DINAMIKA MADRASAH DAN SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN ISLAM UNGGULAN
34 Owens. R.G 1987. Organixation Behavior In Education. Englewood Cliff, N.J: Prentice-Hall. inc
35 Ace Suryadi, Op Cit. hal 67 Volume 9, Nomor 2, Agustus 2016 | 57
Syamsul Hadi HM
dukungan positif terhadap lembaga pendidikan tertentu. Penelitian Corner dan Got membuktikan bahwa pendidikan yang berkualitas memberikan layanan yang baik dan memperoleh respon dan dukungan positif dari lingkungan sekitarnya.
Penelitian yang menggunakan ketiga aspek, yaitu pencapaian tujuan, pendekatan sistem dan respon lingkungan telah dilakukan oleh Arifin 36 yang secara
utuh melihat kualitas pendidikan dari ketiga aspek tersebut yaitu (1) prestasi akademik dan non akademik tinggi sebagai kriteria kualitas keluaran; (2) sistem manajemen dan kepemimpinan yang efektif sebagai kriteria sistem atau proses; (3) pengakuan dan dukungan positif masyarakat. Apabila ketiga aspek ini terpenuhi maka pendidikan dapat dikatakan berkualitas tinggi dengan ditandai terjadinya perbaikan proses belajar mengajar bagi para guru dan murid, diiringi dukungan positif dari komunitas eksternal terhadap lembaga pendidikan tersebut.
Berbicara tentang mutu pendidikan Islam menurut penulis ada tiga mazhab tentang mutu yakni (1) mazhab tujuan; (2) mazhab proses dan (3) mazhab komprehensif (input-proces-output-outcome).
2. Analisis Kritis tentang Sistem Penyelenggaraan Madrasah/Sekolah Unggulan
Negeri ini sedang berjuang keras untuk meningkatkan kualitas pendidikan, namun hasilnya belum memuaskan. Kini upaya meningkatkan kualitas pendidikan ditempuh dengan membuka sekolah-sekolah unggulan. Sekolah unggulan dipandang sebagai salah satu alternatif yang efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan sekaligus kualitas SDM. Sekolah unggulan diharapkan melahirkan manusia-manusia unggul yang amat berguna untuk membangun negeri yang kacau balau ini. Tak dapat dipungkiri setiap orang tua menginginkan anaknya menjadi manusia unggul. Hal ini dapat dilihat dari animo masyarakat untuk mendaftarkan anaknya ke sekolah-sekolah unggulan. Setiap tahun ajaran baru sekolah-sekolah unggulan dibanjiri calon siswa, karena adanya keyakinan bisa melahirkan manusia-masnusia unggul. Benarkan sekolah-sekolah unggulan kita mampu melahirkan manusia-manusia unggul?
36 Arifin, I. Startegi Pengelolaan MI Unggulan: Analisis Evaluatif dalam Menyususn Perencanaan
Strategik MI unggulan. Jurnal pendidikan, 26, (1), 1999. hal. 41-49.
58 | Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Islam
Dinamika Madrasah dan Sistem Penyelenggaraan Pendidikan
Di negara-negara maju, untuk menunjukkan sekolah yang baik tidak menggunakan kata unggul (excellent) melainkan effective, develop, accelerate, dan essential. Sementara secara struktur formal kualitas suatu sekolah lebih dikenal sebagai teori Effective School yang sering pula disebut good school, succes school, excellent school atau high performance school. Di Indonesia, dari sisi ukuran muatan keunggulan, sekolah unggulan di Indonesia juga kurang memenuhi syarat. Sekolah unggulan di Indonesia hanya mengukur sebagian kemampuan akademis. Dalam konsep yang sesungguhnya, sekolah unggul adalah sekolah yang secara terus menerus meningkatkan kinerjanya dan menggunakan sumberdaya yang dimilikinya secara optimal untuk menumbuh-kembangkan prestasi siswa secara menyeluruh. Berarti bukan hanya prestasi akademis saja yang ditumbuh-kembangkan, melainkan potensi psikis, fisik, etik, moral, religi, emosi, spirit, adversity dan intelegensi.
