The development of performance improvement strategy of Laboratory Assistant (PLP) in Bogor Agricultural University (IPB).

PENGEMBANGAN STRATEGI PENINGKATAN KINERJA
PRANATA LABORATORIUM PENDIDIKAN (PLP)
DI INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAISAL ALI AHMAD

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan Strategi
Peningkatan Kinerja Pranata Laboratorium Pendidikan (PLP) di Institut Pertanian
Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014
Faisal Ali Ahmad
NIM H251114091

RINGKASAN
FAISAL ALI AHMAD. Pengembangan Strategi Peningkatan Kinerja Pranata
Laboratorium Pendidikan (PLP) di Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh
ANGGRAINI SUKMAWATI dan ABDUL KOHAR IRWANTO.
Visi dan Misi Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk menjadi perguruan tinggi
bertaraf internasional dengan pencanangan Research Based University (RBU),
harus didukung oleh sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas tinggi. Institut
Pertanian Bogor sebagai lembaga pendidikan di Indonesia dalam rangka
pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS), didukung oleh
tenaga laboran. Tenaga laboran berperan sebagai motor penggerak laboratorium
untuk penelitian, pendidikan dan pengabdian kepada masyarakat dalam proses
belajar mengajar. Mengingat tenaga laboran berperan penting dalam pencapaian
tujuan organisasi, maka tenaga laboran perlu mendapat perhatian khusus dan perlu
dilakukan pengembangan-pengembangan agar kinerja dan kualitas tenaga laboran

semakin meningkat dan profesional.
Untuk mendorong tumbuhnya profesionalisme pengelola laboratorium,
perlu ada strategi atau pola pengembangan karir sebagai pengakuan dan
penghargaan terhadap kompetensi dan kinerja mereka. Pada awal tahun 2010,
berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi No. 03/Januari/2010, telah mulai menerapkan jabatan
fungsional pada teknisi, laboran, analis dan instruktur yang sekarang dikenal
dengan nama Pranata Laboratorium Pendidikan (PLP). Adapun prospek jabatan
fungsional PLP adalah: (1) kedudukan dalam organisasi jelas, (2) tugas terstruktur
dan berjenjang, (3) kemandirian tugas diakui, (4) jenjang jabatan jelas, bisa
sampai Madya (IV/c), (5) memperoleh tunjangan, dan (6) dengan prestasi dan
kinerja yang baik berpeluang untuk naik pangkat lebih cepat dalam waktu 2-4
tahun per jenjang (Permenpan, Mendiknas & KBKN, 2010). Dengan prospek
jabatan PLP di atas, diharapkan para pengelola laboratorium dapat meningkatkan
kinerjanya dan optimal dalam mengelola laboratorium dengan efektif dan efisien.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis strategi peningkatan kinerja
PLP di IPB dengan berlakunya jabatan fungsional, selain itu menganalisis faktor,
aktor, indikator, dan alternatif strategi yang berpengaruh secara dominan dalam
meningkatan kinerja PLP. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
rekomendasi strategi peningkatan kinerja PLP di Indonesia khususnya PLP di

IPB, dan sebagai bahan pertimbangan atau referensi untuk penelitian lebih lanjut.
Penelitian ini menggunakan model pendekatan struktur AHP (Analytical
Hierarchy Process), dengan Software Expert Choice 2000 sebagai alat untuk
melihat struktur dan prioritas utama alternatif strategi. Data yang digunakan
adalah data primer yang merupakan hasil wawancara terhadap 5 orang pakar yang
memiliki kapabilitas dalam manajemen kinerja, laboratorium dan pemahaman
terhadap peran dan tugas PLP. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi
literatur, jurnal, buku-buku dan laporan yang didapat dari direktorat SDM IPB.
Penelitian dilaksanakan di IPB selama 6 bulan dari bulan Februari sampai Juli
2013.
Hasil penelitian menunjukkan alternatif strategi yang paling penting dan
menjadi prioritas utama dalam rangka peningkatan kinerja PLP di IPB adalah

meningkatkan kesejahteraan dengan bobot (0.329). Sedangkan alternatif strategi
yang menjadi prioritas selanjutnya adalah memperbaiki gaya kepemimpinan
(0.242), mengembangkan kapabilitas diri (0.181), mengembangkan budaya
organisasi (0.166), dan menyediakan sarana dan prasarana yang sesuai (0.081),
yang secara sinergis dapat diterapkan dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang
harus diimplementasikan sebagai bagian dari indikator kinerja kunci dalam
mengembangkan tenaga PLP di IPB. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa

aktor yang paling terlibat dan berpengaruh dalam meningkatkan kinerja PLP
adalah kepala laboratorium dengan bobot sebesar (0.440), sedangkan tujuan yang
menjadi prioritas utama dalam meningkatkan kinerja PLP adalah meningkatkan
profesionalisme PLP (0.431). Faktor motivasi dengan bobot (0.291) merupakan
prioritas tertinggi yang mempengaruhi peningkatan kinerja PLP di IPB.
Kinerja PLP di IPB dapat ditingkatkan dengan memperhatikan
kesejahteraannya sejalan dengan diterapkannya jabatan fungsional PLP. Selain
itu, kepala laboratorium harus mendorong dan memotivasi para PLP dalam
meningkatkan kinerjanya dengan menjalankan fungsi coaching, sehingga PLP
mampu bekerja secara mandiri dan profesional serta memberikan pelayanan yang
terbaik dan berorientasi kepada kepuasan konsumen. Bila hal ini terwujud
merupakan indikasi bahwa IPB akan mampu mencapai visi dan misinya, dan IPB
dapat dikatakan memiliki daya saing yang nyata.
Kata kunci: AHP, kinerja, PLP, SDM, strategi

