Pengaruh NAA dan BAP terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tunas Pucuk Lisianthus (Eustoma grandiflorum) secara In Vitro
PENGARUH NAA DAN BAP TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUNAS
PUCUK LlSlANTHUS (Eustorna grandifiorum)
SECARA In Vitro
OIeh
SONDANG SINTARIN1 SIPAHUTAR
A 26.0971
JURUSAN BUD1 DAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1994
RINGKASAN
SONDANG SINTARINI SIPAHUTAR.
Pengaruh NAA dan BAP Terha-
dap Pertumbuhan dan Perkembangan Tunas Pucuk Lisianthus
(Eustoma grandiflorum) Secara In Vitro (dibawah bimbingan
LIVY WINATA GUNAWAN) .
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh
kombinasi zat pengatur tumbuh NAA dan BAP dalam berbagai
taraf konsentrasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tunas pucuk Lisianthus secara in vitro.
Penelitian di-
laksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Jurusan Budi Daya Pertanian, IPB dari bulan Februari 1993
hingga November 1993.
Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap yang disusun secara faktorial.
ini diulang 10 kali.
Percobaan faktorial
Pada tahap perbanyakan tunas, seba-
gai faktor pertama adalah NAA dan faktor kedua adalah BAP.
Masing-masing faktor terdiri dari 3 taraf konsentrasi yaitu 0.25 mg/l, 0.50 mg/l dan 1.00 mg/l.
Tahap pengakaran
terdiri dari 1 faktor yaitu IBA dengan 3 taraf konsentrasi
0.00 mg/l, 0.10 mg/l dan 1.00 mg/l.
Pada tahap inisiasi awal digunakan eksplan pucuk terminal Lisianthus yang berumur 5 bulan di lapang.
Pada ta-
hap subkultur I digunakan tunas aksilar dan tunas adventif
dari hasil tahap inisiasi awal.
Pada tahap subkultur I1
digunakan tunas dari hasil tahap sub kultur I.
Pada tahap
pengakaran digunakan tunas dari hasil subkultur 11.
Peningkatan konsentrasi NAA sanqat nyata menurunkan
jumlah daun, tunas aksilar dan tunas adventif pada tahap
inisiasi awal.
Sedangkan peningkatan konsentrasi BAP
secara nyata meningkatkan jumlah tunas adventif.
Interaksi NAA dan BAP berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas aksilar dan tunas adventif.
NAA 0.50
mg/l dan
Pada konsentrasi
mg/l, peningkatan konsentrasi BAP
1.00
meningkatkan jumlah tunas aksilar dan tunas adventif.
Jumlah daun dan tunas aksilar terbanyak diperoleh dari perlakuan NAA
0.25
mg/l dan BAP
0.50
mg/l.
Jumlah tu-
nas adventif terbanyak diperoleh dari perlakuan NAA
mg/l dan BAP
1.00
0.25
rng/l.
Semakin tinggi konsentrasi NAA dan semakin rendah
konsentrasi BAP cenderung meningkatkan persentase kultur
yang berakar.
Kombinasi terbaik dalam menghasilkan akar
diperoleh pada perlakuan N U
Pada tahap subkultur 1,
mengalami kematian.
mg/l dan BAP
1.00
75%
Pada NAA
0.25
mg/l.
kultur tunas aksilar
0.25
mg/l dan
0.50
mg/l,
peningkatan konsentrasi BAP menurunkan persentase kultur
yang mati.
Sedangkan pada NAA
1.00
mg/l, peningkatan
konsentrasi BAP meningkatkan persentase kultur yang mati.
Peningkatan konsentrasi NAA sangat nyata menurunkan
jumlah tunas pada kultur tunas adventif.
Sedangkan pe-
ningkatan konsentrasi BAP menurunkan jumlah kultur yanq
berakar
.
Pada tahap subkultur 11, peningkatan konsentrasi BAP
pada NAA 0.25 mg/l cenderung meningkatkan jumlah tunas,
namun menurunkan persentase kultur yang berakar.
Perlakuan NAA 0.25 mg/l dan BAP 1.00 mg/l menghasilkan jumlah tunas terbanyak pada subkultur I dan subkultur
11.
Sedangkan persentase tertinggi kultur yang berakar
diperoleh dari perlakuan NAA 0.25 mg/l dan BAP 0.25 mg/l.
Pada tahap pengakaran, peningkatan konsentrasi IBA
meningkatkan persentase kultur yang berakar dan kultur
yang berkalus.