Madrasah unggul direkomendasikan kepada madrasah tertentu yang dinilai memiliki keunggulan akademik, sarana dan prasarana sampai keunggulan minat daya beli dan dukungan aktif masyarakat. Madrasah-madrasah ini dijadikan percontohan dan pusat studi banding bagi madrasah-madrasah lainnya. Madrasah unggul ini diberikan keistimewaan dalam melakukan upaya pengembangan sesuai dengan
karakterisik unik yang dimilikinya. 37
Madrasah/Sekolah Islam unggul yang sebenarnya dibangun secara bersama- sama oleh seluruh warga sekolah, bukan hanya oleh pemegang otoritas pendidikan. Dalam konsep sekolah unggulan yang saat ini diterapkan, untuk menciptakan prestasi siswa yang tinggi maka harus dirancang kurikulum yang baik yang diajarkan oleh guru-guru yang berkualitas tinggi. Padahal sekolah unggulan yang sebenarnya, keunggulan akan dapat dicapai apabila seluruh sumber daya sekolah dimanfaatkan secara optimal. Berati tenaga administrasi, pengembang kurikulum di sekolah, kepala sekolah, dan penjaga sekolah pun harus dilibatkan secara aktif. Karena semua sumber daya tersebut akan menciptakan iklim sekolah yang mempu membentuk keunggulan sekolah.
37 Fadjar, Op Cit, hal. 23 Volume 9, Nomor 2, Agustus 2016 | 59
Syamsul Hadi HM
Keunggulan sekolah terletak pada bagaimana cara sekolah merancang- bangun sekolah sebagai organisasi. Maksudnya adalah bagaimana struktur organisasi pada sekolah itu disusun, bagaimana warga sekolah berpartisipasi, bagaimana setiap orang memiliki peran dan tanggung jawab yang sesuai dan bagaimana terjadinya pelimpahan dan pendelegasian wewenang yang disertai tangung jawab. Semua itu bermuara kepada kunci utama sekolah unggul adalah keunggulan dalam pelayanan kepada siswa dengan memberikan kesempatan untuk mengembangkan potensinya. Menurut Suyanto, program kelas unggulan di Indonesia secara pedagogis menyesatkan, bahkan ada yang telah memasuki wilayah malpraktik dan akan merugikan pendidikan kita dalam jangka panjang. Kelas-kelas unggulan diciptakan dengan cara mengelompokkan siswa menurut kemampuan akademisnya tanpa didasari filosofi yang benar. Pengelompokan siswa ke dalam kelas-kelas menurut kemampuan akademis tidak sesuai dengan hakikat kehidupan di masyarakat.
Kehidupan di masyarakat tak ada yang memiliki karakteristik homogen. 38 Bila boleh mengkritisi, pelaksanaan sekolah unggulan di Indonesia memiliki
banyak kelemahan. Pertama, sekolah unggulan di sini membutuhkan legitimasi dari pemerintah bukan atas inisiatif masyarakat atau pengakuan masyarakat. Sehingga penetapan sekolah unggulan cenderung bermuatan politis dari pada muatan edukatifnya. Apabila sekolah unggulan didasari atas pengakuan masyarakat maka pemerintah tidak perlu mengucurkan dana lebih kepada sekolah unggulan, karena masyarakat akan menanggung semua biaya atas keunggulan sekolah itu. Kedua, sekolah unggulan hanya melayani golongan kaya, sementara itu golongan miskin tidak mungkin mampu mengikuti sekolah unggulan walaupun secara akademis memenuhi syarat. Untuk mengikuti kelas unggulan, selain harus memiliki kemampuan akademis tinggi juga harus menyediakan uang jutaan rupiah. Artinya penyelenggaraan sekolah unggulan bertentangan dengan prinsip equity yaitu terbukanya akses dan kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk menikmati pendidikan yang baik. Keadilan dalam penyelenggaraan pendidikan ini amat penting agar kelak melahirkan manusia-manusia unggul yang memiliki hati nurani yang
38 Kompas, Realitas Sekolah Unggulan, 29 April 2002, hal.4 60 | Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Islam
Dinamika Madrasah dan Sistem Penyelenggaraan Pendidikan
berkeadilan. Ketiga, profil sekolah unggulan kita hanya dilihat dari karakteristik prestasi yang tinggi berupa NEM, input siswa yang memiliki NEM tinggi, ketenagaan berkualitas, sarana prasarana yang lengkap, dana sekolah yang besar, kegiatan belajar mengajar dan pengelolaan sekolah yang kesemuanya sudah unggul. Wajar saja bila bahan masukannya bagus, diproses di tempat yang baik dan dengan cara yang baik pula maka keluarannya otomatis bagus. Yang seharusnya disebut unggul adalah apabila masukan biasa-biasa saja atau kurang baik tetapi diproses ditempat yang baik dengan cara yang baik pula sehingga keluarannya bagus.Oleh karena itu penyelenggaraan sekolah unggulan harus segera direstrukturisasi agar benar-benar bisa melahirkan manusia unggul yang bermanfaat bagi negeri ini.
