Gambaran Penatalaksanaan Trauma Toraks Di RSUP H. Adam Malik Medan

(1)

GAMBARAN PENATALAKSANAAN TRAUMA TORAKS DI

RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

T E S I S

OLEH:

dr. M ZUHRI NANDA RIZKI LUBIS NIM : 117102007

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Mencapai Magister Kedokteran Surgery

Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Judul : GAMBARAN PENATALAKSANAAN TRAUMA TORAKS DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Nama PPDS : dr. M Zuhri Nanda Rizki Lubis Nomor CHS : 20938

NIM : 117102007

Bidang Ilmu : Kedokteran/ Ilmu Bedah Kategori : Bedah Toraks Kardiovaskular

Penelitian Ini Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh Pembimbing I Pembimbing II

(dr. Doddy Prabisma Pohan SpBTKV) (dr. Marshal SpB, SpBTKV (K) NIP: 197511132005011004 NIP: 196103161986111001

)

Ketua Departemen Ilmu Bedah, Ketua Program Studi Ilmu Bedah,

(dr. Emir T Pasaribu, SpB (K) Onk) (dr. Marshal, SpB. SpB TKV NIP: 195203041980021001 NIP: 196103161986111001 )


(3)

SURAT KETERANGAN

Sudah diperiksa Penelitian

JUDUL : GAMBARAN PENATALAKSAAN TRAUMA

TORAKS DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PENELITI : dr. M Zuhri Nanda Rizki Lubis

NIM : 117102007 DEPARTEMEN : ILMU BEDAH

INSTITUSI : FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA

MEDAN, JANUARI 2015

KONSULTAN METODOLOGI PENELITIAN FAKULTAS KEDOKTERAN USU

NIP. 195112021979021001


(4)

PERNYATAAN

GAMBARAN PENATALAKSANAAN TRAUMA TORAKS DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2015


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis haturkan, atas berkat segala rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis Magister ini yang merupakan salah satu persyaratan tugas akhir untuk memperoleh gelar Magister kedokteran bidang Ilmu Bedah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Shalawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW.

Dengan selesainya penulisan tesis ini, perkenankanlah penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Kedua orang tua, ayahanda Ir. H. Sayuti Lubis dan ibunda Hj. Rosyidah Iramawaty Nst, BSc An, SKM, mertua ayahanda DR. A. Ridwan Siregar, M.Lib dan ibunda dr. Rumondamg Pulungan, M.Kes, terima kasih yang sedalam-dalamnya dan setulus-tulusnya, yang telah membesarkan dan mendidik penulis sejak kecil dengan penuh kesabaran, kasih sayang dan perhatian, dengan diiringi doa dan dorongan yang tiada hentinya sepanjang waktu, memberikan contoh yang sangat berharga dalam menghargai dan menjalani kehidupan.

2. Terima kasih yang tak terkira kepada istriku tercinta dr. Rizqi Arini Siregar atas segala pengorbanan, pengertian, dukungan semangat, kesabaran dan kesetiaan dalam segala suka duka mendampingi saya selama menjalani masa pendidikan yang panjang ini.

3. Kepada kakak, abang, Utama Ladunni Lubis,SKM, MARS dan Olfi Anwari, SE, MM, Niswani Sri Mesrawati Lubis, ST, dan Yahya Fauzie, SP, MSi, dr. Lestari Ramora Lubis dan dr. Ade Winata, SpAN, KIC. Adik adik, dr. Habib Fauzi Siregar, Alfi Hasanah Siregar, dan seluruh keluarga besar, penulis mengucapkan terima kasih atas pengertian dan dukungan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan.


(6)

4. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

5. Ketua Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dr. Emir T Pasaribu, SpB (K) Onk dan Sekretaris Departemen, dr. Erjan Fikri, SpB,SpBA. Ketua Program Studi Ilmu Bedah, dr. Marshal SpB,SpBTKV (K) dan Sekretaris Program Studi Ilmu Bedah, dr. Asrul S, SpB-KBD, yang telah bersedia menerima, mendidik dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran selama penulis menjalani pendidikan.

6. dr. Doddy Prabisma Pohan SpBTKV pembimbing penelitian saya, terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya yang dapat penulis sampaikan, yang telah membimbing, mendidik, membuka wawasan penulis, senantiasa memberikan dorongan dan motivasi yang tiada hentinya dengan penuh bijaksana dan tulus ikhlas disepanjang waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

7. Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada guru-guru saya : Prof. Bachtiar Surya, SpB-KBD, Prof. Dr. Abd. Gofar

Sastrodiningrat, SpBS(K), Prof. Adril A. Hakim, SpS, SpBS(K), Prof. Nazar Moesbar, SpB,SpOT, Prof. Hafas Hanafiah, SpB,SpOT, Alm.Prof Usul Sinaga, SpB, Alm.Prof Buchari Kasim, SpBP, dr. Asmui Yosodihardjo, SpB,SpBA, dr. Syahbuddin Harahap, SpB, dr. Harry Soejatmiko, SpB,SpBTKV, dr. Liberty Sirait SpB-KBD, dr. Budi Irwan, SpB-KBD, dr. Adi Muradi, SpB-KBD, dr. Djeni Bijantoro, SpB-SpBA, dr. Mahyono, SpB-SpBA, dr. Iqbal P. Nst, SpBA, dr. Suyatno SpB(K)Onk, dr. Kamal Basri Siregar, SpB(K) Onk, dr. Albiner Simarmata, SpB(K) Onk, dr. Edy Sutrisno, SpBP-RE(K), dr. Frank B. Buchari, SpBP-RE(K), dr. Utama Abdi Trg, SpBP-RE, dr. Syah Mirsya Warli, SpU, dr. Bungaran, SpU, dr. Ramlan Nst, SpU, dr. Chairandi S, SpOT, dr. Suhelmi, SpB dan seluruh guru bedah saya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, di lingkungan RSUP H Adam Malik, RSU Pirngadi Medan dan di semua tempat yang telah


(7)

memberikan bimbingan, koreksi dan saran kepada penulis selama mengikuti program pendidikan ini.

8. Prof. Aznan Lelo, PhD, SpFK, yang telah membimbing, membantu dan meluangkan waktu dalam membimbing statistik dari tulisan tugas akhir ini. 9. Para Senior, dan sejawat peserta program studi Bedah yang bersama-sama

menjalani suka duka selama pendidikan.

10.Para pegawai dilingkungan Departemen Ilmu Bedah FK USU, dan para tenaga kesehatan yang berbaur berbagi pekerjaan memberikan pelayanan Bedah di RSUP H Adam Malik, RSU Pirngadi, dan di semua tempat bersama penulis selama penulis menimba ilmu.

Akhirnya hanya Allah SWT yang dapat membalas segala kebaikan.

Semoga ilmu yang penulis peroleh selama pendidikan Magister Kedokteran ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Terima kasih.

Medan, Januari 2015 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR ISTILAH ... xii

ABSTRAK ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1. Tujuan Umum ... 2

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Trauma pada Dinding Toraks ... 4

2.1.1. Fraktur Iga ... 4

2.1.2. Fraktur Klavikula ... 5

2.1.3. Fraktur Sternum ... 6

2.1.4. Dislokasi Sendi Sternoklavikula ... 7

2.1.5. Flail Chest ... 7

2.2. Trauma pada Pleura dan Paru ... 9

2.2.1. Pneumotoraks ... 9

2.2.2. Hematotoraks ... 12

2.2.3. Kontusio Paru ... 13

2.2.4. Laserasi Paru ... 14

2.2.5. Ruptur Diafragma ... 14

2.3. Trauma Esofagus ... 15

2.4. Trauma Jantung ... 15

2.5. Empiema ... 16

2.6. Chythoraks………. 17


(9)

3.3. Populasi dan Sampel penelitian ... 18

3.3.1. Populasi Penelitian ... 18

3.3.2. Sampel Penelitian ... 18

3.4. Besar Sampel ... 19

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 19

3.6. Cara Kerja ... 21

3.7. Defenisi Operasional ... 21

3.8. Kerangka Konsep ... 21

3.9. Analisa Data ... 22

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 23

BAB V. PEMBAHASAN ... 28

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 32


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Cara Kerja ... 21 2. Kerangka Konsep ... 23


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Output Analisis ………... 37

2. Susunan Penelitian ... 40

3. Rencana Anggaran Penelitian ... 41

4. Jadwal Penelitian ... 42


(12)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin ... 23

2. Tabel 4.2. Statistik Deskriptif Usia dan Lama Perawatan pasien ... 23

3. Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Jenis Trauma ... 23

4. Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Morbiditas ... 24

5. Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Mortalitas... 24

6. Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Penyebab Terjadi Trauma Toraks... 24

7. Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Diagnosis ... 25

8. Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Organ Terkait Yang Cedera.... 26

9. Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Jenis Terapi ... 26

10.Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Kombinasi Terapi... 27 11.Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Indikasi Operasi Torakotomi. 27


(13)

DAFTAR ISTILAH

BB Berat Badan

WSD Water Sealed Drainage CT SCAN Computed Tomography Scan EKG Electro Kardiografi

HAM Haji Adam Malik

IGD Instalasi Gawat Darurat

mm Milimeter

mmHg Milimeter Hidrargirum


(14)

ABSTRAK

Latar belakang: Trauma adalah cedera atau luka yang mengenai organ tubuh, rongga tubuh manusia yang dapat menyebabkan kerusakan. Biasa disebabkan benda tajam ataupun benda tumpul. Trauma toraks merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia berkisar 15-77%. Trauma toraks terdiri dari 10-15% dari semua trauma dan mewakili 25% dari semua kematian akibat trauma. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain penelitian retrospektif. Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan. Waktu penelitian dilaksanakan setelah proposal disetujui, dengan mengumpulkan sampel dari rekam medik.

