambar 3.2. Mesin Gerinda dan Gergaji Listrik


(57)

34

Digunakan untuk menghaluskan permukaan spesimen menggunakan amplas dengan kekasaran 80-240-500-1200.

Gambar 3.3. Amplas Listrik/Grinding

d. Jangka Sorong.

Digunakan untuk membantu dalam pengukuran spesimen.

Gambar 3.4. Jangka Sorong Digital e. Mistar.

Digunakan untuk membantu dalam pengukuran spesimen.


(58)

35

f. Mesin Bor.

Digunakan untuk melubangi spesimen uji denganØ 1 mm.

Gambar 3.6. Mesin Bor

g. Ultrasonic Cleaner.

Digunakan untuk membersihan sisa kotoran dan lemak pada spesimen

Gambar 3.7. Ultrasonic Cleaner

h. Kawat Stainless Steel dan Tang.

Digunakan untuk membuat gantungan spesimen uji ketika di celup Al panas.


(59)

36

Gambar 3.8. Kawat Stainless Steel dan Tang

i. Pinset/Penjepit.

Digunakan untuk mengambil spesimen.

Gambar 3.9. Pinset

j. Cawan Keramik atau Crucible.

Digunakan untuk proses oksidasi spesimen.


(60)

37

k. Timbangan Analitik Digital.

Digunakan untuk menimbang spesimen sebelum dan sesudah proses oksidasi dengan ketelitian ± 0,1 mg.

Gambar 3.11. Timbangan Analitik Digital

l. Thermocopel.

Digunakan untuk mengukur suhu dalam furnace sebelum melakukan proses hot dipping aluminium.


(61)

38

m. Hair Drayer.

Digunakan untuk mengeringkat spesimen.

Gambar 3.13. Hair Drayer

3.3.2. Bahan Penelitian a. Baja A238.

Digunakan untuk spesimen pengujian dalam penelitian ini.


(62)

39

b. Alumunium.

Digunakan untuk bahan proses pelapisan Al pada baja A238.

Gambar 3.15. Alumunium

c. Larutan Kimia (Aceton,Etanol,NaOH,H3PO4,dan Aquades).

Digunakan untuk proses pencucian atau pembersihan sisa kotoran dan lemak pada spesimen uji baja A238.

Gambar 3.16. Larutan Kimia d. Larutan Flux.

Digunakan untuk proses pelumuran baja A238 pada saat proses hot dipping.


(63)

40

Gambar 3.17. Larutan Flux

3.4. Prosedur Penelitian

Adapun prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.4.1. Persiapan Spesimen Uji

Spesimen atau benda uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja A238. Jumlah spesimen uji yang akan digunakan pada penelitian ini adalah sebanyak 30 spesimen.

3.4.2. Proses Pembuatan Spesimen Uji

Spesimen atau benda uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja A238.

1. Cutting

Pemotongan spesimen uji dilakukan dengan menggunakan gergaji besi. Dengan ukuran spesimen 20 x 10 x 2 mm2. Dimana bentuk potongan yang dihasilkan masih panjang dan kasar. Kemudian spesimen dilubangi dengan mesin bor diameter 1 mm untuk digantung dengan menggunakan kawat stainless steel.


(64)

41

Tabel 3.1. Jumlah spesimen pengujian untuk baja A238 dilapisi Al.

Tabel 3.2. Jumlah spesimen pengujian untuk baja A238 yang tidak dilapisi Al. Waktu

Oksidasi (Jam)

Spesimen Total

1 1 1 1 3

4 1 1 1 3

9 1 1 1 3

25 1 1 1 3

49 1 1 1 3

Jumlah Spesimen 15

Waktu Oksidasi

(Jam)

Spesimen Total

1 1 1 1 3

4 1 1 1 3

9 1 1 1 3

25 1 1 1 3

49 1 1 1 3


(65)

42

Tabel 3.3. Jumlah spesimen baja A238 yang tidak dilapisi Al untuk masing-masing pengujian.

Waktu Oksidasi

(Jam)

Pengujian

Mikroskop Optik SEM / EDS

1

4

9

25

49

Tabel 3.4. Jumlah spesimen baja A238 yang dilapisi Al celup panas untuk masing-masing pengujian.

