Pengaruh penggunaan lahan terhadap debit aliran sungai di sub das Batang Arau Hulu Kota Padang

PENGARUH PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT
ALIRAN SUNGAI DI SUB DAS BATANG ARAU HULU
KOTA PADANG

Oleh:
STEVANNY OKTANTHYA PUTRI
A14061850

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

SUMMARY
STEVANNY OKTANTHYA PUTRI. Influence of Land Use on Stream
Discharge in Upstream of Batang Arau Sub-Watershed, Padang. Supervised by
NAIK SINUKABAN and YAYAT HIDAYAT
Landuse changes from forest to agriculture and inappropriate management
of agricultural land in the upstream of Batang Arau watershed are the most
important factors in deteriorating the watershed hydrological functions which are

indicated by relatively high runoff coefficient and frequent flooding in the
downstream of Batang Arau watershed. This research was conducted at upstream
of Batang Arau watershed in Lubuk Kilangan subdistrict-Padang. This
research aims to study the landuse changes and its impact on watershed runoff
coefficient and stream discharge. Landuse changes was analyzed by
comparing the data of landuse in 2000 and 2006. The trend of this changes
were used to analyze the impact of landuse changes on stream discharge in 19942000 and 2001-2004.
The results of this study showed that landuse changes have been decreasing
forest area from 5161.9 ha down to 4698.5 ha and decreasing the ricefields from
304.7 ha down to 266.3 ha, increasing the upland agriculture from 345.9 ha up to
724.2 ha, abandoned land from 83.3 ha up to 191.4 ha, settlement area from 41.5
ha up to 85.9 ha and mining area from 170.6 ha up to 181.8 ha respectively from
2000 to 2006. The analysis of monthly rainfall average showed that the amount of
rainfall has been increasing from 4406 mm in period of 1994-2000 up to 5254.5
mm in the period of 2001-2004, while the analysis of stream discharge showed an
increased in runoff coefficient from 30% in period of 1994-2000 up to 40% in
period of 2001-2004. Analysis of stream discharge particulary in rainy season
showed that the runoff coefficient increased from 0.3 in 2000 to 0.7 in 2004.
The high amount of rain in period of 2001-2004, decreasing of forest area
and increasing of upland agriculture, abandoned land, mining area, and settlement

in upstream of Batang Arau watershed were the main causes in increasing the
surface runoff that indicated by an increase of runoff coefficient. The increasing
runoff coefficient were consistently observed in every rainy season. In order to
decrease these runoff, efforts to reduce the rate of conversion of forest land into
non-forest area are seriously needed. Further more, improvement of agricultural
land management techniques by applying adequate soil and water conservation
techniques are needed as well.
Keyword : Batang Arau, Landuse Changes, Runoff, Stream discharge.

RINGKASAN
STEVANNY OKTANTHYA PUTRI. Pengaruh Penggunaan Lahan Terhadap
Debit Aliran Sungai pada Sub DAS Batang Arau Hulu, Kota Padang. Dibawah
bimbingan NAIK SINUKABAN dan YAYAT HIDAYAT
Perubahan penggunaan lahan di DAS Batang Arau dari hutan menjadi lahan
pertanian serta pengolahan lahan pertanian yang tidak memadai adalah faktor
yang dapat merusak fungsi hidrologis DAS yang diindikasikan oleh tingginya
koefisien aliran permukaan dan seringnya terjadi banjir di kawasan hilir DAS
Batang Arau. Hal ini terjadi diperkirakan karena meningkatnya koefisien aliran
permukaan pada DAS Batang Arau. Penelitian ini dilakukan di kawasan sub DAS
Batang Arau Hulu, Kecamatan Lubuk Kilangan - Kota Padang. Penelitian ini

bertujuan untuk mengkaji perubahan penggunaan lahan dan pengaruhnya terhadap
aliran permukaan. Perubahan penggunaan lahan dikaji dengan membandingkan
data penggunaan lahan pada tahun 2000 dan 2006. Tren perubahan penggunaan
lahan yang didapatkan digunakan untuk menganalisis pengaruh perubahan
penggunaan lahan terhadap debit sungai pada periode 1994-2000 dan 2001-2004.
Hasil analisis menunjukan bahwa terjadi perubahan penggunaan berupa;
penurunan luas lahan hutan dari 5161,9 ha menjadi 4698,5 ha dan lahan sawah
dari 304,7 ha menjadi 266,3 ha, serta peningkatan luas ladang/tegalan dari 345,9
ha menjadi 724,2 ha, lahan terlantar dari 83,3 ha menjadi 191,4 ha, pemukiman
dari 41,5 ha menjadi 85,9 ha dan lahan tambang dari 170,64 ha menjadi 181,8 ha.
Analisis curah hujan bulanan rata-rata pada periode 1994-2000 menunjukan
bahwa terjadi peningkatan jumlah curah hujan tahunan dari periode 1994-2000
sebesar 4406 mm menjadi 5254,5 mm pada periode 2001-2004 dan analisis debit
aliran memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan koefisien aliran permukaan dari
0,3 pada periode 1994-2000 menjadi 0,4 pada periode 2001-2004. Koefisien
aliran permukaan pada musim penghujan saja meningkat dari 0,3 pada tahun 2000
menjadi 0,7 di tahun 2004.
Tingginya intensitas hujan pada periode 2001-2004 serta penurunan luas
hutan dan peningkatan ladang/tegalan, lahan terlantar, lahan tambang, dan
pemukiman pada sub DAS Batang Arau menyebabkan peningkatan jumlah aliran

permukaan yang diindikasikan dengan peningkatan koefisien aliran permukaan.
Tingginya koefisien aliran permukaan secara konsisten teramati pada setiap
musim hujan. Untuk menurunkan jumlah aliran permukaan diperlukan upaya
pencegahan dengan menurunkan laju konversi lahan hutan menjadi non-hutan,
memperbaiki teknik pengolahan lahan pertanian dengan menerapkan teknik
konservasi tanah dan air.
Kata kunci : Aliran permukaan, Debit aliran sungai, Batang Arau, Perubahan
penggunaan Lahan.

iv

PENGARUH PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT
ALIRAN SUNGAI DI SUB DAS BATANG ARAU HULU
KOTA PADANG

STEVANNY OKTANTHYA PUTRI
A14061850

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

v

Judul

: Pengaruh Penggunaan Lahan Terhadap Debit Aliran
Sungai pada Sub DAS Batang Arau Hulu, Kota Padang

Nama Mahasiswa : Stevanny Oktanthya Putri
Nomor Pokok

: A14061850


Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Prof.Dr.Ir. Naik Sinukaban, M.Sc
NIP. 19461109 197302 1 001