Hasil: Dari penelitian diperoleh 85 kasus trauma tumpul (75.2%) dan 28 kasus (24.8%) trauma tajam. 99 orang pasien (87.6%) tidak mengalami morbiditas. Morbiditas terbanyak yang dialami adalah ARDS pada 7 orang pasien (6.2%), diikuti oleh sepsis yang dialami oleh 3 orang pasien (2.7%). Penyebab kecelakaan terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas 74 kasus (65.5%), diikuti oleh kecelakaan kerja 20 kasus (17.7%). Pasien tidak meninggal pada 102 orang pasien (90.3%) sedangkan yang meninggal sebanyak 11 orang pasien (9.7%). Diagnosis terbanyak yang dirawat adalah hematotoraks, pneumotoraks dan fraktur iga sebanyak 30 kasus diikuti pasien hematopneumothorak sebanyak 23 kasus.

Kesimpulan: Dari 113 kasus trauma toraks yang masuk ke instalasi gawat darurat Rumah Sakit H. Adam Malik Medan dan telah diteliti, kasus terbanyak adalah hematotoraks diikuti pneumotoraks, hematopneumotoraks dan fraktur iga. Organ terkait toraks yang paling sering mengalami cedera adalah pleura sebesar 38.7%. Penelitian ini menunjukkan 51.2% penanganan trauma toraks berupa torakostomi disertai pemasangan WSD. Sedangkan yang memerlukan penanganan torakotomi sebesar 10.2%.


(15)

ABSTRACT

Introduction: Trauma is an injury or wound to the organ or body cavity which can cause damage. It could be caused by sharp or blunt object. Thoracic trauma is one of the leading causes of death in the world, ranges from 15-77%. Thoracic trauma consists of 10-15% of all trauma and represent 25% of all deaths due to trauma.

Methods: This study is a descriptive retrospective research. The study was conducted at the Adam Malik Hospital. The study carried out after the proposal is approved, by collecting a sample of medical records.

Results: The study showed 85 cases of blunt trauma (75.2%) and 28 cases (24.8%) sharp trauma. 99 patients (87.6%) had no morbidity. The most experienced morbidity was ARDS in 7 patients (6.2%), followed by sepsis in 3 patients (2.7%). The highest cause of the accident is traffic accident in 74 cases (65.5%), followed by work accident in 20 cases (17.7%). The patient did not die in 102 cases (90.3%), while the death happened in 11 cases (9.7%). The most treated diagnosis was hematothorax, pneumothorax and rib fractures in 30 cases followed by 23 cases of hematopneumothorax.

Discussion: Of the 113 cases of thoracic trauma that goes to the emergency room in Adam Malik hospital and had been studied, most cases are hematothorax, pneumothorax, hematopneumothorax and fracture ribs. The most common injury associated with thoracic organs was the pleural with 38.7%. This study showed 51.2% thoracic trauma was treated with thoracostomy and WSD installation., while the 10.2% requiring thoracotomy handling.


(16)

ABSTRAK

Latar belakang: Trauma adalah cedera atau luka yang mengenai organ tubuh, rongga tubuh manusia yang dapat menyebabkan kerusakan. Biasa disebabkan benda tajam ataupun benda tumpul. Trauma toraks merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia berkisar 15-77%. Trauma toraks terdiri dari 10-15% dari semua trauma dan mewakili 25% dari semua kematian akibat trauma. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain penelitian retrospektif. Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan. Waktu penelitian dilaksanakan setelah proposal disetujui, dengan mengumpulkan sampel dari rekam medik.

Hasil: Dari penelitian diperoleh 85 kasus trauma tumpul (75.2%) dan 28 kasus (24.8%) trauma tajam. 99 orang pasien (87.6%) tidak mengalami morbiditas. Morbiditas terbanyak yang dialami adalah ARDS pada 7 orang pasien (6.2%), diikuti oleh sepsis yang dialami oleh 3 orang pasien (2.7%). Penyebab kecelakaan terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas 74 kasus (65.5%), diikuti oleh kecelakaan kerja 20 kasus (17.7%). Pasien tidak meninggal pada 102 orang pasien (90.3%) sedangkan yang meninggal sebanyak 11 orang pasien (9.7%). Diagnosis terbanyak yang dirawat adalah hematotoraks, pneumotoraks dan fraktur iga sebanyak 30 kasus diikuti pasien hematopneumothorak sebanyak 23 kasus.

Kesimpulan: Dari 113 kasus trauma toraks yang masuk ke instalasi gawat darurat Rumah Sakit H. Adam Malik Medan dan telah diteliti, kasus terbanyak adalah hematotoraks diikuti pneumotoraks, hematopneumotoraks dan fraktur iga. Organ terkait toraks yang paling sering mengalami cedera adalah pleura sebesar 38.7%. Penelitian ini menunjukkan 51.2% penanganan trauma toraks berupa torakostomi disertai pemasangan WSD. Sedangkan yang memerlukan penanganan torakotomi sebesar 10.2%.


(17)

ABSTRACT

Introduction: Trauma is an injury or wound to the organ or body cavity which can cause damage. It could be caused by sharp or blunt object. Thoracic trauma is one of the leading causes of death in the world, ranges from 15-77%. Thoracic trauma consists of 10-15% of all trauma and represent 25% of all deaths due to trauma.

Methods: This study is a descriptive retrospective research. The study was conducted at the Adam Malik Hospital. The study carried out after the proposal is approved, by collecting a sample of medical records.

Results: The study showed 85 cases of blunt trauma (75.2%) and 28 cases (24.8%) sharp trauma. 99 patients (87.6%) had no morbidity. The most experienced morbidity was ARDS in 7 patients (6.2%), followed by sepsis in 3 patients (2.7%). The highest cause of the accident is traffic accident in 74 cases (65.5%), followed by work accident in 20 cases (17.7%). The patient did not die in 102 cases (90.3%), while the death happened in 11 cases (9.7%). The most treated diagnosis was hematothorax, pneumothorax and rib fractures in 30 cases followed by 23 cases of hematopneumothorax.

Discussion: Of the 113 cases of thoracic trauma that goes to the emergency room in Adam Malik hospital and had been studied, most cases are hematothorax, pneumothorax, hematopneumothorax and fracture ribs. The most common injury associated with thoracic organs was the pleural with 38.7%. This study showed 51.2% thoracic trauma was treated with thoracostomy and WSD installation., while the 10.2% requiring thoracotomy handling.


(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Trauma adalah cedera atau luka yang mengenai organ tubuh, rongga tubuh manusia yang dapat menyebabkan kerusakan. Biasa disebabkan benda tajam ataupun benda tumpul. Trauma toraks merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia berkisar 15-77%. Trauma toraks terdiri dari 10-15% dari semua trauma dan mewakili 25% dari semua kematian akibat trauma (Demirhan, 2009).

Lebih kurang 16.000 kematian per tahun di Amerika Serikat disebabkan oleh trauma toraks (Shahani, 2013). 20-25% kematian pada pasien multitrauma terdapat trauma toraks (Veysi, 2008).

Trauma toraks adalah trauma yang mengenai rongga toraks. Trauma toraks dapat berupa trauma tumpul dan trauma tajam. Trauma toraks tumpul dapat berpotensi menimbulkan ancaman bagi saluran pernapasan dan sirkulasi jantung (Veysi, 2008).

Sekitar 80% dari cedera toraks dapat dikelola secara non-bedah dengan tindakan closed thoracostomy+WSD (water sealed drainage), analgesia yang tepat dan terapi pernapasan agresif. Di Asia memiliki angka kematian trauma tertinggi di seluruh dunia,berdasarkan World Health Organization (WHO) angka kematian pada tahun 2008 mencapai 90% dari seluruh kematian di dunia disebabkan oleh trauma toraks. (Mefire, 2009).


(19)

Penelitian Mefire (2010) didapatkan penderita trauma yang membutuhkan tindakan operasi torakotomi sebanyak 14,4% dan yang tidak membutuhkan torakotomi sebanyak 85,4%.

Penelitian Edaigbini (2011) menunjukkan 54,8% penanganan trauma toraks berupa torakostomi. Primary Survey, tindakan resusitasi, perawatan perioperatif dan prosedur bedah yang tepat mempengaruhi hasil penanganan pasien pada kasus trauma toraks (Kia, 2009).

