Proses Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Dalam Perspektif Hukum Islam

PROSES PENYEMBELIHAN HEWAN DENGAN METODE STUNNING DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S. Sy)

Riadi Barkan
NIM: 108043100022

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIKIH
FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/ 2014 M

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 08 mei 2014

Riadi Barkan

ABSTRAK

Riadi Barkan. NIM 108043100022. PROSES PENYEMBELIHAN HEWAN
DENGAN METODE STUNNING DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. Konsentrasi
Perbandingan Mazhab Fiqh, Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum, Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Tahun 1435
H/2014 M. + 59 halaman + 1 Lampiran.

Masalah utama dalam skripsi ini adalah mengenai pembahasan hukum penyembelihan
dengan cara stunning. Dimana stunning ini merupakan penyembelihan dengan cara
pemingsanan terlebih dahulu pada hewan yana akan disembelih dengan menggunakan listrik.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui apakah stunning ini sesui dengan syariat Islam.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dimana penulis tidak menggunakan
sample. Pengumpulan data dilakukan dengan metode kepustakaan dimana penulis
pengidentifikasian secara sistemis dari sumber yang berkaitan dengan objek. kemudian
penulis menganalisis dengan cara deduktif dan komperatif yakni penulis memulai dari teori
masalah penyembelihan yang bersifat umum, selanjutnya penulis kemukakan secara khusus
dengan masalah penyembelihan dengan sunning. Secara teoritis penulis melakukan
pembahasan ini dengan melihat perbandingan aspek Fiqh Islam.
Hasil ini menunjukkan bahwa penyembelihan dengan cara stunning telah sesuai
dengan syariat Islam karena hewan yang dipingsankan dapat hidup kembali, dan dengan
catatan jenis stunning tersebut tidak melukai atau menyakiti hewan yang akan disembelih.

Kata kunci

: Stunning, Ihsan, Animal Walfare.

Pembimbing


: Dr. Fuad Thahari, MA

Daftar pustaka

: tahun 1978 s.d tahun 2012

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur selalu dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, taufik, hidayah, dan inayah-Nya serta berbagai anugrah melimpah yang diberikan
kepada kita semua, khususnya penulis, sehingga penulis mampu menyelasaikan skripsi ini
dengan baik. Shalawat serta salam disampaikan pula kepada junjungan Nabi Muhammad
SAW, para keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga akhir zaman. Berkat beliau
dan para penerusnya, penulis mengenal Islam dan berusaha menjadi muslim yang baik.
Dalam proses penulisan skripsi ini, tentu saja banyak pihak yang membantu penulis.
Mulai dari guru-guru, staf perpustakaan, keluarga dan kawan-kawan penulis dan sebagainya.
Untuk itu, izinkan penulis dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak atas bantuan, motivasi, dukungan, saran, dan kritik, sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.

1. Penulis haturkan banyak terima kasih kepada dekan Fakultas Syariah dan Hukum, yaitu
bapak Dr. J.M. Muslimin MA.
2. Ketua Jurusan Perbandingan Mazhab dan fiqh bapak Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag,
beserta wakilnya bapak Fahmi M. Ahmadi M.Si, yang telah memberikan motifasi kepada
penulis dan juga tak lupa Penasehat Akademik yaitu Dr. H. Asroru Ni'am, Lc meskipun
beliau sibuk, akan tetapi masih dapat menyempatkan waktunya untuk bertatap muka,
sehingga penulis dapat berkonsultasi masalah skripsi ini.
3. Dosen pembimbing penulis yaitu Dr. Fuad Thari, MA, yang telah sabar membimbing
penulis dan memberikan banyak sekali pelajaran yang dapat penulis ambil, baik dalam
hal penulisan skripsi, isi skripsi maupun moral penulis seperti menghargai waktu,
kejujuran dan kesabaran.

4. Para guru-guru penulis yakni KH. Bunyamin, KH. Bahruddin, H. Najamuddin S.Pdi yang
telah memberikan motifasi kepada penulis agar penulis tidak menunda dalam pembuatan
skripsi ini. Alm Drs. KH. Muhammad Yunus yang sebelum wafatnya berpesan agar
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk memenuhi gelar sarjana syariah, Dan juga
DR. Sudirman Abbas yang telah memberikan bahan berupa buku-buku untuk skripsi
penulis. Serta tak lupa penulis berterima kasih kepada guru sekaligus paman penulis Ust.
Ahmad Syamwil S.Th, yang telah memberi pemahaman ketika penulis kesulitan dalam
memahami sumber bacaan untuk skripsi ini.

5. Tak lupa juga orang tua sekaligus motivasi tersendiri bagi penulis ayahanda H. Amrullah
dan ibunda Hj. Zainah, berkat air mata dan doa beliau, penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
6. Penulis berterima kasih juga kepada bapak Dr. Achmad Badawi, MM dan bapak
Muhammad Thoha yang telah menyisihkan hartanya untuk pendanaan skripsi penulis.
7. Terima kasih juga kepada Keluarga besar alm. H. Munzir dan keluarga besar alm H.
Abdurrahman.
8. Terima kasih teman seperjuangan penulis, semasa kuliah khususnya Ahmad Reza Fahlefi,
Suhendra, Asmahadi, Fauzan dan Humaidah.
9. Terima kasih kepada saudara-saudara penulis, khususnya Muhammad Ilham yang telah
menemani penulis ke perpustakaan Iman Jama untuk mngerjakan skripsi ini.
10. Para staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Iman
Jama, yang begitu banyak membantu penulis dalam mencari bahan-bahan untuk skripsi
penulis.

DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...............................................................................................................v


BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................................5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...........................................................5
D. Tinjauan Pustaka ..................................................................................6
E. Metode Penelitian ................................................................................7
F. Sistematika Penulisan ........................................................................10

BAB II

PENGERTIAN PENYEMBELIHAN
A. Pengertian Penyembelihan ................................................................11
B. Orang Yang Menyembelih ................................................................24
C. Binatang Yang Disembelih ...............................................................27
D. Alat Menyembelih .............................................................................34

BAB III


PENYEMBELIHAN HEWAN SECARA STUNNING
A. Pengertian Penyembelihan Hewan Secara Stunning .........................45
B. Pengertian Ihsan Dalam Menyembelih .............................................48

BAB IV

PANDANGAN ISLAM TENTANG PENYEMBELIHAN SECARA
STUNNING
A. Pendangan Islam Dalam Penyembelihan Secara Stunning ..............52
B. Analisis Penyembelihan Secara Stunning ........................................55

