Evalusai Pengembangan Ekowisata Mangrove: Studi kasus di Bedul, Resort Grajagan, Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur

i

EVALUASI PENGEMBANGAN EKOWISATA MANGROVE:
STUDI KASUS DI BEDUL, RESORT GRAJAGAN,
TAMAN NASIONAL ALAS PURWO, JAWA TIMUR

IKA SATYASARI

DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010

EVALUATING MANGROVE ECOTOURISM
DEVELOPMENT: A CASE STUDY FROM
BEDUL, GRAJAGAN RESORT, ALAS PURWO
NATIONAL PARK, BANYUWANGI,
EAST JAVA
By:
Ika Satyasari

E. 34052746

Supervisor:
Haryanto R. Putro and Nyoto Santoso

INTRODUCTION. Mangrove forest is a very unique tropical forest ecosystem. Alas Purwo
National Park (APNP) possesses some natural mangrove forest. The development of mangrove
ecotourism in APNP has occurred before 2007 by APNP and Desa Sumberasri. However, it is not
easy to establish ecotourism which contributes to the satisfaction of the visitors, well-being of the
local people and ecological sustainability. It is worrying when the term “ecotourism’ is just used for
marketing of certain tourism products with a lack of stakeholders’ understanding of ecotourism
principles. Therefore, evaluating mangrove ecotourism development in APNP should be conducted.
The objectives of this research are to identify mangrove ecotourism potentials at APNP, evaluate the
current tourism activity at Bedul APNP and its development into mangrove ecotourism by cross
checking it to principles of ecotourism, and finally, arrange recommendations to APNP regarding
mangrove ecotourism implementation.
METHODS. The data that were collected consist of ecotourism potentials, current tourism activity at
Bedul, local people activity-related ecotourism and process of mangrove ecotourism development
(goal and function of APNP, stakeholders, policy on ecotourism, ecotourism development planning
agenda). Data on ecotourism potentials were collected through a literature and document review,

discussion, observation and interviews. Data were analyzed based on their types and functions. Each
problem analysis is related to others that can be used to cross check between realities to principles of
ecotourism.
RESULT & DISCUSSION. The density of mangrove trees at Bedul TNAP with 1.507 individual/ha
is very good. Nine water-birds are protected by Indonesian Governmental Law No. 7, 1999; one of
which, Lesser Adjutant (Leptotilos javanicus), is also categorized as a vulnerable species based on
the IUCN Red List. Physical potentials such as traditional boats, bridges, track, sign and
interpretation boards still need much improvement. Local tradition appropriate for ecotourism,
includes traditional fishing methods. Regarding tourism activities at Bedul APNP, most visitors
showed unfriendly environmental behavior during their visit. They preferred visiting at beach rather
than exploring the mangroves. The respondents of visitors (n=40) did not want to spend more than
Rp 400.000,- for their group visit. Twenty eight percent of the local interviewees (n=46) received a
direct benefit from mangrove ecotourism development at Bedul APNP. Even though more local
people have not felt a direct benefit, they agree with the development of mangrove ecotourism at
Bedul APNP. The management of mangrove ecotourism at Bedul is in poor condition. The managers
do not consider maximum visits or the creation of a conservation fund from the entry fees.
CONCLUSION. This evaluation shows that: (1) Biological potentials of ecotourism at Bedul APNP
are in good condition. Traditional local activities in using mangrove ecosystem also have good
ecotourism potential. However, the local infrastructure needs to be considered as in a poor condition.
Facilities that need to be developed consist of boats, river port, track, and prohibition and direction

signs. While facilities that need to be provided are wooden bridges and interpretation boards; (2) The
implementation of tourism at Bedul is still far from the seven principals of ecotourism. Mangrove
ecotourism activity at APNP has good possibility giving benefit to local people. Some
recommendation to mangrove ecotourism development: (1) The ecotourism facilities have to be
developed and provided; (2) The concept of mangrove ecotourism should insist education and
awareness to the visitors and local people and (3) Review to the zone of APNP should be conducted.

ii

RINGKASAN
IKA SATYASARI. Evaluasi Pengembangan Ekowisata Mangrove: Studi
Kasus di Bedul, Resort Grajagan, Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi,
Jawa Timur. Dibimbing oleh HARYANTO R. PUTRO dan NYOTO
SANTOSO.

Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan tropik yang unik. Taman
Nasional Alas Purwo (TNAP) memiliki ekosistem mangrove yang masih alami.
Pengembangan ekowisata mangrove di TNAP sudah dipikirkan sejak sebelum
tahun 2007 oleh pihak TNAP dan Desa Sumberasri. Bagaimanapun juga,
mewujudkan ekowisata yang meberikan kontribusi terhadap kepuasan

pengunjung, kesejahteraan penduduk lokal dan keberlanjutan ekologi bukanlah
hal yang mudah. Kekhawatiran timbul ketika istilah “ekowisata” hanya digunakan
untuk memasarkan suatu produk wisata tertentu karena minimnya pengetahuan
stakeholder terhadap prinsip-prinsip ekowisata. Oleh karena itu, evaluasi
pengembangan ekowisata mangrove di TNAP perlu dilakukan. Tujuan dari
penelitian ini adalah mengidentifikasi potensi ekowisata mangrove di TNAP,
mengevaluasi kegiatan wisata yang sudah berjalan di bedul dan
pengembangannya sebagai ekowisata mangrove dan merumuskan rekomendasi
terhadap penyelenggaraan ekowisata mangrove di TNAP.
Data yang dikumpulkan meliputi: potensi ekowisata, kegiatan wisata yang
sudah ada saat ini di Bedul, kegiatan masyarakat lokal terkait ekowisata dan
proses-proses pengembangan ekowisata mangrove (tujuan dan fungsi TNAP,
stakeholder dan kebijakan terkait ekowisata). Data dikumpulkan berdasarkan studi
literatur, penyelusuran dokumen, diskusi, observasi dan wawancara. Data
dianalisis berdasarkan jenis dan fungsinya. Setiap analisis permasalahan saling
berhubungan sehingga dapat digunakan sebagai bahan cross chek antara realitas
dan prinsip-prinsip ekowisata.
Kerapatan pohon mangrove di Bedul TNAP sebesar 1.507 individu/ha
tergolong sangat baik. Sembilan burung air dilindungi oleh Peraturan Pemerintah
Nomor 7 Tahun 1999; salah satu diantaranya adalah Bangau Tong-tong