Waktu Oksidasi

(Jam)

Pengujian

Mikroskop Optik SEM / EDS

1

4

9

25


(66)

43

2. Cleaning

Cleaning yaitu pembersihan permukaan logam yang bertujuan menghilangkan kotoran dan bentuk struktur permukaan spesimen yang baik. Dalam hal ini ada beberapa proses yang dilakukan antara lain :

 ProsesPolishing

Ialah proses pengamplasan pada permukaaan baja dengan menggunakan amplas nomor 60-1500. Dengan tujuan menghaluskan bagian sisi-sisi permukaan.

 Proses Pencucian Lemak

Pencucian lemak dengan menggunakan etanol dimaksudkan agar benda kerja bebas dari lemak atau minyak yang dapat mengganggu daya rekat hasil pelapisan.

 Proses Pembilasan

Proses pembilasan dengan menggunakan air yang berfungsi untuk menghilangkan sisa-sisa etanol yang masih ada pada permukaan benda kerja.

3. Pickling

Proses pickling adalah proses pembersihan material setelah proses cleaning dengan menggunakan bahan kimia yang mengandung asam. Dalam hal ini ada beberapa proses yang dilakukan antara lain :


(67)

44

Proses pencucian dilakukan pada permukaan benda kerja yang masih mengandung lemak atau minyak. Merendam benda kerja ke dalam larutan NaOH + HPO3+ air dengan perbandingan 1:1:1.

4. Fluxing

Proses dimana baja sebelum dicelupkan ke aluminium cair terlebih dahulu dilumuri dengan aluminium flux yang bertujuan agar logam dapat tertutupi semua bagian luarnya sehingga oksidasi dengan udara luar tidak terjadi. Tahapan akhir perlakukan awal ini adalah pengeringn baja tersebut di dalam udara dengan temperatur kamar selama 10 menit.

3.4.3. Dipping

Proses dipping adalah proses akhir yang dilakukan dengan mencelupkan baja ke dalam Aluminium cair. Proses pencelupan dilakukan pada temperatur 700 oC dengan lamanya waktu tahan dalam proses pencelupn adalah 1 menit.

3.4.4. Proses Pendinginan (Cooling)

Proses ini adalah proses pendinginan spesimen uji yang telah melalui prosesHot dipping dengan cara mencelupkan ke dalam air agar lapisan logam yang melapisi segera mendingin.

3.4.5. Proses Pengujian Oksidasi

Proses pengujian ini dilakukan melalui bermacam tahapan proses. Adapun tahapan-tahapan yang harus dilakukan sebagai berikut :


(68)

45

a. Proses Pencucian

Pencucian spesimen dengan menggunakan ethanol dimaksudkan agar bebas dari kotoran (debu, minyak, dll) yang dapat mengganggu daya rekat pada pengujian.

b. Proses Pembilasan

Proses pembilasan dengan menggunakan air yang berfungsi untuk menghilangkan sisa-sisa ethanol yang masih ada pada permukaan benda uji atau spesimen.

c. Drying

Proses ini adalah pengeringan bendan uji atau spesimen dengan menggunakanhair dryer, agar spesimen benar-benar dalam keadaan kering.

d. Weighingdan Proses pengujian

Sebelum spesimen masuk tahap pengujian maka spesimen ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui massa spesimen sebelum dan sesudah Proses Oksidasi. Setelah spesimen ditimbang selanjutnya yaitu tahap pengujian. Pada proses ini spesimen dimasukkan kedalam cawan keramik atau crucible tertutup dan masuk pada proses pengujian di dalam dapur pemanas elektrik (electrically-heated furnace). Setelah itu pengujian oksidasi dilakukan dengan temperatur 750 oC dengan interval waktu 1 jam, 4 jam, 9 jam, 25 jam, dan 49 jam.


(69)

46

3.5. Karakterisasi

Setelah melalui proses pengujian oksidasi maka spesimen akan melalui tahapan pengujian karakterisasi. Proses yang akan dilakukan adalah OM (Optic Microscope) untuk mengetahui fasa dan struktur mikro baja dan SEM (Scanning Elektron Microscopy) atau EDS (Energi Dispersive X-Ray Spectrometer).