Dr. Ir. Yayat Hidayat, M.Si
NIP. 19650103 199212 1 002

Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc
NIP. 19621113 198703 1

Tanggal Lulus:


vi

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 21 Oktober 1988, sebagai putri
dari pasangan Dr.Ir.Irwandi Sulin, M.Sc dan Tuti Yurneti, S.Pd. penulis
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.
Pada tahun 1994 penulis menyelesaikan Pendidikan Taman Kanak-Kanak
Karya Lubuk Alung dan melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar di SDN 12
Lubuk Alung, kemudian pada tahun 2000 melanjutkan studi ke SLTP N 1 Lubuk
Alung dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA N 1 Lubuk Alung
pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai Mahasiswa
Institut Pertanian Bogor melalui Jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) dan pada
tahun 2007 diterima di Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan.
Selama menjadi Mahasiswa, Penulis aktif pada kegiatan Organisasi Daerah
(OMDA) Minang yaitu IPMM Bogor (Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Minang
Bogor) sebagai Sekretaris BPA (Badan Pengawas Anggota) IPMM. Selama masa
perkuliahan, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Pengantar Ilmu Tanah
tahun ajaran (2008/2009) dan Asisten Praktikum Fisika Tanah (2009/2010).


vii

KATA PENGANTAR
Berkat rahmat Allah SWT penulis telah berhasil menyelesaikan penelitian
dan penyusunan skripsi dengan judul “Pengaruh Penggunaan Lahan Terhadap
Debit Aliran Sungai pada Sub DAS Batang Arau Hulu, Kota Padang”, yang
merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi
Manajemen Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Dengan selesainya tulisan ini, penulis mengucapkan rasa terimakasih yang
sedalamnya kepada Yang Terhormat Bapak Prof.Dr.Naik Sinukaban, M.Sc selaku
pembimbing pertama dan Bapak Dr.Ir.Yayat Hidayat, M.Si selaku pembimbing
kedua, atas segala dorongan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan
penulisan Skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penulisan skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih setulus-tulusnya kepada:
1. Dr.Ir.Suria Darma Tarigan, M.Sc selaku dosen puenguji atas masukan dan
kritikan yang diberikan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
2. Ketua Departemen dan Staf Pengajar di ITSL, terimakasih banyak atas
bimbingan dan ilmu yang diberikan kepada penulis.

3. Kedua orang tua penulis, Dr.Ir.Irwandi Sulin, M.Sc dan Tuti Yurneti S.Pd,
terima kasih atas dorongan, berbagai masukan serta ceramah yang hampir
tiap hari penulis terima karena terlalu lama menyelesaikan tulisan ini.
4. Kedua adik penulis, Ratih Stassia Wulandari dan Teguh Yassi Akasyah
Putra terima kasih atas doa dan keluhan-keluhannya.
5. Keluarga besar Marah Sulin, terima kasih atas segala bantuan, bimbingan
serta dorongan sampai akhirnya penulis menyelesaikan studi di IPB ini.
Keluarga besar Nurjani yang telah memberikan bantuan, dorongan, serta
kritikan dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Terima kasih atas dorongan yang disampaikan kepada penulis dari
sepupu–sepupu penulis khususnya Uni Wita (terima kasih banyak uni dan
maaf karena kecerewetan puti selalu menyusahkan uni untuk nyari data)
dan Bang Faisal, terima kasih banyak guruku!

viii

7. Kepada Pak Eeng (PSDA Sumatera Barat) dan Pak Subendri (BPDAS
Batang Kuantan).
8. Kepada Uni Erna dan Mba Mala yang telah memberikan bantuan dan
dukungan dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.

9. Teman dikala suka duka, Imuth, Fini, Oni, Wandi, Luther, Okla, Rangga,
Pandu, AJ, Iin, Chawen, Iqbal, Rio, Bang Aan, adik-adikku Dheo, Pecky,
Empe, Andri, daHen, O’ol, Layra, Meizi, Ria, Yane, dan semua
mahasiswa Minang angkatan 42,43,44,45,46 di IPMM (terutama
HIMAPD) terima kasih atas dukungan kalian semua!
10. Teman–teman seperjuangan, Ethe, Mawar, Miranti, Bunda Rahma, Memi,
Arin, Oni, Debow, Rara, Hafiz, Decky, Zaini, Dodo serta soilers 42,43,44,
dan 45 yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu, VIVA SOIL!
11. Teman–teman yang selama 4 tahun selalu berbagi semenjak penulis
pertama kali menginjakan kaki menuju asrama A3 IPB. Terimakasih Yani,
Dian, Anggin, Okta, Trisna, Ayu, dan Ruri.
Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Januari 2011

Penulis

ix

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .....................................................................................

x

DAFTAR GAMBAR .................................................................................

xi

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................

xii

PENDAHULUAN ......................................................................................

1

Latar Belakang ........................................................................................
Kerangka Pemikiran ................................................................................
Tujuan Penelitian .....................................................................................

1
2
3

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................

4

Siklus Hidrologi ......................................................................................
Daerah Aliran Sungai ..............................................................................
Penggunaan Lahan ..................................................................................
Aliran Permukaan ....................................................................................
Curah Hujan ............................................................................................
Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Aliran Permukaan....

4
6
7
8
10
12

BAHAN DAN METODE ..........................................................................

14

Tempat Dan Waktu Penelitian ................................................................
Bahan dan Alat ........................................................................................
Metode Penelitian ....................................................................................
Persiapan ..............................................................................................
Pengolahan Data ..................................................................................
Analisa Data .........................................................................................

14
14
15
15
15
16

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN .........................................

17

Kondisi Umum Kota Padang ...................................................................
Kondisi Umum Sub DAS Batang Arau ...................................................

17
18

HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................

21

Penggunaan Lahan DAS Batang Arau Bagian Hulu ...............................
Curah Hujan DAS Batang Arau Bagian Hulu .........................................
Debit Aliran Sungai Batang Arau ...........................................................
Koefisien Aliran Permukaan ...................................................................
Pengaruh Penggunaan Lahan terhadap Fungsi Hidrologis DAS .............

21
23
25
26
30

KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................

36

Kesimpulan ..............................................................................................
Saran ........................................................................................................

36
36

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

37

LAMPIRAN ...............................................................................................

39

x

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Penggunaan Lahan DAS Batang Arau Hulu ......................................

21

2. Koefisien RunOff (C) .........................................................................

28

3. Koefisien Runoff tahun 2000 pada musim penghujan .......................

29

4. Koefisien Runoff tahun 2001–2004 pada musim penghujan .............

29

5. Koefisien Runoff tahun 2004 musim penghujan ................................

29

xi

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Outlet DAS Batang Arau ...................................................................