(Leptotilos javanicus) yang sekaligus tergolong ke dalam katagori rentan
berdasarkan IUCN Red List. Dua spesies fauna (Ratufa affinis and Varanus
salvator) tergolong ke dalam Appendix 2 CITES. Potensi fisik seperti perahu
tradisional, jembatan, rute, papan penanda dan papan interpretasi masih sangat
perlu ditingkatkan. Tradisi lokal berupa metode penangkapan ikan dan kerang
secara tradisional berpotensi sebagai objek ekowisata. Terkait dengan kegiatan
wisata di Bedul TNAP, sebagian besar pengunjung menunjukkan perilaku tidak
ramah lingkungan selama kunjungannya dan lebih memilih mengunjungi pantai
daripada menikmati mangrove sebagai objek utama. Responden pengunjung
(n=40) tidak sanggup menghabiskan uang lebih dari Rp. 400.000,- untuk
kelompok mereka. Dua puluh delapan persen responden penduduk lokal (n=46)
mendapatkan keuntungan secara langsung dari pengembangan ekowisata di Bedul
TNAP. Walaupun lebih besar penduduk lokal yang tidak mendapatkan

iii

keuntungan secara langsung, tetapi mereka setuju terhadap pengembangan
ekowisata mangrove di Bedul TNAP. Pengelola belum memikirkan kunjungan
maksimum dan alokasi dana konservasi yang didapat dari tiket masuk.
Evaluasi menunjukkan: (1) Potensi biologi ekowisata mangrove di Bedul

TNAP dalam keadaan baik. Kegiatan penduduk lokal dalam memanfaatkan
ekosistem mangrove secara tradisional memiliki potensi yang untuk ekowisata.
Akan tetapi, Potensi fisik khususnya fasilitas ekowisata perlu diperhatikan lagi.
Fasilitas yang perlu diperbaiki antara lain perahu, darmaga, track menuju kawasan
papan larangan dan papan petunjuk arah. Sementara fasilitas yang perlu segera
diadakan antara lain jembatan dari kayu dan papan interpretasi; (2) Pelaksanaan
wisata di Bedul masih jauh dari prinsip-prinsip ekowisata. Kegiatan ekowisata
mangrove di TNAP diperkirakan dapat memberikan peluang keuntungan ekonomi
bagi masyarakat lokal. Beberapa rekomendasi diantaranya: (1) Pengadaan dan
perbaikan terhadap fasilitas ekowisata; (2) Pengembangan konsep ekowisata perlu
menekankan proses edukasi dan penyadaran terhadap masyarakat dan pengunjung
dan (3) Perlunya review terhadap zonasi.
Kata kunci: Evaluasi, Ekowisata Mangrove, Taman Nasional Alas Purwo

iv

SUMMARY
IKA SATYASARI. The Evaluation of Mangrove Ecotourism Development:
A Case Study from Bedul, Grajagan Resort, Alas Purwo National Park,
Banyuwangi, East Java. Under supervision of HARYANTO R. PUTRO and

NYOTO SANTOSO.

Mangrove forest is a very unique tropical forest ecosystem. Alas Purwo
National Park (APNP) possesses some natural mangrove forest. The development
of mangrove ecotourism in APNP has occurred before 2007 by APNP and Desa
Sumberasri. However, it is not easy to establish ecotourism which contributes to
the satisfaction of the visitors, well-being of the local people and ecological
sustainability. It is worrying when the term “ecotourism’ is just used for
marketing of certain tourism products with a lack of stakeholders’ understanding
of ecotourism principles. Therefore, evaluating mangrove ecotourism
development in APNP should be conducted. The objectives of this research are to
identify mangrove ecotourism potentials at APNP, evaluate the current tourism
activity at Bedul APNP and its development into mangrove ecotourism by cross
checking it to principles of ecotourism, and finally, arrange recommendations to
APNP regarding mangrove ecotourism implementation.
The data that were collected consist of ecotourism potentials, current
tourism activity at Bedul, local people activity-related ecotourism and process of
mangrove ecotourism development (goal and function of APNP, stakeholders,
policy on ecotourism, ecotourism development planning agenda). Data on
ecotourism potentials were collected through a literature and document review,

discussion, observation and interviews. Data were analyzed based on their types
and functions. Each problem analysis is related to others that can be used to cross
check between realities to principles of ecotourism.
The density of mangrove trees at Bedul TNAP with 1.507 individual/ha is
very good. Nine water-birds are protected by Indonesian Governmental Law No.
7, 1999; one of which, Lesser Adjutant (Leptotilos javanicus), is also categorized
as a vulnerable species based on the IUCN Red List. Physical potentials such as
traditional boats, bridges, track, sign and interpretation boards still need much
improvement. Local tradition appropriate for ecotourism, includes traditional
fishing methods. Regarding tourism activities at Bedul APNP, most visitors
showed unfriendly environmental behavior during their visit. They preferred
visiting at beach rather than exploring the mangroves. The respondents of visitors
(n=40) did not want to spend more than Rp 400.000,- for their group visit. Twenty
eight percent of the local interviewees (n=46) received a direct benefit from
mangrove ecotourism development at Bedul APNP. Even though more local
people have not felt a direct benefit, they agree with the development of mangrove
ecotourism at Bedul APNP. The management of mangrove ecotourism at Bedul is
in poor condition. The managers do not consider maximum visits or the creation
of a conservation fund from the entry fees.


