Analisis brand equity kayu jati bundar Perum Perhutani (studi kasus wilayah Klender Jakarta)

ANALISIS BRAND EQUITY KAYU JATI BUNDAR PERUM
PERHUTANI
(Studi Kasus Wilayah Klender Jakarta)

SRI NUR AMALINA HASYYATI

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Brand Equity
Kayu Jati Bundar Perum Perhutani studi kasus wilayah Klender Jakarta adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015

Sri Nur Amalina Hasyyati
NIM H24114084

ABSTRAK
SRI NUR AMALINA H. Analisis Brand Equity Kayu Jati Bundar Perum
Perhutani (Studi Kasus Wilayah Klender Jakarta). Dibimbing oleh JONO M
MUNANDAR.
Kayu merupakan komoditas bahan baku utama dalam segala jenis
konstruksi. Salah satu jenis kayu yang paling banyak diminati oleh para pelaku
bisnis kayu adalah kayu jenis jati (tectona grandis L.f). Produksi kayu jati banyak
diminati oleh para konsumen, karena secara teknis kayu jenis jati memiliki sifat
yang baik dari segi kekuatan, keawetan serta ketahanan. Bisnis usaha kayu jati
bundar yang tersertifikasi dan legal di Indonesia masih sangat terbatas. Salah satu
pelaku usaha kayu jati bundar yang memiliki legal dan sertifikasi di Indonesia
adalah Perum Perhutani. Peneliti melakukan analisis mengenai brand equity dari

empat elemen utama, yaitu brand awareness, brand association, perceived
quality, dan brand loyalty. Tujuan penelitian menganalisis brand equity dan
menganalisis hubungan variabel dari persepsi pelanggan dan variabel dari profil
pelanggan. Pengolahan analisis data dilakukan menggunakan uji Validitas, uji
Reliabilitas, Analisis Deskriptif, Skala Likert, Skala Semantic Differensial, uji
Cochran dan uji korelasi dengan metode chi square. Hasil penelitian dari brand
awareness bahwa produk kayu jati bundar Perum Perhutani mendapatkan posisi
top of mind, hasil brand loyalty menunjukan tingkat loyalitas switcher 38%,
liking the brand 75%, committed buyer 33.3 % dan satisfied buyer 87.5%.
Kata kunci: Brand equity, Brand loyalty, Kayu jati bundar

ABSTRACT
SRI NUR AMALINA H. Analysis of Brand Equity Perum Perhutani Teak Round
(Case Study Klender Territory of Jakarta). Supervised by JONO M
MUNANDAR.
Wood is the main raw material commodities in all types of construction.
One type of wood that is most in demand by businesses wood is wood of teak
(Tectona grandis Lf). Teak production demand by consumers, because it is
technically teak wood types have good properties in terms of strength, durability
and resilience. Business enterprises certified teak and legal round in Indonesia is

still very limited. One round teak wood business operators who have legal and
certification in Indonesia is Perum Perhutani. Researchers conducted an analysis
of the brand equity of the four main elements, namely brand awareness, brand
association, perceived quality, and brand loyalty. The purpose of research
analyzing brand equity and analyze the relationship of variables and variable
customer perception of the customer profile. Processing data analysis was
performed using test validity, reliability test, descriptive analysis, Likert Scale,
Scale Semantic Differential, Cochran test and correlation with the chi-square
method. The results of the brand awareness that round teak wood products
Perhutanioffice get top of mind position, the result indicates the level of brand
loyalty loyalty switcher 38%, liking the brand 75%, 33.3% committed buyers and
87.5% satisfied buyer.
Keywords: Brand equity, Brand loyalty, Round teak wood

ANALISIS BRAND EQUITY KAYU JATI BUNDAR PERUM
PERHUTANI
(Studi Kasus Wilayah Klender Jakarta)

SRI NUR AMALINA HASYYATI


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Program Sarjana Alih Jenis Manajemen
Departemen Manajemen

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa ta’ala atas
segala rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah Analisis Brand Equity Kayu Jati
Bundar Perum Perhutani (Studi kasus Wilayah Klender jakarta).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Jono M Munandar, M. Sc

selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi saran,dan bimbingan yang
sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna dan memiliki banyak kekurangan karena keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan penulis. Penulis mengharapkan adanya penelitian berikutnya sebagai
penyempurna skripsi ini.Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca
maupun untuk penelitian selanjutnya.

Bogor, Maret 2015
Sri Nur Amalina H

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Kayu
Jati (Tectona Grandis L.F.)
Pengertian Merek
Pengertian Brand Equity
METODE
Kerangka Pemikiran
Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Pengumpulan Data
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Perusahaan
Hasil Uji Awal
Profil Pelanggan
Implikasi Manajerial
SIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

xi
xii
xii
xiii
1
1
3
3
3
3
5
5
7
8
8
14

14
15
15
15
19
19
23
25
40
47
49
50
63

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5


6

7
8
9

Produksi hasil hutan dan pemasaran/penjualan dalam negeri kayu jati
bundar Perum Perhutani 2009-2012
Hasil survei pelanggan
Peta Produk-produk Perum Perhutani sesuai pengelolaan hulu dan hilir
Hasil crosstabs tempat terjadinya transaksi pembelian dengan
kelompok pelanggan
Hasil crosstabs persepsi pelanggan terhadap dari mana pelanggan
mendapat informasi tentang produk kayu jati bundar Perum Perhutani
dengan persepsi pelanggan terhadap informasi yang diperoleh
pelanggan tentang kayu jati bundar dari sumber
Hasil crosstabs jenis informasi yang diperoleh dari sumber dengan
persepsi pelanggan terhadap perbedaan kayu jati yang dipasok dari
Perum Perhutani dengan pemasok lainnya

Hasil uji cochran asosiasi produk kayu jati bundar Perum Perhutani
Rataan atribut perceived quality kayu jati bundar Perum Perhutani
Brand image kayu jati bundar Perum Perhutani

1
2
22
27

29

30
33
34
40

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Bagian-bagian kayu (Dumanauw 2001)
Konsep brand equity (Aaker 1997)
Piramida brand awareness (Aaker 1997)
Piramida brand loyalty (Aaker 1997)
Piramida brand loyalty bentuk segitiga terbalik (Aaker 1997)
Kerangka pemikiran
Profil pengunjung berdasarkan kelompok pelanggan
Profil pelanggan berdasarkan latar belakang pelanggan
Lama menjadi pelanggan
Profil pelanggan berdasarkan tempat terjadi transaksi di KBM, TPK
Grafik persepsi pelanggan terhadap faktor yang paling di
pertimbangkan dalam memutuskan pembelian kayu
Grafik persepsi pelanggan terhadap perbedaan kayu jati bundar yang
dipasok Perhutani dengan pemasok lainnya
Grafik persepsi pelanggan terhadap dari mana pelanggan mendapat
informasi tentang produk kayu jati bundar dari Perhutani
Grafik persepsi pelanggan terhadap informasi yang diperoleh mengenai
kayu jati bundar Perhutani dari sumber informasi
Persepsi pelanggan terhadap keputusan pembeli dalam membeli kayu
jati bundar yang menjadikan asal produsen sebagai pertimbangan utama
Top of mind produk kayu jati bundar
Brand Recall merek Kayu Jati Bundar
Grafik Semantic Differensial produk kayu jati bundar Perum Perhutani
Piramida brand loyalty produk kayu jati bundar Perum Perhutani