Di RSUP H. Adam Malik belum terdapat data mengenai profil trauma toraks, konon lagi data tentang evaluasi penatalaksanaannya. Oleh karena itu peneliti ingin meneliti mengenai gambaran penatalaksanaan kasus trauma toraks di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana gambaran penatalaksanaan trauma toraksdi RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran penatalaksanaan kasus trauma toraks di RSUP H. Adam Malik Medan.


(20)

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

A. Mengetahui angka kejadian trauma toraks di RSUP H. Adam Malik Medan.

B. Mengetahui jenis trauma toraks di RSUP H. Adam Malik Medan. C. Mengetahui jenis penanganan trauma toraks di RSUP H. Adam Malik

Medan.

D. Mengetahui hasil akhir kondisi pasien setelah dilakukan penatalaksanaan trauma toraks di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.4.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

1. Bagian bedah Toraks Kardiovaskular di RSUP H. Adam Malik Medan, untuk mengetahui gambaran penatalaksanaan kasus trauma toraks di RSUP H. Adam Malik.

2. Untuk memberikan gambaran penatalaksanaan kasus trauma toraks yang baik dan tepat.

3. Dapat sebagai masukan bagi tenaga kesehatan untuk dapat melakukan penatalaksanaan pada trauma toraks yang baik dan tepat.

4. Untuk memberikan data bagi para peneliti selanjutnya untuk pengembangan penelitian


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Trauma Pada Dinding Toraks 2.1.1. Fraktur Iga

Fraktur pada iga merupakan kelainan yang sering terjadi akibat trauma tumpul pada dinding toraks. Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh karena luas permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga. Fraktur iga sering terjadi pada iga IV-X. Dan sering menyebabkan kerusakan pada organ intra toraks dan intra abdomen. (Sjamsuhidajat, 2005; Brunicardi, 2006).

Fraktur pada iga VIII-XII sering menyebabkan kerusakan pada hati dan limpa.Perlu di curigai adanya cedera neurovaskular seperti pleksus brakhialis dan arteri atau vena subklavia, apabila terdapat fraktur pada iga I-III maupun fraktur klavikula (Brunicardi, 2006).

Penatalaksanaan (Brunicardi, 2006):

A. Fraktur yang mengenai 1 atau 2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain: konservatif dengan anti nyeri.

B. Fraktur di atas 2 iga perlu di curigai adanya kelainan lain seperti: edema paru, hematotoraks,dan pneumotoraks.

Pada fraktur iga multipel tanpa penyulit pneumotoraks, hematotoraks, atau kerusakan organ intratoraks lain, adalah:


(22)

1. Analgetik yang adekuat (oral/ iv / intercostal block) 2. Bronchial toilet

3. Cek laboratorium berkala: Hemoglobin, Hematokrit, Leukosit,Trombosit, dan Analisa gas darah

4. Cek foto toraks berkala

Penatalaksanaan fraktur iga multipel yang disertai penyulit lain seperti: pneumotoraks dan hematotoraks, diikuti oleh penanganan pasca operasi/tindakan yang adekuat dengan analgetik, bronchial toilet, cek laboratorium dan foto toraks berkala, dapat menghindari morbiditas dan mortalitas. (Sjamsuhidajat, 2005).

Komplikasi yang sering terjadi pada fraktur iga adalah atelektasis dan pneumonia, yang umumnya disebabkan manajemen analgetik yang tidak adekuat (Brunicardi, 2006).

2.1.2. Fraktur Klavikula (Brunicardi, 2006)

Fraktur klavikula sering dijumpai tanpa disertai trauma toraks atau trauma pada sendi bahu, fraktur klavikula umumnya dijumpai pada bagian tengah atau sepertiga tengah dari tulang klavikula.

Manifestasi klinis dijumpai tanda-tanda peradangan seperti nyeri pada daerah trauma, perubahan warna pada kulit, pembengkakan pada lokasi trauma, peningkatan suhu pada daerah trauma, biasanya disertai dengan deformitas dan krepitasi dilokasi trauma. Pada foto toraks dijumpai garis fraktur di klavikula.

Penatalaksanaan : (Brunicardi, 2006)

1. Konservatif: "Figure of eight bandage" sekitar sendi bahu dan pemberian analgetik.


(23)

Komplikasi yang sering terjadi pada fraktur klavikula berupa malunion fracture,

dapat mengakibatkan penekanan pleksus brakhialis dan pembuluh darah subklavia.

2.1.3. Fraktur Sternum (Sjamsuhidajat, 2005; Brunicardi, 2006)

Fraktur sternum jarang ditemukan pada trauma toraks. Biasanya ditemukan pada trauma langsung dengan gaya trauma yang cukup besar.Lokasi fraktur biasanya dijumpai pada bagian tengah atas sternum dan sering disertai fraktur Iga.

Fraktur sternum dapat disertai beberapa kelainan seperti: kontusio atau laserasi jantung, perlukaan bronkhus atau aorta. Pada anamnesis dan pemerikasaan fisik biasanya dijumpai nyeri terutama di area sternum dan disertai krepitasi.

Pada pemeriksaan penunjang foto toraks lateral ditemukan garis fraktur pada daerah sternum atau gambaran sternum yang tumpang tindih. 61% kasus fraktur sternum memperlihatkan adanya perubahan pada pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) yang tidak normal, merupakan tanda trauma jantung.

Penatalaksanaan (Brunicardi, 2006)

1. Untuk fraktur tanpa dislokasi fragmen fraktur dilakukan pemberian analgetika dan observasi tanda-tanda adanya laserasi atau kontusio jantung 2. Untuk fraktur dengan dislokasi atau fraktur fragmented dilakukan tindakan

operatif untuk stabilisasi dengan menggunakan sternal wire, sekaligus eksplorasi adanya perlukaan pada organ atau struktur di mediastinum.


(24)

2.1.4. Dislokasi Sendi Sternoklavikula (Sjamsuhidajat, 2005)

Kasus dislokasi sendi sternoklavikula jarang ditemukan. Dislokasi ini dibagi menjadi dislokasi anterior dan posterior. Dislokasi anterior ditandai dengan nyeri pada daerah trauma, nyeri tekan, dan terlihat bongkol klavikula dari sendi sternoklavikula menonjol kedepan, sedangkan dislokasi posterior tampak sendi tertekan kedalam.

Penatalaksanaan dislokasi sendi sternoklavikula berupa reposisi. 2.1.5. Flail Chest

Menurut Sjamsuhidajat (2005), flail chest adalah area toraks yang melayang, disebabkan adanya fraktur iga multipel berturutan lebih atau sama dengan 3 iga, dan memiliki garis fraktur lebih atau sama dengan 2 pada tiap iganya.

Akibatnya adalah terbentuk area melayang atau flail yang akan bergerak paradoksal dari gerakan mekanik pernapasan dinding toraks. Area tersebut akan bergerak masuk pada saat inspirasi dan bergerak keluar pada saat ekspirasi.

A. Karakteristik (Brunicardi, 2006)

1. Gerakan "paradoksal" dari (segmen) dinding toraks saat inspirasi/ekspirasi; tidak terlihat pada pasien dalam ventilator

2. Menunjukkan trauma hebat

3. Biasanya selalu disertai trauma pada organ lain (kepala, abdomen, ekstremitas)

Komplikasi utama adalah gagal napas, sebagai akibat adanya ineffective air movement, yang seringkali diperberat oleh edema atau kontusio paru, dan nyeri. Pada pasien dengan flail chest tidak dibenarkan melakukan tindakan fiksasi


(25)

melingkari toraks, oleh karena akan mengurangi gerakan mekanik pernapasan secara keseluruhan (Brunicardi, 2006).

B. Penatalaksanaan (Brunicardi, 2006)

1. Sebaiknya pasien dirawat intensif bila ada indikasi atau tanda-tanda kegagalan pernapasan atau karena ancaman gagal napas yang biasanya dibuktikan melalui pemeriksaan AGD (Analisa gas darah) berkala dan takipneu

2. Pain control

3. Stabilisasi area flail chest (memasukkan ke ventilator, fiksasi internal melalui operasi)

4. Bronchial toilet

5. Fisioterapi agresif

6. Tindakan bronkoskopi untuk bronchial toilet

C. Indikasi Operasi atau stabilisasi pada flail chest:

1. Bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain, seperti hematotoraks masif.

2. Gagal atau sulit weaning ventilator. 3. Menghindari cacat permanen.

4. Indikasi relatif Menghindari prolong ICU stay dan prolong hospital stay.

Tindakan operasi adalah dengan fiksasi fraktur iga sehingga tidak didapatkan lagi area yang melayang atau flail.


(26)

2.2. Trauma pada Pleura dan Paru

2.2.1. Pneumotoraks(American College of Surgeons Commite on Trauma, 2005, Willimas, 2013)

Pneumotoraks adalah suatu kondisi adanya udara yang terperangkap di rongga pleura akibat robeknya pleura visceral, dapat terjadi spontan atau karena trauma, yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan negatif intrapleura

sehingga mengganggu proses pengembangan paru.