v

This evaluation shows that: (1) Biological potentials of ecotourism at
Bedul APNP are in good condition. Traditional local activities in using mangrove
ecosystem also have good ecotourism potential. However, the local infrastructure
needs to be considered as in a poor condition. Facilities that need to be developed
consist of boats, river port, track, and prohibition and direction signs. While
facilities that need to be provided are wooden bridges and interpretation boards;
(2) The implementation of tourism at Bedul is still far from the seven principals of
ecotourism. Mangrove ecotourism activity at APNP has good possibility giving
benefit to local people. Some recommendation to mangrove ecotourism
development: (1) The ecotourism facilities have to be developed and provided; (2)
The concept of mangrove ecotourism should insist education and awareness to the
visitors and local people and (3) Review to the zone of APNP should be
conducted.
Keywords: evaluation, mangrove ecotourism, Alas Purwo National Park

vi

PERNYATAAN


Dengan ini

saya menyatakan bahwa

skripsi

berjudul

Evaluasi

Pengembangan Ekowisata Mangrove: Studi Kasus di Bedul, Resort
Grajagan, Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur adalah benar-benar hasil
karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah
digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tunggi atau lembaga manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2010


Ika Satyasari
NRP E34052746

vii

EVALUASI PENGEMBANGAN EKOWISATA MANGROVE: STUDI
KASUS DI BEDUL, RESORT GRAJAGAN,
TAMAN NASIONAL ALAS PURWO, JAWA TIMUR

IKA SATYASARI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010

viii

Judul Skripsi

: Evaluasi Pengembangan Ekowisata Mangrove: Studi Kasus di
Bedul, Resort Grajagan, Taman Nasional Alas Purwo, Jawa
Timur

Nama

: Ika Satyasari

NIM

: E34052746

Menyetujui,
Komisi Pembimbing

Ketua,

Anggota,

Ir. Haryanto R. Putro, MS
NIP. 196009281985031004

Ir. Nyoto Santoso, MS
NIP.196203151986031002

Mengetahui,
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Ketua,

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS
NIP. 195809151984031003

Tanggal lulus:

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Evaluasi
Pengembangan Ekowisata Mangrove: Studi Kasus di Bedul, Resort
Grajagan, Taman Nasional Alas Purwo, Provinsi Jawa Timur”. Penelitian
skripsi ini dilakukan pada bulan Februari sampai April 2010 di Taman Nasonal
Alas Purwo Kabupaten Banyuwangi.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: (a) mengidentifikasi potensi
ekowisata mangrove di TNAP; (b) mengevaluasi kegiatan wisata mangrove yang
sudah ada di TNAP dan pengembangannya sebagai ekowisata mangrove dan (c)
selanjutnya merumuskan rekmendasi terhadap penyelenggaraan ekowisata
mangrove di TNAP.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis merasa senang dan terima kasih jika ada saran dan kritik
yang membangun. Semoga skripsi hasil penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2010

Penulis

ii

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Klaten, Jawa Tengah pada tanggal 13 April
1987 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan L.
Purwasanjaya dan Sandinah.
Pada tahun 2005 penulis lulus dari SMA N 1 Klaten dan pada
tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI). Pada tahun kedua di IPB, penulis memilih Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan sebagai
mayornya.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi
kemahasiswaan, yakni OMDA KMK (Organisasi Daerah Keluarga Mahasiswa
Klaten), HIMAKOVA (Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan &
Ekowisata), DKM (Dewan Keluarga Mushola) Ibaadurrahmaan FAHUTAN dan
IFSA (International Forestry Students Association). Kegiatan besar organisasi
yang pernah diikuti oleh penulis antara lain SURILI (Studi Konservasi
Lingkungan) di TN. Bantimurung Bulusaraung, Sulawesi Selatan tahun 2007;
UNFCCC (United Nation Framework on Climate Change Conference) COP-13 di
Bali sebagai observer mahasiswa tahun 2007; IFSS (International Forestry
Students Symposium) ke-36 di Bulgaria tahun 2008; IFSS ke-37 di Indonesia
tahun 2009 dan Kongres Dunia IUFRO (International Union on Forest Research
Organization) ke-23 tahun 2010 di Korea Selatan.
Penulis melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman
Nasional Alas Purwo pada tahun 2009. Pada tahun 2010, penulis melakukan
penelitian di Taman Nasional Alas Purwo dan penelitian tersebut digunakan untuk
penulisan skripsi dengan judul Evaluasi Pengembangan Ekowisata Mangrove:
Studi Kasus di Bedul, Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur di bawah
bimbingan Ir. Haryanto R. Putro, M.S. dan Ir. Nyoto Santoso, M.S.

iii

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu
kelancaran skripsi ini:
1.