5
9
10
12
12
14
25
25
26
26
28
28
29
30
31
32
32
35
37

xiii

DAFTAR LAMPIRAN
Output uji validitas dan uji reliabilitas brand association produk kayu
jati bundar Perum Perhutani lokasi Klender Jakarta dengan SPSS
statistic 20
2 Output hasil uji validitas dan uji reliabilitas perceived quality produk
kayu jati bundar Perum Perhutani Klender Jakarta dengan SPSS statistic
20
3 Hasil uji chi square kelompok pelanggan terhadap profil pelanggan
4 Hasil uji chi square jabatan pelanggan terhadap profil pelanggan dan
persepsi pelanggan dengan SPSS statistic 20
5 Hasil uji chi square lama menjadi pelanggan terhadap profil pelanggan
dan persepsi pelanggan dengan SPSS statistic 20
6 Hasil uji chi square tempat terjadi transaksi pembelian terhadap
persepsi pelanggan dengan SPSS statistic 20
7 Hasil uji chi square persepsi pelanggan terhadap faktor yang paling di
pertimbangkan dalam memutuskan pembelian kayu jati bundar
Perhutani terhadap persepsi pelanggan dengan SPSS statistic 20
8 Hasil uji chi square persepsi pelanggan terhadap perbedaan kayu jati
bundar yang dipasok Perhutani dengan Pemasok lainnya terhadap
persepsi pelanggan dengan SPSS statistic 20
9 Hasil uji chi square persepsi pelanggan terhadap dari mana anda
mendapatkan informasi tentang produk kayu jati bundar dari Perum
Perhutani terhadap persepsi pelanggan dengan SPSS statistic 20
10 Output hasil uji cochran brand association produk kayu jati bundar
Perum Perhutani Klender Jakarta dengan SPSS statistic 20
11 Output hasil switcher, satisfied buyer,liking the brand, dan committed
buyer produk kayu jati bundar Perum Perhutani Klender Jakarta
12 Saluran distribusi berdasarkan hasil data primer melalui wawancara
1

50

52
55
55
56
56

57

57

57
58
60
62

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kayu merupakan komoditas bahan baku utama dalam segala jenis
konstruksi. Salah satu jenis kayu yang paling banyak diminati oleh para pelaku
bisnis kayu adalah kayu jenis jati (tectona grandis L.f.), karena mempunyai
kegunaan yang cukup luas. Produksi kayu jati banyak diminati oleh para
konsumen, karena secara teknis kayu jenis jati memiliki sifat yang baik dari segi
kekuatan, keawetan serta ketahanan terhadap serangan rayap.
Para pelaku usaha dalam bisnis kayu jati bundar di Indonesia bersaing
menghasilkan kayu jati bundar berkualitas tinggi untuk mencapai Standar
Internasional Indonesia (SNI), sehingga para konsumen mendapatkan kepuasan
dan kenyamanan dari produk yang dihasilkan para pelaku usaha. Bisnis usaha
kayu jati bundar yang tersertifikasi dan legal di Indonesia masih sangat terbatas.
Salah satu pelaku usaha kayu jati bundar yang memiliki legal dan sertifikasi di
Indonesia adalah Perum Perhutani.
Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang
Kehutanan. Wilayah kerjanya meliputi kawasan hutan Negara, baik hutan
produksi maupun hutan lindung, di Pulau Jawa dan Madura. Perum Perhutani
mengemban tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan pengelolaan
hutan dengan memperhatikan aspek produksi/ekonomi, aspek sosial dan aspek
lingkungan. Dalam operasinya, Perum Perhutani berada dalam pengawasan
Kementerian BUMN dan bimbingan teknis dari Kementerian Kehutanan (Laporan
Tahunan Perhutani 2012).
Perum Perhutani merupakan salah satu perusahaan kehutanan yang menjual
kayu tebangan dengan prinsip kelola lestari. Kayu bundar Jati telah menjadi
produk utama perusahaan selama lebih dari 50 tahun dan telah menjadi
“trademark” perusahaan, bahwa dimana “Java Teak” disitulah Perhutani. Tahun
2012, total pendapatan penjualan kayu dalam negeri mencapai Rp1.525,56 Miliar,
naik 8% dari pendapatan tahun 2011. Penjualan kayu tebangan memberi
kontribusi 41% dari seluruh total pendapatan perusahaan. Pendapatan tersebut,
berasal dari penjualan kayu bundar sebesar 976,736 m3 dengan rincian jenis Jati
sebesar 390,288 m3 dan jenis rimba sebesar 586,448 m3. Terhadap rencana tahun
2012, terdapat peningkatan volume penjualan hingga 6%, dikarenakan terdapat
tambahan penjualan dari sisa persediaan tahun sebelumnya.
Tabel 1 Produksi hasil hutan dan pemasaran/penjualan dalam negeri kayu jati
bundar Perum Perhutani 2009-2012
Uraian/analysis
PEMASARAN/PENJUALAN
Pemasaran dalam Negeri
Kayu Bundar Jati

Satuan
3

M

RKAP
314.616

2012
375.660

2011
379.604

Sumber: Laporan Tahunan Perhutani (2012)
Kayu jati dipasarkan dalam bentuk log dan kayu olahan. Pelanggan yang
membeli kayu jati berasal dari dalam negeri dan luar negeri. Pelanggan dalam

2
negeri dilayani oleh Kesatuan Bisnis mandiri (KBM) pemasaran kayu (untuk log)
dan KBM industri kayu (untuk kayu olahan). Kayu jati sebagai salah satu produk
unggulan perusahaan, memiliki kurva permintaan yang linier seiring dengan
kondisi perekonomian, baik untuk permintaan di pasar global maupun nasional.
Untuk permintaan di pasar domestik, produk kayu jati perusahaan baik masih
berupa tebangan maupun olahan tetap mendominasi.
Sejak tahun 2010 Perum Perhutani telah mengembangkan Program
Customer Relationship Management, yang merupakan strategi pengelolaan
hubungan dengan konsumen yang memperhatikan persyaratan yang diminta
pelanggan untuk mendapatkan tingkat kepuasan pelanggan yang diinginkan salah
satunya yaitu melaksanakan survey kepuasan pelanggan dan menerapkan produk
branding. Selama 3 tahun pelaksanaan didapatkan hasil survei kepuasan
pelanggan bahwa perkembangan kepuasan pelanggan selalu meningkat seperti
pada tabel 2 hasil survei sebagai berikut.
Tabel 2 Hasil survei pelanggan
No

