Penurunan Bahan Polutan Air Baku Biofiltrasi dengan Media Pengisi Pasir dan Plastik Sarang Tawon

PENURUNAN BAHAN POLUTAN AIR BAKU BIOFILTRASI
DENGAN MEDIA PENGISI PASIR DAN PLASTIK SARANG
TAWON

NISA URAHMI WIRYASTUTI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penurunan Bahan
Polutan Air Baku Biofiltrasi dengan Media Pengisi Pasir dan Plastik Sarang
Tawon adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Nisa Urahmi Wiryastuti
NIM F34090086

ABSTRAK
NISA URAHMI WIRYASTUTI. Penurunan Bahan Polutan Air Baku Biofiltrasi
dengan Media Pengisi Pasir dan Plastik Sarang Tawon. Dibimbing oleh
SUPRIHATIN.

Salah satu sumber air baku yang masih banyak digunakan untuk
penyediaan air bersih adalah air sungai dengan kualitas yang tidak memenuhi
standar mutu air baku. Hal ini menyebabkan biaya pengolahan air bersih dan
resiko kesehatan masyarakat tinggi. Salah satu alternatif untuk mengeliminasi
polutan dalam air baku adalah biofiltrasi. Biofiltrasi merupakan proses
pengolahan secara biologis yang dilakukan oleh aktivitas mikroorganisme dari
biofilm tertentu untuk menurunkan zat pencemar dalam air baku. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui efektifitas biofiltrasi untuk penanganan air baku dan
mengetahui kemampuan biofiltrasi dalam menahan laju pembebanan. Media yang

digunakan dalam penelitian ini adalah pasir dan plastik sarang tawon. Suplai
udara dilakukan secara kontinyu sehingga terbentuk kondisi aerobik. Terdapat tiga
tahapan penelitian yang dilakukan yaitu karakterisasi air baku, proses aklimatisasi
yang dilakukan selama 4 minggu dan uji pembebanan yang dianalisa melalui sifat
fisik (TSS, kekeruhan, dan warna), kandungan senyawa organik (COD), nitrat,
fosfat, dan deterjen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biofiltrasi dengan media
pasir dapat mengeliminasi senyawa organik lebih baik yaitu mencapai 80%
dibandingkan media plastik sarang tawon yang hanya sekitar 69%. Pada laju
pembebanan deterjen 0.1 - 32 mg/L biofilter media pasir mampu mengeliminasi
deterjen sekitar 55% dan media plastik sarang tawon mereduksi deterjen sekitar
45%. Faktor laju pembebanan juga mempengaruhi kemampuan reaktor dalam
mengeliminasi bahan polutan lainnya. Secara umum, semakin tinggi beban yang
diberikan pada reaktor biofilter maka semakin rendah tingkat penyisihan polutan
baik pada media pasir maupun plastik sarang tawon, walaupun tingkat eliminasi
absolut semakin meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat pembebanan.
Kata Kunci : Air baku tercemar, air bersih, biofiltrasi, biofilm
ABSTRACT
NISA URAHMI WIRYASTUTI. Removal of Raw Water Pollutants Using
Biofiltration Process with Honeycomb Plastic and Sand as Media. Supervised by
SUPRIHATIN.

Biofiltration is a biological treatment process utilizing the biofilm activity
of certain microorganisms. The microorganism is utilized to degrade contaminants
in the raw water. River water is widely used for drinking water supply, although it
sometimes does not meet the standard of raw water. This research was aimed to
determine the effectivity of biofiltration to pre-treat raw water and to evaluate the
capability of biofiltration in equalizing a quality fluctuation. Honeycomb plastic
and sand were used as media in this study. Continuous air supply was done so that

an aerobic condition was created. This study was conducted to determine the
effectiveness of biofilters for the treatment of raw water and to determine the
capability of the biofilters in equalizing of a quality fluctuations. The research
consisted of three stages, namely characterization of the raw water, the
acclimatization for 4 weeks and loading test. The biofiltration with sand as media
could reduce organic pollutants (COD) approx. 80%, that was higher than the
COD reduction approx. 69% by biofiltration using honeycomb plastic has. Sand
media biofiltration with detergent loading rate of 0.1-32 mg/L resulted in
detergent reduction of approx. 55%, whereas the biofilter with honeycomb plastic
resulted in detergent reduction of approx. 45%. Generally, increased loading rate
would resulted in reducing of pollutant, both media. The absolut pollutants
removal increased with increasing of load.

Key words : Biofiltration, biofilm, contaminated raw water

PENURUNAN BAHAN POLUTAN AIR BAKU BIOFILTRASI
DENGAN MEDIA PASIR DAN PLASTIK SARANG TAWON

NISA URAHMI WIRYASTUTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Penurunan Bahan Polutan Air Baku Biofiltrasi dengan Media
Pengisi Pasir dan Plastik Sarang Tawon

Nama
: Nisa Urahmi Wiryastuti
NIM
: F34090086

Disetujui oleh

Prof Dr Ing Ir Suprihatin
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia

dan limpahan rahmat-Nya, sehingga penyusunan skripsi berjudul “Penurunan
Bahan Polutan Air Baku Biofiltrasi dengan Media Pengisi Pasir dan Plastik
Sarang Tawon” berhasil diselesaikan. Tema yang diangkat dalam penelitian yang
dilaksanakan selama Maret sampai Agustus 2013 ini adalah proses penurunan
bahan polutan dengan biofiltrasi.
Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan teristimewa kepada:
1. Prof. Dr.-Ing. Ir. Suprihatin, selaku Pembimbing Akademik atas perhatian
dan bimbingannya selama penelitian dan penyelesaian skripsi
2. Dr. Ir. Muslich, MSi dan Dr. Endang Warsiki, STP, MSi, selaku dosen
penguji atas bimbingan dan sarannya demi penyempurnaan skripsi
3. Pihak beasiswa BUMN yang telah bersedia membantu dalam biaya selama
masa perkuliahan
4. Ayahanda Bambang Kaslan Wiryatmo yang sudah berada di sisi Nya, Ibunda
Erlina Astuti, dan adik Shafina Janani Wiryastuti beserta Muhammad
Syaifullah Akbar atas doa, semangat, dan kasih sayangnya
5. Laboran TIN yang sudah membantu banyak dalam pelaksanaan penelitian
6. Keluarga besar TIN 46 atas kenangan indah yang tak terlupakan dan pihak
yang telah membantu Penulis dan menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Bogor, September 2013

Nisa Urahmi Wiryastuti

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2


TINJAUAN PUSTAKA

2

Air Baku

2

Biofiltrasi

3

Biodegradasi

4

Media pada Reaktor Biofilter

7


METODE

9

Waktu dan Tempat

9

Bahan

9

Alat

9

Metode Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN

10

11

Karakteristik Air Baku Aliran Sungai Cihideung

11

Aklimatisasi

12

Pengaruh Laju Pembebanan terhadap Penyisihan Senyawa Organik

17

Pengaruh Laju Pembebanan terhadap Penyisihan Deterjen

21

Pengaruh Laju Pembebanan terhadap Penyisihan Nitrat dan Fosfat

24

Kebutuhan Bahan Kimia

27

SIMPULAN DAN SARAN

27

Simpulan

27

Saran

27

DAFTAR PUSTAKA

28

LAMPIRAN

30

RIWAYAT HIDUP

40

DAFTAR TABEL
1
2
3

Kelebihan dan kekurangan pada media pasir
Kelebihan dan kekurangan pada media plastik sarang tawon
Kualitas fisik air Sungai Cihideung pada cuaca berbeda

