Rancang Bangun Sepatu Trek Metal Untuk Transporter Tipe Trek

RANCANG BANGUN SEPATU TREK METAL
UNTUK TRANSPORTER TIPE TREK

RULI ADI SETIAWAN

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rancang Bangun
Sepatu Trek Metal untuk Transporter Tipe Trek adalah benar karya saya dengan
arahan dan bimbingan Dr Ir Desrial, MEng sebagai pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skipsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015
Ruli Adi Setiawan
NIM F14100085

ABSTRAK
RULI ADI SETIAWAN. Rancang Bangun Sepatu Trek Metal untuk Transporter
Tipe Trek. Dibimbing oleh DESRIAL.
Transpoter merupakan alat pengangkut yang dapat diaplikasikan pada
pengangkutan tandan buah segar di perkebunan kelapa sawit. Alat pengangkut
TBS yang sering digunakan berupa angkong. Pada penelitian ini dirancang alat
traksi untuk transporter tipe trek yang dibuat dengan bahan metal. Pembuatan
sepatu trek metal ini bertujuan untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan
traksi dari sepatu trek kayu yang telah diaplikasikan pada transporter tipe trek.
Perancangan sepatu trek dilakukan dengan bantuan software Solidworks. Sebelum
dilakukan pembuatan prototipe dilakukan simulasi pembebanan pada desain
sepatu trek dengan menggunakan software Solidworks. Berdasarkan hasil
simulasi, maka dipilih bahan sepatu trek metal berupa baja karbon dengan standar
AISI 1040. Pembuatan sepatu trek dilakukan menggunakan metode cetak pasir
dengan perlakuan pelunakan dan normal. Dilakukan pengujian tekan pada kedua

perlakuan sepatu trek dengan menggunakan universal testing machine. Hasil
rataan uji tekan dari trek 42.36 MPa pada perlakuan pelunakan dan 63.04 MPa
pada trek normal. Hasil uji kinerja lapang didapatkan koefisien traksi pada
permukaan rumput sebesar 0.63 dan tractive efficiency sebesar 0.3828.
Kata kunci: alat traksi, cetak pasir, metal, sepatu trek, transporter.

ABSTRACT
RULI ADI SETIAWAN. Design of Metal Track Shoe for Transporter Track
Type. Supervised by DESRIAL.
Transporter is a transport machine that can be applied to carry fresh fruit
bunches in oil palm plantations. The commonly transportation tools to carry fresh
fruit bunches is wheelbarrows. In this research the traction type transporter is
designed using metal material. The purpose of metal track shoe design is to
improve the strength and traction ability of the wooden track shoe which it has
been applied in track type transporter. The design of the track shoe was conducted
with using Solidworks software. Based on simulation results, the selected material
for track shoe was a metal with standard carbon steel AISI 1040. The track shoe
manufacturing was using sand casting method with ennealing handling and
normal handling. The stress strain test was conducted to both track shoe with
using universal testing mechine. The average results of stress strain test from the

track shoe obtained 42.36 MPa for the annealing handling track shoe, and 63.04
MPa for normal handling track shoe. The performance test in the field results
obtained traction coefficient in a grass surface of 0.63 and tractive efficiency of
0.3828.
Keywords: metal, track shoe, traction tool, transporter, sand casting.

RANCANG BANGUN SEPATU TREK METAL
UNTUK TRANSPORTER TIPE TREK

RULI ADI SETIAWAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan
ridho-Nya sehingga penelitian dan skripsi dengan judul “Rancang Bangun Sepatu
Trek Metal untuk Transporter Tipe Trek” dapat diselesaikan. Skripsi yang
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik ini penulis
persembahkan untuk ayah, ibu dan semua orang yang telah mendukung saya
selama ini dengan cinta, kasih saying, bimbingan, pengorbanan, dan doa yang
senantiasa menyertai perjalanan penulis.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan penghargaan dan terima
kasih kepada Dr Ir Desrial, MEng selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan dorongan, arahan dan bimbingan kepada penulis. Terima kasih
kepada Prof Dr Ir Tineke Mandang, MS serta Dr Muhamad Yulianto ST, MT
sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran yang membangun untuk
skripsi ini . Kepada seluruh teman-teman Antares 47 yang selalu memberikan
semangat dan dukungan serta senantiasa membantu saya selama pengerjaan
penelitian ini. Terimakasih kepada seluruh teknisi dan laboran di Laboratorium
Lapangan Siswadi Soepardjo yang senantiasa membantu, mengarahkan dan

mendukung penelitian saya. Semua pihak yang telah membantu dan mendorong
terselesaikannya kegiatan penelitian, serta kerjasamanya dalam penyusunan
laporan penelitian ini.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan
dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap kritik
dan saran sebagai masukan berharga untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Maret 2015

Ruli Adi Setiawan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Tahapan Penelitian
Identifikasi Masalah
Pengembangan dan Perumusan Ide desain
Gambar Konseptual
Analisa Rancangan
Gambar Teknik
Uji Struktural Model 3D
Pembuatan Prototipe
Uji Tekan Sepatu Trek
Uji Kinerja Tarik
ANALISA RANCANGAN
Kriteria Perancangan
Analisa Beban pada Sepatu Trek
Pengembangan Ide Desain
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemilihan Bahan dan Desain
Proses Pabrikasi

Pengujian Tekan
Pengujian Beban Tarik
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vii
vii
1
1
2
2
4
4
4
5

5
5
7
7
7
7
8
9
9
10
10
11
13
13
13
16
18
23
25
25

25
26
27
59

DAFTAR TABEL
1 Sifat mekanik bahan pada simulasi
2 Cone Index (CI) di lahan sawit Kalimantan Timur (Rudiansyah 2012)
3 Berat sepatu trek metal yang telah dibuat

8
11
17

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

6
7
8
9
10
11
12
13

14

15
16
17
18
19
20
21
22
23

24
25
26
27
28
29
30
31

Transporter tipe trek kayu pada transporter (Naufal 2014)
Bidang kontak roda rantai dan roda ban dengan landasannya
Jenis sepatu trek yang umum (John Deere 1983)
Bagan alir tahapan peneitian
Fixed point pada simulasi
Force value dan arah pembebanan pada simulasi
Skema uji kinerja tarik (Wong 2010)
Rantai tipe C2120H K2
Penyebaran pembebanan sepatu trek pada transporter tipe trek
Total pembebanan pada trek
Pembebanan roller terhadap sepatu trek
Alternatif desain sepatu trek (a) alternatif 1 dan (b) alternatif 2
Hasil simulasi pembeban maksimal (warna merah) pada sepatu trek
alternatif 1 dengan bahan (a) AISI 1006 (b) AISI 1020 (c) AISI 1040
(d) AISI 1090 (e) AISI 1095
Hasil simulasi pembeban maksimal (warna merah) pada sepatu trek
alternatif 2 dengan bahan (a) AISI 1006 (b) AISI 1020 (c) AISI 1040
(d) AISI 1090 (e) AISI 1095
(a) Desain awal alternatif 1 dan (b) pengembangan desain alternatif 1
Tampak depan desain speatu trek metal
Sepatu trek metal sebelum dihaluskan dan dibor
Sepatu trek metal setelah dihaluskan dan dibor
Transporter tipe trek metal
Grafik hubungan tekanan dan regangan pada pengujian sepatu trek yang
dilunakkan
Grafik hubungan tekanan dan regangan pada pengujian sepatu trek
normal
Sepatu trek setelah pengujian tekan
Grafik perbandingan hasil simulasi dan pengujian tekan sepatu trek
perlakuan pelunakan pengulangan 1
Grafik perbandingan hasil simulasi dan pengujian tekan sepatu trek
perlakuan pelunakan pengulangan 2
Grafik perbandingan hasil simulasi dan pengujian tekan sepatu trek
perlakuan pelunakan pengulangan 3
Grafik perbandingan hasil simulasi dan pengujian tekan sepatu trek
perlakuan normal pengulangan 1
Grafik perbandingan hasil simulasi dan pengujian tekan sepatu trek
perlakuan normal pengulangan 2
Grafik perbandingan hasil simulasi dan pengujian tekan sepatu trek
perlakuan normal pengulangan 3
Proses pengujian kinerja tarik
Grafik hubungan slip sepatu trek metal dengan gaya tarik dan daya tarik
Kondisi lintasan setelah dilalui transporter tipe trek metal