KBM

Nilai bobot inndeks
Kategori
kepuasan

Responden yang
menjawab
Puas
tidak
puas

76.29

%
Puas

%
87.26

%
12.74

78.39

Puas

89.82

10.18

Kepuasan
Tahun 2011

1

Korporat
Sar
Kayu

Nilai bobot inndeks
Kepuasan

Kategori
kepuasan

Tahun 2012
%
%
91.63
Sangat
Puas
95.91
Sangat
Puas

Responden yang
menjawab
Puas
tidak
puas
%
91.87

%
8.13

93.13

6.87

Sumber: Laporan Tahunan Perhutani (2012)
Perum Perhutani ingin melakukan komunikasi pemasaran dengan
mendapatkan umpan balik dari para konsumen atas berbagai produk dan jasa
dimana salah satunya produk kayu jati bundar, tujuannya untuk menetapkan
strategi pemasaran yang paling tepat untuk masing-masing kelompok produk dan
pola pengembangan yang harus dilakukan untuk suatu produk tertentu agar
mampu memenuhi harapan konsumen. Dengan dipenuhinya harapan dan
kepuasan konsumen maka pemasaran produk tertentu akan lebih terjamin dalam
jangka panjang. Perencanaan produksi maupun investasi yang dilakukan oleh
Perusahaan akan semakin efektif dan effisien serta memberikan imbal hasil yang
lebih optimal (Laporan Tahunan Perhutani 2012).
Peneliti ingin melakukan survey pelanggan untuk mengetahui persepsi
konsumen, tingkat kepuasan dan loyalitas konsumen terhadap salah satu produk
Perum Perhutani yaitu kayu jati bundar, dengan melakukan analisis mengenai
brand equity yang dilihat dari empat elemen utama, yaitu brand awareness, brand
association, perceived quality dan brand loyalty. dimana informasi tersebut dapat
menyusun strategi pemasaran dalam mencapai loyalitas pelanggan dan bagaimana
penempatan posisi merek produk kayu jati bundar di banding dengan
kompetitornya. Selain itu, dapat diketahui pula faktor-faktor yang mempengaruhi
brand image yang akan menjadi referensi Perum Perhutani dalam menentukan
strategi pengembangan brand image kayu jati bundar.

3
Perumusan Masalah
Perum Perhutani sebagai salah satu Produsen kayu jati bundar bersertifikasi
dan legal memiliki rencana jangka panjang dalam menentukan strategi pemasaran
yang mampu meningkatkan kepuasan pelanggan, meningkatkan pendapatan dan
memberikan keuntungan bagi perusahaan. Kajian kualitas merek seperti apa yang
perlu di evaluasi untuk meningkatkan loyalitas konsumen sehingga mampu
membedakan kualitas dengan produsen pesaing. Wilayah Klender Jakarta
merupakan salah satu tempat pelanggan kayu jati bundar Perhutani diantaranya
pedagang trader/perantara, pengolah langsung, dan pengrajin. Pedagang kayu jati
bundar di Klender berada di satu jalan yaitu jalan revolusi dimana di wilayah
tersebut ada beberapa penjual kayu jati bundar. Kayu jati bundar yang dijual di
wilayah tersebut terutama kayu jati bundar Perhutani secara umum dijual kembali
ke industri. oleh karena itu beberapa pertanyaan yang dapat diajukan untuk
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana brand equity Kayu Jati Bundar Perum Perhutani studi kasus
wilayah Klender Jakarta?
2. Bagaimana hubungan antar variabel dari persepsi pelanggan dengan variabel
dari profil pelanggan untuk produk Kayu Jati Bundar Perum Perhutani studi
kasus wilayah Klender Jakarta?

Tujuan Penelitian
Kajian dilaksanakan, baik dari sisi konsumen maupun kompetitornya, untuk:
1. Menganalisis brand equity untuk mengetahui tingkat kepuasan dan loyalitas
konsumen terhadap produk Kayu Jati Bundar Perum Perhutani studi kasus
wilayah Klender Jakarta
2. Menganalisis hubungan variabel dari persepsi pelanggan dan variabel dari
profil pelanggan.

Manfaat Penelitian
manfaat penelitian yang dikaji dalam penelitian ini, yakni:
1. Bagi penulis, sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana pada
Program Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor, dan untuk meningkatkan kemampuan
dalam mengamati, mengumpulkan, menganalis data serta mampu
mengaplikasikan ilmu yang sudah didapatkan.
2. Sebagai sumber referensi dan pengembangan lebih lanjut bagi penelitian
mengenai merek.

Ruang Lingkup Penelitian
Pelaksanaan penelitian ditetapkan dengan beberapa batasan ruang lingkup
antara lain adalah penelitian ini fokus pada analisis brand equity kajian merek

4
dari Perum Perhutani yaitu produk kayu jati bundar studi kasus wilayah Klender
Jakarta. Secara garis besar pelaksanaan kajian merek produk kayu jati bundar ada
di wilayah Klender Jakarta dengan responden yang dipilih sebagai objek
penelitian adalah konsumen yang membeli produk kayu jati bundar di Perum
Perhutani seperti industri, pedagang, ataupun pengrajin.

TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Kayu
Kayu sebagai hasil hutan sekaligus hasil sumber kekayaan alam, merupakan
bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai dengan
kemajuan teknologi. Kayu memiliki beberapa sifat yang istimewa, karena tidak
dapat ditiru oleh bahan-bahan lain. Kayu dapat didefinisikan sebagai sesuatu
bahan, yang diperoleh dari hasil pemungutan pohon-pohon di hutan, sebagai
bagian dari suatu pohon. Dalam hal pengelolaannya lebih lanjut, perlu
diperhitungkan secara cermat bagian-bagian kayu manakah yang dapat lebih
banyak dimanfaatkan untuk suatu tujuan tertentu. Ditilik dari tujuan
penggunaannya, kayu dapat dibedakan atas kayu pertukangan, kayu industri dan
kayu bakar. Pohon sebagai satu kesatuan memiliki bagian-bagian yang penting.
Bagian-bagian penting tersebut adalah akar, batang, cabang, ranting, dan daun
(Dumanauw 2001).
Bagian-Bagian Kayu
Dumanauw (2001) menyatakan bagian-bagian kayu secara singkat dapat
dipaparkan dengan (Gambar 1) berikut.