17

2. Peta Lokasi Penelitian ........................................................................

19

3. Peta DAS Batang Arau ......................................................................

19

4. Peta Penggunaan Lahan DAS Batang Arau Hulu tahun 2000 ...........

22

5. Peta Penggunaan Lahan DAS Batang Arau Hulu tahun 2006 ...........

22

6. Curah Hujan Rata-Rata Wilayah Tahun 1990-2006 ..........................

24

7. Curah Hujan Bulanan Rata-Rata Wilayah .........................................

25

8. Debit Rata-Rata Bulanan ...................................................................

26

9. Grafik Debit dan Curah Hujan Bulanan Rata-Rata ............................

27

xii

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Debit Aliran Bulanan Rata-Rata ........................................................

40

2. Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Stasiun Simpang Alai ....................

41

3. Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Stasiun Ladang Padi ......................

42

4. Peta Polygon Thiessen........................................................................

43

5. Curah Hujan Rata-Rata Wilayah Periode 1990-2006 ........................

44

6. Curah Hujan Rata-Rata Wilayah Periode 1994-2000 ........................

45

7. Curah Hujan Wilayah Rata-Rata Periode 2001-2004 ........................

45

8. Curah Hujan Rata – Rata Wilayah Tahun 2000 .................................

46

9. Curah Hujan Rata – Rata Wilayah Tahun 2004 .................................

46

10. Koefisien Runoff Periode 1994-2000 ...............................................

47

11. Koefisien Runoff Periode 2001-2004 ...............................................

47

12. Koefisien Runoff Musim Kemarau Tahun 2000 ..............................

48

13. Koefisien Runoff Musim Kemarau Tahun 2004 ..............................

48

14. Peta Jenis Tanah ................................................................................

49

15. Tipe Iklim Sistem Klasifikasi Schmidth dan Ferguson.....................

50

16. Tipe Iklim Sistem Klasifikasi Oldemen ............................................

50

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lahan merupakan sumberdaya alam dengan komponen berupa tanah, udara,
air dan makhluk hidup yang saling berinteraksi membentuk suatu kesatuan. Lahan
memiliki sifat terbatas dan tidak dapat diperbaharui. Karena sifatnya yang tidak
dapat diperbaharui, perubahan penggunaan lahan harus diperhatikan dan
direncanakan dengan baik. Penggunaan lahan yang tidak tepat dapat mengancam
kelestarian sumberdaya lahan. Lahan merupakan habitat tempat tinggal makhluk
hidup, dimana jika lahan rusak dan tidak dapat dimanfaatkan lagi akan
menimbulkan kerugian bagi makhluk hidup.
Daerah aliran sungai (DAS) merupakan daerah yang dibatasi oleh punggung
bukit dimana semua air hujan yang jatuh di daerah tersebut mengalir ke suatu
outlet tertentu. Perubahan penggunaan lahan pada suatu DAS serta pengelolaan
lahan yang tidak tepat dapat mengakibatkan gangguan terhadap fungsi hidrologis
DAS. Fungsi hidrologis DAS merupakan kemampuan suatu DAS dalam
menyerap, menahan, menyimpan, serta mengalirkan air secara perlahan agar
terjadi suatu keseimbangan tata air. Fungsi hidrologis yang baik adalah
kemampuan suatu DAS dalam menjaga keseimbangan tata air agar tidak terjadi
banjir di musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau. Terganggunya
salah satu komponen dalam suatu DAS dapat mempengaruhi kualitas DAS
tersebut. Aktivitas manusia juga mempengaruhi sifat fisik dari suatu DAS,
diantaranya yaitu pengelolaan terhadap lahan yang dilakukan manusia karena
adanya tekanan penduduk dan perkembangan teknologi. Hal tersebut terjadi
karena kebutuhan manusia akan lahan semakin meningkat beriringan dengan
pertumbuhan penduduk.
Menurut Sinukaban (2007), DAS adalah suatu kesatuan ekosistem yang
khas bila ditinjau dari segi pelestarian sumberdaya tanah dan air, oleh sebab itu
pengembangan DAS harus memperlakukan DAS sebagai suatu sistem dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan taraf hidup manusia
secara lestari.

2

Daerah bagian hulu DAS Batang Arau digunakan sebagai daerah konservasi
tempat penyimpanan dan penyuplai air bagi wilayah kota Padang (bufferzone).
Air yang mengalir dari bagian hulu DAS Batang Arau ini digunakan oleh
masyarakat pada bagian tengah dan hilir dalam berbagai bentuk penggunaan.
Sungai pada sub DAS Hulu mempunyai peranan yang penting bagi DAS secara
keseluruhan. Sungai ini dijadikan sebagai sumber air bagi kawasan industri,
pertanian, dan pemukiman. Penggunaan lahan di Sub DAS Batang Arau Hulu
didominasi oleh hutan primer, kemudian dikonversi oleh masyarakat menjadi
pemukiman, sawah dan pertanian lahan kering seperti kebun campuran, ladang,
dan tegalan. Tanaman pada ladang/tegalan diantaranya ubi kayu, bengkuang, lada,
bawang dan palawija. Perubahan penggunaan lahan pada DAS bagian hulu akan
sangat berpengaruh terhadap fluktuasi aliran sungai pada DAS secara
keseluruhan. Aliran sungai dari daerah hulu ini bermuara di pantai Muaro, Kota
Padang.
Kerangka Pemikiran
Sungai Batang Arau berfungsi sebagai pemasok air bagi kawasan industri di
DAS bagian tengah, yaitu industri semen dan industri karet. Selain untuk
keperluan industri, sungai tersebut juga digunakan sebagai sumber air bagi lahan
pertanian dan untuk dikonsumsi oleh masyarakat di DAS Batang Arau (Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda Kota Padang), 2004).
Penggunaan lahan di kawasan DAS Batang Arau pada tahun 2006 terdiri
dari hutan (7968,9 ha), pertambangan (181,8 ha), pemukiman (4360,5 ha), sawah
(1427,3 ha), ladang/tegalan (2411,8 ha), industri dan pabrik (194,6 ha), lahan
terlantar dan lahan terbuka (922,5 ha). Seiring berjalannya waktu, telah terjadi
perubahan penggunaan lahan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat diiringi
dengan perubahan prilaku serta kemajuan teknologi. Berkurangnya luas areal
hutan di kawasan hulu dan peningkatan luas pemukiman di kawasan hilir akan
meningkatkan aliran permukaan dan mengurangi cadangan air tanah. Perubahan
penggunaan lahan yang salah dapat merusak kondisi DAS yang dapat
mengganggu aliran hidrologis, seperti infiltrasi, perkolasi, runoff, intersepsi serta
evapotranspirasi.