3.6. Pengumpulan Data

Pengumpulan data-data yang dibutuhkan untuk menunjang penelitian yang akan dilakukan ialah melakukan perhitugan massa ( ) dari spesimen, untuk mendapatkan perbandingan antara massa (∆ ) per satuan luas (A) dan waktu pengujian (t). Dengan menggunakan rumus berikut :

= w1wo (3.1)

Dimana :

w1= Berat benda uji setelah okdasi (mg) wo= Berat benda uji sebelum uji oksidasi(mg) Dan perhitungan luas permukaan benda uji :

A= 2 (p x l + p x t + l x t) (3.2)

Dimana :

A= Luas permukaan spesimen (cm2) p= Panjang spesimen (cm)

l= Lebar spesimen (cm) t= Tebal spesimen (cm)


(70)

47

3.7. Diagram Alir

Gambar 3.18. Diagram Alir. Kesimpulan dan Saran

Selesai

Studi literatur dan survey

Proses Hot DippingAluminizingcoating Persiapan bahan baja A238 paduan rendah

Data Hasil Pengujian Karakteristik

Pengujian OM, SEM/EDS Mulai

Spesimen Uji

Pengujian Oksidasi Pembersihan Spesimen

Pembahasan

Pengambilan data weight gain


(71)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Dari hasil pengujian oksidasi baja A238 yang dilapisi Al pada temperatur 750 °C selama periode 1-49 jam, menghasilkan beberapa kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :

1. Keberadaan lapisan Al pada baja A238 yang dilapisi aluminium sangat besar pengaruhnya sebagai lapisan pelindung terhadap oksidasi dan difusi oksigen.

2. Didapat hasil nilai penambahan berat (weight gain) untuk baja A238 yang dilapisi Al setelah dioksidasi selama 49 jam adalah sekitar 0,01138 mg/mm2. Sedangkan untuk baja A238 yang tidak dilapisi Al adalah sekitar 0,778 mg/mm2. Peningkatan ketahanan oksidasi baja A238 setelah dilapisi Al celup panas sekitar 68 kali dalam kondisi udara kering.

3. Dari hasil perhitungan diperoleh data hasil regresi linier nilai konstanta parabolik untuk baja A238 yang dilapisi Al adalah Kp = 2,5×10-9 mg2mm-4s-1 dan untuk baja A238 yang tidak dilapisi Al adalah Kp=2,56×10-6mg2mm-4s-1.

4. Hasil pengujian oksidasi menunjukan bahwa struktur oksida besi yang terbentuk pada permukaan baja A238 adalah hematite (Fe2O3) dengan struktur oksida yang mengkerut, berlobang (porous) dan tipis terbentuk pada bagian terluar lapisan oksida, lapisan tengah adalah magnetite (Fe3O4) dan lapisan


(72)

64

oksida yang tebal adalah wustite (FeO). Adanya kandungan krom yang tinggi dapat membentuk lapisan krom oksida (Cr2O3) tepat dibawah oksida besi antara wustite (FeO) dan magnetite (Fe3O4) sebagai lapisan pelindung untuk baja A238 yang tidak dilapisi Al terhadap oksidasi dan difusi oksigen.

5. Sedangkan, fasa intermetalik yang terbentuk dari baja A238 yang dilapisi Al adalah dan Fe2Al5, FeAl2, dan FeAl. Pembentukan lapisan protektif Al2O3 disuplai oleh atom-atom Al dari fasa Fe2Al5dan FeAl2.

6. Lapisan protektif Al2O3 yang tipis, kompak, dan padat memberikan perlindungan yang besar pada A238 pada temperatur 750 °C selama periode 1-49 jam.

