Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang Dipelihara pada Media Berisi Sedimen dari Waduk Cirata

AKUMULASI LOGAM BERAT TEMBAGA (Cu) PADA IKAN
NILA (Oreochromis niloticus) YANG DIPELIHARA PADA
REIZA MAULANA ADITRIAWAN
MEDIA BERISI SEDIMEN DARI WADUK CIRATA

REIZA MAULANA ADITRIAWAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Akumulasi Logam Berat
Tembaga (Cu) pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang Dipelihara pada
Media Berisi Sedimen dari Waduk Cirata adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2013

Reiza Maulana A
NIM C24070070

ABSTRAK
REIZA MAULANA ADITRIAWAN. Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu)
pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang Dipelihara pada Media Berisi
Sedimen dari Waduk Cirata. Dibimbing oleh AGUSTINUS M. SAMOSIR dan
YOSMANIAR.
Tembaga di perairan akan berikatan dengan koloid dan partikulat
tersuspensidan akhirnya terakumulasi dalam sedimen. Tembaga dalam sedimen
akan terdaur ulang kedalam air yang berada di atas sedimen. Tentu saja sangat
berbahaya untuk dikonsumsi karena tembaga dapat terbawa oleh ikannila yang
ada di Waduk Cirata melalui bioakumulasi.Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui faktor biokonsentrasi antara sedimen, air, dan ikan serta mengukur
efek akumulasi terhadap pertumbuhan ikan. Desain akuarium penelitian di buat

mirip dengan keramba jaring apung dengan skala yang diperkecil. Hasil nilai
faktor biokonsentrasi (BCF) antara tembaga pada ikan dan tembaga pada sedimen
memiliki sifat akumulatif rendah yaitu 0,6069, sedangkan faktor biokonsentrasi
antara tembaga pada ikan dan tembaga pada air memiliki sifat akumulatif tinggi
yaitu 7467. Konsentrasi tembaga didalam sedimen tidak memberikan pengaruh
langsung terhadap akumulasi pada ikan dan konsentasi tembaga didalam air
memberikan pengaruh secara langsung terhadap akumulasi pada ikan.Keberadaan
tembaga yang tinggi didalam tubuh dan lingkungan memberikan pengaruh
terhadap laju pertumbuhan spesifik ikan nila selama penelitian, dimana terjadi
penurunan yang signifikan selama 6 minggu pengamatan.

ABSTRACT
REIZA MAULANA ADITRIAWAN. Accumulation of Heavy Metals Copper
(Cu) in Tilapia (Oreochromis niloticus) Maintained in Aquarium Containing
Reservoir Sediments from Cirata. Supervised by AGUSTINUS A. SAMOSIR dan
YOSMANIAR.
Copper in water will bind to the particulate colloidal aggregates and
suspended particulates that will eventually accumulate in sediment. copper in the
sediment will be recycled into the water above the sediment. This is of course
very dangerous for consumption because copper can be carried away by existing

tilapia Cirata Reservoir through bioaccumulation. The purpose of this study was
to determine bioconcentration factor between sediment, water, and fish and
measure the cumulative effects on fish growth. Aquarium design study made
similar to the floating net cages with a reduced scale. Results bioconcentration
factor values (BCF) fish between sediments have low accumulative properties,
namely 0.6069, whereas the copper bioconcentration factor in fish and copper in
the water has a high accumulative nature of the 7467. Copper in sediment are not
providing a direct influence on the accumulation in fish and copper in the water
directly influence the accumulation in fish. The presence of high copper in the
body and the environment influence on specific growth rate of tilapia during the
study, with a significant decrease during the 6 weeks of observation.

AKUMULASI LOGAM BERAT TEMBAGA (Cu) PADA IKAN
NILA (Oreochromis niloticus) YANG DIPELIHARA PADA
MEDIA BERISI SEDIMEN DARI WADUK CIRATA

REIZA
MAULANA
ADITRIAWAN
REIZA

MAULANA
ADITRIAWAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi

Nama
NIM


: Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) pada Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) yang Dipelihara pada Media Berisi
Sedimen dari Waduk Cirata
: Reiza Maulana Aditriawan
: C24070070

Disetujui oleh

Ir. Agustinus M Samosir, M.Phil
Pembimbing I

Ir. Yosmaniar, M.Si
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc
Ketua Departemen

Tanggal Ujian :


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2011 ini ialah
akumulasi logam berat pada ikan nila (Oreochromis niloticus).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Agustinus M. Samosir,
M.Phil dan Ibu Ir. Yosmaniar, M.Si selaku pembimbing, serta Bapak Dr.
Ir.Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc yang telah banyak memberi saran dan masukan
kepada penulis, kemudian bapak Prof. Dr. M. F. Rahardjo yang telah memberikan
arahan, motivasi, dan nasehat selama perkuliahan, seluruh dosen pengajar
departemen Manajemen Sumber Daya Perairan dan Matematika, sahabat-sahabat
tercinta serta berbagai pihak (MSP 44, 45, dan 46) yang telah banyak memberikan
dukungan sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini dengan baik. Penulis
menyadari adanya berbagai keterbatasan sehingga dalam tulisan ini masih banyak
kekurangan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta
seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Maret 2013

Reiza Maulana A

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

v

DAFTAR GAMBAR

v

DAFTAR LAMPIRAN

v

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Rumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA

3


Biologi Ikan Nila

3

Logam Berat

5

Karakteristik logam berat

5

Logam berat dalam sedimen

6

Tembaga

8


Faktor yang Mempengaruhi Biokonsentrasi tembaga

9

METODE PENELITIAN

14

Lokasi dan Waktu

14

Alat, Bahan, dan Kegunaan

14

Rancangan Penelitian

15


Analisis dn Penyajian Data

16

HASIL DAN PEMBAHASAN

18

Gambaran Umum Waduk Cirata

18

Hasil

19

Pembahasan

25

KESIMPULAN DAN SARAN

27

Kesimpulan

27

Saran

27

DAFTAR PUSTAKA

28

LAMPIRAN

31

RIWAYAT HIDUP

39

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pembagian jenis sedimen berdasarkan ukuran partikel
Baku mutu konsentrasi logam tembaga (Cu) pada sedimen
Jenis Industri dengan tembaga sebagai parameter uji wajib
Hubungan antara pH air dan kehidupan ikan budidaya
Parameter dan alat yang digunakan untuk analisis kualitas air
Indeks faktor biokonsentrasi
Klasifikasi kesadahan

7
7
8
11
15
21
23

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Skema rumusan masalah
Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Jalur masuk logam kedalam tubuh organisme air
Hubungan antara pH terhadap spesiasi tembaga (Cu) .
Hubungan antara kesadahan, pH dengan toksisitas tembaga (Cu)
Desain akuarium penelitian
Konsentrasi tembaga (Cu) pada sedimen
Konsentrasi tembaga (Cu) pada air
Konsentrasi tembaga (Cu) pada ikan
Laju pertumbuhan spesifik ikan nila
Tren pertambahan bobot ikan nila selama 8 minggu pengamatan

2
4
4
11
13
16
19
20
21
24
25

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
11.
12.
13.