Gambar 1 Bagian-bagian kayu (Dumanauw 2001)
1. Kulit.Kulit terdapat pada bagian terluar dan mempunyai dua bagian, yaitu
a. Kulit bagian luar yang mati dan mempunyai ketebalan yang bervariasi
menurut jenis pohonnya
b. Kulit bagian dalam yang bersifat hidup dan tipis
2. Kambium. Kambium merupakan jaringan yang mempunyai lapisan tipis dan
bening, melingkari kayu. Fungsi kambium ke arah luar, kambium membenruk
kulit baru menggantikan kilit lama yang telah rusak; dan ke arah dalam,
membentuk kayu yang baru. Dengan adanya kambium pohon lambat laun
dapat bertambah besar. Sementara itu, pertumbuhan meninggi ditentukan oleh
jaringan meristem. Kambium terletak di antara kulit dalam dan kayu gubal.
3. Kayu gubal. Kayu gubal adalah bagian kayu yang masih muda. Terdiri dari
sel-sel yang masih hidup dan terletak di sebelah dalam kambium. Kayu gubal
berfungdsi sebagai penyalur cairan dan tempat penimbunan zat-zat makanan.
Tebal lapisan kayu gubal bervariasi, menurut jenis pohonnya. Umumnya jenis
pohon yang tumbuh cepat mempunyai lapisan kayu gubal lebih tebal
dibansingkan kayu terasnya. Kayu gubal biasanya mempunyai warna terang.

6
4. Kayu teras. Kayu teras terdiri dari sel-sel yang dibentuk melalui perubahanperubahan sel hidup pada lingkaran kayu gubal bagian dalam. Terbentuknya
kayu teras disebabkan oleh terhentinya fungsi sebagai penyalur cairan dan
proses-proses lain dalam kahidupan kayu. Ruang dalam kayu teras dapat
mengandung berbagai macam zat yang memberi warna lebih gelap, tetapi tidak
semua jenis kayu yang memiliki zat ekstraksif dapat dipastikan keawetannya.
5. Hati. Hati merupakan bagian kayu yang terletak pada pusat lingkaran tahun
(tidak mutlak pada kayu bontos). Hati berasal dari kayu awal, yaitu bagian
kayu yang pertama kali dibentuk oleh kambium. Oleh karena itu, umumnya
hati mempunyai sifat rapuh atau lunak.
6. Lingkaran tahun. Lingkaran tahun adalah batas antara kayu yang terbentuk
pada permulaan dan akhir suatu musim. Melalui lingkaran-lingkaran tahun ini
dapat diketahui umur suatu pohon. Apabila pertumbuhan diameter (membesar)
terganggu oleh musim kering karena pengguguran daun ataupun serangan
serangga/hama.
Kerusakan dan Cacat-Cacat Kayu
Dumanauw (2001) menyatakan bentuk-bentuk cacat pada suatu kayu
banyak sekali. Cacat-cacat kayu tersebut sekurang-kurangnya ada delapan
sebagaimana dijelaskan berikut ini.
1. Cacat mata kayu. Mata kayu adalah lembaga atau bagian cabang yang berada
di dalam kayu. mata kayu dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu mata kayu sehat,
mata kayu lepas dan mata kayu busuk.
2. Pecah dan belah. Pada badan kayu bulat atau pada bontos kayu bulat sering
terlihat adanya serat-serat yang terpisah memanjang. Berdasarkan ketentuan
pengujian kayu, lebar terpisahnya serat yang tidak melebihi 2 mm dinamakan
retak. Apabila tidak lebih dari 6 mm dikatakan pecah, dan kalau lebarnya lebih
dari 6 mm disebut belah.
3. Pecah busur dan pecah gelang. Pecah busur adalah pecah yang mengikuti
arah lingkaran tumbuh, bentuknya kurang dari setengah lingkaran. Adapun
pecah gelang adalah kelanjutan pecah busur yang kedua ujungnya bertemu
membentuk lingkaran penuh atau lebih dari setengah lingkaran.
4. Hati rapuh. Hati ialah pusat lingkaran tumbuh kayu bulat. Hati berbeda
dengan pusat bontos. Letak hati mungkin saja tidak sama dengan pusat bontos,
tapi ada kalanya berhimpit. Pengertian rapuh ialah tahap pertama proses
pembusukan. Bagian kayu rapuh menunjukkan tanda-tanda berkurangnya
kekerasan dan kepadatannya. Hati rapuh ini merupakan tanda khas yang umum
dimiliki kayu daun lebar di daerah tropis misalnya kayu meranti dan lain
sebagainya.
5. Arah serat. Ada beberapa jenis kayu (lara, kesambi, dan lain-lain) yang
memilikiserat berpadu. Secara umum, serat berpadu ini dianggap sebagai
kerugian karena kayu teresbut sukar dikerjakan. Di lain pihak, kayu semacam
ini mempunyai keteguhan belah yang tinggi, sehingga untuk keperluan tertentu
sangat baik. Serat berombak mempunyai kekurangan yang sama dengan serat
berpadu. Tapi ada kalanya serat berombak ini justru bisa menimbulkan lukisan
yang indah. Untuk keperluan tertentu serat ini sangat tinggi nilainya. Lain
halnya dengan jenis kayu yang memiliki serat melintang, artinya jalannya serat
tidak sejajar dengan sumbu batang. Kayu yang digergaji dari batang semacam

7
ini sudah tentu akan mewarisi serat yang melintang pula. Serat ini akan
menyebabkan keteguhan kayu berkurang.
6. Jamur penyerang kayu. Jamur penyerang kayu dapat dibedakan menjadi tiga
yaitu Jamur pembusuk
kayu, Jamur pelapuk kayu, Jamur penyebab noda kayu.
7. Serangga perusak kayu. Serangga-serangga perusak kayu antara lain rayap,
kumbang kayu, dan bubuk kayu. Sudah barang tentu kekuatan kayu akan
berkurang, karena serangga-serangga tersebut merusak kayu dengan membuat
lubang-lubang terowongan di dalam kayu sebagai makanan dan tempat
tinggalnya.
8. Lubang gerek dan lubang cacing laut. Lubang gerek ialah lubang-lubang
pada kayu yang disebabkan oleh serangga penggerek. Lubang cacing laut ialah
lubang-lubang pada kayu yang disebabkan oleh cacing-cacing laut.