5.2. Saran

Berdasarkan pembahasan dan hasil yang diperoleh dari pengujian, masih perlu dilakukan beberapa pemecahan masalah lebih lanjut, terkaitan dengan ketahan oksidasi suhu tinggi. Ketahan oksidasi tergantung pada suhu operasi, sehingga diperlukan pengujian lebih lanjut untuk mengetahui perubahan ketahan oksidasi sebagai fungsi suhu pada masing-masing material. Selain itu juga, pengaruh kondisi baja sebelum oksidasi sangat diperlukan untuk mengetahui perubahan ketahanan dan laju kinetika oksidasi. Pengaruh perlakuan panas dan kondisi fluida juga merupakan besaran yang menarik untuk melengkapi data pengujian lebih lanjut. Sehingga, nantinya akan didapat hasil pengujian yang menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kualitas material tahan korosi dalam temperatur tinggi.


(73)

DAFTAR PUSTAKA

Armanto, H. dan Daryanto, 1999.Ilmu Bahan. Jakarta, Bumi Aksara. Amstead, B.H., 1993.Teknologi Mekanik.Jakarta, Erlangga.

ASM International, 1993.ASM Handbookvol. 1:329.

Agus Solehudin, 2000. Pengaruh HCl dan H2SO4 pada ketahanan korosi baja tahan karat 301, Laporan Penelitian.

Chen S.M., And Wang C.J., 2006. The high-temperature oxidation behavior of hot-dipping Al-Si Coating on low carbon steel, Surface & Coatings Technology, vol. 200, pp. 6601-6605.

Chang, Y. Y., C. C. Tsaur, and J. C. Rock. 2006. Microstructure Studies of an Aliminide Coating on 9 Cr-1Mo Steel during High-Temperatur Oxidation.Surface Coating Technology, 200 (65): 88–93.

Dah E.N., Tsipas, M.P. Hiero,and F.J. Perez 2007. Study of Cyclic Oxidasion Resistance of Al Coated Ferritic Steels with 9 and 12% Cr. Corrosion Science, 49:3700-3865.

Dogra, 2005.Kimia Fisika. Jakarta: Universitas Indonesia.

Fontana, M.G., 1986. Corrosion Engineering, 3rd edition. McGraw-Hill Book Company, New York.

Hot-dip galvanizing Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas.

Jha R, Haworth C.W., Argent B.B. 2001, The formation of diffusion coatings on some low-alloy steels and their high temperature oxidation behaviour: Part 2. Oxidation Studies. Calphad. Vol. 25, pp. 667-689.


(74)

Pinem, M. Daud. 2005. Korosi dan Rekayasa Permukaan. Politeknik Negeri Medan, Medan. Diakses 12 Desember 2014.

Pieraggi, B.Calculations of Parabolic Reaction Rate Constants.Oxidation of Metals, Vol.27, 1987, Hal.177-185.

Sudaryatno, Sudirham & Ning Utari. 2011.“Mengenal sifat-sifat Material”.Pada eecafedotnet. files. wordpress.com/2011/08/ oksida-dan-korosi.pdf.diakses 9 maret 2012.

Trethewey KR., And Chamberlain J, 1991. KOROSI (Untuk Mahasiswa dan Rekayasawan) PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Troxell, Davis, dan Hauck. 1998. The Testing of Engineering Material. Edisi 4. Penerbit Mc Graw Hill. New York.

Townsend,1994. Surface Engineering ASM Handbook Volume 5. ASM Internasional.

Wiryosumarto, Harssono dan Okumura, T. 2004. Teknologi Pengelasan Logam. Cetakan 9 Penerbit Pradnya Paramita. Jakarta.

Wijaya, Hanief Ari. 2012. Korosi Oksidasi Pada Temperatur 700 oC Baja Aisi 1020 Yang dilapisi Aluminium Dengan Metode Celup Panas (Hot Dipping).Universitas Lampung, Lampung.

Wang, Chaur-Jeng., and Li, Ching-chi. 2009. Corrosion behavior of AISI 1025 steels with electroless nickel/aluminium coatings in NaCl-induced hot corrosion.Surface and Coating Technology. 177-178.137-43.

Wang, Chaur-Jeng., Liu, Hsiao-Hung and Cheng, Wei-Jhen. 2011. The mechanism of oxide whisker growth and hot corrosion of hot-dipped AlSi coated 430 stainless steels in air–NaCl(g) atmosphere. Applied Surface


(1)

3.5. Karakterisasi

Setelah melalui proses pengujian oksidasi maka spesimen akan melalui tahapan pengujian karakterisasi. Proses yang akan dilakukan adalah OM (Optic Microscope) untuk mengetahui fasa dan struktur mikro baja dan SEM (Scanning Elektron Microscopy) atau EDS (Energi Dispersive X-Ray Spectrometer).