Alat dan bahan yang digunakan
Desain dan penataan letak akuarium penelitian
Data konsentrasi logam tembaga (Cu)
Data parameter lingkungan
Data bobot ikan nila selama pemeliharaan
Laju pertumbuhan spesifik ikan nila selama pemeliharaan
Hasil ANOVA antara perlakuan terhadap konsentrasi tembaga
pada ikan
Hasil ANOVA antara perlakuan terhadap konsentrasi tembaga
pada sedimen
Hasil ANOVA antara perlakuan terhadap konsentrasi tembaga
pada air
Koefesien korelasi antara perlakuan - konsentrasi tembaga ikan
Koefesien korelasi antara perlakuan - konsentrasi tembaga sedimen
Koefesien korelasi antara perlakuan - konsentrasi tembaga air
Perhitungan faktor biokonsentrasi (BCF)

31
32
32
32
33
33
34
35
36
37
37
37
38

11

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permasalahan lingkungan merupakan permasalahan telah menjadi masalah
global karena menyangkut masa depan dari tempat hidup manusia ke depan, yaitu
bumi. Kristanto (2004) berpendapat bahwa faktor laju pertumbuhan penduduk
merupakan akar dari permasalahan lingkungan, sebab dengan pertambahan
penduduk yang tinggi menyebabkan kebutuhan pangan, bahan bakar dan
kebutuhan-kebutuhan dasar yang lain juga meningkat yang akhirnya menekan
berbagai upaya produksi yang akhirnya juga sejalan dengan meningkatnya
limbah. Koeman (1987) menambahkan banyaknya orang yang mendapat tempat
di dalam industri, dengan cepat pula resiko terhadap lingkungan, seperti
pencemaran. namun dalam periode dahulu adanya anggapan bahwa komponen
lingkungan seperti tanah, udara dan air secara bersama-sama dapat memproses
limbah. Hingga pada akhirnya terjadi peristiwa pencemaran di Teluk Minamata
(Minamata Bay) di Jepang, tahun 1953 yang menimpa sebagian besar masyarakat
nelayan, yang mendapatkan sumber makanannya dari laut. Peristiwa ini
mengubah anggapan masyarakat dengan pandangan baru masyarakat terhadap
lingkungan.
Indonesia sangat rentan terhadap masalah pencemaran, terutama
pencemaran perairan. Banyak penelitian yang menunjukan wilayah perairan
Indonesia telah mengalami penurunan kualitas air terutama karena pencemaran.
Perairan tertutup seperti waduk lebih rentan terhadap bahan pencemar
dibandingkan perairan terbuka. Salah satu waduk yang diduga telah mengalami
pencemaran adalah Waduk Cirata.
Logam berat merupakan salah satu parameter lingkungan yang sangat
penting di Waduk Cirata. Sumber logam berat yang masuk ke dalam lingkungan
perairan berasal dari debu kegiatan gunung berapi, erosi dan pelapukan tebing dan
tanah, serta kegiatan antropogenik manusia yang terbawa pada jalur-jalur perairan
seperti sungai (Effendi 2003). Tembaga adalah salah satu logam berat yang dapat
memberikan efek negatif bagi organisme akuatik baik secara fisik maupun hingga
tingkat sel. Telah banyak penelitian mengenai efek yang terjadi dari pemaparan
tembaga, diantaranya menyebabkan perubahan tingkah laku, melemahkan respon
elektrik (Di Gulio and Hinton 2008), merusak lamella sekunder pada insang
(Irianto 2005) dan banyak efek lainnya. Tembaga sendiri banyak digunakan dalam
industri metalurgi, tekstil, elektronika dan juga pembuatan cat anti karat (anti
fouling), bahan pestisida dan pengendalian makro-invertebrata dalam bidang
pertanian, selain itu juga digunakan dalam bahan pengawet kayu, pengolahan air.
Sumber air Waduk Cirata sendiri berasal dari Waduk Saguling melalui
sungai Citarum yang telah diketahui sepanjang sungai terdapat industri berskala
besar (large scale) maupun industri berskala kecil (small scale) yang meliputi
industri tekstil, industri pelapisan logam, industri makanan dan industri lain yang
terus berkembang (Feriningtyas 2005). Di sekitar Waduk Cirata terdapat
setidaknya 15 sungai kecil. Logam berat yang masuk kedalam anak sungai
berkumpul dan bermuara di Waduk Cirata. Tembaga yang masuk ke dalam suatu
perairan akan mengalami proses pengenceran lalu diikuti dispersi, kemudian

12

tembaga akan berikatan dengan partikulat koloid, agregat, dan partikulat
tersuspensi yang pada akhirnya akan terakumulasi dalam sedimen. Sedikit demi
sedikit, tembaga yang terkandung dalam sedimen akan terdaur ulang kedalam air
yang berada di atas sedimen.
Tembaga dapat terbawa oleh organisme akuatik yang ada di Waduk Cirata
melalui proses bioakumulasi, ini tentu saja sangat berbahaya bagi seluruh aktivitas
budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) dengan ikan nila sebagai salah satu
komoditasnya, disamping gencarnya program makan ikan karena kandungan
protein ikan dipandang sebagai agent of development bagi pembangunan bangsa.
Oleh karena itu perlu dilakukannya penelitian untuk mengetahui akulumasi logam
berat pada ikan, air dari sedimen yang diambil dari Waduk Cirata.

Rumusan Masalah
Logam berat bersifat toksik bagi ikan maupun biota akuatik lainya jika telah
melebihi ambang batas yang telah ditentukan. Kontaminasi logam berat
khususnya tembaga di lingkungan perairan dapat dideteksi dengan analisis
lingkungan dan organisme akuatik, seperti sedimen, air, dan biota. Penelitian ini
penting guna mengetahui besarnya akumulasi logam berat tembaga pada ikan nila
(Oreochromis Niloticus). Skema rumusan masalah dapat dilihat pada Gambar 1.

Limbah Industri
Limbah Rumah tangga

Logam Berat

Sumber alamiah

Limbah Pertanian

Sedimen
Waduk Cirata
Manusia

Air

Bioassay
(Akuarium)

Biokonsentrasi Tembaga (Cu)

Gambar 1. Skema rumusan masalah

Ikan Nila

13

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk : 1). Mengkaji hubungan biokonsentrasi
kandungan logam berat antara sedimen, air dan ikan nila. 2). Mengukur efek
akumulasi tembaga terhadap pertumbuhan ikan nila.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai konsentrasi logam
berat tembaga/Copper (Cu) pada air, akumulasinya pada ikan Nila (Oreochromis
niloticus) dan sedimen yang diambil dari Waduk Cirata dan diharapkan dapat
dijadikan acuan bagi pengelolaan Waduk Cirata.

TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Ikan Nila (Oreochromis Niloticus)
Ikan nila (Oreochromis niloticus) berasal dari Sungal Nil dan danau-danau
sekitarnya. Sekarang ikan ini telah tersebar ke negara-negara di lima benua yang
beriklim tropis dan subtropis. Sedangkan di wilayah yang beriklim dingin, ikan
nila tidak dapat hidup dengan baik. Bibit ikan nila sendiri didatangkan ke
Indonesia secara resmi oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar (BPPAT) dari
Taiwan pada tahun 1969 (Kordi and Gufron 2010). Setelah melalui masa
penelitian dan adaptasi, ikan ini baru disebarluaskan kepada petani di seluruh
Indonesia. Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh Pemerintah
melalui Direktur Jenderal Perikanan. Secara umum klasifikasi ikan nila :
Domain
: Eukaryota
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Perciformes
Famili
: Cichlidae
Genus
: Oreochromis
Spesies
: Oreochromis niloticus.

