Pembuatan Papan Partikel dari Bambu dengan Perekat Resin Damar.

PEMBUATAN PAPAN PARTIKEL DARI BAMBU DENGAN
PEREKAT RESIN DAMAR

DARA FEGY PRATIWI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pembuatan Papan
Partikel Dari Bambu Dengan Perekat Resin Damar adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015


Dara Fegy Pratiwi
NIM F34110014

ABSTRAK
DARA FEGY PRATIWI. Pembuatan Papan Partikel dari Bambu dengan Perekat
Resin Damar. Dibimbing oleh IKA AMALIA KARTIKA.
Bambu memiliki kadar serat kasar yang tinggi (59.75%), sehingga potensial untuk
dimanfaatkan sebagai bahan baku papan partikel.Pada penelitian ini resin damar
digunakan sebagai perekat papan partikel. Resin damar dikembangkan untuk
mensubstitusi perekat sintesis seperti urea dan fenol formaldehida. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu kempa dan jumlah damar
yang ditambahkan terhadap sifat fisik dan mekanik papan partikel,serta untuk
menentukan kombinasi perlakuan yang menghasilkan papan partikel dengan kualitas
terbaik. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan 2
faktor, yaitu waktu kempa (10 dan 14 menit) dan jumlah damar yang ditambahkan
(12, 14, dan 16%) dengan suhu kempa (130 dan 150oC) sebagai kelompoknya. Hasil
analisis ragam pada suhu 130oC menunjukkan bahwa waktu kempa mempengaruhi
kerapatan, daya serap air 2 dan 24 jam, MOR dan jumlah resin damar yang
ditambahkan mempengaruhi kadar air, pengembangan tebal 2 dan 24 jam.

Sedangkan pada suhu 150oC waktu kempa mempengaruhi kadar air, MOE, MOR, IB
dan jumlah resin damar yang ditambahkan mempengaruhi pengembangan tebal 2 dan
24 jam, MOE dan MOR. Berdasarkan sifat fisik dan mekaniknya, papan partikel
yang diproduksi dari perlakuan waktu kempa 10 menit dan resin damar 14%, dengan
suhu pengempaan 150oC menghasilkan mutu terbaik dibandingkan dengan
perlakuan-perlakuan lainnya.
Kata kunci: bambu, damar, resin, papan partikel

ABSTRACT
DARA FEGY PRATIWI. Production of Particleboard FromBamboowithDamarResin
as Adhesive. Supervised by IKA AMALIA KARTIKA.
Bamboo contains high fiber (59.75%), so it is potential to be used as particleboard
raw material. In this study, resin of damar was used as adhesive to substitute the
synthetic adhesive such as urea and phenol formaldehide.The objective of this study
were to determine the effect of pressing time andamount of resin added on physical
and mechanical properties of particleboard, and determine to the treatment
combination to produce the particleboard with best quality. This research was
designed usingRandomized Block Design with 2 factors, including pressing time (10
and 14) and amount of resin added (12, 14, 16%) with pressing temperature (130 and
150oC) as a group. The result of variance analysis at 130oC showed that pressing

time affecteddensity, water adsorption 2 and 24 hours, modulus of rupture and
amount of resin added affected water content, thickness swelling 2 and 24 hours.
Furthermore the result of variance analysis at 150oC showed that pressing time
affected water content, modulus of elasticity, modulus of rupture, internal bond and
amount of resin added affected thickness swelling 2 and 24 hours, modulus of
elasticity and modulus of rupture. Based on physical and mechanical,
particleboardfrom the treatment of 10 min pressing time, 14% of damar resin and

150oC pressing temperature performed the best quality compared with other
treatments.
Keywords: bamboo, damar, resin, particleboard

PEMBUATAN PAPAN PARTIKEL DARI BAMBU DENGAN
PEREKAT RESIN DAMAR

DARA FEGY PRATIWI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian

pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUR PERTANIAN BOGOR
2015

Judul Skripsi : Pembuatan Papan Partikel Dari Bambu Dengan Perekat Resin Damar
Nama
: Dara Fegy Pratiwi
NIM
: F34110014

Disetujui oleh

Dr Ir Ika Amalia Kartika, MT
Pembimbing

Diketahui oleh


Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah papan partikel, dengan judul
Pembuatan Papan Partikel Dari Bambu Dengan Perekat Resin Damar.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Ika Amalia Kartika, MT. selaku
pembimbing yang telah memberikan ilmu dan arahan selama penyusunan skripsi,
teknisi di Laboratorium Biokomposit dan Rekayasa dan Desain Bangunan,
Departemen Hasil Hutan atas kesediaannya dalam membantu penulis selama
melaksanakan penelitian serta rekan-rekan seperjuangan Departemen Teknologi
Industri Pertanian angkatan 48 atas semangat dan bantuan yang diberikan selama
penulis menempuh pendidikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015


Dara Fegy Pratiwi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Metode
Rancangan Penelitian dan Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Bahan Baku
Sifat Fisik dan Mekanik Papan Partikel
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

iv
iv
iv
1
1
2
2
2
2
4
5
5
7
20
20
20

20
24
38

DAFTAR TABEL
1 Sifat fisik dan mekanik papan partikel dari bambu dengan perekat
resindamar

8

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Diagram alir proses pembuatan papan partikel

Pola pemotongan contoh uji mengacu pada JIS A 5908:2003
Kerapatan papan partikel pada berbagai kombinasi perlakuan
Kadar air papan partikel pada berbagai kombinasi perlakuan
Daya serap air 2 jam papan partikel pada berbagai kombinasi perlakuan
Daya serap air 24 jam papan partikel pada berbagai kombinasi perlakuan
Pengembangan tebal 2 jam papan partikel pada berbagai kombinasi
perlakuan
8 Pengembangan tebal 24 jam papan partikel pada berbagai kombinasi
perlakuan
9 Kekuatan lentur papan partikel pada berbagai kombinasi perlakuan
10 Keteguhan patah papan partikel pada berbagai kombinasi perlakuan
11 Kuat rekat internal papan partikel pada berbagai kombinasi perlakuan

3
4
9
10
12
13
14

15
16
18
19

DAFTAR LAMPIRAN
1 Prosedur analisis bahan baku (analisa proksimat)
2 Prosedur pengujian sifat fisik dan mekanik papan partikel (JIS A
5908:2003)
3 Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan untuk setiap parameter uji
pada suhu 130oC
4 Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan untuk setiap parameter uji
pada suhu 150oC