Pneumotoraks terjadi karena trauma tumpul atau tembus toraks.Dapat pula terjadi karena robekan pleura viseral yang disebut dengan barotrauma, atau robekan pleura mediastinal yang disebut dengan trauma trakheobronkhial.

Rhea (1982), membuat klasifikasi pneumotoraks atas dasar persentase pneumotoraks, kecil bila pneumotoraks <20 %, sedang bila pneumotoraks 20 % - 40 % dan besar bila pneumotoraks >40 %.

Pneumotoraks dibagi menjadi simple pneumotoraks, tension pneumotoraks, dan open pneumotoraks.

1. Simple peumotoraks(American College of Surgeons Commite on Trauma, 2005) adalah pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan intra toraks yang progresif. Adapun Manifestasi klinis yang dijumpai :

a. Paru pada sisi yang terkena akan kolaps, parsial atau total b. Tidak dijumpai mediastinal shift

c. Dijumpai hipersonorpada daerah yang terkena,

d. Dijumpai suara napas yang melemah sampai menghilang pada daerah yang terkena.


(27)

f. Pada pemeriksaan foto toraks dijumpai adanya gambaran radiolusen atau gambaran lebih hitam pada daerah yang terkena, biasanya dijumpai gambaran pleura line.

Penatalaksanaan simple pneumotoraks dengan Torakostomi atau pemasangan selang intra pleural + WSD.

2. Tension pneumotoraks(American College of Surgeons Commite on Trauma, 2005) adalah pneumotoraks yang disertai peningkatan tekanan intra toraks yang semakin lama semakin bertambah atau progresif. Pada tension pneumotoraks ditemukan mekanisme ventil atau udara dapat masuk dengan mudah, tetapi tidak dapat keluar. Adapun manifestasi klinis yang dijumpai : a. Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi kolaps

total paru, mediastinal shift atau pendorongan mediastinum ke kontralateral, deviasi trachea, hipotensi &respiratory distress berat.

b. Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat,

takipneu, hipotensi, tekanan vena jugularis meningkat, pergerakan dinding dada yang asimetris.

Tension pneumotoraks merupakan keadaan life-threatening, maka tidak perlu dilakukan pemeriksaan foto toraks.

Penatalaksanaan tension pneumotoraks berupa dekompresi segera dengan needle insertion pada sela iga II linea mid-klavikula pada daerah yang terkena. Sehingga tercapai perubahan keadaan menjadi suatu simple pneumotoraks dan dilanjutkan dengan pemasangan Torakostomi+ WSD. 3. Open pneumothorax (American College of Surgeons Commite on Trauma,


(28)

udara dapat keluar dan masuk rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan intra toraks akan sama dengan tekanan udara luar. Dikenal juga sebagai

sucking-wound.

Penatalaksanaan open pneumotoraks : a. Luka tidak boleh di eksplore.

b. Luka tidak boleh ditutup rapat yang dapat menciptakan mekanisme ventil. c. Pasang plester 3 posisi.

d. Torakostomi+ WSD.

e. Singkirkan adanya perlukaan atau laserasi pada paru-paru atau organ intra toraks lain.

f. Umumnya disertai dengan perdarahan atau hematotoraks.

Pada pneumotoraks kecil (<20 %), gejala minimal dan tidak ada

respiratory distress, serangan yang pertama kali, sikap kita adalah observasi dan penderita istirahat 2-3 hari. Bila pneumotoraks sedang, ada respiratory distress

atau pada observasi nampak progresif foto toraks, atau adanya tension pneumothorax, dilakukan tindakan bedah dengan pemasangan torakostomi +

WSD untuk pengembangan paru dan mengatasi gagal nafas.Tindakan torakotomi dilakukan bila:

1. Kebocoran paru yang masif sehingga paru tak dapat mengembang (bullae / fistel bronkopleura).

2. Pneumotoraks berulang.

3. Adanya komplikasi (Empiema, Hemotoraks, Tension pneumothorax). 4. Pneumotoraks bilateral.


(29)

6. Teknik bedah

Pendekatan melalui torakotomi anterior, torakotomi posterolateral dan sternotomi mediana, selanjutnya dilakukan reseksi bleb, bulektonomi, subtotal pleurektomi. Parietalis dan Aberasi pleura melalui Video Assisted Thoracoscopic surgery (VATS), dilakukan reseksi bleb, aberasi pleura dan pleurektonomi.(Rhea,1982)

2.2.2. Hematotoraks (Hemotoraks) (Willimas, 2013)

Terakumulasinya darah pada rongga toraks akibat trauma tumpul atau tembus pada toraks. Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A. mamaria interna. Perlu diingat bahwa rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan, sehingga pasien hematotoraks dapat terjadi syok hipovolemik berat yang mengakibatkan terjadinya kegagalan sirkulasi, tanpa terlihat adanya perdarahan yang nyata oleh karena perdarahan masif yang terjadi, yang terkumpul di dalam rongga toraks.

Manifestasi klinis yang ditemukan pada hematotoraks sesuai dengan besarnya perdarahan atau jumlah darah yang terakumulasi. Perlu diperhatikan adanya tanda dan gejala dari instabilitas hemodinamik dan depresi pernapasan.

Pemeriksaan foto toraks boleh dilakukan bila keadaan pasien stabil. Pada kasus hematotoraks terlihat bayangan difus radio-opak pada seluruh lapangan paru, dijumpai bayangan air-fluid level pada kasus hematopneumotoraks.

Penatalaksanaan hematotoraks

1. Penanganan hemodinamik segera untuk menghindari kegagalan sirkulasi. 2. Pada 90 % kasus hematotoraks tindakan bedah yang dilakukan hanya


(30)

3. Tindakan operasi torakotomi emergensi dilakukan untuk menghentikan perdarahan apabila dijumpai :

a. Dijumpai perdarahan massif atau inisial jumlah produksi darah di atas 1500 cc.

b. Bila produksi darah di atas 5 cc/kgBB/jam.

c. Bila produksi darah 3-5 cc/kgBB selama 3 jam berturut-turut. Bila kita memiliki fasilitas, sarana, dan kemampuan tindakan video assisted thoracic surgery atau VATS dapat dilakukan evakuasi darah dan penjahitan fistula atau robekan paru pleura parieatalis.

2.2.3. Kontusio Paru (Willimas, 2013)

Kontusio paru sering dijumpai pada kasus trauma tumpul toraks dandapat pula terjadi pada trauma tajam dengan mekanisme perdarahan dan edema parenkim konsolidasi. Patofisiologi yang terjadi adalah kontusio atau cedera jaringan yang menyebabkan edema dan reaksi inflamasi sehingga terjadinya lung compliance

menurun, ventilation-perfusion mismatch yang hipoksia dan work of breathing

yang meningkat.

Diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan foto toraks dan pemeriksaan laboratorium analisa gas darah yang menunjukan penurunan nilai PaO2. Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan :

1. Mempertahankan oksigenasi 2. Mencegah/mengurangi edema

3. Tindakan: bronchial toilet, batasi pemberian cairan isotonik atau hipotonik, terapi oksigen, pain control, diuretika, bila perlu ventilator


(31)

2.2.4. Laserasi Paru (Brunicardi, 2006)

Robekan pada parenkim paru akibat trauma tajam atau trauma tumpul keras yang disertai fraktur iga. Manifestasi klinik umumnya dijumpai hemato + pneumotoraks. Penatalaksanaan umum dengan Torakostomi+ WSD

Indikasi operasi:

1. Hematotoraks masif (lihat hematotoraks)

2. Adanya continous buble pada torakostomi yang menunjukkan adanya robekan paru

3. Distress pernapasan berat yang dicurigai karena robekan luas 2.2.5. Ruptur Diafragma(Willimas, 2013)

Ruptur diafragma pada trauma toraks biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada daerah toraks inferior atau abdomen atas. Trauma tumpul di daerah toraks inferior akan mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal yang diteruskan ke diafragma. Ruptur terjadi bila diafragma tidak dapat menahan tekanan tersebut. Dapat pula terjadi ruptur diafragma akibat trauma tembus pada daerah toraks inferior. Pada keadaan ini trauma tembus juga akan melukai organ-organ intratoraks atau intraabdominal

Ruptur diafragma umumnya terjadi di puncak atau kubah diafragma. Kejadian ruptur diafragma sebelah kiri lebih sering daripada diafragma kanan. Pada ruptur diafragma akan terjadi herniasi organ viseral abdomen ke toraks dan dapat terjadi ruptur ke intra perikardial.

Diagnostik dapat ditegakkan dari anamnesis, gejala klinis dan pemeriksaan penunjang, yaitu riwayat trauma tumpul toraks inferior atau abdomen. Tanda dan gejala klinis sesak atau respiratory distress, mual-muntah, tanda-tanda akut


(32)

abdomen. Dari pemeriksaan foto toraks dengan NGT terpasang dijumpai pendorongan mediastinum kontralateral dan terlihat adanya organ viseral di toraks.

Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan torakotomi eksplorasi emergensi dan dapat diikuti dengan laparotomi apabila diperlukan.

2.3. Trauma Esofagus(Brunicardi, 2006)

Trauma atau ruptur esofagus umumnya disebabkan oleh trauma tajam atau tembus.

Diagnostik dapat dilakukan dengan pemeriksaan foto toraks yang menggambarakan pneumomediastinum atau efusi pleura dan dapat dilakukan dengan esofagografi. Penatalaksanaannya dapat berupa torakotomi eksplorasi.

2.4. Trauma Jantung(Brunicardi, 2006)

Kecurigaan terjadinya suatu trauma jantung dapat dinilai apabila dijumpai: 1. Trauma tumpul di daerah anterior

2. Fraktur pada sternum

3. Trauma tembus atau tajam pada area prekordial yaitu parasternal kanan, sela iga II kiri, garis mid-klavikula kiri, arkus kosta kiri

Diagnostik dapat ditegakkan dari pemerikasan EKG, pemeriksaan enzim jantung atau CK-CKMB, Troponin T. Pada foto toraks dijumpai pembesaran mediastinum, gambaran doublecontour pada mediastinum yang menunjukkan kecurigaan efusi pericardium. Dapat juga dilakukan Echocardiography untuk memastikan adanya suatu effusi atau tamponade jantung.


(33)

1. Luka tembus pada area prekordial merupakan indikasi dilakukannya torakotomi eksplorasi emergency

2. Tamponade dengan riwayat trauma toraks merupakan indikasi dilakukannya torakotomi eksplorasi.

3. Kecurigaan trauma jantung yang mengharuskan perawatan dengan observasi ketat untuk mengetahui adanya tamponade.

Salah satu komplikasi adanya kontusio jantung adalah terbentuknya aneurisma ventrikel beberapa bulan atau tahun pasca trauma.

2.5. Empiema(Williams, 2013)

Empiema adalah efusi pleura yang terinfeksi oleh mikroba. Empiema paling sering terjadi karena pneumonia atau infeksi paru yang penanganannya tidak sempurna, dapat juga terjadi karena trauma, ruptur esophagus, ekstensi infeksi sub diaphragma seperti abses hepar.

Prinsip penanggulangan empiema adalah:

1. Drainase atau mengeluarkan nanah sebanyak-banyaknya. 2. Pemberian antibiotika yang adekuat baik jenis, dosis dan waktu 3. Obliterasi rongga empiema.

Penanggulangan empiema tergantung dari fase empiema. 2.6. Chylothorax

Chylothorax adalah akumulasi cairan limphe yang berlebihan di dalam rongga pleura karena kebocoran dari duktus torasikus atau cabang-cabang utamanya. Obstruksi atau laserasi duktus torasikus yang paling sering disebabkan oleh keganasan, trauma, tuberkulosa dan trombosis vena (Brunicardi, 2006).


(34)

Cairan chylus khas putih seperti susu tidak berbau dan bersifat alkalis, pada kondisi puasa produksi minimal dan menjadi produktif setelah makan makanan berlemak. Komposisi terutama adalah fat 14-210 mmol/L (60 %-70 % lemak yang diserap usus masuk ke dalam duktus torasikus) protein dan elektrolit (Brunicardi, 2006).

Penatalaksanaan Chylothorax (Brunicardi, 2006):

1. Konservatif, dengan cara: pemberian diet dan nutrisi yang adekuat atau rendah lemak), koreksi cairan dan elektrolit dan closed Thoracostomy + WSD.

2. Intervensi bedah

Tindakan bedah dilakukan bila lebih dari 14 hari tindakan konservasif tidak berhasil, dari kepustakaan 25 % kebocoran akan menutup secara sepontan dalam interval waktu 14 hari dan 75 % butuh intervensi bedah.

3. Teknik bedah

a. Ligasi langsung pada duktus toraksikus. b. Supra diaphragmatic mass ligaton. c. Pleuroperitoneal shunting.

d. Pleurodesis dan pleurectomi. e. Anastomosis duktus ke V. azygos. f. Dekortikasi.

g. Fibrine glue.


(35)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain penelitian retrospektif.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan diRSUP H. Adam Malik Medan.Waktu penelitian dilaksanakan setelah proposal disetujui, dengan mengumpulkan sampel dari rekam medik.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita trauma toraks yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan pada kurun waktu Januari 2012 sampai Desember 2014.

3.3.2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah penderita trauma toraks yang memenuhi kriteria inklusi yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan.


(36)

3.4. Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus: n = Zα2 PQ

d2

n = 1, 962x 0, 1 x 0, 9 n = 34, 57 dibulatkan 35 orang 0, 12

Keterangan:

n : Jumlah sampel

Zα : Tingkat kepercayaan, yaitu sebesar 95% maka nilai Zα = 1, 96 P : Proporsi penderita trauma toraks yaitu 10%

Q : 1-P

d : besar penyimpangan sebesar 10%

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi: Penderita trauma toraks di RSUP H. Adam Malik Medan yang masuk melalui Intalasi Gawat Darurat (IGD) periode Januari 2012 sampai dengan Desember 2014.


(37)

3.6. Alur Penelitian

Gambar 1. Cara kerja

3.7. Definisi Operasional

1. Umur adalah usia kronologis seseorang yang didata berdasarkan rekam medik, Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), atau kartu keluarga

2. Jenis kelamin ditetapkan dengan melihat data dari rekam medik dan melihat tanda pengenal.

3. Jenis trauma toraks yang terdiri dari trauma tumpul dan trauma tajam. 4. Trauma toraks adalah trauma yang mengenai rongga toraks

5. Tindakan adalah penanganan yang dilakukan pada trauma toraks dapat berupa konservatif, Torakostomi + WSD dan torakotomi

6. Cedera yang didapat dinilai melalui organ toraks yang terkena dapat berupa pleura, diafragma, jantung, tulang-tulang iga, dan paru.

7. Lama perawatan dinilai melalui pasien masuk sampai pasien keluar dari rumah sakit. Lama rawatan dihitung dalam hari.

Penderita Trauma Toraks

Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Penatalaksanaan Kasus Trauma Toraks


(38)

8. Morbiditas adalah komplikasi yang timbul pada kejadian trauma toraks. Komplikasi ini dapat berupa empiema, fistula bronkopleuralis, infeksi luka operasi, ARDS, Atelektasis, Perdarahan.

9. Mortalitas adalah angka kematian pasien pada penderita trauma toraks.

3.8. Kerangka Konsep

Trauma Toraks - Trauma tumpul - Trauma tajam

o Umur

o Jenis kelamin o Penyebab Trauma

o Tindakan  Konservatif

 Torakostomi + WSD

 Torakotomi

o Cedera yang didapat o Lama perawatan (hari) o Morbiditas

 Empiema

 Fistula bronkopleuralis

 Infeksi luka operasi

 ARDS (acute respiratory distress syndrome)

 perdarahan

o Mortalitas

 Gagal sirkulasi ( syok )

 Sepsis/Gagal organ multiple

 ARDS (acute respiratory distress syndrome)


(39)

3.9. Analisa Data

Data yang sudah dikumpulkan, diolah, dan disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel dan diagram. Penjelasan tabel dan diagram akan disajikan dalam bentuk narasi.


(40)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Tabel 4.1.Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi %

Laki-laki 92 81,4

Perempuan 21 18,6

Total 113 100

Mayoritas pasien yang terlibat dalam penelitian ini adalah laki-laki sebanyak 92 orang pasien (81,4%) dan pasien berjenis kelamin perempuan sebanyak 21 orang (18,6%).

Tabel 4.2. Statistik Deskriptif Usia dan Lama Perawatan Pasien Variabel Rerata Simpangan

Baku Minimum Maksimum 95%CI

Usia 36 18,11 2 78 32,63-39,37

Lama

perawatan 9,33 5,3 1 25 8,34-10,32

Rerata usia pasien yang dirawat adalah 36 tahun (SB=18,11 tahun) dengan usia termuda 2 tahun dan tertua 78 tahun. Rerata lama perawatan adalah selama 9,33 hari dengan lama perawatan tersingkat selama 1 hari dan terlama 25 hari.

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Jenis Trauma

Jenis Trauma Frekuensi %

Trauma Tajam 28 24,8

Trauma Tumpul 85 75,2

Total 113 100

Dari hasil penelitian diperoleh sebanyak 85 kasus terkena trauma tumpul (75,2%) dan 28 kasus (24,8%) terkena trauma tajam.


(41)

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Morbiditas

Morbiditas Frekuensi %

ARDS 7 6,2

Atelektasis 1 0,9

Sepsis 3 2,7

Septic shock 1 0,9

Septic shock, gagal nafas, leukositosis, trombositosis

1 0,9

Septic shock dan gagal nafas 1 0,9

Tidak ada 99 87,6

Total 113 100

Berdasarkan ada tidaknya morbiditas diperoleh sebanyak 99 orang pasien (87,6%) tidak mengalami morbiditas. Morbiditas terbanyak yang dialami pasien adalah ARDS terjadi pada 7 orang pasien (6,2%) diikuti oleh sepsis yang dialami oleh 3 orang pasien (2,7%).