Jati (Tectona Grandis L.F.)
Jati dengan nama ilmiah T. grandis L.f. termasuk ke dalam famili
Verbenaceae. Jati dikenal pula dengan nama daerah sebagai berikut: deleg,
dodolan, jate, jatih, jatos, kiati dan kulidawa. Di berbagai negara, jati lebih dikenal
dengan nama giati (Venezuela), teak (Burma, India, Muangthai, Amerika Serikat,
Inggris, Belanda, Jerman), kyun (Burma), sagwan (India), mai sak (Muangthai),
teck (Perancis) dan teca (Brazil) (Martawijaya et al. 1981).
Pada habitusnya, pohon dapat mencapai tinggi 45 m dengan panjang batang
bebas cabang 15-20 m, diameter dapat mencapai 220 cm, umurnya 50 cm, bentuk
batang tidak teratur. Penyebaran daerah phon jati berada di seluruh Jawa,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat (Sumbawa), Maluku
dan Lampung (Martawijaya et al. 1981).
Ciri Umumnya, warna kayu teras berwarna coklat muda, coklat kelabu
sampai coklat merah tua atau merah coklat. Kayu gubal berwarna putih atau
kelabu kekuning-kuningan. Tekstur kayu jati agak kasar dan tidak merata. Arah
serat kayu jati lurus atau kadang-kadang agak terpadu. Kesan raba kayu jati
permukaan kayu licin atau agak licin, kadang-kadang seperti berminyak. Gambar
lingkaran tumbuh nampak jelas, baik pada bidang transversal maupun radial,
seringkali menimbulkan gambar yang indah. Bau kayu jati berbau bahan
penyamak yang mudah hilang (Martawijaya et al. 1981).
Strukturnya, pori kayu jati sebagian besar atau hampir seluruhnya soliter
dalam susunan tata lingkar, diameter 20-40 µ (mikron), frekuensi 3-7 per mm2.
Parenkim termasuk tipe paratrakeal berbentuk selubung lengkap atau tidak
lengkap. Di samping itu terdapat pula parenkim apotrakeal berbentuk pita
tangensial pendek atau panjang. Parenkim terminal terdapat pada batas lingkaran
tumbuh. Jari-jari kayu jati homogen, lebar 50-100 µ, tinggi 500-2000 µ, frekuensi
4-6 per mm. Panjang serat kayu jati rata-rata 1.316 µ dengan diameter 24,8 µ,
tebal dinding 3,3 µ dan diameter lumen 18,2 µ (Martawijaya et al., 1981).
Sifat Fisisnya, berat jenis kayu jati dan kelas kuat jati adalah 0,67 (0,620,75); II. Penyusutan kayu jati sampai kering tanur 2,8% (R) dan 5,2% (T)
(Martawijaya et al., 1981). Keawetan kayu jati termasuk kelas awet II,
berdasarkan hasil percobaan laboratoris terhadap Cryptotermes cynocephalus

8
Light dan percobaan kuburan terhadap jamur dan rayap tanah. Jenis kayu ini juga
dilaporkan tahan terhadap serangan jamur, antara lain schizophyllum commune.
Keterawetan kayu jati secara peleburan dengan Carbolineum dan NaF
memberikan hasil penetrasi obat yang dalam (Martawijaya et al. 1981).
Karena sifat-sifatnya yang baik, kayu jati merupakan jenis kayu yang paling
banyak dipakai untuk berbagai keperluan, terutama di pulau Jawa. Kayu jati
praktis sangat cocok untuk segala jenis konstruksi seperti tiang, balok dan gelagar
pada bangunan rumah dan jembatan, rangka atap, kosen pintu dan jendela, tiang
dan papan bendungan dalam air tawar, bantalan dan kayu perkakas kereta api,
mebel, alat-alat yang memerlukan perubahan bentuk yang kecil, kulit dan dek
kapal, lantai (papan dan parket) dan sirap (Martawijaya et al. 1981).
Meskipun kayu jati mempunyai kegunaan yang luas, tetapi karena sifatnnya
agak rapuh, kurang baik untuk digunakan sebagai bahan yang memerlukan
kekenyalan tinggi seperti tangkai perkakas, alat olah raga, peti pengepak dan
sebagainya. Jati merupakan kayu yang paling baik untuk pembuatan kapal yang
berlayar di daerah tropis. Kayu jati dapat juga dipakai untuk tong, pipa dan lainlain dalam industri kimia dan mempunyai daya tahan terhadap berbagai bahan
kimia. Selain daripada itu dikabarkan juga bahwa kayu jati dapat dipakai sebagai
obat kolera dan kejang usus (Martawijaya et al. 1981).

Pengertian Merek
American Marketing Association mendefinisikan merek sebagai “nama,
istilah, tanda, lambang, atau desain, atau kombinasinya, yang dimaksudkan untuk
mengidentifikasikan barang atau jasa dari salah satu penjual atau kelompok
penjual dan mendiferensiasikan mereka dari para pesaing. Maka merek adalah
produk atau jasa yang dimensinya mendiferensiasikan merek tersebut dengan
beberapa cara dari produk atau jasa lainnya yang dirancang untuk memuaskan
kebutuhan yang sama. Perbedaan ini bisa fungsional, rasional, atau nyata yang
berhubungan dengan kinerja produk dari merek. Perbedaan ini bisa juga lebih
bersifat simbolis, emosional, atau tidak nyata yang berhubungan dengan apa yang
direpresentasikan merek (Kotler dan Keller 2008). Merek diartikan sebagai nama
dan atau simbol yang bersifat membedakan (sebuah logo, cap, atau kemasan)
dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau
sebuah kelompok penjual tertentu, dengan demikian membedakannya dari barangbarang dan jasa yang dihasilkan para kompetitor (Aaker 1997).

Pengertian Brand Equity
Menurut Aaker (1997), brand equity adalah seperangkat aset dan liabilitas
merek yang terkait dengan suatu merek nama dan simbol mampu menambah atau
mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa, baik pada
perusahaan maupun pada pelanggan. Agar aset dan liabilitas mendasari ekuitas
merek, maka aset dan liabilitas merek harus berhubungan dengan nama atau
sebuah simbol. Dengan demikian, jika dilakukan perubahan terhadap nama dan

9
simbol merek, maka beberapa atau semua aset dan liabilitas yang menjadi dasar
ekuitas merek akan berubah pula.
Menurut Aaker (1997), brand equity (Gambar 2) dapat dikelompokkan
kedalam lima kategori, yaitu :
1. Brand awareness. Menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk
mengenali dan mengingat kembali suatu merek, sebagai bagian dari suatu
kategori produk tertentu.
2. Brand association. segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait
dengan ingatannya mengenai suatu merek.
3. Perceived quality. Persepsi pelanggan terhadap keseluruhan mutu atau
keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang
diharapkan oleh pelanggan.
4. Brand loyalty. suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek.
5. Other proprietary brand assets (aset-aset merek lainnya). Aset-aset merek
lainnya akan sangat bernilai jika aset-aset itu menghalangi dan mencegah para
kompetitor menggerogoti loyalitas konsumen. Aset-aset merek lainnya seperti
paten, cap dagang dan saluran hubungan.
Perceived Quality
Brand Association