SUMMARY
FAISAL ALI AHMAD. The Development of Performance Improvement Strategy
of Laboratory Assistant (PLP) in Bogor Agricultural University (IPB). Supervised
by ANGGRAINI SUKMAWATI and ABDUL KOHAR IRWANTO.
Vision and Mission Bogor Agricultural University (IPB) to be international

university with applying of (RBU), it must be supported by high qualities human
resources (HR). IPB as an educational institution in Indonesia that develop
science, technology and art in this case, laboratory assistant is very important.
They have a role as a moving force laboratory for research, labs, education and
public service in learning process. As we know laboratory assistant is very crucial
to achieve the goal of organization, so they need special attention to develope and
increase their quality performance and professionally.
To encourage of professionalism, laboratory managers need strategy or
career development system in recognition of their competence and performance.
In early 2010, based on Minister of State of Administrative Reform and
Bureaucratic Reform No. 03/January/2010, has begun to implied functional force
as technicians, laboratory assistant, analysts and instructors, have been namely by
“Pranata Laboratorium Pendidikan (PLP)”. There are some prospect of PLP
functional force such as: (1) position in organization is clearly, (2) structured and
tiered assigment, (3) independent duty is recognized, (4) level of career is clearly,
can be up to Madya (IV/c), (5) to obtain benefit (extra salary), by good
achievement and performance, they have opportunity to move up faster within 2-4
years per level (Permenpan & KBKN, 2010). Based on the ministerial regulation
above, laboratory manager are expected to be more motivated to improve their
performance and professionalism in managing the laboratory effectively and

eficiently.
The purpose of this research was to analyze the performance improvement
strategy of PLP in IPB by applied functional force, besides that analyzed the
factors, actor, indicators, and alternative strategies are dominant influence in
improving the performance of PLP. The result of this study are expected to
provide recommendation of PLP performance improvement strategy in Indonesia
especially in IPB, and also as a reference to further research that related to this
topic. The research was conducted by using a structure approach model of
Analytical Hierarchy Process (AHP) with software Expert Choice 2000 as
instrument to know structure and strategy alternative priority. The data were
primary data and secondary data. The primary data were the result of interviewed
with five experts who have capabilities in performance management, laboratory,
and understand the roles and PLP duties. While the secondary data, was obtained
from literature, journals, books, and reports that get from IPB directorate of
human resource. The experiment was conducted at IPB for 6 months from
February until July 2013.
The research showed that the most important was strategy alternative, and
became a main priority in order to improve the performance of PLP in IPB
improved the welfare with the rank (0.329). While the next priority is strategy
alternative to improved PLP leadership style (0.242), developed their capacity

(0.181), developing organizational culture (0.166) and provide appropriate

facilities and infrastructure (0.081), which can be applied in a synergistic manner
policies that should be implemented as part of the key performance indicators in
developing power of PLP in IPB. The result was also showed that most actors
involved and influential in improving the performance of PLP, is the head of the
laboratory with the rank (0.440), while the goal is a main priority in improving
performance is increasing the professionalism of PLP (0.431). Motivation factor
with rank (0.291) is the highest priority that influence in improvement of PLP
performance in IPB.
In conclusion, performance of PLP in IPB can be improved by pay attention
their welfare. Besides that, the head of laboratory should be able to encourage and
motivate in improving their performance, so PLP is capable to work
professionally and give the best service to consumers.
Keywords: AHP, HR, performance, PLP, strategy

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGEMBANGAN STRATEGI PENINGKATAN KINERJA
PRANATA LABORATORIUM PENDIDIKAN (PLP)
DI INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAISAL ALI AHMAD

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Manajemen

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi: Dr Ir Muhammad Syamsun, MSc

Judul Tesis : Pengembangan Strategi Peningkatan Kinerja Pranata Laboratorium
Pendidikan (PLP) di Institut Pertanian Bogor
Nama
: Faisal Ali Ahmad
NIM
: H251114091

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Anggraini Sukmawati, MM
Ketua

Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
S2 Ilmu Manajemen

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 22 November 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari - September 2013

ini ialah manajemen strategi dan kinerja, dengan judul Pengembangan Strategi
Peningkatan Kinerja Pranata Laboratorium Pendidikan (PLP) di Institut Pertanian
Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Anggraini Sukmawati, MM
dan Bapak Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc selaku pembimbing. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Prof Dr Ir Ahmad Sulaeman,
Bapak Dr Komar Sutriah, Ibu Erlin Trisyulianti, STP MSi, Ibu Rini, STP MSi,
dan Ibu Dra Garti Sri Utami, MEd, yang telah menjadi pakar dan membantu
selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
Ayah, Ibunda, Istri, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2014
Faisal Ali Ahmad

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

1  PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian






4

2 TINJAUAN TEORI
Strategi Peningkatan Kinerja
Jabatan Fungsional Pranata Laboratorium Pendidikan
Penelitian Terdahulu

4
4
7
9

3  METODE PENELITIAN
Kerangka Konseptual Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Struktur Hirarki
Metode Pemilihan Pakar
Metode Pengolahan dan Analisis Data

10 
10 
11 
11
12
12
12

4  HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis SWOT
Proses Perumusan Struktur Hirarki
Analisis Hasil Pengolahan Vertikal
Analisis Hasil Pengolahan Horizontal
Implikasi Manajerial

16 
16 
21
22
31
33

5  SIMPULAN DAN SARAN

34

DAFTAR PUSTAKA

35 

LAMPIRAN

39

DAFTAR TABEL
1 Pangkat jabatan fungsional PLP dan sebaran PLP IPB dalam jabatan
tersebut
2 Matriks SWOT
3 Analisis SWOT pranata laboratorium pendidikan di IPB
4 Prioritas tujuan
5 Prioritas faktor
6 Tunjangan jabatan fungsional PLP
7 Bobot pengolahan horizontal pada level ketiga
8 Bobot pengolahan horizontal pada level keempat
9 Bobot pengolahan horizontal pada level kelima


13 
20 
26 
27 
28 
31 
32 
33 

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Sebaran PLP menurut fakultas dan jumlah laboratorium
Kerangka pemikiran penelitian
Struktur hirarki
Langkah-langkah penggunaan AHP
Dasar hukum pengembangan karir PNS
Level jabatan PLP terampil dan ahli
Bobot prioritas
Prioritas aktor yang berpengaruh dalam meningkatkan kinerja PLP
Hasil sintesis alternatif strategi terhadap fokus utama


11 
12 
15 
17 
17 
22 
23 
29 

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kompilasi penelitian terdahulu
2 Kuesioner penelitian
3 Hasil kombinasi pengolahan AHP
 