3

Salah satu kerugian yang ditimbulkan akibat perubahan penggunaan lahan
yang tidak tepat adalah kejadian banjir. Banjir yang akhir-akhir ini melanda
wilayah hilir DAS yakni Kota Padang merusak wilayah hilir DAS secara fisik.
Banjir terjadi karena curah hujan yang relatif tinggi dan penggunaan lahan yang
tidak seimbang di DAS Batang Arau. Meningkatnya ruang terbangun di DAS
Batang Arau mengakibatkan peningkatan aliran permukaan. Perkembangan
jumlah penduduk yang pesat di perkotaan memacu pertumbuhan lahan terbangun,
seperti perumahan, perkantoran, jalan serta fasilitas-fasilitas umum lainnya.
Perkembangan ini tidak hanya menuntut upaya pengendalian masalah banjir,
tetapi juga memerlukan perkembangan kebutuhan tehadap sektor terkait dengan
sumberdaya air. Hal tersebut berupa masalah kebutuhan air bersih, masalah
kebutuhan listrik, masalah kebutuhan rekreasi dan lainnya. Pemerintah Kota
Padang telah mengembangkan konsep kelestarian sumber daya lahan dan aliran
sungai dengan mempertahankan fungsi Hutan Raya Bung Hatta di bagian hulu
DAS. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kebutuhan sumber air dan
pengendalian sumberdaya lahan. Peranan kelestarian hutan ini berpengaruh besar
terhadap aliran sungai Batang Arau (Bappeda Kota Padang, 2004).
Penelitian ini lebih fokus pada DAS bagian hulu karena pengukuran debit
aliran dilakukan di sungai Batang Arau bagian hulu di daerah Lubuk Paraku. Sub
DAS Batang Arau Hulu penting fungsinya bagi keseluruhan DAS Batang Arau.
Apabila DAS bagian hulu ini rusak, maka dapat mengganggu fungsi hidrologis
DAS secara keseluruhan. Perubahan penggunaan lahan akan langsung
berpengaruh terhadap hidrologis DAS khususnya aliran permukaan. Hal ini perlu
diteliti untuk mengetahui bagaimana keadaan penggunaan lahan pada sub DAS
Batang Arau Hulu dan kaitannya dengan keadaan hidrologis DAS tersebut.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji perubahan penggunaan lahan sub
DAS Batang Arau Hulu periode 2000-2006 dan pengaruhnya terhadap debit aliran
sungai Batang Arau Hulu.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi merupakan perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer
kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang terjadi secara terus
menerus, air tersebut akan tertahan sementara di sungai, danau/waduk, dan dalam
tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia atau makhluk hidup lainnya
(Asdak, 2007). Menurut Arsyad (2006), air yang jatuh ke bumi dalam bentuk
hujan, salju dan embun akan mengalami berbagai peristiwa, kemudian akan
menguap ke udara menjadi awan dan dalam bentuk hujan, salju, dan embun jatuh
kembali ke bumi. Daratan yang tidak ada tumbuhan atau benda lainnya maka air
hujan akan langsung jatuh ke permukaan tanah. Sedangkan pada tempat yang ada
tumbuhan atau benda lain di permukaan lahan, air hujan yang jatuh akan ditahan
dan melekat di permukaan tumbuhan atau benda tersebut. Bagian air yang ditahan
dan melekat di permukaan tumbuhan disebut dengan air intersepsi. Bagian air
hujan yang sampai ke permukaan tanah akan mengalir di permukaan tanah
(runoff) atau masuk ke dalam tanah yang disebut dengan air infiltrasi. Air aliran
permukaan akan terkumpul di dalam danau atau waduk serta sungai dan kemudian
mengalir ke laut. Air infiltrasi sebagian akan menguap dari permukaan tanah dan
kembali ke udara (evaporasi), sebagian lagi akan diserap tumbuhan dan manguap
ke udara melalui peroses transpirasi, dan sebagian lagi terpekolasi masuk lebih
dalam ke dalam tanah menjadi air bawah tanah (ground water) yang kemudian
akan masuk ke dalam sungai atau danau melalui aliran bawah tanah (groundwater
flow). Air dalam danau, waduk, sungai dan laut akan kembali menguap ke udara.
Pada waktu musim penghujan, jumlah air meningkat sangat tajam dan di
permukaan bumi air mengalir dari hulu ke hilir, dari tempat yang lebih tinggi ke
tempat yang rendah menuju laut sebagai muara paling akhir. Air juga meresap ke
dalam tanah membentuk aliran bawah tanah. Pada waktu musim hujan, hampir
selalu ada beberapa wilayah yang mengalami bencana banjir dan longsor.
Sebaliknya pada waktu musim kemarau, beberapa wilayah mengalami bencana
kekeringan. Banyak sungai yang tidak ada aliran pada musim ini, namun aliran
yang besar terjadi pada musim penghujan. Ada perbedaan debit yang sangat besar

5

untuk beberapa sungai pada saat dua musim tersebut berlangsung (Kodoatie dan
Sjarief, 2008).
Air mengalir tergantung pada kondisi permukaan bumi. Bila tidak ada
daerah yang bisa menyerap dan daerah yang bisa menahan laju aliran maka pada
waktu musim penghujan air akan mengalir langsung ke laut. Pada waktu musim
kemarau, karena tidak ada lagi hujan maka keberadaan air di suatu tempat
tergantung dari kuantitas dan kualitas resapan dan panahanan air pada waktu
musim penghujan. Pada daerah yang dapat menahan dan meresapkan air dengan
baik dan optimal maka kebutuhan air dapat terpenuhi di musim kemarau karena
masih ada air yang tertampung dan terhenti, misalnya: waduk, danau, retensi,
cekungan serta yang meresap di dalam tanah sehingga membentuk air tanah,
sumur dan mata air. (Kodoatie dan Sjarief, 2008).
Menurut Takeda (1987), sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah
akan masuk ke dalam tanah (infiltrasi). Bagian lain yang merupakan kelebihan
akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah, kemudian mengalir ke daerah yang
rendah, masuk ke sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Dalam perjalanan ke laut
sebagian akan menguap dan kembali ke udara. Sebagian air yang masuk ke dalam
tanah keluar kembali segera ke sungai-sungai (interflow), tetapi sebagian besar
akan tersimpan sebagai air tanah (ground water) yang akan keluar sedikit demi
sedikit dalam jangka waktu yang lama ke permukaan tanah di daerah-daerah yang
rendah (groundwater runoff).
Air yang jatuh ke bumi dalam bentuk hujan, salju dan embun akan
mengalami berbagai peristiwa, kemudian akan menguap ke udara menjadi awan
dan dalam bentuk hujan, salju, dan embun jatuh kembali ke bumi (Arsyad, 2006).
Siklus hidrologi adalah proses yang berkesinambungan antara air laut

yang

diuapkan ke atmosfer dan kembali lagi ke laut. Terdapat banyak subsiklus,
diantaranya penguapan (evaporasi) air tanah dari lahan dan dikembalikan ke tanah
melalui proses hujan sebelum dialirkan ke laut. Sumber energi utama dalam siklus
hidrologi adalah matahari yang membantu dalam proses evaporasi (Viessman,
Knapp, Lewis, and Harbaugh, 1977).