Brand Awareness
Brand Equity

Other proprietary
brand assets

Brand Loyalty

Memberikan nilai kepada
pelanggan dengan memperkuat :

Memberikan nilai kepada
perusahaan dengan memperkuat :

 Intrepetasi / proses
informasi
 Rasa percaya diri dalam
pembelian
 Pencapaian kepuasan dari
pelanggan

 Efisiensi dan efektivitas
program pemasaran
 Brand loyalty
 Harga / laba
 Perluasan merek
 Peningkatan perdagangan
 Keuntungan kompetitif

Gambar 2 Konsep brand equity (Aaker 1997)
Pengertian Brand Awareness
Aaker (1997) menjelaskan bahwa pengertian brand awareness adalah
kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali
bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Penjelasan
mengenai piramida brand awareness (Gambar 3) dari tingkatan terendah sampai
tingkat tertinggi (Aaker 1997) adalah sebagai berikut :

10
1. Unaware of brand (tidak menyadari merek). Tingkatan ini merupakan
tingkat yang paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana
konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek.
2. Brand recognition (pengenalan merek). Tingkatan ini merupakan tingkat
minimal dari kesadaran merek. Hal ini penting pada saat seseorang pembeli
memilih suatu merek pada saat melakukan pembelian.
3. Brand recall (pengingatan kembali terhadap merek). Tingkatan ini
merupakan pengingatan kembali konsumen terhadap merek yang didasarkan
pada permintaan seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu
kelas produk.
4. Top of mind (puncak pikiran). Tingkatan yang terdapat dalam merek yang
paling banyak disebutkan pertama kali apabila seseorang ditanya secara
langsung tanpa diberi bantuan.
Top Of
Mind
Brand Recall
Brand Recognition

Unware Brand

Gambar 3 Piramida brand awareness (Aaker 1997)
Pengertian Brand Association
Aaker (1997), menjelaskan bahwa pengertian brand association adalah
segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek. Asosiasi itu tidak
hanya eksis, namun juga memiliki suatu tingkat kekuatan. Keterkaitan pada suatu
merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau
penampakkan untuk mengkomunikasikannya. Berbagai asosiasi yang diingat
konsumen dapat dirangkai, sehingga membentuk citra tentang merek atau brand
image didalam benak konsumen. Secara sederhana, pengertian brand image
adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk di benak konsumen.
Pengertian Perceived Quality
Aaker (1997), pengertian perceived quality adalah persepsi pelanggan
terhadap keseluruhan mutu atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan
berkaitan dengan maksud yang diharapkan. Berbagai hal yang harus diperhatikan
dalam membangun perceived quality :
1. Komitmen terhadap kualitas. Perusahaan harus mempunyai komitmen
terhadap kualitas serta memelihara kualitas secara terus menerus. Upaya
memeliharakualitas bukan hanya basa basi tetapi tercermin dalam tindakan
tanpa kompromi.
2. Budaya kualitas. Komitmen kualitas harus terefleksi dalam budaya
perusahaan, norma perilakunya, dan nilai-nilai. Jika perusahaan dihadapkan
kepad a pilihan kualitas dan biaya maka kualitas yang harus dimenangkan.

11
3. Informasi masukan dari pelanggan. Pada akhirnya dalam membangun
perceived quality pelangganlah yang mendefinisikan kualitas. Sering kali para
pemimpin keliru dalam memperkirakan apa yang dianggap penting oleh
pelanggannya.
4. Sasaran/standar yang jelas. Sasaran kualitas harus jelas dan tidak terlalu
umum karena sasaran kualitas yang terlalu umum cenderung menjadi tidak
bermanfaat. Kualitas juga harus memiliki standar yang jelas, dapat dipahami
dan diprioritaskan. Terlalu banyak sasaran tanpa prioritas sama saja dengan
tidak mempunyai sasaran yang fokus yang pada akhirnya akan membahayakan
kelangsungan perusahaan itu sendiri.
5. Kembangkan karyawan yang berinisiatif. Karyawan harus dimotivasi dan
diizinkan untuk berinisiatif serta dilibatkan dalam mencari solusi masalah yang
dihadapi dengan pemikiran yang kreatif dan inovatif. Karyawan juga secara
aktif dilibatkan dalam pengendalian kualitas layanan.
Pengertian Brand Loyalty
Menurut Aaker (1997), tingkatan brand loyalty (Gambar 4) terdiri dari:
1. Switcher (berpindah-pindah). Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas
ini dikatakan sebagai pelanggan yang berada pada tingkat paling dasar.
Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari
suatu merek ke merek-merek yang lain, mengindikasikan mereka sebagai
pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut.
Ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu
produk karena harganya murah.
2. Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan). Pembeli yang berada
pada tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas
dengan merek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya tidak mengalami
ketidakpuasan dalam mengkonsumsi merek produk tersebut.
3. Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan). Pada tingkatan
ini, pembeli merek masuk dalam kategori puas bila dapat mengkonsumsi
merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja mereka memindahkan
pembeliannya ke merek lain dengan menanggung switching cost (biaya
peralihan) yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja yang melekat
dengan tindakan mereka beralih merek.
4. Liking the brand (menyukai merek). Pembeli yang masuk dalam kategori
loyalitas ini merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek
tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional yang terkait pada
merek. Rasa suka pembeli bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan
simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik yang
dialami pribadi maupun oleh kerabatnya ataupun disebabkan oleh perceived
quality yang tinggi.
5. Committed buyer (pembeli yang komit). Pada tahapan ini pembeli merupakan
pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna
suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka
dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa
sebenarnya mereka. Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli
ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek
tersebut kepada pihak lain. Tiap tingkatan loyalitas merek mewakili tantangan

12
yang berbeda dan mewakili tipe aset yang berbeda dalam pengelolaan dan
eksploitasinya.