3. Restrukturisasi Sekolah Unggulan
Maka konsep sekolah unggulan yang tidak unggul ini harus segera direstrukturisasi. Restrukrutisasi sekolah unggulan yang ditawarkan adalah sebagai berikut:
Pertama, program sekolah unggulan tidak perlu memisahkan antara anak yang memiliki bakat keunggulan dengan anak yang tidak memiliki bakat keunggulan. Kelas harus dibuat heterogen sehingga anak yang memiliki bakat keunggulan bisa bergaul dan bersosialisasi dengan semua orang dari tingkatan dan latar berlakang yang beraneka ragam. Pelaksanaan pembelajaran harus menyatu dengan kelas biasa, hanya saja siswa yang memiliki bakat keunggulan tertentu disalurkan dan dikembangkan bersama-sama dengan anak yang memiliki bakat keunggulan serupa. Misalnya anak yang memiliki bakat keunggulan seni tetap masuk dalam kelas reguler, namun diberi pengayaan pelajaran seni.
Kedua, dasar pemilihan keunggulan tidak hanya didasarkan pada kemampuan intelegensi dalam lingkup sempit yang berupa kemampuan logika-matematika seperti yang diwujudkan dalam test IQ. Keunggulan seseorang dapat dijaring melalui berbagai keberbakatan seperti yang hingga kini dikenal adanya 8 macam kecerdasan (multiple itegensies).
Volume 9, Nomor 2, Agustus 2016 | 61
Syamsul Hadi HM
Ketiga, sekolah unggulan jangan hanya menjaring anak yang kaya saja tetapi menjaring semua anak yang memiliki bakat keunggulan dari semua kalangan. Berbagai sekolah unggulan yang dikembangkan di Amerika justru untuk membela kalangan miskin. Misalnya Effectif School yang dikembangkan awal 1980-an oleh Ronald Edmonds di Harvard University adalah untuk membela anak dari kalangan miskin karena prestasinya tak kalah dengan anak kaya. Demikian pula dengan School Development Program yang dikembangkan oleh James Comer ditujukan untuk meningkatkan pendidikan bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin. Accellerated School yang diciptakan oleh Henry Levin dari Standford University juga memfokuskan untuk memacu prestasi yang tinggi pada siswa kurang beruntung atau siswa beresiko. Essential school yang diciptakan oleh Theodore Sizer dari Brown University, ditujukan untuk memenuhi kebutuhan siswa kurang mampu.
Keempat, Madrasah/sekolah Islam unggulan harus memiliki model manajemen yang unggul yaitu yang melibatkan partisipasi semua stakeholder sekolah, memiliki kepemimpinan yang kuat, memiliki budaya sekolah yang kuat, mengutamakan pelayanan pada siswa, menghargasi prestasi setiap siswa berdasar kondisinya masing-masing, terpenuhinya harapan siswa dan berbagai pihak terkait dengan memuaskan.
