Pemanfaatan Prebiotik XOS dalam Pembuatan Cookies Fungsional untuk Kesehatan Saluran Pencernaan Penyandang Autis

PEMANFAATAN PREBIOTIK XOS DALAM PEMBUATAN
COOKIES FUNGSIONAL UNTUK KESEHATAN SALURAN
PENCERNAAN PENYANDANG AUTIS

CAHYUNING ISNAINI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pemanfaatan Prebiotik
XOS dalam Pembuatan Cookies Fungsional untuk Kesehatan Saluran Pencernaan
Penyandang Autis” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015

Cahyuning Isnaini
NIM I14100109

ABSTRAK
CAHYUNING ISNAINI. Pemanfaatan Prebiotik XOS dalam Pembuatan Cookies
Fungsional untuk Kesehatan Saluran Pencernaan Penyandang Autis. Dibimbing
oleh SRI ANNA MARLIYATI.
Penelitian ini bertujuan mempelajari formulasi pembuatan cookies yang
diperkaya dengan prebiotik Xylo-Oligosakarida sebagai pangan fungsional untuk
kesehatan saluran pencernaan penyandang autis. Desain penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Formula terpilih ditentukan berdasarkan
kemampuan menumbuhkan bakteri asam laktat, kandungan serat, dan hasil uji
organoleptik. Bahan utama yang digunakan adalah pisang kepok, tepung jagung
dan tepung prebiotik Xylo-Oligosakarida (XOS) yang aman untuk diet gluten free
casein free (GFCF). Formula cookies prebiotik terpilih menggunakan bahan
utama berupa tepung pisang sebesar 67 gram dan tepung jagung 33 gram dengan

penambahan prebiotik XOS sebesar 5% terhadap total adonan. Takaran saji
cookies prebiotik terpilih adalah sebesar 50 gram. Cookies prebiotik terpilih per
takaran sajinya mampu memenuhi sebesar 15.4% kebutuhan energi, 2.3%
kebutuhan protein, 19.1% kebutuhan lemak, dan 36.5% kebutuhan karbohidrat
untuk anak usia 5-7 tahun. Cookies terpilih dapat memenuhi klaim ‘mengandung
serat’. Estimasi harga cookies per takaran saji adalah Rp9 091.91.
Kata kunci: autis, cookies, diet GFCF, prebiotik.
ABSTRACT
CAHYUNING ISNAINI. Utilization of XOS Prebiotic in Production of Functional
Cookies for Gastrointestinal Health of Person with Autism. Supervised by SRI
ANNA MARLIYATI.
This research aims to study the formulation in the manufacture of cookies
enriched with prebiotics Xylo - oligosaccharides as functional food for the health
of the autism digestive tract. This research design using complete randomized
design. Selected formula was determined by the ability to grow lactic acid
bacteria, fiber, and organoleptic test results. The main materials used were kepok
bananas, corn flour, and prebiotic Xylo - oligosaccharides (XOS) which safe for
the gluten free casein free diet (GFCF). Selected cookies using the main
ingredient in the form of banana flour by 67 grams and 33 grams of corn flour
with the addition of 5% XOS prebiotic ingredients. Serving size of the selected

prebiotic cookies was 50 grams. Selected prebiotik cookies were able to meet 15.4
% of energy needs, 2.3 % of protein needs, 19,1% of fat needs, and 36.5% of
carbohydrat needs. Selected prebiotic cookies could meet the claims of 'contains
fiber'. Estimates of the price of cookies per serving size was Rp9 091. 91.
Keywords: autism, cookies, GFCF diet, prebiotics.

PEMANFAATAN PREBIOTIK XOS DALAM PEMBUATAN
COOKIES FUNGSIONAL UNTUK KESEHATAN SALURAN
PENCERNAAN PENYANDANG AUTIS

CAHYUNING ISNAINI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Pemanfaatan Prebiotik XOS dalam Pembuatan Cookies Fungsional
Untuk Kesehatan Saluran Pencernaan Penyandang Autis
Nama
: Cahyuning Isnaini
NIM
: I14100109

Disetujui oleh

Dr Ir Sri Anna Marliyati, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Rimbawan
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwasanya
penulisan skripsi dan studi penulis telah selesai dilaksanakan dengan baik. Autis dan
pengembangan produk berbasis pangan lokal non-gluten merupakan dua fokus utama
pada skripsi ini.
Ucapan terima kasih terutama penulis sampaikan kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MS selaku dosen pembimbing akademik dan
pembimbing skripsi yang telah memberikan saran dan dukungan dalam penulisan
karya ilmiah ini.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS selaku dosen penguji skripsi yang telah
memberikan review dan dukungan dalam penyelesaian penulisan karya ilmiah
ini.
3. Kedua orang tua (Cahyo Wibowo dan Ina Kuryati), kakak (Alifanda
Cahyananto) atas kasih sayang, doa, dukungan, dan semangat yang diberikan
kepada penulis menyelesaikan skripsi ini.
4. Program Indofood Riset Nugraha 2013/2014 yang telah mendukung material
juga moril sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.