39
40 
51 

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perdagangan bebas di Asia yang ditandai dengan Asean Free Trade Area
(AFTA) mengharuskan semua sektor bersiap-siap masuk dalam persaingan,
termasuk bidang pendidikan. Gelombang pergerakan universitas-universitas di
negara berkembang seperti Hongkong, Thailand, Singapore, Malaysia, dan
Taiwan mengarah kepada universitas berkelas dunia (World Class University).
World Class University (WCU) menjadi aspirasi banyak perguruan tinggi di dunia
yang berusaha menempatkan diri dalam posisi terbaik pada pemeringkatan
tersebut. Dalam rencana pembangunan jangka panjang 2005-2025, pemerintah
Republik Indonesia bahkan menjadikan ini sebagai target yang harus dicapai pada
tahun 2014 (Renstra SDM IPB 2012).
Merespon berbagai perkembangan dan dinamika lingkungan tersebut
menuntut Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk mampu mengelola seluruh
sumberdaya yang dimiliki guna mencapai visi dan misinya. Sebagaimana
diketahui bersama, bahwa visi dan misi IPB untuk menjadi perguruan tinggi
bertaraf internasional serta pencanangan IPB menjadi Research Based University
(RBU) harus didukung oleh sumberdaya manusia (SDM), karena organisasi
merupakan sistem sosial dengan SDM sebagai faktor utama untuk mencapai
efektivitas dan efisiensi (Rad dan Yarmohammadian 2006). Menurut Wirawan
(2009) dalam pencapaian visi dan misinya, setiap organisasi memerlukan
sumberdaya yang merupakan sumber energi, tenaga, dan kekuatan yang
diperlukan untuk menciptakan daya gerakan, aktifitas, kegiatan dan tindakan.
Sumberdaya manusia merupakan sumberdaya terpenting bagi setiap
organisasi yang harus dikelola dengan baik, karena memiliki SDM yang
mempunyai kinerja tinggi dan kompeten merupakan impian dan harapan dari
setiap organisasi. SDM memegang peranan dalam rangka pencapaian tujuan
organisasi, karena SDM merupakan sumberdaya yang digunakan untuk
menggerakkan dan menyinergikan sumberdaya lainnya. Apabila SDM yang
dimiliki berkualitas dan kompeten sesuai dengan harapan organisasi, maka
organisasi tersebut dapat dikatakan memiliki daya saing yang nyata. Menurut
Mangkuprawira (2008), pemahaman tentang kualitas SDM dalam pendekatan
manajemen mutu SDM modern, dicermati sebagai upaya membangun pendekatan
yang lebih holistik dan komprehensif serta integral. SDM yang berkualitas dapat
dicapai melalui upaya pengembangan SDM yang terarah, terencana, efektif dan
efisien. Pengembangan kualitas SDM membutuhkan manajemen SDM yang tepat,
sehingga kinerja SDM dapat memberikan pengaruh pada kinerja organisasi.
Program pengembangan SDM dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain
dengan pemberian penghargaan atas prestasi kerja, promosi, mutasi, pemberian
insentif, pengembangan karir, pendidikan dan pelatihan.
Institut Pertanian Bogor sebagai lembaga pendidikan di Indonesia dalam
rangka pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS), didukung
oleh tenaga laboran. Tenaga laboran berperan sebagai motor penggerak
laboratorium untuk penelitian dan pendidikan dalam proses belajar mengajar.
Mengingat tenaga laboran berperan penting dalam pencapaian tujuan organisasi,

2
maka tenaga laboran perlu mendapat perhatian khusus dan perlu dilakukan
pengembangan-pengembangan agar kualitas tenaga laboran semakin meningkat
dan kinerja kedepannya dapat lebih baik lagi yang nantinya akan berpengaruh
terhadap kinerja institusi. Berdasarkan data Direktorat SDM IPB tahun 2012, dari
1654 tenaga kependidikan (non dosen) yang dimiliki, IPB memiliki 190 orang
tenaga laboran yang telah di inpassing atau disesuaikan dalam jabatan fungsional
pranata laboratorium pendidikan (PLP) dan tersebar ke dalam 127 jenis
laboratorium. Gambar berikut memperlihatkan sebaran PLP menurut Fakultas dan
kantor pada laboratorium yang ada di IPB.
LPPM
Lab. Terpadu

1

15

4
5
4

Ekologi Manusia
Matematika dan IPA

16

26

17 20

Teknologi Pertanian

Jumlah PLP (orang)

14

Kehutanan
Peternakan
Perikanan

24

12

Kedokteran Hewan
Pertanian

16
0

10

Jumlah Laboratorium (lab)

27

18

20

25
25
30

30

40

Gambar 1 Sebaran PLP menurut fakultas dan kantor pada laboratorium IPB
Pada awal tahun 2010, berdasarkan Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 03/Januari/2010
dan Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan
Kepegawaian Negara No. 02/V/PB/2010 dan No. 13/Mei/2010, telah mulai
menerapkan jabatan fungsional pada teknisi, laboran, analis dan instruktur yang
sekarang dikenal dengan nama Pranata Laboratorium Pendidikan (PLP). PLP
merupakan jabatan yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggungjawab, dan
wewenang untuk melakukan pengelolaan laboratorium pendidikan yang diduduki
oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan hak dan kewajiban yang diberikan secara
penuh oleh pejabat yang berwenang. PLP memiliki ruang lingkup tugas
mengelola laboratorium berdasarkan metode keilmuan tertentu, baik untuk
pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (Tridharma Perguruan
Tinggi).
Penerapan jabatan fungsional ini sangat penting, karena selama ini pengelola
laboratorium (analis, laboran, teknisi dan instruktur) masih termasuk pada jabatan
fungsional umum (jabatan fungsional non angka kredit). Akibatnya penghargaan
terhadap profesionalisme pengelola laboratorium berpengaruh terhadap motivasi
kerja dan berpotensi untuk menurunkan kualitas dan produktifitas kinerja. Selain
itu dapat menyebabkan peran laboratorium belum optimal dalam mendukung
pencapaian misi Tridharma Perguruan Tinggi. Oleh karena itu untuk mendorong
tumbuhnya profesionalisme PLP, perlu ada strategi atau pola pengembangan karir

3
sebagai pengakuan dan penghargaan terhadap kompetensi dan kinerja mereka
melalui pembentukan jabatan fungsional tertentu yang berjenjang, sehingga para
PLP akan merasa dihargai apabila upaya-upaya dan kompetensinya diakui
(PERMENPAN dan Peraturan Bersama MENDIKNAS & KBKN 2010). Adapun
pangkat jabatan fungsional PLP dan sebaran PLP IPB dalam pangkat tersebut
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Pangkat jabatan fungsional PLP dan sebaran PLP IPB dalam pangkat
jabatan fungsional tersebut
Tingkat Terampil
Pelaksana
Pelaksana Lanjutan
Penyelia

II/c – II/d
III/a – III/b
III/c – III/d

Jumlah
(Orang)
33
104
10

Tingkat Ahli
Pertama
Muda
Madya

III/a – III/b
III/c – III/d
IV/a – IV/c

Jumlah
(Orang)
28
14
1

Sumber: Renstra SDM IPB (2012)

