Studi Komparatif Proses Impeachment Presiden Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Dan Iran

STUDI KOMPARATIF PROSES IMPEACHMENT PRESIDEN DALAM SISTEM
KETATANEGARAAN INDONESIA DAN IRAN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

OLEH:
INDAH KHOIRIL BARIYYAH
NIM: 1613048000094

KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M

STUDI KOMPARATTI' PROSES IMPEACHMENT PRESIDEN DALAM
SISTEM KETATAIIEGARAAN INDONESIA DA}I IRAN

Skripsi

Diajukan Kcpada f,'akultas Syariah dan Ifukum
Untuk Memenuhi Perryaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilukum (S.$

Oleh:
Indah Khoiril Bariwah
1613048000094

NIP: 19760817200912 1005

15201101 1004

KONSENTRASI IIUKUM KELEMBAGAAI\I NEGARA
PROGRAM STT'DI ILMU HUKT'M
FAKT'LTAS SYARIAH DAII ITUKiJM

IJINSYARIFHIDAYATT]LLAII
JAKARTA

,437fin0t6i0[


(

PENGESAIIAN PAI\ITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul 'STUDI KOMPARATIF PROSES IMPEACHMENT
PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA DAN IRAN"
telah diajukan dalam sidang munaqasah Fakultas Symiah dan Hukum pada Program
Studi Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayahrllah Jakarta pada tanggal
23 Juni 2016. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sa:jana Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Ilmu Hukum.

Jakarta, 23 Juni 2016
Mengesahkan
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

NrP: 1969121619960J 1001

PAITiITIAUJIAN:


1.

Ketua

Drs. Aseo Syarifuddin Hidayat. SH.. MH
NIP: 19691 121 199403 1001

2.

Seloetaris

Drs. Abu Thamrin. SH.. M.Hum
NIP: 19650908199503 1001

3.

Pembimbmg

4'


,, Nw Rohlrn YuIULLLM
Pembrmbmgll
t'trp, tqzso+toz0l10l 1004

5.

Penguji

I

Dr. Hj. Mesraini. SH.. M.Ag
NIP: 19760213200312 2001

6.

Penguji

II

Ali Mansur. S.Aq.. MA

NIP: 1976050620141 1 1002

.I NurHabjbLLHLME
ffi-,tsTooa fi20og12 toos

LEMBARPERNYATAAN

Dengarl ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini

merupakan hasil karya

asli saya yang diajukan

memenuhin salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu

untuk

(Sl) di


UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2.

Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

ini

telah

saya

di UIN Symif

Hidayatullah Jakarta.

3.


Jika di kemudian hari terbukti hasil karya ini plagiat, maka saya bersedia
menerima sarksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 08 Juni 2016

Indah Khoiril Bariv.vah
NIM:'1613048000094

It

ABSTRAK

Indah Khoiril Bariyyah, NIM 1613048000094. STUDI KOMPARATIF
PROSES
IMPEACHMENT
PRESIDEN
DALAM
SISTEM
KETATANEGARAAN INDONESIA DAN IRAN. Program Studi Ilmu

Hukum, Konsentrasi Kelembagaan Negara, Fakultas Syariah dan Hukum,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1437 H/2016 M, viii + 94 halaman + 4
halaman daftar pustaka.
Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan mekanisme impeachment
terhadap Presiden antara Indonesia dan Iran. Hal yang menarik untuk dikaji adalah
setiap negara menerapkan impeachment dengan ketentuan yang berbeda sesuai
dengan aturan konstitusi yang berlaku di negara tersebut. Indonesia dengan Sistem
Presidensiilnya menjadikan Presiden sebagai kepala negara dan sekaligus menjabat
kepala pemerintahan, namun di Iran Presiden hanya menjabat sebagai kepala
pemerintahan saja, sedangkan yang menjabat sebagai kepala negara dan pemimpin
tertinggi adalah Wali Faqih.
Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan
menggunakan studi pustaka dan mengkaji UUD NRI dan UUD Republik Islam
Iran.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Mekanisme impeachment di
Indonesia memiliki beberapa perbedaan sebelum dan sesudah amandemen yang
disesuaikan dengan kedudukan dan kewenangan Presiden pada masa itu, yakni
sebelum perubahan UUD 1945 dan sesudah perubahan UUD 1945. Adapun
mekanisme impeachment di Iran yaitu setelah adanya Revolusi besar-besaran tahun
1979, Imam Khumaini dengan para ulama lainnya merumuskan konstitusi negara

Iran yang memuat didalamnya kewenangan Wali Faqih sebagai Pemimpin tertinggi
negara Iran memiliki kewenangan untuk memecat atau melakukan impeachment
terhadap Presiden apabila Presiden terbukti melanggar konstitusi dan ajaran Islam
namun tentunya setelah mendapatkan rekomendasi dari Mahkamah Agung yang
diketahui oleh Majelis Permusyawaratan Islam. Penulis memaparkan alasan yang
mendasari terjadinya impeachment di Indonesia dan Iran, lembaga yang berwenang
dalam proses impeachment dan memberikan hasil analisis temuan penulis mengenai
perbedaan dan persamaan mekanisme impeachment kedua negara tersebut.
Kata Kunci
: Impeachment Presiden,
Parlementer, Konstitusi, MPR RI, Wilayatul faqih.