5. Laboran Pak Mashudi, Pak Junaedi, Pak Agus, Pak Johardi, dan Ibu Endang
yang telah membimbing di laboratorium selama proses penelitian.
6. Sahabat yang selalu ada memberikan dukungan dan menjadi penopang: Irmawati
Ramadhania, Widia Nurfauziah, Yoesniasani Dwi Meisya, Iqbar Mahendra,
Taufik Hidayat, dan Mifthah Faridh Chairil.
7. Rekan-rekan seperjuangan yang telah membantu penulis Miftachur Rizqi, Almira
Nuraelah, Desi Amelia, Firman Alamsyah, Evi Nurlatifah, Nusrisnani Putri,
Dyah Pramudhita, Kak Sonia Roselini, Putri Gita Puspita, Hayu Ning Dewi, M
Yulianto Kurniawan, Rekyan Hanung Puspadewi, Stefani Rolanjiba, Siti Khoirul
Umami, Ade Cucu Wahyudin, Afwin Firdaus, dan Yazid Ramadhani.
8. Sahabat-sahabat di Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi dan BEM KM IPB Kabinet
Berani Beda yang telah memberikan semangat dan cerita selama penulis
menyelesaikan tahap-tahapan penelitian.
9. Rekan-rekan S1 dan Ekstensi Gizi Masyarakat yang penuh semangat dalam
memajukan pangan dan gizi Indonesia, serta civitas Departemen Gizi Masyarakat
lainnya dan semua pihak terlibat yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Bogor, Februari 2015
Cahyuning Isnaini


i

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat
Bahan
Alat
Tahapan Penelitian
Rancangan Percobaan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan Gizi Tepung Pisang dan Tepung Jagung
Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat pada Berbagai Media

Kandungan Gluten Tepung Pisang, Jagung, dan XOS
Cookies Tepung Komposit
Hasil Uji Organoleptik Cookies Tepung Komposit
Sifat Fisik Cookies Tepung Komposit
Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat pada Media dengan Penambahan Cookies
Tepung Komposit
Pemilihan Produk Terbaik Cookies tepung komposit
Cookies Prebiotik
Hasil Uji Organoleptik Cookies Prebiotik
Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat pada Media dengan Penambahan Cookies
Prebiotik
Kandungan Serat Cookies Prebiotik
Cookies Prebiotik Terpilih
Kandungan Gizi Cookies Terpilih
Kontribusi Terhadap AKG Anak Usia 5‒7 Tahun
Estimasi Harga Per Takaran Saji
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

i
ii
ii
ii
1
1
2
3
3
3
3
4
4
8
9
9
12

12
13
14
15
16
17
17
18
19
20
21
21
22
23
23
23
24
24
29
43


ii

DAFTAR TABEL
1 Formula cookies tepung komposit
2 Formulasi cookies prebiotik
3 Kandungan gizi tepung pisang dan jagung
4 Jumlah bakteri asam laktat dengan media tepung pisang dan tepung
jagung
5 Kandungan gluten tepung pisang, jagung, dan XOS
6 Kandungan serat cookies tepung komposit
7 Nilai rata-rata hasil uji hedonik cookies tepung komposit
8 Persentase penerimaan panelis terhadap produk cookies
9 Nilai rata-rata kekerasan cookies tepung komposit
10 Pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL) cookies tepung komposit
11 Nilai rata-rata hasil uji hedonik
12 Persentase penerimaan cookies prebiotik
13 Pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL) cookies prebiotik
14 Kadar serat cookies prebiotik
15 Kandungan gizi cookies prebiotik terpilih
16 Kandungan gizi per takaran saji cookies
17 Estimasi harga per takaran saji

7
7
10
12
13
13
14
15
16
17
18
19
20
20
22
22
23

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir tahapan penelitian
2 Diagram alir pembuatan tepung pisang (Herminiati 2005)

5
6

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner organoleptik cookies tepung komposit dan cookies prebiotik
2 Analisis kekerasan (Sifat Fisik)
3 Metode uji pertumbuhan bakteri asam laktat (Mikrobiologi)
4 Prosedur Analisis Kandungan Gizi dan Energi
5 Hasil uji Friedman dan Duncan data uji hedonik cookies tepung
komposit
6 Hasil sidik ragam penerimaan panelis terhadap cookies tepung
komposit
7 Hasil sidik ragam data uji kekerasan cookies tepung komposit
8 Hasil sidik ragam pertumbuhan bakteri asam laktat media tumbuh
cookies tepung komposit
9 Hasil uji Friedman dan Duncan data uji organoleptik cookies prebiotik
10 Hasil sidik ragam penerimaan panelis terhadap cookies prebiotik
11 Hasil sidik ragam pertumbuhan bakteri asam laktat media tumbuh
cookies prebiotik

29
33
33
34
37
38
39
40
40
41
42

iii

12 Hasil sidik ragam kandungan serat cookies prebiotik

42

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai
dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa,
perilaku, komunikasi, dan interaksi sosial. Penyandang autis di Indonesia sampai
tahun 2004 telah mencapai angka 7 000 orang (Depkes 2004). Setiap tahunnya,
jumlah tersebut diyakini mengalami pertumbuhan sebesar 5%. Umumnya autis
disertai dengan alergi terhadap makanan dikarenakan fungsi pencernaannya yang
berbeda dari normal. Alergi pada autis dapat menyerang semua organ tanpa
terkecuali mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan berbagai bahaya dan
komplikasi yang mungkin bisa terjadi. Alergi bisa mengganggu fungsi otak
sehingga sangat mengganggu perkembangan anak. Belakangan terungkap bahwa
alergi menimbulkan komplikasi yang cukup berbahaya, dikarenakan alergi dapat
mengganggu semua organ atau sistem tubuh termasuk gangguan fungsi otak.
Gangguan fungsi otak akan menimbulkan ganguan perkembangan dan perilaku
pada anak seperti gangguan konsentrasi, gangguan emosi, keterlambatan bicara,
gangguan konsentrasi hingga memperberat gejala autis (Judarwanto 2005).
Lucarelli et al. (1995), menemukan adanya alergi pada antigen dan
antibodi penyandang autis terhadap kasein, laktalbumin atau betalaktoglobulin,
protein ensefalitogenik dari susu sapi. Selain itu adanya alergi mengakibatkan
adanya gangguan sistem imun yang berfungsi melawan jamur, virus dan bakteri.
Penyandang autis sering mengalami gangguan infeksi jamur (candidiasis), infeksi
saluran napas dan mudah terkena penyakit infeksi lain secara berulang. Alergi
terhadap makanan ini menyebabkan penyandang autis tidak dapat mengonsumsi
tepung terigu yang memiliki gluten tinggi (Judarwanto 2005).
Ketergantungan terhadap salah satu pangan pokok khususnya terigu,
menuntut masyarakat untuk menggali potensi pangan lokal yang ada di setiap
daerah. Pisang (Musa paradisiaca) sebagai salah satu tanaman kelompok buah
memiliki potensi besar untuk diolah menjadi tepung substitusi tepung terigu.
Tepung pisang merupakan produk antara yang cukup prospektif dalam
pengembangan sumber pangan lokal. Buah pisang cukup sesuai untuk diproses
menjadi tepung karena komponen utama penyusunnya adalah karbohidrat
(17.2‒38%) (Abdillah 2010).
Pisang merupakan tanaman rakyat yang dapat tumbuh di hampir seluruh
tipe agroekosistem di Indonesia, sehingga tanaman ini menduduki posisi pertama
dalam hal luas bila dibandingkan dengan tanaman buah lainnya. Produksi pisang
nasional mencapai 5 359 126 ton (BPS 2013). Secara umum usahatani pisang
secara intensif belum banyak dilakukan. Walaupun demikian, tanaman pisang
memiliki peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi dan sekaligus dapat
menjadi sumber pendapatan bagi sebagian besar masyarakat di pedesaan (Manti
2004).
Produksi jagung mengalami peningkatan yang cukup tinggi meskipun
agak berfluktuasi. Pada tahun 2011, produksi jagung mencapai 17.64 juta ton
pipilan kering (BPS 2011). Jagung mengandung pati 54.1‒71.7%, protein