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Mortalitas

Mortalitas Frekuensi %

Ya 11 9,7

Tidak 102 90,3

Total 113 100

Berdasarkan ada tidaknya mortalitas pada pasien yang dirawat diperoleh bahwa umumnya pasien tidak meninggal terjadi pada 102 orang pasien (90,3%) sedangkan yang meninggal hanya sebanyak 11 orang pasien (9,7%).

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Penyebab Kecelakaan

Jenis Trauma Frekuensi %

Kecelakaan kerja 20 17,7

Kecelakaan lalu lintas 74 65,5

Kriminal 19 16,8


(42)

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh penyebab kecelakaan terbanyak adalah akibat kecelakaan lalu lintas yang terjadi pada 74 kasus (65,5%), diikuti oleh kecelakaan kerja yang terjadi pada 20 kasus (17,7%).

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Diagnosis

Diagnosis Frekuensi

Kontusio paru 20

Hematotoraks 30

Tension Pneumotoraks 9

Pneumotoraks 30

Hematopneumotoraks 27

Fraktur Iga 30

Emphysema sub kutis 6

Flail Chest 4

Effusi Pericard 1

Ruptur Diafragma 3

Peritonitis 3

Eviscerasi Omentum 2

Fraktur Klavikula 5

Lacerated Wound 5

Hasil penelitian menunjukkan bahwa diagnosis terbanyak pasien bedah yang dirawat adalah pasien hematotoraks, pneumotoraks dan fraktur iga masing-masing sebanyak 30 kasus diikuti pasien hematopneumothorak sebanyak 27 kasus.


(43)

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Organ Terkait Yang Cedera

Organ Terkait Yang Cedera Frekuensi %

Otot 12 6,5

Iga 34 18,3

Perikardium 1 0,5

Pleura 72 38,7

Paru 20 10,7

Arteri mammaria interna 34 18,3

Diafragma 3 1,6

Gaster 2 1

Spleen 2 1

Duodenum 2 1

Ileum 1 0,5

Hepar 1 0,5

Omentum 2 1

Struktur terkait yang paling banyak mengalami cedera dalam penelitian ini adalah pleura sebanyak 72 kasus (38,7%) diikuti oleh iga dan arteri mammaria interna sebanyak 34 kasus (18,3%).

Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Jenis Terapi

Jenis Terapi Frekuensi

Torakostomi dan WSD 65

Konservatif trauma tumpul toraks 38

Torakotomi 13

Needle Insertion 9

Plester tiga posisi 28

Laparotomi 5

Jahit luka 5

Konservatif trauma tumpul abdomen 1

Jenis terapi terbanyak pada pasien-pasien bedah yang dirawat adalah torakostomi dan WSD sebanyak 65 kasus. Berikutnya dengan terapi konservatif trauma tumpul toraks dengan jumlah 38 kasus.


(44)

Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Kombinasi Terapi

Kombinasi Terapi Frekuensi

Torakostomi, WSD, dan Torakotomi 6

Torakostomi, WSD, dan Laparotomi 5

Torakostomi, WSD, dan Konservatif Trauma Tumpul Abdomen 1

Torakostomi dan Omentektomi 2

Jenis kombinasi terapi yang paling banyak dilakukan adalah torakostomi, WSD dan torakotomi sebanyak 6 kasus.

Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Indikasi Operasi Torakotomi

Indikasi Operasi Torakotomi Frekuensi %

Hematotoraks masif 6 42,9

Ruptur diafragma 2 14,3

Evakuasi hematoma 1 7,1

Evakuasi corpus alienum intra torakalis 5 35,7

Jenis indikasi operasi torakotomi yang paling banyak dilakukan adalah hematotoraks masif sebanyak 6 kasus (42,9%).


(45)

BAB 5 PEMBAHASAN

Trauma toraks adalah trauma yang mengenai rongga toraks. Trauma toraks dapat berupa trauma tumpul dan trauma tajam. 80% dari cedera toraks dapat ditangani secara nonbedah dengan tindakan torakostomi disertai WSD (water sealed drainage), analgesia yang tepat dan terapi pernapasan agresif. (Veysi, 2008)

Trauma adalah penyebab paling umum kematian pada orang usia 15-44 tahun di seluruh dunia (WHO, 2004). Proporsi terbesar dari kematian (1.2 juta pertahun) adalah kecelakaan lalu lintas. Organisasi Kesehatan Dunia(WHO) memprediksi bahwa pada tahun 2020, cedera lalu lintas mendudukiperingkat ketiga dalam penyebab kematian dinidan kecacatan(Peden, 2004).

Pada penelitian ini dijumpai 116 kasus trauma toraks yang datang ke instalasi gawat darurat Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan periode Januari 2012 sampai dengan Desember 2014. Tiga pasien tidak dimasukkan kedalam penelitian ini karena rekam medis yang tidak lengkap, dengan demikian pasien yang memenuhi kriteria inklusi berjumlah 113 pasien. Data demografi subjek penelitian meliputi jenis kelamin laki-laki pada penderita trauma toraks sebanyak 92 (81,4%) orang, dan wanita sebanyak 21 (18,6%) orang dengan rata-rata usia penderita trauma toraks adalah 36 tahun (SB 18,11). Pada Essa M AlEassa (2013) dijumpai frekuensi jenis kelamin laki-laki sebanyak 425 sampel dan wanita sebanyak 49 sampel. Berdasarkan penelitian Wulandari AS (2008) dalam Evaluasi Penatalaksanaan Kasus Trauma Torakoabdominalis dijumpai penderita trauma toraks pada laki-laki 89 orang dan 11 orang pada wanita. Pada penelitian Mefire (2010) dalam Analysis of epidemiology, lesions, treatment, and outcome of 354 consecuitive cases of blunt and penetrating trauma to chest in an African setting dijumpai penderita trauma toraks berjenis kelamin laki-laki sebanyak 286 jiwa.


(46)

Pada penelitian ini trauma tumpul terjadi pada 85 kasus (75,2%) kasus trauma toraks, 28 kasus (24,8%) terjadi pada trauma tajam. Pada penelitian Mefire (2010) dijumpai 231 (65.3%) kasus merupakan trauma tumpul.

Dari hasil penelitian ini sekitar 65% (74 kasus) trauma toraks disebabkan karena kecelakaan lalu lintas, 17,7% (20 kasus) disebabkan kecelakaan kerja dan 16,8% (19 kasus) disebabkan oleh kriminal. Pada penelitian Mefire (2010) penyebab trauma toraks terdiri dari kecelakaan lalu lintas sebanyak 226 (63.8%) kasus, 39 kasus jatuh, 19 kasus kecelakaan domestic, 70 kasus karena tindakan kriminal. Sedangkan pada penelitian Ibrahim Al-Koudmani (2012) penyebab trauma 41% kekerasan, dan 33% karena trauma, 23% karena jatuh. Sedangkan pada penelitian Essa M AlEassa (2013) penyebab terbanyak kasus trauma toraks disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas (66%) diikuti oleh karena pasien terjatuh (23.4%). Pada penelitian Wulandari AS (2008) penyebab tersering kecelakaan adalah perkelahian besar 53%, kecelakaan lalu lintas 33% selebihnya karena kecelakaan sepeda motor, kecelakaan rumah tangga, kecelakaan kerja, dan bencana alam.

Penanganan trauma toraks dapat berupaTorakostomi + WSD, Torakotomi, VATS, Penjahitan luka ataupun konservatif. Sebagian besar trauma toraks cukup ditatalaksana dengan Torakostomi + WSD. Hanya 1/3 diantaranya yang memerlukan terapi kombinasi (Mefire, 2010). Tindakan Torakostomi + WSD dilakukan pada 65 kasus, Torakotomi dilakukan pada 13 kasus, terapi konservatif trauma tumpul toraks 38 kasus. Sedangkan yang memerlukan tindakan kombinasi terapi Torakostomi + WSD + Torakotomi dilakukan pada 6 kasus, Torakostomi + WSD + Laparatomi dilakukan pada 5 kasus, Torakostomi + WSD + Omentektomi dilakukan pada 2 kasus dan Torakostomi + WSD + Konservatf trauma tumpul abdomen dilakukan pada 1 kasus.

Pada penelitian Wulandari AS (2008) penanganan yang dilakukan pada trauma toraks WSD-Laparotomi sebanyak 18 kasus, WSD – konservatif trauma tumpul abdomen sebanyak 9 kasus, Laparotomy – Torakotomi sebanyak 8 kasus, WSD – Torakotomi sebanyak 4 kasus, Laparotomy - WSD sebanyak 2 kasus, WSD – Laparotomi – Torakotomi sebanyak 2 kasus, WSD – Torakotomi –


(47)

Struktur terkait toraks yang paling sering cedera adalah pleura. Robekan pada pleura ini dengan mudah diatasi dengan pemasangan Torakostomi + WSD.