Pembimbing

: 1. Nur Habibi, S.HI., MH
2. Nur Rohim Yunus, LLM

Daftar Pustaka

: Tahun 1978 s.d Tahun 2016


iv

Sistem

Presidensiil,

Sistem

KATA PENGANTAR

‫بسم ه الرمن الرحيم‬
Dengan mengucap puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberi
nikmat begitupun rahmat dalam penulisan penelitian ini sehingga penullis dapat
menyelesaikan penelitian ini sebagai tugas akhir masa kuliah tingkat Strata Satu di
perguruan tinggi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah
SAW beserta seluruh keluarga, sahabat, dan juga para tabiin yang meneruskan
dakwahnya hingga akhir zaman.
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih
kepada pihak-pihak yang terlibat selama penyusunan penelitian ini dengan proses
yang panjang berbagai bantuan moral dan kelancaran dalam setiap prosesnya. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
yang terhormat:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. Asep Syarifuddin Hidayat, SH., MH, Ketua Program Studi Dan Drs. Abu
Tamrin, SH., M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Fakultas
Syariah dan hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

v

3. Bapak Nurhabibi, S.HI., MH., dosen pembimbing 1 dan Bapak Nur Rohim
Yunus, LLM, dosen pembimbing 2 yang telah bersedia dengan sabar
memberikan arahan dan bimbingankepada penulis.
4. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan pengajaran
kepada penulis, memberikan ilmu yang bermanfaat selama kuliah, dan tidak
lupa kepada seluruh staff dan karyawan Fakultas Syariah dan Hukum.
5. Bapak Jajat Hendrawan dan Ibu Wawat Karwati, kedua orangtua penulis yang
sangat penulis cintai, yang telah mencurahkan cinta dan kasih sayangnya
kepada penulis, memberikan nasehat, doa, semangat dan dukungan sehingga
penulis bisa menyelesaikan skripsi ini, serta adik-adik penulis yang penulis
banggakan.
6. Abang Milki Aan, suamiku tercinta, yang telah memberikan motivasi dan
mencurahkan cinta untuk istrinya. Uhibbuka Fillah. Teruntuk keluargaku di
Jambi, ayah Alauddin, Ibu Juwirna dan keluarga dari pihak suami yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
7. Keluarga besar Ummi Nisa, Baba Abu Bakar, Ummi Sham di Malaysia dan
Mbak Ayu, Mbak Maria juga MBAK Elsa. Keluarga besar PPI 19 Bentar Garut,
PPI 90 Karangpawitan, IPP-IPPI, FSK, HIMA-HIMI, beserta otonom lainnya.
Keluarga

besar

Fakultas

Dirasat

Islamiyah

angkatan

2011,

asatidz-

asatidzahnya, keluarga besar Double Degree Ilmu Hukum, keluarga Bidikmisi
seluruh angkatan. Keluarga besar KAHFI Motivator School, keluarga besar
HMI FSH, HMI FDI, PMII FDI dan Keluarga besar MCC UIN Jakarta.

vi

8. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak bisa penulis sebutkan
satu-persatu.
Dengan rasa syukur yang tak tehingga kepada Allah SWT penulis berharap
kepada yang Maha Esa agar seluruh upaya dan hasil yang penulis upayakan dapat
bermanfaat bagi umat dan keindahan ilmu bagi siapapun yang mendapatkannya.
Amin

Jakarta, 08 Juni 2016

Penulis

vii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI................................................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. iii
ABSTRAK ............................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR........................................................................................... v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .............................................. 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 6
D. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 7
E. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual........................................ 10
F. Metode Penelitian............................................................................... 14
G. Sistematika Penulisan......................................................................... 17

BAB II : TINJAUAN UMUM PERIHAL IMPEACHMENT
A. Pengertian Impeachment .................................................................. 19
B. Batasan Hukum Istilah Impeachment .............................................. 20
C. Sejarah Impeachment ....................................................................... 23
D. Metode Impeachment di Beberapa Negara
1. Amerika Serikat ........................................................................... 24
2. Fhilipina ..................................................................................... 28
3. Jerman.......................................................................................... 28
4. Korea Selatan............................................................................... 30
5. Brasil .......................................................................................... 31
E. Mekanisme Impeachment dalam Islam.............................................. 32

viii

BAB III: PROSES IMPEACHMENT DI INDONESIA DAN IRAN
A. Impeachment di Negara Indonesia ................................................ 38
1. Mekanisme Impeachment di Negara Indonesia ..........................38
a. Sebelum Amandemen UUD 1945 ........................................ 40
1) Proses Impeachment Presiden Soekarno......................... 44
2) Proses Impeachment Presiden Abdurrahman Wahid ...... 50
b. Setelah Amandemen UUD 1945 .......................................... 55
2. Kewenangan MPR RI dalam Proses Impeachment di Indonesia
.................................................................................................... 58
B. Impeachment di Republik Islam Iran ............................................. 63
1.

Mekanisme Impeachment di Iran............................................. 63

2.

Kewenangan Wali Faqih dalam Proses Impeachment di Iran. 71

BAB IV: ANALISIS

PERBANDINGAN

KETENTUAN

IMPEACHMENT

TERHADAP PRESIDEN DI INDONESIA DAN IRAN
A. Alasan Yang Dijadikan Dasar Impeachment Presiden Di Indonesia Dan
Iran..................................................................................................... 78
B. Lembaga Yang Berwenang Melakukan Impeachment Di Indonesia Dan
Iran..................................................................................................... 80
1. Lembaga yang Berwenang di Indonesia ...................................... 80
a. Dewan Perwakilan Rakyat .................................................... 80
b. Mahkamah Konstitusi............................................................ 81
c. Majelis Permusyawaratan Rakyat ......................................... 82
2. Lembaga yang Berwenang di Iran .......................................... 84
a. Wilayatul Faqih................................................................... 84
b. Mahkamah Agung ............................................................... 85
c. Majelis Permusyawaratan Islam ......................................... 86
C. Persamaan dan Perbedaan Mekanisme Impeachment ..................... 86
1. Persamaan Mekanisme Impeachment Indonesia dan Iran........... 88
2. Perbedaan Mekanisme Impeachment Indonesia dan Iran ........... 89

ix

BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 91
B. Saran ................................................................................................ 94