6

Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kesatuan wilayah tata air
yang terbentuk secara alamiah, dimana semua air hujan yang jatuh ke daerah ini
akan mengalir melalui sungai dan anak sungai yang bersangkutan (Kodoatie dan
Sjarief, 2008). Menurut Departemen Pertanian (Deptan) (2010), DAS adalah suatu
kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan
dan mengalirkan air ke anak sungai dan sungai utama yang bermuara ke sungai
atau laut, termasuk dalam hal ini di bawah cekungan air tanah. Sungai merupakan
badan air berupa saluran-saluran air yang mengalir dipermukaan bumi menuju ke
laut, sedangkan anak sungai merupakan cabang sungai atau saluran–saluran
sungai yang mengalir ke sungai utama.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.7 Tahun 2004, DAS
didefinisikan sebagai wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan
sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami,
yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai
dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
DAS dibagi menjadi sub DAS bagian hulu, bagian tengah, dan bagian hilir.
Secara biogeofisik, daerah hulu DAS dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut:
merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi,
merupakan daerah dengan kemiringan lereng besar (lebih besar dari 15%), bukan
merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase,
dan jenis vegetasi umumnya merupakan tegakan hutan. Sementara daerah hilir
DAS dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut: merupakan daerah pemanfaatan,
kerapatan drainase lebih kecil, merupakan daerah dengan kemiringan lereng kecil
sampai dengan sangat kecil (kurang dari 8%), pada beberapa tempat merupakan
daerah banjir (genangan), pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan
irigasi, dan jenis vegetasi didominasi hutan bakau/gambut. Daerah Aliran Sungai
tengah merupakan daerah transisi dari kedua karakteristik biogeofisik DAS yang
berbeda tersebut diatas (Asdak, 2007).
Berbagai kegiatan yang dapat dijumpai dalam pengembangan suatu DAS
antara lain adalah kegiatan konstruksi, seperti pembangunan jalan, perluasan

7

kota/daerah pemukiman, industri, pembangkit tenaga listrik, dam/waduk untuk
irigasi

atau

hidrolistrik,

transportasi/navigasi,

kegiatan

pertambangan,

pengerukan,
pertanian,

pembangunan
perikanan,

kanal,

peternakan,

perkebunan, kehutanan, maupun kegiatan lainnya. Untuk menghindari atau
mengurangi kemungkinan timbulnya masalah, benturan atau persaingan antar
kegiatan dalam suatu DAS, diperlukan suatu rencana pengembangan yang
komprehensif dan terpadu (Sinukaban, 2007).
Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk interverensi
(campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidupnya baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokan
kedalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan
lahan bukan pertanian (Arsyad, 2006).
Menurut Sitorus (2004), sumberdaya lahan merupakan lingkungan fisik
yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air, dan vegetasi serta benda yang ada
diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Pengelolaan
sumberdaya lahan merupakan segala tindakan atau perlakuan yang diberikan pada
sebidang lahan untuk menjaga dan mempertinggi produktivitas lahan tersebut.
Dalam kaitannya dengan pemanfaatan dan pengembangannya, sumberdaya lahan
bersifat multi fungsi dan multi guna dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia.
Penggunaan sumberdaya lahan khususnya untuk aktivitas pertanian pada
umumnya ditentukan oleh kemampuan lahan atau kesesuaian lahan, dan untuk
penggunaan daerah industri, permukiman dan perdagangan ditentukan oleh lokasi
ekonomi yaitu jarak sumberdaya lahan dari pusat pasar. Nilai Tanah/Lahan yang
tertinggi biasanya terdapat di lokasi perdagangan dan industri, kemudian di lokasi
perumahan penduduk, diikuti oleh tanah untuk pertanian, rekreasi, hutan, dan
padang belantara.
Menurut Hardjowigono dan Widiatmaka (2007), lahan merupakan suatu
lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi, dimana
faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Rencana persediaan
lahan bertujuan untuk menetapkan jenis penggunaan lahan secara umum agar

8

lahan dapat digunakan secara lestari dan tidak merusak lingkungan. Penatagunaan
lahan merupakan bagian dari pembangunan nasional, karena itu kebijakan
pembangunan dan pilihan jenis penggunaan lahan harus ditentukan lebih dulu,
baru kemudian dicarikan tanahnya yang sesuai dengan persyaratan yang diminta
oleh jenis penggunaan lahan tersebut. Lahan dalam arti ruang merupakan
sumberdaya alam yang strategis dan bersifat tetap atau tidak bertambah, dimana
berbagai kegiatan pembangunan berlangsung. Kegiatan tersebut dilaksanakan oleh
masyarakat, swasta, maupun pemerintah dan terus meningkat seiring pertumbuhan
penduduk, kemajuan teknologi dan dinamika sosial ekonomi.
Pembangunan perkotaan meliputi suatu serentetan peristiwa mulai dari
pembersihan vegetasi alami atau areal pertanian dilanjutkan dengan suatu periode
konstruksi bangunan pada suatu lahan gundul. Pada fase akhir terbentuklah
daerah-daerah yang telah dibangun dengan permukaan yang tidak tembus air
seperti jalan, trotoar, atas, dan lain-lain.
Aliran Permukaan
Menurut Arsyad (2006), aliran sungai berasal dari hujan yang masuk ke
dalam sungai dalam bentuk aliran permukaan, aliran air bawah permukaan, air
bawah tanah, dan butir-butir hujan yang langsung jatuh di permukaan sungai.
Debit aliran sungai akan naik setelah terjadi hujan yang cukup, kemudian akan
turun kembali setelah hujan selesai. Gambar tentang naik turunnya debit sungai
menurut waktu disebut hidrograf.
Debit merupakan volume air yang mengalir melalui suatu penampung
melintang dalam suatu waktu (Seyhan,1990). Menurut Asdak (2007), debit aliran
adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang
melintang sungai per satuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya debit
dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/det).
Faktor yang mempengaruhi volume total limpasan adalah faktor iklim dan
faktor DAS, yang termasuk ke dalam faktor iklim yaitu banyaknya presipitasi dan
banyaknya evapotranspirasi. Sedangkan yang termasuk ke dalam faktor DAS
yaitu ukuran daerah aliran sungai (DAS) dan ketinggian rata-rata DAS
(Seyhan,1990). Menurut Chow (1964), runoff terdiri dari surface runoff (aliran