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................57
B. Saran ................................................................................................58
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Ihsan dalam Islam jelas membuktikan tentang nilai perasaan kasih sayang yang perlu
dimiliki oleh seorang muslim di mana perasaan ini memberikan pengaruh yang sangat besar
dalam pembentukan jiwa manusia.
Perlakuan yang baik terhadap hewan menjadikan mereka mampu bertindak lebih
produktif dalam memberikan keuntungan bagi manusia. Sapi perah misalnya, akan menjadi
terhenti prodiktifitas susunya jika diperlakukan secara kasar atau karena suatu hal yang
membuat sapi tersebut menjadi stress, sayangnya tidak banyak yang mengetahui bila hewan
juga mempunyai hak atas hidup yang sama seperti manusia.1
Allah SWT telah mewajibkan manusia untuk berbuat baik. Oleh karena itu, jika kita
menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik dan hendaklah menajamkan pisau
dan memberi kelapangan bagi hewan yang akan disembelih. Seseorang menyembelih hewan
untuk dimakan bersama keluarga atau untuk disedekahkan kepada fakir miskin. Dalam hal ini
Islam telah memberikan aturan dan tata cara menyembelih.2 Islam memerintahkan untuk
belaku baik dalam menyembelih, di mana alat yang digunakan harus benar-benar tajam dan
tidak menyiksa hewan sebelum disembelih dan juga harus menyebut nama Allah.3
Penyembelihan hewan harus sesuai dengan tuntunan Islam. Jika tidak, maka akan berdampak
kepada daging yang akan dikonsumsi oleh masyarakat tentang kehalalan makanan tersebut.

1


Fachruddin M. Mangunjaya, Konservasi Alam dalam Islam (Jakarta 2005, yayasan obor
Indonesia.hal. 47.
2
3

Abdul Aziz, Ensiklopedia Etika Islam, (Jakarta: Maghfirah Pustaka), hal. 681.
Yusuf Qardhawi, Halal Dan Haram, (Jakarta: Robbani Press, 2011),cet XI, h. 62.

Dalam Islam, konsep dasar makanan itu ada tiga, yaitu halal, haram, dan subhat. Halal
seperti apa yang tercantum dalam Al-Quran yang berarti dibenarkan atau dibolehkan.
Sedangkan haram adalah sesuatu yang sangat dilarang keras dan harus dihindari. Sedangkan
subhat adalah sesuatu yang dicurigai di dalamnya terdapat bagian halal dan haramnya.4
Pengolahan makanan yang dilakukan manusia dengan cara yang haram atau
mencampuradukkan dengan sesuatu yang haram maka hukumnya adalah haram, baik dalam
mengelolanya maupun memakannya.5 Proses penyembelihan sangat berpengaruh terhadap
makanan yang dihasilkan. Di sini juga diperlukan pemanfaatan teknologi dalam
penyembelihan hewan.
Ajaran Islam juga ikut mendorong dan menuntun perkembangan sains dan teknologi.
Islam mengajarkan manusia sebagai khalifah dimuka bumi untuk memikul tugas pokok

sebagai hamba Allah selalu beribadah kepada-Nya, artinya bahwa segala bentuk dan macam
hasil sains dan eksplorasi alam tetap dalam kerangka untuk mendekatkan diri dan bertakwa
kepada Allah, sehingga hasil dari seluruh penciptaan tidak kehilangan transendensinya
terhadap Tuhan.6
Namun harus juga diperhatikan bahwa IPTEK tidak selalu berdampak positif bagi
umat manusia, IPTEK berkaitan dengan pengolahan makanan juga dapat berdampak negatif
terhadap kualitas makanan tersebut.7 Hal ini untuk menciptakan makanan yang halal (jelas,
bersih, diizinkan). Istilah ini sering digunakan secara bertentangan dengan istilah haram.
Dalam penggunaan secara umum, istilah ini bermakna makanan yang disembelih dengan baik

4

Moh. Muchtar Ilyas, Islam Dan Produk Halal, (Direktorat Urusan Agama Islam Dan Pembinaan
Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, 2007).
5

Quraish Sihab, Tanya jawab Mistik, Seks, dan Ibadah, (Jakarta: Republika, 2004), cet II. h. 47.
Sairul Halim, Menguak keterpaduan Sains Teknologi Islam, (Yogyakarta: Titian Illahi Press, 1998),
Cet III, hal 72.
6


7

Kantor Menteri Negara Urusan Pangan RI, (Jakarta: 1995) hal 123.

dan disiapkan untuk orang muslim.8 Seiring perkembangan zaman berbagai kemudahan
diberikan, termasuk peralatan modern yang dapat mempermudah proses penyembelihan dan
pengolahan hewan dengan menggunakan mesin.
Penyembelihan hewan secara mekanis ini memiliki proses yang begitu panjang
hingga menjadi barang yang siap untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Salah satu prosesnya
adalah dengan metode stunning yaitu pemingsanan pada hewan yang akan disembelih dengan
menggunakan aliran listrik.
Metode stunning untuk hewan dengan skala kecil biasanya dengan cara ayam digantung
dengan kepalanya menghadap ke tanah (bukan kiblat), ayam disiram dengan air dingin dan
dialiri muatan listrik. Penyiraman air yang bermuatan listrik untuk membius memang tidak

menyebabkan kematian ayam. Akan tetapi, jika ayam dalam kondisi sakit akan menyebabkan
ayam mati sebelum disembelih. Untuk hewan ternak besar seperti sapi dan kambing, biasanya
digunakan metode penembakan atau pemukulan pada bagian kepalanya. Dengan pistol dan
peluru khusus, proses penembakan ini dilakukan pada ukuran kaliber yang berbeda-beda
sesuai dengan besar kecilnya ukuran sapi. Metode ini dikenal dengan captive bolt pistol yaitu
kepala yang ditembak dengan peluru tumpul yang menyebabkan kerusakan pada jaringan
otak, sehingga ternak akan mengalami goyah dan pingsan. Dalam keadaan pingsan inilah sapi
menjadi lebih mudah untuk dikendalikan, sapi tersebut akan jatuh dan langsung disembelih
oleh jagal.9
Berdasarkan masalah di atas penulis ingin mengetahui lebih dalam mengenai hukum
pemotongan dengan metode stunning yaitu penyembelihan pada hewan yang dipingsankan
terlebih dahulu dengan menggunakan aliran listrik yang menyebabkan tersiksanya hewan

8

Muhammad Iqbal & William Hunt, Ensiklopedi Ringkas tentang Islam, (Jakarta: Taramedia, 2003), h.

9

htpp://www.kemenag.go.id.

