Peningkatan Kualitas Air Menggunakan Biofiltrasi dengan Media Pasir Kuarsa dan Botol AMDK

PENINGKATAN KUALITAS AIR BAKU MENGGUNAKAN
BIOFILTRASI DENGAN MEDIA PASIR KUARSA DAN
BOTOL AMDK

MUHAMMAD SYIFA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peningkatan Kualitas
Baku Menggunakan Biofiltrasi dengan Media Pasir Kuarsa dan Botol AMDK
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014
Muhammad Syifa
NIM F34090070

ABSTRAK
MUHAMMAD SYIFA. Peningkatan Kualitas Air Menggunakan Biofiltrasi
dengan Media Pasir Kuarsa dan Botol AMDK. Dibimbing oleh SUPRIHATIN.
Proses Biofiltrasi merupakan proses yang digunakan untuk meningkatkan
kualitas air secara biologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas
proses biofiltrasi pada media pasir kuarsa dan botol AMDK, serta mengevaluasi
pembebanan ammonium terhadap kemampuan biofilter dalam mereduksi
konsentrasi ammonium, nitrat, fosfat, senyawa organik, perubahan pH, zat warna,
dan kekeruhan. Berdasarkan pengujian karakterisasi air baku maka menurut PP.
No. 82 tahun 2001 bahwa kualitas air baku termasuk ke dalam golongan II.
Aklimatisasi merupakan proses mikroorganisme pada media biofiltrasi. Uji
pembebanan digunakan untuk mengetahui kemampuan reaktor biofiltrasi dalam
menahan beban ammonium. Pada proses pengujian biofiltrasi media pasir mampu
mereduksi ammonium dari 60,48 menjadi 25,45 mg/L, nitrat dari 1,8 menjadi

1,74 mg/L, fosfat dari 0,36 menjadi 0,29 mg/L, senyawa organik 9,79 menjadi
6,36 mg/L, zat warna dari 30 menjadi 24 PtCo, TSS dari 17 menjadi 8 mg/L, dan
kekeruhan dari 17 menjadi 13 FTU. Pada proses pengujian biofiltrasi media
AMDK mampu mereduksi ammonium dari 60,48 menjadi 35,56 mg/L,
meningkatkan nitrat dari 1,8 menjadi 2,4 mg/L, mereduksi fosfat dari 0,36
menjadi 0,34 mg/L, mereduksi senyawa organik 9,79 menjadi 5,72 mg/L, warna
dari 30 menjadi 18 PtCo, TSS dari 17 menjadi 6 mg/L, dan kekeruhan dari 17
menjadi 8 FTU. Pengunaan biofiltrasi pada air baku mampu meredam fluktuasi
kualitas air baku dan menghemat penggunaan bahan koagulan. Penerapan reaktor
biofiltrasi dengan media pasir mampu menghemat biaya bahan koagulan Rp
1.588.673.986 per tahun sedangkan media botol AMDK Rp 1.418.311.317 per
tahun. Penggunaan reaktor biofiltrasi dengan media pasir direkomendasikan
untuk digunakan dalam instalasi pengolahan air IPB Dramaga Bogor.

Kata kunci: Air baku, botol AMDK, biofiltrasi, pasir kuarsa

ABSTRACT
MUHAMMAD SYIFA. Raw Water Quality Improvement of Biofiltration Using
Quartz Sand and Drinking Water Bottled as Media. Supervise by SUPRIHATIN.
Biofiltration is a process that can be used to improve the quality of the raw

water biologically. This study aimed to determine the effectiveness of biofiltration
using media of quartz sand and drinking water bottles, as well as to evaluate the
effect of ammonium loading on the ability of biofilters to reduce ammonium,
nitrate, phosphate, organic compounds, pH changes, color and turbidity. Based on
testing characterization raw water and according to PP. No. 82 / 2001 that raw
water quality belong to the groups II. Acclimatization is a process of

microorganisms in the press biofiltrasi. . Biofiltration using sand medium test
reduced ammonium from 60,48 into 25,45 mg/L, nitrate from 1,8 to 1,74 mg/L,
phosphate from 0,36 to 0,29 mg/L, organic compounds from 9,79 to 6,36 mg/L,
the color from 30 to 24 PtCo, TSS from 17 to 8 mg/L and turbidity from 17 to 13
FTU. Whereas, biofiltration using drinking water bottles media reduced
ammonium from 60,48 into 35,56 mg/L, increasing nitrate from 1,8 to 2,4 mg/L,
reduce phosphate from 0,36 to 0,34 mg / L, reduce organic compounds 9,79 to
5,72 mg/L , the color of 30 to 18 PtCo, TSS from 17 to 6 mg/L, and turbidity from
17 to 8 FTU. Biofiltration process could lower the water quality fluctuation and
save coagulant material costs. The application of the medium sand biofiltration
reactor capable of coagulant material savings of Rp 1.588.673.986 per year, while
media Rp 1.418.311.317 bottles of drinking water per year. The use of the
medium sand biofiltration reactor is recommended for use in water treatment

plants IPB Dramaga, Bogor.
Key words: biofiltration, drinking water bottled, quartz sand, raw water

PENINGKATAN KUALITAS AIR BAKU METODE
BIOFILTRASI DENGAN MEDIA PASIR KUARSA DAN
MEDIA BOTOL AMDK

MUHAMMAD SYIFA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi : Peningkatan Kualitas Air Menggunakan Biofiltrasi dengan Media
Pasir Kuarsa dan Botol AMDK
Nama
: Muhammad Syifa
NIM
: F34090070

Disetujui oleh

Prof Dr Ing Ir Suprihatin
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


Judu1 Skripsi : Peningkatan Kualitas Air Menggunakan Biofi1trasi dengan Media
Pasir Kuarsa dan Boto1 AMDK
Nama
: Muhammad Syifa
: F34090070
NIM

Disetujui oleh

Prof Dr Ing Ir Suprihatin
Pembimbing

Tangga1 Lulus: 11

7 MAR 2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini adalah Biofiltrasi, dengan
judul “Peningkatan Kualitas Air Menggunakan Biofiltrasi dengan Media Pasir

Kuarsa dan Botol AMDK”. Dengan telah selesainya penelitian hingga
tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima
kasih sebesar-besarnya kepada:
1.
2.

3.

4.

5.
6.

Prof Dr Ing Ir Suprihatin selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan
bimbingan, bantuan, dan dorongan selama pelaksanaan penelitian.
Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti yang telah memberikan bimbingan moral
selama penulis melaksanakan studi di Departemen Teknologi Industri
Pertanian
Orang Tua Penulis, Akhmad Jaeroni dan Umirah yang telah memberikan
bimbingan dan bantuan moril, material dan spiritual kepada penulis sejak

kecil hingga menamatkan gelar sarjana di Teknologi Industri Pertanian.
Staf dan Laboran Teknologi Industri Pertanian: Ibu Egnawati, Ibu Sri, Pak
Yogi, Pak Edi, Pak Sugi, Ibu Dyah, Pak Dicky, Ibu Rini dan Pak Gun yang
telah memberikan bantuan penulis selama melaksanakan penelitian.
Teman-teman seperjuangan di Lapangan : Ramiza, Nisa, Rusyadi, Saibah,
Nurul dan lainnya.
Rekan-rekan TIN 46 dan IKC atas kerjasama, keakraban, keluarga dan
kekerabatan selama menjalankan perkuliahan di Teknologi Industri Pertanian.

Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan
kontibusi nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi
pertanian, khususnya di bidang Teknologi dan Manajemen Lingkungan.

Bogor, Maret 2014
Muhammad Syifa

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2


Ruang Lingkup Penelitian

3

METODE

3

Bahan

3

Alat

3

Metode Analisis Data

4


Karakterisasi air baku

4

Aklimatisasi

4

Pengujian pembebanan

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Karakterisasi Air Baku

5

Aklimatisasi

6

Uji Pembebanan

9

Eliminasi ammonium (NH3-N)

10

Peningkatan nitrat (NO3-N)

12

Eliminasi fosfat

13

Eliminasi senyawa organik

14

Perubahan nilai pH

15

Perubahan warna

16

Penurunan TSS

17

Perubahan kekeruhan

17

Kajian Analisis Biaya Penerapan Reaktor Biofiltrasi

18

Analisis kebutuhan koagulan

18

Analisis biaya penerapan reaktor biofiltrasi

20

SIMPULAN DAN SARAN

21

Simpulan

21

Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

24

RIWAYAT HIDUP

43

DAFTAR TABEL
1. Data karakterisasi fisik Sungai Cihideung
2. Data hari hujan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor tahun 2012

5
19

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.

Rancangan alat biofiltrasi
Proses pelekatan biofilm
Skema dan lapisan biofilm
Kandungan TSS selama proses aklimatisasi biofiltrasi
Nilai kekeruhan selama proses aklimatisasi biofiltrasi
Perbandingan perubahan warna selama proses aklimatisasi
Kandungan ammonium selama uji tingkat pembebanan ammonium
Perbandingan input dan output ammonium pada uji pembebanan
ammonium
Efisiensi eliminasi ammonium berbanding dengan input ammonium
Nilai kandungan nitrat selama uji tingkat pembebanan ammonium
Nilai kandungan fosfat selama uji pembebanan ammonium
Kandungan senyawa organik selama uji pembebanan ammonium
Nilai pH pada uji pembebanan ammonium
Nilai warna pada selama uji pembebanan ammonium
Nilai TSS selama uji pembebanan ammonium
Nilai perubahan kekeruhan selama uji pembebanan ammonium
Perbandingan kandungan TSS dengan dosis PAC optimum

3
6
7
8
8
9
10
11
11
13
14
15
16
16
17
18
19

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Metode uji kualitas air
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001
Data uji kualitas air aklimatisasi
Data kandungan ammonium uji tingkat pembebanan ammonium (mg/L)
Data kandungan nitrat selama uji tingkat pembebanan ammonium (mg/L)
Data kandungan fosfat selama uji tingkat pembebanan Ammonium
(mg/L)
Data kandungan senyawa organik selama uji tingkat pembebanan
ammonium (mg/L)
Data nilai pH selama uji tingkat pembebanan ammonium
Data nilai warna selama uji pembebanan ammonium (PtCo)
Nilai TSS uji pembebanan Ammonium (mg/L)
nilai kekeruhan uji pembebanan ammonium (FTU)
Rincian biaya pembangunan reaktor biofilter media pasir
Analisis Finansial Reaktor Biofiltrasi dengan Media Pasir
Rincian biaya pembangunan reaktor biofilter media botol AMDK
Analisis Finansial Reaktor Biofiltrasi dengan Media Botol AMDK

24
26
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
40
41

PENDAHULUAN
Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat berharga dan
kebutuhan vital bagi makhluk hidup. Peningkatan kebutuhan air dalam era
kehidupan ekonomi moderen seperti saat ini, air dimanfaatkan sebagai kebutuhan
domestik, perikanan, peternakan, pertanian, industri, pembangkit listrik,
transportasi, bahkan sampai kepada kebutuhan sekunder seperti rekeasi dan olah
raga. Seharusnya air diperlakukan sebagai bahan yang bernilai, dimanfaatkan
secara bijak, dan dijaga kemurniannya terhadap cemaran. Realitanya, air selalu
dihambur-hamburkan, dicemari, dan disia-siakan.
Air bersih sebagai sumber kehidupan, kini persediaannya terbatas dan
kualitasnya semakin turun akibat cemaran dari hasil kegiatan manusia, sehingga
banyak masyarakat kesulitan untuk mengakses air bersih. Menurut Suriawiria
(1996) penurunan kualitas air banyak berubahnya fungsi sungai yang digunakan
sebagai tempat pembuangan akhir limbah. Akibatnya terjadi perubahan
lingkungan sehingga akan berakibat buruk bagi organisme air. Menurut organisasi
kesehatan dunia (WHO), 2 milyar penduduk kini menyandang resiko menderita
penyakit murus (diare) yang disebabkan oleh air dan makanan. Penyakit ini
merupakan penyebab utama kematian lebih dari 5 juta anak setiap tahun. Oleh
karena itu, perubahan radikal terhadap cara kita menghargai air dan
memanfaatkan air sangat mendesak untuk dilakukan, karena indikasi air bersih
sudah menjadi barang langka sudah terjadi, yaitu air bersih semakin sulit
diperoleh serta untuk mendapatkannya harus melalui pengolahan khusus yang
biayanya melewati jangkauan sumberdaya ekonomi negara.
Air sungai sebagai sumber air baku perusahaan air minum debitnya
semakin kecil dan kualitasnya semakin menurun, hal ini mengakibatkan biaya
produksi air bersih semakin mahal dan pada kondisi tertentu menyebabkan
perusahaan air minum (PAM) tidak dapat lagi memberikan pelayanan yang baik
bagi masyarakat karena kualitas air olahannya buruk dan tidak memenuhi
Permenkes Republik Indonesia Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang
persyaratan air bersih. Data Susenas BPS 2004 menyebutkan bahwa persentase
masyarakat yang memiliki sumber air minum dari jaringan air minum yang
terlindungi adalah sebesar 18% dan akses melalui bukan jaringan perpipaan tidak
terlindungi adalah 45%. Sehingga dapat disimpulkan hampir setengah dari jumlah
penduduk Indonesia tidak memiliki akses pada sumber air minum yang aman.
Masyarakat pada umumnya tidak memahami prinsip perlindungan sumber air
minum tingkat rumah tangga, maupun untuk skala lingkungan. Sedangkan sumber
air baku (air sungai), difungsikan berbagai macam kegiatan sehari-hari, termasuk
digunakan untuk mandi, cuci dan pembuangan kotoran/sampah. Sebagian
masyarakat masih menganggap bahwa air hanya urusan pemerintah atau PAM
saja, sehingga tidak tergerak untuk mengatasi masalah air minum secara bersama.
Penurunan kualitas air baku berdampak pada pembekakkan biaya
pengolahan air baku untuk pengadaan bahan kimia berupa PAC
(polyalumuniumchloride) dan karbon aktif yang dibutuhkan meningkat yang akan
mengakibatkan permasalahan baru yaitu karbon aktif dan PAC yang telah jenuh
menjadi tidak dapat digunakan (limbah). Alternatif pengolahan air baku secara
biologis sampai saat ini masih dianggap sebagai teknologi yang ramah lingkungan.