9

permukaan), subsurface runoff (limpasan bawah permukaan), dan groundwater
runoff (aliran bawah tanah). Surface runoff merupakan bagian dari limpasan yang
bergerak di atas permukaan tanah sampai mencapai suatu outlet berupa sungai
atau waduk. Bagian dari surface runoff yang mengalir di atas permukaan tanah
menuju aliran sungai disebut overland flow (aliran darat). Setelah masuk ke
sungai maka aliran tersebut akan bergabung dengan komponen aliran lainnya dan
membentuk limpasan total (total runoff).
Laju infiltrasi merupakan kecepatan masuknya air ke dalam tanah melalui
permukaan tanah dalam satuan waktu tertentu dan kapasitas infiltrasi tanah adalah
kemampuan tanah dalam menyerap air persatuan waktu tertentu atau jumlah air
yang dapat diserapkan oleh tanah dalam luasan tertentu. Kapasitas infiltrasi tanah
berbeda-beda, tergantung pada kondisi tanah dan lingkungannya yang dipengaruhi
oleh sifat tanah, vegetasi, dan faktor lingkungan lainnya. Jika pada suatu masa
tanah kapasitas infiltrasi lebih besar dari pada intensitas hujan, maka semua hujan
akan terinfiltrasi ke dalam tanah, sedangkan jika kapasitas infiltrasi lebih kecil
daripada intensitas hujan maka akan terjadi aliran permukaan.
Kondisi DAS dikatakan bertambah baik apabila perbandingan debit
maksimum dan minimum bertambah kecil atau dapat dikatakan pula bahwa air
sungai mengalir sepanjang tahun secara lebih merata, air sungai menjadi lebih
bersih karena lumpur yang terkandung berkurang. Pengukuran debit sungai
beserta kandungan lumpurnya dilakukan secara terus-menerus untuk mengetahui
perkembangan kondisi DAS. Biasanya dilakukan dengan membangun Stasiun
Pengamat Arus Sungai (SPAS). Mengingat hujan yang jatuh di dalam DAS selalu
berubah, baik penyebaran, waktu dan intensitasnya, hasil pengukuran debit dan
kandungan lumpur perlu dianalisa lebih lanjut dengan data yang diperoleh dari
hasil pengamatan-pengamatan di daerah tangkapannya (Departemen Kehutanan
(Dephut),1997).
Secara Gravitasi (alami) air mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah yang
rendah, dari gunung–gunung, pegunungan ke lembah, lalu ke daerah lebih rendah,
sampai ke daerah pantai dan kahirnya akan bermuara ke laut. Aliran air ini disebut
aliran permukaan tanah karena bergerak di atas permukaan tanah. Aliran ini
biasanya akan memasuki daerah tangkapan atau daerah aliran menuju ke sistem

10

jaringan sungai, sistem danau, atau waduk. Dalam sistem sungai aliran mengalir
mulai dari sistem sungai yang kecil menuju ke sistem sungai yang besar dan
akhirnya akan menuju mulut sungai atau sering disebut estuari yaitu tempat
bertemunya sungai dengan laut (Kodoatie dan Sjarief, 2008).
Koefisien aliran permukaan merupakan nisbah jumlah air (runoff) dengan
curah hujannya. Koefisien aliran tahunan didapatkan dengan membagi jumlah
aliran (mm) dengan curah hujan (mm). Menurut Asdak (2007), koefisien air
larian atau sering disingkat dengan C adalah bilangan yang menunjukan
perbandingan antara besarnya air larian terhadap besarnya curah hujan. Angka
koefisien air larian ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan apakah
suatu DAS telah mengalami gangguan (fisik).
Menurut Arsyad (2006), koefisien aliran permukaan didefinisikan sebagai
nisbah antara laju puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor
utama yang mempengaruhi nilai koefisien aliran permukaan adalah kapasitas
infiltrasi, tanaman penutup tanah dan intensitas hujan.
Pengaruh intensitas curah hujan pada limpasan permukaan tergantung dari
kapasitas infiltrasi. Jika intensitas curah hujan melampaui kapasitas infiltrasi,
maka besarnya limpasan permukaan akan segera meningkat sesuai dengan
peningkatan intensitas curah hujan. Akan tetapi, besarnya peningkatan limpasan
itu tidak sebanding dengan peningkatan curah hujan lebih, yang disebabkan oleh
efek

penggenangan

di

permukaan

tanah.

Lamanya

curah

hujan

juga

mengakibatkan penurunan kapasitas infiltrasi, untuk curah hujan yang jangka
waktunya panjang, limpasan permukaannya akan menjadi lebih besar meskipun
intensitasnya relatif sedang (Takeda, 1987).
Curah Hujan
Presipitasi meliputi semua air yang jatuh dari atmosfer ke permukaan bumi.
Presipitasi cair (curah hujan) mengalir segera ke sungai setelah mencapai tanah,
dan menjadi sebab dari sebagian besar banjir (Linsley dan Franzini, 1991).
Menurut Seyhan (1990), semua air yang bergerak di dalam bagian lahan dari daur
hidrologi baik secara langsung ataupun tak langsung berasal dari presipitasi.
Udara yang diserap oleh air membawa air yang diuapkan dari samudra dan