Persentase teringgi kultur yang berakar
diperoleh dari perlakuan IBA 1.00 ng/l nanun setelah diaklimatisasi jumlah tanaman yang hidup banyak diperoleh
dari perlakuan IBA 0 dan IBA 0.10 mg/l.
Hal ini disebab-
kan akar yang dihasilkan pada IBA rendah adalah akar yang
tumbuh pada pangkal batanq, sedangkan akar pada IBA tinggi
umumnya adalah akar adventif dari kalus.
PENGARUH NAA DAN BAP TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUNAS PUCUK LISIANTHUS
(Eustoma grandiflorum) SECARA In Virro
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sajana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
SONDANG SINTARINI SIPANUTAR
A 26.0971
JURUSAN BUD1 DAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1994
Judul
: PENGARUH
BUHAN
NAA
DAN
DAN BAP
TERHADAP
PERKEMBANGAN
TUNAS
PUCUK
LISIANTHUS (Eustonla qrandiflorum)
SECARA
IN VITHO
Nama mahasiswa : SONDANG SINTARINI SIPAHUTAR
Nomor pokok
: A 26.0971
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr
Ir Livy Winata Gunawan
NIP 130 516 353
NIP 1\30 536 690
Tanggal Lulus:
PERTUM-
0 6 f4AY 1994
PENGARUH NAA DAN BAP TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUNAS
PUCUK LlSlANTHUS (Eustorna grandifiorum)
SECARA In Vitro
OIeh
SONDANG SINTARIN1 SIPAHUTAR
A 26.0971
JURUSAN BUD1 DAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1994
RINGKASAN
SONDANG SINTARINI SIPAHUTAR.
Pengaruh NAA dan BAP Terha-
dap Pertumbuhan dan Perkembangan Tunas Pucuk Lisianthus
(Eustoma grandiflorum) Secara In Vitro (dibawah bimbingan
LIVY WINATA GUNAWAN) .
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh
kombinasi zat pengatur tumbuh NAA dan BAP dalam berbagai
taraf konsentrasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tunas pucuk Lisianthus secara in vitro.
Penelitian di-
laksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Jurusan Budi Daya Pertanian, IPB dari bulan Februari 1993
hingga November 1993.
Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap yang disusun secara faktorial.
ini diulang 10 kali.
Percobaan faktorial
Pada tahap perbanyakan tunas, seba-
gai faktor pertama adalah NAA dan faktor kedua adalah BAP.
Masing-masing faktor terdiri dari 3 taraf konsentrasi yaitu 0.25 mg/l, 0.50 mg/l dan 1.00 mg/l.
Tahap pengakaran
terdiri dari 1 faktor yaitu IBA dengan 3 taraf konsentrasi
0.00 mg/l, 0.10 mg/l dan 1.00 mg/l.
Pada tahap inisiasi awal digunakan eksplan pucuk terminal Lisianthus yang berumur 5 bulan di lapang.
Pada ta-
hap subkultur I digunakan tunas aksilar dan tunas adventif
dari hasil tahap inisiasi awal.
Pada tahap subkultur I1
digunakan tunas dari hasil tahap sub kultur I.
Pada tahap
pengakaran digunakan tunas dari hasil subkultur 11.
Peningkatan konsentrasi NAA sanqat nyata menurunkan
jumlah daun, tunas aksilar dan tunas adventif pada tahap
inisiasi awal.
Sedangkan peningkatan konsentrasi BAP
secara nyata meningkatkan jumlah tunas adventif.
Interaksi NAA dan BAP berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas aksilar dan tunas adventif.
NAA 0.50
mg/l dan
Pada konsentrasi
mg/l, peningkatan konsentrasi BAP
1.00
meningkatkan jumlah tunas aksilar dan tunas adventif.
Jumlah daun dan tunas aksilar terbanyak diperoleh dari perlakuan NAA
0.25
mg/l dan BAP
0.50
mg/l.
Jumlah tu-
nas adventif terbanyak diperoleh dari perlakuan NAA
mg/l dan BAP
1.00
0.25
rng/l.
Semakin tinggi konsentrasi NAA dan semakin rendah
konsentrasi BAP cenderung meningkatkan persentase kultur
yang berakar.
Kombinasi terbaik dalam menghasilkan akar
diperoleh pada perlakuan N U
Pada tahap subkultur 1,
mengalami kematian.
mg/l dan BAP
1.00
75%
Pada NAA
0.25
mg/l.
kultur tunas aksilar
0.25
mg/l dan
0.50
mg/l,
peningkatan konsentrasi BAP menurunkan persentase kultur
yang mati.