Ir. Haryanto R. Putro, M.S. dan Ir. Nyoto Santoso, M.S. selaku dosen
pembimbing skripsi
2. Ir. Hartono, M.Sc, Kepala Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) pada
tahun lalu atas izin pelaksanaan penelitiannya
3. Bapak Untung selaku Kepala Resort Grajagan, Mas Gendhut, Mas
Arif, beserta seluruh staf TNAP yang telah membantu selama
penelitian
4. Dr. Hendrayanto dan Dr. Supriyanto atas segala nasehat dan
dukungannya
5. Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, M.Sc., Soni Trison, S. Hut, M.Si dan
Istie Sekartining Rahayu, S. Hut, M.Si selaku dosen penguji
6. Ibunda, ayahanda dan kedua adik tercinta atas dukungan dan doanya
7. Keluarga Wiku Suharyoto yang telah banyak membantu selama di
Banyuwangi
8. Prof. EKS Harini Muntasib atas nasehat penulisan karya ilmiah yang
pernah diberikan kepada saya. Latipah Hendarti, M.Sc dan Eva
Rachmawati, M.Si atas masukannya.
9. Mbak Salwa, Kak Sebastian, Wani, Darren, Ronald, Mas Adi
“Gudang Buku”, Kak Fahmi, Afwan, Ibet, Rofiq dan Ajeng atas
bantuan dan masukannya
10. Febriansyah, Rista, Angga, Nida, Mas Momo dan teman-teman Tim
PKLP TNAP 2010 (Gilang, Marolop, Pande, Des, Dian, Diah dan
Erlin) atas bantuannya selama di lapang
11. Teman-teman Tim PKLP TNAP 2009 (Teh Lin, Bono, Iwan, Muti,
Farikhin dan Itha), teman-teman KSHE’42, teman-teman IFSA LCIPB dan alumni IFSA LC-IPB (Mas Langlang, Mbak Galuh, Mas
Dinda, Mas Buret, dsb.), teman-teman KMK (Keluarga Mahasiswa
Klaten) dan Wisma Nuradi (Rina, Tiwi, Bu Sita, Bu Irvi, Bu Emi,
Nazla, dll.) atas dukungannya.
12. Serta masih banyak pihak yang telah membantu tetapi tidak mungkin
disebutkan satu-persatu.

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................................... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. viii
I. PENDAHULUAN ......................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian...............................................................................................3
1.4 Kerangka Pemikiran ..........................................................................................3
II. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................................5
2.1 Hutan Mangrove ................................................................................................5
2.1.1 Pengertian hutan mangrove .....................................................................5
2.1.2 Struktur vegetasi mangrove .....................................................................6
2.1.3 Keragaman hayati di hutan mangrove .....................................................8
2.1.4 Fungsi mangrove .....................................................................................9
2.2 Ekowisata ........................................................................................................10
2.2.1 Pengertian ekowisata .............................................................................10
2.2.2 Ekowisata dan beberapa bentuk wisata khusus .....................................14
2.2.3 Prinsip-prinsip ekowisata ......................................................................15
2.2.4 Karakteristik ekowisatawan ..................................................................20
2.3 Evaluasi Pengembangan Ekowisata ................................................................21
2.4 Taman Nasional...............................................................................................25
III. METODE PENELITIAN ......................................................................................27
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...........................................................................27
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................................27
3.3 Orientasi Lapang .............................................................................................28
3.4 Jenis Data yang Dikumpulkan .........................................................................28
3.4.1 Potensi ekowisata ..................................................................................28
3.4.2 Kegiatan wisata yang sudah ada dan aktivitas masyarakat lokal terkait
penyelenggaraan wisata:........................................................................28
3.5 Metode Pengumpulan Data .............................................................................29
3.5.1 Studi literatur dan diskusi ......................................................................29
3.5.2 Observasi ...............................................................................................29
3.5.3 Wawancara (Interview) .........................................................................32
3.6 Pengolahan dan Analisis Data .........................................................................33
3.6.1 Analisis potensi ekowisata ....................................................................33
3.6.2 Analisis kegiatan wisata ........................................................................33
3.6.3 Analisis pengembangan ekowisata mangrove .......................................34
IV. KONDISI UMUM .................................................................................................35
4.1 Letak dan Luas ................................................................................................35
4.2 Topografi .........................................................................................................35
4.3 Geologi ............................................................................................................36
4.4 Tanah ...............................................................................................................36

v

4.5 Iklim ................................................................................................................36
4.6 Hidrologi .........................................................................................................37
4.7 Potensi Sumberdaya Alam ...............................................................................37
4.7.1 Potensi flora ...........................................................................................37
4.7.2 Potensi fauna .........................................................................................39
4.8 Aksesibilitas ....................................................................................................40
4.9 Sosial - Ekonomi dan Budaya Masyarakat Desa Penyangga ..........................40
V. HASIL.....................................................................................................................42
5.1 Potensi Ekowisata ..........................................................................................42
5.1.1 Potensi biologi .......................................................................................42
5.1.2 Potensi fisik ...........................................................................................48
5.1.3 Kebudayaan masyarakat ........................................................................51
5.2 Kegiatan Wisata ..............................................................................................52
5.2.1 Paket wisata yang ditawarkan ...............................................................52
5.2.2 Pengunjung ............................................................................................55
5.3 Masyarakat Lokal di Sekitar Kawasan ............................................................58
5.3.1 Karakteristik responden masyarakat lokal.............................................58
5.3.2 Keterkaitan mata pencaharian masyarakat lokal terhadap pemanfaatan
kawasan .................................................................................................59
5.3.3 Matapencaharian masyarakat lokal yang berkaitan dengan wisata .......60
5.4 Pengembangan Ekowisata Mangrove di TNAP ..............................................61
5.4.1 Fungsi dan tujuan TNAP .......................................................................61
5.3.2 Stakeholder ............................................................................................62
5.3.3 Kebijakan...............................................................................................68
VI. PEMBAHASAN ...................................................................................................74
6.1 Potensi Ekowisata ...........................................................................................74
6.1.1 Potensi biologi .......................................................................................74
6.1.2 Potensi fisik ...........................................................................................80
6.1.3 Budaya masyarakat................................................................................83
6.2 Kegiatan Wisata yang Sudah Ada ...................................................................85
6.3 Aktivitas Ekonomi Masyarakat Lokal terkait Penyelenggaraan Wisata .........87
6.4 Pengembangan Ekowisata Mangrove .............................................................88
6.4.1 Kesesuaian pengembangan ekowisata mangrove dengan fungsi dan
tujuan TNAP..........................................................................................88
6.4.2 Proses pengembangan ekowisata mangrove ........................................90
6.4.3 Kesesuaian realitas dengan kebijakan ...................................................92
6.5 Kesesuaian Pengembangan Ekowisata Mangrove dengan Prinsip-Prinsip
Ekowisata ........................................................................................................96
6.5.1 Prinsip ekologi berkelanjutan ................................................................96
6.5.2 Prinsip berbasiskan alam/budaya ........................................................103
6.5.3 Prinsip edukasi ....................................................................................105
6.5.4 Prinsip keuntungan bagi masyarakat lokal ..........................................107
6.5.5 Prinsip mendukung upaya konservasi .................................................109
6.5.6 Prinsip sesuai dengan peraturan pemerintah .......................................109
6.5.7 Prinsip kepuasan pengunjung ...........................................................110
VII. KESIMPULAN & REKOMENDASI ................................................................113
7.1 Kesimpulan....................................................................................................113
7.1.1 Potensi ekowisata ................................................................................113