8
9
11

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Mekanisme metabolisme di dalam proses biofiltrasi
Skema reaktor biofilter pasir screening dan sarang tawon
Diagram alir tahap penelitian
Penyisihan senyawa organik (COD) selama proses aklimatisasi
Efisiensi penyisihan senyawa organik (COD) selama proses aklimatisasi
Penyisihan TSS selama proses aklimatisasi
Efisiensi penyisihan TSS selama proses aklimatisasi
Penyisihan kekeruhan selama proses aklimatisasi
Efisiensi penyisihan kekeruhan selama proses aklimatisasi
Penyisihan warna selama proses aklimatisasi
Efisiensi penyisihan warna selama proses aklimatisasi
Penyisihan COD
Efisiensi penyisihan COD
Penyisihan output COD terhadap input
Penyisihan COD terhadap input
Efisiensi penyisihan output COD terhadap input
Konsentrasi deterjen pada laju pembebanan
Efisiensi penyisihan deterjen pada laju pembebanan
Penyisihan deterjen ouput terhadap input
Penyisihan ouput deterjen terhadap input
Efisiensi penyisihan output deterjen terhadap input
Konsentrasi nitrat selama uji pembebanan
Efisiensi penyisihan nitrat selama uji pembebanan
Konsentrasi fosfat selama uji pembebanan
Efisiensi penyisihan fosfat selama uji pembebanan

5
10
11
13
14
15
15
16
16
17
17
18
19
20
20
21
22
22
23
23
24
25
25
26
26

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001
Analisa laboratorium
Hasil analisa proses aklimatisasi
Hasil analisa kandungan senyawa orgaik
pembebanan
Hasil analisa deterjen setelah laju pembebanan
Hasil analisa nitrat setelah laju pembebanan
Hasil analisa fosfat setelah laju pembebanan

30
32
34
(COD)

setelah

laju
36
37
38
39

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan hidup yang banyak digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Sumber air bersih atau biasa disebut air baku dapat berasal dari air
tanah, air sungai, dan air danau. Salah satu sumber air bersih yang masih banyak
digunakan yaitu air sungai. Kualitas air sungai saat ini masih kurang layak untuk
digunakan karena tidak memenuhi persyaratan air baku seperti pada Sungai
Cihideung. Daerah di sekitar aliran sungai tersebut digunakan sebagai areal
perumahan dan kegiatan manusia lainnya seperti persawahan dan tambak ikan.
Kegiatan tersebut menghasilkan limbah yang mengakibatkan kualitas air sungai
menurun.
Kualitas air baku yang kurang layak digunakan membuat pengolahan air baku
membutuhkan biaya yang tinggi. Semakin buruk kualitas air baku semakin tinggi
pula dosis pemakaian bahan kimia yang digunakan. Perlu alternatif proses
pengolahan air yang lebih efektif salah satunya dengan cara biologis.
Cara biologis merupakan pengolahan air dengan menggunakan peranan
mikroorganisme di dalamnya. Di dalam pengolahan secara biologis terjadi proses
oksidasi, absorpsi, dan filtrasi zat pencemar yang dilakukan oleh aktivitas biologi
dari biofilm tertentu (mikroorganisme) atau biasa disebut dengan proses biofiltrasi
(Horan 1990). Pengolahan air sungai dapat dilakukan dengan menyuplai udara
dan melewatkan air ke biofilm tertentu yang terbentuk pada media padat dalam
bioreaktor. Jenis bioreaktor yang cocok untuk proses biofiltrasi adalah reaktor
biofilter. Beberapa media yang dapat digunakan dalam proses biofiltrasi yaitu
pasir dan plastik sarang tawon. Media ini berfungsi sebagai tempat
tumbuh/melekatnya mikroorganisme dan salah satu cara pengolahan yang efektif
serta tidak membahayakan perairan serta dianggap sebagai cara yang murah dan
ramah lingkungan.
Menurut Said (2006), sistem biofiltrasi memiliki kelebihan diantaranya dapat
menghilangkan senyawa polutan yang tidak bisa dihilangkan dengan proses
konvensional misalnya, zat organik, amoniak, deterjen, dan pestisida. Senyawa
tersebut dapat diuraikan dengan proses biologis secara alami (natural).
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses pengolahan
dengan reaktor biofilter, diantaranya adalah media biakan, waktu tinggal hidrolik
dan laju pembebanan. Media biakan digunakan sebagai tempat berkembangnya
mikroorganisme yang terlibat dalam pengolahan air, waktu tinggal hidrolik dalam
reaktor biofilter berperan penting untuk mendapatkan efluen yang optimum,
sedangkan laju pembebanan pada reaktor biofilter berperan penting untuk
mengetahui kemampuan reaktor dalam menahan laju pembebanan.

Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah efektifitas biofiltrasi untuk penanganan air baku?
2. Bagaimanakah kemampuan biofiltrasi dalam menahan laju pembebanan?

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas biofiltrasi untuk
penanganan air baku dan mengetahui kemampuan biofiltrasi dalam menahan
lonjakan pembebanan.

Manfaat Penelitian
Penurunan bahan polutan pada air baku yang telah diolah dengan biofiltrasi
diharapkan dapat mengurangi resiko penyakit pada masyarakat. Selain itu dapat
mengurangi penggunaan bahan kimia dalam pengolahan air baku sehingga
mengurangi pencemaran perairan.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada pengolahan air baku dengan proses biofiltrasi
menggunakan reaktor biofilter dengan media pasir dan sarang tawon. Proses
pengolahan ini dilakukan dengan fokus terhadap pengaruh waktu kontak air dan
suplai udara dalam reaktor biofilter. Hasil atau effluent dari reaktor biofilter
selama proses aklimatisasi dianalisa sifat fisik (Total Suspended Solid/TSS,
kekeruhan dan warna).
Hasil dari analisa effluent yang telah diberi laju pembebanan setelah proses
aklimatisasi dianalisa sifat fisik (Total Suspended Solid/TSS, kekeruhan dan
warna), nitrat, fosfat, kandungan zat organik (COD) dan anorganik (deterjen).