2
Menurut Pelezar dan Chan (1996) penggunaan pengolahan secara biologis efektif
untuk mengeliminasi zat organik, ammonium, deterjen dan mangan. Salah satu
cara yang dapat dipertimbangkan dalam pengolahan secara biologis ini adalah
dengan menerapkan proses biofiltrasi menggunakan media plastik tipe botol
AMDK dan pasir kuarsa yang ditetapkan sebagai tahap awal peningkatan kualitas
air baku (pre-treatment).
Penelitian Horan (1990) menjelaskan mekanisme pengolahan air baku
secara biologis menggunakan proses biofiltrasi terjadi dalam 3 tahapan utama
meliputi proses oksidasi, adsorpsi, dan filtrasi zat pencemar yang dilakukan oleh
mikroorganisme pembentuk lapisan biofilm. Penelitian Said (2005) menambahkan,
keunggulan menggunakan proses biofiltrasi yaitu : (1) pengoperasiannya mudah
yaitu tidak membutuhkan sirkulasi lumpur sehingga tidak terjadi penumpukan
seperti pada proses lumpur aktif, (2) lumpur yang dihasilkan sedikit yaitu hanya
10-30% biomassa dihasilkan sedangkan lumpur aktif menghasilkan 30-60%
biomassa, (3) dapat digunakan untuk pengolahan air limbah pada konsentrasi
rendah maupun tinggi, (4) tahan terhadap fluktuasi jumlah air maupun konsentrasi,
dan (5) pengaruh penurunan suhu terhadap efisiensi pengolahan kecil.

Perumusan Masalah
Berbagai upaya pengolahan air yang berasal dari air sungai menggunakan
proses penambahan bahan koagulan. Kandungan padatan yang tinggi pada air
mengakibatkan kebutuhan bahan koagulan yang tinggi dan berdampak pada
pembengkakkan biaya pengolahan air bersih. Proses biofiltrasi masih dianggap
sebagai cara peningkatan kualitas air baku yang ramah lingkungan dan murah
pengadaannya. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikemukakan perumusan
masalah dalam penelitian ini, yaitu:
1. Seberapa besar efisiensi proses biofiltrasi menggunakan media pasir kuarsa
dan botol AMDK dalam menurunkan konsentrasi parameter senyawa organik,
ammonium, nitrat, TSS, kekeruhan, dan zat warna dalam pengolahan air baku
Sungai Cihideung?
2. Seberapa besar peningkatan kualitas air baku dengan mengaplikasikan proses
biofiltrasi menggunakan media pasir kuarsa dan botol AMDK pada uji
pembebanan Ammonium?
3. Bagaimana rekomendasi reaktor biofilter yang sesuai dengan beban
pencemaran agar mampu meningkatkan kualitas air baku Sungai Cihideung?
Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan,
maka tujuan penelitian ini adalah:
1.
Mengkaji efektivitas proses biofiltrasi pada media pasir kuarsa dan botol
(air minum dalam kemasan) AMDK terhadap penyisihan konsentrasi
senyawa organik, ammonium, nitrat, TSS, kekeruhan, dan zat warna, serta
pengaruhnya terhadap uji pembebanan ammonium.
2.
Membuat rekomendasi reaktor biofilter untuk pengolahan air baku.

3
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian biofiltrasi ini adalah mengukur kemampuan
proses biofiltrasi dalam menahan kondisi air saat terjadi pembebanan.
Pembebanan yang dilakukan yaitu adalah penambahan beban ammonium dengan
waktu tinggal hidrolik (WTH) yang ditetapkan saat air melewati biofilter adalah 2
jam dengan rentang WTH 1,8 - 2,3 jam.

METODE
Bahan
Bahan yang digunakan adalah air baku berupa air sungai, media biofiltrasi
yaitu botol bekas air minum dalam kemasan (AMDK) dan pasir kuarsa, bahan
kimia untuk uji pembebanan berupa ammonium sulfat atau (NH4)2SO4, dan
bahan-bahan kimia untuk analisis.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini pada reaktor biofilter antara lain 2
buah torrent ukuran 1000 L, 1 torrent ukuran 350 L, pompa air, pipa ukuran ½”,
¾”, 1” dan 1 ¼ “, dan air blow. Alat-alat untuk melakukan analisis antara lain
spektrofotometer Hach, pH-meter, DO-meter, botol sampel, berbagai alat gelas
seperti erlenmeyer, tabung reaksi, gelas ukur, pipet mohr, bulb, corong pemisah,
pipet tetes, buret, dan sudip. Rancangan alat biofiltrasi disajikan pada Gambar 1.

1. Air baku
2. Pompa input
3. Tangki air input

4. Pompa aerasi
5. Kran aerasi
6. Tangki Biofiltrasi

7. Media Biofiltrasi
8. Pipa aerasi
9. Kran output lumpur

Gambar 1 Rancangan alat biofiltrasi

10. Pipa input
11. Kran output
12. Saluran output

4

Metode Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis menggunakan metode diskriptif dengan
tabel, grafik, dan narasi yang menggambarkan keseluruhan hasil perlakuan dalam
penelitian serta dianalisa secara komprehensif sesuai dengan teori yang ada.
Urutan tahapan dalam penelitian ini meliputi karakterisasi air baku, aklimatisasi,
uji pembebanan, dan analisis biaya penerapan reaktor biofiltrasi.
Karakterisasi air baku
Air baku yang menjadi bahan utama dalam penelitian ini merupakan air
Sungai Cihideung yang terletak di Bogor dengan hulu di kawasan Gunung Salak
dan bermuara di Sungai Cisadane. Karakterisasi air baku meliputi kandungan TSS,
kekeruhan, warna, dan nilai pH. Lokasi pengambilan sampel air baku berada di
daerah Dramaga di belakang Laboratorium Kompos Teknologi Industri Pertanian
Leuwikopo. Prosedur pengujian tersaji pada Lampiran 1.
Aklimatisasi
Proses aklimatisasi dilakukan dengan membiakan mikroorganisme secara
alami dengan mengalirkan air Sungai Cihideung secara kontinyu ke dalam pada
media pasir dan botol bekas air minum dalam kemasan (AMDK). WTH yang
digunakan adalah 2 jam dalam waktu aklimatisasi selama 5 minggu hingga
kondisi tunak.
Proses aklimatisasi ditambahkan suplai udara hingga kandungan oksigen
dalam reaktor 6 mg/L secara terus-menerus. Penghitungan kandungan oksigen
dilakukan dengan pengukuran kandungan oksigen terlarut (DO). Pengukuran
oksigen terlarut dilakukan dengan menggunakan alat DO meter yang diukur pada
reaktor biofiltrasi.
Prosedur dalam proses aklimatisasi dilakukan berikut: (1) mempersiapkan
alat biofiltrasi seperti reaktor, pompa, dan media biofilter, (2) mengukur debit air
dan menentukan waktu tinggal hidrolik (WTH) pada reaktor biofilter, (3)
mengukur dan menetapkan kandungan oksigen terlarut (DO), dan (4)
Pengambilan sampel dilanjutkan dengan pengujian hingga kondisi tunak.
Pengujian pembebanan
Uji pembebanan dilakukan untuk mengetahui kemampuan biofilter dalam
menahan tambahan beban. Uji pembebanan yang dilakukan adalah dengan
menambahkan beban berupa ammonium dalam tingkatan tertentu. Uji
pembebanan dilakukan setelah proses biofiltrasi sudah pada tahap tunak. Bahan
yang mengandung amonium yang digunakan adalah pupuk ZA yang mengandung
ammonium yang cukup tinggi. Uji yang dilakukan adalah uji kualitas air seperti
kekeruhan, TSS, warna, senyawa organik, nitrat, fosfat dan ammonium. Proses
pengujian dilakukan dengan prosedur yang terlampir pada Lampiran 1.
Analisis biaya penerapan reaktor biofilter
Analisis biaya penerapan reaktor biofiltrasi untuk melihat kelayakan pada
penerapan proses biofiltrasi dalam meningkatkan kualitas air baku. Tahapan
utama yang dilakukan meliputi : (1) penetuan biaya investasi untuk pembangunan