Cedera lain adalah fraktur iga dan paru.

Dari 113 kasus trauma toraks dijumpai 3 kasus dengan ruptur diafragma, baik secara trauma tumpul maupun trauma tajam. Trauma tajam yang mencederai diafragma biasanya disebabkan oleh trauma langsung yang menembus diafragma. Pada kasus Trauma tajam yang mengenai toraks bagian bawah dan abdomen bagian atas dengan hemodinamik stabil, terapi konservatif mulai dianut (Friese RS. J Trauma 2005; Kawahara N. J Trauma 1998).

Namun terapi konservatif ini mempunyai konsekuensi ruptur diafragma yang tidak terdeteksi, hal ini akan meningkatkan resiko terjadinya hernia diafragma traumatika karena tekanan negatif intra torakalis akan menghisap organ intra abdominalis yang berpotensi terjadi strangulasi (Hirshberg A, J Trauma, 1995;Morales CH, Arch Surg, 2001; Rachmad KB, 2002). Untuk itu diperlukan tindakan yang lebih agresif untuk menegakkan diagnosis adanya ruptur diafragma. Pemeriksaan foto toraks bisa dipakai sebagai screening untuk menegakkan diagnosis ruptur diafragma akibat trauma tumpul toraks. Jika pada pemeriksaan pertama ruptur diafragma tidak terlalu jelas, dapat dilakukan pemeriksaan serial dalam jarak 6 jam, tanda yang paling jelas adalah kenaikan diafragma, iregulitas diafragma dan gambaran udara saluran cerna intra torakalis(Asensio JA, World J Surg 2002;Rachmad KB, 2002).

Pada trauma tumpul hal ini disebabkan oleh adanya hepar disisi kanan yang dapat meredam energi kinetik yang mengarah ke dome diafragma. Mekanisme terjadinya ruptur diafragma pada trauma tumpul karena perbedaan tekanan antara intraabdominalis dan intratorakalis, tekanan kuat pada daerah abdomen akan menyebabkan robekan pada diafragma, dan menyebabkan herniasi organ intraabdominalis. Diameter trauma tumpul lebih besar dibandingkan pada trauma tajam.

Pada penelitian ini organ yang sering cedera pada trauma toraks adalah pleura sebanyak 72 kasus (38.7%). Hal ini serupa dengan penelitain Wulandari AS (2008) yaitu organ yang sering cedera pada trauma toraks adalah pleura sebanyak 63 kasus. Pada penelitian ini juga ditemukan trauma toraks yg disertai


(48)

dengan trauma abdominal dan disertai dengan kombinasi terapi penatalaksanaannya. Struktur organ intra abdominalis yang paling sering cedera adalah hepar, diikuti oleh gaster dan spleen. Pada penelitian ini dijumpai juga 2 kasus dengan Eviscerasi Omentum, dan tidak dilakukan laparatomi hanya dilakukan omentektomi. Berdasarkan ATLS (2012) pada trauma tumpul abdomen organ yang sering terjadi cedera adalah spleen dan liver, sedangkan pada trauma tajam organ yang sering terjadi cedera adalah liver 40%, small bowel 30%, dan colon 15 %.

Pada penelitian ini diperoleh morbiditas terbanyak yang dialami pasien adalah ARDS terjadi pada 7 orang (6,2%), dan diikuti dengan sepsis terjadi pada 3 orang (2,7%). Pada penelitian Wulandari AS (2008) komplikasi yang sering terjadi adalah empyema (2 kasus), fistula bronkopleuralis (2 kasus), infeksi luka operasi (2 kasus).

Tingkat mortalitas pada pasien penelitian ini yaitu 9,7% (11 orang). Sebab kematian adalah ARDS, gagal sirkulasi dan sepsis. Pada penelitian Wulandari AS (2008) mortalitas terjadi pada 11 kasus dengan penyebab kematian gagal sirkulasi (8 orang), sepsis (2 orang), ARDS (1 kasus).Berdasarkan Kenneth L Mattox tingkat mortalitas trauma toraks di Amerika Serikat lebih dari 16.000. Kunci keberhasilan penanganan trauma toraks adalah penanganan awal berupa primary survey, tindakan resusitasi, perawatan perioperatif dan prosedur bedah yang tepat (Kia,2009).


(49)

BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

1. Dari 113 kasus trauma toraks yang masuk ke instalasi gawat darurat Rumah Sakit H.Adam Malik Medan dan yang telah diteliti, kasus terbanyak dengan diagnosis hematotoraks diikuti pneumotoraks, hematopneumotoraks dan fraktur iga.

2. Organ terkait toraks yang paling sering mengalami cedera pada trauma toraks adalah pleura sebesar 38,7%.

3. Pada Penelitian ini menunjukkan 51,2% penanganan trauma toraks berupa

Torakostomi disertai pemasangan WSD. Sedangkan yang memerlukan penanganan Torakotomi sebesar 10,2%.

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan antara Trauma Toraks dengan Mortalitas dan Morbiditas.

2. Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya dimana dapat dinilai gambaran dan hubungan terjadinya trauma


(50)

DAFTAR PUSTAKA

American College Of Surgeons Commitee On Trauma. (2008) Trauma toraks. Dalam ATLS Student Course Manual 8th edition. USA.

Al Eassa, E. M., AlMarshada, M. J., Elsherif, A., Eid, H. O. (2013). Factors affecting mortality of hospitalized chest trauma patients in united arab emirates. Journal of Cardiothoracic Surgery. 8. h.57.

Al Koudmani, I., Darwish, B., Al kateb, K., Taifour, Y. (2012) Chest trauma experience over eleven-year periodat Al-Mouassat University Teaching Hospital Damascus: a retrospective review of 888 cases. Journal of Cardiothoracic Surgery. 7. h.35.

Anderson C A. (2008) Evaluation of the safety of high-frequency chest wall oscillation (hfcwo) therapy in blunt thoracic trauma patients. Journal of Trauma Management & Outcomes. 2. h.8.

Asensio JA, Arroyo H Jr, Veloz W, Forno W, Gambaro E, Roldan GA, et al. Penetrating Thoracoabdominal injuries: on going dilemma. Which cavity and when? World J Surg. 2002; 26: 539-43.

Brunicardi, F. C., Onan, B., Oz, K., (2006) Chest wall, lung, mediastinum, and pleura. Dalam Schwartz’s Manual Of Surgery 8th edition. USA: Mc-Graw Hill.

Bailey, R.C. (2000) Complication Of Tube Thoracostomy in Trauma. J Accid Emergency Med 2000;17:111-114.


(51)

Demirhan, R. (2009) Comprehensive analysis of 4205 patients with chest trauma: a 10-year experience. Interactive CardioVascular and Thoracic Surgery. 9. h.450-3.

Edaigbini, S. A.. (2011) Profile of chest trauma in Zaria Nigeria: a preliminary report. Nigerian Journal of Surgery. 17(1). h.1-4

Ekpe, E. E., EYO, C. (2014) Determinants of mortality in chest trauma patients.

Nigerian Journal of Surgery. 20. h.30-4.

Friese RS, Coln CE, Gentilello LE. Laprascopy is sufficient to exclude occult diaphragm injury after penetrating abdominal trauma. J Trauma. 2005; 58; 789-92.

Hemmati, H. (2013) Evaluation of chest and abdominal injuries in trauma patients hospitalized in the surgery ward of Poursina teaching hospital, Guilan, Iran.

Arch Trauma Res. 1(4).

Hirshberg A, Wall MJ Jr, Allen MK, Mattox KL. Double jeopardy: Thoracoabdominal injuries requiring surgical intervention in both chest and abdomen. J Trauma. 1995; 39(2): 225-31.

Khan, I. A. Ghaffar, S., Asif, S., Asad, S. (2009) Management of thoracic trauma: experience at Ayub teaching hospital,Abbottabad. J Ayub Med Coll Abbottabad. 21(1). h.152-4.

Kawahara N, Zantut LF, Poggeti RS, Fontes B, Bernini C, Birolini D. Laparascopic treatment of gastric and diaphragmatic injury produced by thoracoabdominal stab wound. J Trauma. 1998; 45(3): 613-4.


(52)

Lyer, R. S., Manoj, P., Jain, R., Venkates, P., Dilip, D. (1999) Profile of chest trauma in a referral hospital: a five-year experience. Asian Cardiovascular and Thoracic Annals. 7.h.124.

Mefire, A. C., Pagbe, J. J., Fakou, M., Nguimbous, J, F. (2010) Analysis of epidemiology, lesions, treatment and outcome of 354 consecutive cases of blunt and penetrating trauma to the chest in an African setting. SAJS. 48. h.90-3.

Mohta, M., Kumar, P., Mohta, A. (2006) Experiences with chest trauma: where do we stand today. Indian J Crit Care Med. 10(1). h.25-8.