Sedangkan pada NAA
1.00
mg/l, peningkatan
konsentrasi BAP meningkatkan persentase kultur yang mati.
Peningkatan konsentrasi NAA sangat nyata menurunkan
jumlah tunas pada kultur tunas adventif.
Sedangkan pe-
ningkatan konsentrasi BAP menurunkan jumlah kultur yanq
berakar
.
Pada tahap subkultur 11, peningkatan konsentrasi BAP
pada NAA 0.25 mg/l cenderung meningkatkan jumlah tunas,
namun menurunkan persentase kultur yang berakar.
Perlakuan NAA 0.25 mg/l dan BAP 1.00 mg/l menghasilkan jumlah tunas terbanyak pada subkultur I dan subkultur
11.
Sedangkan persentase tertinggi kultur yang berakar
diperoleh dari perlakuan NAA 0.25 mg/l dan BAP 0.25 mg/l.
Pada tahap pengakaran, peningkatan konsentrasi IBA
meningkatkan persentase kultur yang berakar dan kultur
yang berkalus.
Persentase teringgi kultur yang berakar
diperoleh dari perlakuan IBA 1.00 ng/l nanun setelah diaklimatisasi jumlah tanaman yang hidup banyak diperoleh
dari perlakuan IBA 0 dan IBA 0.10 mg/l.
Hal ini disebab-
kan akar yang dihasilkan pada IBA rendah adalah akar yang
tumbuh pada pangkal batanq, sedangkan akar pada IBA tinggi
umumnya adalah akar adventif dari kalus.
PENGARUH NAA DAN BAP TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUNAS PUCUK LISIANTHUS
(Eustoma grandiflorum) SECARA In Virro
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sajana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
SONDANG SINTARINI SIPANUTAR
A 26.0971
JURUSAN BUD1 DAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1994
Judul
: PENGARUH
BUHAN
NAA
DAN
DAN BAP
TERHADAP
PERKEMBANGAN
TUNAS
PUCUK
LISIANTHUS (Eustonla qrandiflorum)
SECARA
IN VITHO
Nama mahasiswa : SONDANG SINTARINI SIPAHUTAR
Nomor pokok
: A 26.0971
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr
Ir Livy Winata Gunawan
NIP 130 516 353
NIP 1\30 536 690
Tanggal Lulus:
PERTUM-
0 6 f4AY 1994
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUNAS
PUCUK LlSlANTHUS (Eustorna grandifiorum)
SECARA In Vitro
OIeh
SONDANG SINTARIN1 SIPAHUTAR
A 26.0971
JURUSAN BUD1 DAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1994
RINGKASAN
SONDANG SINTARINI SIPAHUTAR.
Pengaruh NAA dan BAP Terha-
dap Pertumbuhan dan Perkembangan Tunas Pucuk Lisianthus
(Eustoma grandiflorum) Secara In Vitro (dibawah bimbingan
LIVY WINATA GUNAWAN) .
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh
kombinasi zat pengatur tumbuh NAA dan BAP dalam berbagai
taraf konsentrasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tunas pucuk Lisianthus secara in vitro.
Penelitian di-
laksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Jurusan Budi Daya Pertanian, IPB dari bulan Februari 1993
hingga November 1993.
Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap yang disusun secara faktorial.
ini diulang 10 kali.
Percobaan faktorial
Pada tahap perbanyakan tunas, seba-
gai faktor pertama adalah NAA dan faktor kedua adalah BAP.
Masing-masing faktor terdiri dari 3 taraf konsentrasi yaitu 0.25 mg/l, 0.50 mg/l dan 1.00 mg/l.
Tahap pengakaran
terdiri dari 1 faktor yaitu IBA dengan 3 taraf konsentrasi
0.00 mg/l, 0.10 mg/l dan 1.00 mg/l.
Pada tahap inisiasi awal digunakan eksplan pucuk terminal Lisianthus yang berumur 5 bulan di lapang.
Pada ta-
hap subkultur I digunakan tunas aksilar dan tunas adventif
dari hasil tahap inisiasi awal.
Pada tahap subkultur I1
digunakan tunas dari hasil tahap sub kultur I.
Pada tahap
pengakaran digunakan tunas dari hasil subkultur 11.
Peningkatan konsentrasi NAA sanqat nyata menurunkan
jumlah daun, tunas aksilar dan tunas adventif pada tahap
inisiasi awal.
Sedangkan peningkatan konsentrasi BAP
secara nyata meningkatkan jumlah tunas adventif.
Interaksi NAA dan BAP berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas aksilar dan tunas adventif.
