MENGHIDUP SUBURKAN NURANI IHSAN DALAM GERAKAN

BINGKAI

MENGHIDUPSUBURKAN
NURANI IHSAN
DALAM GERAKAN
DR. H HAEDAR NASHIR, M.SI.

K

iai Haji Ahmad Dahlan selain dikenal cerdas dan
pembaru, juga sosok tokoh yang hidup hati
nuraninya. Figur yang mempraktikan jalan ihsan.
KRH Hadjid menggambarkan sosok Kiai Ahmad Dahlan di
samping mempunyai sifat dzakak cerdas akalnya untuk memahami kitab yang sukar, beliau mempunyai maziyah atau
keistimewaan dalam khauf atau rasa takut terhadap naba
al-adhim (kabar bahaya besar), yang tersebut dalam AlQuran surat An-Naba’, sehingga nampak dalam kata-katanya, pelajaran yang diberikan dan nasehat-nasehat serta
wejangan-wejangannya. Pada akhir usianya, ketika beliau
sakit nampak dalam sifat raja’, yaitu mengharap-harap
rahmat Tuhan (Hadjid, t.t., hal. 6). Sementara H Djarnawi
Hadikusuma melukiskan Kiai Dahlan sebagai berikut:
“Pandangan matanya lunak dan tenang tetapi menembus

hati siapa yang dipandangnya. Cahaya matanya
memancarkan kasih mesra dan keikhlasan yang tiada
taranya, dan sinar yang tenang menandakan kedalaman
ilmunya, terutama dalam bidang tashawuf (Hadikusuma,
t.t., hal. 5).
Tentu Kiai Dahlan meneladani sosok dan akhlak Nabi
Muhammad, yang dikenal jujur, amanah, tabligh, fatanah,
penyantun, kasih sayang, penyabar, dan segala sifat baik
atau ihsan yang menjadi ushwah hasanah dalam segala hal.
Setiap muslim, tentu dan lebih-lebih orang Muhammadiyah
yang mentafa’ulkan nama gerakannya pada Nabi akhir zaman
itu, selalu berusaha untuk meneladani kebaikan akhlak
Rasulullah. Demikian pula dengan Kiai Dahlan, sang pendiri
Muhammadiyah. Bahwa hidup dalam serba kebaikan, yang
muaranya adalah jiwa yang baik, yang memantulkan sikap,
kepribadian, dan tindakan yang baik. Jika ingin meraih
sesuatu, selalu dipertanyakan dalam hati nurani, apakah itu
baik dan bagaimana menempuh atau meraihnya dengan cara
yang juga baik. Selalu ingin meraih yang baik, dengan niat
yang baik, sekaligus cara yang baik.

Kini ribuan bahkan jutaan orang menjadi penerus gerakan
Kiai HajiAhmad Dahlan melalui Muhammadiyah, sekaligus menjadi
penerus perjuangan Nabi Muhammad dalam menegakkan dan
menjunjungtinggi Agama Islam untuk terwujudnya masyarakat
12

6 - 21 RAMADLAN 1431 H

Islam yang sebenar-benarnya. Segala tindakan dan langkah
perjuangan baik secara individu maupun kolektif harus
senantiasa dilandasi, dibingkai, diarahkan, dibimbing,
diwarnai, dan dijiwai oleh nilai-nilai ajaran Islam yang
utama. Dalam bingkai organisasi bahkan perjuangan menggerakkan Muhammadiyah tersebut harus mengacu pada
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, yang menjadi pola bagi kelakuan seluruh anggota Muhammadiyah
dalam kehidupan sehari-hari. Bahwa dalam perjuangan atau
apa pun yang dilakukan semestinya didasarkan pada nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan kepantasan sebagai lawan dari kebatilan, keburukan, dan ketidakpatutan.
Di sinilah pentingnya menghidupsuburkan nurani atau
hati nurani dalam perjuangan mewujudkan gerakan
Muhammadiyah sebagaimana jati diri sebagai Gerakan Islam,
yang fondasinya telah diletakkan oleh Kiai Haji Ahmad