Saat ini amat tepat untuk mengembangkan madrasah/sekolah unggulan karena terdapat dua suprastruktur yang mendukung. Pertama, UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dimana pendidikan termasuk salah satu bidang yang didesentralisasikan. Dengan adanya kedekatan birokrasi antara sekolah dengan Kabupaten/Kota diharapkan perhatian pemerintah daerah terhadap pengembangan sekolah unggulan semakin serius. Kedua, adanya UU No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004 yang didalamnya memuat bahwa salah satu program pendidikan pra-sekolah, pendidikan dasar dan pendidikan menengah adalah terwujudnya pendidikan berbasis masyarakat/sekolah. Melalui pendidikan berbasis masyarakat/sekolah inilah warga sekolah akan memiliki kekuasaan penuh dalam mengelola sekolah. Setiap sekolah akan menjadi sekolah unggulan apabila diberi wewenang untuk mengelola dirinya sendiri dan diberi
62 | Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Islam
Dinamika Madrasah dan Sistem Penyelenggaraan Pendidikan
tanggung jawab penuh. Selama sekolah-sekolah hanya dijadikan alat oleh birokrasi di atasnya maka sekolah tidak akan pernah menjadi sekolah unggul. Bisa saja semua sekolah menjadi sekolah unggul yang berbeda-beda berdasarkan pontensi dan kebutuhan warganya. Apabila semua sekolah telah menjadi sekolah unggul maka tidak sulit bagi negeri ini untuk bangkit dari keterpurukannya.
Kesimpulan
Sistem penyelenggaraan madrasah adalah hasil modifikasi dari sistem penyelenggaraan pesantren karena sebelum terbentuk sistem madrasah, pada awalnya proses pendidikan dan pengajaran dilaksanakan di masjid dan pesantren. Secara umum madrasah juga sama dengan sekolah-sekolah lain, yaitu lembaga pendidikan yang menggunakan sistem klasikal dan kelas dengan segala fasilitasnya kecuali aspek tradisi dan kurikulum yang dilaksanakan. Posisi madrasah secara yuridis sama terutama dalam aspek kurikulum (lihat Permendiknas no. 22, 23, 24 tahun 2006), tetapi madrasah secara umum masih mempertahankan ciri khasnya sebagai sekolah yang berciri khas Islam.
Madrasah sebagai salah satu bentuk kelembagaan pendidikan Islam memiliki sejarah yang sangat panjang yakni pertama kali dirikan pada 459 H oleh Nizam al-Mulk di Baghdad. Munculnya pendidikan madrasah pada awalnya selain dilatarbelakangi oleh motivasi agama dan motivasi ekonomi, juga motivasi politik. Di Indonesia, madrasah merupakan fenomena moderen yang dimulai sekitar awal abad ke-20. Sejarah pertumbuhan madrasah di Indonesia, jika dikembalikan pada situasi awal abad ke-20, dianggap sebagai memiliki latar belakang sejarahnya sendiri, walaupun sangat dimungkinkan ia merupakan konsekuensi dari pengaruh intensif pembaharuan pendidikan Islam di Timur Tengah masa moderen. Keberadaan madrasah seperti sekarang ini merupakan akumulasi berbagai macam budaya dan tradisi pendidikan yang berkembang di Indonesia. Mulai dari tradisi pra-sejarah atau tradisi asli, tradisi Hindu-Budha, tradisi Islam, dan tradisi barat atau moderen. Oleh sebab itu madrasah telah menjadi salah satu wujud entitas budaya bangsa Indonesia yang telah menjalani proses sosialisasi yang relatif intensif, dan dalam waktu yang cukup panjang itu telah memainkan peran tersendiri dalam panggung pembentukan peradaban bangsa.
Volume 9, Nomor 2, Agustus 2016 | 63
Syamsul Hadi HM
Penyelenggaraan pendidikan Unggulan Islam di Indonesia masih perlu disesuaikan dengan tujuan pendidikan Islam itu sendiri sehingga dalam penyelenggaraannya tidak hanya mengacu pada profit oriented namun harus didasari dengan realitas dan hati nurani.