vi

7.1.2 Kegiatan wisata dan pengembangan ekowisata mangrove di Bedul ...113
7.2 Rekomendasi .................................................................................................113
7.2.1 Pengadaan dan perbaikan terhadap fasilitas ekowisata .......................113
7.2.3 Review terhadap sistem zonasi ............................................................115

vii

DAFTAR TABEL
No.

Hal

1. Jenis-jenis Burung Air di TNAP .............................................................................9
2. Prinsip-prinsip ekowisata dan pengertiannya ........................................................17
3. Jenis spesies mangrove sejati di Bedul ..................................................................42
4. Kerapatan Jenis Mangrove ....................................................................................43
5. Sebaran kekayaan jenis dan jumlah individu.........................................................44
6. Jenis burung air yang dijumpai pada lokasi pengamatan ......................................46
7. Jenis fauna selain burung air .................................................................................48
8. Fasilitas ekowisata mangrove Bedul .....................................................................49
9. Aksesibilitas menuju TNAP (Wisata Bedul) .........................................................51
10. Perbandingan realitas pengembangan ekowisata mangrove dengan fungsi dan
tujuan TNAP ........................................................................................................63
11. Stakeholder yang terlibat dalam pengembangan ekowisata mangrove ................65
12. Perbandingan antara peraturan dan realitas terkait pengembangan ekowisata
mangrove di TNAP ..............................................................................................69
13. Perbandingan antara MoU dan Realitas ...............................................................73
14. Jenis satwa dan status perlindungannya ...............................................................78

viii

DAFTAR GAMBAR
No.

Hal

1. Diagram Kerangka Kerja Penelitian ........................................................................4
2. Peta lokasi penelitian. ............................................................................................27
3. Plot Petak untuk Mengetahui Komposisi Mangrove .............................................30
4. Fasilitas ekowisata mangrove Bedul. ....................................................................51
5. Rute paket wisata yang ditawarkan di Bedul.........................................................54
6. Grafik jumlah pengunjung wisata Bedul bulan Juli-Desember 2009 ....................55
7. Karakteristik responden pengunjung .....................................................................57
8. Motivasi para pengunjung wisata di Bedul ...........................................................57
9. Karakteristik responden penduduk lokal ...............................................................58
10. Spesies mangrove langka secara global tetapi masih umum ditemukan di daerah74
11. Burung air. .............................................................................................................76
12. Fauna selain burung air..........................................................................................77
13. Aktivitas tradisional masyarakat. ..........................................................................84
14. Upacara Petik Laut ................................................................................................85

1

I. PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Sektor pariwisata dipercaya sebagai salah satu penyumbang devisa yang

tinggi bagi Negara Indonesia. Sejak tahun 2008, pemerintah Indonesia lebih
menggalakkan promosi tentang pariwisata di Indonesia melalui program Visit
Indonesia. Indonesia memiliki kekayaan dan keindahan alam yang tidak ternilai
harganya. Keanekaragaman dan keunikan lingkungan alam serta kebudayaan
Indonesia telah diakui secara internasional. Hal ini menjadikan promosi untuk
pengembangan pariwisata di Indonesia tidak terbatas.
Minat wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri, tidak terbatas di
objek-objek wisata yang terkenal dan ramai saja. Beberapa khalayak justru
memandang objek wisata yang terlalu ramai kurang memberikan kesan yang
berarti. Seiring dengan kecenderungan back to nature dan pergesaran paradigma
dari produk kayu ke non kayu, maka usaha ekowisata pada masa yang akan
datang memiliki kecenderungan permintaan yang semakin meningkat. Tidak
sekedar berwisata alam saja, dalam ekowisata selain memberikan kepuasan
pribadi juga dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran, pemahaman dan
dukungan terhadap usaha-usaha konservasi alam.
Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem hutan tropika yang unik
untuk dinikmati dan dipelajari. Dibalik keunikan ekosistem mangrove telah
terbukti bahwa ekosistem mangrove mampu menjadi sistem perlindungan pantai
secara alami termasuk mengurangi resiko gelombang pasang bahkan tsunami dan
tempat perlindungan satwa. Mengingat besarnya fungsi ekosistem mangrove dari
segi ekonomi, edukasi dan ekologi, pemanfaatan hutan mangrove sebagai objek
ekowisata diharapkan dapat membantu melestarikan hutan mangrove di Indonesia.
Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) memiliki ekosistem mangrove
alami, yang keberadaannya cukup lengkap di Indonesia. Berdasarkan hasil
identifikasi tahun 2001, Blok Bedul, Resort Grajagan TNAP memiliki 24 jenis
mangrove (Balai TNAP 2007). Selain keragaman jenis mangrove, di Blok Bedul
juga ditemukan berbagai atraksi satwaliar yang menarik. Keunikan ekosistem

2

mangrove di TNAP yang selalu pasti dapat ditemukan di daerah atau di negara
lain ini, berpotensi besar untuk dikembangkan sebagai tempat ekowisata.
Gagasan dan kerjasama untuk mengembangkan ekowisata mangrove
dilakukan sejak sebelum tahun 2007 antara Balai TNAP dengan Desa Sumberasri.
Tidak dapat dipungkiri bahwa mewujudkan ekowisata yang dapat memberikan
kepuasan kepada pelaku ekowisata, meningkatkan kesejahteraan masyarakat
sekitar dan memperhatikan keberlangsungan ekologi, bukanlah hal yang mudah.
Oleh karena itu evaluasi mengenai pengembangan ekowisata di TNAP perlu
dilakukan. Melalui evaluasi ini, dapat diketahui sudah sesuai atau belumnya
antara implementasi ekowisata mangrove di TNAP dengan prinsip-prinsip
ekowisata.