131.

yang akan disembelih. Apakah sesuai dengan konteks hukum Islam atau malah bertentangan
dengan hukum Islam.
Penulis tertarik untuk membahas tentang hukum proses penyembelihan secara
mekanis dengan fokus menggunakan metode stunning pada hewan yang akan potong dengan
mengambil judul “PROSES PENYEMBELIHAN HEWAN DENGAN METODE
STUNNING DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dari uraian di atas agar pembahasan ini tidak meluas dan agar pokok permasalahan
tidak melebar, pada penyembelihan secara mekanis banyak sekali macamnya dan proses
hingga menjadi daging yang siap diedarkan, namun penulis membatasinya pada pandangan
hukum Islam terhadap penyembelihan secara mekanis dengan proses stunning.
2. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Apakah penyembelihan dengan cara stunning telah memenuhi unsur ihsan terhadap hewan ?
b. Bagaimana tata cara dan ketentuan penyembelihan dengan metode stunning ?
c. Bagaimana pandangan Islam mengenai penyembelihan dengan cara stunning ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis memiliki tujuan di antaranya:
a. Untuk mengetahui konsep ihsan dalam menyembelih secara mekanis.
b. Untuk mengetahui tata cara dan ketentuannya.
c. Untuk mengetahui pandangan Islam tentang penyembelihan secara mekanis.
2. Manfaat Penelitian

Sementara manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini memberikan pemahaman
kepada masyarakat agar menggunakan alat pemotong hewan, serta menambah khazanah
keilmuan penulis.

D. Tinjauan Pustaka
Secara historis, bahwa sebelumnya sudah ada beberapa buku yang membahas masalah
mengenai pemotongan secara mekanis, yaitu :
Pertama: Buku ”Halal Dan Haram”, Penulis Dr. Yusuf Qardhawi, dalam buku ini
menjelaskan tentang makanan baik yang halal maupun yang haram dengan prosesnya sesuai
dengan syariat islam pada masa modern. Sedangkan penulis lebih fokus kepada pendapat
ulama tentang penyembelihan menggunakan alat modern dengan metode stunning.
Kedua: Buku Islam Dan Produk Halal karangan Drs. H. Moh. Muchtar Ilyas, Tahun
2007. Dalam buku ini membahas agar masyarakat harus lebih berhati-hati dalam memilih
produk yang halal dikarenakan proses yang berkembangnya zaman modern. Sedangkan
penulis lebih fokus dengan posesnya yang dilakukan secara mekanis.

E. Metode Penelitian
Untuk menghasilkan suatu karya ilmiah, perlu menggunakan pendekatan yang tepat
dan sistematis, sebagai pegangan dalam penulisan skripsi dan pengolahan data untuk
memperoleh data yang valid.
1. Jenis data

Dalam sebuah penelitian dibedakan dua jenis data, yaitu pertama yang diperoleh
langsung dari masyarakat (primary data atau basic data), kedua data yang diperoleh dari
bahan kepustakaan (secondary data).10
Dalam pembahasan skripsi ini penulis menggunakan jenis data yang kedua, yaitu data
kepustakaan yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, koran, internet, yang
menjadi insiprasi penulis, dan kumpulan fatwa MUI.
2. Sumber data
Seperti data yang telah penulis paparkan di atas, bahwa pembahasan skripsi ini
bersumber dari bahan kepustakaan (secondary data), oleh karena data yang dikaji bersumber
dari bahan-bahan kepustakaan yang terkait dengan pembahasan ini, maka sumber data
penulis adalah buku-buku fiqih, internet, kumpulan fatwa MUI dan buku-buku lain yang
mendukung pembahasan ini.

3. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh
data yang diperlukan.11Dalam pengumpulan data ini penulis berusaha mengumpulkan datadata yang berkaitan dengan menggunakan pustaka-pustaka utama.
Dari data yang terkumpul, penulis menggali keterangan tentang kriteria halal dan
haram suatu penyembelihan. Proses selanjutnya penulis berusaha mengklasifikasikan datadata tersebut, dan penulis dapat menggambarkan tentang pembahasan.
4. Teknik analisis data
Teknik analisis data meliputi upaya melihat, membaca, menganalisa, menafsirkan,
dan membandingkan bahan-bahan dokumen yang meliputi: (1) otobiografi; (2) surat-surat
10

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1986), cet. 3, h.

11

Moh. Nasir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), cet. 3, h. 211.

12.

pribadi, buku atau catatan harian (jurnal), kenang-kenangan; (3) surat kabar; (4) dokumendokumen pemerintah; (5) laporan.12 Inilah yang disebut dengan analisis data kualitatif.
Ada dua teknik yang penulis gunakan dalam menganalisis data, yaitu :
a. Metode deduktif
Metode deduktif adalah teknik analisis data yang dimulai dari teori yang bersifat umum,
selanjutnya dikemukakan kenyataan yang bersifat khusus.13 Dalam menerapkan metode
deduktif tersebut penulis memulai dari teori masalah penyembelihan dan stunning yang
bersifat umum, selanjutnya penulis kemukakan secara khusus.
b. Metode komperatif
Metode komperatif ini adalah teknik analisis data dengan membandingkan antara beberapa
sistem atau fenomena yang berbeda dengan membandingkan aspek dan diakhiri dengan
rumusan kesimpulan.14 Secara teoritis penulis melakukan pembahasan dengan melihat aspek
Fiqh Islam.
5. Cara pendekatan
Ada dua cara pendekatan yang penulis terapkan dalam membahas penelitian ini, yaitu:
15

a. Pendekatan Normatif, yaitu pendekatan terhadap suatu masalah yang menitikberatkan kepada
ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.
b. Pendekatan Tekstual, yaitu pendekatan terhadap suatu masalah yang menitikberatkan kepada
dalil-dalil.
6. Teknik Penulisan

12
13

Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000) h. 103.
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 30.

14

Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 31.

15

Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 31.

Adapun untuk teknik penulisannya, penulis memakai acuan dari buku “Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”. Yang
diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran mengenai materi yang menjadi pokok penulisan
skripsi ini dan agar memudahkan para pembaca dalam mempelajari tata urutan penulisan,
maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I, Merupakan pendahuluan, memuat latar belakang, pembahasan dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan dan sistematika penulisan.
BAB II, Pengertian penyembelihan memuat tentang definisi penyembelihan, orang
yang menyembelih, alat sembelihan, hewan yang disembelih.
BAB III, Pengertian penyembelihan secara stunning, memuat tentang definisi
penyembelihan hewan secara stunning, berperilaku ihsan terhadap hewan sembelihan.
BAB IV, Pandangan Islam tentang penyembelihan secara stunning, memuat tentang
pendapat Islam mengenai penyembelihan secara stunning dan analisis tentang proses
penyembelihan yang dibolehkan dan diharamkan.
BAB V, merupakan bab penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran.