5
instalasi reaktor biofiltrasi, (2) penentuan biaya operasional, dan (3) analisis
finansial berdasakan tingkat penghematan biaya penggunaan bahan koagulan.
Penentuan biaya pembangunan instalasi dimulai dengan perhitungan
volume untuk satu unit reaktor berdasarkan debit air baku (L/detik) yang dibagi
dengandata penetapan WTH (2 jam) berdasarkan data dari penelitian sebelumnya.
Setelah kebutuhan volume reaktor biofiltrasi diketahui, dilakukan analisis biaya
instalasi untuk pengadaan reaktor yang terdiri atas biaya pembelian reaktor, media
biofiltrasi, blower, pompa sirkulasi, flowmeter dan peralatan pendukung seperti
perpipaan dan kelistrikan.
Penentuan biaya operasional dilakukan untuk melihat biaya yang
dibutuhkan dalam pengoperasian reaktor biofiltrasi setiap harinya. Biaya
operasional terdiri dari biaya pemakaian blower dan pompa sirkulasi, serta biaya
tenaga kerja. Analisis finansial berdasarkan tingkat penghematan biaya
penggunaan bahan koagulan (pada tingkat konsentrasi TSS tinggi, normal, dan
rendah) yang terdiri atas 4 tahap utama yaitu: (1) penentuan asumsi dasar yang
mengacu pada data penentuan biaya instalasi dan biaya perasional, (2)
perbandingan efisiensi biaya penggunaan bahan koagulan dengan
memperhitungkan tingkat penghematan berdasarkan selisih biaya koagulan tanpa
proses biofiltrasi dengan biaya koagulan menggunakan proses biofiltrasi yang
menggunakan media pasir ataupun media botol AMDK, (3) menentukan pay back
period (PBP) untuk penerapan reaktor biofiltrasi, dan (4) menentukan jumlah
penghematan biaya selama periode umur ekonomis selama 10 tahun. Jika nilai
PBP melebihi umur ekonomis, maka tidak direkomendasikan untuk menerapkan
proses biofiltrasi dalam upaya peningkatan kualitas air baku. Hasil analisis
finansial berdasarkan tingkat penghematan tersaji pada Lampiran 12-15.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Air Baku
Sungai Cihideung merupakan sungai yang melintasi kawasan kampus IPB
Dramaga dan merupakan salah satu sumber air yang digunakan oleh Instalasi
Pengolahan Air IPB. Air Sungai Cihideung biasa dimanfaatkan oleh masyarakat
untuk kebutuhan sehari-hari seperti aliran irigasi pertanian, MCK dan juga sebagai
sumber air kolam ikan. Kondisi kualitas Sungai Cihideung IPB Dramaga
dipengaruhi terhadap perubahan cuaca. Pada saat terjadi hujan maka kondisi air
Sungai Cihideung cenderung berwarna cokelat keruh bercampur dengan lumpur.
Berdasarkan pengujian karakterisasi Sungai Cihideung menurut kondisi cuaca
didapatkan data pada Tabel 1.
Tabel 1. Data karakterisasi fisik Sungai Cihideung
Kondisi Warna(PtCo) Kekeruhan(FTU)
Cerah
20
3
Hujan
429
88

TSS(mg/L) pH
7
6,26
77
6,11

6
Dari hasil yang didapatkan bahwa pada kondisi cerah nilai dari kekeruhan
adalah sebesar 3 FTU, TSS sebesar 7 mg/L warna sebesar 20 PtCo dan pH sebesar
6,26 sedangkan pada kondisi hujan nilai kekeruhan sebesar 88 FTU, TSS 77 mg/L
warna sebesar 429 PtCo dan pH sebesar 6,11. Berdasarkan PP.No. 81 tahun 2001
kualitas air baku ke dalam golongan II (Lampiran 2).
Aklimatisasi
Aklimatisasi merupakan upaya penyesuaian fisiologis oleh suatu
organisme terhadap lingkungan baru yang akan dilewatinya (Rittner 2005).
Mikroorganisme akan melekat pada media biofiltrasi dan membentuk biofim.
Biofilm merupakan kumpulan dari mikroorganisme yang melekat pada
permukaan dengan kuat yang memproduksi matriks polimerik ekstraseluler serta
diselimuti oleh komponen karbohidrat (Maier 2009). Proses pelekatan biofilm
dapat digambarkan sebagai skema yang tersaji pada Gambar 2.

Gambar 2 Proses pelekatan biofilm menurut Monroe (2007)
Proses pelekatan mikroorganisme menjadi biofilm menurut Monroe
(2007) dilakukan dengan beberapa tahap (1) mikroorganisme dalam air mulai
melekat pada media, (2) mikroorganisme mulai melekat secera permanen pada
media dan mulai membentuk biofilm, (3) lapisan biofilm mengalami pematangan
oleh mikroorganisme dengan terbentuknya lapoisan-lapisan biofilm seperti lapisan
aerobik dan anaerobik, (4) mikroorganisme melakukan pertumbuhan dengan
melakukan metabolisme sel di dalam lapisan biofilm dan substrat yang digunakan
adalah nutrien yang terbawa dalam air, (5) penyebaran sel dari koloni suatu
biofilm.
Menurut Kaplan (2003) penyebaran memungkinkan biofilm untuk tersebar
dan membentuk permukaan biofilm yang baru. Enzim yang dapat menurunkan
matriks ektraseluler biofilm, seperti B desperin dan Deoxirobonuclease mungkin
memainkan peran dalam penyebaran biofilm. Pelekatan mikroorganisme
membentuk dua buah lapisan yaitu lapisan aerobik dan anaerobik. Ilustrasi biofilm
dapat dilihat pada Gambar 3.

7

Gambar 3. Skema dan lapisan biofilm menurut Said (2000)
Proses aklimatisasi dilakukan pada bioreaktor dengan media botol AMDK
dan media pasir. Penelitian Widayat (2010) waktu tinggal hidrolik (WTH) 2 jam,
terpilih karena memiliki nilai efisiensi eliminasi senyawa organik, amoniak,
deterjen, dan TSS. Proses aklimatisasi ditambahkan suplai udara untuk
mempercepat terbentuknya biofilm. Menurut Said (2000) fungsi suplai udara
untuk mendukung mikroorganisme melakukan penguraian substrat juga
digunakan untuk menjaga kestabilan biofilm dari ganngguan material yang
menghalangi lapisan biomassa dan merontokkan biofilm yang sudah mati.
Karakteristik fisik air yang dianalisis dalam proses aklimatisasi terdiri atas
beberapa parameter yaitu TSS, warna, dan kekeruhan. Nilai total suspended solid
(TSS) merupakan nilai dari kandungan bahan organik pada air baku. Gambar 4
menunjukan bahwa kandungan TSS pada air setelah melalui proses biofiltrasi
mengalami penurunan tingkat TSS. Nilai TSS terendah ditunjukan pada reaktor
dengan media pasir. Pada saat kandungan TSS air baku 30 mg/L mampu
diturunkan pada media pasir menjadi 7 mg/L dan media botol AMDK 10 mg/L.