Hasil dari analisis ini diharapkan dapat memberikan saran terhadap

penyelenggaraan ekowisata mangrove di TNAP agar integrated sustainable
ecotourism (ekowisata yang terintegrasi berkelanjutan) dapat tercapai.
1.2

Perumusan Masalah
Hutan mangrove di TNAP termasuk ekosistem hutan tropika yang sangat

unik dan memiliki kealamian yang masih baik. Keunikan yang tidak selalu dapat
ditemukan di daerah atau di negara lain ini, perlu dikonservasi dengan sebaikbaiknya. Melakukan konservasi bukan berarti melarang untuk memanfaatkan.
Pengelolaan hutan mangrove bertujuan agar sumberdaya yang ada dapat
dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan, dalam arti kesejahteraan rakyat
dapat meningkat tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan yang merugikan
kepentingan generasi yang akan datang.
Konsep ekowisata merupakan salah satu alternatif untuk mengembangkan
suatu kawasan menjadi tujuan wisata yang tetap memperhatikan konservasi
lingkungan dengan menggunakan potensi sumberdaya serta budaya masyarakat
lokal. Di satu sisi, pengembangan ekowisata ditujukan untuk menghasilkan
keuntungan secara ekonomi, namun di sisi lain pengembangan juga harus
memperhatikan terjaganya kualitas ekologis maupun sosial. Konsep semacam ini
sering

disebut

konsep

pembangunan

yang

berkelanjutan

(sustainable

development). Implementasi ekowisata secara nyata di lapangan belum tentu telah

3

sesuai dengan kriteria–kriteria yang diusulkan. Pelaksanaan ekowisata masih
memungkinkan untuk terjadinya kesalahan dalam memahami dan memanfaatkan
gagasan ini. Banyak orang menyederhanakan bahwa ekowisata adalah akivitas
wisata alam terbuka semacam gunung, hutan, pedesaan dan sebagainya (Rahardjo
2004)

Kekhawatiran baru timbul ketika istilah ekowisata digunakan hanya

sebagai label pemasaran produk wisata yang berbasis alam dengan memanfaatkan
peluang emas dan kecenderungan pasar. Bertolak dari hal tersebut, maka
permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:
1. Apakah realitas yang ada di lapangan (meliputi: potensi, kegiatan,
pengelolaan dan pengunjung wisata Mangrove di TNAP) sudah sesuai
dengan tolok ukur ekowisata?
2. Jika terdapat ketidaksesuaian (gap) antara realitas wisata yang ada dengan
tolok ukur ekowisata, apa yang menjadi penyebabnya?
3. Bagaimana seharusnya penyelenggaraan ekowisata mangrove di TNAP?
1.3

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kesesuaian

pengembangan ekowisata mangrove di Sub Resort Bedul TNAP dengan prinsipprinsip (tolok ukur) ekowisata serta mencari permasalahan yang menyebabkan
ketidaksesuaian antara realitas dan tolok ukur ekowisata. Secara lebih rinci tujuan
penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi potensi ekowisata mangrove di TNAP
b. Mengevaluasi kegiatan wisata mangrove yang sudah ada di TNAP dan
pengembangannya sebagai ekowisata mangrove
c. Merumuskan

rekomendasi

terhadap

penyelenggaraan

ekowisata

mangrove di TNAP.
1.4

Kerangka Pemikiran
Penelitian ini merupakan suatu evaluasi pengembangan ekowisata

mangrove di TNAP, khususnya di Sub Resort Bedul dengan mengacu pada
prinsip-prinsip ekowisata menurut ahli-ahli ekowisata (Ceballos dan Lascurain

4

1996; Björk 1997 dalam Higham 2007; Sirakaya et al. 1999 dalam Higham 2007;
Weaver 2001 dalam Higham 2007; Fennell 2003 dalam Higham 2007; dll.).
Prinsip-prinsip ekowisata yang diusulkan oleh para ahli tersebut, jika disimpulkan
adalah ekologi berkelanjutan, berbasiskan alam, bersifat edukasi, memberikan
keuntungan bagi masyarakat lokal, mendukung upaya konservasi, sesuai dengan
peraturan pemerintah dan memberikan kepuasan kepada pengunjung. Sementara
hal yang dievaluasi adalah realitas yang sesungguhnya di lapangan yang meliputi:
potensi ekowisata, wisata yang sudah diselenggarakan di TNAP, kesesuaian
kegiatan wisata dengan kebijakan yang sudah ada serta kegiatan ekonomi
masyarakat terkait penyelenggaraan wisata. Secara sistematis kerangka pemikiran
penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram Kerangka Kerja Penelitian