Dahlan dan para generasi awal Muhammadiyah. Di samping
hal-hal yang rasional, dalam kehidupan Muslim lebih-lebih
dalam perjuangan Islam, diperlukan fondasi hati atau nurani
yang kokoh sebagai basis spiritualisasi gerakan. Bahwa
dalam perjuangan tidak sekadar diperlukan bagaimana
melakukan suatu cara yang rasional untuk mencapai tujuan,
tetapi juga diperlukan bingkai nurani atau moral bagaimana
caranya agar apa yang dilakukan itu sejalan dengan nilainilai ajaran Islam, yang melahirkan cara-cara yang juga Islami.
Tidak menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan
sebagaimana pandangan dan tindakan kaum sekuler, yang
membolehkan segala cara dilakukan demi meraih tujuan,
karena lepasnya nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan
kepatutan yang berbasis pada ajaran agama.
Dalam kehidupan modern ketika manusia terbiasa dalam
pola pikir sekularisme, bahwa nilai-nilai benar-salah, baikburuk, dan pantas-tidak pantas yang berbasis pada agama
seringkali diabaikan. Sekularisme bukan sekadar ideologi,
tetapi juga membentuk perilaku. Boleh jadi ada orang yang
anti sekularisme secara ideologis dan menjadikan agama
sebagai fondasi hidupnya, tetapi ketika melakukan tindakantindakan yang menyangkut kepentingan dirinya demi meraih
tujuan, tidak jarang melepaskan nilai-nilai benar-salah, baik-


buruk, dan pantas-tidak pantas, sehingga menghalalkan
segala cara demi meraih tujuan. Model perilaku seperti itu
merupakan bentuk sekularisme tindakan, kendati bukan
sekularisme ideologis. Karena itu dalam kehidupan modern
terjadi perang, kekerasan, invasi, penjajahan, dan sejenisnya,
sebagai tindakan yang meluas dan bahkan menjadi kebijakan
atau pilihan tanpa merasa bersalah karena lepasnya nilainilai fundamental sebagaimana diajarkan agama secara
substansial. Standar ganda pun dilakukan, yang
mencerminkan disorientasi atau kehilangan arah dalam
menentukan tindakan. Agama pun sekadar formalisme, indah
dalam tutur dan tulisan, tetapi paradoks dalam laku dan
tindakan, sehingga tidak melahirkan pencerahan jiwa,
perilaku, dan perbuatan.
Alam pikiran modern juga mengajarkan pragmatisme,
yakni orientasi mengejar kegunaan. Bahwa yang benar dan
baik itu yang serbaguna, sedangkan yang serbaguna itu
dicerminkan dalam nilai materi, kekuasaan, dan hal-hal yang
duniawi atau inderawi. Karena itu demi meraih yang
serbaguna itu maka dibolehkan segala cara dilakukan

asalkan membawa kemanfaatan secara duniawi. Jika ingin
cepat memperoleh tiket, tidak perlu antri, bila perlu
menerabas. Jika ingin meraih tujuan dan cita-cita, lakukan
segala cara. Soal alasan dan segala halnya dapat dilakukan
rasionalisasi atau pembenaran secara rasional, sehingga
yang salah pun dapat dikonstruksi seolah benar dalam
bentuk falsifikasi. Itulah model rasional instrumental, yang
selalu membenarkan setiap cara apa pun yang salah, dengan
sejumlah argumentasi yang dibangun dengan sempurna.
Karena demikian mekar pola hidup dan tindakan yang
serba nalar intrumental berbasis alam pikiran sekular dan
pragmatis, maka orang modern menurut sosiolog Max Weber
kehilangan pesona dunia. Nalar instrumentalnya hidup subur,
tetapi nalar komunal, nalar batin, dan nalar rasanya mati suri.
Pada kondisi yang demikian, manusia modern mengalami sakit
the lost of soul alias kegersangan ruhaniah. Sosoknya cerdas,
pandai, sigap, terampil, dan cekatan dalam hidup tetapi rasa
dan batinnya mati. Lama kelamaan, kata Alvin Toffler,
manusia modern seperti robot atau menjadi manusia modular
(the modular man). Apa pun dapat dilakukan oleh manusia