Morales CH, Villegas MI, Angel W, Va’squez JJ. Value of digital exploration for diagnosing injuries to the left side of diaphragm caused by stab wounds. Arch Surg. 2001; 136: 1131-5.

Olgac, G. (2006) Antibiotics are not needed during tube thoracostomy for spontaneous pneumothorax: an observational case study. Journal of Cardiothoracic Surgery. 1. h.43.

Peden, M., Scurfield, R., Sleet, D. (2004). The world report on road traffic injury prevention. World Health Organization, Geneva.

Puruhito. Buku Ajar Primer Ilmu Bedah Toraks, Kardiak, dan Vaskular. Surabaya.2013;22-39.

Rachmad KB, editor. Penanganan trauma toraks. Pendidikan berkelanjutan untuk ahli bedah. Divisi Bedah Toraks, Departemen Ilmu Bedah FKUI/RSCM. Jakarta. 2001.


(53)

Sjamsuhidajat, R. De Jong, W. (2005) Dinding toraks dan pleura. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC.

Veysi, V. T. (2009) Prevalence of chest trauma, associated injuriesand mortality: a level i trauma centre experience. International Orthopaedics (SICOT). 33. h.1425-33.

Wanek, S., Mayberry, J. C. (2004) Blunt thoracic trauma: flail chest, pulmonary contusion, and blast injury. Crit Care Clin. 20. h.71-81.

Willimas, N. S., Bulstrode, C. J. K., O’connel, P. R. (2013) The thorax. Dalam

Bailey & Love’s Short Practice of Surgery 26th Edition. India: CRC Press. Wulandari, A. S, Wuryantoro, I. G. N., Prasetyono, T. O. H. (2010) Evaluasi

penatalaksanaan kasus trauma torakoabdominalis. Jurnal Ilmu Bedah Indonesia. 36-38. h.12-18.


(54)

Lampiran 1 OUTPUT ANALISIS

Frequency Table

Jk

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 92 81.4 81.4 81.4

Perempuan 21 18.6 18.6 100.0

Total 113 100.0 100.0

jenis_trauma

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Trauma Tajam 28 24.8 24.8 24.8

Trauma Tumpul 85 75.2 75.2 100.0

Total 113 100.0 100.0

Morbiditas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ARDS 3 2.7 2.7 2.7

Atelektasis 1 .9 .9 3.5

gagal nafas 4 3.5 3.5 7.1

Sepsis 3 2.7 2.7 9.7

septic shock 1 .9 .9 10.6

Septic Shock, Gagal Nafas, Leukositosis, Thrombositosis

1 .9 .9 11.5

shock sepsis+gagal nafas 1 .9 .9 12.4


(55)

Mortalitas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 102 90.3 90.3 90.3

ya 11 9.7 9.7 100.0

Total 113 100.0 100.0

penyebab_kecelakaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Kecelakaan kerja 20 17.7 17.7 17.7

KLL 74 65.5 65.5 83.2

Kriminal 19 16.8 16.8 100.0

Total 113 100.0 100.0

Descriptives

Statistic Std. Error

Usia Mean 36.00 1.703

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 32.63

Upper Bound 39.37

5% Trimmed Mean 35.75

Median 40.00

Variance 327.804

Std. Deviation 18.105

Minimum 2

Maximum 78

Range 76

Interquartile Range 32

Skewness .081 .227


(56)

Descriptives

Statistic Std. Error

lama_perawatan Mean 9.33 .499

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 8.34

Upper Bound 10.32

5% Trimmed Mean 9.10

Median 9.00

Variance 28.097

Std. Deviation 5.301

Minimum 1

Maximum 25

Range 24

Interquartile Range 8

Skewness .587 .227


(57)

Lampiran 2 Susunan Peneliti

Peneliti

Nama Lengkap : dr. Mhd. Zuhri Nanda Rizki Lubis Pangkat/Gol/NIP :---

Jabatan Fungsional : PPDS Ilmu Bedah

Fakultas : Kedokteran

Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Pembimbing I :

Nama Lengkap : Dr. Doddy Prabisma Pohan, SpBTKV Pangkat/Gol/NIP :197511132005011004

Jabatan Fungsional : Staf Pengajar Departemen Ilmu BedahFK USU

Fakultas : Kedokteran

Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Bidang Keahlian : Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskuler

Pembimbing II :

Nama Lengkap : Dr. Marshal,SpB-SpBTKV (K) Pangkat/Gol/NIP : 196103161986111001

Jabatan Fungsional :Ketua Program Studi Departemen Ilmu BedahFK USU

Fakultas : Kedokteran

Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara


(58)

Lampiran 3 Rencana Anggaran Penelitian

No Uraian Jumlah

1 Honorarium Rp. 1.800.000,-

2 Fotocopy data sample, dll ( 800 lbr x Rp. 200 )

Rp. 1.600.000,-

3 Pembuatan Proposal dan Laporan Penelitian

Rp. 700.000,-

4 Penggandaan Proposal dan Laporan Penelitian

Rp. 1.500.000,-

Total Rp. 5.600.000,-


(59)

Lampiran 4 Jadwal Penelitian

NOVEMBER 2014

DESEMBER

2014 JANUARI 2015 PERSIAPAN

PELAKSANAAN

PENYUSUNAN LAPORAN

PENGGANDAAN LAPORAN


(1)

Lampiran 1

OUTPUT ANALISIS

Frequency Table

Jk

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 92 81.4 81.4 81.4

Perempuan 21 18.6 18.6 100.0

Total 113 100.0 100.0

jenis_trauma

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Trauma Tajam 28 24.8 24.8 24.8

Trauma Tumpul 85 75.2 75.2 100.0

Total 113 100.0 100.0

Morbiditas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ARDS 3 2.7 2.7 2.7

Atelektasis 1 .9 .9 3.5

gagal nafas 4 3.5 3.5 7.1

Sepsis 3 2.7 2.7 9.7

septic shock 1 .9 .9 10.6

Septic Shock, Gagal Nafas, Leukositosis, Thrombositosis

1 .9 .9 11.5

shock sepsis+gagal nafas 1 .9 .9 12.4

tidak ada 99 87.6 87.6 100.0


(2)

Mortalitas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 102 90.3 90.3 90.3

ya 11 9.7 9.7 100.0

Total 113 100.0 100.0

penyebab_kecelakaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Kecelakaan kerja 20 17.7 17.7 17.7

KLL 74 65.5 65.5 83.2

Kriminal 19 16.8 16.8 100.0

Total 113 100.0 100.0

Descriptives

Statistic Std. Error

Usia Mean 36.00 1.703

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 32.63 Upper Bound 39.37

5% Trimmed Mean 35.75

Median 40.00

Variance 327.804

Std. Deviation 18.105

Minimum 2

Maximum 78

Range 76

Interquartile Range 32

Skewness .081 .227


(3)

Descriptives

Statistic Std. Error

lama_perawatan Mean 9.33 .499

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 8.34

Upper Bound 10.32

5% Trimmed Mean 9.10

Median 9.00

Variance 28.097

Std. Deviation 5.301

Minimum 1

Maximum 25

Range 24

Interquartile Range 8

Skewness .587 .227


(4)

Lampiran 2

Susunan Peneliti

Peneliti

Nama Lengkap

: dr. Mhd. Zuhri Nanda Rizki Lubis

Pangkat/Gol/NIP

:---

Jabatan Fungsional

: PPDS Ilmu Bedah

Fakultas

: Kedokteran

Perguruan Tinggi

: Universitas Sumatera Utara

Pembimbing I :

Nama Lengkap

: Dr. Doddy Prabisma Pohan, SpBTKV

Pangkat/Gol/NIP

:197511132005011004

Jabatan Fungsional

: Staf Pengajar Departemen Ilmu BedahFK USU

Fakultas

: Kedokteran

Perguruan Tinggi

: Universitas Sumatera Utara

Bidang Keahlian

: Ilmu Bedah Toraks Kardio Vaskuler

Pembimbing II :

Nama Lengkap

: Dr. Marshal,SpB-SpBTKV (K)

Pangkat/Gol/NIP

: 196103161986111001

Jabatan Fungsional

:Ketua Program Studi Departemen Ilmu BedahFK

USU

Fakultas

: Kedokteran

Perguruan Tinggi

: Universitas Sumatera Utara


(5)

Lampiran 3

Rencana Anggaran Penelitian

No

Uraian

Jumlah

1

Honorarium

Rp. 1.800.000,-

2

Fotocopy data sample, dll ( 800 lbr x Rp.

200 )

Rp. 1.600.000,-

3

Pembuatan Proposal dan Laporan

Penelitian

Rp. 700.000,-

4

Penggandaan Proposal dan Laporan

Penelitian

Rp. 1.500.000,-

Total

Rp. 5.600.000,-


(6)

Lampiran 4

Jadwal Penelitian

NOVEMBER

2014

DESEMBER

2014

JANUARI 2015

PERSIAPAN

PELAKSANAAN

PENYUSUNAN

LAPORAN

PENGGANDAAN

LAPORAN