24
26
29
33

1


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Papan partikel merupakan lembaran bahan yang terbuat dari serpihan kayu
atau bahan-bahan yang mengandung lignoselulosa dan disatukan dengan
menggunakan bahan pengikat dengan memberikan perlakuan panas, tekanan, kadar
airdan sebagainya (FAO 1997). Persediaan kayu sebagai bahan baku papan partikel
semakin terbatas akibat eksploitasi hutan yang berlebihan.Papan partikel senantiasa
menggunakan perekat dalam pembuatannya.Perekat yang umum digunakan pada
industri papan partikel berupa Urea Formaldehyde (UF) dan Phenol Formaldehyde
(PF). Komponen utama UF dan PF ini berupa resin (Achmadi 1990). Resin UF dan
PF dibuat dengan mereaksikan urea/fenol dengan formaldehida. Penggunaan
senyawa formaldehida ini mengeluarkan emisi yang menyebabkan pencemaran
lingkungan dan gangguan kesehatan (Roffael 1993). Dengan demikian diperlukan
bahan baku dan perekat lain yang ketersediaannya melimpah dan ramah lingkungan,
serta dapat menghasilkan papan partikel dengan kualitas yang baik.
Salah satu bahan baku lokal yang memiliki potensi yang sangat menjanjikan
adalah bambu. Bambu memiliki pertumbuhan yang sangat cepat dan mudah
dibudidayakan (Muin et al. 2006). Perkiraan luas wilayah potensi bambu di
Indonesia sebesar 170 393 ha, dengan potensi produksi sekitar 543 224 971 m3
(apabila per pohon/batang mempunyai volume 0.25 m3) (Pramono 2012).
Keistimewaan bambu tersebut membuat usaha optimalisasi penggunaannya terus
dilakukan baik sebagai bahan konstruksi, maupun untuk produk-produk panel.
Bambu memiliki kesesuaian sebagai bahan baku pembuatan papan partikel ditinjau
dari segi anatomis dan komposisi kimianya karena kandungan terbesar dalam batang
bambu adalah selulosa (52.9%) dan mempunyai serat panjang 3-4 mm (Suranta
2009). Dengan demikian bambu merupakan bahan baku yang baik untuk pembuatan
papan partikel.
Di lain pihak, untuk menghindari emisi formaldehida yang merugikan
kesehatan manusia, perlu digunakan perekat yang ramah lingkungan. Sejumlah besar
penelitian telah dilakukan untuk menemukan alternatif perekat yang ramah
lingkungan, antara lain pemanfaatan ampas biji jarak pagar dengan protein yang
terkandung dalam ampas tersebut sebagai perekatnya (Lestari dan Kartika 2012),
ampas tanaman bunga matahari dengan protein yang terkandung dalam ampas
tersebut sebagai perekatnya (Evon et al. 2010) dan serat kayu dengan protein kedelai
sebagai perekatnya (Li et al. 2009). Pemanfaatan resin damar sebagai alternatif
perekat papan partikel dianggap signifikan karena memiliki kandungan resin tinggi.
Menurut Kusmayadi (2001), semakin banyak resin yang digunakan dalam suatu
papan, semakin kuat dan semakin stabil dimensi papan tersebut.
Proses pengempaan yang optimal akan mampu meningkatkan sifat fisik dan
mekanik papan partikel yang dihasilkan. Studi pembuatan papan partikel dari serat
kayu dengan protein kedelai menunjukkan kadar air, suhu kempa dan waktu kempa
berpengaruh secara signifikan terhadap sifat fisik dan mekanik papan partikel yang
dihasilkan (Li et al. 2009). Semakin tinggi suhu, waktu dan tekanan pengempaan
maka sifat fisik dan mekanik papan yang dihasilkan semakin baik (Evon et al. 2010).
Menurut Sudarsono (2010), rasio perekat terhadap bahan berpengaruh secara

2

signifikan terhadap sifat fisik dan mekanik dari papan yang dihasilkan. Semakin
tinggi suhu dan waktu pengempaan, maka resin damar akan semakin mudah meleleh
dan menyebar diantara pori partikel, sehingga dapat meningkatkan sifat fisik dan
mekanik papan partikel tersebut. Menurut Sutigno (1988), beberapa faktor yang
perlu diperhatikan dalam pencapaian keberhasilan proses perekatan adalah suhu dan
waktu pengempaan. Pengaruh suhu dan waktu kempa yang terlalu tinggi atau rendah
akan mengurangi keteguhan rekatnya. Berdasarkan beberapa penelitian tersebut
maka perlu dilakukan optimasi terhadap suhu kempa, waktu kempa dan jumlah
perekat pada pembuatan papan partikel dari bambu untuk mendapatkan papan
dengan kualitas yang tinggi.

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruhwaktu kempa dan
jumlah resin damar yang ditambahkanterhadap sifat fisik dan mekanik papan partikel,
serta untuk menentukan kombinasiperlakuan yang menghasilkan papan partikel
dengan kualitas terbaik dalam pembuatan papan partikel dari bambu dengan perekat
resindamar.

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu tali (Gigantochloa
apus) dan resin damar. Bahan kimia yang digunakan adalah larutan H2SO4 pekat,
H2SO4 0.352 N, H2SO4 0.02 N, NaOH 6 N, NaOH 1.25 N, katalis CuSO4:Na2SO4,
asam borat 2%, indikator mensel, pelarut heksan, alkohol dan aquades.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin hotpress, kertas
teflon, lembaran alumunium dan cetakan papan. Alat yang digunakan untuk analisis
yaitu Universal Testing Machine (UTM),jangka sorong, neraca analitik, loyang,
alumunium foil, oven, mistar, cawan porselin, gegep, spidol dan label.

Metode
Tahapan penelitian yang dilakukan terdiri atas 4 tahap, yakni tahap persiapan
dan karakterisasi bahan baku, tahap pembuatan papan partikel, tahap pengkondisian
papan partikel dan tahap pengujian papan partikel (Gambar 1).
Persiapan dan Karakterisasi Bahan Baku
Tahap persiapan bahan baku meliputi pengecilan ukuran bahan baku bambu
menjadi 14 mesh dan pengkondisian kadar air bahan dengan menambahkan air
hingga kadar airnya± 10%. Bahan selanjutnya dikarakterisasi dengan menganalisis
kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar serat dan

3

kadarkarbohidratnya. Prosedur analisis parameter-parameter tersebut dapat dilihat
pada Lampiran 1.
Mulai
Bambu
Pengecilan ukuran (14 mesh)
Pengkondisian
(Kadar air ± 10%)
Karakterisasi (Analisis proksimat)
Serbuk bambu
Pembuatan lembaran papan
(30 cm x 30 cm x 1 cm, ρ = 0.7-0.8 g/cm3)

Resin damar
(12, 14 dan 16%)

Pengempaan
(T = 130oC dan 150oC,
t = 10 dan 14 menit dan P = 20 kgf/cm2)
Papan Partikel
Pengkondisian
(T = 30 C, RH = 77%, 14 hari)
o

Pengujian papan partikel
(JIS A 5098:2003)
Selesai
Gambar 1Diagram alir proses pembuatan papan partikel
Pembuatan Papan Partikel
Tahap pembuatan papan partikel diawali dengan pembentukan lembaran
papan dengan target kerapatan 0.7-0.8 g/cm3 di dalam cetakan berukuran 30 cm x 30
cm x 1 cm. Bahan yang dimasukkan ke dalam cetakan harus disebarkan secara
merata agar diperoleh papan dengan kerapatan yang sama di setiap bagian.
Selanjutnya, dilakukan proses pengempaan papan menggunakan mesin kempa panas.