2
3
3
6
8
8
10
11
12
12
13
13

14

15
16
16
17
17
17
18
19
19
20
20
21
21
22
22
23
24
25

DAFTAR LAMPIRAN
1 Perhitungan awal untuk desain sepatu trek
2 Hasil pengukuran kecepatan traktor beban Yanmar YM300T
3 Hasil simulasi alternatif sepatu trek dengan berbagai jenis bahan metal
4 Perbandingan simulasi sepatu trek grouser tunggal desain awal dan
desain pengembangan.
5 Kandungan material pada sepatu trek metal
6 Grafik suhu rentang pengerasan
7 Data hasil pengujian tekan
8 Hasil simulasi sepatu trek perlakuan pelunakan dan normal
9 Kalibarasi loadcell dan handy stain meter
10 Data pengujian tarik
11 Perhitungan koefisien traksi, tractive efficiency, contact pressure
12 Keadaan tanah saat pengujian

27
29
30
35
39
40
41
47
48
49
52
53

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan panen menjadi hal penting dalam pengelolaan tanaman kelapa
sawit. Kegiatan panen meliputi pemotongan TBS (Tandan Buah Segar),
pengumpulan dan pengangkutan. Pengangkutan TBS dan berondolan adalah
kegiatan pengangkutan dari TPH (Tempat Pengumpulan Hasil) ke PKS (Pabrik
Kelapa Sawit) pada setiap hari panen. Pemanenan secara cepat dan bersih
memungkinkan pabrik untuk mengekstrak sebagian besar minyak dan kernel,
serta dapat mempertahankan kualitas minyak dengan memberikan asam lemak
bebas pada tingkat yang rendah (Corley dan Tinker 2003).
Infrastruktur jalur evakuasi juga menjadi faktor utama dalam kelancaran
pengiriman TBS dari titik panen sampai pabrik. Infrastruktur jalur evakuasi
pengangkutan hasil panen pada perkebunan kelapa sawit terdiri dari dua jenis
yaitu jalan utama (connection roads) dan jalan sekunder (collection roads). Jalan
utama adalah jalan semua divisi, sedangkan jalan sekunder adalah jalan yang
mengelilingi, membatasi dan membagi blok kebun (Dadin 2002). Transportasi ke
jalan utama merupakan masalah yang dihadapi ketika pemanenan karena tanaman
kelapa sawit tersebar di daerah yang luas. Kondisi jalan semakin sulit pada kontur
tanah yang tidak rata.
Pengangkutan TBS dari tanaman ke TPH selama ini menggunakan angkong.
Angkong memiliki kapasitas 70-150 kg. Angkong didorong oleh operator dari
piringan (titik panen) ke TPH. Kapasitas angkong bergantung pada keadaan jalur
yang terdapat pada lahan dan kekuatan operator. Pada penelitian sebelumnya
(Rudiansyah 2012, Naufal 2014) telah dirancang transporter tipe trek kayu yang
digunakan untuk menggantikan fungsi angkong. Desain transporter TBS pada
penelitian sebelumnya disesuaikan dengan karakteristik insfratruktur jalur
evakuasi. Desain sepatu trek (track shoe) disesuaikan dengan keadaan jalur
evakuasi yang dilakukan survei lapang telah dilakukan pada penelitian
sebelumnya. Kondisi lahan yang berupa tanah gambut memiliki daya dukung
tanah yang rendah yaitu kurang dari 8.15 kgf/cm2 dengan potensi penurunan 0.3 0.8 cm per bulan. Luasan petakan kebun sawit rata-rata adalah 1000 x 300 m.
Infrastruktur jalur evakuasi TBS dari piringan ke TPH tidak sebaik jalur evakuasi
TBS ke tempat pengumpulan utama/pabrik. Jalur evakuasi TBS ke TPH hanya
memiliki lebar 80 - 100 cm. Di sekeliling petakan kebun juga terdapat saluran air
yang memiliki lebar 3 m, sehingga kadar air petakan kebun besar sekitar 78 %
(Rudiansyah 2012).
Pada penelitian sebelumnya oleh Kurnia (2004) tentang analisis dimensi
sepatu trek dan Setyawan (2005) tentang rancang bangun prototipe alat traksi tipe
sepatu trek, telah dirancang sepatu trek kayu (wooden track) sebagai pengganti
roda rantai (track) yang bertujuan untuk menggantikan sepatu trek yang telah ada
di pasaran. Penggantian bahan trek ini sebagai upaya mengurangi pembebanan
pada tanah yang memiliki daya dukung rendah seperti pada lahan gambut yang
telah diaplikasikan pada penelitian sebelumnya (Cahyana 2005) pada buldozer
mini dengan sepatu trek kayu. Sepatu trek kayu ini juga diaplikasikan pada
tranporter tipe trek pada penelitian sebelumnya (Rudiansyah 2012).

2

Penggunaan transporter dengan alat traksi berupa trek kayu telah digunakan
pada areal perkebunan. Keberadaan alat ini cukup penting karena dapat
meningkatkan efisiensi kerja dan memindahkan risiko pekerjaan dari pekerja.
Sepatu trek kayu merupakan salah satu alternatif alat traksi dari alat traksi tipe
roda. Namun, sepatu trek kayu yang telah dirancang dan diaplikasikan pada
transporter tipe trek tersebut masih memiliki kekurangan yaitu pada bahan kayu
kurang dapat menahan beban dan memliki masa pakai yang relatif pendek
(Gambar 1).

Gambar 1 Transporter tipe trek kayu pada transporter (Naufal 2014)
Berdasarkan penjelasan di atas maka diperlukan desain ulang serta
pemilihan bahan yang tepat sehingga didapatkan dimensi sepatu trek dengan
kemampuan traksi yang optimum dan mempunyai masa pakai yang panjang.
Sepatu trek metal yang dirancang diaplikasikan pada hasil penelitian sebelumnya
oleh Rudiansyah (2012) dan Naufal (2014) pada transporter TBS kelapa sawit tipe
trek. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian pengembangan transporter
sawit tipe trek oleh Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor yang diketuai oleh Desrial.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah melakukan perancangan dan modifikasi sepatu
trek menggunakan bahan logam agar kuat menahan beban serta mengetahui
pengaruh dari pelunakan (annealing) pada proses pembuatan dan membandingkan
dengan simulasi pembebanan sehingga mendapatkan desain sepatu trek yang
optimum.