14

Gambar 2. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Menurut Amri and Khairuman (2008) ikan nila sengaja diintroduksi untuk
menggantikan ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yang dinilai kurang
menguntungkan karena bobotnya yang relatif kecil, berbeda dengan ikan nila
yang mampu memiliki bobot tubuh yang relatif lebih besar. Pertumbuhan ikan
nila sangat cepat, hal ini karena ikan nila memiliki sifat omnivora artinya
pemakan nabati maupun hewani. Kebiasaan makan ikan nila di perairan alami
adalah plankton, tumbuhan air yang lunak serta cacing.
Eneji et al. (2011) mengatakan ikan telah diakui sebagai pengakumulasi
polutan organik dan anorganik yang baik. Tingkat bioakumulasi polutan di dalam
organisme ikan bergantung pada kemampuan dari ikan mentransformasikan suatu
polutan dan bergantung dari konsentrasi polutan di perairan itu sendiri.
Pencemaran logam berat sangat merugikan ikan secara fisik dan fisiologik,
seperti kerusakan vertebral, kerusakan lamella sekunder pada insang (Irianto
2005). Logam juga dapat masuk ke dalam tubuh dan dapat mengumpul di dalam
tubuh suatu organisme dan tetap tinggal di dalam tubuh dalam jangka waktu yang
lama sebagai racun yang terakumulasi (Kristanto 2004). Gambar 3 menunjukan
beberapa jalur pemasukan logam kedalam tubuh organisme.

Gambar 3. Jalur masuk logam kedalam tubuh organisme air (Di Gulio and Hinton
2008)

15

Logam Berat
Logam berat adalah unsur-unsur dengan bobot jenis lebih besar dari 5
g/cm3, terletak di sudut kanan bawah pada sisitem periodik, mempunyai afinitas
yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari
periode 4 hingga 7. Afinitas yang tinggi terhadap unsur S menyebabkan logam ini
menyerang ikatan belerang dan enzim, sehingga enzim bersangkutan menjadi
tidak aktif (Baird 1995), kadium, timbal, dan tembaga terikat pada sel-sel
membran yang menghambat proses transformasi melalui dinding sel.
Logam dalam berbagai bentuk adalah penyusun alamiah dari badan
perairan. Logam berasal dari kerak bumi yang berupa bahan-bahan murni, organik
dan anorganik, proses alamiah seperti seperti pengikisan batuan dan aktivitas
gunung berapi, aliran air permukaan, dan difusi dari atmosfer. Selain itu aktivitas
antropogenik menjadikan sumber penting dalam peningkatan logam di lingkungan
perairan. Logam diambil melalui kegiatan pertambangan yang kemudian dicairkan
dan dimurnikan menjadi logam-logam murni. Dalam proses pemurnian tersebut
mulai dari pencairan hingga menjadi logam, sebagian terbuang ke dalam
lingkungan. Secara alami siklus perputaran logam berawal dari kerak bumi
kemudian ke lapisan tanah, kemudian masuk ke dalam mahluk hidup (Darmono
1995). Harrison (2006) mengatakan secara umum terdapat beberapa alasan yang
mendasar penetapan logam sebagai kontaminan di perairan, diantaranya adalah :
1. Bersifat toksik walau pada konsentrasi rendah.
2. Dapat terakumulasi ke dalam organisme.
3. Butuh waktu yang lama untuk terdegradasi dan resisten di
lingkungan.
4. Dapat menyebabkan kanker dan mutasi gen; dan
5. Sering digunakan dalam program monitoring.
Air sering tercemar oleh berbagai komponen anorganik, diantaranya
berbagai jenis logam berat yang berbahaya, yang beberapa di antaranya banyak
digunakan dalam berbagai keperluan sehingga diproduksi secara kontinyu dalam
skala industri. Industri-industri tersebut harus mendapat pengawasan yang ketat
agar tidak mencemari dan membahayakan lingkungan sekitar.

Karakteristik Logam Berat
Kandungan logam berat alami tanpa campur tangan manusia di perairan
sendiri memiliki kadar yang sangat kecil namun memiliki kemampuan merusak
mahluk hidup, kemampuan merusak dengan kadar kecil ini disebut juga daya
Oligodinamik (Suriawiria 2009). Berdasarkan sifat kimia dan fisiknya, maka
tingkat atau daya racun logam berat terhadap hewan air pada LC-50 selama 48
jam, akibat pengaruh sinergik antar logam, efek sublethal, bioakumulasi dan
bahayanya terhadap orang yang mengkonsumsi ikan maka dapat diurutkan (dari
tinggi ke rendah) sebagai berikut, merkuri (Hg), Kadmium (Cd), Emas (Ag),
Nikel (Ni), Timah Hitam (Pb), arsen (Ar), Selenium (Sn), seng (Zn) (Darmono
1995). Sedangkan Irianto (2005) mengatakan bahwa ada empat logam berat yang
paling intensif dipelajari sifat toksisitasnya yaitu Cu, Hg, Cd, dan Zn.

16

Adanya logam berat di perairan, berbahaya baik secara langsung terhadap
kehidupan kesehatan organisme, maupun efeknya secara tidak langsung terhadap
kesehatan manusia. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam berat yaitu
diantaranya sulit didegradasi secara alami, dapat terakumulasi dalam organisme,
memiliki waktu paruh yang tinggi dalam tubuh biota laut, dan faktor konsentrasi
(rasio antara kadar polutan dalam tubuh dan kadar polutan di lingkungan) yang
besar dalam tubuh biota laut (Moore and Ramamoorthy 1984).
Logam berat yang masuk ke dalam suatu perairan, proses pertama yang
terjadi adalah pengenceran lalu diikuti dispersi oleh karena itu kehadiran logam di
dalam perairan biasanya berada dalam kepekatan yang sangat rendah. logam
didalama badan perairan akan mengalami beberapa proses yaitu : pengendapan,
adsorbsi dan absorbsi oleh organisme perairan. Karena setiap logam yang berbeda
tidaklah sama waktu yang dibutuhkan untuk mengendap, beberapa diantaranya
akan cenderung untuk tertimbun didekat sumber masukan, sedangkan yang mudah
larut akan dapat menyebar pada suatu daerah yang lebih luas (Connell 1995).