4

Proses pengempaan dilakukan pada suhu 130oC dan 150oC dengan tekanan 20
kgf/cm2 dan waktu kempa selama 10 dan 14 menit.
Pengkondisian Papan Partikel
Tahap pengkondisian papan dilakukan selama 14 hari pada suhu sekitar 30oC
untuk menghilangkan tegangan pada papan setelah proses pengempaan dan untuk
mencapai kesetimbangan kadar air papan.
Pengujian Papan Partikel
Tahap terakhir dalam penelitian ini adalah pengujian papan. Papan partikel
yang telah selesai dikondisikan selanjutnya dipotong-potong dan diuji sesuai standar
JIS A 5908:2003 dan hasilnya dibandingkan dengan JIS A 5908:2003. Pengujian
sifat fisik dan mekanik papan partikel meliputi kerapatan, kadar air, daya serap air
selama 2 jam dan 24 jam, pengembangan tebal selama 2 jam dan 24 jam, kekuatan
lentur atau Modulus of Elasticity (MOE), keteguhan patah atau Modulus of Rupture
(MOR) dan kuat rekat internal atau Internal Bonding (IB). Pola pemotongan dapat
dilihat pada Gambar 2, sedangkan metode pengujiannya dapat dilihat pada Lampiran
2.

a
c
b

b

30 cm

d
a
c

d

30 cm

Keterangan:
a) Contoh uji kerapatan dan kadar air (10 x 10) cm
b) Contoh uji MOE dan MOR berukuran (5 x 20) cm
c) Contoh uji keteguhan rekat internal berukuran (5 x 5) cm
d) Contoh uji daya serap air dan pengembangan tebal berukuran (5 x 5) cm
Gambar 2 Pola pemotongan contoh uji mengacu pada JIS A 5908:2003

Rancangan Penelitian dan Analisis Data
Penelitian ini dirancang menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial
dengan 2 kali ulangan. Terdapat 2 faktor yang diteliti yaitu waktu kempa (A) [10

5

menit (A1), 14 menit (A2)] dan jumlah resin damar yang ditambahkan (B) [12% (B1),
14% (B2), 16% (B3)]. Kedua faktor tersebut diduga saling berinteraksi. Terdapat 1
peubah pengganggu atau sampingan yang disebut kelompok dan tidak berinteraksi
dengan faktor lain yaitu suhu (K) [130oC (K1), 150oC (K2)]. Model statistika yang
digunakan adalah sebagai berikut (Sampurna dan Nindhia 2013):
Yijm = µ + Km + Ai +Bj+ (AB)ij + Ɛijm
Keterangan:
Yijm =Nilaipengamatan yang memperoleh kombinasi perlakuan ke-i (taraf
perlakuan faktor A), ke-j (taraf perlakuan faktor B) dan kelompok ke-m.
µ
= Nilai rata-rata umum.
Km
= Pengaruh kelompok ke-m (m = 130 dan 150oC).
Ai
= Pengaruh faktor waktu kempa pada taraf ke-i (i = 10 dan 14menit).
Bj
= Pengaruh faktor jumlah resin damar yang ditambahkan pada taraf ke-j (j =
12,14dan 16%).
(AB)ij = Pengaruh interaksi antara faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j.
Ɛijm
= Pengaruh galatatau error dari faktorA taraf ke-i, faktor B tarafke-jdan
kelompok ke-m.
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan ANOVA pada α = 0.05 dan
uji lanjut Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Bahan Baku
Bambu tali yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai kadar air
12.16%, kadar protein 0.72%, kadar lemak 0.01%, kadar abu 1.99%, kadar serat
kasar 59.75% dan kadar karbohidrat 25.37%. Dengan demikian dapat dilihat bahwa
kandungan serat kasar yang cukup tinggi memungkinkan bambu tali untuk dijadikan
bahan pengganti kayu dalam pembuatan papan partikel. Serat merupakan sumber
lignoselulosa pada pembuatan papan partikel. Lignoselulosa mengandung 3
komponen penyusun utama, yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin (Jonsson et al.
2013).
Selulosa merupakan homopolisakarida yang tersusun atas unit-unit β-Dglukopiranosa yang terikat satu sama lain dengan ikatan-ikatan β-1,4-glikosida.
Sebagai struktur yang berserat dan memiliki ikatan hidrogen yang kuat, selulosa
mempunyai kekuatan tarik yang tinggi dan tidak larut dalam kebanyakan pelarut
(Cowd 1991). Hemiselulosa adalah heteropolisakarida yang terdiri dari pentosa dan
residu heksosa yang mengandung gugus asetil, tersusun dari unit D-glukosa, Dmanosa, L-arabiosa dan D-xilosa (Jonsson et al. 2013). Hemiselulosa mempunyai
rantai polimer yang pendek dan tidak berbentuk, oleh karena itu sebagian besar dapat
larut dalam air. Kandungan hemiselulosa yang tinggi memberikan kontribusi pada
ikatan antar serat yaitu dengan membentuk ikatan kovalen dengan lignin. Lignin
tersusun atas jaringan polimer fenolik yang berfungsi merekatkan serat selulosa dan
hemiselulosa sehingga menjadi sangat kuat (Sun dan Cheng 2002). Senyawa fenolik

6

memiliki cincin aromatik satu atau lebih gugus hidroksi (OH-) dan gugus-gugus lain
penyertanya. Senyawa ini diberi nama berdasarkan nama senyawa induknya, fenol.
Senyawa fenol kebanyakkan memiliki gugus hidroksil lebih dari satu sehingga
disebut polifenol. Lignin membentuk ikatan kovalen dengan polisakaridapolisakarida yang lain. Unit senyawa fenolik yaitu fenil propana terikat satu sama
lain dengan ikatan eter dan ikatan C-C, dengan persentasi ikatan eter lebih banyak
(Sigit 2008).
Widyorini et al. (2005) mengungkapkan bahwa pecahan-pecahan bahan
berlignoselulosa dapat dikonversi menjadi papan partikel dengan melakukan
penguapan atau pemanasan. Selama perlakuan pemanasan, lignin dan hemiselulosa
akan teraktifkan sehingga dapat meningkatkan kekuatan papan partikel (Miki et al.
2006).Pemanfaatan lignin sebagai perekat sesungguhnya telah lama dilakukan. Paten
pertama tentang penggunaan lignin dari limbah industri pulp sebagai perekat bahkan
telah ada sejak tahun 1900-an (Nimz 1983). Sayangnya, perekat lignin juga masih
perlu dikopolimerisasi dengan senyawa formaldehida (Santoso 2003).
Kadar karbohidrat menunjukkan kandungan pati dan gula pada
bahan.Kandungan tersebut diprediksi memainkan peran penting dalam pembuatan
papan partikel tanpa perekat (Shen 1986). Burrel (2003) menjelaskan pati selain
dimanfaatkan sebagai sumber energi utama dalam makanan manusia, juga
dimanfaatkan untuk berbagai proses dalam industri seperti perekat dalam pembuatan
kertas, bahan tambahan dalam semen dan sebagai pengikat dalam papan serat
gipsum. Pati akan tergelatinisasi selama proses pengempaan panas (Belizt dan
Grosch 1999). Serat yang terdapat pada bambu akan terikat pada pati yang telah
mengalami gelatinisasi dan mengering (Lawton et al.2004). Selain itu, kandungan air
yang cukup tinggi pada bahan dapat berperan dalam proses gelatinisasi pati yang
dapat membantu dalam proses perekatan partikel-partikel lignoselulosa (Fahmi
2013). Gelatinisasi merupakan peristiwa hilangnya sifat birefringence granula pati
akibat penambahan air secara berlebih dan pemanasan pada waktu dan suhu tertentu
yang menyebabkan granula pati membengkak dan tidak dapat kembali pada kondisi
semula (irreversible) (Belizt dan Grosch 1999). Menurut Li et al.(2009), kandungan
air pada bahan juga berperan sebagai plastisizer, yang dapat mengurangi suhu
eksotermik protein dan meningkatkan pergerakan rantai polipeptida protein serta
memungkinkannya untuk berinteraksi lebih mudah dengan polimer yang lain.
Pada penelitian ini papan partikel dibuat dengan menggunakan perekat alami
berupa resindamar disamping memanfaatkan lignin yang terkandung di dalam batang
bambu itu sendiri.Penggunaan perekat alami ini adalah salah satu alternatif teknologi
ramah lingkungan yang dapat dilakukan untuk meminimalkan kerusakan lingkungan.
Resin damar bersifat padat, rapuh, mudah larut dalam minyak atsiri dan pelarut
organik nonpolar, sedikit larut dalam pelarut organik yang polar,tidak larut air, tidak
tahan panas, mudah terbakar dan dapat berubah warna bila disimpan terlalu lama
dalam tempat tertutup (Namiroh 1998; Setianingsih 1992; Tan 1990). Resin damar
memiliki titik lunak 144-149oC (Perhutani 2014). Pada titik lunak tersebut damar
mulai berubah wujud dari padat menjadi semi padat. Titik lunak dipengaruhi oleh
panjang rantai karbon senyawa-senyawa yang menyusun dan jumlah ikatan
rangkapnya (Namiroh 1998). Sifat-sifat papan partikel umumnya dipengaruhi oleh
perekat yang digunakan, sehingga perekat adalah salah satu faktor penting yang
menentukan, baik dilihat dari faktor teknis maupun ekonomis (Kusmayadi 2001).
Kepenutupan resin meningkat dengan meningkatnya kadar resin yang digunakan.