2

11.1‒26.6%, lemak 5.3‒19.6%, serat 2.6‒9.5%, dan abu 1.4‒2.1%. Komposisi
tersebut ditentukan oleh faktor genetik, varietas, dan kondisi pertanaman. Oleh
karena itu, jagung merupakan bahan pangan sumber energi, sumber gula atau
karbohidrat, serta mengandung protein dan lemak cukup tinggi (Deptan 2010).
Xylo-Oligosakarida (XOS) merupakan salah satu bentuk oligosakarida
yang dapat digunakan sebagai sumber prebiotik oleh probiotik. Oligosakarida
dengan rantai sisi manosa dapat menghalangi pelekatan mikroorganisme patogen
(seperti Escherichia coli, Helicobacter pylori, dan Salmonella Typhimurium) pada
dinding usus. Selain itu manfaat XOS sebagai salah satu bentuk oligosakarida,
berperan sebagai prebiotik yang dapat menstimulasi secara selektif pertumbuhan
dan atau aktivitas probiotik di dalam usus besar seperti Lactobacillus dan atau
Bifidobacterium (Nathalia 2011). Kelebihan XOS yaitu stabil dalam kisaran pH
dan suhu yang luas, mampu meningkatkan pertumbuhan Bifidobacterium,
menurunkan bakteri patogenik pada usus karena berubah menjadi asam lemak
rantai pendek (ALRP) (Kumar et al. 2012). Kegunaan XOS dalam kesehatan yaitu
memiliki aktivitas imunomodulator, antikanker, antialergi, antimikroba,
antiinflamasi, nonkarsinogenik, menjaga pengeluaran insulin, meningkatkan
absorpsi mineral, menurunkan konstipasi.
Snack atau makanan ringan merupakan jenis makanan yang diminati oleh
banyak orang, dari anak-anak hingga orang dewasa. Cookies merupakan produk
pangan kering yang popular di masyarakat. Cookies dapat dijadikan sebagai
makanan tambahan dengan penambahan zat prebiotik dan serat yang membantu
kesehatan saluran pencernaan penyandang autis. Cookies tergolong makanan yang
tidak mudah rusak (nonperishable) dan memiliki umur simpan yang relatif
panjang (Legowo 2004). Bahan baku tepung pisang dan tepung jagung dapat
meningkatkan zat gizi lainnya bagi cookies tersebut.
Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang ditujukan untuk peningkatan kesehatan saluran pencernaan
penyandang autis dengan produk berupa cookies. Untuk membuat produk yang
dapat mencapai tujuan tersebut, peneliti mengembangkan tepung komposit
berbasis tepung pisang dan tepung jagung dengan ditambahkan prebiotik XOS.

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari pemberian prebiotik
xylo-oligosakarida (XOS) dalam pembuatan cookies tepung komposit tepung
pisang dan jagung sebagai pangan fungsional untuk kesehatan saluran pencernaan
penyandang autis.
Tujuan Khusus

1.

Tujuan khusus penelitian ini adalah:
Menganalisis kandungan gizi tepung jagung dan tepung pisang sebagai bahan
baku pembuatan cookies.

3

2.
3.
4.
5.

6.

Menentukan perbandingan tepung xylo-oligosakarida, tepung jagung dan
tepung pisang pada pembuatan cookies.
Menentukan formula terpilih berdasarkan uji organoleptik, kandungan serat,
dan kemampuan menumbuhkan bakteri asam laktat.
Mengkaji pengaruh penggunaan tepung jagung, tepung pisang, dan tepung
xylo-oligosakarida terhadap sifat fisik dan kimia cookies formula terpilih.
Menganalisis kontribusi zat gizi cookies dengan substitusi tepung jagung dan
tepung pisang yang telah diperkaya prebiotik terhadap kebutuhan gizi
penyandang autis usia 5-7 tahun.
Menganalisis biaya pembuatan cookies formula terpilih.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya makanan berbahan dasar
tepung pisang, tepung jagung dan tepung prebiotik xylo-oligosakarida. Cookies
berbahan dasar tepung xylo-oligosakarida, tepung jagung, dan tepung pisang ini
diharapkan dapat digunakan sebagai makanan alternatif yang dapat membantu
menjaga kesehatan mikroflora saluran pencernaan pada masyarakat khususnya
penyandang autis.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan sejak bulan November 2013 sampai September 2014.
Pembuatan tepung pisang dan tepung jagung dilakukan di Pilot Plant South East
Asia Food & Agricultural Science & Technology (SEAFAST). Analisis gluten
dilakukan di Laboratorium Terpadu PT Bogasari Flour Mills. Kemudian proses
pembuatan produk, uji organoleptik, dan analisis zat gizi dilakukan di
Laboratorium Kulinari dan Laboratorium Organoleptik, Laboratorium Analisis
Zat Gizi Departemen Gizi Masyarakat, dan Laboratorium Pusat Antar Universitas.
Analisis pertumbuhan bakteri asam laktat dilakukan di Laboratorium
Mikrobiologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Bahan
Bahan penyusun cookies yang digunakan terdiri atas bahan utama dan bahan
pendukung. Bahan utama adalah pisang kepok, tepung jagung (varietas jagung
hibrida Pioneer 21) dan tepung Xylo-Oligosakarida (XOS). Bahan pendukung
yang digunakan adalah gula halus, kuning telur, dan baking powder. Pisang kepok
diperoleh dari Kecamatan Darmaga dan tepung Jagung Pioneer diperoleh dari
Seafast Pilot Plant. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis adalah media
MRSA, media MRSB, NaCl, selenium mix, H2SO4 pekat, aquades, NaOH,
indikator MMMB, asam borat, HCl, buffer natrium fosfat pH 6.0, enzim
thermamyl, pepsin, larutan pankreatin, etanol, dan aseton.