NAA 0.50
mg/l dan
Pada konsentrasi
mg/l, peningkatan konsentrasi BAP
1.00
meningkatkan jumlah tunas aksilar dan tunas adventif.
Jumlah daun dan tunas aksilar terbanyak diperoleh dari perlakuan NAA
0.25
mg/l dan BAP
0.50
mg/l.
Jumlah tu-
nas adventif terbanyak diperoleh dari perlakuan NAA
mg/l dan BAP
1.00
0.25
rng/l.
Semakin tinggi konsentrasi NAA dan semakin rendah
konsentrasi BAP cenderung meningkatkan persentase kultur
yang berakar.
Kombinasi terbaik dalam menghasilkan akar
diperoleh pada perlakuan N U
Pada tahap subkultur 1,
mengalami kematian.
mg/l dan BAP
1.00
75%
Pada NAA
0.25
mg/l.
kultur tunas aksilar
0.25
mg/l dan
0.50
mg/l,
peningkatan konsentrasi BAP menurunkan persentase kultur
yang mati.
Sedangkan pada NAA
1.00
mg/l, peningkatan
konsentrasi BAP meningkatkan persentase kultur yang mati.
Peningkatan konsentrasi NAA sangat nyata menurunkan
jumlah tunas pada kultur tunas adventif.
Sedangkan pe-
ningkatan konsentrasi BAP menurunkan jumlah kultur yanq
berakar
.
Pada tahap subkultur 11, peningkatan konsentrasi BAP
pada NAA 0.25 mg/l cenderung meningkatkan jumlah tunas,
namun menurunkan persentase kultur yang berakar.
Perlakuan NAA 0.25 mg/l dan BAP 1.00 mg/l menghasilkan jumlah tunas terbanyak pada subkultur I dan subkultur
11.
Sedangkan persentase tertinggi kultur yang berakar
diperoleh dari perlakuan NAA 0.25 mg/l dan BAP 0.25 mg/l.
Pada tahap pengakaran, peningkatan konsentrasi IBA
meningkatkan persentase kultur yang berakar dan kultur
yang berkalus.
Persentase teringgi kultur yang berakar
diperoleh dari perlakuan IBA 1.00 ng/l nanun setelah diaklimatisasi jumlah tanaman yang hidup banyak diperoleh
dari perlakuan IBA 0 dan IBA 0.10 mg/l.
Hal ini disebab-
kan akar yang dihasilkan pada IBA rendah adalah akar yang
tumbuh pada pangkal batanq, sedangkan akar pada IBA tinggi
umumnya adalah akar adventif dari kalus.
PENGARUH NAA DAN BAP TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUNAS PUCUK LISIANTHUS
(Eustoma grandiflorum) SECARA In Virro
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sajana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
SONDANG SINTARINI SIPANUTAR
A 26.0971
JURUSAN BUD1 DAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1994
Judul
: PENGARUH
BUHAN
NAA
DAN
DAN BAP
TERHADAP
PERKEMBANGAN
TUNAS
PUCUK
LISIANTHUS (Eustonla qrandiflorum)
SECARA
IN VITHO
Nama mahasiswa : SONDANG SINTARINI SIPAHUTAR
Nomor pokok
: A 26.0971
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr
Ir Livy Winata Gunawan
NIP 130 516 353
NIP 1\30 536 690
Tanggal Lulus:
PERTUM-
0 6 f4AY 1994
PENGARUH NAA DAN BAP TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUNAS
PUCUK LlSlANTHUS (Eustorna grandifiorum)
SECARA In Vitro
OIeh
SONDANG SINTARIN1 SIPAHUTAR
A 26.0971
JURUSAN BUD1 DAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1994
RINGKASAN
SONDANG SINTARINI SIPAHUTAR.
Pengaruh NAA dan BAP Terha-
dap Pertumbuhan dan Perkembangan Tunas Pucuk Lisianthus
(Eustoma grandiflorum) Secara In Vitro (dibawah bimbingan
LIVY WINATA GUNAWAN) .
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh
kombinasi zat pengatur tumbuh NAA dan BAP dalam berbagai
taraf konsentrasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tunas pucuk Lisianthus secara in vitro.
Penelitian di-
laksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Jurusan Budi Daya Pertanian, IPB dari bulan Februari 1993
hingga November 1993.
Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap yang disusun secara faktorial.
ini diulang 10 kali.
Percobaan faktorial
Pada tahap perbanyakan tunas, seba-
gai faktor pertama adalah NAA dan faktor kedua adalah BAP.