Logam Berat Dalam Sedimen
Logam yang berikatan dengan partikulat tersuspensi akan mengendap ke
dasar perairan. Jika dibandingkan dengan air yang berada di atasnya, sedimen
dapat mengandung konsentrasi logam yang sangat tinggi. Sedikit demi sedikit,
logam-logam yang terkandung dalam sedimen akan terdaur ulang kedalam air
yang berada di atas sedimen, mula-mula terjadi proses disolasi kedalam fase air
interstisi (Bryan 1976 in Connell 1995). Logam yang terkandung dalam sedimen
kemungkinan berada dalam kondisi keseimbangan dinamis dengan logam pada air
lapisan atas dan air interstisi. Jika air interstisi mempunyai kandungan tinggi
organik yang mampu membentuk kompleks yang dapat larut dengan logam,
tingkat logam cair interstisi mungkin lebih besar beberapa kali dari tingkat logam
air yang berada di atasnya (Connell 1995).
Menurut Sanusi (2006) kandungan logam berat di sedimen tergantung pada
komposisi kimia dan mineral sedimen. Ia menambahkan, tekstur atau ukuran
partikel sedimen terbentuk terutama disebabkan oleh adanya kekuatan arus,
dengan kata lain, faktor arus merupakan energi sortasi sedimen. Perairan yang
memiliki kondisi arus yang dinamis (Dynamic waters), memiliki tekstur sedimen
yang kasar (kerikil, pasir). Sementara perairan dimana arusnya tenang atau tidak
dinamis (sluggish waters) memiliki tekstur yang lebih halus. Perairan yang sering
terjadi deposisi material tersuspensi umumnya memiliki tekstur sedimen yang
halus.
Hutabarat and Evans (1985) mengatakan bahwa sedimen berdasarkan
komposisi asalnya, terdiri dari lithogenous, hydrogenous dan biogenous. Sedimen
lithogenous mengandung mineral hasil pelapukan di darat, terbawa aliran sungai.
Sedimen hydrogenous merupakan sedimen yang terbentuk karena adanya proses
mineralisasi elemen-elemen kimia terlarut. Sedangkan sedimen biogenous terdiri
dari cangkang atau hancuran kulit organisme perairan. Selain itu ia juga membagi
sedimen berdasarkan ukuran diameter butiran dapat dilihat dalam Tabel 1.

17

Tabel 1. Pembagian jenis sedimen berdasarkan ukuran pertikel
Jenis Sedimen
Ukuran Partikel (mm)
Batuan (Boulders)
> 256
Kerikil (Gravel)
2 – 256
Pasir sangat besar (Very Coarse Sand)
1–2
Pasir kasar (Coarse Sand)
0,5 – 1
Pasir (Medium Sand)
0,25 – 0,5
Pasir halus (Fine Sand)
0,125 – 0,25
Pasir Sangat Halus (Very Fine Sand)
0,0625 – 0,125
Lumpur (Silt)
0,002 – 0,0625
Liat (Clay)
0,0005 – 0,002
Partikel terlarut (Dissolved Material)
< 0,0005
Sumber : Hutabarat and Evans (1985)

Terbentuknya senyawa kimia dalam sedimen disebabkan oleh reaksi
oksidasi-eduksi. Selain itu, proses-proses fisika kimia lainnya terjadi dalam
sedimen, seperti : adsorpsi-desorpsi, solidifikasi-disolusi akan mempengaruhi
komposisi spesiasi kimia sedimen dan lapisan air di permukaan sedimen, melalui
interaksi air-sedimen (Bryan 1976 in Connell and Miller 1995).
Makin tinggi kandungan polutan organik dan anorganik dalam kolom air,
maka makin tinggi pula akumulasi polutan tersebut dalam sedimen. Oleh karena
itu kualitas fisika kimia sedimen suatu perairan dapat dijadikan indikator baikburuknya kualitas suatu perairan. Dilihat dari aspek kimia, akumulasi bahan
organik dalam substrat halus akan menentukan status reduksi-oksidasi,
bergantung pada ketersediaan O2 terlarut dalam air dan pH sedimen.
Walau sedimen adalah salah satu kompartemen lingkungan utama, namun
jarang menjadi perhatian dalam pemantauan lingkungan sehingga regulasi
mengenai sedimen belum banyak diterapkan di banyak negara atau bahkan tidak
ada. Indonesia sendiri belum menetapkan baku mutu logam berat didalam
sedimen sehingga untuk acuan logam berat didalam sedimen didasarkan pada
baku mutu yang dikeluarkan oleh lembaga di beberapa negara, berikut lembaga
yang mengeluarkan regulasi mengenai baku mutu sedimen.
Tabel 2. Baku mutu konsentrasi logam tembaga (Cu) pada sedimen.
Logam

CCME
(mg/l)*

RNO
(mg/l)**

Tembaga (Cu)

35,7

5 – 30

*)
**)
***)

US-EPA reg. V
(mg/l)***
< 0,025
0,025-0,05
> 0,05

Keterangan
Belum terpolusi
Terpolusi sedang
Terpolusi berat

: Canadian Council of Minister of Environmental (1999).
: Reseau National d’Observation (1981) in Anggraini (2007).
: United State-Environmental Protection Agency region V in Lismana (2006).

18

Tembaga (Cu)
Karakteristik Tembaga
Tembaga atau Copper (Cu) mempunyai nomor atom 29, berat atom 63,54,
titik cair 1083 ºC, titik didih 2595 ºC dan densitas 8,96. Keberadaan tembaga yang
tinggi dapat menyebabkan korosi pada besi dan alumunium. Tembaga (Cu)
merupakan logam yang banyak di jumpai pada perairan alami (Boney 1989 in
Effendi 2003). Secara umum logam tembaga di lingkungan perairan berada dalam
bentuk ion, baik sebagai pasangan ion ataupun dalam bentuk ion tunggal.
beberapa terdapat dalam bentuk tidak larut (berikatan dengan partikulat koloid,
agregat atau hidroksida logam, ikatan kompleks dengan partikulat tersuspensi).
Alkalinitas, kesadahan dan pH adalah beberapa faktor yang menentukan proporsi
termbaga larut dan tidak larut (Richey and Roseboom 1978).
Sumber Tembaga
Beberapa sumber tembaga adalah: Chalcopyrite (CuFeS2), Copper Sulfida
(CuS2), malachite [Cu2(CO3)(OH)2], dan Azurite [Cu3(CO3)2(OH)2]. Tembaga
(Cu) merupakan logam berat yang banyak digunakan dalam industri metalurgi,
tekstil, elektronika dan juga digunakan dalam pembuatan cat anti karat (anti
fouling) (moore 1991 in Effendi 2003). Dalam bidang pertanian tembaga banyak
digunakan untuk bahan pestisida seperti algasida dan pengendalian makroinvertebrata, selain itu juga digunakan dalam bahan pengawet kayu, pengolahan
air, bakterisidal, industri lem, bangunan dan bahan konstruksi (US-EPA 2008).
Berikut jenis kegiatan industri lain yang menghasilkan Tembaga sebagai limbah
buangan berdasarkan parameter uji dalam pemantauan limbah buangan.
Tabel 3. Jenis Industri dengan tembaga sebagai parameter uji wajib.
Jenis Industri
Parameter uji
Soda/klor
pH, TSS, Cl2 tersisa, Cu, Pb, Zn, Cr, Ni, Hg.
Pelapisan Logam
pH, TSS, CN, krom total, Cr6+, Cu, Zn, Ni, Cd, Pb
Cat
pH, BOD, TSS, Hg, Zn, Pb, Cu, Cr6+,Ti, Cd, fenol, minyak
dan lemak
Sumber : Kepmen LH no.51 th 1995