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 95

x

HARAPAN
Berjalan menelusuri barisan lampu peron
Berharap temukan bunga dandelion
Mengukir sejarah atas nama cinta
Cinta sempurna yang abadi sepanjang masa
Mencintai bukanlah hal yang mudah
Pun dicintai bukanlah perkara yang tak susah
Semua perlu pengorbanan
Semua lahir dari ejekan dan cacian
Lahir bathin menjadi taruhan
Harga diri menjadi ancaman
Waktu, pemgabdian dan ketulusan menjadi modal keutuhan
Kesetiaan dan ketegaran menjadi kekuatan untuk pertahankan kehidupan
Jika tak ku temukan lagi kau utuh
Hanya kau temukan kau separuh tak menyeluruh
Kan ku kenang selamanya meski aku kan rapuh
Asalkan demi cinta aku tak kembali angkuh
Jika tak ku temukan lagi kesetiaan
Hanya ku temukan keluhan dan keluhan
Kan berusaha perbaiki tanpa sentuhan
Hingga benang-benang yang putus kembali menyatu dalam keindahan

Skripsi ini dipersembahkan untuk suami seluruh keluargaku tercinta dan Para
pejuang mimpi dimanapun berada ....
08 Juni 2016
Indah khoiril Bariyyah

xi

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap negara menerapkan impeachment dengan ketentuan yang
berbeda sesuai dengan aturan konstitusi yang mengaturnya. Konstitusi yang
menjadi aturan tertinggi di sebuah negara menentukan peraturan yang berlaku
di negara tersebut. Maka dalam hal ini setiap negara memiliki aturan khusus
yang berbeda-beda mengenai impeachment. Aturan-aturan yang berbeda lahir
dari alasan-alasan yang menyebabkan terjadinya impeachment tersebut.
Banyak pihak yang memahami bahwa impeachment merupakan turun,
berhenti atau dipecatnya Presiden atau pejabat tinggi dari jabatannya. Arti
impeachment sendiri merupakan tuduhan atau dakwaan, sehingga impeachment
lebih menitikberatkan pada prosesnya dan tidak mesti berakhir dengan berhenti
atau turunnya Presiden atau pejabat tinggi negara lain dari jabatannya. 1
Pengaturan impeachment di Amerika Serikat terdapat dalam article of
impeachment, yang menyatakan, “the president, vice president, and all civil
officers of the united states, shall be removed from office on imepachment for
and conviction of treason, bribery, or other high crimes and misdemeanors”.
Pasal inilah yang kemudian mengilhami konstitusi-konstitusi negara lain dalam
pengaturan impeachment.2
1

Hamdan Zoelva, Impeachment Presiden, Alasan-Alasan Tindak Pidana Pemberhentian
Presiden Menurut UUD 1945, cet.I, (Jakarta: Konstitusi Press, 2005), h. 13.
2

Winarno Yudho, dkk, Mekanisme Impeachment dan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi ,
(Jakarta: Konrad Adenauer Stiftung dan Pusat Penelitian dan Pengkajian Sekretariat Jend eral dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2005), h. 1-3.

1

2

Beberapa negara menerapkan impeachment untuk proses mendakwa
para pejabat negara, dari level kepala daerah hingga level tertinggi yaitu
Presiden.

Indonesia

adalah

termasuk

negara

yang

hanya

mengadopsi

mekanisme impeachment yang objeknya hanya menyangkut Presiden dan
Wakil Presiden.
Aturan hukum impeachment Presiden dan/ atau Wakil Presiden
disebutkan secara limitatif dalam UUD NRI 1945 perubahan ketiga, yaitu
penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lain,
perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau
Wakil Presiden. Ketentuan tersebut terdapat dalam UUD NRI 1945 perubahan
ketiga, tepatnya pada pasal 7A dan 7B.3
Definisi Alasan impeachment dalam sistem ketatanegaraan Indonesia
dijabarkan dalam Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang No. 24 Tahun 2003
Tentang Mahkamah Konstitusi memberikan penjelasan jenis-jenis pelanggaran
hukum tersebut yaitu:
a. Penghianatan terhadap negara adalah tindak pidana terhadap keamanan
Negara sebagaimana diatur dalam undang-undang.
b. Korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana korupsi atau penyuapan
sebagaimana yang diatur dalam undang-undang.
c. Tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan
pidana 5 (lima) tahun atau lebih.
d. Perbuatan tercela adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat
Presiden dan/atau Wakil Presiden.
e. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden
adalah syarat sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 6 UndangUndang Dasar 1945.

3

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia, (Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, 2012), h. 42-43 dan 61-62.

3

Namun penafsiran tersebut masih melahirkan banyak perdebatan di
lingkungan para pakar hukum dan menarik untuk menjadi pembahasan
wacana secara akademis yang dapat digali lebih dalam.
Berbeda

dengan

negara

Iran,

dalam

menjalankan

sistem

demokrasinya Iran menerapkan konsep wilayatul faqih yang gagasannya
dimasukkan ke dalam Undang-Undang Dasar Republik Islam Iran yang
dalam prinsipnya

menganut

sistem demokrasi.