Masing-masing faktor terdiri dari 3 taraf konsentrasi yaitu 0.25 mg/l, 0.50 mg/l dan 1.00 mg/l.
Tahap pengakaran
terdiri dari 1 faktor yaitu IBA dengan 3 taraf konsentrasi
0.00 mg/l, 0.10 mg/l dan 1.00 mg/l.
Pada tahap inisiasi awal digunakan eksplan pucuk terminal Lisianthus yang berumur 5 bulan di lapang.
Pada ta-
hap subkultur I digunakan tunas aksilar dan tunas adventif
dari hasil tahap inisiasi awal.
Pada tahap subkultur I1
digunakan tunas dari hasil tahap sub kultur I.
Pada tahap
pengakaran digunakan tunas dari hasil subkultur 11.
Peningkatan konsentrasi NAA sanqat nyata menurunkan
jumlah daun, tunas aksilar dan tunas adventif pada tahap
inisiasi awal.
Sedangkan peningkatan konsentrasi BAP
secara nyata meningkatkan jumlah tunas adventif.
Interaksi NAA dan BAP berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas aksilar dan tunas adventif.
NAA 0.50
mg/l dan
Pada konsentrasi
mg/l, peningkatan konsentrasi BAP
1.00
meningkatkan jumlah tunas aksilar dan tunas adventif.
Jumlah daun dan tunas aksilar terbanyak diperoleh dari perlakuan NAA
0.25
mg/l dan BAP
0.50
mg/l.
Jumlah tu-
nas adventif terbanyak diperoleh dari perlakuan NAA
mg/l dan BAP
1.00
0.25
rng/l.
Semakin tinggi konsentrasi NAA dan semakin rendah
konsentrasi BAP cenderung meningkatkan persentase kultur
yang berakar.
Kombinasi terbaik dalam menghasilkan akar
diperoleh pada perlakuan N U
Pada tahap subkultur 1,
mengalami kematian.
mg/l dan BAP
1.00
75%
Pada NAA
0.25
mg/l.
kultur tunas aksilar
0.25
mg/l dan
0.50
mg/l,
peningkatan konsentrasi BAP menurunkan persentase kultur
yang mati.
Sedangkan pada NAA
1.00
mg/l, peningkatan
konsentrasi BAP meningkatkan persentase kultur yang mati.
Peningkatan konsentrasi NAA sangat nyata menurunkan
jumlah tunas pada kultur tunas adventif.
Sedangkan pe-
ningkatan konsentrasi BAP menurunkan jumlah kultur yanq
berakar
.
Pada tahap subkultur 11, peningkatan konsentrasi BAP
pada NAA 0.25 mg/l cenderung meningkatkan jumlah tunas,
namun menurunkan persentase kultur yang berakar.
Perlakuan NAA 0.25 mg/l dan BAP 1.00 mg/l menghasilkan jumlah tunas terbanyak pada subkultur I dan subkultur
11.
Sedangkan persentase tertinggi kultur yang berakar
diperoleh dari perlakuan NAA 0.25 mg/l dan BAP 0.25 mg/l.
Pada tahap pengakaran, peningkatan konsentrasi IBA
meningkatkan persentase kultur yang berakar dan kultur
yang berkalus.
Persentase teringgi kultur yang berakar
diperoleh dari perlakuan IBA 1.00 ng/l nanun setelah diaklimatisasi jumlah tanaman yang hidup banyak diperoleh
dari perlakuan IBA 0 dan IBA 0.10 mg/l.
Hal ini disebab-
kan akar yang dihasilkan pada IBA rendah adalah akar yang
tumbuh pada pangkal batanq, sedangkan akar pada IBA tinggi
umumnya adalah akar adventif dari kalus.
PENGARUH NAA DAN BAP TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUNAS PUCUK LISIANTHUS
(Eustoma grandiflorum) SECARA In Virro
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sajana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
SONDANG SINTARINI SIPANUTAR
A 26.0971
JURUSAN BUD1 DAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1994
Judul
: PENGARUH
BUHAN
NAA
DAN
DAN BAP
TERHADAP
PERKEMBANGAN
TUNAS
PUCUK
LISIANTHUS (Eustonla qrandiflorum)
SECARA
IN VITHO
Nama mahasiswa : SONDANG SINTARINI SIPAHUTAR
Nomor pokok
: A 26.0971
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr
Ir Livy Winata Gunawan
NIP 130 516 353
NIP 1\30 536 690
Tanggal Lulus:
PERTUM-
0 6 f4AY 1994