Perumusan Masalah
Pranata Laboratorium Pendidikan merupakan salah satu ujung tombak yang
akan menentukan mutu pelayanan laboratorium kepada mahasiswa, dosen, dan
masyarakat luas pada kegiatan Tridharma Perguruan Tinggi dalam mewujudkan
Research Based University untuk mencapai World Class University. Untuk itu
PLP perlu kualifikasi yang memadai dan memiliki latar belakang keilmuan yang
sesuai dengan jenis laboratorium yang dikelolanya, agar mampu mengelola
laboratorium dengan benar dan mampu mengadopsi sistem manajemen
pengelolaan laboratorium yang berorientasi kepada kepuasan pelanggan. Oleh
karena itu PLP perlu wadah pengakuan jenjang karir yang lebih baik dan
profesional agar bisa bekerja optimal dan terpacu untuk terus meningkatkan
kompetensinya, sehingga bisa memberikan pelayanan yang terbaik.
Laboratorium beserta seluruh isinya merupakan aset yang mahal, dan akan
bertambah sangat mahal bila tidak difungsikan dan dikelola dengan baik (Sutriah,
2011). Oleh karena itu apabila kinerja PLP IPB rendah dan tidak dapat
mengoptimalkan fungsi laboratorium, maka aset yang harganya mahal tadi akan
terbengkalai dan rusak. Kondisi ini tentunya sangat bertolak belakang dengan
tujuan IPB untuk mencapai Research Based University menuju World Class
University, bahkan mengakibatkan atau menimbulkan kerugian yang sangat besar
bagi IPB sendiri. Untuk itu dibutuhkan suatu strategi dalam meningkatkan kinerja
PLP agar tidak menimbulkan kerugian yang signifikan sehingga visi, misi dan
tujuan IPB dapat tercapai.
Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan pokok yang akan menjadi pembahasan dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana strategi peningkatan kinerja laboran di IPB dengan diterapkannya
jabatan fungsional PLP saat ini ?
2. Bagaimana faktor, aktor, indikator, dan alternatif strategi yang berpengaruh
secara dominan dalam rangka peningkatan kinerja PLP di IPB ?

4
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis strategi peningkatan kinerja laboran yang diterapkan IPB dengan
berlakunya jabatan fungsional PLP.
2. Menganalisis faktor, aktor, indikator, dan alternatif strategi yang berpengaruh
secara dominan dalam rangka peningkatan kinerja PLP di IPB.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis: Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
rekomendasi strategi peningkatan kinerja PLP di Indonesia khususnya PLP IPB,
dan sebagai bahan pengembangan Direktorat SDM IPB dalam pengelolaan
PLP dimasa yang akan datang agar kinerja PLP lebih baik dan profesional.
2. Manfaat Teoritis: Bagi dunia pendidikan, diharapkan dapat berguna sebagai
bahan pertimbangan atau referensi untuk penelitian lebih lanjut.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada lingkup yang berfokus pada:
1. Lingkup penelitiannya di Institut Pertanian Bogor.
2. PLP yang dimaksud adalah para teknisi, laboran, analis dan instruktur yang
bekerja di laboratorium dan berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan
menerima SK inpassing atau penyesuaian dalam jabatan fungsional pranata
laboratorium pendidikan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN).

2 TINJAUAN TEORI
Untuk memulai proses pengembangan strategi peningkatan kinerja PLP di
IPB yang memiliki nilai atau makna bagi PLP dan organisasi, pencarian literatur
difokuskan pada teori-teori yang berkaitan dengan strategi peningkatan kinerja,
laboratorium dan jabatan fungsional PLP, serta hasil-hasil penelitian terdahulu.
Kerangka teoritis merupakan kerangka acuan yang disusun berdasarkan kajian
terhadap teori-teori yang relevan dengan topik penelitian ini. Kerangka teoritis ini
berguna untuk memperkaya dan menumbuhkan gagasan, memberikan
pemahaman terhadap latar belakang masalah penelitian, dan akan menjadi
landasan teori dalam pembahasan hasil penelitian.
Strategi Peningkatan Kinerja
Strategi adalah cara mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu,
yang merupakan sebuah rencana permanen untuk sebuah kegiatan. Akar dari
konsep strategi berasal dari konsep militer di Cina yang dipelopori oleh ahli
strategi bernama Sun Tzu. Penyusunan strategi ditentukan oleh misi yang

5
komprehensif dan tegas, keberhati-hatian dalam menilai lingkungan eksternal
serta keterbukaan organisasi dalam menyadari kekuatan dan kelemahannya
(Hubeis & Najib 2008). Hrebiniak (2005) melaporkan bahwa dari survey yang
dilakukan terhadap 160 perusahaan multinasional selama kurun waktu 5 tahun
menunjukkan bahwa kinerja perusahaan yang diukur dari tingkat pengembalian
kepada para pemegang saham, memiliki korelasi yang sangat besar dengan
budaya perusahaan (corporate culture), struktur organisasi, serta berbagai faktor
lain yang berkaitan dengan eksekusi strategi organisasi.
Kinerja merupakan singkatan dari kinetika energi kerja yang padanannya
dalam bahasa Inggris adalah performance (Wirawan, 2009). Menurut Otley dalam
Mangkuprawira (2004), kinerja mengacu pada sesuatu yang berkaitan dengan
kegiatan dalam melakukan pekerjaan, meliputi hasil yang dicapai dari pekerjaan
tersebut. Mathis dan Jackson (2003) menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya
adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja
merupakan hasil dari kegiatan yang harus ataupun tidak harus dilakukan karyawan
berupa kualitas maupun kuantitas yang sesuai dengan tanggungjawabnya dan
norma-norma yang berlaku pada perusahaan dalam jangka waktu tertentu.
Menurut As’ad (2002), kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: (1) faktor
individual yang terdiri dari kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga,
pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang, (2) faktor psikologis
terdiri dari persepsi, attitude, personality, pembelajaran, motivasi dan kepuasan
kerja, (3) faktor organisasi terdiri dari sumber daya, struktur organisasi, desain
pekerjaan, kepemimpinan, dan sistem penghargaan (reward system). Adapun
elemen-elemen kinerja menurut Mathis dan Jackson (2003), terdiri dari:
a. Kuantitas output, jumlah ataupun tingkat kuantitas output yang dihasilkan oleh
karyawan dalam suatu waktu tertentu.
b. Kualitas output, walaupun output yang dihasilkan banyak, tetapi kualitas dari
output yang dihasilkan tidak baik dan tidak sesuai standar perusahaan, maka
kinerja perusahaan dapat dikatakan buruk, karena itu kuantitas yang dihasilkan
harus seiring dengan kualitas output tersebut.
c. Jangka waktu output, kemampuan untuk menghasilkan output harus cepat dan
sesuai dengan waktu yang ditargetkan oleh organisasi.
d. Kehadiran ditempat kerja, kehadiran ditempat kerja berkaitan dengan disiplin
karyawan untuk selalu hadir pada hari kerja dengan tepat waktu dan dapat
memberikan kontribusi yang positif bagi perusahaan.
e. Sikap kooperatif, berupa suatu hubungan baik antar rekan kerja serta antara
atasan dan bawahan.
Dari uraian dan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa, kinerja
merupakan suatu konstruk multidimensional yang mencakup banyak faktor yang
mempengaruhinya. Sedangkan manajemen kinerja (performance management)
menurut berbagai pustaka manajemen diperoleh batasan dan pengertian
manajemen kinerja yang berbeda-beda dan masih belum didapat kata sepakat
batasan dan pengertian manajemen kinerja tersebut sampai mana. Namun
demikian, perbedaan tersebut tidak jauh berbeda satu sama lainnya, atau dapat
dikatakan saling melengkapi. Menurut Bacal (2002), manajemen kinerja adalah
proses komunikasi yang berlangsung terus-menerus, yang dilaksanakan
berdasarkan kemitraan antara seorang karyawan dengan pengawas langsungnya.
Manajemen ini meliputi upaya membangun harapan yang jelas serta pemahaman