5

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Hutan Mangrove

2.1.1

Pengertian hutan mangrove
Hutan mangrove seringkali disebut dengan hutan bakau. Akan tetapi

sebenarnya istilah bakau hanya merupakan nama dari salah satu jenis tumbuhan
penyusun hutan mangrove, yaitu Rhizopora spp. Oleh karena itu, istilah hutan
mangrove sudah ditetapkan sebagai nama baku untuk mangrove forest (Dahuri
1996).
Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan
bahasa Inggris grove. Kata mangrove dalam bahasa Inggris digunakan baik untuk
komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang surut maupun
untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut.
Sedangkan dalam bahasa Portugis, kata mangrove digunakan untuk menyatakan
individu spesies tumbuhan, dan kata mangal untuk mengatakan komunitas
tumbuhan tersebut (Macnae 1968 diacu dalam Kusmana et al. 2005).
Mangrove merupakan pohon yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut
(intertidal trees), ditemukan di sepanjang pantai tropis di seluruh dunia. Pohon
mangrove biasanya dipengaruhi oleh pasang sehingga mangrove memiliki
adaptasi fisiologis secara khusus untuk menyesuaikan diri dengan garam yang ada
di dalam jaringannya. Mangrove juga memiliki adaptasi melalui sistem perakaran
untuk menyokong dirinya di sedimen lumpur yang halus dan mentransportasikan
oksigen dari atmosfer ke akar. Sebagian besar mangrove memiliki benih terapung
yang diproduksi setiap tahun dalam jumlah besar dan terapung hingga berpindah
ke tempat baru untuk berkelompok (Lewis 2004).
Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan
subtropis yang didominasi oleh beberapa jenis mangrove yang mampu tumbuh
dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen 2001).
Mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran
ombak dan daerah yang landai. Mangrove tumbuh optimal di wilayah pesisir yang
memiliki muara sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung

6

lumpur. Sedangkan di wilayah pessisir yang tidak terdapat muara sungai, hutan
mangrove pertumbuhannya tidak optimal. Mangrove tidak atau sulit tumbuh di
wilayah yang terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut kuat karena
kondisi ini tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur, substrat yang
diperlukan untuk pertumbuhannya. Hal ini terbukti dari daerah persebaran
mangrove di Indonesia yang umumnya terdapat di Pantai Timur Sumatera,
Kalimantan, Pantai Utara Jawa dan Irian Jaya. Penyebaran hutan mangrove juga
dibatasi oleh letak lintang karena mangrove sangat sensitif terhadap suhu dingin
(Dahuri 1996).
Bangen (2001) menyebutkan karakteristik hutan mangrove sebagai
berikut:
a. Umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur,
berlempung atau berpasir
b. Daerahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun yang
hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan
menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove
c. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat
d. Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Air
bersalinitas payau (2-22 permil) hingga asin (mencapai 38 permil).
2.1.2

Struktur vegetasi mangrove
Vegetasi hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis

yang tinggi, dengan jumlah jenis tercatat sebanyak 202 jenis yang terdiri dari 89
jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit dan 1 jenis sikas. Hanya
terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesifik hutan mangrove. Di dalam
hutan mangrove, paling tidak terdapat salah satu jenis tumbuhan sejati
penting/dominan yang termasuk ke dalam 4 famili: Rhizoporaceae (Rhizopora,
Bruguiera dan Ceriops), Sonneratiaceae (Sonneratia), Avicenniaceae (Avicennia)
dan Meliaceae (Xylocarpus) (Bengen 2001).

7

Secara sederhana, mangrove umumnya tumbuh dalam 4 zona (Noor et al. 1999),
yaitu:
a. Mangrove terbuka
Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir,
sering ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zonasi ini, biasanya berasosiasi
dengan Sonneratia spp. yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang
kaya bahan organik (Bengen 2001).
b. Mangrove Tengah
Mangrove di zona ini terletak di belakang mangrove zona terbuka. Di zona
ini umumnya didominasi oleh Rhizopora spp. Selain itu sering juga
dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp. (Noor et al. 1999 dan
Bengen 2001).
c. Mangrove payau
Zona ini berada di sepanjang sungai berair payau sampai tawar. Zona ini
biasanya didominasi oleh komunitas Nypa dan Sonneratia (Noor et al.
1999).
d. Mangrove daratan
Mangrove berada di zona perairan payau atau hampir tawar di belakang
jalur hijau mangrove yang sebenarnya. Jenis-jenis yang utama ditemukan
pada zona ini termasuk Ficus microcarpus, Intsia bijuga, N. fruticans,
Lumnitzera racemosa, Pandanus sp. dan Xylocarpus moluccensis. Zona
ini memiliki kekayaan jenis tinggi daripada zona lainnya (Noor et al.
1999).

Tomlinson (1984) diacu oleh Kusmana et al. (2005) membagi flora
mangrove menjadi 3 kelompok, yaitu:
a. Flora mangrove sejati (flora mangrove sebenarnya), yaitu flora yang hanya
tumbuh di habitat mangrove, berkemampuan membentuk tegakan murni
dan secara dominan mencirikan struktur komunitas, secara morfologi
mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus (bentuk akar napas/udara dan
viviparitas) terhadap lingkungan mangrove dan mempunyai mekanisme

8

fisiologis dalam mengkontrol garam. Contoh: jenis-jenis dari genus
Avicennia,

Rhizopora,

Bruguiera,

Ceriops,

Kandelia,

Sonneratia,

Lumnitzera dan Nypa.
b. Flora mangrove penunjang (minor), yaitu flora mangrove yang tidak
mampu membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak
berperan dominan dalam struktur komunitas. Contoh: Excoecaria,
Xylocarpus,

Heritiera,

Aegiceras,

Aegialitis,

Acrostichum,

Camptostermon, Scyphiphora, Pemphis, Excoecaria, Ombomia dan
Pelliciera.
c. Tumbuhan asosiasi mangrove, yaitu flora yang berasosiasi dengan
tumbuhan mangrove sejati dan penunjang. Flora jenis ini ditemukan
sebagai vegetasi transisi. Jalurnya belum bisa dipastikan. Contoh: jenisjenis dari genus Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus, Calamus dan lainlain.
Zona vegetasi mangrove berkaitan erat dengan pasang surut. Pada
umumnya lebar zona mangrove jarang melebihi 4 kilometer, kecuali pada
beberapa estuari serta teluk yang dangkal dan terutup. Pada daerah seperti ini
lebar zona mangrove dapat mencapai 18 kilometer (Noor et al. 1999).
2.1.3