Toksisitas Tembaga
Banyak efek negatif yang ditimbulkan akibat keracunan tembaga baik
secara fisik hingga tingkat sel. Telah banyak laporan mengenai efek yang terjadi
dari pemaparan tembaga. Di Gulio and Hinton (2008) mengatakan tembaga
menyebabkan perubahan tingkah laku, pemaparan melemahkan respon elektrik
dari bulbus olfaktori dan sel reseptor dalam sistem syaraf. Lebih lanjut tembaga
adalah penyebab degenerasi sel reseptor bulbus olfaktori. Sedangkan Irianto
(2005) mengatakan bahwa Tembaga menyebabkan ikan stres karena merusak
lamella sekunder pada insang sehingga mengganggu proses respirasi. penelitian
Holland et al (1975) in Richey and Roseboom (1978) menunjukan beberapa efek
tembaga telah terjadi pada ikan. Gabungan garam-garam tembaga dengan protein
yang terdapat dalam lendir ikan mulut, insang, dan kulit, dapat mencegah aerasi
dalam darah (gas exchange) Kadang-kadang berakibat terjadinya kematian, hasil
penelitian Lauren and McDonald (1986) in Giulio and Hinton (2008) menunjukan

19

pada dosis akut tembaga terhadap ikan air tawar, mempunyai hubungan terhadap
gangguan osmoregulasi pada insang ikan dan memperlihatkan penurunan
penyerapan sodium pada insang ikan di ikuti terjadinya kematian karena
penurunan kandungan sodium dalam darah, Hasil penelitian ini di dukung oleh
pernyataan yang di keluarkan US-EPA (2008) bahwa penyebab utama dari
toksisitas tembaga untuk ikan dan invertebrata air adalah melalui pengikatan
tembaga pada membran insang, yang menyebabkan kerusakan dan mengganggu
proses osmoregulasi. Moore (1991) in Effendi (2003) mengatakan Toksisitas
Tembaga (EC50) bagi ikan-ikan air tawar biasanya berkisar antara 0,02-1,0 mg/l
Tembaga diperlukan dalam oksidasi Cytochrome dan pigmen hemocyanin
(Hutabarat and Evans 1985). Selain itu Sorensen (1991) pula mengatakan bahwa
tembaga adalah elemen esensial dan bagian dari sekitar 30 enzim glicoprotein (co:
oksidasi amin, ceruloplasmin, oksidase sitokrom, beta-hidroksilase dopamine,
feroksidase, peroksidase, dismutase superoksida, tyrosinase, dll). Pada enzim
oksidatif, tembaga terlibat dalam hidrogen peroksida yang berguna sebagai
peluruh substansi organik dan produksi energi. Tembaga juga dapat meningkatkan
absorption Fe dari jaringan kedalam plasma, selain itu membantu memelihara
mielin dalam sistem syaraf, pembatas α-globulin (seruloplasmin) di dalam darah.
Namun ketika level akumulasi tembaga dalam organisme mencapai kepekatan
kadar letal maka akan bersifat toksik.
Efek pada pertumbuhan
Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam satu
ukuran waktu. Pertumbuhan merupakan proses biologi yang kompleks, dimana
banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
dibagi menjadi dua yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam adalah faktor
yang sukar untuk dikontrol seperti keturunan (genetik), jenis kelamin,
parasit/penyakit (Effendie 2002) serta umur kedewasaan (Moyle and Cech 2004)
dll. Sedangkan faktor luar seperti ketersediaan makanan, lingkungan (suhu, DO,
pH, dll).
Keberadaan tembaga di dalam perairan dalam jumlah yang cukup tinggi
mengakibatkan pertumbuhan ikan terganggu seperti yang teramati dalam
penelitian Ali et al., (2003) ia juga melaporkan bahwa laju pertumbuhan spesifik
(bobot) ikan yang di beri paparan tembaga menurun secara signifikan
dibandingkan dengan kontrol, penurunan juga linier berkorelasi dengan
peningkatan konsentrasi tembaga dalam air. Hasil yang sama juga di laporkan
dalam penelitian Parveen and Javed (2010), Fonseca et al. (2009), dan Nekoubin
et al. (2012)

Faktor yang Mempengaruhi Biokonsentrasi Tembaga
Suhu
Salah satu parameter lingkungan yang paling mudah untuk diteliti dan
menentukan adalah temperatur atau suhu. Namun begitu suhu adalah salah satu
faktor fisika yang sangat penting dalam lingkungan perairan. Perubahan suhu
dapat akan mempengaruhi proses fisika, kimia perairan. Suhu juga mempengaruhi

20

kehidupan biota didalam suatu perairan (Odum 1996). Secara langsung pengaruh
suhu menentukan kehadiran spesies akuatik, mempengaruhi pemijahan,
penentasan, aktivitas dan pertumbuhan organisme. Pada suhu normal, difusi
oksigen berjalan dengan baik sehingga biota yang ada di dalam perairan tersebut
dapat melakukan respirasi, metabolisme, makan dan kegiatan fisiologis lainnya
dengan baik.
Peningkatan suhu dapat menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme
dan respirasi biota air dan selanjutnya meningkatkan konsumsi oksigen, dimana
peningkatan suhu perairan 10ºC menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi
oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat dan juga meningkatkan
konsumsi oksigen oleh mikroba untuk mendekomposisi bahan organik. Oleh
karena itu keberadaan oksigen tidak mencukupi kebutuhan organisme akuatik
untuk melakukan metabolisme dan respirasi (Effendi 2003), lebih lanjut Kristanto
(2004) menambahkan beberapa akibat jika terjadi naiknya suhu air diantaranya
menigkatkan kecepatan reaksi kimia, Menurunnya jumlah oksigen terlarut dalam
air, Menganggu kehidupan ikan dan hewan air lainnya, jika batas suhu yang
mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungin akan mati.
Suhu merupakan salah satu parameter untuk mempelajari transformasi dan
penyebaran polutan yang masuk ke lingkungan (Mukhtasor 2007). Connell (1995)
mengatakan, dalam studi akumulasi, hubungan akumulasi terhadap suhu
menunjukan dampak yang signifikan terhadap jumlah logam dalam biota.
Sejumlah penelitian menunjukan bahwa secara umum, konsentrasi logam
terakumulasi meningkat seiring dengan meningkatnya suhu, hal ini mungkin
disebabkan pengaruh peningkatan kecepatan metabolisme mahluk hidup dan juga
pengaruh suhu diperkirakan melibatkan mekanisme pengangkutan ion pada
permukaan membran. Hasil penelitian Lemus and Chung (1999) mengenai logam
berat tembaga, bahwa tembaga lebih beracun dalam suhu yang lebih tinggi. Ini
sekaligus membuktikan pernyataan Connell (1995).

Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH suatu perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan basa
dalam air merupakan konsentrasi ion hydrogen dalam larutan. Effendi (2003)
menyebutkan pH adalah nilai yang menunjukan aktivitas ion hidrogen dalam air
(dalam kadar molar) dan dinyatakan sebagai :
pH = Log [1/H+] atau
pH = - Log [H+]
Makin rendah pH suatu larutan maka semakin besar sifat asamnya,
sebaliknya semakin tinggi pH suatu larutan maka semakin besar sifat basanya,
dimana larutan asam adalah larutan dimana kadar ion H+ lebih besar daripada
kadar ion OH-, dan sebaliknya. Sifat asam atau basa suatu larutan ditunjukan oleh
nilai pH yang berkisar antara 0-14, dimana pH = 7 merupakan pH netral.
Meningkatnya kadar ion H+ dicirikan oleh menurunnya nilai pH dan sebaliknya
(Sanusi 2006).
Derajat keasaman (pH) berkaitan erat dengan karbondioksida (CO2) dan
alkalinitas. Pada pH < 5, alkalinitas dapat mencapai nol. Semakin tinggi pH
semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar CO2. pH

21

merupakan fungsi dari kandungan CO2 yang terlarut dalam air. Kadar CO2 akan
berkurang oleh kegiatan fotosintesis dan akan bertambah karena adanya kegiatan
respirasi. Effendi (2003) berpendapat nilai pH ideal untuk perairan adalah 6,5-8,5.
Organisme perairan memiliki kemampuan yang berbeda dalam mentolerir pH
lingkungan perairannya. Kematian lebih sering diakibakan karena pH yang rendah
dibandingkan pH tinggi. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan
pH serta menyukai pH berkisar antara 7-8,5. Berikut pengaruh pH air terhadap
kehidupan ikan budidaya
Tabel 4. Hubungan antara pH air dan kehidupan ikan budidaya
pH Air
Pengaruh terhadap Ikan Budidaya
< 4,5
Air bersifat racun bagi ikan
5-6,5
Pertumbuhan ikan terhambat dan ikan sangat sensitif terhadap
bakteri dan parasit
6,5-9
Ikan mengalami pertumbuhan optimal
>9
Pertumbuhan ikan terhambat
Sumber : Kordi et al. (2007)

pH mempengaruhi proses perubahan bentuk logam di dalam air.
kebanyakan bentuk tembaga Cu+2 dalam jumlah berlebih pada kisaran pH 4–9.
Secara cepat perubahan spesiasi terjadi pada rentang pH 6,5-8, dimana pada
rentang pH ini kadar ion bebas Cu+2 menurun secara cepat dan kadar CuCO3,
CuOH+, dan Cu2(CO3)2 meningkat (Sylva 1976 in Sorensen 1991). Berikut
gambar 4 menggambarkan hubungan antara pH dengan spesiasi Cu.

Gambar 4. Hubungan antara pH terhadap spesiasi tembaga (Cu).
Sumber : Sylva (1976) in Sorensen (1991).

Sorensen (1991) sendiri mengatakan, reaksi pengendapan mengubah
spesiasi dari kelarutan Cu kompleks, khususnya pada pH tinggi. Malachite
[Cu2(CO3)(OH)2] yang akan mulai berubah dengan cepat ketika nilai pH diatas 6
(dengan asumsi malachite dipertimbangkan sendiri), begitupula dengan azurite

22

[Cu3(CO3)2(OH)2] yang akan mulai berubah cepat ketika nilai pH berada diantara
6,2 dan 6,8.
pH juga berpengaruh terhadap toksisitas suatu senyawa kimia seperti logam,
pernyataan ini didukung oleh Kumar and Hader (1999) yang mengatakan bahwa
pH sangat mempengaruhi kandungan logam berat di suatu perairan, diperairan
asam konsentrasi logam berat didalam tubuh ikan lebih tinggi dibandingkan di
perairan netral dan perairan basa, pernyataan ini didukung oleh hasil penelitian
Shaw (1974) in Richey and Roseboom (1978) yang menunjukan perbandingan
kandungan tembaga pada pH 6,5 dan 7,4. dia menemukan 8 sampai 29 persen ion
tembaga menurun pada pH yang lebih tinggi. Sedangkan penelitian Richey and
Roseboom (1978) sendiri yang membuktikan bahwa pH yang tinggi mengurangi
jumlah tembaga terlarut. Namun perlu diketahui, Arnold et al. (2005) in Martins
and Bianchini (2008) mengingatkan bentuk Tembaga lainnya seperti CuOH+ perlu
diperhatikan ketika pH meningkat di atas 7,5.

Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen (O2) adalah gas yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan di muka
bumi. Kadar oksigen di udara adalah sekitar 20.964 % nomor kedua terbesar
setelah N2. Oksigen digunakan mahluk hidup untuk respirasi. Tidak terkecuali
biota akuatik, sumber oksigen didalam air dapat berasal dari kegiatan fotosintesis
maupun dari difusi langsung dari udara. Jumlah gas oksigen yang ditemukan
terlarut di dalam air disebut oksigen terlarut (DO) yang biasanya dinyatakan
dalam satuan mg/l. Jumlah oksigen yang terlarut ini tergantung pada suhu,
tekanan atmosfir dan turbulensi air. Kadar oksigen terlarut dapat berfluktuasi
secara harian (diurnal) dan musiman tergantung pada pencampuran, pergerakan,
massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah yang masuk ke suatu
perairan (Effendi 2003). Selain itu kelarutan oksigen juga dipengaruhi oleh suhu,
jika suhu suatu perairan tinggi maka kelarutan oksigen akan rendah. Distribusi
vertikal O2 dalam suatu perairan adalah temperatur, tekanan hidrostatik,
fotosintesis dan respirasi, biodegradasi.
Dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan organik dapat mengurangi
kadar oksigen di perairan hingga mencapai nol (anaerob), kebutuhan oksigen
sangat dipengaruhi oleh suhu. Keberadaan limbah yang masuk kedalam perairan
akan menurunkan kadar oksigen terlarut. Keberadaan logam berat yang berlebih
diperairan mempengaruhi sistem respirasi organisme akuatik sehingga pada saat
kadar oksigen terlarut rendah dan terdapat logam berat dengan konsentrasi tinggi,
organisme akuatik lebih menderita (Tebbut 1992 in effendi 2003).

Kesadahan
Kesadahan (hardness) adalah gambaran kation logam divalen (valensi dua).
Perbedaan antara keasaman air dan kesadahan adalah jika air asam biasanya
menunjukan reaksi lunak, sedangkan air sadah biasanya keras, oleh karena itu
kesadahan air sering disebut kekerasan air (Kordi et al. 2007). Pada dasarnya
kesadahan air berbeda dengan keasaman air (pH), walau keduanya erat kaitannya

23

dengan toksisitas tembaga (Cu). Berikut gambaran mengenai hubungan
kesadahan, pH dengan toksisitas tembaga (Cu).

Gambar 5. Hubungan antara kesadahan, pH dengan toksisitas tembaga (Cu).
Sumber : Sorensen 1991.