Referensi
Ahmad Syalabi, History of muslim education, Beirut, dar alkasysyaf, 1987. Arifin, I. 1995. Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengelola Madrasah Ibtidaiyah Dan
Sekolah Dasar Berprestas: Studi Multi Kasus MIN Malang I, MI Manbaul ulum, dan SDN Ngalik I Batu. Malang: PPS IKIP Malang.
Arifin, I. 1997. Prinsip Dan Teknik Pengorganisasian Dan Pelaksanaan Program Pendidikan Prasekolah. DPD GOPTKI Jawa Timur.
Arifin, I. 1999a. Startegi Pengelolaan MI Unggulan: Analisis Evaluatif dalam Menyususn Perencanaan Strategik MI unggulan. Jurnal pendidikan, 26, (1), 41-49.
Arifin, I. 1999b. Peran Kepemimpinan Kepala Sekolah yang Efektif. Jurnal Pendidikan, 9, (1), 62-69.
Azra, Azyumardi, 1998, Esai-Esai Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakrata, Logos.
------------, 1999, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru, Jakarta, Logos.
Brookover, W.B., & Lozottr, L.W. 1979. Changes in School Caracteristics Coincident with
Changes in School Achievement. East Lansing: Michigan State University. Ditjenbimbagais. 1997. Startegi Pembelajaran Kurikulum Madrasah 1994. Jakarta.
Ditjenbimbagais. Depag RI. Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan, Grafindo Persada dan LSIK, Jakarta Cet.2, 1996 H.A.R Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional, Remaja Roesdakarya, Bandung cet-4 1999 _____________, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta, 2000 Hanson, E.M. 1985. Educational Administration And Organistion Behavior. Boston: Ally
ang Bacon, inc. Hoy, W.K. & Ferguson, J. A Theoritical Fremework An Explenation of Organizational
Effectifness of School. Administrations Quarterly, XXI, (2) 117-132. Juran, J.M 1989. Juran of Leadeship for Quality. New York: Macmillan, inc. Jurnal Komunikasi Dunia Perguruan Madrasah, Vol.3. No.2. Departemen Agama, Jakarta,
64 | Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Islam
Dinamika Madrasah dan Sistem Penyelenggaraan Pendidikan
Maksum, Madrasah ; sejarah dan perkembangannya, Jakarta, logos, 1999 Mastuhu, Dinamika sistem pendidikan pesantren, Jakarta, INIS, 1994 __________, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, Logos, Ciputat, Jakarta, 1999 Malik Fadjar, Tantangan dan peran umat Islam dalam menyonsong abad xxi, Surabaya,
Makalah IAIN Sunan Ampel, 1995 _____________, Madrasah dan Tantangan Modernitas, Mizan, Bandung, 1998 Muhaimin, Eksistensi Madrasah sebagai sekolah Umum yang berciri khas Islam, Tarbiyah,
IAIN Malang, no. 45 tahun xiv Januari-Maret, 1997 Mansurnoor, I.A. Islam in Indinesian Word: Ulama of Madura. Yogyakarta.: Gajahmaada
University Press. Owens. R.G 1987. Organixation Behavior In Education. Englewood Cliff, N.J: Prentice-Hall.
inc Sergiovanni. 1987. The Principalship: A Reflective Practice perspective. Boston: Allyn and
Bacon. Inc. Shaeffer, S. 1990. Educational Change, A Case Study of Three Innovations, IDRC-MR270e,
Paris Steenbrink, S. 1986. Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan dalam Kurun Modern.
Jakarta: LP3ES. Stepen K. Sanderson, Sosiologi Makro, sebuah pendekatan terhadap Realitas Sosial, raja
Grafindo persada, Jakarta, Cet. 11, 1995 Suryadi, Ace, dkk. 1992. Indikator Mutu Dan Efisiensi Pendidikan Sekolah Dasar di
Indonesia. Jakarta. Balitbangdepdikbud. PP. No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Permendiknas No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
Volume 9, Nomor 2, Agustus 2016 | 65