Keragaman hayati di hutan mangrove
Indonesia terdapat perbedaan dalam hal keanekaragaman jenis mangrove

antara satu pulau dengan pulau yang lainnya. Dari 202 jenis yang telah diketahui,
166 jenis terdapat di Jawa, 157 jenis di Sumatera, 150 jenis di Kalimantan, 142
jenis di Irian Jaya, 135 jenis di Sulawesi, 133 jenis di Maluku dan 120 jenis di
Kepulauan Sunda Kecil. Pengecualian untuk di Pulau Jawa, meskipun memiliki
keragaman jenis yang paling tinggi akan tetapi sebagian besar dari jenis-jenis
yang tercatat berupa jenis gulma (seperti Chenopdiaceae, Cyperaceae, Poaceae).
Dalam hal kelangkaan, terdapat 14 macam tumbuhan mangrove langka di
Indonesia (Noor et al. 1999), yaitu:
a. Lima jenis umum setempat tetapi langka secara global, sehingga berstatus
rentan dan memerlukan perhatian khusus untuk pengelolaannya. Jenis-

9

jenisnya adalah: Ceriops decandra, Scyphiphora hydrophyllacea, Quasia
indica, Sonneratia ovate, Rhododendron brookeanum.
b. Lima jenis yang langka di Indonesia tetapi umum di tempat lain, sehingga
secara global tidak memiliki pengelolaan secara khusus. Jenis-jenis
tersebut adalah Eleocharis parvula, Fibristylis sieberiana, Sporobolus
virginicus, E. spitalis dan Scirpus litoralis.
c. Empat jenis sisanya berstatus langka secara global, sehingga memerlukan
pengelolaan khusus untuk menjamin hidupnya. Jenis-jenisnya adalah
Amyema anisomere, Oberonia rhizophoreti, Kandelia candel dan
Nephrolepsis acutifolia.
Selain memiliki vegetasi yang khas, mangrove merupakan habitat bagi
berbagai jenis satwa liar seperti primata, reptil dan burung. Mangrove biasanya
digunakan sebagai tempat berlindung, mencari makan dan tempat berkembang
biak bagi burung air. Berdasarkan penelitian Priambodo (2007) di Taman
Nasional Alas Purwo ditemukan 13 jenis burung air (Tabel 1).
Tabel 1 Jenis-jenis Burung Air di TNAP
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Nama Lokal
Cangak laut
Kuntul kecil
Bangau tongtong
Cerek pasir besar
Gajahan besar
Biru laut ekor blorok
Gajahan penggala
Trinil kaki merah
Trinil kaki hijau
Trinil bedaran
Trinil pantai
Dara laut jambul
Dara laut benggala

Nama Latin
Ardea sumatrana
Agretta garzetta
Leptootilos javanicus
Charadrius leschenaultia
Numenius arquata
Limosa lapponica
Numenius phaeopus
Tringa tetanus
Tringia nebularia
Tringia cinereus
Tringia hypoleucos
Sterna bergii
Sterna bengalensis

Famili
Ardeidae
Ardeidae
Ciconiidae
Charadriidae
Scolopacidae
Scolopacidae
Scolopacidae
Scolopacidae
Scolopacidae
Scolopacidae
Scolopacidae
Sternidae
Sternidae

Sumber: Priambodo (2007)

2.1.4

Fungsi mangrove
Hutan mangrove menyediakan sejumlah manfaat secara ekologi meliputi

stabilisasi sepanjang pantai, pereduksi ombak dan gelombang yang menyerang
pantai dan perlindungan struktur pulau, pendukung perikanan laut (ikan dan
kerang) secara langsung dan tidak langsung, penyedia makanan dan habitat dan

10

pendukung populasi satwaliar meliputi burung penyeberang maupun burung air
(Lewis 2004).
Bengen (2001) menyebutkan fungsi dan manfaat mangrove sebagai
berikut:
a. Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung dari abrasi,
penahan lumpur dan penagkap sedimen.
b. Penghasil sejumlah besar detritus dari daun dan dahan pohon mangrove
c. Daerah asuhan (nursery grounds), daerah mencari makanan (feeding
grounds) dan daerah pemijahan (spamming grounds) berbagai jenis ikan,
udang dan biota laut lainnya.
d. Penghasil kayu untuk bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku arang dan
bahan kertas (pulp).
e. Pemasok larva ikan, udang dan biota laut lainnya.
f. Sebagai tempat pariwisata.
2.2

Ekowisata

2.2.1

Pengertian ekowisata
Sejarah tentang ekowisata dapat dikilas balik pada tahun 1960-an ketika

kaum ekologis dan lingkungan sangat prihatin terhadap penggunaan sumberdaya
alam yang tidak sesuai. Pengawetan terhadap keanekaragaman hayati sangat
terancam karena kepentingan ekonomi dan eksplorasi terhadap sumberdaya alam
(Higham 2007). Definisi tentang ekowisata terus berkembang. Semula definisi
ekowisata sangat general dan sukar dipahami, seperti, bertanggungjawab,
konservasi, perlindungan dan berkelanjutan. Seperti yang diungkapkan oleh WWF
1995 dalam Higham 2007 misalnya, ekowisata merupakan perjalanan
bertanggungjawab ke tempat alami yang memberikan kontribusi kepada
perlindungan kawasan alami dan kesejahteraan masyarakat setempat. Pengertian
yang general dan membingungkan seperti itu telah dikritik oleh beberapa ahli
karena pengertian tersebut mengundang arti yang luas dalam hal interpretasi.
Stakeholder yang berbeda mempunyai kepentingan yang lain-lain pula dalam

11

ekowisata. Kepentingan yang egois dari masing-masing stakeholder dapat
membahayakan semua sistem dalam ekowisata.
Kekhawatiran baru timbul ketika istilah ekowisata digunakan hanya
sebagai label pemasaran produk wisata yang berbasis alam dengan memanfaatkan
pelua