7

Semakin banyak resin yang digunakan dalam suatu papan, semakin kuat dan semakin
stabil dimensi papan tersebut.

Sifat Fisik dan Mekanik Papan Partikel
Papan partikel yang dihasilkan pada penelitian ini mempunyai sifat fisik dan
mekanik seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1.
Kerapatan
Kerapatan merupakan perbandingan antara berat dengan volume. Kerapatan
papan partikel merupakan salah satu sifat fisik yang sangat berpengaruh terhadap
sifat fisik dan mekanik lainnya. Semakin tinggi kerapatan papan maka akan semakin
tinggi sifat keteguhannya (Bowyer et al. 2003).
Tabel 1 menunjukkan bahwa kerapatan papan bervariasi antara satu
perlakuan dengan perlakuan lainnya. Hasil analisis ragam pada suhu 130oC
menunjukkan waktu kempa berpengaruh secara signifikan terhadap kerapatan papan
partikel (Lampiran 3). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa papan partikel
yang dikempa selama 14 menit berbeda nyata dengan papan partikel yang dikempa
selama 10 menit. Papan partikel dengan waktu pengempaan 10 menit memiliki
kerapatan yang lebih tinggi daripada papan partikel dengan waktu pengempaan 14
menit (Gambar 3). Hasil analisis ragam pada suhu 150oC menunjukkan perlakuanperlakuan waktu kempa, jumlah resin damar yang ditambahkan dan interaksi antara
waktu kempa dan jumlah resin damar yang ditambahkan tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap kerapatan papan partikel (Lampiran 4). Berdasarkan hasil
tersebut dapat diketahui bahwa variasi nilai kerapatan yang muncul tidak
menunjukkan kecenderungan tertentu yang mengindikasikan adanya korelasi antara
kerapatan papan partikel dengan kombinasi perlakuan yang diberikan. Apabila nilai
kerapatan tersebut dibandingkan dengan JIS A 5908:2003 dan SNI 03-2105-2006,
maka seluruh papan partikel tersebut telah memenuhi standar (0.4-0.9 g/cm3). Papan
partikel hasil perlakuan A2B3 pada suhu pengempaan 150oC merupakan kombinasi
papan partikel yang mempunyai mutu terbaik dengan nilai sebesar 0.58 g/cm3.
Namun, nilai kerapatan yang diperoleh belum memenuhi target kerapatan yaitu 0.7
g/cm3. Hal ini diduga akibat adanya kehilangan bahan pada saat pemindahan bahan
ke dalam cetakan papan sebelum dikempa, sehingga massa bahan menjadi
berkurang.
Penyesuaian kadar air pada saat pengkondisian juga menyebabkan kenaikan
tebal papan partikel, sehingga tebal papan partikel yang dihasilkan melebihi target
yang ditetapkan yaitu 1 cm. Kecenderungan tingginya penyerapan air pada papan
saat pengkondisian disebabkan karena papan berkerapatan rendah memiliki ronggarongga antar partikel yang lebih banyak. Hal ini akan meningkatkan penetrasi air ke
dalam papan partikel. Semakin tebal suatu papan maka akan semakin rendah
kerapatannya, demikian juga sebaliknya (Setyawati et al. 2008).
Menurut Kusmayadi (2001), kerapatan papan partikel dipengaruhi oleh
kerapatan bahan baku dan besarnya tekanan kempa yang digunakan. Bambu
memiliki kerapatan 0.41-0.65 g/cm3 (Pujirahayu 2011; Syafi’i 1984; Surjokusumo
dan Nugroho 1994).

8

Tabel 1 Sifat fisik dan mekanik papan partikel dari bambu dengan perekat resin damar
Suhu
(oC)

Waktu
(menit)

10

Jumlah resin
damar (%)

Kerapatan
(g/cm3)

Kadar air
(%)

DSA [2jam]
(%)

DSA
[24jam] (%)

PT [2jam]
(%)

PT [24jam]
(%)

MOE
(kgf/cm2)

MOR
(kgf/cm2)

IB
(kgf/cm2)

12

0.55a

10.45a

120.55a

130.27a

19.53a

26.08a

135.39a

19.11a

0.25a

14

0.56a

10.03a

117.21a

122.24a

15.95b

24.06b

136.40a

19.46a

0.36a

16

0.58a

9.69a

103.25a

108.07a

16.60b

21.39b

112.83a

14.99a

0.60a

12

0.53a

10.42a

111.89a

125.96b

21.17a

30.12a

145.26a

23.63a

0.48a

14

0.56a

9.47a

129.40a

145.75b

18.98b

26.89b

130.77a

20.23a

0.41a

16

0.54a

10.44a

134.23a

144.02b

14.08b

16.14b

156.59a

24.30a

0.36a

12

0.56a

9.89a

126.07a

138.80a

18.27c

28.32a

217.72b

26.73b

0.30b

14

0.55a

9.99a

72.56a

83.54a

10.51d

17.96b

393.45b

51.72b

0.90b

16

0.56a

10.20a

113.86a

126.82a

13.57d

22.00b

166.93b

21.39b

0.82b

12

0.58a

9.72a

92.22a

109.89b

16.24c

27.50a

323.98b

38.81b

0.64b

14

0.55a

10.07a

136.03a

149.66b

14.77d

24.72b

152.65b

17.77b

0.28b

16

0.58a

9.52a

115.78a

128.59b

11.66d

21.42b

158.78b

21.13b

0.42b

130

14

10

150

14

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji lanjut Duncan)