Negara

Iran

dalam

menetapkan undang-undang dan menyusun sebuah konstitusinya harus
berdasarkan agama Islam dan sudah barang tentu terikat oleh aturan-aturan
yang ditetapkan oleh Islam dan tidak boleh keluar dari Islam.
Undang-Undang Dasar Republik Islam Iran, mempunyai pranatapranata demokrasi. Konstitusi melengkapi sistem pemerintahan dengan
badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif melakukan pembagian kekuasaan
dan membentuk sistem pengawasan dan perimbangan dan menetapkan
pemilihan Presiden dengan suara mayoritas mutlak (pada tahun 1989
Konstitusi diubah, kedudukan Presiden menggantikan perdana menteri). 4
Dalam mukadimahnya Konstitusi itu menjamin dengan tegas “menolak
segala bentuk tirani intelektual dan sosial serta monopoli ekonomi, dan
mempercayakan nasib rakyat ke tangan rakyat itu sendiri” dan dalam pasalpasal tertentu,

Konstitusi menegaskan

pentingnya opini rakyat

dan

4 John L. Esposito, Demokrasi di Negara-Negara Muslim: Problem dan Prospek,
penerjemah Rahmani Astuti, Cet.I, (Bandung: Mizan anggota IKAPI, 1996) h. 82.

4

pemilihan umum.5
Setelah Imam atau pemimpin tertinggi di Iran yaitu Wali Faqih,
kekuasaan tertinggi negara berada di tangan Presiden. Dalam pasal 113
disebutkan,

Presiden

bertanggung

jawab

dalam

penerapan

UUD,

pengaturan ketiga cabang kekuasaan negara, dan memimpin cabang
eksekutif, kecuali dalam hal-hal yang secara langsung menjadi tanggung
jawab Imam. Presiden, berdasarkan pasal 114, dipilih untuk masa jabatan
empat tahun, dan dipilih secara langsung melalui pemilihan umum. Presiden
hanya dapat dipilih kembali untuk masa jabatan lagi secara berurutan. 6
Demikian pula, terhadap pemilihan kepala negara atau Presiden,
keabsahan pemilihannya sebagai Presiden tergantung pada persetujuan
seorang Wali Faqih atau ahli agama tertinggi yang dipercaya sebagai
penguasa tertinggi, dalam hal ini Presiden harus bertanggung jawab kepada
imam yang disebut Wali Faqih. Wali faqih melalui dewan Wali dalam
sistem pemerintahan Republik Islam Iran, bukan saja memiliki wewenang
untuk menyetujui atau tidak

terhadap calon Presiden, ia sekaligus

berwenang untuk memecat Presiden jika Presiden dianggap tidak kapabel,
setelah mendapat rekomendasi Mahkamah Agung. 7

5 John L. Esposito, Demokrasi di Negara-Negara Muslim: Problem dan Prospek,
penerjemah Rahmani Astuti, h. 82.
6

Riza Sihbudi, Biografi Politik Imam Khomeini, Cet.I, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2001), h. 83.
7

Yamani, Antara Al-Farabi dan Khumaini Filsafat Politik Islam, Cet.I, (Bandung: Mizan,

2002), h. 130.

5

Wali Faqih merupakan penguasa tertinggi memiliki kewenangan
untuk memberhentikan Presiden dari jabatannya, atau dalam istilah lain,
Wali Faqih berhak untuk melakukan impeachment Presiden sebagaimana
konstitusi yang berlaku di Negara Republik Islam Iran yang menjelaskan
tentang kewenangan seorang.
Berkaitan dengan latar belakang di atas, perlu kiranya penulis
membahas dan membandingkan proses impeachment yang dilakukan oleh
kedua negara tersebut. Padahal Indonesia dengan sistem demokrasinya
menjadikan

pancasila

sebagai

ideologi

tertinggi,

sedangkan

Iran

menerapkan sistem demokrasi, namun tetap menjunjung tinggi agama Islam
dalam konstitusinya dalam hal proses impeachment terhadap Presiden.
Kajian tersebut penulis tuangkan dalam judul: STUDI KOMPARATIF
PROSES

IMPEACHMENT

PRESIDEN

DALAM

SISTEM

KETATANEGARAAN INDONESIA DAN IRAN.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya pembahasan penelitian ini, penulis membatasi
dengan membahas mengenai proses impeachment terhadap Presiden oleh
lembaga yang berwenang di Indonesia dan Iran dengan mengkaji konstitusi
keduanya, dan penulis memfokuskan pembahasan kepada tugas dan
wewenang MPR RI dan Wali Faqih dalam hal impeachment terhadap
Presiden dan/atau Wakil Presiden.

6

2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada pembatasan masalah di atas dan dalam rangka
mempermudah penulis dalam menganalisa permasalahan, maka penulis
merumuskannya sebagai berikut:
a. Bagaimana

mekanisme

impeachment

terhadap

Presiden

di negara

Indonesia dan Iran?
b. Apa kewenangan MPR RI dalam proses impeachment terhadap Presiden di
negara Indonesia dan Wali Faqih di negara Iran?
c. Bagaimana penerapan sistem demokrasi dalam proses impeachment di
negara Indonesia dan Iran?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dalam penulisan ini, ada beberapa tujuan yang hendak dicapai oleh
penulis, dan tujuan yang dimaksud adalah:
a. Untuk mengetahui mekanisme impeachment terhadap Presiden di
Indonesia dan Iran
b. Untuk mengetahui kewenangan MPR RI dalam proses impeachment
terhadap Presiden di negara Indonesia dan Wali Faqih di negara Iran.
c. Untuk

mengetahui

penerapan

sistem

demokrasi

impeachment di negara Indonesia dan Iran.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dan kegunaan penelitian ini adalah:

dalam

proses

7

a. Diharapkan

dapat

memberikan

sumbangan

pemahaman

terhadap

analisis mengenai peran MPR RI dalam impeachment terhadap Presiden
di Indonesia dan peran wilayatul faqih dalam impeachment terhadap
Presiden di Iran dalam perspektif Hukum Tata Negara dengan harapan,
nantinya dapat dikembangkan dan dijadikan acuan penelitian lebih
lanjut.
b. Dalam tataran praktis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan
sumbangan informasi dan pemahaman yang lebih mendalam terhadap
konsep-konsep aktual, terutama menyangkut impeachment terhadap
Presiden.
c. Dalam rangka pengembangan dan perluasan wawasan pengetahuan
mengenai perbandingan hukum antara satu negara dengan negara lain
dalam hal impeachment terhadap pemimpin negara.
d. Dapat memberikan informasi kepada pembaca tentang mekanisme
impeachment di dua negara yang sama-sama menganut sistem
demokrasi, namun memiliki banyak perbedaan dan.
e. Menambah

literatur

perpustakaan

khususnya

dalam

bidang

perbandingan hukum.

D. (Review) Kajian Terdahulu
Kajian mengenai Impeachment Presiden adalah kajian yang sangat
menarik dalam pembahasan ketatanegaraan, banyak dijadikan bahan penelitian
oleh Mahasiswa

dalam pembahasan

ketatanegaraan,

untuk

menghindari

8

duplikasi serta untuk memenuhi kebutuhan dan keperluan penyusunan ini,
beberapa tulisan yang terdapat di berbagai media cetak, buku dan lain-lain yang
penyusun gunakan sebagai bahan rujukan sehingga dapat membantu dalam
penyusunan yang mengkaji hal tersebut di atas ada beberapa tulisan Tesis dan
Skripsi yang berkaitan dengan

pembahasan impeachment Presiden, sistem

pemerintahan Iran dan impeachment dalam ketatanegaaan Indonesia.
Penulis mengkaji beberapa skripsi terdahulu yang pembahasannya
hampir sama dengan pembahasan yang penulis angkat, diantaranya:
1. Judul: “Negara Hukum dan Mekanisme Pemberhentian Presiden di
Indonesia”.
Penulis: Achmad Farobi, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2010.
Uraian: Skripsi ini mengkaji tentang konsep negara hukum terhadap
mekanisme dan pemberhentian presiden di Indonesia. Dimana pasca
amandemen UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Mahkamah
Konstitusi hadir sebagai perwakilan unsur yudikatif yang melengkapi
proses pemberhentian Presiden di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui sejauh mana konsep negara hukum diterapkan dalam
mekanisme pemberhentian Presiden di Indonesia.
2. Judul: “Proses Impeachment Presiden menurut UUD Negara Republik
Indonesia 1945”.
Penulis: Sheila Miranda Hasibuan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, tahun 2012.

9

Uraian: Skripsi ini meneliti tentang bagaimanakah impeachment ditinjau
secara global, sejarah impeachment di Indonesia,

dan penerapan

impeachment Presiden menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945, serta apakah proses impeachment tunduk pada asas-asas hukum dan
bagaimana keterkaitan proses impeachment dengan beberapa asas hukum.
3. Judul: “ Perbandingan Konstitusional Pengaturan Impeachment Presiden
dan Wakil Presiden antara Republik Indonesia dengan Amerika Serikat
dalam Mewujudkan Demokrasi”
Penulis: Haris Fadillah Wildan, tahun 2010.
Uraian: Skripsi ini mengkaji tentang persamaan dan perbedaan pengaturan
impeachment di negara Indonesia dan Amerika Serikat ditinjau dari
konstitusionalisme dan membahas tentang bagaimana seharusnya Indonesia
dalam mengatur proses impeachment sebagai negara demokrasi.
4. Judul: “Pemakzulan Presiden di Indonesia”. Cetakan pertama, Jakarta:
Konstitusi Press, 2005.
Penulis: Hamdan Zoelva,
Uraian: Buku ini membahas tentang pemakzulan di Indonesia, termasuk
juga dengan sejarah awal pemakzulan, dan negara-negara di dunia yang
pernah melakukan proses pemakzulan.

5. Judul: Pemikiran Politik Islam dalam Pemerintahan: Konsep Wilayatul
Faqih Sebagai Epistemologi Pemerintahan Islam, penerjemah Muhammad
Anis Maulachela. Cetakan pertama, Jakarta: Pustaka Zahra, 2002.
Penulis: Imam Khumaini

10

Uraian: Buku ini membahas terbentuknya sistem hukum Republik Islam
Iran setelah kemenangan Revolusi Islam yang digerakan oleh Imam
Khumaini.
Dari kajian studi terdahulu di atas, penulis tidak menemukan
satupun

pembahasan

yang

membahas

tentang

proses

mekanisme

impeachment yang membandingkan antara negara Indonesia dengan negara
Iran. Perbedaan skripsi di atas dengan skripsi yang penulis susun adalah
dalam pemaparan proses impeachment di Indonesia, negara-negara yang
menggunakan impeachment dan mekanismenya lebih lengkap. Skripsi yang
sebelumnya tidak menjelaskan terlalu rinci. Oleh karena itu penulis
menyimpulkan bahwa judul skripsi yang penulis ajukan belum pernah ada
yang membahas dalam penelitian sebelumnya.

E. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual
1. Kerangka Teori
Kerangka teori dibangun dengan maksud sebagai bingkai dan pisau
analisis pada permasalahan penelitian ini yang memfokuskan kajian tentang
impeachment. Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teori
untuk mempermudah dalam penyusunannya, diantaranya adalah:
a. Negara Hukum
Pada dasarnya, ada 12 prinsip pokok negara hukum (rechtsstaat)
yang berlaku di zaman sekarang. Kedua belas prinsip pokok tersebut
merupakan pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya satu

11

negara modern sehingga dapat disebut sebagai negara hukum (the rule
of law atau rechtsstaat) dalam arti yang sebenarnya.
Kedua belas prinsip itu adalah: (i) diakuinya supremasi hukum;
(ii) adanya persamaan dalam hukum; (iii) berlakunya asas legalitas; (iv)
efektifnya pembatasan kekuasaan; (v) terjaminnya independensi fungsi
kekuasaan tekhnis; (vi) adanya peradilan bebas dan tidak berpihak; (vii)
tersedianya mekanisme peradilan administrasi negara; (viii) adanya
mekanisme peradilan konstitusi; (ix) dijaminnya perlindungan hak-hak
asasi manusia; (x) dianutnya sistem dan mekanisme

demokrasi

(democratic rule of law, democratische rechtsstaat); (xi) berfungsi
sebagai sarana kesejahteraan rakyat (welfare-rechtsstaat); dan (xii)
transparansi dan kontrol sosial.8
b. Teori Konstitusi
Kekuasaan suatu negara yang tidak memiliki Konstitusi adalah
kekuasaan yang tak terbatas. Oleh karenanya, dibutuhkan Konstitusi
untuk membatasi kekuasaan para penguasa. Sebagaimana kekuasaan
para raja di masa silam, yang tidak terbatas oleh aturan mana pun,
sehingga cenderung menimbulkan perilaku tirani dan otoriter. Pada
dasarnya,

pengertian

dan

materi

muatan

Konstitusi

senantiasa

berkembang seiring dengan perkembangan peradaban manusia dan
organisasi kenegaraan. Dengan meneliti dan mengkaji konstitusi, dapat

8

Tahir Azhary, Beberapa Aspek Hukum Tata Negara, Hukum Pidana, dan Hukum Islam
(Menyambut 73 Tahun Prof. Dr. H. Muhammad Tahir Azhary, SH.), (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2012), h. 29.

12

diketahui prinsip-prinsip dasar kehidupan bersama dan penyelenggaraan
negara serta struktur organisasi suatu negara tertentu. Bahkan nilai-nilai
konstitusi dapat dikatakan mewakili tingkat peradaban suatu bangsa. 9
Kajian tentang konstitusi menjadi hal penting dalam negaranegara modern saat ini yang pada umumnya menyatakan diri sebagai
negara Konstitusional, baik demokrasi konstitusional maupun monarki
konstitusional. Konstitusi tidak lagi sekedar istilah untuk menyebut
suatu dokumen hukum, tetapi menjadi suatu paham tentang prinsipprinsip dasar penyelenggaraan negara (konstitusionalisme) yang dianut
hampir di semua negara, termasuk negara-negara yang tidak memiliki
konstitusi sebagai dokumen hukum tertulis serta yang menempatkan
supremasi kekuasaan pada parlemen sebagai wujud kedaulatan rakyat. 10
2. Kerangka Konseptual
Kerangka

konseptual

menjelaskan

pengertian-pengertian

yang

berkaitan dengan istilah-istilah yang digunakan dalam penulisan ini, antara
lain:
a. Impeachment: suatu proses dakwaan yang diajukan oleh cabang
legislatif terhadap pejabat sipil atau pemerintahan. Secara hukum istilah
impeachment diterapkan hanya untuk dakwaan.11

9 A. Salman Manggalatung dan Nurrohim Yunus, Pokok -Pokok Teori Ilmu Negara,
Aktualisasi dalam Teori Negara Indonesia, Cet.I, (Bandung: Fajar Media Bandung, 2013), h. 123.
10 Riri Nazriyah, MPR RI: Kajian Terhadap Produk Hukum dan Prospek di Masa Depan ,
(Yogyakarta: FH UII Press, 2007), h.22.
11

Hamdan Zoelva, Impeachment Presiden, Alasan-Alasan Tindak Pidana Pemberhentian
Presiden Menurut UUD 1945, h. 8

13

b. Pemberhentian: istilah pemberhentian berupa tindakan lebih lanjut
dari berhenti karena mengundurkan diri,

atau tidak

dapat lagi

melaksanakan tugas (incapacity) dalam jabatannya.12
c. Presiden: adalah suatu nama jabatan yang digunakan untuk pimpinan
suatu organisasi, perusahaan, perguruan tinggi, atau negara. Lebih
spesifiknya, istilah Presiden digunakan untuk kepala negara bagi negara
yang berbentuk republik, baik dipilih secara langsung maupun tidak
langsung.13
d. Negara Republik:

adalah negara dengan pemerintahan rakyat yang

dikepalai oleh Presiden sebagai kepala negara yang dipilih dari dan oleh
rakyat untuk masa jabatan tertentu.14
e. Demokrasi: adalah (bentuk atau sistem) pemerintahan yang seluruh
rakyatnya

turut

serta

memerintah

dengan

perantaraan

wakilnya,

pemerintahan rakyat.15
f. Sistem Presidensiil adalah suatu pemerintahan di mana kedudukan
eksekutif

tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat.