BAB II
PENGERTIAN PENYEMBELIHAN

A. Pengertian Penyembelihan
Fiil (kata kerja) dari kata dzakaah ialah dzakkaa, yudzakkii, dzaka‟an.16 Az Zakat
asalnya at tathayyub. Misalnya kata: raihatun zakiyyatun artinya: bau yang sedap, az
zabhu dinamai dengan kata ini (Az Zakatu) karena pembolehan secara hukum syara
membuatnya menjadi thayyib (baik, harum, sedap) dan dikatakan pula az zakatu
bermakna at tatmin (Penyempurna).17 Az Zakaat bermakna az zabah atau an nahar isim
masdar dari zakiyyun.18
Ulama Hanafi dan Maliki memberi takhrif sebagai memutuskan saluran urat.
Urat-urat yang perlu diputuskan adalah sebanyak empat, yaitu: urat hulkum, urat Mari‟
dan dua urat darah di kiri dan kanan hulkum.19 Adapun pendapat ulama Syafi‟i dan
Hanbali, az zakah ialah sembelihan binatang yang mampu dikuasai dan harus dengan
memutuskan hukum dan mari‟.20
Adapun syarat-syarat penyembelihan meliputi:
1. Mengucapkan nama Allah (Basmalah)
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum mengucapkan nama Allah ketika
menyembelih, terbagi menjadi tiga pendapat: 21
a. Ada yang berpendapat fardhu (wajib) secara mutlak.
b. Pendapat lain mengatakan fardhu ketika ingat dan gugur kewajiban ketika lupa.

Abu Sari‟ Muhammad Abdul Hadi, Hukum Makanan Dan Sebelihan Dalam Pendapat Islam,
(Bandung: Trigenda Karya, 1997), h. 94.
16

17

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Penerjemah Kamaluddin, (Bandung: PT. Alma‟arif), jilid 13 h. 122.

18

Muhammad Abu Faris, Ahkamu Az Zabah Fil Islam, Maktabah Al manar, h. 34.

19

Syed Ahmad Syed Hussain, Fiqh Dan Perundangan Hukum Islam, (Malaysia: Dewan Bahasa Dan
Pustaka, 1994), h. 747.
20

Syed Ahmad Syed Hussain, Fiqh Dan Perundangan Hukum Islam, h. 748.
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid. Penerjemah Beni Sarbeni, Abdul Hadi, zuhdi, (Pustaka azam,
2006), jilid I, h. 939.
21

c. Pendapat terakhir mengatakan sunnah yang ditekankan (mu‟akad)
Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini sebagai berikut:
a. Mazhab Hanafi
Imam Ala al-din al-Samarqandi22 berkata, “Adapun syarat-syarat kehalalan
(dalam sembelihan) di antaranya adalah membaca basmalah (saat menyembelihnya).
Seandainya basmalah tersebut dengan sengaja dibaca, maka menurut mazhab kami
hukumnya tidak halal”. 23
Imam Al-Kasani24 berkata, “Adapun syarat dalam menyembelih (yang sah)
jumlahnya bermacam-macam, diantaranya adalah membaca basmalah ketika ingat
menurut mazhab kami”. Kemudian beliau menyebutkan dalilnya, pendapat kami ini
berdasarkan firman Allah SWT:

             
)

: / ‫ (اانعا‬       

Artinya : Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama
Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah
suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya
agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu
tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. (Al-An‟am 6:121)
Dari ayat tersebut ada dua hal yang dijadikan dalil yaitu:25

Beliau adalah Muhammad bin Ahmad bin Abu Ahmad, Abu Bakar „Ala Al-Din Al-Samarqandi.
Beliau merupakan seorang pakar dari kalangan tokoh ulama Hanafiyyah. Beliau bermukim di Halb dan
namanya melambung lewat bukunya Tuhfah al-Fuqa. Di samping itu, beliau juga memiliki kitab-kitab lainnya,
seperti al-Ushul. Beliau meninggal pada tahun 450 H. lihat al-Zirikli, juz V, h. 317.
22

23

Ali Mustofa Yaqub, Kriteria Halal Haram Untuk Pangan, Obat dan Kosmetika Meurut Al-Quran
Dan Hadits, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 2009), h. 314.
24

Beliau adalah 'Ala 'al-Din Abu Bakar bin Mas'ud bin Ahmad al-Kasani al-Hanafi yang dijuluki malik
al-Ulama (rajanya para ulama). Namanya dinisbatkan pada Kasan, sebuah kota di negeri Turkistan, di belakang
sungai Sihun, belakang Syasy Beliau belajar fiqih kepada Imam Abu Bakar al-Samarqandi dan membaca
sebagian besar karyanya di hadapannya. Beliau meningga di Halb pada tahun 578 H. lihat „Umar Ridha
Kahalah, Mujam al-M‟allifin, Juz III, hal 75-76, dan al-Taqy al-Ghazi, al-Thabaqat al-Saniyyah Fi Tarajim alHanafiyyah, juz I, h. 148.
25
Ali Mustofa Yaqub, Kriteria Halal Haram Untuk Pangan, Obat dan Kosmetika Meurut Al-Quran
Dan Hadits, h. 314.

Pertama: Larangan yang mutlak di atas menunjukkan haramnya objek
perbuatan yang dilarang.
Kedua: Allah menyebut perbuatan mengonsumsi hewan yang tidak disebut
nama Allah (ketika disembelih) sebagai suatu kefasikan.
Kemudian Imam Al-Kasani berkata, “Kami mendapatkan sebuah riwayat dari
Rasyid bahwa Nabi saw bersabda:

َ َ‫ك‬
ََ ِ‫الصيَ َُدََ َك َذ َال‬
َ ‫سلَِ َمَ ََما َلَيََتََ ََع َم َدَََو‬
َ ُ‫ل ٌلََََوَاِنََلَََي‬
ََ ‫َذبَِيَ َحَ َةَُالَ ُمَسَلَِ َِمَ ََح‬

Artinya : Sembelihlahan orang muslim adalah halal meskipun ia tidak menyebut
nama Allah (ketika menyembelihnya), selagi ia tidak sengaja (meninggalkannya),
demikian pula hewan buruan.26
Karenanya, para ulama Hanafiyyah berpendapat bahwa apabila tidak
membaca basmalah dengan sengaja ketika menyembelih, maka sembelihannya tidak
halal. Jika tidak membaca basmalah itu karena lupa, maka sembelihannya halal.
Karena makna ayat al-Quran di atas tidak mencakup sembelihan yang tidak dibacakan
basmalah.27