8
90
Kandungan TSS (mg/L)

80
70
60
50

Air Baku

40

Media Botol AMDK

30

Media Pasir

20
10
0
0

5

10

15

20
25
30
Waktu (hari ke-)

35

40

Gambar 4 Kandungan TSS selama proses aklimatisasi biofiltrasi
Menurut Fardiaz (1992) TSS merupakan padatan yang terdiri dari partikelpartikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah
liat, bahan-bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme, dan sebagainya.
Kemampuan penurunan TSS pada media pasir lebih baik dari media botol
AMDK yang cenderung tidak stabil. Penurunan kandungan TSS terjadi karena
terjadi proses eliminasi TSS menjadi bahan organik terlarut dan tersuspensi akibat
proses metabolisme mikroorganisme indigenous.
Kandungan TSS mempengaruhi nilai kekeruhan pada air. Karena kekeruhan
air dipengaruhi oleh zat-zat tersuspensi di dalam air sehingga secara fisik terlihat
keruh. Nilai kekeruhan selama proses aklimatisasi disajikan pada Gambar 5.

100
90
Kekeruhan (Ftu)

80
Air Baku

70
60

Media Botol
AMDK
Media Pasir

50
40
30
20
10
0
0

5

10

15

20

25

30

35

40

Waktu (Hari ke-)

Gambar 5 Nilai kekeruhan selama proses aklimatisasi biofiltrasi

9
Proses aklimatisasi mampu menurunkan nilai kekeruhan terhadap air baku.
Pada saat kandungan TSS air baku 34 FTU mampu diturunkan pada media pasir
menjadi 10 FTU dan media botol AMDK 15 FTU. Kekeruhan juga disebabkan
oleh adanya zat tersuspensi baik bersifat organik maupun anorganik.
Parameter nilai kekeruhan berbanding lurus dengan parameter nilai warna.
Pengujian parameter warna, dilakukan untuk mengetahui tingkat estetika pada air.
Gambar 6 menunjukan nilai warna pada proses aklimatisasi. Nilai warna selama
proses aklimatisasi pada media botol AMDK selama 11 hari pertama berada diatas
air baku sedangkan media pasir mampu menurunkan komponen warna selama 11
hari pertama aklimatisasi. Beban puncak dalam penurunan warna proses
aklimatisasi adalah pada hari ke-28.
500
450

Warna (PtCo)

400
350
300
Air Baku

250
200

Media Botol
AMDK

150
100
50
0
0

5

10

15

20

25

30

35

40

Waktu (Hari ke)

Gambar 6 Perbandingan perubahan warna selama proses aklimatisasi
Pada beban puncak diketahui bahwa nilai warna adalah sebesar 429 PtCo
pada hari ke-28. Beban air baku tertinggi pada hari ke-28 dapat diturunkan
reaktor media pasir sebesar 79% dan reaktor media botol AMDK sebesar 70%.
Kemampuan reaktor yang mampu mendegradasi TSS, kekeruhan, dan warna
meskipun terjadi lonjakkan bebas.

Uji Pembebanan
Uji pembebanan merupakan jumlah senyawa yang terdapat di dalam air
baku yang diuraikan oleh mikroorganisme di dalam bioreaktor. Uji pembebanan
digunakan untuk mengetahui jumlah beban zat pencemar (polutan) di dalam air
baku yang akan diolah didalam reaktor. Uji pembebanan ammonium merupakan
penambahan beban ammonium di dalam air baku untuk mengetahui polutan yang
dapat disisihkan di dalam reaktor biofiltrasi.
Pengujian pembebanan ammonium dilakukan pada parameter kimia dan
fisik. Pengujian parameter kimia ditujukan untuk mengetahui kualitas air secara
kimiawi dan pengujian parameter fisik ditujukan untuk mengetahui kualitas air

10
secara fisik akibat dari penambahan ammonium. Reaksi kimiawi dalam air akan
mengubah warna, rasa, bau dan kekeruhan air.
Eliminasi ammonium (NH3-N)
Amoniak (NH3) merupakan senyawa nitrogen yang menjadi NH4+ pada pH
rendah yang disebut dengan ammonium. Amoniak dalam air permukaan berasal
dari air seni, tinja serta penguraian zat organik secara mikrobiologis yang berasal
dari air alam atau air buangan industri ataupun limbah domestik. Adanya amoniak
tergantung pada beberapa faktor yaitu sumber asalnya amoniak, tanaman air yang
menyerap amoniak sebagai nutrien, konsentrasi oksigen dan temperatur (Barnes
dan Bliss 1983).
Senyawa amoniak dapat ditemukan di berbagai perairan, dari kadar
beberapa mg/L pada air permukaan dan air tanah hingga mencapai 30 mg/L lebih
pada air buangan. Kadar amoniak yang tinggi pada air sungai menunjukkan
adanya pencemaran. Rasa amonium kurang enak sehingga kadar NH3 harus
rendah. Pada air minum kadarnya harus nol dan pada air sungai harus dibawah 1
mg/L (Dewi 1998).
Amoniak dapat menyebabkan kondisi toksik bagi kehidupan perairan.
Konsentrasi tersebut tergantung dari pH dan temperatur yang menpengaruhi air.
Nitrogen amonia berada dalam air sebagai amonium (NH4+) berdasarkan reaksi
kesetimbangan sebagai berikut :
+

-

Kandungan Ammonium (mg/L)

NH3 + H2O → NH4 + OH
Kadar amoniak bebas dalam air meningkat sejalan dengan meningkatnya pH
dan temperatur. Kehidupan air terpengaruh oleh amoniak pada konsentrasi 1 mg/L
dan dapat menyebabkan mati lemas karena dapat mengurangi kapasitas oksigen
dalam air. Pengukuran kandungan ammonium dilakukan pada uji pembebanan
bertujuan untuk mengukur kemampuan reaktor biofiltrasi dalam mengeliminasi
senyawa ammonium yang dibebankan. Nilai kandungan ammonium selama uji
tingkat pembebanan biofiltrasi tersaji pada Gambar 7.
150
140
130
120
110
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Air Baku
Media Botol
AMDK
Media Pasir

0

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120
Waktu (Jam)

Gambar 7 Kandungan ammonium selama uji tingkat pembebanan ammonium

11

Output Ammonium (mg/L)

Proses biofiltrasi dengan pembebanan ammonium dilakukan dengan
menambah beban air baku semakin semakin hari-semakin meningkat kandungan
ammonium yang dibebankan. Berdasarkan data di atas, semakin tinggi konsentrasi
ammonium yang dibebankan pada air baku maka akan semakin tinggi kandungan
pada output dibandingkan sebelum pembebanan. Meningkatnya kandungan
ammonium air baku disebabkan oleh perlakukan penambahan beban zat
ammonium pada saat uji pembebanan.
Ketika input ammonium adalah sebesar 11,90 mg/L maka output yang
dihasilkan pada media pasir 5,33 mg/L dan media botol AMDK 1,73 mg/L.
Peningkatan kandungan ammonium terjadi pada saat pembebanan dinaikan seperti
pada kondisi input sebesar 60,48 mg/L maka output yang dihasilkan pada media
pasir 25,45 mg/L dan media botol AMDK 34,56 mg/L. Berikut perbandingan
antara input dengan ouput disajikan pada Gambar 8.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Media Botol
AMDK
Media Pasir

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150
Input Ammonium (mg/L)