6
tentang fungsi kerja esensial yang diharapkan dari para karyawan, seberapa besar
kontribusi pekerjaan bagi pencapaian tujuan organisasi, bagaimana karyawan dan
penyelianya (supervisor) bekerja sama untuk mempertahankan, memperbaiki,
maupun mengembangkan kinerja karyawan yang sudah ada sekarang, bagaimana
prestasi akan di ukur, dan mengenali berbagai hambatan kinerja.
Manajemen kinerja merupakan sebuah sistem, karenanya ia harus
berhubungan dengan bagian-bagian lain dari suatu sistem yang lebih luas
fungsinya pada organisasi. Sistem tersebut menerima input dan melalui
serangkaian proses, mengubah input menjadi output produk, jasa, ataupun
informasi (Bacal 2002). Menurut Dessler (2003), definisi manajemen kinerja
adalah proses mengkonsolidasikan penetapan tujuan, penilaian, dan
pengembangan kinerja ke dalam satu sistem tunggal bersama, yang bertujuan
memastikan kinerja karyawan yang mendukung tujuan strategis perusahaan.
Menurut Noe et al. (2010), ada tiga bagian penting dari manajemen kinerja yang
harus jadi perhatian, yaitu: (1) mendefinisikan kinerja, (2) mengukur kinerja, dan
(3) memberikan umpan balik informasi kinerja. Manajemen kinerja dapat
dijadikan landasan bagi promosi, mutasi dan evaluasi, sekaligus penentuan
kompensasi dan penyusunan program pelatihan. Manajemen kinerja juga dapat
dijadikan umpan balik untuk pengembangan karier dan pengembangan pribadi
karyawan.
Menurut Ma’arif & Kartika (2012), manajemen kinerja merupakan suatu
proses yang terpadu, karena proses tersebut mengupayakan agar para karyawan
menjadi seperti berikut: (1) Sadar akan apa yang diharapkan dari mereka dan
sumbangan apa yang seharusnya diberikan kepada organisasi, (2) Ikut terlibat
dalam setiap keputusan dalam menetapkan sasaran organisasi, (3) Memperoleh
kesempatan mengembangkan diri melalui pelatihan secara berkala dan terus
menerus, (4) Memahami kinerjanya, sehingga apabila dilakukan penilaian akan
mendapatkan umpan balik yang mengambarkan sejauh mana mereka telah
berhasil, dan (5) Memperoleh kesempatan menerima penghargaan dan
kompensasi yang adil dan objektif.
Dalam perspektif MSDM, kegiatan penilaian kinerja (performance
appraisal) merupakan salah satu rangkaian dari siklus manajemen kinerja.
Menurut Ma’arif & Kartika (2012), aspek penting yang perlu diperhatikan dalam
manajemen kinerja suatu organisasi (organisasi pemerintah maupun swasta)
adalah kondisi kinerja karyawan yang terdapat di dalam organisasi tersebut. Oleh
karena itu, untuk mengetahui kondisi kinerja karyawan tersebut perlu dilakukan
penilaian terhadap kinerja mereka. Mangkuprawira (2011) menyatakan bahwa
penilaian kinerja meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas. Penilaian
seharusnya menciptakan gambaran akurat dari kinerja perorangan, penilaian tidak
dilakukan hanya untuk mengetahui kinerja buruk. Untuk mencapai tujuan ini,
sistem penilaian hendaknya terkait dengan pekerjaan dan praktis, termasuk
standar, dan menggunakan ukuran-ukuran yang terukur. Jika evaluasi tidak terkait
dengan pekerjaan, hal ini tidaklah absah. Tanpa keabsahan dan derajat
kepercayaan, sistem bisa jadi mendiskriminasi kesempatan penerapan hukum
yang ada secara adil.
Penilaian kinerja dapat juga diartikan sebagai sebuah gambaran atau
deskripsi yang sistematis tentang kekuatan dan kelemahan yang terkait diri
seseorang atau suatu kelompok (Cascio 1995). Menurut Ma’arif (2012), penilaian