TINJAUAN PUSTAKA
Sepatu trek memiliki fungsi yang sama dengan roda ban, yakni sebagai alat
traksi. Perbedaannya terletak pada kekakuannya dan luas kontak terhadap tanah.
Kontak yang luas dengan tanah bermanfaat menghasilkan tenaga dorong yang
besar dan tahanan gelinding (rolling resistance) yang rendah. Menurut Liljedahl et

3

al. (1989), traksi adalah gaya dorong yang dapat dihasilkan oleh roda penggerak
atau alat traksi lainnya.
Faktor yang mempengaruhi kemampuan traksi dari alat traksi pada traktor
adalah tekanan alat traksi dan beban yang diterima roda penggerak yang tampak
pada Gambar 2 (Liljedahl et al. 1989). Menurut Craig (1987), besar gaya traksi
maksimum dari traktor yang dapat dihasilkan roda penggerak pada permukaan
tanah terhadap keretakan. Sepatu trek bervariasi menurut ukuran dan bentuknya,
yaitu dari sepatu trek, jumlah roda trek, diameter roda, jumlah sepatu trek, gerak
pegas dari roda trek, tekanan trek, dan bahan sepatu trek. Pada Gambar 3
merupakan jenis sepatu trek yang umum digunakan. Standart grouser secara
umum digunakan pada dozer dan drawbar serta dapat bekerja dengan baik pada
segala kondisi. Sepatu trek ini didesain untuk lahan lempung, tanah liat, lumpur
dan kerikil. Open-center grouser digunakan pada lahan sawah untuk menekan
lumpur. Snow shoes dapat mencegah terbawanya salju dan es pada sepatu trek.
All-purpose (multi grouser) memiliki celah yang kecil antar grouser dan ukuran
grouser yang kecil dapat membuat akselerasi lebih kencang. Sepatu trek ini
berfungsi baik pada permukaan keras hingga halus. Rubber berfungsi sangat baik
pada lantai atau permukaain yang licin (John Deere 1983).

Gambar 2 Bidang kontak roda rantai dan roda ban
dengan landasannya (Liljedahl et al. 1989)

Gambar 3 Jenis sepatu trek yang umum (John Deere 1983)
Variasi ini terjadi di luar dari persyaratan desain sepatu trek. Menurut
Koolen dan Kuipers (1983), persyaratan yang utama untuk menentukan desain
sepatu trek yaitu:
1. Kapasitas bearing yang berhubungan dengan ukuran dan bentuk bidang
kontak terhadap jumlah dan diameter roller trek serta jarak antar pitch.

4

2. Gaya tarik sangat tergantung pada faktor yang sama (jumlah dan diameter
roller trek serta jarak antar pitch) dan pada beban vertikal serta kekuatan
sepatu trek.
3. Kisaran kecepatan. Kecepatan tinggi memerlukan peredam geratan dan
jarak pitch yang pendek.
4. Daya tahan. Hal ini biasanya membatasi kecepatan maksimum dan
mempengaruhi desain sepatu trek. Sepatu trek seharusnya tidak lebih luas
dari yang diperlukan. Tinggi grouser yang mencukupi dapat mengurangi
resiko retak atau pecah pada sepatu trek. Daya tahan secara langsung
berhubungan dengan tekanan sepatu trek yang tepat.
5. Bentuk geometris. Ukuran sepatu trek yang tidak melebihi lebar jalan yang
digunakan dan kemudahan untuk dikemudikan.
Menurut Liljehdal et al. (1989), aplikasi sepatu trek di bidang pertanian
banyak diaplikasikan pada combine harverster, trailer, dan crawler tractor.
Crawler tractor sebagai alternatif dari wheel tractor. Perbedaan crawler tractor
dengan wheel tractor menurut Koolen dan Kuipers (1983) antara lain:
1. Kemampuan tarik yang tinggi per berat unit traktor.
2. Koefisien tahanan gelinding rendah.
3. Kecepatan maju lebih rendah.
4. Tenaga mesin rendah per berat unit traktor.
5. Kemampuan tarik tinggi sebanding dengan ukuran (panjang dan lebar).
6. Kapasitas bearing yang lebih rendah dengan kemampuan ketenggelaman
roller yang lebih kecil.
7. Umur lebih panjang.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai dengan April
2014 di Laboratorium Lapangan Siswadi Soepardjo dan Laboratorium Motor
Bakar, Laboratorium Mekanika Tanah, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat
komputer dan software gambar yang mendukung. Software gambar yang
digunakan adalah Solidworks karena software tersebut memiliki fitur untuk
melakukan simulasi dan analisis beban. Proses pabrikasi sepatu trek memerlukan
bahan besi dan pasir, serta alat berupa tungku pembakaran, media cetak, arc
melting furnace (AMF) dan oli. Beberapa peralatan bengkel guna menunjang
kegiatan pabrikasi dalam pembuatan prototipe. Peralatan yang digunakan untuk
mengukur kadar air, bulk density dan tahanan penetrasi tanah antara lain ring

5

sample, penekan ring sample, oven, timbangan dan cone penetrometer tipe SR-2.
Peralatan untuk pengukuran drawbar antara lain loadcell, kabel penghubung,
kawat baja dan handy type strain meter. Pengukuran slip dan kecepatan dilakukan
dengan menggunakan meteran, patok dan stopwatch. Pengujian beban maskimal
yang dapat diterima sepatu trek hingga mengalami patahan menggunakan UTM
(Universal Testing Machine), mistar, dan stopwatch.
Tahapan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode perancangan
secara umum. Beberapa pendekatan yang digunakan dalam perancangan adalah
pendekatan rancangan fungsional dan rancangan struktural. Tahapan penelitian ini
disajikan dalam diagram alir pada Gambar 4.
Menurut Harsokoesoemo (1999), Tahapan penelitian mengacu pada fase
pembangkitan konkuren (concurrent design) dengan mengacu pada sembilan
dasar perancangan konkuren, yaitu:
1. Menggunakan produk atau unit konstruksi yang sudah ada.
2. Menentukan bahan dan metodologi perakitan.
3. Menentukan keterbatasan dimensi desain.
4. Mengidentifikasi subsistem yang membangun keseluruhan sistem.
5. Mengembangkan hubungan berupa konstruksi dudukan dan kerangka.
6. Merakit dan menggabungkan interface dan komponen-komponen
fungsional sistem.
7. Melakukan evaluasi desain.
8. Penghalusan bahan dan perakitan.
9. Penghalusan bentuk akhir sistem (finishing).
Identifikasi Masalah
Karakteristik fisik gambut yang penting dalam pemanfaatannya untuk
pertanian meliputi kadar air, bulk density (BD), daya menahan beban (bearing
capacity), subsiden (penurunan permukaan), dan irriversible drying. Menurut
Zinck (2011), kadar air tanah gambut dapat mencapai 1 057% dari berat
keringnya. Hal ini memberikan arti bahwa gambut mampu menyerap air sampai
10 kali bobotnya, sehingga sampai batas tertentu, gambut mampu mengalirkan air
ke areal sekelilingnya. Kadar air yang tinggi menyebabkan BD menjadi rendah,
gambut menjadi lembek dan daya menahan bebannya (bearing capacity) rendah.
Hal ini menyulitkan beroperasinya peralatan mekanisasi karena tanahnya yang
empuk.
Pada penelitian sebelumnya, telah dirancang alat raksi berupa sepatu trek
kayu dan diaplikasikan pada transporter TBS tipe trek. Sepatu trek kayu yang
telah diaplikasikan pada transporter tipe trek tidak kuat menahan beban kerja.
Sepatu trek kayu mengalami kerusakan ringan hingga berat, pecah dan lepas dari
dudukan trek.
Pengembangan dan Perumusan Ide desain
Pada rancangan alat traksi berupa sepatu trek kayu (Setyawan 2005) yang
telah dirancang pada penelitian sebelumnya, masih terdapat beberapa
permasalahan, yaitu sepatu trek kayu mengalami kerusakan ringan hingga berat,