Gambar 8 Perbandingan input dan output ammonium pada uji pembebanan
ammonium

Efisiensi Ammonium (%)

Perbandingan kandungan ammonium antara input dan output biofiltrasi
yang menyatakan bahwa semakin tinggi ammonium yang dibebankan pada input
akan meningkatkan kandungan ammonium pada output. Tingkat efisiensi
eliminasi ammonium pada pembebanan ammonium tersaji pada Gambar 9.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Media Botol
AMDK
Media Pasir

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100110120130140
Input Ammonium (mg/L)

Gambar 9 Efisiensi eliminasi ammonium berbanding dengan input ammonium

12
Tingkat efisiensi eliminasi ammonium berdasarkan kandungan input
ammonium. Ketika kandungan ammonium air baku 84,024 mg/L mampu
dieliminasi oleh reaktor media pasir 41,9% dan media botol AMDK 40,1%.
Reaktor biofiltrasi mampu mengeliminasi tingkat kandungan ammonium karena
sudah terjadi proses nitrifikasi.
Menurut Said (2007) lapisan biofilm pada media memiliki 2 jenis lapisan
yaitu aerobik dan lapisan anaerobik. Pada lapisan aerobik, senyawa ammonium
dioksidasi dan diubah ke dalam bentuk nitrit. Sebagian senyawa nitrit diubah
menjadi gas dinitrogen oksida (N2O) dan ada yang diubah menjadi nitrat. Semakin
lama, lapisan biofilm yang tumbuh semakin tebal pada media sehingga
menyebabkan oksigen tidak dapat masuk ke dalam lapisan biofilm.
Kurangnya suplai udara mengakibatkan terbentuknya lapisan anaerobik.
Pada zona anaerobik, senyawa nitrat diubah menjadi nitrit yang kemudian
dilepaskan menjadi gas nitrogen yang disebut proses denitrifikasi.
Peningkatan nitrat (NO3-N)
Nitrat ( NO3- ) merupakan bentuk inorganik dari derivat senyawa nitrogen.
Senyawa nitrat ini biasanya digunakan oleh tanaman hijau untuk proses
fotosintesis. Sedangkan kaitan hal tersebut dengan pencemaran terhadap badan
air, nitrat pada konsentrasi tinggi bersama dengan fosfor akan menyebabkan algae
blooming sehingga menyebabkan air menjadi berwarna hijau dan penyebab
eutrofikasi (Marsidi dan Herlambang 2002).
Menurut Effendi (2003) eutrofikasi didefinisikan sebagai pengayaan
(enrichment) air dengan nutrien atau unsur hara berupa bahan anorganik yang
dibutuhkan oleh tumbuhan dan mengakibatkan terjadinya peningkatan
produktivitas primer perairan. Nutrien yang dimaksud adalah nitrogen dan fosfor.
Nitrat ( NO3- ) sebagai derivat nitrogen, berasal dari proses oksidasi yang
panjang. Untuk nitrat berasal dari oksidasi N-ammonia ( NH3 ). Senyawa NH3 ini
merupakan senyawa yang paling banyak ditemukan di air buangan. Untuk
membentuk nitrat ( NO3- ), senyawa NH3 ini dioksidasi secara biologis, jika ada
oksigen.
Nitrifikasi adalah suatu proses oksidasi enzimatik yakni perubahan
senyawa ammonium menjadi senyawa nitrat yang dilakukan oleh bakteri-bakteri
tertentu. Proses ini berlangsug dalam dua tahap dan masing-masing dilakukan
oleh grup bakteri yang berbeda. Tahap pertama adalah proses oksidasi ammonium
menjadi nitrit yang dilaksanakan oleh bakteri Nitrosomonas dan tahap kedua
adalah proses oksidasi enzimatik nitrit menjadi nitrat yang dilaksanakan oleh
bakteri Nitrobakter (Damanik et al 2011). Proses nitrifikasi yang terjadi dalam
dua tahap, yaitu :
Nitrosomonas
2 NO2- + 4 H+ + 2 H2O

+

2 NH4 + 3 O2

Nitrobakter
-

2 NO2 + O2

2 NO3-

13
Pengujian kandungan nitrat pada uji pembebanan ammonium untuk
mengetahui reaktor biofiltrasi terjadi proses nitrifikasi atau tidak. Hasil pengujian
nitrat pada pembebanan ammonium reaktor biofiltrasi tersaji pada Gambar 10.
5.00
Kandungan Nitrat (mg/L)

4.50
4.00
3.50

Air Baku

3.00
Media Botol
AMDK
Media Pasir

2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
0

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120
Waktu (Jam)

Gambar 10 Nilai kandungan nitrat selama uji tingkat pembebanan ammonium
Ketika input air baku mengandung fosfat 1,8 mg/L maka output yang
dihasilkan pada reaktor media pasir 1,74 mg/L dan reaktor media botol AMDK
2,4 mg/L. Kandungan nitrat pada uji pembebanan ammonium pada media botol
AMDK berada diatas kandungan air baku sedangkan media pasir memiliki
kandungan nitrat lebih kecil dari air baku. Hal ini disebabkan pada media botol
AMDK mengalami proses nitrifikasi media pasir mengalami denitrifikasi.
Menurut Nugroho (2005) denitrifikasi merupakan proses reduksi nitrat menjadi
gas nitrogen dengan produk antara berupa nitrit. Reaksi denitrifikasi hanya dapat
berlangsung jika kondisi-kondisi tertentu seperti keasaman, adanya donor
hidrogen dan lain sebagainya terpenuhi.
Kandungan nitrat dalam uji pembebanan masih di bawah ambang batas
maksimum nitrat yaitu 10 mg/L. Jika konsentrasi nitrat di atas 10 mg/L, maka
akan bersifat racun. Nitrat ini bersifat racun pada bayi hewan, termasuk juga
manusia yang dapat menyebabkan masalah serius dan bahkan kematian.
Eliminasi fosfat
Fosfor merupakan salah satu bahan kimia yang sangat penting bagi
makhluk hidup. Fosfor terdapat di alam dalam dua bentuk yaitu senyawa fosfat
organik dan senyawa fosfat anorganik. Senyawa fosfat organik terdapat pada
tumbuhan dan hewan, sedangkan senyawa fosfat anorganik terdapat pada air dan
tanah. Senyawa fosfat anorganik terlarut di dalam air tanah maupun air laut yang
terkikis dan mengendap di sedimen. Fosfor juga merupakan faktor pembatas
nutrient dalam ekosistem perarian. Perbandingan fosfor dengan unsur lain dalam

14
ekosistem air lebih kecil daripada dalam tubuh organisme hidup. Diduga bahwa
fosfor merupakan nutrien pembatas dalam eutrofikasi, artinya air dapat
mempunyai misalnya konsentrasi nitrat yang tinggi tanpa percepatan eutrofikasi
asalkan fosfat sangat rendah ( Sastrawijaya 1991).
Kandungan fosfat dalam pembebanan ammonium cenderung fluktuatif yang
terpengaruh pada kondisi air baku. Ketika input air baku mengandung fosfat 0,36
mg/L maka output yang dihasilkan pada reaktor media pasir 0,29 mg/L dan
reaktor media botol AMDK 0,34 mg/L. Penurunan kandungan fosfat pada media
pasir lebih baik dibandingkan media botol AMDK. Kondisi fosfat ada
pembebanan ammonium berada diatas ambang batas maksimum golongan II yaitu
0,2 mg/L tetapi tidak melewati ambang batas makasimum golongan III yaitu 1
mg/L.