4

Alat
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan tepung jagung dan tepung
pisang adalah loyang, oven pengering, autoklaf, dan drum dryer. Alat yang
digunakan untuk membuat cookies antara lain wadah plastik, pengaduk,
selongsong aluminium foil, penggiling, oven dan kompor. Alat-alat yang
digunakan dalam analisis adalah autoklaf, cawan, gelas piala, plastik, karet,
bunsen, oven, cawan alumunium, cawan porselin, tanur, pipet, pengaduk
magnetik, kertas timble, sentrifus, gelas ukur labu kjedahl, oven, timbangan,
penangas, kertas minyak, inkubator, labu erlenmeyer, soxhlet, inkubator, pHmeter, alumunium foil, termometer, Texture Analyzer, cawan mikroba, bunsen,
jarum ose, crucible, labu takar, cawan porselein, Steven – LFRA Texture
Analyzer, glutomatic gluten index analyzer,dan alat untuk pengujian organoleptik.

Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahapan. Tahapan tersebut
meliputi tahap persiapan bahan (Tahap 1), tahap penentuan cookies terpilih
(Tahap 2), dan tahap pengujian karakteristik cookies terpilih (Tahap 3). Tahapan
persiapan bahan meliputi pembuatan tepung pisang, uji kandungan gizi tepung
pisang dan tepung jagung, uji kandungan gluten tepung jagung dan tepung pisang,
dan uji kemampuan tepung pisang, tepung jagung, dan tepung Xylo-Oligosakarida
(XOS) menumbuhkan bakteri asam laktat. Tahapan penentuan cookies terpilih
meliputi formulasi cookies tepung komposit tepung pisang dan tepung jagung
dengan 7 formula, uji organoleptik cookies tepung komposit dan uji kekerasan
cookies, pemilihan 4 formula dengan kadar serat tertinggi, uji kemampuan 4
cookies tepung komposit menumbuhkan bakteri asam laktat dengan kadar serat
tertinggi, pemilihan formula cookies tepung komposit terbaik, formulasi cookies
prebiotik dengan 3 formula, uji organoleptik, uji kandungan serat, dan uji
kemampuan cookies prebiotik menumbuhkan bakteri asam laktat, serta penentuan
cookies prebiotik terpilih. Tahap pengujian karakteristik cookies terpilih adalah uji
kandungan gizi dan energi. Tahapan penelitian disajikan dalam diagram alir pada
Gambar 1.

5

Tahap 1

Pembuatan tepung pisang
Uji kandungan gizi tepung pisang dan tepung jagung

Uji kandungan gluten dan kemampuan menumbuhkan bakteri asam
laktat pada tepung pisang, tepung jagung, dan tepung XOS
Tahap 2

Formulasi cookies tepung komposit tepung jagung dan tepung
pisang F1,F2, F3, F4, F5, F6, dan F7
Uji organoleptik cookies tepung komposit dan uji
kekerasan
Pemilihan 4 formula dengan kadar serat tertinggi

Uji kemampuan menumbuhkan bakteri asam laktat pada 4 formula dengan
kadar serat tertinggi
Pemilihan formula cookies tepung
komposit terbaik
Formulasi cookies prebiotik (Penambahan XOS taraf 1, 3, dan 5 %)
Uji organoleptik, uji serat dan uji kemampuan menumbuhkan bakteri asam
laktat pada cookies prebiotik
Tahap 3

Cookies Prebiotik Terpilih

Uji kandungan gizi dan energi cookies
prebiotik terpilih
Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian
Pembuatan tepung pisang
Pembuatan tepung pisang mengacu pada metode Herminiati (2005) dengan
modifikasi. Buah pisang yang diolah menjadi tepung pisang adalah pisang kepok
tua dengan ciri-ciri warna kulit buah (jari buah) yang semula hijau tua telah
menjadi hijau muda, bentuk buah telah padat (terisi penuh), dan pertumbuhan
daun terakhir yang semula berwarna hijau muda berubah menjadi hijau tua.

6

Pembuatan tepung pisang dimulai dari buah pisang dijemur di bawah sinar
matahari sampai kulitnya layu. Penjemuran ini dapat mempermudah pengupasan,
mengurangi getah, dan memperbaiki warna tepung yang dihasilkan. Setelah
dikupas, buah pisang diiris dengan menggunakan slicer. Irisan pisang ditiriskan
kembali dan dikeringkan dengan menggunakan cabinet dryer pada suhu 50oC
selama 5-6 jam sampai kering menjadi gaplek. Untuk pembuatan tepung, gaplek
pisang dihancurkan atau digiling dengan menggunakan disc mill. Kemudian untuk
menyeragamkan, tepung pisang diayak dengan ayakan 60 mesh. Tahapan
pembuatan tepung pisang dapat dilihat pada Gambar 2.
Pisang

Penjemuran
Pengupasan dan pengirisan dengan slicer
Penirisan dan pengeringan dengan cabinet dryer (50oC 6 jam)
Penggilingan dengan disc mill dan pengayakan (60 mesh)

Tepung pisang
Gambar 2 Diagram alir pembuatan tepung pisang (Herminiati 2005)
Formulasi Cookies
Formula cookies yang digunakan sebagai dasar formulasi mengacu pada
formula cookies menurut Klappa (2011) dengan modifikasi berdasarkan trial dan
error. Bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies adalah tepung pisang,
tepung jagung, tepung XOS, margarin, tepung gula, baking powder, vanili, dan
kuning telur. Kandungan zat gizi bahan yang digunakan untuk formulasi diperoleh
dari Daftar Komposisi Bahan Makanan (2004). Cookies dibuat dengan dua tahap
yaitu pembuatan cookies tepung komposit untuk menentukan taraf tepung pisang
dan tepung jagung sebagai tepung komposit, dan pembuatan cookies prebiotik
untuk menentukan taraf prebiotik yang digunakan sehingga diperoleh produk
terpilih sebagai cookies prebiotik penyandang autis. Formulasi cookies tepung
komposit dilakukan secara komposit antara tepung pisang dan tepung jagung.
Komposit memiliki arti pencampuran tepung yang dibuat dari beberapa tepung
dalam pembuatan produk makanan (Enie 1989). Formula dasar pembuatan
cookies tepung komposit disajikan pada Tabel 1.

7

Tabel 1 Formula cookies tepung komposit
Berat Bahan (g)
Komponen
F1
F2
F3
F4
F5
F6
F7
(1:1) (1:2) (1:3) (2:1) (2:3) (3:1) (3:2)
50
33
25
67
40
75
60
Tepung Pisang
Tepung Jagung
50
67
75
33
60
25
40
Baking powder
1
1
1
1
1
1
1
Margarin
53
53
53
53
53
53
53
Tepung Gula
67
67
67
67
67
67
67
Kuning telur
20
20
20
20
20
20
20
Cookies tepung komposit yang telah dibuat kemudian diuji organoleptik
dan diuji kemampuan dalam menumbuhkan bakteri asam laktat. Uji kemampuan
menumbuhkan bakteri asam laktat pada cookies tepung komposit hanya dilakukan
pada 4 formula dengan kandungan serat tertinggi berdasarkan perhitungan.
Menurut Soenardi (2009), serat dapat berperan sebagai prebiotik sehingga dipilih
4 formula dengan kandungan serat tertinggi untuk diuji kemampuan
menumbuhkan bakteri asam laktat. Setelah diperoleh formula cookies tepung
komposit terpilih berdasarkan kemampuan menumbuhkan bakteri asam laktat dan
organoleptik, kemudian dilakukan formulasi cookies prebiotik. Formulasi cookies
prebiotik bertujuan untuk mendapatkan formula cookies prebiotik berdasarkan
kemampuan menumbuhkan bakteri asam laktat, kandungan serat, dan hasil uji
organoleptik. Pembuatan cookies prebiotik mengacu pada formula terpilih cookies
tepung komposit dengan penambahan prebiotik Xylo-Oligosakarida. Pada
formulasi ini, cookies ditambah dengan prebiotik Xylo-Oligosakarida dengan taraf
1%, 3%, dan 5%. Tabel 2 menyajikan formulasi cookies prebiotik.
Tabel 2 Formulasi cookies prebiotik
F1 (1%) F2 (3%) F3 (5%)
Bahan
(g)
(g)
(g)
Tepung Pisang
67
67
67
Tepung Jagung
33
33
33
Prebiotik XOS
2.5
7.5
12.5
Baking powder
1
1
1
Margarin
53
53
53
Tepung Gula
67
67
67
Kuning telur
20
20
20

Pengujian Organoleptik
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses
pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisiopsikologis, yaitu
kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya
rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari benda tersebut (Vindras dan
Sinoir 2014). Terdapat beberapa atribut yang digunakan dalam pengujian
organoleptik di antaranya untuk uji hedonik berupa warna, aroma, rasa, dan

8

tekstur, dan untuk uji mutu hedonik berupa warna, kecerahan, rasa manis, after
taste, flavour langu, flavour pisang, flavour jagung, tekstur kerenyahan
menggunakan tangan, dan tekstur kerenyahan gigit. Uji organoleptik dilakukan
menggunakan 30 orang panelis semi terlatih untuk mendapatkan satu formula
terpilih dari formulasi yang dilakukan. Pengujian formula meliputi uji hedonik
dan mutu hedonik. Uji hedonik menggunakan 7 skala penilaian : sangat tidak suka
(1), tidak suka (2), agak tidak suka (3), biasa (4), agak suka (5), suka (6), dan
sangat suka(7). Formula cookies dianggap diterima apabila nilai yang diberikan
lebih besar dari 4 (Vindras dan Sinoir 2014). Kuesioner organoleptik disajikan
pada Lampiran 1.

Analisis Fisik
Analisis fisik yang dilakukan adalah kekerasan cookies menggunakan alat
Stevens LFRA Texture Analyzer. Prosedur analisis disajikan pada Lampiran 2.

Analisis Mikrobiologi
Analisis mikrobiologi dilakukan untuk menguji kandungan mikroba asam
laktat yang tumbuh (Huebner et al. 2007). Bakteri asam laktat yang digunakan
adalah Lactobacillus plantarum BCC B2249. Prosedur analisis disajikan pada
Lampiran 3.

Analisis Kandungan Gizi dan Energi
Analisis kandungan gizi meliputi analisis proksimat antara lain kadar
protein (AOAC 1995), (3) kadar air (AOAC 1995), kadar lemak (AOAC 1995),
kadar abu (AOAC 1995), kadar karbohidrat (Apriyantono et al. 1989) serta
analisis kandungan gluten. Prosedur analisis disajikan pada Lampiran 4.

Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali pengulangan. Pada tahap awal, unit
percobaan yaitu cookies menerima perlakuan berupa perbedaan rasio berat tepung
pisang dan tepung jagung dengan 7 formula. Formulasi tepung jagung dan tepung
pisang yang digunakan yaitu F1 (50:50), F2 (33:67), F3 (25:75), F4 (67:33), F5
(40:60), F6 (75:25), dan F7 (60:40). Model yang digunakan pada tahap pertama
adalah sebagai berikut :
Yij = μ + σi+ εij
Keterangan:
Yij
= Hasil pengamatan perlakuan ke-i pada ulangan ke-j
μ
= Nilai tengah umum
σi
= Pengaruh perlakuan rasio tepung pisang dan jagung

9

εij
i
j

= Galat dalam kombinasi perlakuan ke-i pada ulangan ke-j
= Perlakuan yang diberikan (komposit tepung pisang dan jagung)
= Ulangan dari masing-masing perlakuan

Tahap selanjutnya adalah melakukan persentase penambahan prebiotik XOS
terhadap cookies. Perlakuan ini terdiri atas penambahan tepung XOS dalam tiga
taraf yaitu 1%, 3%, dan 5%. Pada tahap ini digunakan rancangan percobaan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan, dengan model
matematis rancangan percobaan adalah sebagai berikut:
Yij = μ + σi+ εij
Keterangan:
Yij
= Hasil pengamatan perlakuan ke-i pada ulangan ke-j
μ
= Nilai tengah umum
σi
= Pengaruh persentase penambahan prebiotik XOS ke-i
εij
= Galat dalam kombinasi perlakuan ke-i pada ulangan ke-j
i
= Perlakuan yang diberikan, yaitu penambahan prebiotik XOS.
j
= Ulangan dari masing-masing perlakuan

Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh ditabulasikan dan dianalisis menggunakan Microsoft
Excell 2013 dan SPSS 16 for Windows. Pengolahan data uji hedonik
menggunakan uji Friedman pada SPSS. Jika hasil uji Friedman menyatakan
bahwa sampel yang diujikan berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan pada taraf
kepercayaan 0.05 maka dilakukan uji lanjutan (post hoc). Uji lanjutan untuk skala
hedonik menggunakan uji Duncan. Uji ini dilakukan untuk melihat apakah ada
perbedaan yang nyata di antara masing-masing sampel yang diujikan. Pengolahan
data uji kandungan serat, kemampuan menumbuhkan bakteri asam laktat, dan sifat
fisik menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) pada SPSS. Jika hasil uji
ANOVA menunjukkan perbedaan maka dilakukan uji lanjut Duncan. Pemilihan
produk terpilih dilakukan dengan Microsoft Excell 2013 dengan
mempertimbangkan nilai tertinggi pada variabel yang telah ditentukan secara
purposif.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan Gizi Tepung Pisang dan Tepung Jagung
Tepung pisang yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dengan
mengacu pada pembuatan tepung pisang oleh Herminiati (2005). Tepung pisang
diperoleh dari bahan dasar pisang kepok yang berumur sekitar 4 bulan dengan
warna hijau agak kekuningan. Pada usia ini, pisang dalam keadaan hampir matang
namun tekstur dagingnya masih agak keras (Prabawati et al. 2008). Keadaan
tersebut dapat memudahkan dalam pembuatan tepung pisang. Sebanyak 6 Kg
buah pisang tanpa kulit dapat menghasilkan 2.26 Kg tepung pisang sehingga

10

rendemen tepung pisang adalah sebesar 37.7%. Tepung jagung yang digunakan
dalam penelitian ini diperoleh dari produksi Seafast IPB. Tepung pisang dan
tepung jagung diuji untuk mengetahui kandungan gizinya. Hasil uji dibandingkan
dengan literatur pendukung sebagai pembanding seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Kandungan gizi tepung pisang dan jagung
Parameter
Air (%bb)
Abu (%bb)
Lemak (%bb)
Protein (%bb)
Karbohidrat (%bb)
Serat pangan (%bb)
Serat kasar (%bb)

Tepung
jagung
12.84
0.46
1.37
10.53
75.61
4.93
0.79

Tepung jagung
pembanding
13.1a
1.35c
4.5a
8.7a
72.4a
4.24c

Tepung
pisang
8.68
2.55
0.28
3.02
85.47
5.44
0.87

Tepung Pisang
pembanding
11.23b
2.08b
0.5b
6.8b
79.39b
10.13b
2d

Keterangan: Sumber: a) LIPI Pangan dan Kesehatan (2009), b)Histifarina et al. (2012), c) Pereira
(2013), d) Sutuhu et al. (1995)