Al-Kasani berkata, “Adapun ayat Al-Quran tersebut yang tidak mencakup
sembelihan yang tidak dibacakan basmalah, maka hal itu karena dua hal:
Pertama, Allah berfirman, ‫“ انه لفسق‬sesungguhnya perbuatan tersebut adalah
suatu kefasikan”. Yaitu tidak membaca basmalah saat menyembelih adalah suatu
kefasikan. Apabila tidak membaca basmalah itu karena lupa, maka hal itu bukanlah
suatu kefasikan. Begitu pula setiap kali lupa membaca basmalah, maka tidak disebut
suatu kefasikan, karena hal ini merupakan masalah ijtihadiyyah

(hukum yang

ditetapkan oleh hasil ijtihad). Adanya perbedaan pendapat di antara sahabat dalam hal
lihat kitab bughyah al-Bahits„an zawa„id musnad al-Harits karya al- Harits bin Abu Usamah, juz 1,
hal 478. Hadis ini diriwayatkan oleh Harits bin Abu Usamah, dalam hadits ini dha„if karena di dalam sanadnya
terdapat rawi bernama al-Ahwash bin hakim. Ia adalah seorang yang dha‟if maka haditsnya tidak dapat
dijadikan hujjah dalam syariat Islam.
27
Ali Mustofa Yaqub, Kriteria Halal Haram Untuk Pangan, Obat dan Kosmetika Meurut Al-Quran
Dan Hadits, h. 314.
26

ini, menunjukan bahwa yang dimaksud dengan ayat al-Quran di atas tidak membaca
basmalah dengan sengaja, bukanlah karena lupa. 28
Kedua, seorang yang lupa (membaca basmalah) tidak disebut meninggalkan
membaca basmalah, melainkan ia tetap menyebut nama Allah (berzikir), karena zikir
dapat dilakukan dengan lisan maupun dengan hati. Allah Swt berfirman:

             
              
) ١: ١ ‫ (الك ف‬    
Artinya : Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru
Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah
kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini;
dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari
mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati
batas. (Al-Kahfi 18:28)
Seseorang yang lupa dalam menyebut nama Allah, maka sembelihannya tetap
boleh dimakan. Karena pada dasarnya ia telah berzikir di dalam hatinya, hal ini
berdasarkan riwayat dari Ibn Abbas ra bahwa beliau ditanya tentang seorang pria yang
menyembelih tetapi lupa untuk menyebut nama Allah ketika menyembelih. Maka
beliau menjawab: “Nama Allah Swt selalu ada di hati setiap muslim, maka hendaklah
ia makan (sembelihannya)”.29
b. Mazhab Maliki
Imam Sahnun30 berkata kepada Imam Ibn al-Qasim,31 “Aku bertanya :

28

Ali Mustofa Yaqub, Kriteria Halal Haram Untuk Pangan, Obat dan Kosmetika Meurut Al-Quran
Dan Hadits, h. 315.
29
Ali Mustofa Yaqub, Kriteria Halal Haram Untuk Pangan, Obat dan Kosmetika Meurut Al-Quran
Dan Hadits, h. 316.
30

Beliau adalah 'Abd al-Salam bin Sa'id bin Habib al-Tanuhi, diberi gelar Sahnun. Beliau seorang
Qadhi yang ahli fiqih. Pengaruh keilmuannya tersebar di wilayah Barat Beliau adalah seorang zahid yang tidak
mengharapkan jabatan dalam ceramahnya. Asalnya dari Syam, di wilayah Himsha. Beliau lahir di Qairawan
pada tahun 160 H. Beliau menjabat Qadhi sejak tahun 234 H sampai meninggal dunia pada tahun 240 H.
Riwayat-riwayat Hadisnya banyak sekali. Beliau meriwayatkan al-Mudawanah tentang masalah-masalah furu'
madzhab Maliki, dari 'Abdurrahman bin Qisim, dari Imam Malik. Lihat al-Zirikli, juz VI, h. 5.

Bagaimana bacaan basmaalah ketika menyembelih menurut Malik ? beliau menjawab
bahwa Imam Malik32 berkata, “Bismillahi Wallahu Akbar” aku bertanya : “Apakah
Imam Malik memakruhkan membaca salawat terhadap rasulullah setelah membaca
basmalah, atau membaca Muhammad Rasulullah setelah membaca basmalah ketika
menyembelih ? Beliau menjawaab “Aku belum pernah mendengar dari Imam Malik
sedikitpun tentang itu”, dalam hal menyembelih tidak disebut kecuali nama Allah
saja.33
Imam Al-Baji34 menuturkan bahwa Imam Malik meriwayatkan dari Hisyam
bin Urwah dari ayahnya, beliau berkata:

َِ‫ال َعَلَيَ َِ َ َو َسلَ َم َف‬
ِ َ‫َالِ َاَِنَ ََناس‬
ِ‫ال‬
َِ‫َسئ‬
َ‫اَمَنَ َاَ َِل َ َالبََ ِادَيَََِة‬
َ ‫اَر ُس َل‬
‫َي‬:
‫ل‬
َ
‫ل‬
‫ي‬
‫ق‬
َ
َ
‫ل‬
َ
َ
‫ص‬
َ
َ
َ
َ
‫ول‬
‫س‬
َ
‫ر‬
َ
َ
َ
‫ل‬
ُ
َ
َ
ُ
ُ
َ
َ
ً
َ
ُ
َ
ََ ُ
َ َ َ
َ َ ‫سموا‬
ََ َ َ‫ان ََلَنََدََِري َ َ ل‬
ٍَ َ‫ح َم‬
َ ُ‫َيَأَتَُ َونَََاََبَِل‬
َ َ ‫ول‬
َُ ‫ال َََر َُس‬
ََ ‫الِ َ َعََليَ ََهاَاََمَ َََل َ َفَ َق‬
ََِ‫صلَ َالََُ ََعلََي‬
ََ َ ِ‫ال‬
َ َ‫سموا‬
َ َ‫الَِ ََعلَيَ ََهاَ ُثََ َُكَلُوََا‬
ََ َ‫ََو ََسلَ ََم‬
Artinya : “Rasulullah SAW ditanya tentang sesuatu : “yaitu wahai Rasulullah SAW,
sesungguhnya sekelomok orang badui memberikan kami daging, sementara kami
tidak mengetahui apakah mereka menyebut nama Allah atasnya atau tidak ? lalu
beliau bersabda : “sebutlah nama Allah lah kalian atasnya, kemdian makanlah”. 35

Kemudian Al-Baji mengomentari perkataan penanya di atas, “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya penduduk pedalaman datang dengan membawa daging
31