12

Hamdan Zoelva, Impeachment Presiden, Alasan-Alasan Tindak Pidana Pemberhentian
Presiden Menurut UUD 1945, h. 2
13

Abdul Ghoffar, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia setelah Perubahan UUD
dengan Delapan Negara Maju, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 13
14 Ahmad Sukardja, Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara dalam
Perspektif Fikih Siyasah, Cet.I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 112
15

Muhammad Ali, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Amani, 2000), h. 77

14

Dengan kata lain kekuasaan eksekutif berada di luar pengawasan
parlemen.16
g. Sistem parlementer merupakan sistem pemerintahan dimana hubungan
antara eksekutif dan legislatif (badan perwakilan) mempunyai hubungan
yang erat. Hal ini disebabkan karena adanya pertanggungjawaban para
menteri kepada parlemen. Setiap kabinet yang dibentuk harus mendapat
dukungan kepercayaan dengan suara terbanyak dari parlemen. Dengan
demikian kebijakan parlemen atau kabinet tidak boleh menyimpang dari
apa yang dikehendaki oleh parlemen. 17
h. Majelis Permusyawaratan Rakyat: menurut Pasal 2 ayat (1) UUD
NRI 1945 terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih
melalui pemilihan umum.
i.

Wilayatul Faqih: yaitu menjalankan ketetapan hukum-hukum Islam,
seorang hakim bertanggung jawab atas kekuasaan eksekutif dan wajib
baginya untuk melaksanakan hukum-hukum Allah.18

F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian

16 A. Salman Manggalatung dan Nurrohim Yunus, Pokok -Pokok Teori Ilmu Negara,

Aktualisasi dalam Teori Negara Indonesia, h. 87
17 A. Salman Manggalatung dan Nurrohim Yunus, Pokok -Pokok Teori Ilmu Negara,

Aktualisasi dalam Teori Negara Indonesia, h. 86
18

Imam Khumaini, Pemikiran Politik Islam dalam Pemerintahan: Konsep Wilayatul Faqih
sebagai Epistemologi Pemerintahan Islam, penerjemah Muhammad Anis Maulachela, Cet.I
(Jakarta: Shadra Press 2010), h. 87

15

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
normatif-empiris. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum
doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini, acapkali hukum dikonsepkan
sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia
yang dianggap pantas.19 Kaitannya dengan penelitian ini, yang dimaksud
dengan hukum yaitu hukum tertinggi di negara Iran dan Indonesia yakni
Konstitusi negara atau disebut dengan UUD. Objek penelitian pustaka ini
adalah perbedaan antara dua negara dalam hal proses impeachment terhadap
Presiden.
2. Sumber Data
Data yang dihimpun dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
sekunder. Data primer adalah sumber-sumber pokok yaitu Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia dan Undang-Undang Dasar Republik Islam Iran
atau yang disebut dengan (Qanun-e Asasi). Sedangkan data sekunder adalah
data-data pendukung yang digali dari berbagai literatur yang tidak secara
khusus membahas permasalahan yang penulis angkat, seperti buku-buku
tentang

hukum,

ensiklopedi

hukum

dan

jurnal

nasional

maupun

internasional.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan faktual, teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan studi kepustakaan dengan data-

19

Amirudin, dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, cet.I, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 118

16

data kualitatif, yakni dengan mencari bahan-bahan (referensi) yang terkait
serta mempunyai relevansi dengan penelitian. Secara kategoris, teknik
pengumpulan data dan skripsi ini menggunakan penelitian pustaka (library
research), yaitu dengan memanfaatkan sumber informasi yang terdapat di
perpustakaan dan informasi tersedia, baik yang terdokumentasi dalam
bentuk buku, majalah, jurnal, artikel ataupun data-data kepustakaan lainnya
yang berhubungan dengan mekanisme impeachment di negara Indonesia
dan Iran. Selain itu sumber data dalam teknik penulisan skripsi ini dengan
menggunakan sumber primer dan sekunder.
4. Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, yaitu
menganlisis data yang telah dikumpulkan yang berisi informasi, pendapat
dan konsep,
menggambarkan

serta

analisis

tentang

hukum yang

perssamaan

dan

bersifat
perbedaan

komparatif yaitu
antara

proses

impeachment di negara Indonesia dan Iran.
5. Teknik Penulisan Skripsi
Penulisan skripsi ini berpedoman pada “Pedoman Penulisan Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” yang
diterbitkan oleh Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas
Syariah dan Hukum, tahun 2012.

17

G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam penulisan skripsi ini, penulis membuat
sistematika penulisan dengan membagi kepada lima (5) bab, tiap-tiap bab terdiri
dari sub-sub bab dengan rincian sebagai berikut:
BAB I

Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, pembatasan dan
perumuan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian,

kajian

terdahulu, kerangka teori dan kerangka konseptual, metode penelitian
dan sistematika penulisan.
BAB II Membahas kerangka teoritis tentang impeachment. Dalam bab ini
penulis akan menguraikan menjadi tiga sub bab yaitu: pengertian dan
istilah impeachment, sejarah impeachment, metode impeachment di
beberapa negara dan mekanisme Impeachment dalam Al-Quran dan
As-Sunnah.
BAB III Pada bab ini penulis menguraikan tentang impeachment di Indonesia
dalam beberapa sub bab yaitu impeachment di Indonesia dan
impeachment

di

Iran

yang

mencakup

tentang

mekanisme

impeachment, kewenangan MPR RI daan Wali Faqih dan sejarah
mengenai presiden yang pernah diberhentikan di Indonesia dan Iran.
BAB IV Merupakan uraian analisa tentang kajian perbandingan hukum yang
berlaku di Indonesia dan Iran dalam proses impeachment terhadap
Presiden dengan melihat Konstitusi Indonesia dan Iran, menjelaskan
tentang alasan yang mendasari terjadinya impeachmen, lembaga yang

18

berwenang dan menganalisis persamaan dan perbedaan yang terjadi
di dua negara tersebut dalam proses impeachment terhadap Presiden.
BAB V Merupakan kesimpulan dari pokok masalah yang telah dielaborasi dan
dianalisis secara kritis pada bab-bab sebelumnya dan saran yang dapat
berupa rekomendasi-rekomendasi.