1.00
Kandungan Fosfat mg/L

0.90
0.80
Air Baku

0.70
0.60

Media Botol
AMDK
Media Pasir

0.50
0.40
0.30
0.20
0.10
0.00
0

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120
Waktu (Jam)

Gambar 11 Nilai kandungan fosfat selama uji pembebanan ammonium
Fosfat terdapat dalam air alam atau air limbah sebagai senyawa ortofosfat,
polifosfat dan fosfat organik. Menurut Efendi (2003) ortofosfat merupakan bentuk
fosfat sederhana yang dapat dimanfaatkan langsung oleh tumbuhan akuatik.
Kandungan fosfat yang tinggi apabila dikonsumsi oleh manusia akan terjadi
pengikatan kalsium oleh fosfat sehingga terjadi penggumpalan pembuluh darah.
Penggumpalan tersebut dapat menyebabkan penyakit jantung dan gagal ginjal.
Eliminasi senyawa organik
Senyawa organik terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Zat organik di
alam dapat dijumpai pada air permukaaan dan air tanah. Senyawa organik dalam
air berasal dari alam seperti minyak/lemak hewan, tumbuh-tumbuhan, dan gula;
sintesa kimia seperti berbagai persenyawaan yang dihasilkan oleh industri; dan
fermentasi seperti alkohol, aseton, gliserol, asam-asam organik yang berasal dari
kegiatan mikroorganisme (Metcalf dan Eddy 2003).

15

Kandungan Zat Organik (mg/L)

Pengujian kandungan senyawa organik dilakukan untuk mengetahui
kemampuan reaktor biofiltrasi dalam menyisihkan senyawa organik pada air baku.
Data hasil pengujian senyawa organik disajikan pada Gambar 12.
15
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

Air Baku
Media Botol
AMDK
Media Pasir

0

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120
Waktu (Jam)

Gambar 12 Kandungan senyawa organik selama uji pembebanan ammonium
Reaktor biofiltrasi mampu menghilangkan senyawa organik. Pada saat input
air baku mengandung senyawa organik 11,4 mg/L maka output yang dihasilkan
pada reaktor media pasir 6,0 mg/L dan reaktor media botol AMDK 5,67 mg/L.
Nilai output yang dikeluarkan pada masing-masing reaktor berada dibawah
ambang batas nilai maksimum 10 mg/L.

Perubahan nilai pH
Nilai pH air merupakan nilai derajat keasaman yang diukur pada badan air.
Menurut Asdak (2010) pH air biasanya dimanfaatkan untuk menentukan indeks
pencemaran dengan melihat tingkat keasaman atau kebasaan yang dikaji terutama
oksidasi sulfur dan nitrogen pada proses pengasaman dan oksidasi kalsium dan
oksidasi magnesium pada proses pembasaan. Pengukuran pH dilakukan untuk
mengetahui nilai derajat keasaman suatu badan air akibat proses pembebanan
ammonium. Nilai pH disajikan pada Gambar 13.
Nilai pH pada proses biofiltrasi berada pada kisaran 6-7 mengindikasikan
bahwa pH air cenderung asam. Nilai derajat keasaman tersebut dipengaruhi oleh
kandungan nutrien di dalam air. Menurut Said (2006) bahwa pH optimum
aktivitas bakteri nitrosomonas dan nitrobakter agar dapat berjalan dengan optimal
antara 7,5-8,5.

16
7.00
6.00

Nilai pH

5.00
4.00
Air Baku

3.00

Media Botol AMDK

2.00

Media Pasir

1.00
0.00
0

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
Waktu (Jam)

Gambar 13 Nilai pH pada uji pembebanan ammonium
Dengan demikian kondisi pH kurang dari 7 menyebabkan peran bakteri
nitrosomonas dalam proses nitrifikasi belum optimal dan begitu juga dengan
bakteri nitrobakter yang mengubah nitrit menjadi nitrat.

Nilai Warna (PtCo)

Perubahan warna
Warna merupakan sifat yang mempengaruhi estetika kualitas air. Air yang
cenderung berwarna dan keruh mengakibatkan kualitas air akan semakin menurun.
Perubahan warna pada uji pembebanan tersaji pada Gambar 14.
120
110
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Air Baku
Media Botol
AMDK
Media Pasir

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120
Waktu (Jam)

Gambar 14 Nilai warna pada selama uji pembebanan ammonium
Nilai warna yang didapatkan selama uji pembebanan bahwa nilai warna
dapat diturunkan menjadi lebih baik. Ketika kandungan warna input air baku
adalah 48 PtCo, maka pada media pasir mampu diturunkan menjadi 23 PtCo dan
pada media botol AMDK menjadi 28 PtCo. Warna dalam air merupakan hasil
kontak air dengan bahan organik, pasir, tanah dan senyawa anorganik yang
terlarut di dalam air.

17
Penurunan TSS
Penentuan kandungan zat padat tersuspensi (TSS) berguna untuk
mengetahui kemamampuan pencemaran air limbah domestik dan juga untuk
mengetahui efisiensi pengolahan air. Data penurunan kandungan TSS uji
pembebanan ammonium tersaji pada Gambar 15.

Nilai TSS (mg/L)

250
200

Air Baku

150

Media Botol
AMDK

100

Media Pasir

50
0
0

10

20

30

40

50

60

70

80

90 100 110 120

Waktu (Jam)

Gambar 15 Nilai TSS selama uji pembebanan ammonium
Kandungan TSS pada input dan output reaktor biofiltrasi. Kandungan TSS
pada uji pembebanan ammonium dapat diturunkan oleh reaktor biofiltrasi. Pada
saat kandungan TSS input air baku 41 mg/L pada media pasir mampu diturunkan
menjadi 19 mg/L dan pada media botol AMDK menjadi 25 mg/L. TSS
merupakan zat pada yang dalam tersuspensi dalam air. Bedasarkan penelitian
Widayat (2010) padatan tersebut kemungkinan berasal dari mineral-mineral
seperti pasir yang sangat halus dan lempung atau berasal dari zat organik
misalnya asam humus, asam vulvat yang meupakan hasil penguraian jasad
tumbuh-tumbuhan atau hewan yang telah mati. Kandungan TSS maksimal pada
output reaktor biofiltrasi berada pada 50 mg/L sehingga berdasarkan PP No.82.
Tahun 2001 termasuk dalam golongan II.
Perubahan kekeruhan
Kekeruhan merupakan salah satu parameter fisik kualitas air. Kekeruhan
disebabkan oleh partikel-partikel padat yang tersuspensi dalam air sehingga secara
fisik akan terlihat kekeruhan. Nilai Perubahan kekeruhan tersaji pada Gambar 16.

18

Nilai Kekeruhan (FTU)

250
200
Air Baku
150
Media Botol
AMDK

100

Media Pasir

50
0
0

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120
Waktu (Jam)

Gambar 16 Nilai perubahan kekeruhan selama uji pembebanan ammonium
Nilai kekeruhan dapat berubah karena terpengaruh pada kandungan di
dalamnya. Nilai kekeruhan pada input air baku sangat bergantung pada kondisi
alam sedangkan output yang dihasilkan sangat bergantung pada kondisi air baku.
Pada saat nilai kekeruhan input air baku 45 FTU maka pada media pasir menjadi
34 FTU dan media botol AMDK 27 FTU. Seperti pada Gambar 15 kondisi nilai
TSS dan nilai kekeruhan memiliki kecenderungan yang sama. Hal tersebut
diakibatkan karena TSS sangat mempengaruhi tingkat kekeruhan badan air.
Partikel-partikel yang menyebabkan kekeruhan dalam cairan diantaranya zat padat
yang tidak larut, plankton dan mikroorganisme lainnya yang terdapat di dalam air.