Beliau adalah Abdurrahman bin al-Qasim bin Khalid bin Junadah al-'Itqi al-Mishri Gelarnya adalah
Abu 'Abdillah tetapi lebih populer dengan sebutan Ibn al-Qasim. Beliau seorang ahli fiqih yang zuhud dan
pandai. Beliau belajar ilmu agama kepada Imam Malik dan seiring berdiskusi dengannya. Beliau lahir di Mesir
pada tahun 132 H. Kitabnya yang berjudul al-Mudawwanah al-Kubra sebanyak 16 juz. Kitabnya ini sekaligus
menjadi referensi terbesar dalam Madzhab Maliki. 'Beliau meriwayatkan hadis dari Imam Malik pada tahun 191
H, beliau meninggal di Mesir. Lihat al-Zirikli, juz III, h. 323.
32
Beliau adalah Malik bin Anas bin Malik al-Ashbahi al-Himyari, dengan gelar Abu 'Abdillah, seorang
Imam Madinah dan termasuk salah seorang Imam madzhab yang empat. Sebutan al-Malikiyyah dinisbatkan
kepada namanya. Beliau lahir di Madinah pada tahun 93 H. Beliau konsentrasi dalam menjalankan agamanya,
jauh dari pengaruh para amir dan raja. Beliau meninggal di Madinah pada tahun 179 H.
33
Ali Mustofa Yaqub, Kriteria Halal Haram Untuk Pangan, Obat dan Kosmetika Meurut Al-Quran
Dan Hadits, h.316.
34
Beliau adalah Sulaiman bin Khalaf bin Sa'ad al-Tajibi al-Qurthubi, Abu al-Walid al-Baji. Beliau
adalah ulama fiqih senior dari kalangan Malikiyyah. Beliau termasuk perawi Hadis. Asalnya dari Batlius. Beliau
lahir di Bajah Andalusia pada tahun 403 H. Beliau mengembara ke Hijaz pada tahun 426 H dan menetap di sana
selama tiga tahun. Beliau bermukim di Baghdad selama tiga tahun, di Mosul selama satu tahun, dan beberapa
saat di Damaskus dan Halb. Kemudian beliau kembali ke Andalusia dan menjabat sebagai Qadhi. Beliau
meninggal di Almeria pada tahun 474 H. Lihat al-Zirikli, juz III, h. 125.
35
Imam Malik, Al muatha, Dar Ehia Al Tourath al Arabi, Beirut, (lebanon: 2003), hadis no 493, h.
310.

sementara kami tidak mengetahui apakah mereka menyebut nama Allah atasnya atau
tidak ? “Bahwa ketetapan Rasulullah Saw terhadap mereka dalam menanggapi dan
menjawab pertanyaan orang tersebut menjadi dalil atas urgensi membaca basmalah
ketika menyembelih. Seandainya membaca basmalah tidak memiliki konsekuensi

‫ س ا ا ل‬,‫ن التس ية‬

‫(س اء ا ع يك‬hukum, tentu Rasulullah akan menjawabnya,

“Kalian tidak perlu membaca basmalah (ketika menyembelih), baik membaca )‫تس ا‬
basmalah ataupun tidak adalah sama saja”.36 Ibn Qasim meriwayatkan dari Imam
Malik dalam kitab al-mudawwanah tentang orang yang dengan sengaja tidak
membaca basmalah ketika menyembelih, beliau berkata: “Sembelihnya jangan kamu
makan. Tetapi jika ia tidak membacanya karena lupa, maka kamu boleh memakannya.

c. Mazhab Syafi’i
Imam Syafi‟i37 berkata, “Dan membaca atas sembelihan. Jika ada zikir
tambahan, maka itu lebih baik. Aku tidak memakruhkan adanya penambahan beserta
bacaan basmalah ketika menyembelih, berupa bacaan shalawat (Shalla Allah Ala
Rasulillah), bahkan aku menyukai hal itu dilakukannya. Aku menyukai seseorang
memperbanyak bacaan salawat kepada nabi Saw dalam setiap keadaan, karena zikir
kepada Allah Swt dan bacaan shalawat kepada nabinya merupakan bentuk iman dan
ibadah kepada Allah, yang insya Allah orang yang melakukannya akan mendapatkan
pahala”.38

36

Ali Mustofa Yaqub, Kriteria Halal Haram Untuk Pangan, Obat dan Kosmetika Meurut Al-Quran
Dan Hadits, h. 317.
37
Beliau adalah Abu 'Abdillah Muhammad bin Idris bin al-'Abbas bin 'Utsman bin Syafi' bin al-Sa'ib
bin 'Abd Yazid bin Hisyam bin al-Muthallib bin 'Abd Manaf al-Qurasyi al-Muthallibi al-Maliki. Beliau lahir di
Gaza pada tahun 150 H. Pada usia dua tahun, beliau dibawa pindah ke Makkah. Istilah al-Syafi'iyyah
dinisbatkan kepada namanya. Karya-karyanya antara lain adalah al-Umm, al-Risdlah, dan lain sebagainya.
Beliau meninggal dunia pada akhir Rajab 204 H. lihat al-Suyuthi, Thabaqah al-Hufazh, h.153.
38

Ali Mustofa Yaqub, Kriteria Halal Haram Untuk Pangan, Obat dan Kosmetika Meurut Al-Quran
Dan Hadits, h. 317.

Tampaknya Imam Syafi‟i tak sependapat dengan Imam Malik, di mana Imam
Malik Memakruhkan bacaan shalawat kepada Nabi Saw beserta bacaan basmalah saat
penyembelihan. Bahkan Imam Malik memprotes sebagian perkataan orang ketika
menyembelih, (‫نك اليك‬

‫“ )ال‬Ya Allah, sembelihan ini dari padaMu dan ia kembali

kepadaMu”. Imam Syafi‟i menambahkan bantahannya atas pendapat Imam Malik,
seraya

berkata.