Kerapatan (g/cm3)

9

0,59
0,58
0,57
0,56
0,55
0,54
0,53
0,52
0,51
0,50
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
130

150
Perlakuan

Keterangan:
A1 = waktu kempa 10 menit
A2 = waktu kempa 14 menit
B1 = jumlah resin damar yang ditambahkan 12%
B2 = jumlah resin damar yang ditambahkan 14%
B3 = jumlah resin damar yang ditambahkan 16%
Gambar 3 Kerapatan papan partikel pada berbagai kombinasi perlakuan
Tingginya kerapatan bahan baku yang digunakan menyebabkan penurunan kekuatan
papan, tetapi cenderung meningkatkan ketebalan papan (Kusmayadi 2001).Hal ini
disebabkan semakin tinggi kerapatan bahan baku yang digunakan, semakin banyak
kandungan zat pada dinding sel yang dapat menyebabkan masalah dalam pengerasan
perekat dan menimbulkan blister akibat tekanan gas internal zat ekstraktif yang
mudah menguap (Haygreen dan Bowyer 1989; Bowyer et al.2003). Sedangkan,
tekanan pengempaan yang diberikan pada saat pembuatan papan partikel akan
meningkatkan ikatan antar partikel, sehingga papan partikel yang dihasilkan lebih
tahan terhadap air dan lebih stabil (Iskandar dan Supriadi 2011).
Kadar Air
Kadar air menunjukkan kandungan air yang terdapat dalam papan partikel.
Semakin tinggi kandungan air dalam suatu papan mengakibatkan papan partikel
semakin mudah rusak. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas papan partikel semakin
rendah bila kandungan air di dalamnya tinggi. Umumnya kadar air papan partikel
lebih rendah dari kadar air bahan baku yang digunakan. Hal ini disebabkan karena
perlakuan panas yang diterima papan partikel pada saat pengempaan panas
(Massijaya et al. 2005).
Hasil analisis ragam pada suhu 130oC menunjukkan jumlah resin damar yang
ditambahkan dan interaksi antara waktu kempa dan jumlah resin damar yang
ditambahkan berpengaruh secara signifikan terhadap kadar air papan partikel
(Lampiran 3). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata
antara perlakuan jumlah resin damar yang ditambahkan 14% dan 16%, namun
keduanya berbeda nyata dengan perlakuan jumlah resin damar yang ditambahkan
12%.Papan partikel dengan jumlah resin damar yang tinggi memiliki kadar air papan
yang lebih rendah (Gambar 4). Hal ini terjadi karena semakin banyak jumlah resin

10

Kadar air (%)

damar yang ditambahkan membuat ruang lembaran papan menjadi sedikit dan lebih
rapat sehingga kemampuan papan dalam menyerap uap air semakin rendah. Hasil uji
lanjut Duncan menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara perlakuan A1B1
dengan A2B3, A2B1 dan A1B2. Perlakuan A1B1, A2B3 dan A2B1 berbeda nyata dengan
perlakuan A1B3 dan A2B2. Namun perlakuan A1B3 tidak berbeda nyata dengan
perlakuan A2B2. Papan partikel dengan perlakuan waktu kempa 10 menit dan jumlah
resin damar yang ditambahkan 12% (A1B1) memiliki nilai kadar air yang tinggi
(Gambar 4).Kadar air yang tinggi disebabkan akibat ikatan antara partikel yang
kurang kuat dan juga perubahan sifat fisik-kimia pada proses pengempaan akibat
adanya panas (Kaliyan dan Morey 2010).Hasil analisis ragam pada suhu 150oC
menujukkan waktu kempa dan interaksi antara waktu kempa dan jumlah resin damar
yang ditambahkan berpengaruh secara signifikan terhadap kadar air papan partikel
(Lampiran 4). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa papan partikel yang
dikempa selama 10 menit berbeda nyata dengan papan partikel yang dikempa selama
14 menit. Papan partikel dengan waktu pengempaan 10 menit memiliki kadar air
yang lebih tinggi daripada papan partikel dengan waktu pengempaan 14 menit
(Gambar 4).Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara
perlakuan A1B3 dengan perlakuan A1B1, A2B1 dan A2B3. Perlakuan A2B2 berbeda
nyata dengan perlakuan A2B1 dan A2B3. Sedangkan perlakuan A1B2 tidak berbeda
nyata dengan perlakuan lainnya. Papan partikel dengan waktu kempa 10 menit dan
jumlah resin damar yang ditambahkan 16% (A1B3) memiliki kadar air yang paling
tinggi (Gambar 4). Dibandingkan dengan JIS A 5908:2003 dan SNI 03-2105-2006,
kadar air papan partikel telah memenuhi standar(5-13%).
10,60
10,40
10,20
10,00
9,80
9,60
9,40
9,20
9,00
8,80
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
130

150
Perlakuan

Keterangan:
A1 = waktu kempa 10 menit
A2 = waktu kempa 14 menit
B1 = jumlah resin damar yang ditambahkan 12%
B2 = jumlah resin damar yang ditambahkan 14%
B3 = jumlah resin damar yang ditambahkan 16%
Gambar 4 Kadar air papan partikel pada berbagai kombinasi perlakuan
Menurut Setiawan (2008), fenomena yang terjadi pada papan partikel ialah
semakin tinggi kerapatan papan partikel, maka kadar air yang terkandung di