6

kayu pecah dan sepatu trek kayu lepas dari dudukan trek. Pada penelitian ini, telah
dirancang sepatu trek yang akan digunakan pada tranporter tipe trek (Rudiansyah
2012) yang mampu menahan beban kerja yang dibebankan ke sepatu trek.

Gambar 4 Bagan alir tahapan peneitian

7

Gambar Konseptual
Perumusan ide desain yang telah dilakukan kemudian dikembangkan dan
dikonsepkan dalam bentuk gambar 3D maupun gambar kerja. Pengerjaan desain
pada penelitian ini menggunakan software Solidworks. Solidworks memiliki
kelebihan dalam bidang desain dan simulasi. Salah satu aplikasi dari Solidworks
yang digunakan untuk membantu perancangan teknik adalah simulasi beban statik
dan dinamis.
Analisa Rancangan
Analisa rancangan dilakukan dengan perhitungan teknik (Lampiran 1)
sehingga didapatkan dimensi komponen, daya penggerak, dan analisis berat dari
komponen/bagian mesin. Beberapa analisa rancangan mengacu pada:
1. Analisa bahan
Analisa bahan dilakukan untuk mempertimbangkan kemampuan maksimum
dari komponen yang dirancang dengan pemilihan bahan. Beberapa analisa
kekuatan bahan diantaranya tekanan, tarikan, lenturan, dan tegangan geser.
2. Analisa gaya
Analisa ini dilakukan untuk menentukan gaya yang bekerja pada sepatu trek
dan gaya kesetimbangan pada crawler. Analisa ini menggunakan persamaan
kesetimbangan gaya.
Gambar Teknik
Gambar teknik digunakan untuk proses manufaktur pembuatan prototipe.
Dimensi dari setiap komponen struktur didapat dari analisa rancangan. Proses
gambar teknik dilakukan untuk mendapatkan gambar konseptual komponen
struktur. Gambar konseptual dikembangkan menjadi gambar yang telah
disesuaikan ukurannya menurut perhitungan analisa teknik/rancangan.
Uji Struktural Model 3D
Pengujian struktural dilakukan dengan bantuan software Solidwork. Uji
struktural ini bertujuan untuk mengetahui deformasi yang terjadi pada sepatu trek
jika diberikan beban tertentu sesuai dengan analisa yang telah dilakukan
sebelumnya. Pengujian struktural pada penelitian ini berupa simulasi beban statik.
Simulasi pembebanan menggunakan beberapa bahan yang memiliki persentase
karbon yang berbeda dengan standar American Iron and Steel Institute (AISI).
Bahan yang dipilih untuk simulasi antara lain AISI 1006, AISI 1020, AISI 1040,
AISI 1090 dan AISI 1095 dengan kandungan karbon berturut-turut 0.08%, 0.17%,
0.37%, 0.85%, dan 0.9%. Kandungan karbon tersebut sesuai dengan standar AISI.
Pemilihan bahan tersebut berdasarkan ketersediaan bahan di lapang. Pengujian
stuktural model 3D menggunakan kriteria Von Mises, yaitu batas kekuatan tidak
tergantung pada tegangan normal atau tegangan geser tetapi sebaliknya,
tergantung pada fungsi ketiga nilai tegangan antara lain momen inersia polar,
koefisien kekuatan dan tekanan (Dieter 1986). Hubungan antara Von Mises
dengan tegangan regangan adalah tegangan yang diberikan pada bahan dan
melebihi yield point bahan, menyebabkan rengangan pada bahan. Bahan yang
dikenai tegangan melebihi yield point-nya mengalami regangan. Sifat mekanik
bahan pada pengujian dapat dilihat pada Tabel 1. Boundary condition berupa fixed
geometry dan force value sebesar 5 000 N pada pengujian struktur model 3D

8

dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6. Simulasi ini menggunakan safety
factor sebesar 3 dan menggunakan pembebanan statis.

AISI
1006
1020
1040
1090
1095

Tabel 1 Sifat mekanik bahan pada simulasi
Ultimate
Density
Yield point
strength
3
(g/cm )
(MPa)
(MPa)
7.872
295
165
7.870
380
205
7.485
525
290
7.870
841
460
7.850
1015
505

Modulus of
Elasticity
(GPa)
200
200
200
200
205

Fixed point

Gambar 5 Fixed point pada simulasi

Force value (N): 5000

Gambar 6 Force value dan arah pembebanan pada simulasi

Pembuatan Prototipe
Proses selanjutnya adalah pabrikasi prototipe bertujuan untuk menguji
kinerja alat yang telah dirancang. Pada pembuatan prototipe ini digunakan dua
macam perlakuan pada baja karbon untuk mengetahui dampak perlakuan khusus
terhadap kekuatan prototipe sepatu trek, yaitu pelunakan (annealing) dan normal
atau tanpa perlakuan (as cast).