robot tanpa rasa dan getaran hati. Akibatnya, ketika
merusak, dayarusaknya melebihi hewan, bahkan dalam AlQur’an disebutkan bal-hum adhalun, justru lebih ganas
ketimbang binatang. Otak dan tangannya hidup luar biasa,
tetapi telinga, penciuman, rasa, dan nuraninya mati suri.
Dalam perjuangan menegakkan agama Islam tentu
menjadi sangat penting dan fundamental bingkai akhlak atau
moral atau etika, yang berbasis pada nilai-nilai Islami. Di
sinilah pentingnya menghidupkan hati nurani atau nurani,
yang memancarkan cahaya serba kebaikan dalam hidup dan
perjuangan. Bahwa apa pun yang dilakukan dalam
menggerakkan Islam melalui Muhammadiyah maupun dalam

kehidupan sehari-hari, tidak boleh lepas dari bingkai nurani
yang Islami. Nurani yang Islami akan membimbing setiap
gerak dan langkah dengan nilai-nilai kebenaran, kebaikan,
dan kepantutan. Bukan sembarang berbuat dan melangkah
kendati untuk mencapai tujuan. Bahkan untuk tujuan yang
baik pun harus dilakukan dengan niat dan cara yang baik,
tidak boleh dengan niat dan cara yang salah. Menegakkan
yang ma’ruf harus dengan cara yang ma’ruf, tidak boleh

dengan cara yang munkar. Bekerjasama pun harus dalam
kebaikan dan ketakwaan, tidak boleh dalam hal dosa dan
permusuhan. Itulah pesan nurani Al-Qur’an yang luhur.
Nurani serba baik berhulu pada ihsan dan mengalirkan
pencerahan alam pikiran, sikap, dan tindakan. Ihsan
merupakan dimensi ruhaniah yang paling fundamental dalam
Islam. Iman dan Islam merupakan satu kesatuan dengan ihsan
sebagaimana Hadits Nabi yang mu’tabar. Ihsan melahirkan
mozaik ruhaniah yang kaya, yang terpantul dalam kepribadian
dan tingkah laku Muslim. Ihsan melahirkan keshalihan pribadi
sekaligus kesalihan kolektif. Sebuah gerakan Islam seperti
halnya Muhammadiyah sungguh memerlukan energi ihsan
dalam seluruh bangunan dan jalan perjuangannya, termasuk
menjadi pakaian lahir dan batin para pelakunya. Dengan modal
ruhaniah ihsan akan lahir sikap dan perilaku yang jujur, jernih,
terpercaya, baik, pantas, dan hal-hal bajik lainnya yang
mewujud secara fitri atau autentik. Dengan jiwa ihsan tidak
akan lahir perangai yang kasar, keras, congkak, amarah, dusta,
manipulasi, kolusi, dan menghalalkan segala cara demi meraih
tujuan. Dari rahim ihsan akan lahir spiritualitas yang autentik,

yang dalam jangka panjang ditambah dengan elemen-elemen
pencerahan lainnya akan melahirkan peradaban yang utama.
Jika energi ruhaniah yang berbasis ihsan dibangkitkan
atau ditumbuhsuburkan dalam gerakan Muhammadiyah, maka memasuki abad kedua akan melahirkan pencerahan atau
tanwir secara utuh dalam gerakan Islam ini. Gerakan pencerahan bukan sekadar alfabeta jalan rasional dan praktis atau
pragmatis untuk pembebasan, pemberdayaan, dan pemajuan
yang serba lahiriah belaka. Tetapi juga menyangkut rekonstruksi ruhaniah yang melahirkan perilaku dan tindakan
yang tercerahkan sekaligus mencerahkan. Pencerahan adalah fase akil baligh dan kematangan dalam berpikir, bersikap,
dan bertindak. Dari kejumudan menuju kemajuan secara
utuh. Dari taklid menjadi kritis, yang ketika bertindak tahu
dan faham apa yang dilakukan. Dari serba ekstrem ke sikap
tengahan, dengan tetap berpijak pada prinsip. Dari sekadar
cakap kata menjadi tindakan yang nyata, yang membuahkan
kata sejalan laku. Dari kebiasaan menghalalkan segala cara
ke memilih cara yang benar, baik, dan pantas dalam perjuangan dan tindakan. Dari bodoh menjadi cerdas, baik cerdas
secara intelektual maupun moral dan sosial. Dari tertinggal
menjadi maju dalam segala hal, termasuk mulia dalam moral
dan tindakan. Pendek kata, dari serba gelap menjadi terangbenderang, takhrij min al-dhulumat ila al-nur.l
SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 95 | 16 - 31 AGUSTUS 2010


13