11

dalamnya semakin rendah. Hal ini terjadi karena papan partikel yang memiliki
kerapatan tinggi, partikelnya akan semakin kompak dan padat sehingga tidak banyak
terdapat rongga atau pori di antara jalinan partikel yang dapat diisi oleh air
(Kollmannet al. 1975). Hal ini terbukti pada hasil penelitian ini perlakuan A2B3
merupakan papan dengan kerapatan tertinggi (0.58 g/cm3) dan kadar airnya juga
rendah (9.52%).
Daya Serap Air (DSA)
Daya serap air merupakan kemampuan papan partikel dalam menyerap air
setelah dilakukan perendaman. Pengujian daya serap air papan partikel dilakukan
pada waktu 2 dan 24 jam. Pengujian ini penting dilakukan untuk mengetahui
ketahanan papan terhadap air terutama jika penggunaannya untuk keperluan eksterior
dimana papan mengalami kontak langsung dengan udara luar (Lestari dan Kartika
2012).
Hasil analisis ragam daya serap air dengan waktu perendaman 2 jam (DSA 2
jam) pada suhu 130oC menunjukkan waktu kempa dan interaksi antara waktu kempa
dan jumlah resin damar yang ditambahkan berpengaruh secara signifikan terhadap
DSA 2 jam (Lampiran 3). Berdasarkanuji lanjut Duncanterdapat perbedaan nyata
antara perlakuan waktu kempa 10 menit dengan perlakuan waktu kempa 14 menit.
Papan partikel dengan waktu pengempaan 14 menit memiliki daya serap air yang
lebih tinggi daripada papan partikel dengan waktu pengempaan 10 menit (Gambar
5). Tingginya daya serap air dengan waktu pengempaan yang lebih lama ini diduga
karena rusaknya jaringan ikatan perekat. Kerusakan jaringan ikatan perekat ini
menyebabkan air lebih mudah terserap ke dalam papan partikel (Syamani et al.
2008). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara
perlakuan A2B3 dengan perlakuan A1B2, A2B1 dan A1B3. Perlakuan A2B2 berbeda
nyata dengan perlakuan A2B1 dan A1B3. Perlakuan A1B1 berbeda nyata dengan
perlakuan A1B3. Papan partikel dengan waktu pengempaan 10 menit dan jumlah
resin damar yang ditambahkan 16% (A1B3) memiliki daya serap air yang paling
rendah (Gambar 5). Hal ini karena semakin banyaknya jumlah resin damar yang
ditambahkan membuat ruang lembaran papan menjadi lebih rapat sehingga air yang
masuk ke dalam papan menjadi lebih sedikit daya serap air semakin menurun. Hasil
analisis ragam pada suhu 150oC menunjukkan interaksi antara waktu kempa dan
jumlah resin damar yang ditambahkan berpengaruh secara signifikan terhadap kadar
air papan partikel (Lampiran 4). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan tidak terdapat
perbedaan nyata antara perlakuan A2B2 dengan perlakuan A1B2, A2B3 dan A1B3.
Namun perlakuan-perlakuan tersebut berbeda nyata dengan perlakuanA1B2. Namun
perlakuan A1B2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A2B1. Papan partikel dengan
waktu pengempaan 10 menit dan jumlah resin damar yang ditambahkan 14% (A1B2)
memiliki daya serap air yang paling rendah (Gambar 5).
Daya serap air papan partikel semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya waktu perendaman. Hasil analisis ragam daya serap air dengan waktu
perendaman 24 jam (DSA 24 jam) pada suhu 130oC menunjukkan waktu kempa dan
interaksi antara waktu kempa dan jumlah resin damar yang ditambahkan
berpengaruh secara signifikan terhadap DSA 24 jam (Lampiran 3). Berdasarkan uji
lanjut Duncan terdapat perbedaan nyata antara perlakuan waktu kempa 10
menitdengan perlakuan waktu kempa 14 menit. Papan partikel dengan waktu
pengempaan 14 menit memiliki daya serap air yang lebih tinggi daripada papan

12

DSA 2 jam (%)

partikel dengan waktu pengempaan 10 menit (Gambar 6). Tingginya daya serap air
pada waktu pengempaan yang lebih lama diduga karena rusaknya jaringan ikatan
perekat. Sama halnya dengan DSA 2 jam, interaksi perlakuan waktu kempa 10 menit
dan jumlah resin damar yang ditambahkan 16% (A1B3) menunjukkan daya serap air
yang juga lebih rendah pada DSA 24 jam (Gambar 6). Hasil analisis ragam pada
suhu 150oC menunjukkan interaksi antara waktu kempa dan jumlah resin damar yang
ditambahkan berpengaruh secara signifikan terhadap kadar air papan partikel
(Lampiran 4). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata
antara perlakuan A2B2 dengan perlakuan A1B1, A2B3 dan A1B3. Perlakuan A2B2
berbeda nyata dengan perlakuan A2B1 dan A1B2. Papan partikel dengan perlakuan
A1B2 memiliki daya serap air yang paling rendah (Gambar 6).
160
140
120
100
80
60
40
20
0
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
130

150
Perlakuan

Keterangan:
A1 = waktu kempa 10 menit
A2 = waktu kempa 14 menit
B1 = jumlah resin damar yang ditambahkan 12%
B2 = jumlah resin damar yang ditambahkan 14%
B3 = jumlah resin damar yang ditambahkan 16%
Gambar 5 Daya serap air 2 jam papan partikel pada berbagai kombinasi perlakuan
Pengaruh tingginya kerapatan papan partikel cenderung menurunkan daya
serap air papan tersebut. Semakin tinggi kerapatan papan partikel menyebabkan air
akan sulit untuk masuk ke dalam rongga-rongga yang ada di dalam papan, karena
memiliki pori yang lebih sedikit. Djalal (1981) menyebutkan beberapa faktor yang
mempengaruhi penyerapan air pada papan yaitu volume ruang kosong yang dapat
menampung air di antara partikel, luas permukaan partikel yang tidak ditutupi
perekat dan dalamnya penetrasi perekat terhadap partikel.
Parameter kualitas daya serap air tidak ditentukan nilai standarnya baik pada
JIS A 5908:2003 maupun SNI 03-2105-2006. Akan tetapi apabila dilihat dari hasil
uji pada Gambar 5 dan Gambar 6, jenis papan partikel pada kode A1B2 dengan suhu
pengempaan 150oC memiliki daya serap air paling baik di antara papan partikel
dengan kombinasi perlakuan lainnya. Papan partikel dengan kualitas yang baik
adalah papan partikel yang memiliki daya serap air yang rendah karena besarnya
jumlah air yang diserap dapat mengurangi kekuatan papan partikel saat digunakan.

DSA 24 jam (%)

13

160
140
120
100
80
60
40
20
0
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
130

150
Perlakuan

Keterangan:
A1 = waktu kempa 10 menit
A2 = waktu kempa 14 menit
B1 = jumlah resin damar yang ditambahkan 12%
B2 = jumlah resin damar yang ditambahkan 14%
B3 = jumlah resin damar yang ditambahkan 16%
Gambar 6 Daya serap air 24 jam papan partikel pada berbagai kombinasi perlakuan
Pengembangan Tebal (PT)
Pengembangan tebal merupakan bertambahnya dimensi papan dengan
bertambahnya ketebalan dari papan tersebut (Putra 2011). Nilai pengembangan tebal
akan meningkat seiring dengan bertambah besarnya nilai daya serap air.Pengujian
pengembangan tebal dilakukan pada waktu 2 dan 24 jam.
Hasil analisis ragam pengembangan tebal dengan waktu perendaman 2 jam
(PT 2 jam) pada suhu 130oC menunjukkan jumlah resin damar yang ditambahkan
dan interaksi antara waktu kempa dan jumlah resin damar yang ditambahkan
berpengaruh secara signifikan terhadap PT 2 jam (Lampiran 3). Berdasarkan uji
lanjut Duncan tidak terdapat perbedaan nyata antara perlakuan jumlah resin damar
yang ditambahkan 14% dan 16%, namun keduanya berbeda nyata dengan perlakuan
jumlah resin damar yang ditambahkan 12%. Papan partikel dengan jumlah resin
damar yang lebih banyak memiliki pengembangan tebal yang lebih rendah (Gambar
7). Semakin tinggi jumlah resin yang digunakan untuk membuat papan partikel maka
jumlah resin yang menutupi pori partikel semakin tinggi. Hal ini berarti ikatan antar
partikel terjalin lebih rapat dan kekompakan yang terbentuk lebih sempurna,
sehingga papan partikel dengan jumlah perekat tinggi akan lebih sulit dimasuki air
(Kusmayadi 2001). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan papan partikel dengan
perlakuan A2B1 berbeda nyata dengan perlakuan A1B3, A1B2 dan A2B3. Perlakuan
A1B1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan A2B2 dan A1B3. Papan partikel dengan
waktu kempa 14 menit dan jumlah resin damar 16% (A2B3) memiliki pengembangan
tebal yang rendah (Gambar 7). Hal ini karena papan partikel dengan jumlah resin
damar yang lebih tinggi membuat rongga-rongga antar partikel lebih sedikit,
sehingga akan mengurangi penetrasi air ke dalam papan partikel. Hasil analisis
ragam pada suhu 150oC menujukkan jumlah resin damar yang ditambahkan dan