TINJAUAN PUSTAKA
Air Baku
Menurut Permenkes RI No 416/Menkes/PER/IX/1990, air bersih adalah air
yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan dapat diminum setelah dimasak.
Sedangkan air yang digunakan sebagai sumber/bahan baku dalam penyediaan air
bersih disebut sebagai air baku. Air hujan, air permukaan (air sungai, air
danau/rawa), dan air tanah (air tanah dangkal, air tanah dalam, mata air)
merupakan sumber air baku yang digunakan untuk penyediaan air bersih (Sutrisno
2002). Standar kualitas air bersih yang ada di Indonesia saat ini menggunakan
Permenkes RI No 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan
Pengawasan Kualitas Air dan PP RI No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Air permukaan sangat bervariasi kualitasnya. Selama perjalanannya menuju
ke laut, banyak zat yang terlarut atau tersuspensi di dalamnya. Namun, air juga
dapat membersihkan dirinya karena adanya sinar ultra violet dari matahari, aliran
serta kemungkinan terjadinya reaksi antar zat kimia yang terlarut dan terjadinya
pengendapan. Air permukaan juga mengandung zat organik dalam jumlah banyak

3
yang mudah terurai yang merupakan makanan bagi bakteri (Kodoatie dan Sjarief
2008).
Menurut Jenie dan Rahayu (1993), sebagian industri yang ada membuang
limbahnya ke air. Jenis polutan yang dihasilkan tergantung pada jenis industri.
Limbah cair memiliki 3 karakteristik yaitu karakteristik fisik, kimia dan biologi.
Karakterikstik fisik terdiri dari beberapa parameter diantaranya : Total Suspended
Solid (TSS), warna, kekeruhan, suhu dan bau. Karakteristik biokimia terdiri dari
Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Dissolved
Oxygen (DO), nitrogen total, derajat keasaman (pH), logam berat. Karakteristik
biologi digunakan untuk mengukur kualitas air yang dikonsumsi sebagai air
minum dan air bersih. Banyaknya mikroorganisme yang terkandung dalam air
baku yang mengandung limbah biasa dijadikan sebagai parameter.
Mikroorganisme yang paling banyak ditemukan adalah bakteri, termasuk
organisme coliform. Mikroorganisme lainnya dapat berupa ganggang yang
memberi rasa dan bau pada air, jamur yang dapat menyumbat pipa, serta protozoa
(Linsley dan Franzini 1996).

Biofiltrasi
Menurut Horan (1990), proses biofiltrasi adalah proses pengoksidasian,
pengasbsorbsian dan penyaringan zat pencemar oleh aktivitas biologi dari
biomassa yang terkonsentrasi dalam biofilm yang terdiri dari mikroorganisme
aerobik maupun anaerobik.
Lapisan biomassa atau biofilm didefinisikan sebagai lapisan tipis sel
mikroba yang berkaitan dengan penguraian zat organik yang melekat pada suatu
permukaan media. Kecepatan pertumbuhan biofilm pada permukaan bertambah
akibat perkembangbiakan dan absorpsi yang terus berlanjut sehingga terjadi
proses akumulasi lapisan biomassa yang berbentuk lapisan lender (slime)
(Lyssenko et al. 2006). Biomassa yang terdapat dalam bioreaktor ini dapat
melekat pada permukaan media dan juga tersuspensi di dalam air seperti flok. Hal
yang tidak mudah untuk menghindari hambatan pada daerah biofilm yang
memiliki ketebalan yang besar dan dengan laju alir yang rendah sehingga reaktor
biofilter harus dibersihkan sewaktu-waktu dengan meningkatkan laju alir air
(Schulz dan Menningmann 1999).
Menurut Grady dan Lim (1980), ada beberapa keuntungan dari jenis reaktor
biofilter ini diantaranya :
1.
Pengoperasiannya mudah
Di dalam proses pengolahan air sistem biofilm, dengan dilakukan ataupun
tanpa dilakukan sirkulasi lumpur tidak menimbulkan masalah bulking seperti yang
terjadi pada proses dengan biakan tersuspensi misalnya pada sistem lumpur aktif,
oleh karena itu pengelolaannya lebih mudah.
2.
Lumpur yang dihasilkan sedikit
Lumpur yang dihasilkan proses biofilm relatif lebih kecil dibandingkan
dengan proses lumpur aktif, dimana 30-60% dari organik yang dihilangkan diubah
menjadi lumpur aktif (biomassa) sedangkan pada proses biofilm hanya sekitar 1030%. Hal ini disebabkan karena pada proses biofilm rantai makanan lebih panjang

4
dan melibatkan aktifitas mikroorganisme dengan orde yang lebih tinggi
dibandingkan pada proses lumpur aktif.
3. Tepat untuk mengolah air dengan konsentrasi polutan rendah maupun tinggi
Proses pengolahan air dengan sistem biofilm ini mikroorganisme melekat
pada permukaan media penyangga, sehingga pengontrolan proses pengolahan
terhadap aktivitas mikroorganisme lebih mudah. Proses biofilm cocok digunakan
untuk mengolah air limbah dengan konsentrasi rendah sampai konsentrasi tinggi.
4. Tahan terhadap fluktuasi jumlah air baku maupun konsentrasi polutan
Mikroorganisme dalam proses biofiltrasi melekat pada permukaan unggun
media, akibatnya konsentrasi biomassa mikroorganisme persatuan luas atau
volume media relatif lebih besar sehingga tahan terhadap fluktuasi beban organik
maupun fluktuasi beban hidrolik.
5. Pengaruh penurunan suhu terhadap efisiensi pengolahan kecil.
Jika suhu air baku turun aktifitas mikroorganisme berkurang, tetapi karena
di dalam proses biofilm substrat maupun enzim dapat terdifusi sampai ke bagian
dalam lapisan biofilm dan lapisan biofilm cukup tebal maka pengaruh penurunan
suhu (suhu rendah) tidak begitu besar.

Biodegradasi
Miwa (1991) menyatakan bahwa di dalam proses pengolahan air yang
mengandung polutan senyawa organik, teknologi yang digunakan sebagian besar
menggunakan aktivitas mikroorganisme untuk menguraikan senyawa polutan
organik tersebut. Proses pengolahan air limbah dengan aktivitas mikroorganisme
biasa disebut proses biologis. Proses pengolahan secara biologi dapat dilakukan
pada kondisi aerobik, kondisi anaerobik atau kombinasi aerobik dan anerobik.
Pada prinsipnya proses biologis akan mengubah bahan-bahan pencemar yang
terbentuk koloid atau terlarut yang ada di dalam air baku menjadi bentuk lain
dalam bentuk gas, maupun jaringan sel yang dapat dipisahkan dengan proses fisik
seperti pengendapan.
Dalam rangka meningkatkan efisiensi penyisihan bahan organik dan kotoran
yang berada dalam air (influent) dibutuhkan laju bioreaksi yang rendah dalam
reaktor yang memiliki biofilm didalamnya sehingga dibutuhkan juga laju substrat
yang rendah. Tujuan lainnya yaitu untuk mengontrol kestabilan biofilm karena
adanya aliran air ke dalam biofilm tersebut (Martinov et al. 2010).
Pengolahan air limbah secara biologis secara garis besar dapat dibagi
menjadi tiga yakni proses biologis dengan biakan tersuspensi (suspended culture),
proses biologi dengan biakan melekat (attached culture), dan proses pengolahan
dengan sistem lagoon atau kolam. Proses biologis dengan biakan tersuspensi
menggunakan aktifitas mikroorganisme yang dibiakkan secara tersuspensi di
dalam suatu reaktor. Beberapa contoh proses pengolahan dengan sistem ini antara
lain : proses lumpur aktif standar/konvensional (standard activated sludge), step
aerasion, contact stabilization, extended aerasion, oxidation ditch (kolam
oksidasi sistem parit) dan lainnya. Proses biologis dengan biakan melekat berbeda
dengan biakan tersuspensi dimana proses pengolahan air yang dilakukan yaitu
mikroorganisme yang digunakan dibiakkan pada suatu media sehingga
mikroorganisme tersebut melekat pada permukaan media. Proses ini disebut juga

5
dengan proses film mikrobiologis atau proses biofilm. Beberapa contoh teknologi
pengolahan air limbah dengan cara ini antara lain :trickling filter, biofilter
tercelup, reaktor kontak biologis putar (rotating biological contactor, RBC),
contact aeration/oxidation (aerasi kontak) dan lainnya (Bitton 1994).
Bitton (1994) menyatakan mekanisme proses metabolisme di dalam sistem
biofilm (biofiltrasi) dalam suasana aerobik secara sederhana dapat diterangkan
seperti pada Gambar 1. Gambar tersebut menunjukkan suatu sistem biofilm yang
terdiri dari medium penyangga, lapisan biofilm yang melekat pada medium,
lapisan air yang diolah dan lapisan udara yang terletak diluar. Senyawa polutan
yang ada di dalam air misalnya senyawa organik, amoniak, phosphor, deterjen dan
lainnya akan terdifusi ke dalam lapisan atau film biologis yang melekat pada
permukaan medium. Pada saat yang bersamaan dengan menggunakan oksigen
yang terlarut di dalam air, senyawa polutan tersebut akan diuraikan oleh
mikroorganisme yang ada di dalam lapisan biofilm dan energi yang dihasilkan
akan diubah menjadi biomassa. Suplai oksigen pada lapisan biofilm dapat
dilakukan dengan beberapa cara misalnya pada sistem RBC yakni dengan cara
kontak dengan udara luar, pada sistem trickling filter dengan aliran balik udara,
sedangkan pada sistem biofilter tercelup dengan menggunakan blower udara
dibantu dengan pompa sirkulasi.

Gambar 1 Mekanisme metabolisme di dalam proses biofiltrasi (Bitton 1994).
Salah satu penjelasan mengenai peningkatan aktivitas biodegradasi yaitu
dimulai dengan peningkatan jumlah dari konsentrasi biomassa dalam
pertumbuhan sistem. Aktivitas yang tinggi ini juga dilengkapi untuk
meningkatkan konsentrasi dari nutrien yang melekat di dalam biofilm.
Sehubungan dengan bentuknya yang berlumpur, biofilm tersebut menjerat zat
partikulat dari pengolahan air, jadi konsentrasi nutrien dalam biofilm biasanya
lebih tinggi dibandingkan air yang bebas dari kandungan organik. Tingginya
konsentrasi nutrien dapat menyebabkan tinggi pula laju pertumbuhan
mikroorganisme dan mempertinggi aktivitas degradasi. Perbedaan ini dapat
menunjukkan kecepatan laju pertumbuhan, aktivitas metabolik yang meningkat
dan hambatan besar atau keracunan (Cohen 2000).

6
Miwa (1991) menyatakan bahwa zat organik dan ammonium dalam air akan
diuraikan oleh mikroorganisme yang tumbuh dalam biofilm. Dengan adanya
aktivitas biologi zat-zat polutan yang terkandung di dalam air digunakan untuk
membentuk badan sel atau menjadi sumber energi yang penting bagi kehidupan
mikroba. Hasil akhir metabolisme seperti CO2, H2O, NOx dan lainnya akan
dikeluarkan/dibuang ke dalam air dan yang berupa gas keluar ke udara
sekelilingnya.
Proses degradasi yang terjadi di dalam bioreaktor sebagai berikut :
1. Degradasi Senyawa Organik
Limbah cair bahan organik dapat berupa protein, karbohidrat, dan
hidrokarbon. Bahan organik yang didegradasi dibedakan menjadi dua yakni
didegradasi secara cepat dan bahan organik yang didegradasi secara lambat
(Tchobanoglous dan Burton 1991).
Menurut Winkler (1981), di dalam pengolahan zat organik akan
menghasilkan efek rasa dan bau akibat dari pembusukan secara biologi. Warna
dalam air merupakan hasil kontak air dengan reruntuhan organik, seperti
tumbuhan, kayu, dan pembusukan dalam beberapa tingkatan variasi dekomposisi.
Asam humat dan humus yang berasal dari pembusukan lignin dianggap sebagai
penyebab utama timbulnya warna. Warna dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
warna semu (apparent color) disebabkan adanya partikel tersuspensi dan warna
nyata (true color) disebabkan oleh ekstraksi dari asam organik tumbuhan yang
berbentuk koloid.
2.
Nitrifikasi
Senyawa ammonium dapat mengurangi keefektifan klor yang biasanya
digunakan sebagai tahap akhir dalam pengolahan air untuk mereduksi
mikroorganisme dan bahan organik yang tersisa. Asam hipoklorit dapat bereaksi
dengan ammonium membentuk kloramin dengan daya disinfektan rendah
(Benefield dan Randall 1980).
Senyawa nitrogen merupakan senyawa yang sangat penting dalam
kehidupan karena nitrogen merupakan salah satu nutrien utama yang berperan
dalam pertumbuhan mikroorganisme hidup. Senyawa ini merupakan komponen
dasar protein yang keberadaannya di perairan digunakan oleh hewan dan tumbuhtumbuhan untuk memproduksi sel. Peran senyawa nitrogen dalam proses
pertumbuhan diketahui dari bentuk serta perubahannya yang terjadi di alam dalam
suatu siklus yang disebut siklus nitrogen (Manahan 1994).
Menurut Alerts dan Santika (1984), senyawa nitrit merupakan bahan
peralihan dalam siklus biologi. Senyawa ini dihasilkan dari proses biokimia
ammonium tetapi sifatnya tidak stabil karena pada kondisi aerobik terbentuk nitrit
dan dengan cepat nitrit dioksidasi menjadi nitrat oleh bakteri Nitrobacter. Nitrat
dalam kondisi anaerobik direduksi menjadi nitrit yang selanjutnya hasil reduksi
tersebut dilepas sebagai gas nitrogen. Pada air permukaan, konsentrasi nitrit
sangat rendah tetapi konsentrasi yang tinggi ditemukan pada air limbah dan rawa
atau tempat dimana kondisi anaerobik sering dijumpai. Di Indonesia, konsentrasi
nitrat di dalam air tidak boleh melebihi 10 mg/L.
Filtrasi biofilm digunakan untuk mengontrol konsentrasi ammonium. Sistem
ini menggunakan kerja dari bakteri Nitrosomonas dan Nitrobacter, yang bekerja
untuk mengoksidasi konsentrasi tinggi ammonium beracun menjadi bentuk nitrat
yang inert dalam dua bagian proses (Watten dan Sirbrell 2006). Proses nitrifikasi

7
didefinisikan sebagai konversi nitrogen ammonium (N-NH4) menjadi nitrit (NNO2) yang kemudian menjadi nitrat (N-NO3), yang dilakukan oleh bakteri
autrotropik dan heterotropik (Grady dan Lim 1980).
Filtrasi biofilm mempunyai beberapa kerugian diantaranya : i) bakteri
nitrifikasi bersaing oksigen dengan kultur spesies lain, ii) nitrat dapat diubah
menjadi senyawa nitrit yang toksik pada kondisi anoksik dan iii) sistem yang
menggunakan biofilm filtrasi akan menyebabkan kondisi asam dikarenakan
respirasi antara kultur spesies dan biofilm (Cahill et al. 2010).
3.
Penyisihan Fosfat
Penyisihan fosfat dilakukan pada kondisi aerobik karena pada kondisi
anaerobik terjadi pembebasan ortofosfat sehingga kandungan ortofosfat pada
sistem penanganan limbah cair akan meningkat. Sedangkan pada kondisi aerobik
terjadi pemanfaatan ortofosfat untuk sintesis sel dan disimpan untuk kebutuhan di
masa mendatang, bersamaan dengan penyisihan senyawa organik. Proses aerobik
mampu menurunkan kandungan fosfat pada limbah cair sekitar 10-30%
(Tchobanoglous dan Burton 1991).

Media Pada Reaktor Biofilter
Salah satu media yang dapat digunakan dalam reaktor biofilter adalah pasir.
Media pasir dipilih karena butiran pasir memiliki ukuran kecil sehingga luas
permukaan kontak antara media pasir yang dilapisi biofilm dengan air baku cukup
luas. Selain itu, waktu kontak antara air baku dengan pasir lebih intim. Hal ini
meningkatkan efisiensi penyisihan polutan (Baig et al. 2011).
Ukuran dan keseragaman pasir yang digunakan merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap efektivitas peningkatan kualitas air baku. Pasir memiliki
ukuran efektif 0.15-0.35 mm dengan koefisien keseragaman 2-3 tanpa stratifikasi.
Semakin kecil partikel pasir yang digunakan (halus), maka akan semakin cepat
terjadi penyumbatan pada reaktor sehingga frekuensi pembersihannya menjadi
tinggi. Dalam hal keseragaman ukuran, jika pasir tidak seragam, parasitas antar
pasir dapat tereduksi sehingga memperlambat aliran air (Cahyana 2008).
Faktor lain yang berpengaruh adalah tinggi media pasir dalam reaktor.
Semakin tinggi pasir yang digunakan, semakin besar persen penurunan COD air.
Hal ini disebabkan karena mikroba yang terdapat dalam limbah mengalami kontak
yang cukup lama dengan media pasir sehingga proses biodegradasi lebih
sempurna. Pada aliran kontinyu, semakin lama waktu kontak limbah dengan
biofilm pada pasir maka semakin besar persen penurunan COD selama sirkulasi
(Anderson et al.1985).
Jenis pasir yang digunakan dapat berpengaruh terhadap efektivitas
biofiltrasi. Pasir yang umum digunakan adalah pasir kuarsa/silika dan pasir
mangan. Pasir kuarsa merupakan bahan galian yang terdiri dari kristal-kristal
silika (SiO2) dan mengandung senyawa pengotor yang terbawa selama proses
pengendapan. Pasir dengan tipe nomor 20 silika mampu menyaring partikel
berukuran 20 mikron sampai 100 mikron (Zamzam 2011).
Media yang digunakan dapat berupa kerikil, batu pecah (split), media plastik
(polivinil klorida), dan partikel karbon aktif dan lainnya. Media yang sering

8
digunakan pada proses biologis khususnya biofilter adalah media plastik tipe
sarang tawon. Kelebihan media plastik tipe sarang tawon ini antara lain :
1. Luas permukaan per satuan volume (luas spesifik) besar antara 85-226
m2/m3
2. Volume rongga besar (±95%) sehingga resiko kebuntuan kecil
3. Ringan, mudah diaplikasikan dan dapat disusun sampai ketinggian 10 m.
Di dalam reaksi biofilter, mikroorganisme tumbuh melapisi keseluruhan
permukaan media dan pada saat beroperasi air mengalir melalui celah-celah media
kemudian kontak dengan lapisan mikroba (biofilm). Proses awal pertumbuhan
mikroba dan pembentukan lapisan film pada media membutuhkan waktu 14-60
hari, yang dikenal dengan proses pematangan (Watten 2006). Pada awalnya
tingkat efisiensi penyisihan sangat rendah yang kemudian akan mengalami
peningkatan setelah terbentuknya lapisan film biologis. Mekanisme perpindahan
masa yang terjadi pada permukaan media dinyatakan sebagai berikut :
1. Difusi substansi air (mengandung polutan) ke dalam masa mikroba yang
melapisi media
2. Reaksi peruraian bahan organik maupun anorganik oleh mikroba
3. Difusi hasil penguraian ke luar dari badan air yang mengandung polutan.
Pemilihan media biofilter harus dilakukan dengan seksama dan disesuaikan
dengan kondisi proses serta jenis air limbah yang akan diolah. Untuk jenis air
limbah dengan bahan organik tinggi dapat digunakan media pasir dan media
plastik sarang tawon. Media pasir memiliki kelebihan diantaranya luas permukaan
spesifik yang besar sehingga dapat melekatkan mikroorgansime dalam jumlah
yang besar namun media pasir memiliki kekurangan yaitu memiliki volume
rongga yang kecil sehingga mudah mengalami kebuntuan. Selain media pasir,
media plastik sarang tawon dapat digunakan sebagai media biofilter karena
memiliki keunggulan diantaranya volume rongga yang besar sehingga resiko
kebuntuan kecil namun media ini juga memiliki kekurangan yaitu efisiensi
penyisihan zat organik lebih rendah dibandingkan media pasir. Kelebihan dan
kekurangan media pasir dengan plastik sarang tawon dapat dilihat pada Tabel 1
dan Tabel 2.
Tabel 1. Kelebihan dan kekurangan pada media pasir
Kelebihan
Kekurangan
Diameter bahan kecil, luas permukaan
Volume rongga kecil, resiko
besar
kebuntuan besar
Bersifat inert
Berat jenis besar, konstruksi kuat
Kekuatan mekanikal baik, tidak mudah
Kebutuhan energi besar
pecah
Sifat kebasahan baik, mikroorganisme
mudah menempel pada media
Bahan mudah didapatkan
Efisiensi penyisihan zat organik lebih
tinggi

9
Tabel 2. Kelebihan dan kekurangan pada media plastik sarang tawon
Kelebihan
Kekurangan
Luas permukaan spesifik besar, Efisiensi penyisihan zat organik relatif lebih
resiko kebuntuan kecil
rendah
Kebutuhan energi kecil
Sifat kebasahan kurang baik sehingga
mikroorganisme membutuhkan waktu yang
Bahan mudah didapatkan
lama untuk menempel pada media
Berat jenis media ringan, biaya
konstruksi ringan
Bahan mudah didapatkan

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan selama lima bulan sejak bulan Maret hingga
Agustus 2013. Penelitian dilaksanakan di tepi Sungai Cihideung daerah
Leuwikopo, desa Babakan, kecamatan Dramaga, kabupaten Bogor, Jawa Barat
dan di laboratorium Teknologi Manajemen Lingkungan (TML) Departemen
Teknologi Industri Pertanian IPB.

Bahan
Bahan baku utama yang digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah air
baku Sungai Cihideung, Leuwikopo. Media yang digunakan dalam reaktor
biofilter yaitu pasir dan sarang tawon. Bahan-bahan lainnya yang digunakan
dalam penelitian ini adalah bahan-bahan kimia yang digunakan untuk keperluan
pengujian meliputi : larutan ammonium molybdate, indicator SnCl2, air destilata,
pereaksi K2Cr2O7, pereaksi COD H2SO4, indicator ferroin, larutan Ferro
Alumunium Sulfat (FAS) 0.01 M, larutan HCl 1N, larutan NaOH 1N, larutan
H2SO4 1N, reagen methylen blue, kloroform, dan glass wool.

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain reaktor biofilter dengan
media pasir dan sarang tawon serta perlengkapan lainnya. Kemudian alat-alat
untuk melakukan analisis antara lain yaitu spektrofotometer, COD reaktor, pH
meter, botol sampel, serta berbagai alat gelas seperti erlenmeyer, pipet mohr, pipet
tetes, buret dan sudip.
Peralatan utama yang terdiri dari reaktor biofilter, media pasir screening,
sarang tawon, aerator untuk suplai udara, kran pengatur, dan sistem perpipaan
yang dirakit seperti yang terlihat pada Gambar 2.

10

Tangki
Penampung
Influent
A

d

a

e
c
b

f

Gambar 2 Skema Reaktor Biofilter Pasir Screening dan Sarang Tawon.
Keterangan :
a. Stop kran
b. Pasir
c. Sarang Tawon

d. Pipa effluent
e. Air baku
f. Pipa aerator

Peralatan percobaan terdiri dari tangki penampung air Sungai Cihideung
(influent), dua reaktor biofilter yaitu berisi media pasir dan sarang tawon pada
rancangan yang dibuat. Tangki penampung (influent) terbuat dari drum plastik
bervolume 350 L, sedangkan volume yang digunakan adalah 250 L dengan
diameter 68 cm, dan tinggi 78 cm. Reaktor biofilter berjumlah dua buah dengan
volume 1000 L, sedangkan volume yang digunakan adalah 694 L dengan
diameter 94 cm dan tinggi 127 cm. Volume media pasir dan sarang tawon
ditentukan 1/2 dari total volume kerja reaktor biofilter sebesar 500 L. Reaktor
biofilter ini beroperasi secara upflow yaitu aliran air mengalir dari bawah ke atas.
Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan dibagi menjadi tiga tahapan yaitu karakteristik air
baku, proses aklimatisasi dan uji pembebanan. Pada tahap pertama air Sungai
Cihideung dianalisa karakteristiknya meliputi kandungan bahan organik (COD),
sifat fisik (Total Suspended Solid/TSS, kekeruhan dan warna) berdasarkan APHA
dan SNI terlampir pada Lampiran 2.
Pada proses aklimatisasi (membiakan) mikroorganisme dilakukan secara
alami dengan cara mengalirkan air Sungai Cihideung secara kontinyu ke dalam
reaktor melalui media biofilter pasir dan sarang tawon sampai terbentuk biofilm
yang melekat pada media. Pembiakan mikroorganisme ini dilakukan selama 4
minggu dengan waktu tinggal hidrolik (WTH) 2 jam sampai menunjukkan
kestabilan (steady state). Kestabilan dapat ditentukan melalui analisa warna,
kekeruhan, TSS dan kandungan zat organik (COD)

11
Tahap terakhir yaitu uji pembebanan, dilakukan setelah reaktor biofilter
menunjukkan kestabilan (steady state) yang dapat dilihat melalui hasil analisa zat
organik (COD) dan uji fisik seperti warna, kekeruhan, dan TSS. Uji pembebanan
dilakukan dengan cara menambahkan larutan deterjen ke dalam inlet air baku
dengan konsentrasi 0.1-32 mg/L masing-masing dalam 2 hari selama 2 minggu.
Setelah itu dilakukan pengujian terhadap air baku sebelum dan sesudah diberi
beban sehingga dapat terlihat kemampuan mikroorganisme yang ditumbuhkan
dalam mengeliminasi bahan-bahan yang terkandung dalam pembebanan.
Selanjutnya air baku yang telah diberikan beban dianalisa meliputi kandungan
bahan organik (COD), sifat fisik (Total Suspended Solid/TSS, kekeruhan dan
warna), nitrat, fosfat, dan deterjen. Prosedur analisis laboratorium disajikan pada
Lampiran 2.
Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi karakterisasi air baku, proses
aklimatisasi, dan uji pembebanan dapat dilihat pada Gambar 3.
Karakterisasi Air Baku

Proses Aklimatisasi

Uji Pembebanan

Gambar 3 Diagram alir tahap penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Air Baku Aliran Sungai Cihideung
Sungai Cihideung merupakan salah satu sumber air yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan air bersih Kampus IPB Darmaga. Meningkatnya kebutuhan
air bersih tidak sesuai dengan kualitas air sungai tersebut. Salah satu penyebab
menurunnya kualitas air sungai yaitu kegiatan manusia. Selain itu, perubahan
cuaca juga dapat mempengaruhi kualitas air. Saat hujan air sungai menjadi lebih
keruh dibandingkan saat kondisi cerah. Hasil analisa sifat fisik air baku Sungai
Cihideung di Leuwikopo dapat dilihat pada Tabel 3.

12
Tabel 3. Sifat fisik air Sungai Cihideung pada cuaca berbeda
Kondisi
Cerah
Hujan

Warna(PtCo)
20
429

Kekeruhan(FTU)
3
88

TSS(mg/L)
7
77

Hasil pengukuran sifat fisik air Sungai Cihideung pada kondisi cuaca cerah
dan hujan berbeda, hal ini dapat disebabkan karena pada saat hujan, endapan di
dasar air terangkat ke atas dan kotoran-kotoran di sekitar sungai ikut terbawa arus
sehingga tingkat kekeruhan, TSS, dan warna air baku menjadi tinggi.
Berdasarkan hasil tersebut, kualitas air baku aliran Sungai Cihideung tidak
memenuhi kriteria mutu air Golongan II, Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia (PPRI) Nomor 82 Tahun 2001 (tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air) sebagai air bersih (Lampiran 1). Konsentrasi
maksimum TSS sebagai air bersih yang dapat digunakan sebesar 50 mg/L, dan
tingkat kekeruhan sebesar 61 FTU.

Aklimatisasi
Aklimatisasi merupakan proses pembiakan mikroorganisme pada suatu media
dengan cara mengalirkan secara kontinyu aliran air baku ke dalam reaktor yang
diisi dengan media biofilter pasir dan plastik sarang tawon hingga terbentuk
biofilm yang melekat pada media. Pembiakan mikroorganisme dilakukan selama 4
minggu dengan waktu hidrolik (WTH) 2 jam hingga terjadi kondisi steady state
(stabil).
Menurut Cahyaputri (2008), waktu tinggal hidrolik 2 jam diambil sebagai
WTH terpilih, dimana waktu tinggal hidrolik 2 jam merupakan WTH terpendek
dengan efisiensi penyisihan tergolong tinggi untuk mereduksi organik,
ammonium, TSS, kekeruhan, dan warna. Kualitas air baku aliran Sungai
Cihideung yang digunakan oleh Cahyaputri tidak memenuhi kriteria mutu air
Golongan II, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) Nomor 82 tahun
2001 (tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air)
sebagai air bersih. Konsentrasi senyawa organik (COD) dalam air baku rata-rata
385 mg/L, ammonium 0.67 mg/L, TSS 59 mg/L, kekeruhan 61 FTU, dan warna
367.87 PtCo.
Proses pertumbuhan mikroorganisme pada penelitian ini didukung pasokan
udara dan laju alir sebesar 6 liter/menit secara terus menerus, dengan demikian air
baku akan kontak dengan mikroorganisme yang tersuspensi di dalam air maupun
yang menempel pada permukaan media sehingga terjadi penguraian senyawa
organik (Popiarawati, 1998). Terbentuknya biofilm dapat dilihat dari indikasi
penyisihan zat organik dan uji fisik (warna, pH, kekeruhan, TSS) pada Gambar 4
dibawah ini.
Berdasarkan Gambar 4, konsentrasi senyawa organik dalam effluent pada
hari ke- 0 sampai hari ke-13 semakin lama semakin menurun baik pada media
pasir maupun media plastik sarang tawon. Pada hari ke- 25 terjadi lonjakan
konsentrasi senyawa organik pada input karena di hari sebelumnya terjadi hujan
deras yang menyebabkan senyawa-senyawa organik yang berasal dari tanah dan

13
lumpur yang berada di dalam sungai naik ke permukaan. Lonjakan pada input
tidak terlalu berpengaruh terhadap output biofiltrasi media pasir maupun plastik
sarang tawon. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 5, yaitu efisiensi pada hari ke25 sebesar 70% pada media pasir dan 60% pada media plastik sarang tawon.
160
140
COD (mg/L)

120
100
80
60

40
20
0
0

5

10

15 20 25
Waktu (hari)

30

35

40

Gambar 4 Penyisihan senyawa organik (COD) selama proses aklimatisasi,
Input,
Output media pasir,
Output media plastik sarang
tawon.
Berdasarkan Gambar 5, penyisihan senyawa organik pada minggu pertama
masih rendah yaitu sekitar 25-50% baik pada media pasir maupun media plastik
sarang tawon, hal ini disebabkan pada awal pengoperasian pertumbuhan
mikroorganisme belum terbentuk dengan baik sehingga biofilm yang terbentuk
masih tipis. Pada minggu kedua dan ketiga efisiensi mulai meningkat menjadi 6070% baik pada media pasir maupun media plastik sarang tawon. Hal ini
menandakan bahwa biofilm mikroorganisme sudah terbentuk. Pada minggu
keempat efisiensi semakin meningkat dan relatif stabil, media pasir mencapai 80%
dan media plastik sarang tawon mencapai 68%. Saat mencapai kondisi stabil
dapat diasumsikan bahwa mikroorganisme pengurai telah tumbuh dan bekerja
dengan baik (Winkler 1981). Kondisi steady state juga menunjukkan efisiensi
penyisihan polutan berada dalam keadaan optimum karena mikroorganisme dalam
bioreaktor berada dalam fase matang atau stasioner (Cahyaputri, 2012).

Penyisihan (%)

14
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0

5

10

15

20

25

30

35

40

Waktu (hari)

Gambar 5 Efisiensi penyisihan senyawa organik (COD) selama proses
aklimatisasi,
Output biofiltrasi media pasir,
Output biofiltrasi
media plastik sarang tawon.
Sifat fisik pada air baku sangat penting untuk memenuhi kebutuhan air bersih.
Parameter kualitas fisik air meliputi warna, kekeruhan, dan total padatan
tersuspensi (TSS). Sifat fisik air ini berpengaruh terhadap estetika yang
ditampilkan pada air sungai.
Efisiensi penyisihan Total Suspended Solid (TSS) pada awal pengoperasian
masih rendah yaitu sebesar 60% pada media pasir dan 50% pada media plastik
sarang tawon. Hal ini disebabkan pada awal pengoperasian biofiltrasi
mikroorganisme yang terbentuk sedikit ditandai dengan lapisan lendir (biofilm)
yang tipis. Perubahan konsentrasi total padatan tersuspensi sebelum dan sesudah
pengolahan serta efisiensi pada proses aklimatisasi dapat dilihat pada Gambar 6
dan 7.
Berdasarkan Gambar 7, peningkatan efisiensi terjadi pada hari ke-5 sebesar
55% pada media plastik sarang tawon dan sekitar 65% pada media pasir.
Peningkatan ini dapat disebabkan mikroorganisme pada reaktor telah tumbuh dan
berkembang biak dan membentuk lapisan biofilm yang lebih tebal dari
sebelumnya sehingga total padatan tersuspensi dapat teruraikan. Peningkatan ini
mulai menunjukkan kestabilan pada hari ke- 6 sampai hari ke- 20 yaitu 65% pada
media plastik sarang tawon dan 80% pada media pasir. Namun pada hari ke-25
terjadi penurunan efisiensi hingga 20% pada media plastik sarang tawon. Hal ini
disebabkan oleh lonjakan total padatan pada air sungai menyebabkan
mikroorganisme yang terdapat pada biofilm tertutup oleh padatan tersebut dan
terjadi penurunan efisiensi.
Hari ke-26 dilakukan pencucian balik (back wash) pada media dengan cara
membuka keran penguras. Adanya pengurasan ini, air bersih yang berada di atas
lapisan media dapat berfungsi sebagai air pencuci media penyaring. Hari ke- 30
efisiensi mulai meningkat kembali sehingga dapat disimpulkan bahwa
mikroorganisme membutuhkan waktu penyesuaian untuk mengeliminasi lonjakan
tersebut dan proses pencucian berpengaruh terhadap effluent yang dihasilkan.
Selain itu, penurunan tersebut dapat terjadi karena adanya kematian

15

TSS (mg/L)

mikroorganisme yang tidak dapat bertahan pada lingkungan baru (Schuner and
Jarvis 2009).
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

0

10

20

30

40

Waktu (hari)

Penyisihan (%)

Gambar 6 Penyisihan TSS selama proses aklimatisasi,
Input,
Output
biofiltrasi media pasir,
Output biofiltrasi media plastik sarang
tawon.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0

10

20

30

40

Waktu (hari)