Kadar Air
Air merupakan komponen yang dapat mempengaruhi penerimaan,
penampakan, kesegaran, tekstur, dan cita rasa pangan (Legowo et al. 2004).
Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa kandungan air dari tepung jagung adalah
12.84% sedangkan LIPI (2009) menunjukkan bahwa nilai kandungan air tepung
jagung adalah 13.1%. Nilai ini menunjukkan perbedaan yang tidak jauh berbeda.
Kadar air tepung pisang yang diperoleh adalah sebesar 8.68% (%bb) sedangkan
berdasarkan Histifarina (2012) diperoleh kadar air tepung pisang sebesar 11.23%.
Kedua nilai kadar air tepung berada di bawah nilai kadar air tepung berdasarkan
literatur, hal ini disebabkan perbedaan proses yang dilakukan. Tepung pisang
yang diteliti tidak ditambahkan natrium bisulfit seperti yang dilakukan Histifarina
et al. (2012) sehingga dapat mempengaruhi jumlah zat gizi yang terdapat di
dalamnya. Nilai kadar air yang lebih rendah pada tepung jagung yang diteliti
dibanding tepung pembanding terjadi karena perbedaan jagung yang digunakan.
Berdasarkan LIPI (2009) walaupun memiliki varietas yang sama namun jika
ditanam di tempat berbeda maka akan terdapat perbedaan kandungan gizi.
Kadar Abu
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan. Kadar abu
berkaitan dengan kandungan mineral dalam bahan pangan. Kadar abu tepung
pisang yang diteliti sebesar 2.55% lebih besar daripada Histifarina et al. (2012)
yaitu sebesar 2.08%. Kadar abu tepung jagung yang diteliti adalah 0.46%, nilai
tersebut lebih rendah jika dibanding tepung jagung LIPI (2009) sebesar 1.35%.
Semakin tinggi nilai abu, mengindikasikan secara kualitatif kadar mineral bahan
tersebut juga tinggi (Sulaeman et al. 2013).
Kadar Protein
Protein merupakan zat pembangun dan berperan sebagai sumber tenaga
(Legowo 2004). Protein pada penyandang autis sangat diperlukan terutama
sebagai neurotransmitter dalam bentuk asam amino (Strickland 2009). Protein
pada tepung jagung yang diteliti lebih tinggi daripada LIPI (2009) yang bernilai

11

8.7% yaitu sebesar 10.53%. Protein yang lebih tinggi disebabkan perbedaan
proses yang diterapkan. Kandungan protein pada tepung pisang yang diteliti lebih
rendah daripada Histifarina et al. (2012) yaitu sebesar 3.02%. Tepung pisang pada
penelitian Histifarina et al. (2012) pisang diberi perlakuan direndam dalam asam
sitrat yang dapat mendukung mempertahankan kadar protein (Supirman et al.
2013) sehingga nilai proteinnya dapat lebih tinggi daripada tepung pisang yang
diteliti.
Kadar Lemak
Lemak berfungsi sebagai sumber energi kedua setelah karbohidrat. Lemak
diperlukan oleh tubuh untuk memproduksi membran sel dan hormon. Lemak juga
diperlukan sebagai pembawa vitamin larut lemak dan sebagai penyusun selubung
mielin pada sel saraf. Lemak adalah senyawa ester dari gliserol dan asam lemak
(Almatsier 2009). Lemak pada tepung jagung dan tepung pisang yang diteliti
lebih rendah daripada tepung pembanding yaitu sebesar 1.37% dan 0.28%. Hal ini
disebabkan perbedaan dari sumber bahan utama. Perbedaan perlakuan penanaman
pada satu varietas pun dapat memberikan perbedaan kontribusi zat gizi pada suatu
tanaman (LIPI 2009).
Kadar Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber utama energi karena paling mudah
dikonversi menjadi glukosa dibandingkan protein dan lemak. Glukosa
memberikan sumber energi kepada otak sehingga dapat berfungsi optimum.
Karbohidrat merupakan senyawa polihidroksi aldehid atau polihidroksi keton
(Almatsier 2009). Kadar karbohidrat tepung jagung adalah 75.61% dan tepung
pisang 85.47%, nilai tersebut lebih tinggi dibanding tepung pembanding (72.4%
dan 79.39%). Nilai karbohidrat kedua tepung diketahui dengan metode by
difference. Nilai keduanya tidak jauh berbeda dengan tepung pembanding.
Kadar Serat Pangan
Serat pangan tepung jagung sebesar 4.93%. Serat pangan tepung pisang
(5.44%) lebih rendah daripada tepung pisang Histifarina et al. (2012) (10.13%).
Nilai yang lebih rendah ini diduga disebabkan perbedaan pisang yang digunakan.
Serat pangan dibedakan menjadi larut dan tidak larut. Berdasarkan Strickland
(2009), serat pangan larut tidak dicerna di usus halus dan akan difermentasikan di
usus besar. Hal ini dapat meningkatkan kesehatan saluran pencernaan dengan cara
mendukung Bifidobakteria dan Lactobacilli menghasilkan asam lemak rantai
pendek (ALRP). Serat pangan tak larut dapat menyerap air yang masuk ke saluran
pencernaan sehingga menjadikan feses lebih lembut, meningkatkan densitas
kamba feses, dan membantu pergerakan makanan yang masuk ke dalam usus
besar.
Kadar Serat Kasar
Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh
bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu
asam sulfat (H2SO4 1.25%) dan natrium hidroksida (NaOH 1.25%) (Piliang et al.
2002). Serat kasar tepung jagung dan tepung pisang yang diteliti nilainya jauh

12

lebih rendah dibandingkan literatur. Perbedaan ini dikarenakan perbedaan jagung
dan pisang yang digunakan.

Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat pada Berbagai Media
Tepung pisang, tepung jagung, dan tepung XOS akan menjadi media
pertumbuhan bakteri untuk mendukung kesehatan saluran pencernaan penyandang
autis dalam bentuk produk cookies. Tepung tersebut dianalisis kemampuan
menumbuhkan bakteri asam laktatnya. Hasil uji pertumbuhan bakteri asam laktat
dengan penambahan media tepung pisang, tepung jagung, dan tepung XOS
disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4 Jumlah bakteri asam laktat dengan media tepung pisang dan tepung
jagung
Tepung
Pertumbuhan jam ke-0 (cfu/mL) Pertumbuhan jam ke-24 (cfu/mL)
5
5.28 x 108
Pisang
Jagung
7.7 x 10
1.01 x 109
XOS
1
4.5 x 106
Kontrol
5 x 102
3.1 x 106
Berdasarkan Tabel 4, tepung pisang dan tepung jagung mampu
menumbuhkan bakteri asam laktat dengan jumlah yang lebih besar. Jumlah
bakteri asam laktat yang tumbuh dengan media jagung lebih tinggi daripada media
tepung pisang. Pada pertumbuhan jam ke-0, sudah terdapat pertumbuhan bakteri
asam laktat dengan jumlah 5 cfu/mL (tepung pisang) dan 7.7 x 10 cfu/mL (tepung
jagung). Pada jam ke-24, diperoleh pertumbuhan pesat dengan jumlah akhir
bakteri asam laktat 5.28 x 108 cfu/mL (tepung pisang) dan 1.01 x 109 cfu/mL
(tepung jagung). Akhir jam pengamatan, media yang ditambahkan XOS mampu
menumbuhkan bakteri asam laktat hingga 4.5 x 106 cfu/mL sedangkan kontrol
hanya mampu menumbuhkan sebesar 3.1 x 106 cfu/mL.