14

interaksi antara waktu kempa dan jumlah resin damar yang ditambahkan
berpengaruh secara signifikan terhadap kadar air papan partikel (Lampiran 4). Hasil
uji lanjut Duncan menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara perlakuan
jumlah resin damar yang ditambahkan 14% dan 16%, namun keduanya berbeda
nyata dengan 12%. Semakin tinggi jumlah resin damar yang ditambahkan, maka
pengembangan tebal papan partikel semakin rendah (Gambar 7). Hasil uji lanjut
Duncan menunjukkan papan partikel dengan perlakuan A1B1 tidak berbeda nyata
dengan perlakuan A2B1. Perlakuan A1B1 berbeda nyata dengan perlakuan A2B2,
A1B3, A2B3 dan A1B2. Papan partikel dengan waktu pengempaan 10 menit dan
jumlah resin damar yang ditambahkan 14% (A1B2) memiliki pengembangan tebal
yang rendah (Gambar 7).
25

PT 2 jam (%)

20
15
10
5
0
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
130

150

Keterangan:
A1 = waktu kempa 10 menit
A2 = waktu kempa 14 menit
B1 = jumlah resin damar yang ditambahkan 12%
B2 = jumlah resin damar yang ditambahkan 14%
B3 = jumlah resin damar yang ditambahkan 16%
Gambar 7 Pengembangan tebal 2 jam papan partikel pada berbagai kombinasi
perlakuan
Hasil analisis ragam pengembangan tebal dengan waktu perendaman 24 jam
(PT 24 jam) pada suhu 130oC menunjukkan jumlah resin damar yang ditambahkan
berpengaruh secara signifikan terhadap PT 24 jam (Lampiran 3). Berdasarkan uji
lanjut Duncan tidak terdapat perbedaan nyata antara perlakuan jumlah resin damar
12% dan 14%, namun keduanya berbeda nyata dengan perlakuan jumlah resin damar
16%. Penggunaan jumlah resin damar 16% memiliki daya pengembangan tebal yang
rendah (Gambar 8). Hal ini terjadi karena dengan semakin bertambahnya resin damar
membuat ruang lembaran papan menjadi lebih rapat sehingga air yang masuk ke
dalam papan menjadi lebih sedikit dan pengembangan tebalnya semakin menurun.
Menurut Widiyanto (2002), nilai pengembangan tebal yang kecil merupakan
pengembangan tebal yang baik karena dapat mengantisipasi meresapnya air ke dalam
papan melalui pori-pori partikel dan ruang kosong antar partikel secara perlahan.
Hasil analisis ragam PT 24 jam pada suhu 150oC menunjukkan jumlah resin damar

15

yang ditambahkan berpengaruh secara signifikan terhadap PT 24 jam (Lampiran 4).
Hasil uji lanjut Duncan tidak terdapat perbedaan nyata antara perlakuan jumlah resin
damar 14% dengan 16%, namun keduanya berbeda nyata dengan jumlah resin damar
12%. Papan partikel dengan jumlah resin damar yang lebih tinggi memiliki nilai
pengembangan tebal yang lebih rendah (Gambar 8).
Sifat pengembangan tebal berkorelasi dengan kerapatan papan partikel,
dimana semakin tinggi kerapatan papan partikel maka semakin rendah
pengembangan tebal papan partikel tersebut. Pada papan partikel dengan kerapatan
rendah, air yang diserap lebih banyak dan hal ini akan mempengaruhi pengembangan
volume partikelnya. Kestabilan dimensi papan partikel juga akan sangat tergantung
pada kerataan penyebaran partikel pada saat pembentukan lembaran panil dan
besarnya tekanan kempa. Kerataan partikel yang baik akan menghasilkan sifat muai,
susut dan lenting yang jauh lebih baik dibandingkan sifat tersebut pada kayu
utuhnya.
35

PT 24 jam

30
25
20
15
10
5
0
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
130

150
Perlakuan

Keterangan:
A1 = waktu kempa 10 menit
A2 = waktu kempa 14 menit
B1 = jumlah resin damar yang ditambahkan 12%
B2 = jumlah resin damar yang ditambahkan 14%
B3 = jumlah resin damar yang ditambahkan 16%
Gambar 8 Pengembangan tebal 24 jam papan partikel pada berbagai kombinasi
perlakuan
Standar JIS A 5908:2003 dan SNI 03-2105-2006menetapkanpengembangan
tebal papan partikel maksimal 12%. Apabila dilihat dari hasil uji PT 2 jam pada
Gambar 7, jenis papan partikel pada kode A1B2 dan A2B3 dengan suhu kempa 150oC
memiliki nilai pengembangan tebal yang telah memenuhi standar. Sedangkan, bila
dilihat dari hasil uji PT 24 jam pada Gambar 8, maka seluruh papan partikel yang
dihasilkan memiliki nilai yang tinggi atau belum memenuhi standar.Menurut
Massijaya et al. (2005), pengembangan papan partikel yang tinggi tidak dapat
digunakan untuk keperluan eksterior karena stabilitas produk yang rendah dan sifat
mekanik yang akan menurun secara drastis dalam jangka waktu yang singkat. Dari

16

MOE (kgf/cm2)

hasil pengujian yang dilakukan, ternyata papan yang dihasilkan tidak cocok untuk
keperluan eksterior, karena pengembangan tebal papan partikel yang masih tinggi.
Modulus of Elasticity (MOE)
Kekuatan lentur merupakan sifat mekanis papan yang menunjukkan
ketahanan terhadap pembengkokan akibat adanya beban yang diberikan sebelum
papan partikel tersebut patah, atau dengan kata lain sifat ini berhubungan langsung
dengan nilai kekakuan papan (Haygreen dan Bowyer 1996). Papan akan semakin
elastis apabila nilai keteguhan lenturnya semakin tinggi.
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
130