7
kinerja merupakan penilaian relatif kinerja karyawan saat ini dan masa lalu
terhadap standar kinerja setiap karyawan. Proses penilaian kinerja melibatkan:
penetapan standar kinerja, penilaian kinerja aktual karyawan terhadap standar
tersebut, dan pemberian umpan balik pada karyawan.
Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen kinerja
merupakan suatu proses strategis dan terpadu yang menunjang keberhasilan
organisasi melalui pengembangan SDM. Secara umum manajemen kinerja
bertujuan untuk dapat memperkuat budaya kerja yang berorientasi pada
peningkatan kinerja melalui pengembangan keterampilan, kemampuan dan
potensi-potensi yang dimiliki oleh karyawan. Manajemen kinerja merupakan
pondasi dasar untuk mencapai keunggulan bersaing suatu organisasi.
Jabatan Fungsional Pranata Laboratorium Pendidikan
Pada konteks ini laboratorium pendidikan didefinisikan sebagai unit
penunjang akademik pada perguruan tinggi yang digunakan untuk kegiatan
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat dengan menggunakan
peralatan dan bahan berdasarkan metode keilmuan tertentu. Peralatan
laboratorium adalah mesin, perkakas, perlengkapan, alat-alat kerja dan alat bantu
kerja yang secara khusus digunakan di laboratorium, dalam rangka pelaksanaan
pengujian, kalibrasi, dan produksi dalam skala terbatas. Pranata Laboratorium
Pendidikan yang selanjutnya disingkat PLP terdiri dari dua tingkatan, yaitu: PLP
tingkat Ahli adalah jabatan fungsional yang diduduki oleh PNS, yang dalam ruang
lingkup tugasnya adalah mengelola laboratorium berdasarkan metode keilmuan
tertentu, baik untuk pendidikan, penelitian, maupun pengabdian kepada
masyarakat. Kegiatan pengelolaan pada jabatan fungsional ini, meliputi: (a)
merencanakan, (b) mengoperasikan, (c) memelihara, (d) mengevaluasi, dan (e)
mengembangkan. Sedangkan PLP tingkat Terampil adalah jabatan fungsional
yang diduduki oleh PNS, yang dalam ruang lingkup tugas dan kegiatannya
meliputi: (a) merencanakan, (b) mengoperasikan, (c) memelihara, dan (d)
mengevaluasi (PERMENPAN dan Peraturan Bersama MENDIKNAS & KBKN
2010).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 16 Tahun 1994 tentang jabatan
fungsional PNS, jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas,
tanggungjawab, wewenang dan hak seorang PNS dalam suatu satuan organisasi
yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan atau keterampilan
tertentu serta bersifat mandiri. Menurut Ma’arif (2012), jabatan fungsional pada
hakekatnya adalah jabatan teknis yang tidak tercantum dalam struktur organisasi,
tetapi sangat diperlukan dalam tugas-tugas pokok dalam organisasi pemerintah.
Manfaat dari jabatan fungsional PLP adalah bahwa laboratorium dan seluruh
kelengkapannya merupakan aset yang mahal harganya. Laboratorium beserta
seluruh kelengkapannya akan menjadi jauh lebih mahal lagi, jika tidak bisa
difungsikan secara baik dan optimal. Supaya laboratorium dapat berfungsi secara
optimal, maka perlu dikelola secara profesional. Adanya jabatan fungsional PLP
ini diharapkan dapat memacu motivitasi, kinerja, dan produktivitas tenaga-tenaga
yang bertugas dan bertanggungjawab di laboratorium perguruan tinggi, guna lebih
mengoptimalkan potensi dan kompetensi diri, sehingga berdampak positif
terhadap kualitas pengelolaan laboratorium perguruan tinggi dalam mengemban

8
misi Tridharma Perguruan Tinggi. Pemegang jabatan fungsional PLP diharapkan
mampu menyesuaikan diri dan menerapkan standar sistem manajemen mutu
laboratorium modern (ISO/IEC 17025), yang sudah mulai diterapkan di beberapa
laboratorium perguruan tinggi (PERMENPAN dan Peraturan Bersama
MENDIKNAS & KBKN 2010).
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berkewajiban menyusun standar
kompetensi jabatan PLP sebagai dasar pembinaan karir. Kompetensi adalah
kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang PNS berupa
pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam
pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga PNS tersebut dapat melaksanakan
tugasnya secara profesional, efektif, dan efisien. Sedangkan pengertian standar
kompetensi adalah persyaratan kompetensi minimal yang harus dimiliki seorang
PNS dalam pelaksanaan tugas (PERMENPAN 2010). Menurut Palan (2007),
kompetensi merujuk kepada karakteristik yang mendasari perilaku yang
menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri khas), konsep diri, nilai-nilai,
pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja unggul
(superior performer) di tempat kerja.
Dalam prakteknya ada yang disebut kompetensi terlihat dan tersembunyi,
yang terlihat adalah pengetahuan dan keahlian, dan yang tersembunyi adalah nilai
keseimbangan, konsep diri, karakteristik pribadi, dan motif. Pengetahuan merujuk
pada informasi dan hasil pembelajaran, seperti pengetahuan seorang ahli bedah
tentang anatomi manusia. Keterampilan atau keahlian merujuk pada kemampuan
seseorang untuk melakukan suatu kegiatan, seperti keahlian bedah untuk
melakukan operasi. Konsep diri dan nilai-nilai merujuk pada sikap, nilai-nilai dan
citra diri seseorang. Karakteristik pribadi merujuk pada karakteristik fisik dan
konsistensi tanggapan terhadap situasi atau informasi. Sementara itu motif
merupakan emosi, hasrat, kebutuhan psikologis, atau dorongan-dorongan lain
yang memicu tindakan (Palan 2007).
Menurut Mangkuprawira (2012), manajemen kompetensi dapat diartikan
sebagai mengidentifikasi, menilai, dan melaporkan level kompetensi karyawan
untuk memastikan bahwa organisasi memiliki SDM yang memadai untuk
menjalankan strateginya. Ada beberapa alasan yakni: (1) perekonomian dunia
ditandai oleh perubahan drastis dan inovasi teknologi, (2) aspirasi organisasi pada
sebuah pasar, (3) ketidakpuasan terhadap mutu pendidikan, (4) kesamaan
pemahaman mengenai kompetensi, (5) gerakan mutu menuntut organisasi untuk
memastikan bahwa karyawan mereka kompeten, dan (6) kompetensi juga
mendukung pencapaian tujuan strategis organisasi atau kebangsaan. Ada tiga
pendekatan utama pada manajemen kompetensi yaitu akuisisi kompetensi
(competency acquisition), pengembangan kompetensi (competency development),
dan penyebaran kompetensi (competency deployment). Dalam akuisi kompetensi,
organisasi melakukan upaya yang disengaja dan terencana untuk mendapatkan
kompetensi yang diperlukan bagi pertumbuhan dan ekspansi perusahaan.
Kemudian dalam pengembangan kompetensi, level kompetensi karyawan
ditingkatkan melalui program pengembangan berkelanjutan. Sementara itu dalam
penyebaran kompetensi, karyawan ditempatkan di berbagai posisi dalam
organisasi yang paling cocok dengan kompetensinya (best person-position fit).