Kajian Analisis Biaya Penerapan Reaktor Biofiltrasi
Analisis kebutuhan koagulan
Polyalumuniumclorida (PAC) merupakan bahan koagulan yang banyak
digunakan untuk koagulasi dalam proses pengolahan air. Pengukuran dosis
optimum PAC digunakan pengujian jar test berdasarkan data Cahyaputri (2012).
Perbandingan konsumsi PAC optimum pada kandungan TSS air baku dapat
dilihat pada Gambar 17.

19

Dosis PAC (mL/L)

0.05
0.04
0.03
Dosis PAC Optimum
0.02

y = 0.000x - 0.003
R² = 0.975

0.01
0
0

50

100

Linear (Dosis PAC
Optimum)

150

Nilai TSS (mg/L)
Sumber: Cahyaputri (2012)

Gambar 17 Perbandingan kandungan TSS dengan dosis PAC optimum
Penentuan kandungan PAC pada nilai TSS yang dihasilkan dari proses
biofiltrasi digunakan metode interpolasi antara hasil yang didapatkan dengan
kandungan TSS. Hasil yang didapatkan setelah proses interpolasi data air baku
saat hujan dengan kandungan TSS 77 mg/L maka dosis PAC yang dibutuhkan
0,022 mL/L, pada media pasir dengan kandungan TSS 28 mg/L dosis PAC yang
dibutukan 0,0035 mL/L, dan pada media botol AMDK dengan kandungan TSS 32
mg/L dosis PAC yang dibutuhkan 0,0052mL/L. Kondisi TSS pada saat kondisi
normal air baku sebesar 41 mg/L maka dosis PAC yang dibutuhkan 0,0077 mL/L,
pada media pasir dengan kandungan TSS 19 mg/L dosis PAC yang dibutukan
0,00124 mL/L dan pada media botol AMDK dosis PAC yang dibutuhkan
0,00219 mL/L.
Penentuan jumlah hari hujan dan hari cerah mengacu pada data jumlah hari
hujan di Kecamatan Dramaga pada tahun 2012. Data jumlah hari hujan tersaji
pada Tabel 2.
Tabel 2 Data hari hujan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor tahun 2012
Bulan
Hari Hujan
Curah Hujan (mm)
Januari
25
247
Februari
22
625
Marer
17
146
April
18
447
Mei
13
220
Juni
8
120
Juli
6
130
Agustus
3
113
September
15
295
Oktober
22
621
November
25
718
Desember
21
332
Jumlah
195
4014
Sumber: BMKG Dramaga dalam Katalog BPS Kabupaten Bogor 2013

20
Berdasarkan Tabel 2 jumlah hari hujan selama satu tahun adalah sebanyak
195 hari dari 365 hari. Dengan demikian asumsi jumlah hari hujan per tahun
Kecamatan Dramaga adalah 200 hari per tahun dan jumlah hari cerah per tahun
adalah 160 hari per tahun. Hari hujan menghasilkan kandungan TSS pada air baku
tinggi yaitu sebesar 77 mg/L sedangkan pada hari cerah kandungan TSS air baku
normal sebesar 41 mg/L.
Analisis biaya penerapan reaktor biofiltrasi
Penerapan biaya pembangunan reaktor biofilter dilakukan dengan
menghitung biaya investasi dengan penghematan yang didapatkan dari
penggunaan bahan koagulan. Analisis biaya penerapan dilakukan pada reaktor
dengan media pasir dan media botol AMDK. Perhitungan penghematan biaya
dibagi atas dua jenis input yang masuk yaitu input dengan kandungan TSS yang
tinggi untuk kondisi hujan dan normal untuk kondisi cerah. Perhitungan
dilakukan untuk mengetahui berapa besar kelayakan reaktor biofiltrasi saat
diterapkan pada instalasi pengolahan air (IPA). Analisis biaya untuk penerapan
reaktor biofilter dilakukan untuk melihat kelayakan proses biofiltrasi pada reaktor
biofilter secara ekonomi. Pembuatan reaktor biofilter diasumsikan hanya pada
empat unit pada pengolahan air yang dilakukan pada penelitian ini. Laju alir air
baku dari Sungai Cihideung sebesar 12,5 L/detik/1 unit. Berdasarkan laju alir air
baku yang harus diolah dan Waktu Tinggal Hidrolik (WTH), ditentukan volume
reaktor biofilter.
WTH yang terpilih merupakan waktu tinggal hidrolik optimum yaitu selama
2 jam. WTH 2 jam dikonversi satuannya menjadi per detik untuk mendapatkan
volume reaktor yang diperlukan untuk mengolah air baku dengan laju alir sebesar
12,5 L/detik. Berdasarkan hasil perhitungan (Cahyaputri 2012), didapat bahwa
volume kerja reaktor yang dibutuhkan sebesar 90 m3 .
Reaktor biofiltrasi yang dibutuhkan 4 unit, karena untuk menganalisis 4 unit
pengolahan air baku. Jumlah reaktor biofiltrasi yang digunakan adalah sebanyak 4
unit dengan volume reaktor sebesar 90 m3. Volume media ditentukan sebesar 2/3
dari volume kerja reaktor biofilter sebesar 60 m3. Suplai udara yang dibutuhkan
untuk volume reaktor didapatkan dari perhitungan dengan cara interpolasi. Hasil
penelitian Cahyaputri (2012) diperoleh perbandingan supplai udara 2,5 L/menit
dengan volume reaktor sebesar 135 L. Adapun penelitian Widayat (2010),
menambahkan dengan volume reaktor 2.520 L dan supplai udara 20 L/menit,
maka diperoleh supplai udara yang dibutuhkan sebesar 657 L/menit.
Penggunaan media untuk reaktor biofiltrasi dibagi menjadi 2 yaitu media
pasir dan media botol AMDK. Penggunaan reaktor dengan media pasir
dibutuhkan sebanyak 60.000 kg pasir per unitnya. Total harga untuk
pembangunan reaktor biofilter media pasir adalah Rp 423.600.000 dengan umur
ekonomis selama 10 tahun (Lampiran 12).
Perhitungan analisis secara teoritis (Lampiran 13) didapatkan bahwa
penghematan reaktor biofiltrasi rata-rata per harinya adalah Rp 5.413.247 per hari.
Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai waktu pengembalian (pay back period)
adalah selama 2,61 bulan. Jumlah penghematan selama masa ekonomis reaktor
biofiltrasi adalah Rp 1.588.673.986 per tahun.

21
Pembuatan reaktor biofiltrasi dengan botol AMDK sama dengan media
Pasir. Penggunaan reaktor media botol AMDK membutuhkan 2.000 kg media
botol per unitnya. Total harga untuk pembangunan reaktor biofilter media pasir
adalah Rp 379.600.000 dengan umur ekonomis selama 10 tahun (Lampiran 14).
Perhitungan analisis secara teoritis (Lampiran 15) didapatkan bahwa
penghematan reaktor biofiltrasi rata-rata per harinya adalah Rp 4.833.149 per hari.
Waktu ya