Kandungan Gluten Tepung Pisang, Jagung, dan XOS
Protein yang berasal dari susu sapi (kasein) dan tepung terigu (gluten)
tidak mampu tercerna dengan sempurna pada anak autis. Hal ini terjadi karena
protein dari kedua makanan tersebut tidak semuanya berubah menjadi asam amino
tetapi juga menjadi peptida yang seharusnya dibuang lewat urin. Pada anak autis,
peptida ini diserap kembali oleh tubuh dan masuk ke dalam aliran darah, masuk
ke otak dan diubah oleh reseptor opioid menjadi morfin yaitu kaseomorfin dan
gliadorfin yang mempunyai efek merusak sel-sel otak dan membuat fungsi otak
terganggu. Fungsi otak yang terkena biasanya adalah fungsi kognitif, reseptif,
atensi, dan perilaku (Sugiarmin 2013). Gluten merupakan protein yang ditemukan
secara alami pada gandum, barley, dan rye. Gluten merupakan protein yang harus
dihindari bagi penyandang autis (Shepard 2012). Bahan penyusun makanan
penyandang autis harus memperhatikan kandungan gluten dan kaseinnya. Berikut

13

ini kandungan gluten tepung pisang, jagung, dan XOS yang diteliti disajikan pada
Tabel 5.
Tabel 5 Kandungan gluten tepung pisang, jagung, dan XOS
Jenis Tepung Kandungan Gluten
0%
Tepung Pisang
Tepung Jagung
0%
Tepung XOS
0%
Tepung bahan dasar utama yang diteliti diuji kadar glutennya dengan
memisahkan antara tepung dengan gluten menggunakan NaCl. Berdasarkan
Suyatno (2012), apabila suatu protein ditambahkan garam, daya larut protein akan
berkurang, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan (salting out). Tepung
pisang, jagung, dan XOS yang digunakan dalam penelitian ini mengandung 0%
gluten sehingga aman untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan cookies.

Cookies Tepung Komposit
Produk cookies pada penelitian ini merupakan makanan kategori gluten
free – casein free yang dikhususkan untuk penyandang autis usia 5‒7 tahun.
Label gluten free berdasarkan FAO berarti makanan tersebut mengandung tidak
lebih dari 20 ppm gluten. Formulasi cookies tepung komposit bertujuan untuk
mendapatkan formula cookies tepung pisang dan tepung jagung terbaik
berdasarkan kemampuan menumbuhkan bakteri asam laktat dan hasil uji
organoleptik. Bobot adonan (bahan utama dan bahan pendukung) sebanyak 245
gram menghasilkan cookies sebanyak 217 gram atau rendemennya adalah
88.57%. Nilai rendemen ini termasuk cukup baik, tidak terlalu banyak kehilangan
yang terjadi. Kehilangan ini disebabkan kandungan air pada bahan yang menguap
dan adanya adonan yang tertinggal pada wadah selama proses pembuatan.
Makanan yang dikhususkan untuk penyandang autis juga perlu
mempertimbangkan kandungan serat, juga komponen yang dapat meningkatkan
kesehatan saluran pencernaan. Tujuh puluh persen penyandang autis memiliki
riwayat penyakit saluran pencernan dengan ranking tertinggi adalah
lymphonodular hyperplasia, esophagitis, gastritis, duodenitis, leaky gut
syndrome, dan kolitis (Strickland 2009). Berdasarkan Soenardi (2009), serat dapat
memiliki peran sebagai prebiotik. Kandungan serat cookies tepung komposit
dihitung berdasarkan jumlah serat tepung pisang dan tepung jagung yang
digunakan. Kandungan serat cookies tepung komposit disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Kandungan serat cookies tepung komposit
Formula
F1 (1:1)
F2 (1:2)
F3 (1:3)
F4 (2:1)
F5 (2:3)
F6 (3:1)
F7 (3:2)

Kandungan serat (%)
5.19
5.09
5.05
5.27
5.13
5.31
5.23

14

Hasil Uji Organoleptik Cookies Tepung Komposit
Uji organoleptik dilakukan pada cookies tepung komposit. Nilai rata-rata
uji hedonik cookies tahap pertama disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Nilai rata-rata hasil uji hedonik cookies tepung komposit
Formula
Atribut
Warna
Aroma
Rasa
Tekstur

F1
(1:1)

F2
(1:2)

F3
(1:3)

F4
(2:1)

F5
(2:3)

F6
(3:1)

F7
(3:2)

5.02cd
5.42ab
5.65b
5.72b

5.50de
5.25b
5.53b
5.33ab

5.62e
5.17b
5.38b
5.45ab

4.05a
4.58a
4.83a
5.05a

4.98cd
4.98ab
5.35b
5.07a

4.40ab
4.73ab
5.30a
5.13a

4.60bc
4.75ab
5.35b
5.33ab

Keterangan: F1 = 50 g tepung jagung 50 g tepung pisang, F2 = 67 g tepung jagung 33 g
tepung pisang, F3 = 75 g tepung jagung 25 tepung pisang, F4 = 33 g tepung jagung 67 g tepung
pisang, F5 = 60 g tepung jagung 40 g tepung pisang, F6 = 25 g tepung jagung 75 g tepung pisang,
dam F7 = 40 g tepung jagung 60 g tepung pisang. Huruf yang beda pada baris yang sama
menunjukkan beda nyata (p