9

Prototipe kayu tersebut diletakkan pada timbunan pasir yang berfungsi
sebagai pencetak dari sepatu trek metal yang dibuat. Timbunan pasir yang
digunakan sebagai cetakan dipadatkan untuk mencegah perubahan bentuk selama
proses pengecoran sepatu trek metal. Setelah cetakan pasir siap, material mentah
yang digunakan sebagai bahan sepatu trek metal dilebur pada tungku. Material
mentah tersebut kemudian mencair, selanjutnya dilakukan penuangan pada
cetakan pasir yang telah dibuat sebelumnya. Setelah dingin, cetakan pasir dibuka
sehingga didapatkan sepatu trek metal yang telah jadi.
Uji Tekan Sepatu Trek
Pengujian tekan sepatu trek dilakukan setelah proses pabrikasi. Tujuan dari
pengujian tekan adalah mengetahui kekuatan maksimal yang dapat diterima oleh
sepatu trek metal. Pengujian tekan dilakukan hingga terjadi patahan pada sepatu
trek.
Perlakuan khusus yang diberikan pada saat proses pabrikasi membuat
kekuatan pada sepatu trek berbeda. Pengujian tekan sepatu trek dilakukan dengan
menggunakan UTM yang terdapat pada laboratorium motor bakar. Prosedur
pengujian sebagai berikut:
1. Pengukuran dimensi dilakukan pada spesimen untuk mengetahui kondisi
awal spesimen.
2. Spesimen diletakkan di bawah penekan pada UTM dan di bawah spesimen
diletakkan mistar untuk mengetahui deformasi sebelum sepatu trek
mengalami patahan.
3. UTM dioperasikan dengan menambahkan beban sedikit demi sedikit pada
spesimen hingga spesimen patah dan mencatat angka yang ditunjukkan oleh
jarum panel pada UTM dan mistar setiap 5 detik.
4. Pengulangan dilakukan sebanyak tiga kali untuk setiap perlakuan pada
sepatu trek.
Uji Kinerja Tarik
Pengujian kinerja dari sepatu trek dilakukan pada prototipe yang telah
dibuat. Pengujian traksi langsung dilakukan pada crawler yang telah dibuat pada
penelitian sebelumnya, yakni transporter tipe trek TBS (TMB CT-02) dengan
jenis pengujian drawbar test. Pada pengujian kinerja lapang ini, dilakukan
pengukuran terhadap sifat mekanik tanah diantaranya adalah densitas tanah
sebelum dilalui trek dan sesudah dilalui trek, tanahan penetrasi tanah sebelum
dilalui trek dan setelah dilalui trek, pengukuran slip dan kadar air tanah sebagai
pendukung. Skema pengujian tarik transporter tipe trek metal dapat dilihat pada
Gambar 7. Prosedur pengukurannya adalah sebagai berikut:
1. Load cell dipasang pada penarik transporter tipe trek, kemudian pada bagian
lain load cell dipasangkan kawat baja untuk menghubungkan penarik
dengan traktor.
2. Kabel data load cell dipasangkan ke handy strain meter.
3. Transporter TBS dijalankan pada rpm engine optimum (2500 rpm) dengan
posisi gigi 1 (V1).
4. Traktor beban dijalankan dengan kecepatan setara dengan kecepatan
transpoter tipe trek dan diperlambat tiap 0.1 m/s hingga di rem. Pada saat
pengujian dilakukan pengukuran: a) besar strain yang dibaca pada handy

10

strain meter, (b) kecepatan maju TMB CT-02, (c) besar slip trek pada
transporter.
5. Kondisi sifat fisik dan mekanik tanah diukur sebelum dan sesudah dilintasi
oleh transporter tipe trek.
6. Dihitung besar: (a) gaya penarikan/draft (newton), dan (b) daya penarikan
(watt).

Gambar 7 Skema uji kinerja tarik (Wong 2010)
Sebelum dilakukan pengukuran pengujian tarik, dilakukan pengukuran
kecepatan terlebih dahulu pada traktor beban yang bertujuan untuk mengetahui
kecepatan traktor pada kelipatan 0.1 m/s. Pengukuran kecepatan dilakukan dengan
metode trial and error dengan hasil pada Lampiran 2. Pengujian tarik dilakukan
menggunakan traktor beban Yanmar YM330T dengan daya maksimum 20 hp.

ANALISA RANCANGAN
Kriteria Perancangan
Transporter tipe trek dirancang sebagai mesin angkut pengganti angkong
pada perkebunan kelapa sawit. Penggunaan transporter tipe trek didasarkan pada
daya dukung tanah yang rendah seperti lahan gambut. Pada penelitian
sebelumnya, transporter tipe trek menggunakan kayu sebagai bahan trek.
Penggunaan sepatu trek kayu pada kondisi di lahan kurang mendukung karena
kondisi lahan yang relatif bervariasi dan kurang dapat menahan beban dari
transporter.
Transporter yang difungsikan sebagai pengangkut TBS dari titik panen ke
TPH dengan kapasitas angkut transporter sebesar 600 kg. Desain transporter telah
sesuai dengan keterbatasan keadaan lapang tempat transporter diaplikasikan.
Menurut Rudiansyah (2012), transporter diaplikasikan pada lahan dalam
klasifikasi clay berdasarkan komponen penyusun yang terdiri dari fraksi liat 57%,
debu 40%, dan pasir 3% dengan tahanan tanah pada Tabel 2. Pada kedalaman 20 35 cm terdiri dari komponen organik dengan serat rendah, yakni kurang dari 17%
(Soil Survey Staff 2010).

11

Tabel 2 Cone Index (CI) di lahan sawit Kalimantan Timur (Rudiansyah 2012)
Kedalaman (cm)
0–5
5 – 10
10 – 15
20 – 25
25 – 30
30 – 35
30 – 35

Cone Index
(kgf/cm2)
7.69
1.19
0.59
0.00
0.00
0.00
3.39

Berdasarkan data tahanan tanah pada tempat aplikasi transpoter tipe trek
digunakan, dirancang luasan bidang kontak yang besar agar ground pressure yang
dihasilkan oleh transporter tipe trek tidak melebihi 7.69 kgf/cm2 dengan berat
transporter tipe trek kayu adalah 794.4 kg.
Desain sepatu trek metal mengikuti rantai yang telah digunakan pada
transporter tipe trek dengan tujuan meminimalisasikan modifikasi. Rantai yang
digunakan sebagai penyalur daya traksi adalah attachment chain tipe C2120H K2.
Jarak antar lubang pada rantai dapat dilihat pada Gambar 8. Jarak antara rangka
transporter tipe trek kayu dengan titik tengah rantai adalah 16 cm, sehingga desain
sepatu trek metal mempunyai lebar maksimal 30 cm agar tidak menyentuh bagian
rangka dari transporter tipe trek.

Gambar 8 Rantai tipe C2120H K2
Analisa Beban pada Sepatu Trek
Sepatu trek pada transporter tipe trek selain menjadi alat traksi, juga sebagai
penopang dari transpoter itu sendiri. Pembebanan pada trek dianggap merata pada
setiap tumpuan transporter pada sepatu trek. Transporter tipe trek mempunyai 16
buah roller dan empat buah sproket, sehingga pembebanan pada trek dibagi
menjadi 20 titik. Pembebanan trek dari roller langsung mengenai sepatu trek
dengan dua titik pembebanan, sedangkan pembebanan pada sepatu trek dari
sproket tidak secara langsung, yakni melalui rantai.
Berat transporter tipe trek kayu berkisar 749.4 kg tanpa muatan, atau 1349.4
kg dengan muatan TBS seberat 600 kg harus mampu ditopang oleh trek metal.
Pembebanan pada sepatu trek dapat dihitung dengan membagi jumlah berat

12

Pembebanan (N)

transporter dan muatan TBS dengan total titik tumpuan pada trek yang
ditunjukkan pada Persamaan 1. Titik tumpuan pada transporter ada 12 dengan
asumsi dua buah roller dihitung sebagai satu titik.
(1)
berat total
Beban sepatu trek =
titik tumpuan
1349.4 kg
=
12
= 112.5 kg
Berdasarkan perhitungan, pembebanan pada sepatu trek dari sproket
minimal sebesar 112.5 kg dan 56.225 kg pembebanan pada tiap roller.
Penyebaran pembebanan pada trek dapat dilihat pada Gambar 9. Pembebanan
total pada Gambar 10 dan pembebanan dari roller ke sepatu trek pada Gambar 11.

1

2

1

2

3

4

5

6

3
4
Titik tumpu

5

6

1200
800
400
0

Gambar 9 Penyebaran pembebanan sepatu trek pada transporter tipe trek

Gambar 10 Total pembebanan pada sepatu trek

13

Gambar 11 Pembebanan roller terhadap sepatu trek
Pengembangan Ide Desain
Pengembangan ide desain merupakan tahapan dalam proses desain.
Pengembangan ide desain trek dimaksudkan agar desain yang dihasilkan memiliki
kekuatan dan kemampuan traksi yang baik. Pada tahap ini, dilakukan proses
desain alternatif sepatu trek. Alternatif sepatu trek dapat dilihat pada Gambar 12.