9
Menurut Ma’arif & Kartika (2012), banyak perusahaan merasa sudah
membuat standar kompetensi yang tepat, sudah mengeluarkan biaya besar untuk
pengembangan karyawan agar kompeten, tetapi kinerja yang diharapkan belum
terjadi. Kompetensi tidak otomatis menjadi kinerja. Kompetensi membutuhkan
lingkungan dan suasana yang tepat untuk bisa menghasilkan kinerja. Sebaliknya
kinerja tidak akan pernah memuaskan tanpa adanya kompetensi yang memadai.
Jadi, kompetensi adalah persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat
menghasilkan kinerja, karena kompetensi menggambarkan proses bagaimana
karyawan melakukan pekerjaannya untuk mencapai hasil.
Karir adalah semua pekerjaan yang dipegang seseorang selama kehidupan
dalam pekerjaannya (Werther & Keith Davis 1996, disitasi Ma’arif 2012).
Menurut Ma’arif (2012), karir merupakan sarana yang memiliki kesempatan
untuk membentuk seseorang/individu karyawan membuat perencanaan karir
dengan mempertemukan antara keahlian, keinginan, dan kebutuhan tujuan
pribadinya dengan kebutuhan dan tujuan perusahaan. Karyawan dapat bekerja
secara maksimal apabila dia mengetahui arah dan tujuan organisasi dan apa
peranan yang dimainkannya dalam pencapaian tujuan tersebut. Selain itu, peran
dan tanggungjawab yang diberikan oleh organisasi harus sesuai dengan
kompetensi yang dimilikinya. Apabila dirasakan ada kekurangan (gap) maka
diberikan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi pegawai.
Menurut Mangkuprawira (2011), komponen utama karir terdiri dari hal-hal
berikut: (a) Alur karir, yaitu pola pekerjaan yang berurutan dan membentuk karir
seseorang, (b) Tujuan karir, merupakan pernyataan tentang posisi masa depan
dimana seseorang berupaya mencapainya sebagai bagian dari karir hidupnya, (c)
Perencanaan karir, merupakan proses dimana seseorang menyeleksi tujuan karir
dan alur karir untuk mencapai tujuan tersebut, dan (d) Pengembangan karir, yaitu
meliputi perbaikan-perbaikan personal yang dilakukan untuk mencapai rencana
dan tujuan karirnya.
Moeheriono (2009) menyatakan bahwa bagi karyawan maupun perusahaan,
sistem karir dapat memberikan manfaat bagi keduanya, antara lain yaitu:
a. Manfaat bagi karyawan.
o Mengembangkan potensi kemampuan dan keterampilannya.
o Mengetahui jalur pengembangan karir karyawan dalam organisasi.
o Mendapat pelatihan yang sesuai dengan arah pengembangan karirnya.
b. Manfaat bagi perusahaan.
o Mengendalikan tingkat keluar masuk karyawan (turn over rate).
o Mengetahui dan mengantisipasi keinginan dan bakat karyawan.
o Membantu terlaksananya program kaderisasi.
o Mengetahui sejak awal karyawan yang kurang/tidak terampil/tidak produktif
sehingga dapat segera diambil tindakan yang dipandang perlu.
Penelitian Terdahulu
Dalam tinjauan kepustakaan atau pencarian literatur-literatur ilmiah yang
penulis lakukan untuk menunjang dan memperkuat penelitian ini, penulis belum
menemukan penelitian yang khusus membahas strategi peningkatan kinerja
laboran atau PLP. Hasil-hasil penelitian terdahulu yang penulis rangkum dari
beberapa penelitian yang dijadikan referensi dapat dilihat pada Lampiran 1.

10

3 METODE PENELITIAN
Kerangka Konseptual Penelitian
Kesuksesan organisasi diukur dengan kemampuan untuk mempertahankan
sisi kompetitif di atas lawannya dengan menghasilkan produk dan pelayanan yang
unik, dimana perlu pemberdayaan anggota organisasi secara luas untuk
mengambil inisiatif dalam menyelesaikan tugas mereka (Cameron dan Quinn
2006). Salah satu upaya yang harus dilakukan oleh IPB untuk mencapai
kesuksesan dalam menjalankan visi dan misinya adalah meningkatkan kinerja
PLP dalam pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi. Untuk meningkatkan
kinerja PLP ini diperlukan strategi-strategi yang tepat agar sasaran yang sudah
ditetapkan dapat tercapai. Menurut Ma’arif (2012), langkah-langkah dalam
meningkatkan kinerja karyawan adalah: (1) melaksanakan penilaian oleh
stakeholders, (2) memperbaiki job design, (3) melaksanakan hubungan sinergis
antar karyawan, (3) melakukan penilaian kinerja secara konsisten, (4)
merencanakan pertumbuhan dan pengembangan kinerja, dan (5) menghubungkan
kompensasi dengan pertumbuhan dan pengembangan kinerja.
Untuk menjadi WCU, IPB harus mampu bersaing dengan lembaga
pendidikan lainnya dalam menghasilkan lulusan-lulusan yang berkualitas,
berorientasi mutu, dan berwawasan luas. Pada saat ini IPB dihadapkan pada
tantangan yang sangat besar dalam menjaga mutu pendidikan dan persaingan yang
ketat di Indonesia maupun Internasional. Oleh karena itu pengelolaan SDM IPB
khususnya PLP harus mengarah kepada peningkatan kinerja, kompetensi, kualitas
dan produktivitas, agar dapat mempertahankan posisinya sebagai lembaga
pendidikan yang bercitra tinggi di Indonesia maupun Internasional. Karena PLP
merupakan salah satu ujung tombak yang akan menentukan mutu pelayanan
laboratorium kepada mahasiswa, dosen dan masyarakat pada kegiatan Tridharma,
dalam mewujudkan Research Based University.
Untuk mendorong tumbuhnya profesionalisme pengelolaan laboratorium,
pemerintah pada awal tahun 2010 telah menerapkan jabatan fungsional PLP di
Indonesia agar pola pembinaan dan pengembangan karir PLP semakin jelas.
Selain itu jabatan fungsional ini sebagai pengakuan dan penghargaan terhadap
kompetensi dan kinerja mereka, karena penghargaan terhadap profesionalisme
pengelola laboratorium berpengaruh terhadap motivasi kerja (PERMENPAN dan
Peraturan Bersama MENDIKNAS & KBKN 2010). Untuk itu IPB harus segera
menata kembali dan mengelola PLP-nya seiring diterapkannya jabatan fungsional
ini, karena berpotensi menurunkan kualitas dan kinerja PLP sehingga
menyebabkan peran laboratorium tidak optimal dalam mendukung pencapaian
misi Tridharma Perguruan Tinggi. Oleh karena itu, merupakan suatu kerugian
yang besar apabila karyawan suatu organisasi mengalami demotivasi. Kondisi
demikian dapat menjadi penyakit yang mengancam produktivitas yang mengikis
profit organisasi.
Mengacu pada kondisi di atas, sudah saatnya bagi IPB untuk
memformulasikan solusi dan mengetahui strategi yang efektif dan efisien dalam
meningkatkan kinerja laboran dengan diterapkannya jabatan fungsional PLP,
untuk perencanaan dan pengembangan PLP dimasa yang akan datang dan