Kesadahan biasanya dinyatakan dengan satuan yaitu mg/liter CaCO3. Pada
perairan tawar, kation divalen yang paling berlimpah adalah kalsium dan
magnesium, sehingga kesadahan pada dasarnya ditentukan oleh jumlah kalsium
dan magnesium. Kalsium dan magnesium berikatan dengan anion penyusun
alkalinitas, yaitu bikarbonat dan karbonat. Sebenarnya terdapat kation lain yang
memberikan kontribusi pada nilai kesadahan total yaitu stronsium, besi valensi
dua dan mangan namun peranannya relatif kecil (Effendi 2003).
Pada perairan, sumber kesadahan berasal dari kontak air dengan tanah dan
bebatuan. Larutnya ion-ion penyusun kesadahan lebih banyak disebabkan oleh
aktivitas bakteri didalam tanah, yang banyak mengeluarkan karbondioksida
(CO2). Keberadaan karbon dioksida membentuk kesetimbangan dengan asam
karbonat. Pada kondisi relatif asam, senyawa-senyawa karbonat yang terdapat
didalam tanah dan batuan kapur yang sebelumnya tidak larut berubah menjadi
senyawa bikarbonat yang bersifat larut. Kesadahan yang tinggi dapat pula
menghambat sifat toksik dari logam berat karena kation-kation penyusun
kesadahan (kalsium dan magnesium) membentuk senyawa kompleks dengan
logam berat tersebut. (Effendi 2003). Lloyd (1975) in Richey and Roseboom
(1978) menunjukkan bahwa kesadahan berefek pada toksisitas tembaga.

Alkalinitas
Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam, atau
dikenal dengan sebutan Acid-neutralizing capacity (ANC) atau kuantitas anion
didalam air yang dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas juga di artikan
sebagai kapasitas penyangga (Buffer capacity).

24

Penyusun alkalinitas perairan adalah anion bikarbonat (HCO3-), karbonat
(CO32-), dan hidroksida (OH-). Borat (H2BO3-), silikat (HSiO3-), fosfat (HPO42dan H2PO4-), sulfida (HS-) dan amonia (NH3) juga memberkan kontribusi
terhadap alkalinitas, namun pembentuk alkalinitas yang utama adalah bikarbonat,
karbonat, dan hidroksida. Bikarbonat, karbonat dan asam karbonat merupakan
sumber utama karbon anorganik di perairan. karbon anorganik di perairan dapat
berasal dari beberapa sumber, yaitu atmosfer, batuan karbonat, siklus karbon dan
sumber allocthonous (dari luar perairan). selain berasal dari mineral-mineral yang
terdapat didalam tanah, karbonat dan bikarbonat dapat berasal dari produk
dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Diantara ketiga ion tersebut, bikarbonat
paling banyak terdapat pada perairan alami. Senyawa kalsium karbonat (CaCO3)
merupakan senyawa yang memberi kontribusi terhadap nilai alkalinitas dan nilai
kesadahan diperairan tawar, kelarutan kalsium karbonat menurun dengan
meningkatnya suhu dan meningkat dengan keberadaan karbon dioksida (CO2),
karena akan bereaksi membentuk kalsium bikarbonat (Ca(HCO3)2) yang memiliki
daya larut lebih tinggi dibandingkan dengan kalsium karbonat (CaCO3) (Effendi
2003).
Dalam kondisi basa, ion bikarbonat akan membentuk ion karbonat dan
melepaskan ion hidrogen yang bersifat asam, sehingga keadaan menjadi netral.
Sebaliknya bila keadaan terlalu asam, ion karbonat dalam air akan mengalami
hidrolisa menjadi ion bikarbonat dan melepaskan hidrogen oksida yang bersifat
basa, sehingga keadaan kembali netral (Kordi et al. 2007)
Alkalinitas dapat dijadikan sebagai parameter yang menentukan sifat dan
keberadaan dari logam berat. Dalam perairan alami tembaga dapat berikatan
komplek dengan ion karbonat dan hidroksida, hasilnya jumlah ion bebas Cu+2
dalam konsentrasi rendah.

METODELOGI PENELITIAN
Waktu dan Lokasi
Penelitian dilakukan di Laboratorium Instalasi Riset Lingkungan Perikanan
Budidaya dan Toksikologi, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air
Tawar, Cibalagung, Bogor. Contoh sedimen berasal dari waduk Cirata. Parameter
yang diamati meliputi fisika-kimia air, logam berat pada sedimen, air dan ikan
Nila. Kegiatan dilaksanakan selama 8 minggu dimulai bulan Mei 2011 hingga Juli
2011. Analisa sampel dilakukan di laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor.

Alat, Bahan dan Kegunaan
Alat-alat sampling yang digunakan diantaranya GPS untuk menentukan titik
sampling, DO meter yang digunakan untuk mengukur kandungan oksigen terlarut,
ekman Grab ukuran 30 cm x 15 cm untuk mengambil sedimen, pH meter untuk
pengukuran pH, Kantong Plastik untuk sampel sedimen, Spidol untuk memberi
label, botol sampel plastik untuk tempat sampel air dan kamera untuk

25

dokumentasi. Alat-alat laboratorium diantaranya lemari pendingin, selang aerasi,
batu aerasi, kantong plastik ukuran 8, 7 x 13 cm, waring, paralon, plastik fiber,
dan timbangan digital.
Tabel 5. Parameter dan alat yang digunakan untuk analisis kualitas air
Parameter
Satuan
Alat
Fisika air
Suhu
ºC
Thermometer
Kimia air
pH
pH-meter
Oksigen terlarut (DO)
Mg/l
DO-meter
Alkalinitas
Mg/l CaCO3
Kesadahan
Mg/l CaCO3
Logam
Tembaga (Cu)
Mg/l
AAS

Rancangan Penelitian
Kegiatan Lapang
Kegiatan lapang adalah kegiatan awal (pendahuluan) sebelum penelitian
utama dilakukan. Kegiatan lapang dilakukan pada bulan Mei 2011. Kegiatan
berupa pengambilan sampel sedimen pada lokasi daerah padat keramba jaring
apung (KJA) dengan titik kordinat 06.74056º lintang selatan dan 107.28776º bujur
timur.

Kegiatan Laboratorium
Kegiatan Laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Instalasi Riset
Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Air Tawar, Cibalagung, Bogor. kegiatan laboratorium
berupa pemeliharaan ikan nila di akuarium berukuran 70 x 40 x 45 Cm yang telah
diberi perlakuan berupa perbedaan ketebalan lapisan sedimen 5 cm, 10 cm, dan 15
cm dengan 3 ulangan setiap perlakuanya. Ikan dimasukan kedalam akuarium 3
hari sebelum penelitian dimulai agar dapat beradaptasi dengan lingkungan baru di
dalam akuarium. Media pemeliharaan diisikan air sumur dengan volume 50 liter
dan dipertahankan tetap dengan melakukan penyiponan dan penambahan air 10%
per hari. Padat tebar ikan sebanyak 25 ekor per akuarium yang di tempatkan di
dalam waring.
Selama pemeliharaan ikan, pakan diberikan sebanyak 2 % dari bobot ikan
dan pemberian pakan dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada pagi hari pukul
09.00 dan sore hari pukul 15.00. Rancangan percobaan yang digunakan adalah
rancangan acak lengkap (RAL), analisis data menggunakan ANOVA. Gambar 6
adalah desain akuarium penelitian.

26

Gambar 6. Desain akuarium penelitian
Pengukuran parameter lingkungan
Pengukuran parameter kualitas air (Suhu, DO, pH, Kesadahan, dan
alkalinitas) dilakukan sebanyak tiga kali yaitu pada minggu ke-1 (awal), minggu
ke-4, dan minggu ke-8 (akhir). Sedangkan pengukuran logam berat Cu dilakukan
pada minggu ke-1 (awal) dan minggu ke-8 (akhir).

Analisis dan Penyajian Data
Analisis Deskriptif
Analisi deskriptif dilakukan untuk menginterpretasikan hasil data yang di
dapat dan untuk membandingkan antara nilai yang didapatkan dari hasil analisis
dengan standar baku mutu yang telah ditetapkan. Kriteria baku mutu untuk air
tawar menggunakan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001, Tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Sedangkan untuk
baku mutu sedimen memakai pedoman kualitas sementara sedimen yang
dikeluarkan US-EPA (United State-Environmental Protection Agency) region V
in Lismana (2006), Reseau National d’Observation (1981) in Anggraini (2007)
dan juga baku mutu yang di keluarkan oleh Canadian Council of Minister of
Environmental (1999). hal ini dikarenakan di Indonesia sendiri belum ada regulasi
mengenai baku mutu untuk sedimen. Baku mutu yang digunakan untuk organisme
sendiri menggunakan peraturan yang dikeluarkan WHO (1996) dan SK Dirjen
Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia no :
03725/B/SK/1989.

Analisis Statistik
Model rancangan dalam penelitian esksperimental menggunakan rancangan
acak lengkap (RAL), dimana terdiri dari 3 perlakuan dan 3 kali ulangan.

27

Perlakuan yang di berikan ialah perbedaan ketebalan lapisan sedimen selama 8
minggu masa percobaan.Bentuk umum dari model aditif adalah :
Yij = µ + τi + εij
keterangan :

Yij = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = nilai tengah data (rataan umum)
τi = pengaruh perlakuan ke-j
εij = kesalahan percobaan pada perlakuan ke-j dan ulangan ke-i
Koefesien Korelasi

Koefesien Korelasi digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara
pemberian perlakuan dengan kandungan logam berat Cu didalam air, sedimen dan
ikan Nila dan nilainya berkisar antara -1 dan 1 (-1 ≤ r ≤ 1) (Mattjik and
Sumertajaya, 2002). adapun koefesien korelasinya dihitung berdasarkan rumus
sebagai berikut :








Keterangan :
r
: Koefesien Korelasi
Sxy
: Sebaran nilai pengamatan x dan y
Sx2
: Keragaman nilai x
Sy2
: Keragaman nilai y

Laju pertumbuhan spesifik
Laju pertumbuhan spesifik menunjukan presentase pertumbuhan harian ikan
selama pemeliharaan. Bobot rata-rata awal ditimbang sebelum perlakuan dan
diukur pula bobot rata-rata saat sampling dan panen. Model laju pertumbuhan
spesifik menurut Ricker (1975) :
SGR =



keterangan :
SGR = laju pertumbuhan harian ikan (%)

28

Wt
W0
∆t

= bobot rata-rata ikana pada waktu ke-t (gr)
= bobot rata-rata ikan pada waktu ke-0 (gr)
= Lama pemeliharaan/pengamatan (hari)

Faktor Biokonsentrasi
Biokonsentrasi dapat dilihat sebagai suatu proses kesetimbangan yang
melibatkan pengambilan suatu senyawaan antara biota dengan lingkungan
disekitarnya. Faktor biokonsentrasi adalah angka banding antara konsentrasi
mahluk hidup atau biota (Cb) dengan konsentrasi lingkungan (Cw) (Connell
1995). Untuk melihat perbandingan tingkat biokonsentrasi faktor logam berat
pada ikan dengan air dan ikan dengan sedimen, digunakan rumus :

keterangan :
Kb
: Faktor Biokonsentrasi
Cb
: Konsentrasi di dalam biota
Cw
: Konsentrasi di dalam air/sedimen

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran umum Waduk Cirata
Waduk Cirata merupakan salah satu waduk serial di sepanjang aliran sungai
Citarum. Berdasarkan posisi dari hulu ke hilir, Waduk Cirata terletak pada posisi
kedua setelah Waduk Saguling di bagian hulu dan sebelum Waduk jatiluhur di
bagian hilir. Waduk cirata terletak di tiga kabupaten yaitu Cianjur, Bandung dan
Purwakarta, Propinsi Jawa Barat. Waduk Cirata selesai dibangun pada tahun 1988
dengan volume air pada waktu normal 2.160.000.000 m3 dan luas 6200 ha,
kedalaman rata-rata 34,9 m (Prihadi 2004 in Purnamawati 2009). berdasarkan
umurnya merupakan waduk yang paling muda dibandingkan Waduk Jatiluhur
yang mulai beroperasi tahun 1967, dan Waduk Saguling beroperasi pada tahun
1985 (Mardiana 2007).
Tujuan pembangungan Waduk Cirata adalah sebagai Pembangkit Listrik
Tenaga Air (PLTA) untuk kebutuhan energi listrik di Pulau Jawa dan Bali dengan
kapasitas 1.008 Megawatt (BPWC 2010), namun dalam perkembangannya
keberadaan Waduk Cirata dimanfaatkan pula oleh masyarakat seperti sumber
pengairan sawah, sumber air bersih industri, sumber air minum, MCK, rekreasi
dan sarana perhubungan. Selain itu penduduk sekitar juga memanfaatkan untuk
kegiatan budidaya ikan dengan menggunakan sistem Keramba Jaring Apung
(KJA) dengan ikan Nila sebagai komoditas utama. Sebagian besar kegiatan yang
berhubungan dengan waduk sangatlah tergantung pada kondisi dari Waduk Cirata
itu Sendiri.

29

Hasil
Konsentrasi Tembaga (Cu) Pada Sedimen, Air, dan Ikan
Zat kimia yang masuk ke dalam suatu perairan akan berakhir menjadi
sedimen. Logam yang berikatan dengan partikulat tersuspensi akan mengendap ke
dasar perairan. Dibandingkan dengan air yang berada di atasnya, sedimen dapat
mengandung konsentrasi logam yang sangat tinggi. konsentrasi tembaga pada
sedimen penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.
70,000

Konsentrasi tembaga (mg/l)

60,000
50,000
40,000
Waduk Cirata

30,000

Penelitian

20,000
10,000
0,000
5

10

15

Perlakuan sedimen (Cm)

Gambar 7. Konsentrasi Tembaga (Cu) pada Sedimen.
Berdasarkan Gambar 7, diketahui konsentrasi tembaga pada sedimen di
Waduk Cirata hasil pengukuran sebesar 33,900 mg/l sedangkan konsentrasi
tembaga pada akhir penelitian lebih tinggi daripada konsentrasi tembaga waduk
cirata baik ketebalan sedimen 5 cm, 10 cm, dan 15 cm. pada sedimen penelitian
konsentrasi tembaga tertinggi pada perlakuan ketebalan sedimen 5 cm yaitu
52,300 mg/l, diikuti perlakuan ketebalan sedimen 10 cm yaitu sebesar 37,567
mg/l, sedangkan peningkatan terendah pada ketebalan sedimen 15 cm sebesar
37,533 mg/l.
Hasil analisis ANOVA pada selang kepercayaan 95%, menunjukan bahwa
perlakuan ketebalan sedimen tidak memberikan pengaruh terhadap kandungan
logam tembaga di dalam sedimen (Fhit > Ftab). Perlakuan baru memberikan
pengaruh pada selang