(a)
(b)
Gambar 12 Alternatif desain sepatu trek (a) alternatif 1 dan (b) alternatif 2
Dua alternatif tersebut memiliki perbedaan pada jumlah grouser. Alternatif
pertama memiliki satu grouser, sedangkan alternatif kedua hanya memiliki dua
grouser. Pemilihan alternatif didasarkan pada hasil simulasi pembebanan pada
Solidworks. Simulasi pada kedua alternatif desain sepatu trek menggunakan bahan
metal dengan standar AISI 1006, AISI 1020, AISI 1040, AISI 1090, AISI 1095.
Pemilihan bahan tersebut berdasarkan ketersediaan bahan lapang.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemilihan Bahan dan Desain
Perhitungan dasar desain sepatu trek mengacu pada perhitungan yield point
saat terjadi pembebanan oleh roller (Lampiran 1). Perhitungan dilakukan pada
rangka T-shape (rangka berbentuk T) karena tidak terdapat rumus khusus untuk
perhitungan beban pada sepatu trek. Setelah dilakukan perhitungan, maka
dilakukan proses desain model untuk dilakukan simulasi. Dari perhitungan awal
maka dibuat dua desain model sepatu trek. Kedua desain model sepatu trek
tersebut dilakukan simulasi menggunakan Solidworks dengan memasukkan sifat

14

mekanik dari beberapa standar baja karbon menurut standar AISI. Standar AISI
yang digunakan adalah AISI 1006, AISI 1020, AISI 1040, AISI 0190 dan AISI
1095. Pemilihan beberapa jenis standar AISI tersebut berdasarkan pada
ketersediaan bahan yang mudah diperoleh. Hasil simulasi pembebanan pada
sepatu trek alternatif 1 dapat dilihat pada Gambar 13. Pada Gambar 13 (a) dan (b)
terdapat warna merah yang menunjukkan pembebanan maksimal sebesar 16
657.229 MPa. Tekanan maksimal pada simulasi sepatu trek alternatif 1
menunjukkan tidak ada perbedaan pada tiap bahan. Hasil simulasi pembebanan
pada sepatu trek alternatif 2 dapat dilihat pada Gambar 14. Pada sepatu trek
alternatif 2 didapatkan tekanan maksimal pada sepatu trek sebesar 12 779.216
MPa pada banhan AISI 1006, AISI 1020, AISI 1040 dan AISI 1090. Sedangkan
pada AISI 1095, tekanan maksimal sebesar 12 778.853 MPa. Hasil lengkap
simulasi pada kedua alternatif trek dapat dilihat pada Lampiran 3.

Max: 16 657.229 MPa

Max: 16 657.229 MPa

(a)

(b)
Max: 16 657.229 MPa
Max: 16 657.229 MPa

(d)

(c)

Max: 16 657.229 MPa

(e)
Gambar 13 Hasil simulasi pembeban maksimal (warna merah) pada sepatu trek
alternatif 1 dengan bahan (a) AISI 1006 (b) AISI 1020 (c) AISI 1040
(d) AISI 1090 (e) AISI 1095

15

Max: 12 779.216 MPa
Max: 12 779.216 MPa

(a)

(b)

Max: 12 779.216 MPa
Max: 12 779.216 MPa

(c)

(d)

Max: 12 778.853 MPa

(e)
Gambar 14 Hasil simulasi pembeban maksimal (warna merah) pada sepatu trek
alternatif 2 dengan bahan (a) AISI 1006 (b) AISI 1020 (c) AISI 1040
(d) AISI 1090 (e) AISI 1095
Setelah dilakukan simulasi pembebanan dengan menggunakan Solidwork
berdasarkan sifat mekanik dari beberapa jenis baja karbon maka dipilih baja
karbon dengan standar AISI 1040 dengan kandungan karbon 0.37 - 0.46% dan
kandungan besi minimal 98.6% serta desain sepatu trek dengan grouser tunggal
atau alternatif 1. Pemilihan bahan AISI 1040 dengan desain grouser tunggal
didasarkan pada hasil simulasi pada Solidworks yang menunjukkan bahwa
penggunaan bahan AISI 1040 telah kuat menahan beban statis 5 000 N.
Berdasarkan ide awal sepatu trek yang telah ada, dilakukan beberapa
pengembangan desain, yakni bagian depan dan belakang sepatu trek dibentuk
melengkung dengan tujuan memperkuat sepatu trek. Hasil pengembangan desain
ini juga disimulasi dengan bahan yang telah dipilih, yakni AISI 1040.

16

Perbandingan hasil simulasi pada pengembangan desain dapat dilihat pada
Lampiran 4. Hasil perbedaan desain alternatif 1 dapat dilihat pada Gambar 15.
Pada pengembangan desain alternatif 1, bagian lekung kebawah dipotong
sebagian untuk lintasan roller yang langsung menyentuh sepatu trek seperti pada
Gambar 16.
Metode pembuatan baja karbon dengan menggunakan teknik cetak pasir.
Penggunaan pasir pada proses pembuatan memiliki tingkat akurasi yang rendah
dan sukar diterapkan pada desain yang memliki tebal kurang dari 10 mm,
sehingga didesain sepatu trek dengan tebal 8 mm dengan tujuan pencegahan
penambahan tebal sepatu trek pada proses pabrikasi dikarenakan keakuratan yang
rendah.`

(a)

(b)

Gambar 15 (a) Desain awal alternatif 1 dan (b) pengembangan desain alternatif 1

Gambar 16 Tampak depan desain sepatu trek metal
Proses Pabrikasi
Proses pabrikasi dilakukan di pabrik pengecoran di Kabupaten Tegal.
Sebelum dilakukan pengecoran, perlu dibuat prototipe sepatu trek yang terbuat
dari kayu untuk digunakan sebagai cetakan pada saat pembuatan sepatu trek
metal. Prototipe kayu tersebut diletakkan pada timbunan pasir yang berfungsi
sebagai pencetak dari sepatu trek metal yang dibuat. Timbunan pasir yang
digunakan sebagai cetakan dipadatkan untuk mencegah perubahan bentuk selama
proses pengecoran sepatu trek metal. Setelah cetakan pasir siap, material mentah
yang digunakan sebagai bahan sepatu trek metal dilebur pada tungku. Material
mentah tersebut kemudian mencair, selanjutnya dilakukan penuangan pada
cetakan pasir yang telah dibuat sebelumnya. Setelah dingin, cetakan pasir dibuka
sehingga didapatkan sepatu trek metal yang telah jadi.
Sepatu trek metal yang telah dibuat perlu dilakukan penghalusan dengan
menggunakan gerinda serta pengeboran pada sepatu trek sebagai lubang baut
untuk menghubungkan sepatu trek dengan rantai. Kedua hal tersebut perlu
dilakukan untuk memperbaiki tingkat keakuratan teknik cetak pasir yang memiliki
keakuratan rendah. Tampak pada Gambar 17 sepatu trek metal sebelum
dihaluskan dan Gambar 18 sepatu trek metal setelah dihaluskan. Berat rataan dari
sepatu trek yang telah dibuat adalah 2.6 kg dengan data pada Tabel 3.

17

Gambar 17 Sepatu trek metal sebelum dihaluskan dan dibor

Gambar 18 Sepatu trek metal setelah dihaluskan dan dibor
Tabel 3 Berat sepatu trek metal yang telah dibuat
Pengulangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rataan

Berat (kg)
2.77
2.56
2.69
2.47
2.55
2.61
2.46
2.80
2.24
2.85
2.60

Setelah dilakukan penghalusan, dilakukan pemasangan sepatu trek pada
rantai dan dilakukan pengecatan untuk menghindari korosi. Sepatu trek yang telah
dipasang pada transporter tipe trek dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19 Transporter tipe trek metal

18

Pengujian Tekan
Pengujian tekan dilakukan dengan menggunakan UTM di Laboratorium
Motor Bakar. Pengujian tekan pada sepatu trek dilakukan pada kedua perlakuan
sepatu trek dengan pengulangan tiga kali pada tiap perlakuan. Perlakuan pertama
adalah sepatu trek dilunakkan dengan cara dipanaskan pada suhu 850 ⁰C lalu
didinginkan secara lambat (annealing) pada tungku. Perlakuan kedua adalah
perlakuan normal. Kandungan material pada tiap perlakuan terlampir pada
Lampiran 5.
Menurut Budinski KG dan Budinski MK (2005), pelunakan dengan cara
annealing melalui tahapan pemanasan besi pada temperatur austenit (Lampiran 6)
kemudian didinginkan dengan laju penurunan suhu 100 ⁰F/jam. Tujuan dari
penurunan suhu dengan laju lambat adalah mencegah terjadinya pengerasan
struktur logam.
Hasil pengujian tekan dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan hasil
pengujian, sepatu trek perlakuan pertama (pelunakan) memiliki yield point rataan
sebesar 50.70 MPa dengan regangan rataan 0.83 mm dan kekuatan tarik
maksimum 111.40 MPa dengan regangan rataan 35.67 mm (Gambar 20). Sepatu
trek perlakuan dua (kontrol) memiliki yield point rataan sebesar 46.36 MPa
dengan regangan rataan 0.67 mm dan kekuatan tarik maksimum rataan 104.07
MPa dan regangan rataan 18.17 mm (Gambar 21). Pada Gambar 22 adalah hasil
pengujian tekan, secara urut dari kiri adalah sepatu trek pelakuan pelunakan,
sepatu trek perlakuan normal.

Gaya Tekan (MPa)

150

100

50

Pengulangan 1
Pengulangan 3
Ultimate tensile strength

Pengulangan 2
Yield point

0
0

5

10

15

20
25
30
35
40
45
50
Regangan (mm)
Gambar 20 Grafik hubungan tekanan dan regangan pada pengujian sepatu
trek dilunakkan

19

120

Gaya Tekan (MPa)

100
80
60
40
Pengulangan 1
Pengulangan 3
Yield point

20

Pengulangan 2
Ultimate tensile strength

0
0

5

10

15
20
25
30
35
Regangan (mm)
Gambar 21 Grafik hubungan tekanan dan regangan pada pengujian
sepatu trek normal

Gambar 22 Sepatu trek setelah pengujian tekan
Hasil pengujian tekan pada sepatu trek dibandingkan dengan hasil simulasi
yang sebelumnya telah dilakukan. Perbandingan hasil simulasi dan pengujian
sepatu trek perlakuan pertama (pelunakan) dapat dilihat pada Gambar 23
(pengulangan 1), Gambar 24 (pengulangan 2), dan Gambar 25 (pengulangan 3).
Yield point sepatu trek perlakuan pelunakan pada simulasi lebih tinggi dari pada
pengujian. Yield point simulasi sepatu trek pelunakan sebesar 80.05 MPa, dan
pengujian tekan berkisar antara 40.02 hingga 50.03 MPa. Perbandingan hasil

20

simulasi dan pengujian sepatu trek perlakuan normal dapat dilihat pada Gambar
26 (pengulangan 1), Gambar 27 (pengulangan 2), dan Gambar 28 (pengulangan
3). Yield point pada sepatu trek perlakuan dua (normal) pengujian sedikit lebih
besar pada pengulangan 2 jika dibandingkan dengan hasil simulasi, yakni 80.05
MPa pada pengujian tekan dan 65.04 MPa pada simulasi. Sedangkan pada
pengulangan 1 dan pengulangan 3 hasil pengujian lebih kecil dari pada hasil
simulasi. Hasil simulasi dan boundary conditition terdapat pada Lampiran 8.

Gaya Tekan (MPa)

150

100

Uji tekan pengulangan 1
Simulasi
Yield point uji tekan pengulangan 1
Yield point simulasi

50

0
0

5

10

15

20
25
30
Regangan (mm)

35

40

45

50

Gambar 23 Grafik perbandingan hasil simulasi dan pengujian tekan sepatu trek
perlakuan pelunakan pengulangan 1

Gaya Tekan (MPa)

150

100

Uji tekan pengulangan 2
Simulasi
Yield point uji tekan pengulangan 2
Yield point simulasi

50

0
0

5

10

15

20
25
30
Regangan (mm)

35

40

45

50

Gambar 24 Grafik perbandingan hasil simulasi dan pengujian tekan sepatu trek
perlakuan pelunakan pengulangan 2

21

Gaya Tekan (MPa)

150

100

Uji tekan pengulangan 3
Simulasi
Yield point uji tekan pengulangan 3
Yield point simulasi

50

0
0

5

10

15

20
25
30
35
40
45
50
Regangan (mm)
Gambar 25 Grafik perbandingan hasil simulasi dan pengujian tekan sepatu trek
perlakuan pelunakan pengulangan 3

120
Gaya Tekan (MPa)

100
80
60
Pengulangan 1
Simulasi
Yield point pengulangan 1
Yield point simulasi

40
20
0
0

5

10

15
20
Regangan (mm)

25

30

35

Gambar 26 Grafik perbandingan hasil simulasi dan pengujian tekan sepatu trek
perlakuan normal pengulangan 1

22

120
Gaya Tekan (MPa)

100
80
60
Pengulangan 2
Simulasi
Yield point pengulangan 2
Yield point simulasi

40
20
0
0

5

Regangan (mm)

10

15

Gambar 27 Grafik perbandingan hasil simulasi dan pengujian tekan sepatu trek
perlakuan normal pengulangan 2

120

Gaya Tekan (MPa)

100
80
60
Pengulangan 3
Simulasi
Yield point pengulangan 3
Yield point simulasi

40
20
0
0

5

Regangan (mm)

10

15

Gambar 28 Grafik perbandingan hasil simulasi dan pengujian tekan sepatu trek
perlakuan normal pengulangan 3
Perbandingan hasil simulasi dan pengujian tekan sepatu trek (perlakuan
pelunakan dan normal) terdapat beberapa perbedaan. Hal tersebut dapat terjadi
karena beberapa hal, diantaranya adalah sepatu trek pengujian tekan berasal dari
tungku yang berbeda pada saat proses pabrikasi serta adanya perbedaan fixed
geometry pada saat pengujian tekan. Wagener dan Haats (1996) melakukan
penelitian pada AISI 1040 dengan perlakuan pada beberapa metode antara lain
Backward Cup Extrusion (BCE), on-line mode of operation, Forward Tube
Extrusion (FTE), dan simulation of on-line annealing adalah metode yang
digunakan untuk melakukan pengukuran dan pembuatan AISI 1040 yang
dilunakkan. Pada metode BCE, AISI 1040 yang telah dilunakkan mengalami
penurunan kekerasan hingga 30%. AISI 1040 yang dilunakkan dengan metode on-

23

line mode of operation mengalami penurunan kekerasan sekitar 17%. Pelunakan
melalui metode Forward Tube Extrusion mengalami penurunan kekerasan hingga
20%. Metode simulation of on-line annealing pada pelunakan AISI 1040
menunjukkan hasil yang beragam, hal tersebut dikarenakan proses pelunakan
yang beragam. Mulai dari short time annealing hingga compelete annealing,
sedangkan pada hasil pengujian tekan pada sepatu trek terjadi penurunan kekuatan
hingga 62.25%. Berdasarkan hasil pengujian tekan, maka sepatu trek dengan
perlakuan normal lebih baik dibandingkan dengan perlakuan pelunakan karena
memiliki kekuatan yang lebih besar dan memiliki regangan yang lebih kecil.
Pengujian Beban Tarik
Pengujian pendahuluan dilakukan untuk menentukan kecepatan motor
tertinggi dari traktor beban sehingga diharapkan kecepatan traktor beban tidak
lebih cepat dari kecepatan transporter tipe trek. Pengujian kinerja tarik transporter
tipe trek dilakukan dengan memeberikan beban tarik berupa traktor roda empat.
Beban tarik yang terukur melalui loadcell ditampilkan handy type strain
meter. Hubungan beban tarik dengan regangan yang terukur telah dilakukan
(Lampiran 9) yang dapat dilihat pada Persamaan 2.
(2)
� = 20.426� + 6.039
Keterangan:
P = Beban tarik yang terukur (N)
x = Regangan (µε)
Pengujian dilakukan untuk mengetahui kemampuan daya tarik pada tingkat
pembebanan yang berbeda sehingga beban yang diberikan diatur sedemikian rupa
sehingga kecepatan traktor beban dapat sesuai dengan yang diinginkan.
Pengaturan ini memanfaatkan kemampuan daya pengereman dari transmisi traktor
beban. Kemampuan daya pengereman pada traktor beban dapat ditingkatkan
dengan mengurangi kecepatan traktor beban. Metode ini sesuai dengan prosedur
yang digunakan oleh University of Nebraska (Georing 1986). Pada Gambar 29
menunjukkan proses pengujian.

Gambar 29 Proses pengujian kinerja tarik
Pengukuran beban tarik dilakukan pada lahan dengan permukaan rumput.
Transporter tipe trek mampu menarik traktor beban apabila traksi yang dihasilkan
oleh sepatu trek karena daya yang dihantarkan engine melalui gear box mampu

24

7

3

6

2.5

5

2

4
1.5
3
1

2

drawbar pull
drawbar power
Poly. (drawbar pull)
Poly. (drawbar power)

1
0
0

1

2

3

4
Slip (%)

5

6

7

Drawbar power (kW)

Drawbar pull (kN)

merubah torsi menjadi tenaga tarik yang lebih besar daripada tahanan gelinding.
Hasil pengukuran diperoleh karakteristik tenaga tarik seperti yang terdapat pada
Gambar 30.

0.5
0
8

Gambar 30 Grafik hubungan slip sepatu trek metal dengan gaya tarik dan daya
tarik
Kemampuan traksi transporter tipe trek merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kemampuan tarik transporter tipe trek saat beroperasi di lahan.
Data hasil pengujian tarik terdapat pada Lampiran 10. Pada Gambar 26 terlihat
jika drawbar pull maksimum yang dapat dihasilkan saat pengujian adalah 6.072
kN pada slip 2.34%, sedangkan drawbar power maksimum pada saat pengujian
adalah 2.85 kW dengan kecepatan 0.47 m/s. Berat transporter tipe trek yakni
9461.63 N, maka didapat koefisien traksi sebesar 0.6298 dan tractive efficiency
sebesar 0.3828 (Lampiran 11).
Pengujian kemampuan traksi dilakukan pada tanah berumput dengan kadar
air 57.76% dan tahanan penentrasi 8.65 kgf/cm2 pada kedalaman 0 - 5 cm.
Kondisi tanah setelah dilintasi TMB CT-02 relatif tidak berubah. Pada tanah
berumput dengan kondisi relatif kering tidak menimbulkan bekas sepatu trek.
Pada kondisi tanah berumput dengan keadaan basah menimbulkan bekas sepatu
trek pada tanah dengan kedalaman maksimal grouser pada tanah 10 mm. Kondisi
tanah pada saat sebelum dan sesudah dilintasi relatif tidak berubah (Lampiran 12).
Kondisi lahan setelah dilewati transporter tipe trek dapat dilihat pada Gambar 31.
Dari hasil pengujian, jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya
(Cahyana 2005) pada pengujian sepatu trek kayu di lahan rumput maka sepatu
trek metal memiliki koefisien traksi yang lebih besar, yakni 0.63 jika
dibandingkan dengan sepatu trek kayu yang memiliki koefisien traksi 0.45.

25

Gambar 31 Kondisi lintasan setelah dilalui transporter tipe trek metal

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sepatu trek jenis metal perlakuan pelunakan dapat menahan beban hingga
104.07 MPa dengan rengangan 18.17 mm dan perlakuan normal 150.10 MPa
dengan rengan 49.0 mm. Pada hasil simulasi sepatu trek perlakuan pelukanan
dapat menahan beban hingga 150.10 MPa dengan regangan 14.58 mm dan sepatu
trek perlakuan normal 105.07 MPa dengan rengan 11.76 mm. Penaruh perlakuan
pelukan pada sepatu trek adalah sepatu trek dapat menahan beban lebih besar dari
perlakuan normal dan regangan yang lebih besar juga.
Desain sepatu trek yang dipilih adalah grouser tunggal karena telah dapat
menahan beban dari transporter dengan jenis baja karbon yang digunakan ialah
standar AISI 1040 perlakuan normal. Sepatu trek tipe metal mempunyai traksi
yang lebih baik pada permukaan rumput dibandingkan dengan sepatu trek tipe
kayu, yakni dengan koefisien traksi sepatu trek metal dan sepatu trek kayu
berturut turut pada permukaan rumput 0.63 dan 0.45.
Saran
Perlunya penelitian lanjutan yang dapat memperbaiki desain sepatu trek
metal yang memiliki ketebalan yang lebih rendah dengan kekuatan yang sama
sehingga diperoleh berat yang lebih ringan. Pengujian dilakukan selain
dipermukaan rumput untuk membandingkan kemampuan traksi pada kondisi
lahan yang lain.

26

DAFTAR PUSTAKA
Budinski KG, Budinski MK. 2005. Engineering Materials Properties and
Selection. New Jersey (US): Pearson Education Hall.
Cahyana AA. 2005. Uji kinerja buldozer dengan trek kayu (wooden track) pada
beberapa kondisi landasan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Corley RHV, Tinker PB. 2003. The Oil Palm. Fourth edition. Oxford (GB):
Blackwell.
Craig RF. 1987. Soil Mechanic. Berkshire (GB): Fan Nostrand Reinhold.
Dadin. 2002. Pengelolaan pemanenan