3.6. Pengumpulan Data

Pengumpulan data-data yang dibutuhkan untuk menunjang penelitian yang akan dilakukan ialah melakukan perhitugan massa ( ) dari spesimen, untuk mendapatkan perbandingan antara massa (∆ ) per satuan luas (A) dan waktu pengujian (t). Dengan menggunakan rumus berikut :

= w1wo (3.1)

Dimana :

w1= Berat benda uji setelah okdasi (mg)

wo= Berat benda uji sebelum uji oksidasi(mg)

Dan perhitungan luas permukaan benda uji :

A= 2 (p x l + p x t + l x t) (3.2) Dimana :

A= Luas permukaan spesimen (cm2) p= Panjang spesimen (cm)

l= Lebar spesimen (cm) t= Tebal spesimen (cm)


(2)

47

3.7. Diagram Alir

Gambar 3.18. Diagram Alir. Kesimpulan dan Saran

Selesai

Studi literatur dan survey

Proses Hot DippingAluminizingcoating Persiapan bahan baja A238 paduan rendah

Data Hasil Pengujian Karakteristik

Pengujian OM, SEM/EDS Mulai

Spesimen Uji

Pengujian Oksidasi Pembersihan Spesimen

Pembahasan

Pengambilan data weight gain


(3)

5.1. Simpulan

Dari hasil pengujian oksidasi baja A238 yang dilapisi Al pada temperatur 750 °C selama periode 1-49 jam, menghasilkan beberapa kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :

1. Keberadaan lapisan Al pada baja A238 yang dilapisi aluminium sangat besar pengaruhnya sebagai lapisan pelindung terhadap oksidasi dan difusi oksigen.

2. Didapat hasil nilai penambahan berat (weight gain) untuk baja A238 yang dilapisi Al setelah dioksidasi selama 49 jam adalah sekitar 0,01138 mg/mm2. Sedangkan untuk baja A238 yang tidak dilapisi Al adalah sekitar 0,778 mg/mm2. Peningkatan ketahanan oksidasi baja A238 setelah dilapisi Al celup panas sekitar 68 kali dalam kondisi udara kering.

3. Dari hasil perhitungan diperoleh data hasil regresi linier nilai konstanta parabolik untuk baja A238 yang dilapisi Al adalah Kp = 2,5×10-9 mg2mm-4s-1

dan untuk baja A238 yang tidak dilapisi Al adalah Kp=2,56×10-6mg2mm-4s-1.

4. Hasil pengujian oksidasi menunjukan bahwa struktur oksida besi yang terbentuk pada permukaan baja A238 adalah hematite (Fe2O3) dengan struktur

oksida yang mengkerut, berlobang (porous) dan tipis terbentuk pada bagian terluar lapisan oksida, lapisan tengah adalah magnetite (Fe3O4) dan lapisan


(4)

64

oksida yang tebal adalah wustite (FeO). Adanya kandungan krom yang tinggi dapat membentuk lapisan krom oksida (Cr2O3) tepat dibawah oksida besi

antara wustite (FeO) dan magnetite (Fe3O4) sebagai lapisan pelindung untuk

baja A238 yang tidak dilapisi Al terhadap oksidasi dan difusi oksigen.

5. Sedangkan, fasa intermetalik yang terbentuk dari baja A238 yang dilapisi Al adalah dan Fe2Al5, FeAl2, dan FeAl. Pembentukan lapisan protektif Al2O3

disuplai oleh atom-atom Al dari fasa Fe2Al5dan FeAl2.

6. Lapisan protektif Al2O3 yang tipis, kompak, dan padat memberikan

perlindungan yang besar pada A238 pada temperatur 750 °C selama periode 1-49 jam.