11
berkelanjutan. Hal tersebut dilakukan mengingat SDM merupakan aset terpenting
dan termahal dalam suatu organisasi, sesuai dengan fungsinya sebagai perencana,
pelaksana, dan pengendali dalam tugas operasional organisasi. Oleh karena itu
penelitian ini penting untuk dilakukan. Secara skematik kerangka pemikiran
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Visi dan Misi IPB

Kondisi Saat Ini:
¾ Persaingan yang Semakin Ketat
¾ Pelayanan Tridharma Perguruan Tinggi
¾ Kebutuhan Pengembangan Laboran IPB
¾ Renstra SDM IPB 2008-2013

Analisis
Deskriptif
dan SWOT

Penerapan Jabatan Fungsional PLP

Evaluasi

Analisis Strategi Peningkatan
Kinerja PLP IPB
Identifikasi Faktor, Aktor, Tujuan
dan Alternatif Strategi

AHP

Implementasi Strategi
Peningkatan Kinerja PLP IPB

Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Institut Pertanian Bogor (IPB). Pemilihan
lokasi sebagai tempat penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), dengan
pertimbangan bahwa IPB telah menerapkan jabatan fungsional PLP yang
ditetapkan oleh pemerintah. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari sampai
dengan bulan Juli tahun 2013.
Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder, baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Pengumpulan data primer
diperoleh melalui wawancara langsung dengan para pakar dan pihak laboran yang
dipilih secara sengaja menggunakan instrument berupa kuesioner (Lampiran 2).
Sedangkan data sekunder diperoleh dari Kementerian Pendidikan dan

12
Kebudayaan dan Direktorat SDM IPB baik berupa profil, renstra, pedoman
pengelolaan SDM, laporan tahunan, studi literatur menggunakan buku, jurnal,
internet dan informasi lainnya yang berhubungan dengan topik penelitian ini.
Struktur Hirarki
Landasan utama penelitian ini adalah struktur AHP yang dibangun dengan
komponen-komponen yang telah disusun berdasarkan hasil studi pustaka,
wawancara, pengamatan dan analisis peneliti di lokasi penelitian, maka struktur
hirarki seperti tersaji pada Gambar 3.
Meningkatkan Kinerja Pranata
Laboratorium Pendidikan IPB

Fokus

Aktor

Dikti

Rektor

Tujuan

Meningkatkan
Profesionalisme
PLP

Faktor

Potensi dan
Kompetensi

Strategi

Pengembangan
Kapabilitas
Diri

Direktur SDM

Dekan

Meningkatkan
Kegiatan/Produktivitas
Laboratorium

Motivasi

Kompensasi

Meningkatkan
Kesejahteraan

Ketua Departemen

Meningkatkan
Mutu/Kualitas Pelayanan
Laboratorium

Sarana dan
Prasarana

Mengembangkan
Budaya
Organisasi

Kepala Laboratorium

Meningkatkan
Citra IPB

Budaya
Organisasi

Memperbaiki
Gaya
Kepemimpinan

Kepemimpinan

Menyediakan Sarana
dan Prasarana yang
Sesuai

Gambar 3 Struktur hirarki strategi peningkatan kinerja PLP IPB
Metode Pemilihan Pakar
Pakar adalah orang-orang yang memiliki kapabilitas dan berpengalaman,
atau orang-orang yang terlibat secara langsung dan atau berpengaruh dalam
mengambil kebijakan di IPB serta memahami dan mempunyai pengalaman
dibidang laboratorium, PLP dan manajemen kinerja. Pakar dalam penelitian ini
sebanyak 5 orang, yang terdiri dari Kemendikbud (1 orang), Direktur SDM IPB (1
orang), Kepala Laboratorium Terpadu (1 orang), Perwakilan PLP (1 orang), dan
pengamat PLP atau pakar dari independen (1 orang).

13
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman (SWOT)
Menurut Hubeis dan Najib (2008), matriks SWOT adalah alat untuk
mencocokkan faktor-faktor penting yang akan membantu para pemangku
kebijakan dalam mengembangkan empat tipe strategi, yaitu strengthsopportunities (SO), weaknesses-opportunities (WO), strengths-threats (ST), dan
weaknesses-threats (WT). Matriks SWOT juga menggambarkan berbagai
alternatif strategi yang dapat dilakukan oleh organisasi (lihat Tabel 2). Analisis
SWOT yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada wawancara terbatas
dengan para pakar. Matriks ini menggambarkan dan memetakan bagaimana
peluang dan ancaman dari faktor eksternal yang dihadapi organisasi dapat
disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan dari faktor internal yang dimiliki.
Tabel 2 Matriks SWOT
Internal
Eksternal

Kekuatan/Strength
(S)

Kelemahan/Weakness
(W)

Peluang/Opportunities
(O)

Strategi SO
Strategi yang menggunakan
kekuatan internal untuk
menarik peluang eksternal

Strategi WO
Strategi yang memperbaiki
kelemahan internal untuk
mengambil peluang eksternal

Ancaman/Threats
(T)

Strategi ST
Strategi yang menggunakan
kekuatan untuk menghindari
ancaman eksternal

Strategi WT
Strategi yang mengurangi
kelemahan internal dan
menghindari ancaman eksternal

Sumber: David (2009)

Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)
Pada metode ini, data diolah menggunakan Software Expert Choice 2000.
Expert Choice merupakan salah satu Software AHP yang memiliki kelebihan
antara lain memiliki tampilan antarmuka yang lebih menarik, mampu
mengintegrasikan pendapat pakar, dan tidak membatasi level dari struktur hirarki
(Marimin & Maghfiroh 2010). Menurut Ishizaka & Labib (2009), Expert Choice
adalah Software pendukung yang bersahabat dan memberikan kontribusi besar
terhadap keberhasilan metode AHP, karena menggabungkan pengguna grafis
secara intuitif, perhitungan prioritas secara otomatis, dan memiliki beberapa cara
untuk memproses analisis sensitivitas.
Setelah diolah, data dianalisis menggunakan metode AHP (Analytical
Hierarchy Process). Metode AHP dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty pada
tahun 1970-an ketika di Wharton School of Business. Menurut Saaty (1993),
hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang
kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan,
yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga
level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat
diuraikan kedalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu
bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis