Efektifitas Pertumbuhan Bibit Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Terhadap Pengaruh Mineral Fe, Na, Ca, Mg, Dan Cl Pada Akuarium Air Tawar Dan Campuran Air Tawar Dan Air Laut.

(1)

EFEKTIFITAS PERTUMBUHAN BIBIT IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

TERHADAP PENGARUH MINERAL Fe, Na, Ca, Mg, DAN Cl PADA

AKUARIUM AIR TAWAR DAN CAMPURAN

AIR TAWAR DAN AIR LAUT

SKRIPSI

LINA Y TAMPUBOLON

070802002

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

EFEKTIFITAS PERTUMBUHAN BIBIT IKAN NILA (Oreochromis niloticus) TERHADAP PENGARUH MINERAL Fe, Na, Ca, Mg, DAN Cl

PADA AKUARIUM AIR TAWAR DAN CAMPURAN AIR TAWAR DAN AIR LAUT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

LINA Y TAMPUBOLON 070802002

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

PERSETUJUAN

Judul : EFEKTIFITAS PERTUMBUHAN BIBIT IKAN NILA

(

Oreochromis niloticus

) TERHADAP PENGARUH MINERAL

Fe, Na, Ca, Mg, DAN Cl PADA AKUARIUM AIR TAWAR DAN CAMPURAN AIR TAWAR DAN AIR LAUT

Kategori : SKRIPSI

Nama : LINA Y TAMPUBOLON

Nomor Induk Mahasiswa : 070802002

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, September 2011

Komisi Pembimbing :

Pembimbing II, Pembimbing I,

Dra. Saur Lumban Raja, M.Si Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc NIP 195506231986011002 NIP 195606241983031002

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr.Rumondang Bulan, MS NIP 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

EFEKTIFITAS PERTUMBUHAN BIBIT IKAN NILA (Oreochromis niloticus) TERHADAP PENGARUH MINERAL Fe, Na, Ca, Mg, DAN Cl

PADA AKUARIUM AIR TAWAR DAN CAMPURAN AIR TAWAR DAN AIR LAUT

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Agustus 2011

Lina Y Tampubolon 070802002


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur yang teramat besar penulis persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat kasih karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Sains bidang Kimia di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyampaikan penghargaan yang terdalam dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda S. Tampubolon dan Ibunda T. Panggabean, atas cinta, pengorbanan, dan doa serta dukungan yang telah diberikan. Juga penghargaan yang tulus kepada abangku, Bona H. Tampubolon, SE, atas segala perhatian, pengertian, dan kesabaran yang telah diberikan. Tak lupa penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada Mami dan Papiku, I. S. Panggabean dan A. P. Sihombing, atas segalanya yang diberikan kepadaku, doa dan dorongan moril maupun material. Juga kepada Alm. T. Panggabean (Op. Marsaulina doli) dan Alm. T. Tobing (Op. Marsaulina boru), Alm. R. Panggabean (Ante Obet), atas kasih sayang yang diberikan kepada penulis. Juga kepada semua keluargaku tante dan uda, tulang dan nantulang, adik-adikku Roberto, Yanti, Renova, Erni, Sophia, Siprah, Roy, Albert, Maria, Martha, dan Margareth, atas kebersamaan dan kasih sayang dalam keluarga besar kita.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Dra. Saur Lumban Raja, M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini 2. Ibu Dr. Rumondang Bulan, M.S selaku Dosen Wali serta Ketua Departemen dan Bapak


(6)

3. Bapak Dr. Nimpan Bangun, M.Sc, Bapak Prof. Dr. Seri Bima Sembiring, M.Sc, Bapak Dr. Minto Supeno, M,S, Ibu Dra. Nurhaida Pasaribu, M.Si, dan Ibu Andriayani, S.Pd, M.Si, selaku Dosen Ahli di bidang Kimia Anorganik

4. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Pegawai Departemen Kimia FMIPA USU

5. Ibu Husnidar, M.Si selaku partner dalam penelitian ini yang telah banyak memberikan motivasi

6. Teman-teman asisten Laboratorium Kimia Anorganik, Bang Alexon Samosir, Bang Julianto Tobing, Kak Catherine, Bang Suwanto Gullit, Kak Elisa B. Saragih, Karlina, Adelina Sidabutar, Sahat B. Manullang, Hamdan P. Purba, Rizal Agus Simangunsong, Paulus O. Bali, dan Christiana F. Aritonang

7. Sahabat-sahabatku “Great Spirit”, Lisbeth D. Parhusip, Betnia Letare Tambunan, Marlinton Sinaga, Adelina Sidabutar, dan Rodito Sari Sijabat serta Kak Mangisi Tobing 8. Teman-teman seperjuangan stambuk 2007, Tria, Eko Ramadani, Ferri, Eko Setiawan,

Elfina, Destia, Candra, Khalifah, Rifki, Silorida, Cristy, Ani, Burton, Henny, Bahtiar, Tisna, Dian, Irma, Vasca, Mitha, Nicholas, Edy Tantono, Mariana, Fika, Grand, Edy Tantono, Mariana, Decy, Uul, Husni, Deasy, Yuki, Reni, Edyanto, Erpina, Ricca, Oki, Ricki, Fitri, Stephanus, dan Ria

9. Kakak dan adik stambuk 2006, 2008, 2009, 2010

10.Serta semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Semoga Tuhan membalasnya dengan segala yang terbaik. Amin.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini, dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2011


(7)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang efektifitas pertumbuhan bibit Ikan Nila (Oreochromis niloticus) terhadap pengaruh mineral pada akuarium air tawar dan campuran air tawar dan air laut. Budidaya Ikan Nila dilakukan dalam akuarium air tawar dan campuran air tawar dan air laut dengan perbandingan 1:1 dan 2:1. Air dianalisa dan pergantian air dilakukan setiap 10 hari selama 50 hari. Air yang dipisahkan tersebut dianalisa kadar logam Ca, Mg, dan Cl dengan metode titrasi, analisa logam Fe dengan metode Spektrofotometri UV-Vis, dan analisa logam Na dengan menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). Dari hasil penelitian menunjukkan pertambahan berat ikan nila maksimum terjadi pada akuarium air tawar, yaitu 190,7 g atau 329,50%. Adanya pertambahan kadar mineral yang terkandung dalam air serta perbedaan warna Ikan Nila pada akuarium air tawar serta campuran air tawar dan air laut, yaitu ikan pada air tawar lebih terlihat pucat dan ikan pada campuran air tawar dan air laut terlihat bintik-bintik hitam.


(8)

Effectiveness of Seed Growth Tilapia (Oreochromis niloticus) Against The Influence of Mineral Fe, Na, Ca, Mg, and Cl in The Fresh Water Aquarium and

Mixture of Freshwater and Seawater

ABSTRACT

The research done on the effectiveness of seed growth Tilapia (Oreochromis niloticus) against the influence of mineral content in the fresh water aquarium and a mixture of fresh water and seawater. Tilapia aquaculture conducted in the fresh water aquarium and a mixture of fresh water and seawater with a ratio of 1:1 and 2:1. Analyzed water and water changes done every 10 days for 50 days. The water that separated the analyzed metal content, Ca, Mg, dan Cl by titration method, the analysis of Fe metal with Spectrophotometric UV-Vis methods, and Na metal analysis using Atomic Absorption Spectrophotometric (AAS). From the results showed a maximum weight of tilapia occurs in fresh water aquarium, which is 190,7 g or 329,50%. The existence of accretion levels of minerals contained in water and the color difference Tilapia in fresh water aquariums and a mixture of fresh water and seawater, the fish in fresh water fish is more pale and the mixture of fresh water and seawater visible black spots.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

PENGHARGAAN iii

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 2

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

1.6. Metodologi Penelitian 3

1.7. Lokasi Penelitian 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1. Air 4

2.1.1. Air Laut 4

2.1.2. Air Tawar 5

2.2. Ikan Nila 6

2.3. Pakan Buatan (Pellet) 7

2.4. Akuarium 8

2.5. Mineral 9

2.5.1. Besi 10


(10)

2.5.3. Kalsium 11

2.5.4. Magnesium 11

2.5.5. Klorida 12

2.6. Spektrofotometri Serapan Atom 13

2.6.1. Prinsip Dasar Spektrofotometri Serapan Atom 13 2.6.2. Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom 14 2.7. Spektrofotometri Ultarviolet dan Tampak (Visibel) 15

2.8. Titrimetri 17

2.8.1. Titrasi Asidi-Alkalimetri 18

2.8.2. Titrasi Argentometri 19

2.8.3. Titrasi Kompleksometri 20

2.8.4. Titrasi Redoks 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 23

3.1. Alat dan Bahan 24

3.1.1. Alat 24

3.1.2. Bahan 24

3.2. Prosedur Penelitian 24

3.2.1. Pembuatan Akuarium Air Tawar 24

3.2.2. Pembuatan Akuarium Air Tawar:Air Laut (1:1) 24 3.2.3. Pembuatan Akuarium Air Tawar:Air Laut (2:1) 25

3.3. Bagan Penelitian 25

3.3.1. Analisa Besi (Fe3+) dengan Metode Spektrofotometri UV-Vis 25 3.3.2. Analisa Natrium (Na+) dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 26 3.3.3. Analisa Kalsium (Ca2+) dengan Metode Titrasi EDTA 26 3.3.4. Analisa Magnesium (Mg2+) dengan Metode Titrasi EDTA 27 3.3.5. Analisa Klorida (Cl-) dengan Metode Titrasi Argentometri 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 28

4.1. Hasil Penelitian 28


(11)

4.2.1. Persen Pertambahan Berat Ikan 28 4.2.2. Penentuan Kadar Besi (Fe) dalam Sampel 29

4.2.2.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi Besi (Fe)

dengan Metode Least Square 29

4.2.2.2. Penentuan Kadar Besi (Fe) dalam Sampel 31 4.2.3. Penentuan Kadar Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) dalam Sampel 32 4.2.4. Penentuan Kadar Natrium (Na) dalam Sampel 36 4.2.5. Penentuan Kadar Klorida (Cl) dalam Sampel 36

4.3. Pembahasan 38

4.3.1. Pengaruh Mineral 38

4.3.2. Pigmen Ikan 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 41

5.1. Kesimpulan 41

5.2. Saran 41

DAFTAR PUSTAKA 42


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Mineral Utama pada Air Laut 5

Tabel 2 Kisaran Normal Kualitas Air untuk Akuarium Air Tawar 5 Tabel 3 Kebutuhan Protein dan Lemak Spesies Ikan Nila 8

Tabel 4 Persyaratan Mineral Ikan 10

Tabel 4.1. Data Hasil Pertambahan Berat Ikan Nila 28 Tabel 4.2. Data Persen Pertambahan Berat Ikan Nila 29 Tabel 4.3. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standard Besi (Fe) 29 Tabel 4.4. Data Kadar besi (Fe) pada Air Tawar 31 Tabel 4.5. Data Kadar besi (Fe) pada Air Tawar:Air Laut (1:1) 32 Tabel 4.6. Data Kadar besi (Fe) pada Air Tawar:Air Laut (2:1) 32 Tabel 4.7. Data Kadar Kalsium (Ca) pada Air Tawar 33 Tabel 4.8. Data Kadar Kalsium (Ca) pada Air Tawar:Air Laut (1:1) 33 Tabel 4.9. Data Kadar Kalsium (Ca) pada Air Tawar:Air Laut (2:1) 34 Tabel 4.10. Data Kadar Magnesium (Mg) pada Air Tawar 35 Tabel 4.11. Data Kadar Magnesium (Mg) pada Air Tawar:Air Laut (1:1) 35 Tabel 4.12. Data Kadar Magnesium (Mg) pada Air Tawar:Air Laut (2:1 35 Tabel 4.13. Data Kadar Natrium (Na) pada Air Tawar dan 36

Campuran Air Tawar dan Air Laut

Tabel 4.14. Data Kadar Klorida (Cl) pada Air Tawar 37 Tabel 4.15. Data Kadar Klorida (Cl) pada Air Tawar:Air Laut (1:1) 37 Tabel 4.16. Data Kadar Klorida (Cl) pada Air Tawar:Air Laut (2:1) 37 Tabel 5 Kadar Ion-Ion Halogen pada Perairan Alami (mg/L) 11


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Sistem Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom 14

Gambar 2. Struktur EDTA 20


(14)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang efektifitas pertumbuhan bibit Ikan Nila (Oreochromis niloticus) terhadap pengaruh mineral pada akuarium air tawar dan campuran air tawar dan air laut. Budidaya Ikan Nila dilakukan dalam akuarium air tawar dan campuran air tawar dan air laut dengan perbandingan 1:1 dan 2:1. Air dianalisa dan pergantian air dilakukan setiap 10 hari selama 50 hari. Air yang dipisahkan tersebut dianalisa kadar logam Ca, Mg, dan Cl dengan metode titrasi, analisa logam Fe dengan metode Spektrofotometri UV-Vis, dan analisa logam Na dengan menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). Dari hasil penelitian menunjukkan pertambahan berat ikan nila maksimum terjadi pada akuarium air tawar, yaitu 190,7 g atau 329,50%. Adanya pertambahan kadar mineral yang terkandung dalam air serta perbedaan warna Ikan Nila pada akuarium air tawar serta campuran air tawar dan air laut, yaitu ikan pada air tawar lebih terlihat pucat dan ikan pada campuran air tawar dan air laut terlihat bintik-bintik hitam.


(15)

Effectiveness of Seed Growth Tilapia (Oreochromis niloticus) Against The Influence of Mineral Fe, Na, Ca, Mg, and Cl in The Fresh Water Aquarium and

Mixture of Freshwater and Seawater

ABSTRACT

The research done on the effectiveness of seed growth Tilapia (Oreochromis niloticus) against the influence of mineral content in the fresh water aquarium and a mixture of fresh water and seawater. Tilapia aquaculture conducted in the fresh water aquarium and a mixture of fresh water and seawater with a ratio of 1:1 and 2:1. Analyzed water and water changes done every 10 days for 50 days. The water that separated the analyzed metal content, Ca, Mg, dan Cl by titration method, the analysis of Fe metal with Spectrophotometric UV-Vis methods, and Na metal analysis using Atomic Absorption Spectrophotometric (AAS). From the results showed a maximum weight of tilapia occurs in fresh water aquarium, which is 190,7 g or 329,50%. The existence of accretion levels of minerals contained in water and the color difference Tilapia in fresh water aquariums and a mixture of fresh water and seawater, the fish in fresh water fish is more pale and the mixture of fresh water and seawater visible black spots.


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan air tawar merupakan komoditas perikanan air tawar yang saat ini banyak menghasilkan devisa. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dunia dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Asia, selain sebagai produsen ikan terbesar, diperkirakan juga menjadi konsumen terbesar dari hasil perikanan dunia. Permintaan ikan di Asia meningkat mencapai 69 juta ton pada tahun 2010 atau setara dengan 60% dari total permintaan ikan dunia. Permintaan ikan yang meningkat tentunya memiliki makna positif bagi pengembangan perikanan, terlebih bagi Negara kepulauan seperti Indonesia yang memiliki potensial perairan yang cukup luas dan potensial untuk pengembangan perikanan baik penangkapan maupun akuakultur. (Widodo, J., 2006).

Ikan hidup dalam lingkungan air dan melakukan interaksi aktif antara keduanya. Ikan-air boleh dikatakan sebagai suatu sistem terbuka di mana terjadi pertukaran materi dan energi, seperti oksigen (O2), karbondioksida (CO2), garam-garaman, dan bahan buangan. Berdasarkan

hasil penelitian, ternyata daging ikan mempunyai komposisi kimia, yaitu air 60,0-84,0%; protein 18,0-30,0%; lemak 0,1-2,2%; karbohidrat 0-1,0%; vitamin dan mineral sisanya. (Afrianto, E., 1989).

Secara alami, kandungan mineral tawar sangat beragam, tergantung pada sumber dan lokasinya. Garam-garam utama yang terdapat dalam air laut adalah klorida (55%), natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), dan sisanya (kurang dari 1%) terdiri dari bikarbonat, bromida, dan fluorida. Dalam ekosistem air tawar, kadar garam yang terlarut dalam air tawar <0,05 %, di mana natrium mempunyai konsentrasi tinggi dibandingkan dengan kalium dan magnesium. (Kordi, K., 2007).

Unsur-unsur mineral mempunyai arti yang sangat penting bagi berbagai macam aspek metabolisme dalam kehidupan ikan. Mineral berfungsi untuk memperkuat tulang dan


(17)

eksoskleton (kerangka luar). Di samping itu, mineral juga berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan osmotik antara cairan tubuh dan dalam syaraf, serta kelenjar endokrin air di sekitarnya. (Irianto, A., 2005).

Warna adalah salah satu faktor utama, yang menentukan harga ikan akuarium di pasar dunia (Saxena, 1994). Berbagai warna-warni indah pada ikan pada dasarnya dihasilkan oleh sel-sel pigmen (chromatophore) yang terletak di dalam kulit ikan. Warna pada setiap jenis ikan telah berevolusi dalam rentang waktu yang lama dan telah beradaptasi dengan lingkungannya, kejernihan air, jenis predator, ketajaman penglihatan, dan cara kawin. (www.o-fish.com/Spesies/warna.php). Pada ikan, bagaimanapun, susunan pigmen terutama hasil dari posisi kromatofora yang berbeda. Secara teoritis, susunan sel pigmen mungkin timbul dari jarak mekanisme, dari isyarat lingkungan lokal, atau dari interaksi antara kromatofora tetangga. Penelitian terbaru di dua sistem model genetik ikan telah membuat kemajuan dalam pemahaman pembentukan susunan pigmen. (Kelsh, R., 2004).

Pembesaran ikan nila merupakan salah satu proses dalam budidaya ikan yang bertujuan untuk memperoleh ikan ukuran konsumsi. Habitat ikan nila adalah air tawar, seperti sungai, danau, rawa-rawa, tetapi karena toleransinya yang luas terhadap salinitas sehingga dapat pula hidup dengan baik di air payau dan laut. Ikan nila bisa hidup pada kadar garam sampai 35%, namun ikan sudah tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. (Kordi, K., 2010). Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk meningkatkan hasil (produk) pembudidayaan Ikan Nila dengan memvariasikan budidaya ikan tersebut dengan menggunakan air laut.

1.2. Permasalahan

Pembudidayaan Ikan Nila di dalam akuarium dilakukan dengan pergantian air setiap 10 hari. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimanakah pengaruh kadar mineral terhadap pertumbuhan Ikan Nila dalam air tawar dan campuran air tawar dan air laut dengan perbandingan tertentu.

1.3. Pembatasan Masalah

a. Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan berat rata-rata 4,36 g per ekor.


(18)

b. Sumber air akuarium yang digunakan adalah air laut Pantai Poncan Sibolga dan air tawar Danau Toba

c. Makanan ikan yang dipakai adalah jenis Pokphand

d. Parameter yang dianalisa adalah kandungan mineral Fe, Na, Ca, Mg, dan Cl.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan perkembangan bobot Ikan Nila yang dibudidayakan dalam akuarium air tawar dan campuran air tawar dan air laut dengan perbandingan 1:1 dan 2:1.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat khususnya kepada para petani ikan dalam pembudidayaan Ikan Nila dapat divariasikan di dalam perikanan campuran air tawar dan air laut dengan perbandingan tertentu.

1.6. Metodologi Percobaan

Budidaya Ikan Nila dilakukan dalam akuarium air tawar dan campuran air tawar dan air laut dengan perbandingan 1:1 dan 2:1. Ikan yang akan dimasukkan ke masing-masing akuarium terlebih dahulu ditimbang bobot awalnya. Setelah 10 hari, air pada akuarium diganti dan ikan ditimbang dengan menggunakan neraca analitis. Air yang dipisahkan tersebut dianalisa kadar mineral Ca, Mg, dan Cl dengan metode titrasi, analisa logam Fe dengan metode Spektrofotometri UV-Vis, dan analisa logam Na dengan menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). Hal yang sama dilakukan pada hari ke- 20, 30, 40, dan 50.

1.7. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu Dasar FMIPA-USU Medan, Laboratorium Kimia Analitik FMIPA-USU Medan, dan analisa logam Na dilakukan di Laboratorium RISPA-Medan.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air

Air atau media pemeliharaan merupakan faktor utama untuk kehidupan ikan. Kualitasnya menentukan kesehatan maupun pertumbuhan ikan, bahkan kualitas seperti warna ikan. Kondisi air sungai tergantung pada daerah atau tanah yang dialirinya. Di sepanjang aliran sungai banyak material yang bisa larut dalam air. Untuk itu, bila akan digunakan, air sungai, terutama yang keruh, sebaiknya dimasukkan dan diendapkan dalam kolam pengendapan hingga emulsi tanah atau lumpur mengendap dan airnya tampak jernih. Namun, sebelum dimasukkan dalam kolam, saluran pemasukan air diberi saringan agar terhindar dari masuknya hama atau penyakit ikan serta sampah.

Secara alami, air merupakan pelarut yang sangat baik sehingga hampir semua material dapat larut di dalamnya. Adapun berbagai material terlarut dalam air adalah:

1) berbagai gas seperti oksigen (O2), karbondioksida (CO2), ammonia (NH3), nitrit (NO2),

nitrat (NO3), sulfida (H2S), dan methan

2) berbagai mineral seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), natrium (Na), kalium (K), besi (Fe), seng (Zn), serta mineral bentuk ion atau molekul organik maupun anorganik

3) material organik terlarut seperti gula, lemak, asam, dan vitamin 4) material anorganik seperti lumpur dan tanah liat, serta

5) material biologis seperti bakteri, jamur, virus, zooplankton, dan fitoplankton. (Lesmana, D. S., 2001)

2.1.1. Air Laut

Air laut secara alami merupakan air dengan kandungan garam sekitar 3,5%. Air laut mengandung garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tidak terlarut. Keberadaan garam-garaman mempengaruhi sifat fisis air laut (seperti densitas, titik beku, dan temperatur). (Goetz, P. W., 1986).


(20)

Tabel 1. Mineral utama pada air laut

Mineral Konsentrasi (mg/kg air laut)

Kalsium 412 Magnesium 1294

Natrium 10760 Bikarbonat 145

Khlorida 19350 Sulfat 2,712

Sumber: Pytkowicz dan Kester (1971 cit Austin, 1992).

2.1.2. Air Tawar

Kandungan garam pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat kecil sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam sebenarnya pada air ini, secara definisi, kurang dari 0,05%. Air yang digunakan oleh manusia adalah air permukaan tawar dan air tanah murni. Air yang ada di bumi tidak pernah terdapat dalam keadaan murni tetapi selalu ada senyawa atau mineral/unsur lain yang terdapat di dalamnya. Oleh karena itu badan-badan air/air permukaan banyak mengandung bahan-bahan kimia terlarut maupun dalam bentuk tersuspensi. (Goetz, P. W., 1986).

Tabel 2. Kisaran Normal Kualitas Air untuk Akuarium Air Tawar

Amonia <0,012 ppm

Nitrit <0,2 ppm

CO2 0-10 ppm

Oksigen 3 ppm

pH 6,5-10 ppm

CaCO3 >20 ppm


(21)

2.2. Ikan Nila

Ikan nila bukanlah ikan asli perairan Indonesia, melainkan ikan introduksi yang berasal dari luar Indonesia, tetapi sudah dibudidayakan di Indonesia. Bibit ikan ini didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969 dari Taiwan ke Bogor. Setelah melalui mass penelitian dan adaptasi, barulah ikan ini disebarluaskan kepada petani di seluruh Indonesia. (Wiryanta, B., 2010).

Sesuai dengan nama Latinnya, Oreochromis niloticus berasal dari Sungai Nil di Benua Afrika. Awalnya ikan ini mendiami hulu Sungai Nil di Uganda. Selama bertahun-tahun, habitatnya semakin berkembang dan berimigrasi ke arah selatan (ke hilir) sungai melewati danau Raft dan Tanganyika sampai ke Mesir. Dengan bantuan manusia, ikan nila sekarang sudah tersebar sampai ke lima benua, meskipun habitat yang disukainya adalah daerah tropis dan sub tropis. Sedangkan di wilayah beriklim dingin, ikan nila tidak dapat hidup baik.

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) adalah salah satu jenis ikan air tawar yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Ikan nila air tawar dapat dipindahkan ke air asin dengan proses adaptasi yang bertahap. Kadar garam air dinaikkan sedikit demi sedikit. Pemindahan ikan nila secara mendadak ke dalam air yang kadar garamnya sangat berbeda dapat mengakibatkan stres dan kematian ikan. (Suyanto, S. R., 2009).

Ikan Nila yang masih kecil lebih tahan lama terhadap perubahan lingkungan dibanding dengan ikan yang sudah besar. Nila dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada lingkungan perairan dengan alkalinitas rendah atau netral. (Carman O., 2010). Kelangsungan hidup ikan nila sangat dipengaruhi oleh kualitas air. Air yang kurang baik dapat menyebabkan ikan lemah, nafsu makan menurun, dan mudah terserang penyakit sehingga dapat menyebabkan kematian total. Kualitas air adalah variabel-variabel yang dapat mempengaruhi kehidupan ikan dan binatang air lainnya. Variabel tersebut meliputi sifat fisika (warna, kekeruhan, dan suhu) dan kimia (kandungan oksigen, karbondioksida, pH, amoniak, alkalinitas). (Arie, U., 2000)

Ikan nila kini banyak dibudidayakan di berbagai daerah karena kemampuan adaptasinya bagus di dalam berbagai jenis air. Nila dapat hidup di air tawar, air payau, dan air laut. Ikan nila


(22)

juga tahan terhadap perubahan lingkungan, bersifat omnivora dan mampu mencerna makanan secara efisien. Pertumbuhan cepat dan tahan terhadap serangan penyakit.

Secara genetik ikan nila GIFT ( Genetic Improvement for Farmed Tilapia ) telah terbukti memiliki keunggulan pertumbuhan dan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis ikan nila lain. Selain itu, ikan nila mempunyai sifat omnivora, sehingga dalam budidayanya akan sangat efisien, dalam biaya pakannya rendah. Pertumbuhan ikan nila jantan dan betina dalam satu populasi akan selalu jauh berbeda, nila jantan 40% lebih cepat dari pada nila betina. Disamping itu, yang betina apabila sudah mencapai ukuran 200 g pertumbuhannya semakin lambat, sedangkan yang jantan tetap tumbuh dengan pesat. Hal ini akan menjadi kendala dalam memproyeksikan produksi. Tekstur daging ikan nila memiliki ciri tidak ada duri kecil dalam dagingnya. Apabila dipelihara di tambak akan lebih kenyal, dan rasanya lebih gurih, serta tidak berbau lumpur. Oleh kerena itu, ikan nila layak untuk digunakan sebagai bahan baku dalam industri fillet dan bentuk-bentuk olahan lain. (Bastiawan, D., 2010).

2.3. Pakan Buatan (Pelet)

Ikan nila yang dipelihara secara intensif membutuhkan pakan dengan kandungan protein antara 25-27%, karbohidrat sebanyak 49-50%, lemak 8-13%, serta vitamin dan mineral dalam jumlah lebih sedikit. Dalam memberi makan pakan ikan ada 5 hal yang perlu diperhatikan, yaitu cara pemberian pakan, saat atau waktu pemberian, jumlah (porsi), frekuensi, dan tempat pemberian pakan.

Jumlah pakan adalah porsi atau banyaknya pakan yang dibutuhkan dan harus diberikan pada ikan. Biasanya dihitung dalam persen (%) per hari dari berat atau bobot keseluruhan jumlah ikan dalam wadah budi daya(kolam, tambak, dll.). Ikan nila, porsi pakan yang dianjurkan adalah 3-4% per berat total ikan dalam wadah. Karena pada umur 1 minggu atau pada bobot awal 50 gr, ikan nila hanya membutuhkan pakan lebih kurang 1% dari bobot totalnya, kemudian naik menjadi 2,5% sampai minggu ke-12. (Kordi, K., 2004).

Jumlah atau kualitas pakan merupakan faktor penting. Bila pakannya terlalu sedikit, ikan akan sukar tumbuh. Sebaliknya bila terlalu banyak, kondisi air menjadi jelek, terutama pakan


(23)

buatan. Pemberian pakan dengan frekuensi lebih sering dan jumlah yang tidak terlalu banyak akan lebih baik dibanding diberikan sekaligus dalam jumlah banyak (Lesmana, D. S., 2001).

Tabel 3. Kebutuhan Protein dan Lemak Spesies Ikan Nila

Jenis (Spesies)

Kebutuhan protein

Kebutuhan Lemak

Ikan Nila (Oreochromis

niloticus)

35 % 10%

Sumber: Jauncey & Ross (1982)

2.4. Akuarium

Dibanding bak atau kolam, pemeliharaan ikan di akuarium paling baik karena ikan dan kualitas air dapat dikontrol secara teliti. Hanya saja daya tampung akuarium tidak sebanyak kolam atau bak.

Penggunaan akuarium paling baik untuk pemeliharaan benih. Ini disebabkan akuarium mudah dibersihkan tanpa takut ikan akan ikut terbuang atau terganggu walaupun masih kecil. Dengan akuarium yang transparan menyebabkan ikan di dalamnya bisa kelihatan. Ikan mati pun dapat segera kelihatan sehingga tindakan dini bisa segera dilakukan dan adanya hama bisa secepatnya diketahui.

Ukuran akuarium sangat bervariasi. Namun, ukuran yang umum dipakai adalah 100 cm x 40 cm x 40 cm atau 90 cm x 40 cm x 35 cm. Ketebalan kaca akuarium sekitar 5 mm. Penyusunan akuarium ini dilakukan pada rak besi atau kayu. Agar tidak mudah pecah, alas akuarium diberi styrofoam atau gabus putih.

Seperti halnya kolam, kebersihan akuarium pun sangat dianjurkan. Membersihkan akuarium cukup dengan menyedot atau menyifon air dalam akuarium hingga habis. Selanjutnya


(24)

dinding dan dasarnya dilap atau digosok dengan spons sampai bersih. Setelah itu, cuci sekali lagi dengan air bersih sebelum digunakan.

Kepadatan ikan sangat penting untuk kenyamanan hidup. Ikan yang terlalu padat dapat menimbulkan stress karena kualitas air cepat menjadi jelek. Bahkan, oksigen terlarut cepat habis. Selain itu, pada ikan tertentu dapat terjadi gesekan antarikan sehingga menimbulkan luka. Akibatnya, penampilan ikan menjadi jelek atau bahkan dapat menimbulkan kematian (Lesmana, D. S. 2001).

2.5. Mineral

Ikan dalam kompisisi zat gizinya juga membutuhkan mineral dalam campuran pakannya agar ikan dapat tumbuh dengan baik. Mineral merupakan unsur anorganik yang dibutuhkan oleh organisme perairan (ikan) untuk proses hidupnya secara normal. Ikan sebagai organisme air mempunyai kemampuan untuk menyerap beberapa unsur anorganik ini, tidak hanya dari makanannya saja tetapi juga dari lingkungan. Jumlah mineral yang dibutuhkan oleh ikan adalah sangat sedikit tetapi mempunyai fungsi yang sangat penting.

Dalam penyusunan pakan buatan mineral yang dicampur biasanya berkisar di antara 2-5% dari total jumlah bahan baku dan bervariasi bergantung pada jenis ikan yang akan mengkonsumsinya. Walaupun sangat sedikit yang dibutuhkan oleh ikan, mineral ini mempunyai fungsi yang sangat utama dalam tubuh ikan antara lain adalah: merupakan bagian terbesar dari pembentukan struktur kerangka, tulang, gigi, dan sisik. (http://ternak ruminansia.blogspot.com/2010/09/mineral-dalam-pakan-ikan.html).


(25)

Tabel 4. Persyaratan Mineral Ikan

Mineral Kegiatan Metabolik Gejala Kebutuhan /

kg kering

Kalsium

Tulang dan pembentukan tulang rawan, pembekuan darah, kontraksi otot

Tidak didefinisikan 5g

Fosfor

Pembentukan tulang; ester fosfat energi tinggi; organo-senyawa fosfor

Lordosis

pertumbuhan, miskin 7g

Magnesium

Enzim co-faktor ekstensif terlibat dalam metabolisme lemak, karbohidrat dan protein

Kehilangan nafsu makan, pertumbuhan

yang buruk, tetani

500 mg

Natrium

Kation monovalen primer cairan antar sel; terlibat dalam keseimbangan asam-basa dan osmoregulasi

tidak didefinisikan 1-3g

Kalium

Kation monovalen primer intra-seluler cairan; terlibat dalam aksi saraf dan osmoregulasi

tidak didefinisikan 1-3g

Sulphur

Bagian integral dari asam amino sulfur dan kolagen; terlibat dalam detoksifikasi senyawa aromatik

tidak didefinisikan 3-5g

Klorin

Anion monovalen utama dalam cairan selular; komponen jus pencernaan (HCl); keseimbangan asam-basa

tidak didefinisikan 1-5g

Besi

Penting konstituen dari haeme dalam hemoglobin, sitokrom, peroksidase, dll

Mikrositik anemia,

homochronic 50-00 mg

(http://www.fao.org/docrep/X5738E/x5738e08.htm)

2.5.1. Besi

Besi adalah salah satu elemen kimiawi yang dapat ditemui pada hampir setiap tempat di bumi, pada semua lapisan geologis dan semua badan air. Pada air yang tidak mengandung oksigen O2,

seperti sering kali air tanah, besi berada sebagai Fe2+ yang cukup dapat terlarut, sedangkan pada air sungai yang mengalir dan terjadi aerasi, Fe2+ teroksidasi menjadi Fe3+; Fe3+ ini sulit larut pada pH 6 sampai 8 (kelarutan hanya di bawah beberapa µg/l), bahkan dapat menjadi ferihidroksida Fe(OH)3, atau salah satu jenis oksida yang merupakan zat padat dan bisa mengendap. Demikian

dalam air sungai, besi berada sebagai Fe2+, Fe3+ terlarut, dan Fe3+ dalam bentuk senyawa organis berupa koloidal. (Alaerts, G., 1984).


(26)

2.5.2. Natrium

Natrium adalah salah satu unsur alkali utama yang ditemukan di perairan dan merupakan kation penting yang mempengaruhi kesetimbangan keseluruhan kation di perairan. Hampir semua senyawa natrium mudah larut dalam air dan bersifat sangat reaktif. Kadar natrium pada perairan laut dapat mencapai 10.500 mg/liter atau lebih. Satu liter air laut mengandung sekitar 30 g NaCl yang terdiri atas ± 11 g natrium. (Cole, 1988). Kadar natrium pada perairan tawar alami kurang dari 50 mg/liter, sedangkan pada air tanah dalam dapat lebih dari 50 mg/liter. (McNeely et all., 1979).

2.5.3. Kalsium

Kalsium termasuk unsur yang esensial bagi semua makhluk hidup. Unsur ini berperan dalam pembentukan tulang dan pengaturan permeabilitas dinding sel. Kadar kalsium yang tinggi di perairan relatif tidak berbahaya, bahkan dapat menurunkan toksisitas beberapa senyawa kimia. Perairan yang miskin akan kalsium biasanya juga miskin akan kandungan ion-ion lain yang sangat dibutuhkan oleh organisme akuatik. Sumber utama kalsium di perairan adalah batuan dan tanah. Kalsium banyak digunakan dalam industri kimia, industri minuman (terutama bir), industri kertas dan bubur kertas, industri lem, dan sebagainya. (Cole, G. A., 1988).

Kadar kalsium pada perairan tawar biasanya kurang dari 15 mg/liter; pada perairan yang berada di sekitar batuan karbonat antara 30-100 mg/liter; pada perairan laut sekitar 400 mg/liter, sedangkan pada brine dapat mencapai 75.00 mg/liter. Brine adalah air asin yang sangat pekat, dengan nilai padatan terlarut total lebih dari 36.000 mg/liter. (McNeely et al., 1979).

2.5.4. Magnesium

Magnesium bersifat lebih mudah larut daripada kalsium sehingga jarang mengalami presipitasi. Magnesium karbonat dan magnesium hidroksida mengalami presipitasi pada pH>10. Akan tetapi, sumber utama magnesium di perairan adalah ferro magnesium dan magnesium karbonat yang terdapat pada batuan. Beberapa industri yang menggunakan magnesium adalah industri kimia, semen, tekstil, kertas, bahan peledak, dan sebagainya. (Wetzel, 1975).

Magnesium bersifat tidak toksik, bahkan menguntungkan bagi fungsi hati dan system saraf. Akan tetapi, Cole (1988) mengemukakan bahwa kadar MgSO4 yang berlebihan dapat


(27)

mengakibatkan anesthesia pada organisme vertebrata dan avertebrata. Kadar magnesium pada perairan alami bervariasi antara 1-100 mg/liter; pada perairan laut mencapai 1.000 mg/liter. (McNeely et all., 1979).

2.5.5. Klorida

Air laut mengandung klorida sekitar 19.300 mg/liter dan brine mengandung klorida hingga 200.000 mg/liter. (McNeely, et al., 1979). Klorida biasanya terdapat dalam bentuk senyawa natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCl), dan kalsium klorida (CaCl2).. Pada perairan di

wilayah yang beriklim basah (humid), kadar klorida biasanya kurang dari 10 mg/liter; sedangkan pada perairan di wilayah semi-arid dan arid (kering), kadar klorida mencapai ratusan mg/liter. Keberadaan klorida pada perairan alami berkisar antara 2-20 mg/liter. Air yang berasal dari daerah pertambangan mengandung klorida sekitar 1.700 ppm (Haslam, 1995). Kadar klorida 250 mg/liter dapat mengakibatkan air menjadi asin (Rump dan Krist, 1992).

Tabel 5. Kadar Ion-Ion Halogen pada Perairan Alami (mg/liter).

Anion Halogen Air Tawar Air Laut

Klorida (Cl-) 8,3 19.000

Florida (F-) 0,26 1.3

Bromida (Br-) 0,006 66,0

Iodida (I-) 0,0018 0,06

Kadar klorida yang tinggi, misalnya pada air laut, yang diikuti oleh kadar kalsium dan magnesium yang juga tinggi dapat meningkatkan sifat korosivitas air. Klorida tidak bersifat toksik bagi makhluk hidup, bahkan berperan dalam pengaturan tekanan osmotic sel. (Davis dan Cornwell, 1991).

2.6. Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometer Serapan Atom adalah suatu metode pengukuran kuantitatif suatu unsur yang terdapat dalam cuplikan berdasarkan penyerapan cahaya pada panjang gelombang tertentu oleh atom-atom bentuk gas dalam keadaan dasar. Fraksi-fraksi atom-atom yang tereksitasi berubah secara eksponensial dengan temperatur.


(28)

Teknik ini digunakan untuk penetapan sejumlah unsur, kebanyakan logam, dan sampel yang sangat beraneka ragam. (Walsh, A., 1955). Pada Spektroskopi Serapan Atom terjadi penyerapan sumber radiasi (di luar nyala) oleh atom-atom netral dalam keadaan gas yang berada dalam nyala. Radiasi yang diserap oleh atom-atom netral dalam keadaan gas tadi biasanya radiasi sinar tampak atau ultraviolet. (Mulja, M., 1995).

2.6.1. Prinsip Dasar Spektrofotometri Serapan Atom

Jika cahaya dengan panjang gelombang resonansi dilewatkan nyala yang mengandung atom-atom yang bersangkutan, maka sebagian cahaya itu akan diserap, dan jauhnya penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom keadaan dasar yang berada dalam nyala. (Walsh, A., 1955).

Proses terbentuknya uap yang mengandung atom-atom dalam nyala, dapat diringkaskan sebagai berikut: Bila suatu larutan yang mengandung senyawa yang cocok dari yang akan diselidiki itu dilewatkan ke dalam nyala, terjadilah peristiwa berikut secara berurutan:

1. Penghilangan pelarut atau evaporasi yang meninggalkan residu padat

2. Penguapan zat padat dilanjutkan dengan menjadi arom-atom penyusun yang mula-mula akan berada dalam keadaan dasar. (Vogel, A. I., 1994).

2.6.2. Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom

Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom dapat dilihat pada gambar berikut ini:

sumber sinar nyala monokromator detektor

tempat sampel

readout


(29)

a. Sumber sinar

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga. Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon atau argon) dengan tekanan rendah.

b. Tempat sampel

Dalam analisis, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom yang masih dalam keadaan atas. Ada beberapa macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu dengan nyala dan tanpa nyala.

1. Nyala (Flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi

2. Tanpa Nyala (Flameless)

Pengatoman dapat dilakukan dalam tungku dari grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan system elektris dengan cara melewatkan arus listrik grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral. (Rohman, A., 2007).

c. Monokromator

Monokromator memisahkan, mengisolasi, dan mengontrol intensitas dari radiasi energi yang mencapai detector. Dapat dianggap sebagai suatu saringan yang dapat disesuaikan dengan suatu daerah yang spesifik, yaitu mana spektrum transmisi yang tidak sesuai akan ditolak. Idealnya ada beberapa unsur yang mudah dan ada beberapa unsur yang sulit. (Haswell, S. J., 1991).

d. Detektor

Detektor pada spektrofotometer serapan atom berfungsi mengubah intensitas radiasi yang akan datang menjadi arus listrik. Pada spektrofotometer serapan atom yang umum dipakai sebagai detektor adalah tabung penggandaan foton (PMT=Photo Multiplier Tube detektor). (Mulja, M., 1995).


(30)

e. Readout

Sistem pencatat yang digunakan pada instrument SSA berfungsi untuk mengubah sinyal yang diterima melalui bentuk digital, berarti system pencatat menengah atau mengurangi kesalahan dalam pembacaan skala dan sebagainya, serta menyeragamkan tampilnya data, yaitu dalam satuan absorbansi. (Haswell, S. J., 1991).

2.7. Spektrofotometri Ultraviolet dan Tampak (Visibel)

Sebuah spektrofotometer adalah suatu instrument untuk mengukur transmitans atau absorbans suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrum elektronik senyawa dalam fase uap kadang-kadang menunjukkan struktur halus di mana sumbangan vibrasi individu dapat teramati namun dalam fase-fase mampat, tingkat energi molekul demikian terganggu oleh tetangga-tetangga dekatnya, sehingga sering kali hanya tampak pita lebar. Semua molekul dapat mengabsorpsi radiasi dalam daerah UV-tampak karena mereka mengandung elektron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi. Panjang gelombang di mana absorpsi itu terjadi, bergantung pada berapa kuat elektron itu terikat dalam molekul itu. (Day, R. A., dkk, 2001).

Sinar ultraviolet dan sinar tampak memberikan energi yang cukup untuk terjadinya transisi elektronik. Dengan demikian, spektra ultraviolet dan spektra tampak dikatakan sebagai spektra elektronik. Keadaan energi yang paling rendah disebut dengan keadaan dasar (ground state). Transisi-transisi elektronik akan meningkatkan energi molekuler dari keadaan dasar ke satu atau lebih tingkat energi tereksitasi.

Jika suatu molekul sederhana dikenakan radiasi elektromagnetik maka molekul tersebut akan menyerap radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai. Interaksi antara molekul dengan radiasi elektromagnetik ini akan meningkatkan energi potensial elektron pada tingkat keadaan tereksitasi. Apabila pada molekul yang sederhana tadi hanya terjadi transisi elektronik pada satu macam gugus yang terdapat pada molekul, maka hanya akan terjadi satu absorpsi yang merupakan garis spektrum. Pada kenyataannya, spektrum UV-Vis yang merupakan korelasi antara absorbansi (sebagai ordinat) dan panjang gelombang (sebagai absis) bukan merupakan garis spektrum akan tetapi merupakan suatu pita spektrum. (Rohman, A., 2007).


(31)

Hukum Lambert menyatakan bahwa bila cahaya monokromatik melewati medium tembus cahaya, laju berkurangnya intensitas oleh bertambahnya ketebalan, berbanding lurus dengan intensitas cahaya. Ini setara dengan menyatakan bahwa intensitas cahaya yang dipancarkan berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya ketebalan medium yang menyerap. Atau dengan menyatakan bahwa lapisan mana pun dari medium itu yang tebalnya sama akan menyerap cahaya masuk kepadanya dengan fraksi yang sama. Hukum ini dapat dinyatakan oleh persamaan diferensial:

kI dl dI

dengan I adalah intensitas cahaya-masuk dengan panjang gelombang, l ialah tebalnya medium, dan k faktor kesebandingan. (Day, R. A., dkk, 2001).

Prinsip analisa Fe-Spektrofotometri: Didihan dalam asam dan hidroksilamin serta penggabungannya dengan 1,10 fenantrolin akan mengubah semua zat besi menjadi Fe2+ yang terlarut. Tiga molekul fenantrolin bergabung dengan satu molekul Fe2+ membentuk ion kompleks berwarna orange-merah.

Sistem warna tersebut mengikuti Hukum Beer: sinar cahaya dengan panjang gelombang yang tertentu yaitu 510 nm, akan diserap (diabsorpsi) larutan secara proporsional dengan jarak perjalanannya di dalam larutan dan dengan kadar kompleks yang berwarna oranye-merah ini. Absorpsi tersebut dapat dikur melalui alat spektrofotometer.

Warna kompleks tersebut tidak dipengaruhi oleh pH larutan, bila pH antara 3 dan 9. Sesuatu nilai absorpsi bersifat satu konsentrasi besi, dapat diketahui dengan membandingkannya dengan 5 larutan standard referensi yang mengandung kadar besi yang telah diketahui dan yang meliputi skala absorpsi spektrofotometer (sebenarnya dikatakan absorbansi bukan absorpsi) (Alaerts, G., 1984).


(32)

2.8. Titrimetri

Dalam analisis titrimetri atau analisis kuantitatif dengan mengukur volume, sejumlah zat yang diselidiki direaksikan dengan larutan baku (standard) yang kadar (konsentrasi)-nya telah diketahui secara teliti dan reaksinya berlangsung sesara kuantitatif.

Larutan baku tiap liternya berisi sejumlah berat ekivalen senyawa baku. Berat atau kadar bahan yang diselidiki dihitung dari volume larutan serta kesetaraan kimianya. Larutan baku diteteskan dari buret kepada larutan yang diselidiki dalam tempatnya, misalnya labu Erlenmeyer atau gelas piala.Pekerjaan mereaksikan ini disebut dnegan titrasi atau menitrasi. Larutan baku yang diteteskan dapat pula disebut sebagai titran. Saat yang menyatakan reaksi telah selesai disebut titik ekivalen teoritis.

Selesainya titrasi harus dapat diamati dengan suatu perubahan yang dapat dilihat jelas. Ini dapat dilihat dengan berubahnya warna atau dengan terbentuknya endapan (kekeruhan). Perubahan ini dapat diamati karena larutan bakunya sendiri atau dengan bantuan larutan (zat lain) yang disebut indikator. Saat terjadinya perubahan yang terlihat dan emnandakan titrasi harus diakhiri disebut titik akhir titrasi yang menyatakan volume larutan baku yang terpakai dari buret sekian mililiter.

Suatu titrasi yang ideal adalah jika titik akhir titrasi sama dengan titik ekivalen teoritis. Dalam kenyataan selalu ada perbedaan kecil. Beda ini disebut dengan kesalahan titrasi yang dinyatakan dengan milliliter larutan baku. Oleh karena itu, pemilihan indikator harus dilakukan sedemikian rupa agar kesalahan ini sekecil-kecilnya. (Rohman, A., 2007).

2.8.1. Titrasi Asidi-Alkalimetri

Ini melibatkan titrasi basa bebas, atau basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah, dengan suatu asam standar (asidimetri), dan titrasi asam bebas, atau asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah, dengan suatu basa standar (alkalimetri). Reaksi-reaksi ini melibatkan bersenyawanya ion hydrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air. (Vogel, 1994).


(33)

Kebanyakan asam dan basa organik dan anorganik dapat dititrasi dalam larutan berair, tetapi sebagian senyawa itu, terutama senyawa organik tidak larut air. Untuk menentukan basa digunakan larutan baku asam kuat (misalnya HCl), sedangkan untuk menentukan asam digunakan larutan baku basa kuat (misalnya NaOH). (Rivai, H., 1996).

Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hydrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa).

Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Sebaliknya alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa. (Rohman, A., 2007).

2.8.2. Titrasi Argentometri

Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertenru.

Metode argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan. Reaksi yang mendasari titrasi argentometri adalah:

AgNO3 + Cl- AgCl(s) + NO3

-Reaksi-reaksi pengendapan yang lazim dipakai dalam gravimetri tidak dapat dipakai seluruhnya dalam titrasi pengendapan. Sebenarnya, hanya reaksi pengendapan dengan ion perak yang lazim digunakan dalam titrasi pengendapan, meskipun kadang-kadang dapat pula dipakai reaksi pengendapan dengan ion raksa (I). (Rivai, H., 1996).

Sebagai indikator, dapat digunakan kalium kromat yang menghasilkan warna merah dengan adanya kelebihan ion Ag+. Metode argentometri yang lebih luas lagi digunakan adalah


(34)

metode titrasi kembali. Perak nitrat (AgNO3) berlebihan ditambahkan ke sampel yang

mengandung ion klorida. Sisa AgNO3 selanjutnya dititrasi kembali dengan ammonium tiosianat

menggunakan indikator besi(III) ammonium sulfat.

Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan kalium kromat sebagai indikator. Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida dan setelah tercapai titik ekivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah. (Rohman, A., 2007).

Pada titrasi cara Mohr untuk penentuan klorida dan bromida, ion kromat digunakan sebagai indikator. Dekat fengan kesetaraan ion perak bereaksi dengan ion kromat, membentuk endapan Ag2CrO4 yang berwarna merah, sesuai dengan persamaan reaksi berikut:

 

 

4 2 2 4

2Ag CrO Ag CrO

Dengan demikian jelas bahwa penentuan ion klorida dengan cara titrasi Mohr harus dilakukan dalam larutan yang bersifat netral atau hampir netral. Batas-batas pH larutan yang diperbolehkan untuk melakukan titrasi ini adalah 7 sampai 10. (Rivai, H., 1996).

2.8.3. Titrasi Kompleksometri

Titrasi kompleksometri digunakan untuk menentukan kandungan garam-garam logam. etilen diamin tetra asetat (EDTA) merupakan titran yang sering digunakan. Struktur EDTA ditunjukkan pada gambar berikut:

HOOC-CH2

HOOC-CH2

N-CH2-CH2-N

CH2-COOH

CH2-COOH


(35)

EDTA akan membentuk kompleks 1:1 yang stabil dengan semua logam kecuali logam alkali seperti natrium dan kalium. Logam-logam alkali tanah seperti kalsium dan magnesium membentuk kompleks yang tidak stabil dengan EDTA pada pH rendah, karenanya titrasi logam-logam ini dengan EDTA dilakukan pada larutan buffer ammonia pH 10. Persamaan reaksi umum pada titrasi kompleksometri adalah:

Mn+ + Na2EDTA (MEDTA)n-4 + 2H+

Untuk deteksi titik akhir digunakan indikator zat warna. Indikator zat warna ditambahkan pada larutan logam pada saat awal sebelum dilakukan titrasi dan akan membentuk kompleks berwarna dengan sejumlah kecil logam. Pada saat titik akhir titrasi (ada sedikit kelebihan EDTA) maka kompleks indikator-logam akan pecah dan menghasilkan warna yang berbeda. Indikator yang dapat digunakan untuk titrasi komplesometri ini antara lain: Hitam eriokrom (Eriochrom Black T, Mordant Black II, Solochrome Black); mureksid; jingga pirokatekol; jingga xilenol; asam kalkon karbonat; kalmagit; dan biru hidroksi naftol. (Rohman, A., 2007).

Berlawanan dengan cara titrasi lainnya, kepekatan larutan yang dipakai dalam titrasi kompleksometri dinyatakan dalam istilah kemolaran, karena kompleks logam-EDTA selalu terbentuk dalam perbandingan 1:1. Garam natrium dari EDTA tidak memenuhi persyaratan sebagai baku utama. Karena itu larutan EDTA tidak dapat dipakai langsung sebagai peniter, tetapi harus dibakukan terlebih dahulu dengan zat baku utama. Zat baku utama yang lazim digunakan untuk pembakuan larutan EDTA adalah logam murni atau garam-garam logam seperti magnesium sulfat (MgSO4) atau seng sulfat (ZnSO4).

Selain dari persyaratan zat baku utama yang tidak dipenuhi olehEDTA, larutan EDTA juga berubah kepekatannya selama penyimpanan. Perubahan ini terjadi karena besarnya kemampuan EDTA membentuk kompleks sehingga kalsium yang ada dalam bahan pembentuk wadah tempat menyimpannya dapat ditarik oleh EDTA, terutama bila wadah penyimpan itu terbuat dari kaca bermutu rendah. (Rivai, H., 1996).


(36)

Jumlah kekerasan air, kalsium ditambah magnesium, dapat ditentukan melalui titrasi langsung dengan EDTA menggunakan indikator Eriochrome Black T atau calmagite. Kompleks antara Ca2+ dan indikator terlalu lemah untuk mengakibatkan perubahan warna yang terlihat. Bagaimanapun juga, magnesium membentuk sebuah kompleks yang lebih kuat dengan indikator daripada yang dibentuk dengan kalsium, dan sebuah titik akhir yang sesuai didapat dalam sebuah penyangga ammonia pada pH 10. (Day, R. A., dkk, 2001).

2.8.4. Titrasi Redoks

Titrasi redoks banyak digunakan dalam pemeriksaan kimia karena berbagai zat organik dan zat anorganik dapat ditentukan dengan cara ini. Titrasi ini merupakan salah satu cara penentuan berbagai senyawa yang mudah, cepat, dan tepat. Akan tetapi, sebelum titrasi redoks dapat dijalankan, senyawa yang akan ditentukan harus diubah seluruhnya terlebih dahulu menjadi bentuk tereduksinya atau bentuk teroksidasinya. Untuk itu harus dilakukan reduksi atau oksidasi pendahuluan. (Rivai, H., 1996).

Titrasi redoks berdasarkan pada perpindahan elektron antara titran dengan analit. Jenis titrasi ini biasanya menggunakan potensiometri untuk mendeteksi titik akhir, meskipun demikian penggunaan indikator yang dapat berubah warnanya dengan adanya kelebihan titran juga sering digunakan. Dalam metode titrasi ini dikenal titrasi yang melibatkan Iodium, Permanganometri, Serimetri, titrasi yang melibatkan brom (Br2), dan titrasi yang melibatkan Kalium Iodat.

(Rohman, A., 2007).

Dalam titrasi ini termasuk semua reaksi yang melibatkan perubahan bilangan-oksidasi atau pemindahan elektron antara zat-zat bereaksi. Larutan standardnya adalah zat pengoksid ataupun zat peresuksi.. Zat pengoksid yang utama adalah kalium permanganat, kalium dikromat, serium (IV) sulfat, iod, kalium iodat, dan kalium bromat. Zat pereduksi yang sering digunakan adalah senyawa besi (II) dan timah (II), natrium tiosulfat, arsen (III) oksida, merkurium (I) nitrat, vanadium (II) klorida atau sulfat, kromium (II) klorida atau sulfat, dan titanium (III) klorida atau sulfat. (Vogel, 1994).


(37)

Kalium permanganat telah banyak dipergunakan sebagai agen pengoksidasi. Reagen ini dapat diperoleh dengan mudah, tidak mahal, dan tidak membutuhkan indikator terkecuali untuk larutan yang amat encer. Satu tetes 0,1 N permanganat memberikan warna merah muda yang jelas pada volume dari larutan yang biasa dipergunakan dalam sebuah titrasi. Warna ini dipergunakan untuk mengindikasi kelebihan reagen tersebut. (Day, R. A., dkk, 2001).


(38)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat

- Akuarium kaca 60 x 40 x 40 cm - Aerator

- Gelas Beaker 250 ml Pyrex

- Gelas Beaker 1 L Pyrex

- Gelas Erlenmeyer 250 ml Pyrex

- Neraca Analitis Presisi±0,001 g Mettler PM 400

- Gelas Ukur 100 ml Pyrex

- Buret 25 mL Pyrex

- Labu takar 1000 mL Pyrex

- Karet Penghisap Fischer Brand

- Pipet Volume 10 mL Fischer Brand

- Kuvet

- Statif dan Klem - Botol Akuades

- Spektrofotometer Milton Roy

Spektronik 20

- Buret 25 mL Pyrex

- Spektofotometer A 6794 Avanta Σ GBC Serapan Atom


(39)

3.1.2. Bahan

- Ikan Nila hitam

- Pakan ikan HI-PRO-VITE FF-99 Pokphand - Air tawar Danau Toba

- Air laut Poncan Sibolga

- Asam Klorida p.a (E.Merck)

- Hidroksilamin - Amonium Asetat

- Asam Sulfat p.a (E.Merck)

- Kalium Permanganat p.a (E.Merck)

- Natrium Hidroksida p.a (E.Merck)

- Na2EDTA

- Kalium Kromat

- Akuades

- Argentum Nitrat p.a (E.Merck)

-Natrium Klorida p.a (E.Merck)

- Kalium Hidroksida p.a (E.Merck)

3.2. Prosedur Penelitian

3.2.1. Akuarium Air Tawar 100%

Sebanyak 36 L air tawar dimasukkan ke dalam akuarium. Kemudian sebanyak 10 ekor ikan yang telah ditimbang beratnya, dimasukkan ke dalam akuarium. Diaerasi dengan aerator. Ikan diberi pakan 3 kali sehari (pagi, siang, dan malam). Kemudian ditimbang berat ikan setelah 10 hari dan diganti. Air yang telah dipisahkan dari akuarium, dianalisa kandungan mineral Fe, Na, Ca, Mg dan Cl. Dilakukan perlakuan yang sama untuk hari ke-20, 30, 40, dan 50.

3.2.2. Akuarium Campuran Air Tawar dan Air Laut (1:1)

Sebanyak 18 L air tawar dan 18 L air laut dimasukkan ke dalam akuarium. Kemudian sebanyak 10 ekor ikan yang telah ditimbang beratnya, dimasukkan ke dalam akuarium. Diaerasi dengan aerator. Ikan diberi pakan 3 kali sehari (pagi, siang, dan malam). Kemudian ditimbang berat ikan setelah 10 hari dan diganti. Air yang telah dipisahkan dari akuarium, dianalisa kandungan


(40)

mineral Fe, Na, Ca, Mg dan Cl. Dilakukan perlakuan yang sama untuk hari ke-20, 30, 40, dan 50.

3.2.3. Akuarium Campuran Air Tawar dan Air Laut (2:1)

Sebanyak 24 L air tawar dan 12 L air laut dimasukkan ke dalam akuarium. Kemudian sebanyak 10 ekor ikan yang telah ditimbang beratnya, dimasukkan ke dalam akuarium. Diaerasi dengan aerator. Ikan diberi pakan 3 kali sehari (pagi, siang, dan malam). Kemudian ditimbang berat ikan setelah 10 hari dan diganti. Air yang telah dipisahkan dari akuarium, dianalisa kandungan mineral Fe, Na, Ca, Mg dan Cl. Dilakukan perlakuan yang sama untuk hari ke-20, 30, 40, dan 50.

3.3. Bagan Penelitian

3.3.1. Analisa Besi (Fe2+) dengan Metode Spektrofotometri UV-Vis

50 mL Sampel

dibuat dalam suasana pH 2-3 (2 tetes HCl) diuapkan hingga 1/2 volume awal

didinginkan

ditambahkan 4 mL buffer asetat ditambahkan 2 mL hidroksilamin ditambahkan 1 mL ortophenanthrolin dibiarkan selama 15 menit (operating time)

Hasil

diatur absorbansinya (%T) pada = 510 nm Larutan merah orange


(41)

3.3.2. Analisa Natrium (Na+) dengan Metode Spektofotometri Serapan Atom (SSA)

100 mL Sampel

ditambahkan 5 mL HNO3(p) dipanaskan hingga hampir kering ditambahkan 50 mL akuades

dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL melalui kertas saring diencerkan dengan akuades sampai garis tanda

diaduk sampai homogen

Larutan Sampel

ditentukan kadar Na dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada  spesifik

Hasil

= 589 nm

3.3.3. Analisa Kalsium (Ca2+) dengan Metode Titrasi EDTA

10 mL Sampel

Hasil

ditambahkan 3 tetes HCl(p) diaduk

dipipet 10 mL ke dalam gelas Erlenmeyer ditambahkan KOH 6 N sampai pH = 12 ditambahkan indikator murexid secukupnya sampai terbentuk larutan merah anggur

dititrasi dengan larutan standard EDTA 0,03 M sampai perubahan warna menjadi ungu


(42)

3.3.4. Analisa Magnesium (Mg2+) dengan Metode Titrasi EDTA

10 mL Sampel

Hasil

ditambahkan 3 tetes HCl(p) diaduk

dipipet 10 mL ke dalam gelas erlenmeyer

ditambahakan NaOH hingga pH = 10 dan ditambahkan buffer salmiak pH = 10

ditambahkan indikator EBT sampai terbentuk warna merah anggur dititrasi dengan Na2EDTA 0,03 M sampai terbentuk warna biru

3.3.5. Analisa Klorida (Cl-) dengan Metode Titrasi Argentometri

10 mL Sampel

dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer ditambahkan 3 tetes K2CrO4

dititrasi dengan AgNO3 0,0141 N hingga berwarna merah bata


(43)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian pada budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dari 0 hari sampai hari ke-50 diperoleh data hasil perkembangan berat ikan.

Tabel 4.1 Data Hasil Pertambahan Berat Ikan Nila Hari

ke-

Air Tawar (g)

Air Tawar:Air Laut (1:1) (g)

Air Tawar:Air Laut (2:1) (g)

0 44,4 44,2 44,5

10 63,8 56,2 59,6

20 85,8 77,3 75,4

30 114,5 95,6 97,7

40 160,7 122,9 121,3

50 190,7 168,2 153,9

4.2. Pengolahan Data

4.2.1. Persen Pertambahan Berat Ikan

Persen pertambahan berat ikan = 100%

0 0    harike harike n harike BeratAwal BeratAwal Berat

Persen Pertambahan Berat Ikan pada Air Tawar Hari ke 0-10

Persen pertambahan berat ikan = 100%

4 , 44 4 , 44 8 , 63   g g g

= 43,6936 %

Dengan cara yang sama diperoleh data persen pertambahan/penurunan bobot Ikan Nila yang dapat dilihat pada tabel berikut:


(44)

Tabel 4.2. Data Persen Pertambahan Berat Ikan Nila

Jumlah Hari

% Pertambahan/Penurunan Bobot Ikan Nila

Air Tawar Air Tawar:Air Laut (1:1)

Air Tawar:Air Laut (2:1)

0-10 43,70% 26,57% 33,93%

10-20 93,24% 74,88% 69,43%

20-30 157,88% 116,28% 119,55%

30-40 261,93% 178,05% 172,58%

40-50 329,50% 280,54% 245,84%

4.2.2. Penentuan Kadar Besi (Fe) dalam Sampel

4.2.2.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi Besi (Fe) dengan Metode Least Square

Hasil pengukuran absorbansi larutan standard dari suatu larutan seri standard besi (Fe) diplotkan terhadap konsentrasi larutan standard besi (Fe) dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standard Besi (Fe) Kadar

(mg/L)

Absorbansi (A)

0,2 0,0132 0,4 0,0269 0,6 0,0410 0,8 0,0506 1,0 0,0605


(45)

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dengan metode Least Square, dapat dilihat pada tabel berikut:

x y xy x2

0,2 0,0132 0,0026 0,04 0,4 0,0269 0,0107 0,16 0,6 0,0410 0,0246 0,36 0,8 0,0506 0,0404 0,64 1,0 0,0605 0,0605 1,0 Σx=3,0 Σy=0,1922 Σxy=0,1388 Σx2=2,2

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis:

b ax

y 

Di mana: a = slope b = intersept

Selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan menggunakan Metode Least Square berikut:

0587 , 0 2 1174 , 0 9 11 5766 , 0 694 , 0 ) 0 , 3 ( ) 2 , 2 ( 5 ) 1922 , 0 )( 0 , 3 ( ) 1388 , 0 ( 5 ) ( 2 2 2                a a a a x x n y x xy n a

Harga intersept (b) diperoleh dari:

0032 , 0 2 0064 , 0 9 11 4164 , 0 4228 , 0 ) 0 , 3 ( ) 2 , 2 ( 5 ) 0 , 3 )( 1388 , 0 ( ) 1922 , 0 )( 2 , 2 ( ) ( 2 2 2 2                b b b b x x n x xy y x b


(46)

Maka persamaan garis regresi diperoleh sebagai berikut: 0032 , 0 0587 ,

0 

y

4.2.2.2. Penentuan Kadar Besi (Fe) dalam Sampel

Kadar besi (Fe) dapat ditentukan dengan menggunakan metode kurva kalibrasi dengan mensubsitusikan nilai y (Absorbansi) terhadap persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.

Kadar Mineral Besi (Fe) pada Air Tawar:

2470 , 0 0587 , 0 0032 , 0 0177 , 0          x x a b y x b y ax b ax y

Dengan cara yang sama diperoleh data untuk penentuan kadar besi (Fe) yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.4. Data Kadar Besi (Fe) pada Air Tawar

Hari ke-

% T

T

% A Kadar

(mg/L) %T1 %T2 %T3

0 97 96 95 96,0000 0,0177 0,2470

10 98 99 98 98,3333 0,0072 0,0681

20 96 95 95 95,3333 0,0207 0,2981

30 91 92 92 91,6666 0,0377 0,5877

40 91 91 91 91,0000 0,0409 0,6422


(47)

Tabel 4.5. Data Kadar Besi (Fe) pada Air Tawar:Air Laut (1:1 Hari

ke-

% T

T

% A Kadar

(mg/L) %T1 %T2 %T3

0 99 99 99 99,0000 0,0043 0,0187

10 98 99 98 98,3333 0,0072 0,0681

20 97 98 97 97,3333 0,0117 0,1488

30 90 90 90 90,0000 0,0457 0,7240

40 86 85 85 85,3333 0,0688 1,1175

50 95 95 95 95,0000 0,0222 0,3236

Tabel 4.6. Data Kadar Besi (Fe) pada Air Tawar:Air Laut (2:1)

Hari ke-

% T

T

% A Kadar

(mg/L) %T1 %T2 %T3

0 97 97 97 97,0000 0,0132 0,1703

10 98 97 97 97,3333 0,0117 0,1448

20 92 92 92 92,0000 0,0362 0,5621

30 89 88 88 88,3333 0,0538 0,8620

40 89 88 90 89,0000 0,0506 0,8074

50 83 83 84 83,3333 0,0791 1,2930

4.2.3. Penentuan Kadar Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) dalam Sampel

Penentuan kadar kalsium (Ca) dalam sampel dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: Sampel EDTA A L mg V FP ArCa M V

Ca( / )    1000

Keterangan:

VA : Volume larutan standard yang terpakai untuk titrasi dengan indikator Murexid


(48)

Perhitungan dari air tawar pada hari ke 0-10 mL mol g M mL Ca mg L

30 1 1000 / 02 , 40 0282 , 0 2833 , 0 ) / (      = 10,6574

Dengan cara yang sama diperoleh data untuk penentuan kadar kalsium (Ca) yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.7. Data Kadar Kalsium (Ca) pada Air Tawar

Hari ke-

Volume Larutan Standard Na2EDTA 0,0334 M

FP Kadar (mg/L)

V1 V2 V3 V

0* 0,3 0,3 0,25 0,2833 1 10,6574

10** 0,3 0,3 0,3 0,3000 1 29,7748

20** 1,5 1,5 1,55 1,5167 1 150,5318

30 0,15 0,15 0,15 0,1500 10 200,5002

40 0,1 0,15 0,1 0,1167 10 155,9891

50 0,25 0,3 0,3 0,2833 10 378,6780

Tabel 4.8. Data Kadar Kalsium (Ca) pada Air Tawar:Air Laut (1:1)

Hari ke-

Volume Larutan Standard Na2EDTA 0,0334 M

FP Kadar (mg/L)

V1 V2 V3 V

0* 3,3 3,15 3,15 3,2000 1 120,3801

10** 0,55 0,55 0,5 0,5333 10 529,2981

20** 0,45 0,45 0,5 0,4667 10 463,1978

30 0,15 0,15 0,15 0,1500 20 401,0004

40 0,35 0,4 0,3 0,3500 20 935,6676


(49)

Tabel 4.9. Data Kadar Kalsium (Ca) pada Air Tawar:Air Laut (2:1)

Hari ke-

Volume Larutan Standard Na2EDTA 0,0334 M

FP Kadar (mg/L)

V1 V2 V3 V

0* 2,8 2,5 2,6 2,6333 1 99,0615

10** 0,3 0,3 0,25 0,2833 10 281,1741

20** 0,5 0,5 0,45 0,4833 10 479,6733

30 0,1 0,1 0,15 0,1167 20 311,9783

40 0,2 0,15 0,15 0,1667 20 445,6451

50 0,3 0,35 0,3 0,3667 20 980,3123

Keterangan:

* = Larutan Standard Na2EDTA 0,0282 M

** = Larutan Standard Na2EDTA 0,0248 M

Penentuan kadar Magnesium (Mg) dalam sampel dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

Sampel EDTA A

B L mg

V

FP ArMg

M V V

Mg( / ) (  )  1000

Keterangan:

VA : Volume larutan standard yang terpakai untuk titrasi dengan indikator Murexid

VB : Volume larutan standard yang terpakai untuk titrasi dengan indikator EBT


(50)

Tabel 4.10. Data Kadar Magnesium (Mg) pada Air Tawar Hari

ke-

Volume Larutan Standard Na2EDTA 0,0334 M

FP Kadar (mg/L)

V1 V2 V3 V

0* 0,3 0,35 0,30 0,3167 1 0,7632

10** 0,8 0,8 0,75 0,7833 1 29,140

20** 5,7 5,7 5,75 5,7167 1 253,2337

30 0,4 0,35 0,3 0,3500 10 162,4041

40 0,55 0,40 0,45 0,4667 10 284,2072

50 0,6 0,7 0,6 0,6333 10 284,2082

Tabel 4.11. Data Kadar Magnesium (Mg) pada Air Tawar : Air Laut (1:1) Hari

ke-

Volume Larutan Standard Na2EDTA 0,0334 M

FP Kadar (mg/L)

V1 V2 V3 V

0* 28,75 28,7 28,75 28,7333 1 583,5196

10** 1,7 1,7 1,75 1,7167 10 713,5163

20** 2,1 2,05 2,1 2,0833 10 974,7089

30 0,95 0,8 1,0 0,9167 20 1245,1526

40 0,95 1,05 1,0 1,0000 20 1055,6270

50 1,5 1,5 1,6 1,5333 20 1890,6071

Tabel 4.12. Data Kadar Magnesium (Mg) pada Air Tawar : Air Laut (2:1) Hari

ke-

Volume Larutan Standard Na2EDTA 0,0334 M

FP Kadar (mg/L)

V1 V2 V3 V

0* 22,5 25 25 24,1667 1 492,1088

10** 1,0 1,05 1,05 1,0333 10 452,2034

20** 1,45 1,45 1,5 1,4667 10 592,9288

30 0,6 0,6 0,7 0,6333 20 838,9798

40 0,9 0,95 0,95 0,9333 20 1244,9902


(51)

Keterangan:

* = Larutan Standard Na2EDTA 0,0282 M

** = Larutan Standard Na2EDTA 0,0248 M

4.2.4. Penentuan Kadar Natrium (Na) dalam Sampel

Tabel 4.13. Data Kadar Natrium (Na) pada Air Tawar dan Campuran Air Tawar dengan Air Laut

Hari ke-

Kadar Natrium (Na) (mg/L)

Air Tawar Air Tawar:Air Laut (1:1)

Air Tawar:Air Laut (2:1)

0 6 4202 2734

10 24 4400 2467

20 47 4712 2747

30 16 4587 2840

40 31 5755 4049

50 70 5237 3568

4.2.5. Penentuan Kadar Klorida (Cl) dalam Sampel

Penentuan kadar klorida (Cl) dalam sampel dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: Sampel AgNO titran L mg V FP ArCl N V

Cl   3  1000

) / (

Keterangan:

NAgNO3 : Normalitas AgNO3 yang digunakan

Vtitran : Volume larutan standard (AgNO3) yang terpakai untuk titrasi


(52)

Tabel 4.14. Data Kadar Klorida pada Air Tawar Hari

ke-

Volume Larutan Standard AgNO3 0,0303 N

FP Kadar (mg/L)

V1 V2 V3 V

0* 0,1 0,1 0,1 0,1000 1 10,0678

10* 0,35 0,4 0,4 0,3833 1 38,5898

20* 0,4 0,4 0,4 0,4000 1 40,2712

30* 0,36 0,46 0,36 0,3600 1 36,2440

40 0,44 0,44 0,44 0,4400 1 47,2619

50 1,1 1,08 1,08 1,0867 1 116,7262

Tabel 4.15. Data Kadar Klorida pada Air Tawar:Air Laut (1:1) Hari

ke-

Volume Larutan Standard AgNO3 0,0303 N

FP Kadar (mg/L)

V1 V2 V3 V

0* 1,94 1,94 1,96 1,9467 50 9799,4931

10* 2,1 2,05 2,05 2,0667 50 10403,5611

20* 4,1 4,05 4,05 4,0667 50 20471,3611

30* 4,02 4,02 4,02 4,0200 25 10118,139

40 3,5 3,54 3,52 3,5200 25 9452,388

50 3,62 3,6 3,64 3,6200 25 9720,9217

Tabel 4.16. Data Kadar Klorida pada Air Tawar:Air Laut (2:1) Hari

ke-

Volume Larutan Standard AgNO3 0,0303 N

FP Kadar (mg/L)

V1 V2 V3 V

0* 2,54 2,54 2,56 2,5467 25 6409,9165

10* 2,65 2,7 2,65 2,6667 25 6711,9505

20* 2,65 2,7 2,65 2,6333 25 6627,8844

30* 2,58 2,58 2,56 2,5733 25 6476,8674

40 2,6 2,58 2,56 2,5800 25 6928,1707


(53)

Keterangan:

* = Larutan Standard AgNO3 0,0284 N

4.3. Pembahasan

4.3.1. Pengaruh Mineral

Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa kadar mineral Fe, Na, Ca, Mg, dan Cl pada air yang diperoleh dari pembudidayaan ikan nila yang dilakukan selama 50 hari.

Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan perkembangan bobot Ikan Nila yang dibudidayakan dalam akuarium air tawar dan campuran air tawar dan air laut dengan perbandingan 1:1 dan 2:1. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pertumbuhan bibit ikan nila maksimum yakni pada hari ke-50 terjadi pada akuarium air tawar yaitu 190,7 g; sedangkan pada campuran air tawar dan air laut (1:1) yaitu 168,2 g dan pada campuran air tawar:air laut (2:1) yaitu 153,9 g.

Hasil analisa pengaruh kandungan mineral besi (Fe) terhadap pertumbuhan bibit ikan nila dapat dilihat pada tabel 4.4, tabel 4.5, dan tabel 4.6. Pada tabel dapat dilihat kadar mineral besi rata-rata pada akuarium campuran air tawar:air laut (2:1) lebih tinggi dibandingkan dengan kadar mineral besi pada akuarium air tawar dan campuran air tawar dan air laut (1:1). Pada tabel 4.7-tabel4.9; tabel 4.10-tabel4.12; tabel 4.13; dan tabel 4.14-4.16 dapat dilihat, analisa kandungan mineral kalsium, magnesium, natrium, dan kalsium rata-rata pada akuarium campuran air tawar:air laut (1:1) lebih tinggi dibandingkan akuarium air tawar dan campuran air tawar:air laut (2:1).

Besi merupakan unsur mineral mikro essensial yakni mineral yang konsentrasinya dalam tubuh setiap organisme dalam jumlah sedikit (kurang dari 100 mg/kg pakan kering). Pada analisa mineral besi, adanya perbedaan kadar mineral besi yang tinggi terjadi pada akuarium campuran air tawar:air laut (2:1) yaitu 1,2930 mg/L dan berat ikan total yang terendah terjadi pada akuarium campuran air tawar:air laut (2:1) juga yaitu 153,9 g. Kemungkinan disebabkan oleh kurangnya penyerapan mineral besi ke dalam tubuh yang mengakibatkan pertumbuhannya sangat


(54)

lambat, nafsu makan yang kurang, dan abnormalitas, sehingga pakan (pellet) yang mengandung 1,98% besi, larut bersama air mengakibatkan kadar mineral besi sangat tinggi.

Kalsium, magnesium, natrium, dan klorin merupakan mineral makro yaitu mineral yang konsentrasinya dalam tubuh organisme dibutuhkan dalam jumlah besar (lebih dari 100 mg/kg pakan kering). Pada analisa kandungan mineral kalsium, magnesium, natrium, dan kalsium rata-rata pada akuarium campuran air tawar:air laut (1:1) lebih tinggi dibandingkan akuarium air tawar dan campuran air tawar:air laut (2:1). Pertumbuhan ikan maksimum terjadi pada akuarium air tawar yaitu 190,7 g dan pada akuarium campuran air tawar:air laut (1:1) adalah 168,2 g. Kemungkinan hal ini disebabkan karena pengaruh jumlah lemak dalam pakan yang berpengaruh pada penyerapan kalsium oleh usus ikan. Dalam pakan hanya mengandung 2% lemak kasar, namun standard kebutuhan lemak yang dibutuhkan ikan nila seharusnya 10%. Pada kondisi ini, penyerapan lemak akan terganggu maka kalsium pun akan sedikit yang diserap. Hal ini dikarenakan asam lemak yang tidak diserap akan berikatan dengan kalsium dan akan terbuang dalam bentuk feses.

Pemberian mineral magnesium pada pakan untuk pemeliharaan ikan air tawar sangatlah penting. Namun pada pakan hanya mengandung 0,22% magnesium. Rendahnya suplai magnesium dalam pakan mengakibatkan nafsu makan berkurang, pertumbuhan, dan aktivitas ikan berkurang, sehingga kandungan magnesium dalam tubuh akan berkurang. Selain itu akan memperlihatkan keabnormalan dalam pertumbuhan tulang.

Pada ikan, natrium yang berasal dari makanan akan diserap oleh tubuh secara cepat dan efisien dan hanya sedikit sekali yang dikeluarkan melalui feses. Dalam penelitian ini, kandungan mineral natrium paling tinggi terjadi pada akuarium air tawar:air laut (1:1) yaitu 5755 mg/L. Hal ini disebabkan karena, pada analisa pendahuluan yaitu pada hari ke-0, kadar mineral natrium pada akuarium campuran air tawar:air laut (1:1) sudah mencapai 4202 mg/L. Tingginya kadar mineral natrium pada campuran air tawar dan air laut (1:1 dan 2:1), tidak memberikan perbedaan yang signifikan pada pertumbuhan berat ikan. Karena rata-rata kadar mineral natrium pada akuarium air tawar adalah 32,33 mg/L, memiliki pertumbuhan berat ikan total yakni 190,7 g.


(55)

Pada penelitian ini, terjadi perbedaan yang sangat mencolok pada rata-rata kadar mineral klorin. Kadar mineral tertinggi terjadi pada akuarium campuran air tawar:air laut (1:1) yaitu 11660,97 mg/L dan terendah pada akuarium air tawar dengan kadar mineral klorin rata-rata 48,19 mg/L. Pada ikan air tawar pengambilan klorin terjadi pada kondisi medium yang hipotonik, dengan cara memompa NaCl melalui insangnya dan pengeluaran klorin dilakukan dalam bentuk urin. Dalam kondisi normal klorin dikeluarkan dalam bentuk urin pada jumlah yang sangat sedikit, namun pada kondisi stress ikan banyak mengeluarkan urin. Pertumbuhan ikan yang normal terjadi pada ikan di akuarium air tawar, sehingga klorin yang dikeluarkan dalam bentuk urin sangat sedikit, namun kurangnya adaptasi ikan terhadap kondisi salinitas, mengakibatkan ikan stres mengakibatkan ikan banyak mengeluarkan urin sehingga kehilangan NaCl cukup besar. Karena ketersediaan klorin di dalam air sangat menguntungkan untuk kehidupan ikan agar mempunyai toleransi terhadap perubahan suhu.

4.3.2. Pigmen Ikan

Pada penelitian budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dari 0 hari sampai hari ke-50, terjadi perbedaan warna ikan pada akuarium air tawar, air tawar:air laut (1:1), dan air tawar:air laut (2:1). Pada akuarium air tawar, warna Ikan Nila tampak berwarna pucat dan pada akuarium air tawar:air laut tampak garis-garis hitam dan bintik hitam. Dan bintik hitam lebih terlihat jelas pada akuarium air tawar:air laut (2:1).


(56)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Adanya pertambahan kadar mineral yang terkandung dalam air, yang disebabkan karena kandungan mineral pada pakan yang terlarut dalam air

2. Pertambahan berat ikan maksimum terjadi pada akuarium air tawar, yaitu 190,7 g atau 329,50%

3. Perbedaan warna Ikan Nila terlihat jelas pada akuarium air tawar serta campuran air tawar dan air laut, perbedaan warna dari lingkungan menyebabkan ikan pada akuarium air tawar lebih terlihat pucat

5.2. Saran

Dari hasil penelitian ini hanya dapat memberikan informasi pengaruh kadar mineral terhadap pertumbuhan bibit Ikan Nila. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian terhadap cemaran mikroba dalam air yang memiliki pengaruh terhadap kesehatan Ikan Nila, sehingga persentase kematian ikan bisa diminimalkan.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G. 1984. Metoda Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional.

Afrianto, E., dkk. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Arie, U. 2000. Pembenihan dan Pembesaran Nila Gift. Cetakan Kedua. Jakarta: PT Penebar Swadaya.

Bastiawan, D. 2010. Teknik Pembenihan Nila Gift Secara Massa dan Pembesaran Di Tambak. Yogyakarta: Balai Penelitian Perikanan Air Tawar

Carman, O. 2010. Panen Ikan Nila 2,5 Bulan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Cole, G. A. 1988. Texbook of Limnology. Third Edition. USA: Waveland Press.

Davis, M. L and Cornwell, D. A. 1991. Introduction to Enviromental Engineering. Second Edition. New York: Mc-Graw Hill.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Percetakan Kanisius.

Greenberg, A. E. 1985. Standard Methods For the Examination of Water and Wastewater. Washington American Public Health Association.

Gultom, R. T. F., 2001. Pengaruh Penambahan Zeolit Terhadap Kadar Amoniak Dalam Air Bak Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Skripsi Jurusan Kimia. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Haslam, S. M. 1995. Biological Indicators of Freshwater Pollution and Enviromental Management. London: Elsevier Applied Science Publisher.

http://ternak-ruminansia.blogspot.com/2010/09/mineral-dalam-pakan-ikan.html. Diakses tanggal 19 Agustus 2011

http://www.fao.org/docrep/X5738E/x5738e08.htm. Diakses tanggal 19 Agustus 2011

Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


(58)

Juancey, K and Ross. 1982. A guide to Tilapia Feeds and Feeding. Scotland: Institute of aquaculture.

Kordi, K. M. Ghufran. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Cetakan Per ama. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Kordi, K. M. Ghufran. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Kordi, K. M. Ghufran. 2010. Budi Daya Ikan Nila di Kolam Terpal. Yogyakarta: Lily Publisher

Krist, H. and Rump, H. H. 1992. Laboratory Manual for the Examination of Water, Waste Water, and Soil. Second Edition. Germany: VCH Weinheim.

Lesmana, D. S. 2001. Budi Daya Ikan Hias Air Tawar. Cetakan Pertama. Jakarta: Penebar Swadaya

McNeely, R. N., Nelmanis, V. P., and Dwyer, L. 1979. Water Quality Source Book, A Guide to Water Quality Parameter. Canada: Inland Waters Directorate.

Mulja, M. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga University Press.

Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sakurai A., Y. Sakamoto, and F. Mori. 1990. Aquarium Fish of the World. San Fransisco: Chronicle Books

Saxena, A. 1994. Health; Colouration of Fish. International Symposium on Aquatic Animal Health: Program and Abstract. Univ. of California, School of Veterinary Medicine, Davis, CA, U.S.A

Simanjuntak, E. P. 2002. Penentuan Kandungan Ammonia (NH3), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3),

Alkalinitas, Suhu, dan pH Dalam Air Bak Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Skripsi Jurusan Kimia. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Sugama, K. 2003. Aplikasi Teknologi Pakan dan Peranannya Bagi Perkembangan Usaha Perikanan Budi Daya. Jakarta: Pusat Riset Perikanan Budidaya


(59)

Tobing, T. 2001. Kajian Pemberian Pakan Terhadap Kandungan Ammonia (NH3), Nitrit (NO2),

dan Nitrat (NO3) Dalam Air Bak Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Skripsi Jurusan Kimia.

Medan: Universitas Sumatera Utara.

Walsh, A. 1955. Application of Atomic Absorbstion Spectra to Chemical Analysis. Spectrochemica, Acta. Vol. 7.

Watanabe, W. O., et all. 1989. Aquaculture of Red Rilapia (Oreochromis sp.) in Marine Environment. State and The Art: Aquacop Ifremer Acres de Colluge.

Wetzel, R. G. 1970. Recent and Postglacial Production Rates of a Mart Lake. Limnology Oceanography

Widodo, J., dkk. 2006. Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Laut. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


(60)

(61)

A. Grafik Pertambahan Bobot Ikan Nila


(62)

C. Grafik Kadar Kalsium (Ca) dari 0-50 hari


(63)

(64)

F. Grafik Kadar Natrium (Na) dari 0-50 hari


(1)

Tobing, T. 2001. Kajian Pemberian Pakan Terhadap Kandungan Ammonia (NH3), Nitrit (NO2), dan Nitrat (NO3) Dalam Air Bak Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Skripsi Jurusan Kimia. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Walsh, A. 1955. Application of Atomic Absorbstion Spectra to Chemical Analysis. Spectrochemica, Acta. Vol. 7.

Watanabe, W. O., et all. 1989. Aquaculture of Red Rilapia (Oreochromis sp.) in Marine Environment. State and The Art: Aquacop Ifremer Acres de Colluge.

Wetzel, R. G. 1970. Recent and Postglacial Production Rates of a Mart Lake. Limnology Oceanography

Widodo, J., dkk. 2006. Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Laut. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


(2)

(3)

A. Grafik Pertambahan Bobot Ikan Nila


(4)

C. Grafik Kadar Kalsium (Ca) dari 0-50 hari


(5)

(6)

F. Grafik Kadar Natrium (Na) dari 0-50 hari