5.2. Saran

Berdasarkan pembahasan dan hasil yang diperoleh dari pengujian, masih perlu dilakukan beberapa pemecahan masalah lebih lanjut, terkaitan dengan ketahan oksidasi suhu tinggi. Ketahan oksidasi tergantung pada suhu operasi, sehingga diperlukan pengujian lebih lanjut untuk mengetahui perubahan ketahan oksidasi sebagai fungsi suhu pada masing-masing material. Selain itu juga, pengaruh kondisi baja sebelum oksidasi sangat diperlukan untuk mengetahui perubahan ketahanan dan laju kinetika oksidasi. Pengaruh perlakuan panas dan kondisi fluida juga merupakan besaran yang menarik untuk melengkapi data pengujian lebih lanjut. Sehingga, nantinya akan didapat hasil pengujian yang menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kualitas material tahan korosi dalam temperatur tinggi.


(5)

Armanto, H. dan Daryanto, 1999.Ilmu Bahan. Jakarta, Bumi Aksara. Amstead, B.H., 1993.Teknologi Mekanik.Jakarta, Erlangga.

ASM International, 1993.ASM Handbookvol. 1:329.

Agus Solehudin, 2000. Pengaruh HCl dan H2SO4 pada ketahanan korosi baja tahan karat 301, Laporan Penelitian.

Chen S.M., And Wang C.J., 2006. The high-temperature oxidation behavior of hot-dipping Al-Si Coating on low carbon steel, Surface & Coatings Technology, vol. 200, pp. 6601-6605.

Chang, Y. Y., C. C. Tsaur, and J. C. Rock. 2006. Microstructure Studies of an Aliminide Coating on 9 Cr-1Mo Steel during High-Temperatur Oxidation.Surface Coating Technology, 200 (65): 88–93.

Dah E.N., Tsipas, M.P. Hiero,and F.J. Perez 2007. Study of Cyclic Oxidasion Resistance of Al Coated Ferritic Steels with 9 and 12% Cr. Corrosion Science, 49:3700-3865.

Dogra, 2005.Kimia Fisika. Jakarta: Universitas Indonesia.

Fontana, M.G., 1986. Corrosion Engineering, 3rd edition. McGraw-Hill Book Company, New York.

Hot-dip galvanizing Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas.

Jha R, Haworth C.W., Argent B.B. 2001, The formation of diffusion coatings on some low-alloy steels and their high temperature oxidation behaviour: Part 2. Oxidation Studies. Calphad. Vol. 25, pp. 667-689.


(6)

Pinem, M. Daud. 2005. Korosi dan Rekayasa Permukaan. Politeknik Negeri Medan, Medan. Diakses 12 Desember 2014.

Pieraggi, B.Calculations of Parabolic Reaction Rate Constants.Oxidation of Metals, Vol.27, 1987, Hal.177-185.

Sudaryatno, Sudirham & Ning Utari. 2011.“Mengenal sifat-sifat Material”.Pada eecafedotnet. files. wordpress.com/2011/08/ oksida-dan-korosi.pdf.diakses 9 maret 2012.

Trethewey KR., And Chamberlain J, 1991. KOROSI (Untuk Mahasiswa dan Rekayasawan) PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Troxell, Davis, dan Hauck. 1998. The Testing of Engineering Material. Edisi 4. Penerbit Mc Graw Hill. New York.

Townsend,1994. Surface Engineering ASM Handbook Volume 5. ASM Internasional.

Wiryosumarto, Harssono dan Okumura, T. 2004. Teknologi Pengelasan Logam. Cetakan 9 Penerbit Pradnya Paramita. Jakarta.

Wijaya, Hanief Ari. 2012. Korosi Oksidasi Pada Temperatur 700 oC Baja Aisi 1020 Yang dilapisi Aluminium Dengan Metode Celup Panas (Hot Dipping).Universitas Lampung, Lampung.

Wang, Chaur-Jeng., and Li, Ching-chi. 2009. Corrosion behavior of AISI 1025 steels with electroless nickel/aluminium coatings in NaCl-induced hot corrosion.Surface and Coating Technology. 177-178.137-43.

Wang, Chaur-Jeng., Liu, Hsiao-Hung and Cheng, Wei-Jhen. 2011. The mechanism of oxide whisker growth and hot corrosion of hot-dipped AlSi coated 430 stainless steels in air–NaCl(g) atmosphere. Applied Surface