Committed
buyer
Liking the brand
Satisfied buyer
Habitual buyer
Switcher

Gambar 4 Piramida brand loyalty (Aaker 1997)
Dari piramida loyalitas tersebut terlihat bahwa merek yang belum memiliki
brand equity yang kuat, porsi terbesar konsumennya berada pada tingkatan
switcher. Selanjutnya, porsi terbesar kedua ditempati oleh konsumen yang berada
pada taraf habitual buyer, hingga porsi terkecil ditempati oleh committed buyer.
Meskipun demikian, bagi merek yang memiliki brand equity yang kuat, tingkatan
dalam brand loyalty diharapkan membentuk segitiga terbalik, yaitu makin ke atas
makin melebar, sehingga diperoleh jumlah committed buyer yang lebih besar
daripada switcher (gambar 5).
Committed
buyer
Liking the brand
Satisfied buyer
Habitual buyer
Switcher

Gambar 5 Piramida brand loyalty bentuk segitiga terbalik (Aaker 1997)
Hasil Penelitian yang Relevan
Ferdie Pratama (2006) melakukan analisis analisis brand equity pocari
sweat dalam persaingan industri minuman (studi kasus : mahasiswa di bogor).
Dalam penelitian ini dipelajari posisi kekuatan merek pocari sweat ditengah
persaingan merek industri minuman dari perspektif konsumen. Alat analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik korelasi product moment, alfa
cronbach, metode spearman-brown, skala likert, rataan dan simpangan baku, skala
semantic differential, analisis biplot, uji cochran, dan analisis deskriptif.
Hasil penelitian tersebut, di dalam elemen brand awareness, merek Pocari
Sweat memiliki posisi tertinggi pada tingkatan top of mind. Sedangkan pada
brand recall posisi tertinggi ditempati oleh merek Mizone. Asosiasi yang
membentuk brand image merek Pocari Sweat yaitu, aman bagi kesehatan, dan
rasa yang segar pelepas dahaga. Merek Mizone mendapatkan empat brand image,

13
yaitu kemasannya menarik, aromanya enak, aman bagi kesehatan dan rasa yang
segar pelepas dahaga. Sedangkan merek ProSweat tidak memiliki asosiasi yang
dapat menjadi brand image.
Pada elemen perceived quality, konsumen menilai bahwa merek Pocari
Sweat memiliki keunggulan yang lebih banyak dibandingkan merek lainnya, yaitu
dari atribut manfaat, aman bagi kesehatan, menghilangkan dehidrasi, rasa dan
memulihkan stamina. Keunggulan dari atribut aroma, kemasan dan volume diraih
oleh merek Mizone. Sedangkan Aqua dipandang oleh konsumen memiliki
keunggulan dari atribut harga dan kemudahan mendapat. Merek Pocari Sweat
memiliki karakteristik dari atribut manfaat, aman bagi kesehatan, menghilangkan
dehidrasi dan memulihkan stamina yang tercermin dari kedekatan antara posisi
relatif merek dengan atribut. Brand loyalty merek Pocari Sweat memiliki nilai
6,94% pada tingkatan switcher. Tingkatan habitual buyer memliki nilai sebesar
20,14%, tingkatan satisfied buyer memiliki nilai sebesar 63,19%, tingkatan liking
the brand memiliki nilai sebesar 61,81% dan yang terakhir tingkatan committed
buyer memiliki nilai 7,64%. Sementara itu, bentuk piramida brand loyalty Pocari
Sweat belum memperlihatkan bentuk piramida terbalik yang menunjukkan bahwa
brand loyalty Pocari Sweat belum kuat.
Sunda (2011) melakukan analisis brand equity radio megaswara dalam
persaingan industri penyiaran radio. Alat analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah software SPSS versi 16.0, teknik alpha cronbach, Skala
likert, rataan, simpangan baku, uji cochran, analisis deskriptif, dan skala semantic
differential. Pada analisis brand awareness PT. Radio Megaswara Bogor yang
mencakup top of mind, brand recall, brand recognition dan brand unaware.
Untuk analisis top of mind dapat diketahui merek PT. Radio Megaswara Bogor
menempati urutan tertinggi dengan presentase 43%, untuk analisis brand recall
diperoleh merek kisi yang paling banyak disebut dengan presentase 49% setelah
merek pertama kali disebut, sedangkan merek Megaswara hanya memperoleh
sebesar 25%, untuk analisis brand recognition diketahui tidak ada yang perlu
diberi bantuan dalam mengenal merek Megaswara, dan untuk analisis brand
unaware, diketahui bahwa tidak ada seorangpn yang tidak mengenal merek PT.
Radio Megaswara atau lebih sering di sebut Megaswara.
Pada analisis brand loyalty yang mencakup switcher, habitual buyer,
satisfied buyer, liking the brand dan committedbuyer, PT. Radio Megaswara
Bogor menunjukan brand loyalty pada piramida brand loyalty Megaswara Bogor
menunjukan tingkat loyalitas committed buyer yang buruk tapi hanya sampai
dengan kelompok swither yang menunjukan rentang skala buruk, ini dikarenakan
para pendengar biasanya memindahkan frekuensi stasiun radio atau acara yang
sedang di dengarkan telah selesai atau mencari acara pada stasiun radio lainya
yang menurut mereka lebih menarik. Sedangkan pada kelompok liking the brand,
satisfied buyer dan habitual buyer memiliki rentang skala cukup hingga baik,
pada satisfied buyer termasuk dalam skala baik ini dikarenakan tidak adanya
keluhan pada acara dan kualitas yang diberikan stasiun radio megaswara pada
pendengarnya sehingga rasa kepuasan yang didapatkan para pendengar terpenuhi.
Liking the brand juga masuk dalam skala baik, yang harus menjadi perhatian
adalah pada habitual buyer yang memasuki skala cukup ini perlu ditingkatkan
karena dengan meningkatnya habitual buyer maka akan meningkatkan secara
otomatis commited buyer.

METODE
Kerangka Pemikiran
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis elemen-elemen utama brand
equity (ekuitas merek), yaitu brand awareness atau kesadaran merek, dari elemen
ini akan diketahui top of mind dan brand recall dari kayu jati bundar Perum
Perhutani yang akan membentuk bagaimana mengasosiasikan merek. Kedua,
elemen brand association atau kesan merek, dari elemen ini akan membentuk
persepsi kualitas dari suatu merek. Ketiga, elemen perceived quality atau persepsi
kualitas terhadap merek, elemen ini akan mengetahui persepsi pelanggan terhadap
suatu merek yang akan membentuk loyalitas terhadap suatu merek. Terakhir,
elemen brand loyalty atau kesetiaan terhadap merek, elemen ini akan
mengidentifikasi bagaimana pelanggan loyal atau tidak loyal terhadap suatu
merek. Kerangka dapat dilihat pada (Gambar 6).
Kayu Jati Bundar
Perum Perhutani

Analisis
Brand
Awareness

Analisis
Brand
Association

Analisis
Perceived
Quality

Analisis
Brand
Loyalty

Korelasi Profil
pelanggan dan
persepsi
pelanggan

Analisis
Deskriptif

Analisis Uji
Cochran

 Skala
Likert
 Skala
Semantic
Differential

Analisis
Deskriptif

Analisis Uji
Chi Square

Brand Equity kayu jati bundar
Perum Perhutani

Gambar 6 Kerangka pemikiran

15
Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian Kajian Brand Equity Produk Kayu Jati Bundar
Perum Perhutani terhadap Loyalitas Konsumen di wilayah Klender Jakarta.
Penentuan lingkup wilayah (lokasi) kegiatan survey dimaksudkan karena sebagian
konsumen kayu jati bundar Perhutani berada di wilayah Klender Jakarta.
Pengumpulan data penelitian dilakukan pada tanggal 1 november 2013 – 1Juni
2014, dengan mengambil data di Klender Jakarta pada pedagang kayu jati
gelondongan, industri kayu, dan pengrajin mebel.

Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan kuesioner yang
disusun untuk menganalisis dari elemen-elemen brand equity, bentuk pertanyaan
terdiri dari pertanyaan terbuka (open ended question) pertanyaan yang
memberikan kebebasan kepada responden untuk menjawab, pertanyaan tertutup
(close ended question) berupa pertanyaan yang alternatif jawabannya telah
disediakan, sehingga responden hanya memilih salah satu alternatif jawaban yang
telah disediakan, dan pertanyaan semi terbuka adalah sebuah pertanyaan yang
selain memberikan pilihan, juga menyediakan tempat untuk menjawab secara
bebas jika jawaban diluar jawaban yang tersedia. Data sekunder diperoleh dari
data perusahaan, media internet dan melalui studi literatur yang relevan
bermanfaat untuk membantu dalam mendesain survey yang akan dilakukan,
termasuk dalam membuat kuesioner dan menentukan responden survey.
Penentuan Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan nonprobability
sampling dengan teknik sampling jenuh. Menurut Sugiyono (2010) sampling
jenuh adalah teknik penentuan sampel dimana semua anggota populasi digunakan
sebagai sampel. Hal ini sering digunakan bila jumlah populasi relatif kecil,
misalnya kurang dari 30 orang. Istilah lain dari sampel jenuh adalah sensus,
dimana semua anggota populasi dijadikan sampel. Penelitian dilakukan di lokasi
klender Jakarta ditujukan pada pelanggan kayu jati bundar Perhutani. Jumlah
sampel yang didapat untuk penelitian brand equity kayu jati bundar Perhutani
sebanyak 24 responden pada wilayah Klender Jakarta. Responden yang di
wawancara adalah pelanggan kayu jati bundar perhutani dari pedagang, industri,
dan pengrajin kayu.

Analisis Data
Uji Validitas
Menurut Sugiyono (2010), instrumen yang valid berarti alat ukur yang
digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen
tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur. Sedangkan
hasil penelitian yang valid adalah bila terdapat kesamaan antara data yang
terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti.

16
Pengujian suatu butir kuesioner dapat dikatakan valid jika R-hitung (Corrected
Item-Total Correlation) lebih besar dari R-tabel.
Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas berguna untuk menetapkan apakah instrumen pada kuesioner
dapat digunakan lebih dari satu kali misalnya seseorang telah mengisi kuesioner
dimintakan mengisi kembali, isian kuesioner pertama dan kedua haruslah
dianggap sama, atau dengan kata lain kuesioner harus konsisten (Umar 2010).
Alat ukur yang digunakan dalampengujian reliabilitas adalah dengan melihat
cronbach‟s alpha. Uji reliabilitas dikatakan baik apabila nilai cronbach‟s alpha
lebih besar dari 0,60.
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis profil responden, elemen
brand awareness, dan brand loyalty. Data primer yang diperoleh ditabulasi ke
dalam kerangka table dan dilakukan analisis kemudian diintepretasikan. profil
responden yang akan dianalisis diantaranya meliputi nama perusahaan, kelompok
pelanggan, jabatan responden, dan lama menjadi pelanggan Perhutani. Pada
elemen brand awareness, analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui
besarnya masing-masing tingkatan di dalam elemen brand awareness, yaitu top of
mind, brand recall. Sedangkan pada brand loyalty diketahui hasil switcher,
satisfied, liking the brand dan committed buyer.
Skala Likert dan Rataan
Menurut Durianto dkk (2001) skala Likert merupakan skala pengukuran
yang dapat digunakan untuk menunjukkan tanggapan konsumen terhadap
karakteristik suatu produk. Informasi yang diperoleh dengan skala Likert berupa
skala pengukuran ordinal.
Sebagai gambaran bila peneliti memberi 5 alternatif terhadap
responden,maka rentang skala yang digunakan 1 sampai 5. Misalkan Pemetaan
bobot penilaian adalah sebagai berikut:
Skala 1 = bobot 1 (Sangat jelek)
Skala 2 = bobot 2 (Jelek)
Skala 3 = bobot 3 (Cukup)
Skala 4 = bobot 4 (Baik)
Skala 5 = bobot 5 (Sangat Baik)
Selanjutnnya, dari data yang diperoleh, dicari nilai rata-ratanya untuk
mengetahui ukuran pemusatan.
............................................................................(1)
Keterangan: Xi : nilai pengukuran ke-i
fi : frekuensi kelas ke-i
hasil dari nilai rata-rata tersebut kemudian dipetakan ke rentang skala yang
mempertimbangkan informasi interval tersebut:
............................(2)

17
Setelah besarnya interval diketahui,kemudian dibuat rentang skala sehingga
dapat diketahui dimana letak rata-rata penilaian responden terhadap setiap unsur
diferensiasinya. Rentang skala tersebut adalah:
1,00 – 1,80 = Sangat jelek
1,80 – 2,60 = Jelek
2,60 – 3,40 = Cukup
3,40 – 4,20 = Baik
4,20 – 5,00 = Sangat baik
Skala likert dan rataan digunakan untuk menganalisis perceived quality dan brand
loyalty.
Skala Semantic Differensial
Skala semantic differensial digunakan untuk menganalisis perceived quality
(kesan kualitas). Kesan kualitas yang akan diukur mengacu pada dimensi kesan
kualitas. Skala ini merupakan salah satu skala faktor yang dikembangkan untuk
menganalisis dua masalah (Durianto dkk 2001), yaitu :
1. Pengukuran populasi yang multidimensi
2. Pengungkapan dimensi yang belum dikenal atau belum diketahui
Tahap-tahap penggunaan skala sematic differential (Durianto dkk 2001):
1. Pemilihan konsep yang akan digunakan dalam studi
2. Menentukan pilihan dua kata yang akan ditempatkan dalam titik
kutub/ekstrem
3. Observasi tanggapan responden terhadap faktor-faktor tersebut, dengan
meminta kesediaan responden mengisi kolom-kolom alternatif yang tersedia
diantara dua kutub polar.
4. Menghitung rata-rata skor jawaban responden dan memplotnya dalam suatu
grafik yang akan menggambarkan kecenderungan positif atau negatif.
Untuk menginterpretasikan data yang diperoleh dengan skala ini, pertama
kalinya dapat dicari rentang skalanya. Hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
..................................................................................................(3)
Keterangan: m = skor tertinggi pada skala
n = skor terendah pada skala
b = jumlah kelas atau kategori yang dibuat
Cochran Test
Menurut Durianto dkk (2001), uji cochran digunakan p