“Kami

tidak

mengetahui

seorang

muslim

dan

tidak

mengkhawatirkannya ia bersalawat kepada Nabi Saw kecuali hal itu menunjukan
keimanan kepada Allah. Aku merasa khawatir bahwa setan akan merasuki pemikiran
sebagian orang-orang bodoh yang melarang menyebut nama Rasulullah Saw ketika
menyembelih hewan, untuk mencegah mereka bershalawat kepada beliau”.39
Imam

Nawawi

berkata,

“Dianjurkan

menyebut

nama

Allah

ketika

menyembelih dan ketika melepaskan anjing pemburu atau panah yang diarahkan pada
hewan buruan. Seandainya tidak membaca basmalah karena sengaja atau lupa, maka
sembelihnya atau buruannya tetap halal”.40
d. Mazhab Hanbali
Imam Ibn Qudamah41 berkata, ”Syarat yang ketiga diantara syarat
menyembelih adalah menyebut nama Allah”. Hal ini berdasarkan firman Allah:

39

Ali Mustofa Yaqub, Kriteria Halal Haram Untuk Pangan, Obat dan Kosmetika Meurut Al-Quran
Dan Hadits, h. 317.
40
Ali Mustofa Yaqub, Kriteria Halal Haram Untuk Pangan, Obat dan Kosmetika Meurut Al-Quran
Dan Hadits, h. 318.
41

Beliau adalah 'Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah bin Miqdam bin Nashr bin
'Abdullah al-Maqdisi, kemudian al-Dimasyqi. Beliau seorang ahli fiqih yang shalih, imam yang zahid, Syeikh
al-Islam, salah seorang tokoh dunia, bergelar Muwaffaq al-Din Abu Muhammad. Beliau lahir di Jamail pada
bulan Sya'ban 541 H. Ketika berusia 20 tahun, beliau bersama keluarganya datang di Damaskus. Beliau
mempelajari al-Qur'an di sana dan sibuk menghafal kitab Mukhtashar al-Khiraqi. Beliau belajar dari ayahnya.
Kemudian beliau bersama sepupunya, yaitu al-Hafizh 'Abd al-Ghani, pindah ke Baghdad pada tahun 561 H. Di
Baghdad ini, beliau mendapat pelajaran agama dari banyak para ulama. Beliau memiliki banyak karya tulis, di
antaranya al-Mughni fi Syarh al-Khiraqi. Tebal kitab ini mencapai 10 jilid, mengulas masalah dalam madzhab
Hanbali. Pembahasannya begitu baik dan lengkap. Kitab lainnya adalah al-Muqni' sebanyak dua jilid. Beliau
meninggal di Damaskus pada tahun 620 H. Lihat: Ibn Rajab al-Hanbali, Dzail Thabaqat al-Hanabilah, juz 1, h.
237.

             
)

: / ‫ (اانعا‬        

Artinya : Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama
Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah
suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya
agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu
tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. (Al-An‟am 6:121)
Apabila tidak membaca basmalah dengan sengaja, maka sembelihannya tidak
halal. Apabila tidak membacanya karena lupa, maka sembelihannya halal. Hal ini
berdasarkan riwayat Rasyid bin Sa‟ad bahwa Rasulullah bersabda :

َ‫ك‬
ََ ِ‫الصيَ َُدََ َك َذ َال‬
َ ‫سلَِ َمَ ََما َلَيََتََ ََع َم َدَََو‬
َ ُ‫ل ٌلََََوَاِنََلَََي‬
ََ ‫ذَبَِيَ َحَ َةَُالَ ُمَسَلَِ َِمَ ََح‬
Artinya : Sembelihlahan orang muslim adalah halal meskipun ia tidak menyebut
nama Allah (ketika menyembelihnya), selagi ia tidak sengaja (meninggalkannya),
demikian pula hewan buruan.42
Riwayat

kedua

menyatakan

bahwa

tidak

membaca

basmalah

saat

menyembelih, baik sengaja maupun lupa adalah boleh. Hal ini berdasarkan sebuah
riwayat bahhwa para sahabat Nabi Saw memberikan kemurahan untuk memakan
hewan yang desembelih tanpa menyebut nama Allah.

َ‫ال‬
ََ ‫َفَ َق‬,َ‫ىَالَُ َعَلَيَ ََِ ََو َسَلَ ََم‬
َ َ‫َصل‬
ََ ‫ب‬
َ َِ‫لَال‬
ََ ِ‫اءََََر َُج ٌلَََا‬
َ ‫َج‬:
ََ َ‫ال‬
ََ َ‫الَُ َعََ ََُق‬
َ َ‫ض ََي‬
َِ ‫ََعنََاََِبََ َََُريَََرةََََر‬
ََ‫الِ َ َعَلَىَ َُكل‬
َ َ ‫َاَِسَ َُم‬:‫ال‬
ََ ‫ََق‬.‫سمَ ََى‬
ََ َُ‫سىََاَنَ َي‬
ََ َََ‫ت َ َالر َُج ََل ََيَ َذَبَ ُحَ َ ََوي‬
ََ َ‫ََاَََرَاَي‬,َ ِ‫ال‬
َ َ ‫ول‬
ََ ‫اَر َُس‬
َ
ََ َ‫َي‬:
َ ‫سلَِ ٍَم‬
َ ‫َُم‬
Artinya : Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Bahwa ada orang datang dan bertanya
kepada Nabi Saw. “Wahai Rasulullah”, kata orang itu, “Bahwa menurut anda
tentang seseorang yang menyebelih hewan, tetapi lupa membaca basmalah”. Nabi
Saw menjawab, ”Nama Allah ada pada setiap muslim43 (HR. Al Baihaqi).

Lihat kitab bughyah al-Bahits„an zawa„id musnad al-Harits karya al Harits bin abu usamah, juz 1,
hal 478. Hadis ini diriwayatkan oleh harits bin abu usamah, dalam hadits ini dha„if karena di dalam sanadnya
terdapat rawi bernama al-Ahwash bin hakim. Ia adalah seorang yang dha‟if maka haditsnya tidak dapat
dijadikan hujjah dalam syariat Islam.
43
Lihat Al-sunan al-Kubra, karya Al-Baihaqi jilid IX, hal 402; sunan al-Daruquthni, juz IV, h. 295.
42

Imam Ibn Muflih44 memberikan alasan riwayat ini. Beliau berkata, “Apabila
membaca basmalah itu disyaratkan, maka sembelihan yang dilakukan dengan
keraguan ketika membacanya hukumnya tidak halal. Sebab, keraguan dalam syarat
merupakan keraguan dalam perbuatan yang disyaratkan itu. Padahal sembelihan yang
dilakukan dengan keraguan dalam membaca basmalah adalah halal, dengan dalil
bahwa sembelihan ahli kitab itu halal, padahal kenyataannya mereka tidak membaca
basmalah”.45
Riwayat ketiga dari Imam Ahmad adalah tidak boleh meninggalkan bacaan
basmalah, baik ketika dengan sengaja meupun kerena lupa. Hal ini berdaasarkan
firman Allah Swt:

)

: / ‫……(اانعا‬.       