Gambar 7 Efisiensi penyisihan TSS selama proses aklimatisasi,
Media
output biofiltrasi pasir,
Media output biofiltrasi plastik sarang
tawon.
Begitu pula dengan efisiensi penyisihan kekeruhan dan warna. Pada awal
pengoperasian nilai kekeruhan rata-rata sebesar 20% pada media pasir dan 10%
pada media plastik sarang tawon. Minggu kedua efisiensi penyisihan TSS mulai
meningkat menjadi 76.5% pada media pasir dan 52.5% pada media plastik sarang
tawon. Efisiensi penurunan kekeruhan meningkat menjadi 46% pada media pasir
dan 29% pada media plastik sarang tawon. Meskipun pada minggu ketiga terjadi
penurunan efisiensi karena terjadi lonjakan total padatan yang juga berpengaruh
terhadap parameter kekeruhan dan warna. Penurunan efisiensi diakibatkan karena
mikrorganisme yang berada pada media memerlukan waktu untuk beradaptasi dan
mengeliminasi lonjakan tersebut, sehingga pada minggu keempat media pasir dan

16

Kekeruhan (FTU)

sarang tawon sudah mulai mencapai kestabilan yaitu sebesar 76.5% dan 45%
untuk efisiensi TSS, 69.5% dan 37% untuk efisiensi kekeruhan. Kestabilan sistem
teramati pada minggu kedua, dimana pada minggu pertama mikroorganisme yang
terdapat di dalam reaktor masih beradaptasi dengan keadaan fisik air baku. Pada
minggu ketiga dapat disimpulkan mikroorganisme telah tumbuh dan bekerja
dengan baik. Kestabilan sistem dapat dilihat pada Lampiran 3.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0

10

20

30

40

Waktu (hari)

Penyisihan (%)

Gambar 8 Penyisihan kekeruhan selama proses aklimatisasi,
Input,
Output biofiltrasi media pasir,
Output biofiltrasi media plastik
sarang tawon.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0

10

20

30

40

Waktu (hari)

Gambar 9 Efisiensi penyisihan kekeruhan selama proses aklimatisasi,
Output
biofiltrasi media pasir,
Output biofiltrasi media plastik sarang
tawon.
Pada efisiensi penyisihan warna, awal pengoperasian nilai warna rata-rata
sebesar 23% pada media pasir dan 8% pada media plastik sarang tawon. Minggu
kedua efisiensi warna mulai meningkat menjadi 44.5% pada media pasir dan 31%
pada media plastik sarang tawon. Meskipun pada minggu ketiga yaitu pada hari
ke-25 terjadi lonjakan pada air sungai sehingga menyebabkan penyisihan efisiensi

17

Warna (PtCo)

menurun, namun kembali stabil pada hari-hari berikutnya, seperti pada Gambar
10. Berdasarkan disuksi tersebut, dapat disimpulkan bahwa mikroorganisme dapat
menyesuaikan untuk mengeliminasi lonjakan tersebut. Hal ini menandakan
penguraian air baku oleh mikroorganisme pengurai sudah optimal pada waktu
aklimatisasi lebih dari 30 hari.
500
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
0

10

20

30

40

Waktu (hari)

Penyisihan (%)

Gambar 10 Penyisihan warna selama proses aklimatisasi,
Input,
Output biofiltrasi media pasir,
Output biofiltrasi media plastik
sarang tawon.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0

10

20

30

40

Waktu (hari)

Gambar 11 Efisiensi penyisihan warna selama proses aklimatisasi,
Output
biofiltrasi media pasir,
Output biofiltrasi media plastik sarang
tawon.

Pengaruh Laju Pembebanan terhadap Penyisihan Senyawa Organik
Laju pembebanan dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan biofiltrasi
dalam mengeliminasi polutan dalam air baku. Pada penelitian ini senyawa organik
dinyatakan dalam COD untuk mewakili kandungan bahan organik pada air baku.

18

COD (mg/L)

Zat organik yang diolah dengan reaktor biofiltrasi mengalami penurunan.
Perubahan konsentrasi senyawa organik sebelum dan sesudah pengolahan serta
efisiensi penyisihan senyawa organik ditunjukkan seperti pada Gambar 12 dan
13.
Berdasarkan Gambar 12, nilai konsentrasi senyawa organik dalam outlet
semakin meningkat seiring dengan penambahan konsentrasi bahan organik. Hal
ini dapat disebabkan mikroorganisme yang berada pada media tidak mampu untuk
mengeliminasi semua beban yang diberikan. Pada jam ke- 30 nilai konsentrasi
senyawa organik sekitar 13.2 mg/L pada media pasir dan 17.6 mg/L pada media
plastik sarang tawon. Peningkatan konsentrasi COD dalam outlet seiring dengan
peningkatan konsentrasi COD dalam inlet dapat dilihat pada Gambar 12.
200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0

0

50

100

150

Waktu (jam)

Gambar 12 Penyisihan COD,
sarang tawon,

Input,
Output biofiltrasi media plastik
Output biofiltrasi media pasir.

Dari Gambar 13 tampak bahwa konsentrasi COD dalam air baku yang
ditambahkan pembebanan mengalami fluktuasi sehingga menghasilkan efisiensi
yang berfluktuasi pula. Nilai rata-rata efisiensi senyawa organik pada media pasir
dan plastik sarang tawon dengan konsentrasi COD dalam inlet pembebanan 8 - 35
ppm, 35 - 79 ppm, dan 103 - 180 ppm berturut-turut adalah 57% dan 41%, 55%
dan 44%, 54% dan 37%. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa semakin
tinggi konsentrasi pembebanan yang ditambahkan maka rata-rata nilai efisiensi
cenderung mengalami penurunan. Nilai COD dalam inlet dan outlet selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 4.

Penyisihan (%)

19
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0

50

100

150

Waktu (jam)

Gambar 13 Efisiensi penyisihan COD,
Output biofiltrasi media pasir,
Output biofiltrasi media plastik sarang tawon.
Pengaruh laju pembebanan COD pada kualitas output dapat dilihat pada
Gambar 14 berikut. Pada Gambar tersebut terlihat bahwa semakin tinggi
konsentrasi senyawa organik COD yang terdapat pada input, semakin tinggi
output yang dihasilkan pada media pasir dan plastik sarang tawon. Begitu juga
dengan Gambar 15 yang menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi input,
penyisihan absolut terhadap media pasir dan media plastik sarang tawon semakin
meningkat. Saat input sebesar 162.8 mg/, penyisihan pada media pasir lebih tinggi
yaitu sebesar 96.8 mg/L dibandingkan dengan media plastik sarang tawon sebesar
57.2 mg/L. Perlu dilakukan pencucian balik (back wash) dengan cara membuka
keran penguras dengan demikian air bersih yang berada di atas lapisan media
dapat berfungsi sebagai air pencuci media penyaring. Menurut Baig et al. (2011),
media pasir memiliki butiran yang berukuran kecil sehingga luas permukaan
kontak antara media pasir yang dilapisi biofilm dengan air baku cukup luas. Selain
itu, waktu kontak antara air baku dengan pasir memiliki efek filtrasi. Hal ini
meningkatkan efisiensi penyisihan polutan.

20
140

COD Output (mg/L)

120
100
80
60
40
20
0
0

50

100

150

200

COD Input (mg/L)

Penyisihan (mg/L)

Gambar 14 Penyisihan output COD terhadap input,
Output biofiltrasi media
pasir,
Output biofiltrasi media plastik sarang tawon.
100.0
90.0
80.0
70.0
60.0
50.