150
Perlakuan

Keterangan:
A1 = waktu kempa 10 menit
A2 = waktu kempa 14 menit
B1 = jumlah resin damar yang ditambahkan 12%
B2 = jumlah resin damar yang ditambahkan 14%
B3 = jumlah resin damar yang ditambahkan 16%
Gambar 9 Kekuatan lentur papan partikel pada berbagai kombinasi perlakuan
Hasil analisis ragam kekuatan lentur (MOE) pada suhu 130oC menunjukkan
waktu kempa, jumlah resin damar yang ditambahkan dan interaksi antara waktu
kempa dan jumlah resin damar yang ditambahkan tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap MOE (Lampiran 3). Hasil analisis ragam MOE pada suhu 150oC
menunjukkan waktu kempa, jumlah resin damar yang ditambahkan, dan interaksi
antara waktu kempa dan jumlah resin damar yang ditambahkan berpengaruh secara
signifikan terhadap MOE (Lampiran 4). Berdasarkan uji lanjut Duncan terdapat
perbedaan nyata antara papan partikel dengan waktu kempa 10 menit dan 14 menit.
Papan partikel dengan waktu pengempaan 10 menit memiliki nilai MOE yang lebih
tinggi (Gambar 9). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan tidak terdapat perbedaan
nyata antara jumlah resin damar yang ditambahkan 14% dengan 12%, namun
keduanya berbeda nyata dengan perlakuan 16%. Papan partikel dengan jumlah resin
damar 14% memiliki MOE yang paling tinggi (Gambar 9). Hasil uji lanjut Duncan
menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara perlakuan A1B1 dengan
perlakuan A1B3, A2B3 dan A2B2. Namun perlakuan-perlakuan tersebut berbeda nyata
dengan perlakuan A1B2 dan A2B1. Papan partikel dengan waktu kempa 10 menit dan
jumlah resin damar 14% (A1B2) memiliki MOE yang paling tinggi (Gambar 9).

17

Semakin banyak jumlah resin damar yang ditambahkan, menyebabkan resin damar
meleleh dan menyebar di antara partikel-partikel bambu sehingga kontak antar
partikel dan resin semakin rapat. Semakin kuat ikatan partikel mengakibatkan papan
mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dalam menahan beban yang mengenai
papan (Puspita 2008).
Sama halnya dengan pengembangan tebal, kekuatan lentur juga berkorelasi
dengan kerapatan papan partikel. Dimana semakin tinggi kerapatan papan partikel
yang dihasilkan akan semakin padat dan ruang kosong antara perekat dan partikel
akan berkurang, sehingga akan meningkatkan kekuatan papan. Menurut Erwinsyah
dan Darnoko (2000), semakin tinggi kerapatan menyebabkan semakin tinggi
kemampuan papan untuk mempertahankan perubahan bentuk akibat beban yang
diterima.
Apabila dibandingkan dengan JIS A 5908:2003 dan SNI 03-2105-2006, MOE
papan partikel yang dihasilkan dari penelitian ini belum memenuhi standar yaitu
minimal 20 000-20 400 kgf/cm2. Seperti yang terlihat pada Gambar 7 papan partikel
dengan perlakuan A1B2 dan suhu kempa 150oC merupakan papan partikel yang
mempunyai kualitas terbaik dengan MOE sebesar393.45 kgf/cm2. Meskipun
demikian hasil tersebut belum memenuhi standar yang ditentukan.
Modulus of Rupture (MOR)
Keteguhan patah papan partikel merupakan sifat mekanis yang menunjukkan
kekuatan dalam menahan beban yang bekerja terhadapnya. Semakin kuat nilai
kekuatan lentur maka papan semakin kuat dalam menahan bobot benda.
Hasil analisis ragam keteguhan patah (MOR) pada suhu 130oC menunjukkan
waktu kempa berpengaruh secara signifikan terhadap MOR (Lampiran 3). Hasil uji
lanjut Duncan terdapat perbedaan nyata antara perlakuan waktu kempa 14 menit
dengan 10 menit. Papan partikel dengan waktu kempa 14 menit memiliki nilai MOR
yang tinggi (Gambar 10). Hasil analisis ragam MOR pada suhu 150oC menunjukkan
waktu kempa, jumlah resin damar yang ditambahkan dan interaksi antara waktu
kempa dan jumlah resin damar yang ditambahkan berpengaruh secara signifikan
terhadap MOR (Lampiran 4). Berdasarkan uji lanjut Duncan terdapat perbedaan
nyata antara perlakuan waktu kempa 10 menit dengan waktu kempa 14 menit. Papan
partikel dengan waktu pengempaan 10 menit memiliki MOR yang lebih tinggi
(Gambar 10). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata
antara perlakuan jumlah resin damar 14% dan 12%, namun keduanya berbeda nyata
dengan jumlah resin damar 16%. Papan partikel dengan jumlah resin damar 14%
memiliki MOR yang paling tinggi (Gambar 10). Hasil uji lanjut Duncan
menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara perlakuan A1B2 dengan perlakuan
A2B1, A1B1, A1B3, A2B3 dan A2B2. Namun perlakuan A2B1 tidak berbeda nyata
dengan perlakuan A1B1. Papan partikel dengan waktu kempa 10 menit dan jumlah
resin damar 14% (A1B2) memiliki MOR yang paling tinggi (Gambar 10). Jumlah
resin damar yang tinggi menyebabkan resin damar semakin banyak yang meleleh
menyebar ke permukaan antar partikel, sehingga ikatan antar partikel dan resin
semakin tinggi yang membuat kekuatan papan semakin meningkat (Kusmayadi
2001).
Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa kerapatan panil merupakan faktor
yang sangat menentukan kekuatan panil tersebut. Pada papan yang kerapatannya
lebih tinggi susunan partikel yang membentuk lembaran lebih rapat dan padat,

18

sehingga kontak antar partikel lebih baik dan akan menghasilkan kekuatan yang lebih
tinggi. Kecenderungan tersebut terjadi karena luas permukaan yang tertutup perekat
lebih besar, sehingga kekuatan ikatan menjadi lebih baik.

MOR (kgf/cm2)

60
50
40
30
20
10
0
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3
130

150
Perlakuan

Keterangan:
A1 = waktu kempa 10 menit
A2 = waktu kempa 14 menit
B1 = jumlah resin damar yang ditambahkan 12%
B2 = jumlah resin damar yang ditambahkan 14%
B3 = jumlah resin damar yang ditambahkan 16%
Gambar 10 Keteguhan patah papan partikel pada berbagaikombinasi perlakuan
Apabila dibandingkan dengan JIS A 5908:2003 dan SNI 03-2105-2006,
MOR papan partikel yang dihasilkan dari penelitian ini belum memenuhi standar
yaitu minimal 80-82 kgf/cm2. Seperti yang terlihat pada Gambar 10 papan partikel
dengan perlakuan A1B2 dan suhu kempa 150oC merupakan papan partikel yang
mempunyai kualitas terbaik dengan MOR51.72 kgf/cm2. Meskipun demikian hasil
ini belum memenuhi standar yang ditentukan.Menurut Evon et al. (2010), semakin
tinggi suhu kempa maka MOR akan semakin besar. Suhu kempa berperan dalam
menguapkan air hingga terbentuk ikatan kompleks antara perekat dan partikel.
Dengan demikian kekuatan mekanik papan akan lebih baik seiring meningkatnya
daya kohesi antar permukaan serat. Namun, rendahnya nilai MOR yang diperoleh
diduga karena kurang meratanya partikel dalam pembuatan papan yang
mengakibatkan masih terdapat rongga dalam papan.
Internal Bonding (IB)
Kuat rekat internal merupakan keteguhan tarik tegak lurus permukaan papan.
Pengujian kuat rekat internal dilakukan untuk mengetahui keberhasilan dalam
pencampuran perekat, pembentukan dan pengempaan papan (Bowyer et al.2003).
Hasil analisis ragam kuat rekat internal (IB) pada suhu 130oC menunjukkan
interaksi antara waktu