11

bergerak hingga air tersebut mendingin sampai bawah titik embun dan
mempresipitasikan uap air sebagai hujan maupun bentuk presipitasi lainnya.
Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal
tertentu. Oleh karena itu besarnya curah hujan dapat dinyatakan dalam m3 per
satuan luas, atau secara lebih umum dinyatakan dalam tinggi kolom air yaitu mm.
Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan atau untuk masa
tertentu seperti per hari, per bulan, per musim atau per tahun (Arsyad, 2006).
Cara yang paling sederhana dalam memperkirakan presipitasi rata-rata
adalah dengan menghitung rata-rata aritmatik dari nilai-nilai presipitasi yang
tercatat pada stasiun-stasiun pencatatan. Stasiun tersebut terdapat di dalam atau di
dekat daerah yang bersangkutan. Bila presipitasinya tidak seragam dan stasiunstasiun pencatatannya tidak tersebar dengan merata di dalam daerah yang
bersangkutan maka rata-rata untuk aritmatik akan tidak tepat. Untuk mengatasi
kesalahan ini, presipitasi pada masing-masing stasiun dapat dibebankan hanya
pada proporsi tertentu dari daerah yang dianggap dapat diwakili oleh stasiun yang
bersangkutan. Suatu cara umum yang dilakukan untuk penetapan faktor
pembebanan adalah jaringan Thiessen. Suatu jaringan Thiessen dibentuk dengan
menghubungkan stasiun-stasiun yang berdekatan pada sebuah peta dengan garisgaris lurus dan kemudian menarik sumbu tegak lurus dari tiap-tiap garis
penghubung. Curah hujan rata-rata adalah jumlah dari masing-masing stasiun,
yang tiap besarnya dikalikan dengan persentase luasnya (Linsley dan Franzini,
1991).
Klasifikasi Curah Hujan digunakan untuk melihat keadaan jenis iklim suatu
daerah ditinjau dari segi unsur yang benar-benar aktif terutama presipitasi dan
suhu. Keadaan iklim di setiap wilayah seperti daerah dingin, daerah panas, gurun,
hutan tropis dan daerah lainnya yang tersebar luas tersebar di berbagai tempat,
sehingga diperlukan suatu sistem penamaan untuk iklim yang cocok dengan
berbagai kawasan tersebut. Macam klasifikasi iklim ada dua, yaitu klasifikasi
secara genetik dan secara empirik. Klasifikasi iklim secara genetik diantaranya
yaitu klasifikasi menurut daerah penerimaan radiasi surya dan klasifikasi
berdasarkan sirkulasi udara. Sedangkan klasifikasi iklim secara empirik
diantaranya klasifikasi berdasar rational moisture budget dan klasifikasi

12

berdasarkan pertumbuhan vegetasi. Klasifikasi berdasarkan pertumbuhan vegetasi
terdiri atas beberapa tipe sistem klasifikasi, diantaranya adalah sistem klasifikasi
Schmidth dan Ferguson dan sistem klasifikasi Oldeman (Handoko, 1993).
Sistem klasifikasi Schmidth dan Ferguson berdasarkan pada jumlah
presipitasi dan vegetasi yang terdapat pada suatu daerah. Sistem klasifikasi ini
dilihat dengan nilai Q nisbah antara rata - rata bulan kering dibandingkan dengan
rata – rata bulan basah (Lampiran 14). Kriteria yang digunakan yaitu Bulan Basah
(> 100 mm), Bulan Lembab (60-100 mm), dan Bulan Kering (< 60 mm).
sedangkan klasifikasi Oldeman berdasarkan pada jumlah kebutuhan air oleh
tanaman dengan melihat keadaan Bulan Basah dan Bulan Kering berturut – turut
(lampiran 15), dimana kriteria Bulan Basah (> 200 mm), Bulan Lembab (100 –
200 mm), dan Bulan Kering (< 100 mm) (Handoko, 1993).
Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Aliran Permukaan
Debit aliran suatu sungai sangat dipengaruhi oleh kondisi penggunaan tanah
dalam daerah aliran tersebut. Daerah hutan yang ditutupi tumbuh-tumbuhan yang
lebat jarang terjadi limpasan permukaan karena kapasitas infiltrasinya yang besar.
Jika daerah hutan ini dijadikan daerah pembangunan dan dikosongkan (hutannya
ditebang), maka kapasitas infiltrasi akan turun karena pemampatan permukaan
tanah, air hujan akan mudah berkumpul ke sungai-sungai dengan kecepatan yang
tinggi dan akhirnya mengakibatkan banjir (Takeda, 1987).
Menurut Arsyad (2006), metode vegetatif pada konservasi tanah dan air
merupakan penggunaan tanaman dan tumbuhan, atau bagian-bagian tumbuhan
atau sisa-sisanya untuk mengurangi daya tumbuk butir hujan yang jatuh,
mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan yang pada akhirnya
mengurangi erosi tanah. Metode vegetatif memiliki fungsi (a) mengurangi tanah
terhadap daya perusak butir-butir hujan yang jatuh, (b) melindungi tanah terhadap
daya perusak air yang mengalir di permukaan tanah, (c) memperbaiki kapasitas
infiltrasi tanah dan penahanan air yang langsung mempengaruhi besarnya aliran
permukaan.
Tumbuhan yang merambat di permukaan tanah adalah penghambat aliran
permukaan. Tumbuhan yang merambat di permukaan tanah dengan rapat tidak

13

hanya memperlambat aliran permukaan tetapi juga mencegah pengumpulan air
secara cepat dan sebagai filter bagi sedimen yang terbawa air. Pengaruh tumbuhan
terhadap pengurangan laju aliran permukaan lebih besar dari pengaruhnya
terhahap pengurangan jumlah aliran permukaan (Arsyad, 2006). Menurut Rahim
(2000), hujan yang jatuh pada areal hutan tidak akan menghasilkan limpasan
permukaan yang banyak, dalam arti kata masih bisa ditampung baik oleh depresi
alami maupun sungai-sungai yang ada di areal tersebut.
Peningkatan-peningkatan debit sungai sesudah penggundulan hutan dapat
menyebabkan erosi saluran yang dipercepat. Dilain pihak, sampah yang
berlebihan akibat pembalakan secara efektif dapat membendung suatu sungai dan
menciptakan pengaruh-pengaruh yang merusak bila bendungan tersebut runtuh
selama limpasan-limpasan yang tinggi. Serasah hutan melindungi tanah dari
pukulan tetesan hujan dan menolong menjaga kapasitas infiltrasi yang tinggi,
sehingga erosi permukaan jarang terjadi pada hutan yang tidak terganggu. Akarakar pohon juga membantu mengikat massa tanah, yang sangat mengurangi
bahaya gerakan tanah massa tanah bahkan pada lereng-lereng yang curam (Lee,
1988).

14

BAHAN DAN METODE
Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di DAS Batang Arau bagian hulu yang terletak
di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat. Luas DAS secara keseluruhan adalah
17.467,5 ha. Lokasi penelitian difokuskan pada sub DAS Batang Arau Hulu
seluas 6.108,1 ha dengan topografi perbukitan yang terletak di kecamatan Lubuk
Kilangan.
Penelitian lapangan dilaksanakan dari bulan Mei sampai Juli 2010 dan
analisa data dilaksanakan dari bulan Juni sampai Agustus 2010.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.

Peta Rupabumi Sumatera Barat interval 25m pada skala 1 : 50.000 tahun
1989 (BAKOSURTANAL)

2.