Artinya : Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama
Allah ketika menyembelih. (Al-An‟am 6:121)
Karena apabila sesuatu itu dijadikan syarat, maka sesuatu itu tidak boleh
ditinggalkan dengan alasan lupa, seperti wudhu sebagai syarat sahnya shalat.
Riwayat yang ke empat dari Imam Ahmad mengatakan bahwa membaca
basmalah merupakan syarat yang dikhususkan untuk orang muslim. Ada juga riwayat
sebaliknya bahwa membaca basmalah hanya khusus untuk ahli kitab karena didalam
diri orang muslim terdapat nama Allah.46

44

Beliau adalah Imam Al-Alim Al-Alamah Al-Hammam Syaikhul Islam Al-Faqih Al-Muhaddits
Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Muflih bin Muhammad bin Mufarraj Ar Raimani Ad Damasqi Al
Hanbali, beliau dilahirkan pada tahun 707 H. Dan wafat pada tahun 763 H. Beliau lebih dikenal dengan nama
Ibnu Muflih, salah satu guru beliau adalah Ibnu Taimiyah. Bahkan Imam Ibnu Qayyim suka bertanya dan
berknsultasi kepada Ibnu Muflih. Beliau juga meriwayatkan Hadits dari Al-Hafidz Abul Hajjaj Al-Mizzi dan AlHafiz Adz-Dzahabi.
45

Ali Mustofa Yaqub, Kriteria Halal Haram Untuk Pangan, Obat dan Kosmetika Meurut Al-Quran
Dan Hadits, h. 319.
46
Ali Mustofa Yaqub, Kriteria Halal Haram Untuk Pangan, Obat dan Kosmetika Meurut Al-Quran
Dan Hadits, h. 320.

2. Penyembelihan hewan tersebut bisa dikuasai dengan memotong hulqun dan mar‟i
sekiranya kehidupan hewan itu masih hayyatu mustaqirrah dengan menggunakan sesuatu
yang melukai yang bukan kuku dan tulang.
Tentang

spesifikasi

penyembelihan,

para

ulama

telah

sepakat

bahwa

penyembelihan yang dapat menjadikan halal hewan sembelihan adalah yang dapat
memutuskan dua urat leher tenggorokan dan kerongkongan, mereka berbeda pendapat
dalam beberapa hal:47
Tentang jumlah bagian yang terpotong dan kadarnya :
a. Pendapat yang masyhur dari mazhab Imam Malik dalam hal ini adalah wajib
terputusnya dua urat leher dan tenggorokannya, kurang dari itu tidak sah.
b. Pendapat lainnya mengatakan harus ke empat-empatnya.
c. Yang lain berpendapat cukup dua urat leher saja.
Tidak ada perbedaan pendapat dalam mazhab Imam Malik tentang disyaratkan
terputusnya dua urat leher, yaitu harus terpenuhi keduanya. Adapun tentang syarat
terputusnya tenggorokan terdapat perbedaan pendapat:48
a. Menurut pendapat yang mewajibkannya, ada yang mengatakan seluruhnya, dan yang
lain mengatakan sebagian besarnya saja.
b. Sedangkan Abu Hanifah berpendapat yang wajib dalam penyembelihan adalah
terputusnya tiga dari empat bagian tanpa ditentukan: dua urat leher dan tenggorokan,
atau tenggorokan, kerongkongan dan tenggorokan, atau kerongkongan dan dua urat
leher.
c. Imam Syafi‟i berpendapat yang wajib adalah terputusnya kerongkongan dan
tenggorokan saja.

47
48

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, h. 933.
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, h. 934.

Sebab perbedaan pendapat karena tidak disebutkannya syarat yang ditetapkan
berdasarkan nash, hanya ada hadits yang membicarakan hal ini: pertama mengandung
khabar adanya mengalirkan darah saja, kedua mengandung khabar tentang tentang
memutuskan dua urat leher bersamaan dengan mengalirkan darah.49
Bahwa perbedaan pendapat didasari pada sabda Rasulullah SAW:

ََِ‫ول َالل‬
ََ ‫ال َيَا َ َر ُس‬
ََ َ‫اع َة َ َع َن َ َجدَِ َأَن َُ َق‬
ٍَ ‫يد َب ِنَ َ َمسُر‬
َِ ِ‫َعنَ َ ُشعبََة َ َعنَ َ َسع‬
َ َ‫وق َ َعنَ َ َعبَايََة َب َِن َ ِرف‬
َ )‫الَ َماَأَن َهََرَالد ََمَ َوذُكََِرَاس َُمَاللََِفَ ُك َلَ(روا َالبخاري‬
ََ ‫سَلََاَ ُم ًدىَفَ َق‬
ََ ‫لَي‬
Artinya: Dari Syu'bah dari Sa'id bin Masruq dari Abayah bin Rifa'ah dari Kakeknya
bahwa ia berkata, "Wahai Rasulullah, kami tidak memiliki pisau tajam?" beliau pun
bersabda: "Apa saja yang dapat mengalirkan darah dan disebutkan nama Allah atasnya,
maka makanlah”. 50 (HR. Bukhari)

B. Orang Yang Menyembelih
Dalam sara‟, masalah ini terbagi menjadi tiga kelompok: 51
1. Kelompok yang disepakati oleh para ulama kebolehannya melakukan penyembelihan.
2. Kelompok yang diperselisihkan oleh para ulama tidak bolehnya mereka melakukan
penyembelihan.
3. Kelompok yang diperselisihkan kebolehannya untuk melakukan penyembelihan.
Adapun kelompok yang disepakati oleh para ulama kebolehannya untuk
melakukan penyembelihan adalah mereka yang memenuhi lima syarat berikut:52
1. Islam
2. Laki-laki
3. Baligh

49

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, h. 934.
Lihat shohih al Bukhari, pada Bab: Penyembelihan dan perburuan, No. Hadist : 5074. Shohih
Muslim, pada bab: Hewan kurban, No. Hadist : 3638. Ibnu Majah, pada bab: Sembelihan No. Hadist: 3169.
50

51

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, jilid I, h. 944.

52

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, jilid I, h. 944.

4. Berakal
5. Tidak meninggalkan shalat
Sementara kelompok yang disepati oleh para ulama tidak bolehnya untuk
melakukan penyembelihan adalah orang-orang musyrik para penyembah berhala,
berdasarkan firman Allah:

) : / ‫…(ال ائ ة‬.           
Artinya : Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan)
yang disembelih atas nama selain Allah. (Al-Maidah 5:3)
Adapun kelompok yang diperselisihkan kebolehannya untuk melakukan
penyembelihan sangat banyak sekali, akan tetapi yang masyhur adalah sepuluh kelompok
:53
1. Ahlul kitab
2. Majusi
3. Kaum saba‟
4. Wanita
5. Anak-anak
6. Orang gila
7. Orang mabuk
8. Yang melalaikan shalat
9. Pencuri
10. Perampok
Tentang ahlul kitab para ulama sepakat atas bolehnya memakan sembelihan
mereka berdasarkan firman Allah yang berbunyi:

53

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, h. 945.

              
           
 

            
) : /‫ (ال ائ ة‬   