Waspada Pencucian Uang saat Kampanye Pil

Waspada Pencucian Uang Saat Kampanye Pilkada
Oleh: Bagus Gede M.W.A

Desember 2015 adalah awal dari pelaksanaan Pilkada serentak di Indonesia. Pemungutan suara
serentak yang akan dilakukan pada bulan Desember 2015 akan memilih Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang masa jabatannya
berakhir pada tahun 2015 dan bulan Januari sampai dengan bulan Juni tahun 2016. Pemilihan
kepala daerah serentak pada bulan Desember 2015 ini akan diikuti oleh 272 daerah di
Indonesia, jumlah ini bertambah 68 daerah dari yang sebelumnya direncanakan untuk
dilaksanakan pada 204 daerah sebelum ditetapkannya Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 2015 yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015
(selanjutnya disebut UU Pilkada).
Hingar Bingar Kampanye
272 daerah akan melakukan pesta demokrasi untuk memilih pemimpin daerahnya, baik itu
pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati maupun Walikota dan Wakil
Walikota. Kemeriahan pesta demokrasi tingkat regional ini berpuncak pada masa kampanye.
Masa kampanye adalah momentum bagi calon kepala daerah untuk menyosialisasikan diri
kepada masyarakat, mengerahkan segala upaya untuk meraih simpati sebanyak-banyaknya
agar saat pemilihan masyarakat memilih dirinya serta pasangan.
Memerlukan modal yang tak sedikit untuk melakukan kampanye baik dalam bentuk
spa duk/ aliho, pa ggu g hi ura atau etode lusuka ke desa atau ke a ata ya g

dipopulerkan oleh presiden kita. Modal untuk melaksanakan kampanye ini selain berasal dari
para calon itu sendiri juga dapat berasal dari sumber dana lainnya. Mengenai sumber dana
kampanye yang diperbolehkan, besaran maksimal dana kampanye, aturan pelaporan
sumbangan dan pengeluaran kampanye, serta pihak-pihak yang tidak diperbolehkan untuk
menjadi penyumbang dana kampanye bagi para calon, semuanya telah diatur secara
komprehensif dalam UU Pilkada yang telah mengalami beberapa kali perubahan. Adalah tugas
KPU dan aparat penegak hukum untuk menegakkan aturan ini dan menanggulangi potensi
pelanggaran pidana saat kampanye yang dapat mengganggu pelaksanaan pilkada.
Pencucian Uang Berkedok Sumbangan Kampanye
Selain yang diatur dalam UU Pilkada potensi tindak pidana lainnya yang terjadi adalah adanya
pihak-pihak yang melakukan pencucian uang dalam sumbangan dana kampanye. Pencucian

uang sendiri memiliki pengertian suatu usaha dari pelaku tindak pidana tertentu untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari
tindak pidana dengan berbagai cara agar harta kekayaan hasil tindak pidananya susah ditelusuri
oleh aparat penegak hukum sehingga dengan leluasa memanfaatkan harta kekayaan tersebut
baik untuk kegiatan yang sah maupun tidak sah. Terdapat 26 jenis tindak pidana asal yang
dikategorikan sebagai sumber pencucian uang, beberapa diantaranya adalah korupsi, tindak
pidana perpajakan, tindak pidana perbankan, serta tindak pidana kehutanan. Baik pihak yang
menempatkan maupun pihak penerima dana hasil pencucian uang dapat dimintakan

pertanggungjawaban pidana.
Akan banyak kepentingan yang bermunculan dari pihak-pihak penyumbang dana kampanye.
Diperlukan kesadaran dari para calon, partai politik pengusung dan tim pemenangan untuk
sebisa mungkin menerapkan prinsip kehati-hatian sebelum menerima sumbangan dari pihakpihak tertentu. Para calon, tim pemenangan dan partai politik pengusung harus mewaspadai
sumbangan baik sumbangan baik yang berasal langsung dari individu atau badan hukum
maupun sumbangan yang diserahkan kepada partai politik pengusung oleh individu atau badan
hukum tertentu. Apabila ada indikasi bahwa penyumbang tersebut memperoleh kekayaan dari
tindak pidana golongan tindak pidana asal pencucian uang, berapapun besar nominal
sumbangan harus ditolak karena sumber dana kampanye ini bisa menjadi pangkal persoalan
pidana yang muncul di kemudian hari.
Secara sadar menerima uang hasil pencucian uang dengan dalih untuk menyaingi dana
kampanye pihak lawan adalah langkah yang kurang bijak dan akan merugikan diri sendiri di
kemudian hari. Pihak yang menempatkan uang hasil tindak pidana sebagai sumbangan dana
kampanye pastinya mengharapkan adanya timbal balik dari calon kepala daerah apabila terpilih
nanti. Entah suatu jabatan tertentu, kemudahan serta perlindungan untuk melanggengkan
praktik pidana, atau proyek-proyek yang bersumber dari keuangan daerah. Calon yang terpilih
pun akan menjadi tersandera dan mudah diintervensi dalam melaksanakan tugasnya sebagai
Kepala Daerah. Serta akan sangat mencoreng kredibilitas calon terpilih dan partai pengusung
apabila saat telah menjabat aparat penegak hukum menemukan indikasi bahwa sang kepala
daerah terpilih saat kampanye terlibat dalam tindak pidana pencucian uang. Apabila hal itu

terjadi maka ancaman pidana sebagai pihak yang menerima atau menguasai uang hasil tindak
pidana pencucian uang dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda
maksimal satu miliar rupiah menunggu di depan mata.
Satu hal untuk direnungkan sebelum menerima sumbangan kampanye dari hasil pencucian
uang adalah bahwa Rakyat Indonesia kini adalah pemilih yang cerdas. Sudah bukan masanya
pemenang pilkada adalah mereka yang gencar melakukan serangan fajar diwaktu sang fajar itu

sendiri bahkan belum nampak. Masyarakat sudah jenuh dengan calon yang hanya royal dan
berjanji manis saat kampanye namun abai dan tak berpihak kepada rakyat ketika sudah terpilih.

*Penulis adalah Calon Jaksa pada Kejaksaan Negeri Sintang.