Citra Landsat tahun 2000 - the enhanced thematic mapper plus (ETM+)
(Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN))

3.

Peta Penggunaan Lahan Sumatra Barat Tahun 2006 (Pusat Studi Pengelolaan
Sumberdaya Air (PSDA) Sumatra Barat)

4.

Peta Administrasi Kota Padang (Bappeda Kota Padang)

5.

Peta Batas DAS Batang Arau (BPDAS Agam Kuantan – Sumatera Barat)

6.

Data Curah Hujan Bulanan Kota Padang (Pusat Studi Pengelolaan
Sumberdaya Air (PSDA) Kota Padang)

7.

Data Debit Aliran Sungai Batang Arau Hulu (Pusat Studi Pengelolaan
Sumberdaya Air (PSDA) Kota Padang)

Alat yang digunakan untuk menunjang penelitian ini adalah:
1.

Program perangkat lunak (Software) ArcView GIS 3.3, AutoCAD Map 3D
2008, MapSource,Google Earth

2.

Program Microsoft Office 2007

3.

Komputer dan Printer

15

Metode Penelitian
Persiapan
Tahapan ini meliputi pengumpulan data dan studi pustaka. Tahap
pengumpulan data dilakukan di beberapa tempat yaitu Bappeda Kota Padang,
PSDA Kota Padang, BPDAS Agam Kuantan, dan BIOTROP Bogor. Studi
Pustaka digunakan untuk mencari referensi dan literatur yang berhubungan
dengan tema penelitian.
Pengolahan Data
Pengolahan Data Peta; tahap ini dilaksaknakan dengan menggunakan
perangkat lunak (Software) AutoCAD Map 3D 2008, ArcView GIS 3.3,
MapSource, dan Google Earth. Peta penggunaan lahan tahun 2006 didapatkan
dalam bentuk shapefile (.shp) dan JPEG (.jpg). Peta tersebut di overlay
menggunakan menu intersect pada program ArcView GIS 3.3 dengan peta batas
DAS Batang Arau (sistem koordinat yang terdapat pada peta disamakan terlebih
dahulu). Setelah dioverlay selanjutnya dilaksanakan tahap digitasi peta
(memberikan informasi pada peta sesuai dengan penggunaan lahannya) di
program AutoCAD Map 3D 2008.
Pada citra landsat tahun 2000, citra yang terbagi dalam tujuh band (citra
grayscale)

terlebih

dahulu

digabungkan dengan

menggunakan program

ErMapper. Kemudian citra di registrasi dengan memasukan informasi koordinat.
Kemudian dilakukan tahap digitasi peta menggunakan program AutoCAD Map
3D 2008 dengan memberikan informasi penggunaan lahan sesuai dengan batas
DAS Batang Arau. Hasil digitasi di simpan dalam bentuk shapefile (.shp).
Pengolahan Data Hidrologi; pada tahap ini, ditentukan curah hujan
wilayah rata-rata untuk melihat keadaan musim penghujan dan musim kemarau.
Data yang digunakan adalah data curah hujan pada tahun 1990-2006 yang
didapatkan dari PSDA Kota Padang. Dalam menetapkan curah hujan rata-rata
wilayah digunakan metode Thiessen (dibuat dengan menggunakan AutoCAD Map
3D 2008) berdasarkan lokasi stasiun pengukur curah hujan yang terdapat disekitar
DAS Batang Arau dengan membuat poligon tertentu yang ditentukan luasannya,
kemudian dihitung curah hujan rata-rata wilayah dengan menggunakan rumus:

16

=
keterangan:

�1 ×

1

+ �2 ×

+ ….+ � ×


2

P

= Curah Hujan Rata-Rata Wilayah

A1,A2,A3

= Luas masing-masing Poligon

P1,P2,P3

= Curah Hujan masing-masing Stasiun

Setelah mendapatkan data curah hujan rata-rata bulanan wilayah ditentukan debit
rata-rata bulanan, kemudian ditentukan aliran permukaan (runoff) rata-rata
bulanan dengan cara:
3

=



Analisa Data

ℎℎ

×

� (

× 86400(

)
× 1000

2)

Analisa Karakterisasi Debit; pada penelitian ini digunakan nisbah
koefisien aliran permukaan (C) untuk melihat kondisi hidrologis DAS dengan
menggunakan rumus:
=

(
ℎ�

)
(

)

Setelah itu data koefisien aliran permukaan yang didapatkan disajikan dalam
bentuk tabel dan dilihat secara deskriptif bagaimana perubahan koefisien aliran
permukaan pada periode 1994-2000 dan 2001-2004.
Analisa hubungan Debit Aliran dengan Penggunaan Lahan; dari data
penggunaan lahan pada tahun 2000 dan 2006 dapat dilihat perubahan penggunaan
lahan yang terjadi pada daerah DAS Batang Arau. Selanjutnya perubahan
penggunaan lahan tersebut akan disajikan dalam bentuk peta dan grafik. Tren
perubahan penggunaan lahan yang didapatkan digunakan untuk menganalisis data
debit aliran pada periode 1996-2000 dan 2001-2004 secara deskriptif.

17

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
Kondisi Umum Kota Padang
Kota Padang merupakan ibu kota Provinsi Sumatera Barat dengan batas
wilayah sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Padang Pariaman, sebelah
timur dengan Kabupaten Solok, sebelah Selatan dengan Kabupaten Pesisir
Selatan, dan sebelah Barat dengan Samudera Hindia. Secara geografis Kota
Padang terletak antara 00°44’00” LS - 1°08’35” LS dan 100°05’05”

BT -

100°34’09” BT. Luas wilayah administrasi Kota Padang adalah 1.414,96 km2,
yang terdiri dari 694,96 km2 wilayah darat dan 720 km2 wilayah laut. Kota Padang
yang terbagi atas 11 Kecamatan dan 104 Kelurahan ini memiliki jumlah penduduk
sebesar 838.190 jiwa dengan kerapatan penduduk 1.206 jiwa/km2.

a

b

Gambar 1. Outlet DAS Batang Arau Alami (Pantai Muara) Kota Padang (a)
dan Outlet Buatan (Pantai Purus) Kota Padang (b)
Pada tahun 1660, pemerintahan Belanda menguasai daerah Pantai Muara
(outlet DAS Batang Arau) dan merencanakan daerah ini sebagai pusat
perdagangan sekaligus pusat pemerintahan. Tahun 1667 Pemerintah Belanda
membangun loji dan pelabuhan di Pantai Muaro. Pada tanggal 20 Mei 1784,
Belanda secara resmi menjadikan Pantai Muaro sebagai pelabuhan. Pelabuhan
tersebut merupakan pusat perdagangan u