BAB II
TINJAUAN UMUM PERIHAL IMPEACHMENT
A. Pengertian Impeachment
Impeachment dimaknai sebagai turun,

berhenti,

atau dipecatnya

Presiden dan/atau Wakil Presiden. Arti dari impeachment itu sendiri adalah
tuduhan atau dakwaan sehingga impeachment lebih menitikberatkan pada
proses dan tidak selalu berakhir dengan berhentinya atau turunnya presiden atau
pejabat tinggi negara lainnya dari jabatannya. 1
Black’s law dictionary mendefinisikan impeachment

sebagai “a

criminal proceeding against a public officer, before a quasi political court,
instituted by a written accusation called ‘articles of impeachment”. Henry
Campbell Black, black’s law dictionary: definitions of the term and phraes of
american and english jurisprudence, ancient and modern. Impeachment
diartikan sebagai suatu proses peradilan pidana terhadap pejabat publik yang
dilaksanakan di hadapan senat, disebut dengan quasi political court. Suatu
proses impeachment dimulai dengan adanya article of impeachment yang
berfungsi sama dengan surat dakwaan dari suatu peradilan pidana. Jadi article
of impeachment adalah satu surat resmi yang berisi tuduhan yang menyebabkan
dimulainya suatu proses impeachment.2

1

Hamdan Zoelva, Impeachment Presiden, Alasan-Alasan Tindak Pidana Pemberhentian
Presiden Menurut UUD 1945, Cet.I, (Jakarta: Konstitusi Press, 2005), h. 13
2 Winarno Yudho, dkk, Mekanisme Impeachment dan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi ,

(Jakarta: Konrad Adenauer Stiftung dan Pusat Penelitian dan Pengkajian Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2005), h. 22

19

20

Istilah impeachment berasal dari bahasa Inggris yaitu dari kata “to
impeach”,

yang

berarti

meminta

atau

mendakwa

untuk

meminta

pertanggungjawaban.3
Dalam kedudukannya dengan kedudukan kepala negara atau kepala
pemerintahan, impeachment berarti pemanggilan atau pendakwaan untuk
meminta pertanggungjawaban atas persangkaan pelanggaran hukum yang
dilakukannya dalam masa jabatan. Dengan demikian penggunaan pranata
impeachment dalam sistem hukum yang sering digunakan terutama menurut
Hukum Tata Negara lebih diproyeksikan pada ketentuan pelanggaran hukum
yang tidak hanya disebabkan karena faktor politik. Meskipun dalam praktek
pelaksanaannya pranata impeachment itu ditujukan bukan hanya kepada
kekuasaan Presiden sebagai kepala negara atau kepala pemerintahan melainkan
setiap jenjang jabatan yang ada pada struktur pemerintahan negara yang
berbentuk sistem presidensiil maupun parlementer. 4

B. Batasan Hukum Istilah Impeachment
Istilah impeachment Presiden dan/atau Wakil Presiden memiliki banyak
versi, yaitu pemakzulan, pemberhentian, dan pemecatan. Istilah yang digunakan
dalam UUD NRI 1945 adalah pemberhentian.

3 Soimin, Impeachment Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia, Cet.I, (Yogyakarta: UII
Press, 2009), h. 9
4

Soimin, Impeachment Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia, h. 9

21

Istilah impeachment merupakan istilah umum yang sudah dikenal dalam
literatur di berbagai negara dengan artian pemberhentian Presiden. Masyarakat
umum cenderung keliru dalam mengartikan impeachment sebagai sebuah
proses pemberhentian, padahal tidak selamanya proses impeachment berujung
pada pemberhentian dan impeachment merupakan salah satu bagian dari proses
pemberhentian. Hamdan Zoelva dalam bukunya Pemakzulan Presiden di
Indonesia menyatakan bahwa impeach berasal dari bahasa latin yang berarti
menjerat, jerat atau perangkap. Sehingga dapat diartikan impeachment adalah
suatu proses dakwaan yang diajukan oleh DPR terhadap pejabat sipil atau
pemerintahan. Secara hukum impeachment diterapkan hanya untuk dakwaan.

5

Terdapat beberapa hal yang menjadi dasar dalam proses impeachment.
Munir Fuady dalam bukunya Teori Negara Hukum Modern (Rechstaat)
menyatakan bahwa yang menjadikan dasar bagi suatu proses impeachment
diantaranya adalah:
1. Melakukan kesalahan berat
2. Melanggar haluan negara sebagaimana berlaku di Indonesia sebelum
amandemen UUD 1945.
3. Melakukan pengkhianatan (treason), suap menyuap (bribery), dan kelalaian
serta kejahatan berat lainnya (other high crimes and misdemenors)
sebagaimana yang terdapat dalam konstitusi federal Amerika Serikat.
4. Melakukan penyalahgunaan kekuasaan yang serius (serious abuse of power)

5

Hamdan Zoelva, Pemakzulan Presiden di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h. 8

22

5. Melakukan penghianatan yang serius (a groos breach of trust).6
6. Dalam UUD NRI 1945 hasil amandemen 7A, impeachment dapat dilakukan
terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden berdasarkan alasan-alasan
sebagai berikut:
a. Penghianatan terhadap negara adalah tindak pidana terhadap keamanan
Negara sebagaimana diatur dalam undang-undang
b. Korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana korupsi atau penyuapan
sebagaimana yang diatur dalam undang-undang
c. Tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan
pidana 5 (lima) tahun atau lebih
d. Perbuatan tercela adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat
Presiden dan/atau Wakil Presiden
e. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden
adalah syarat sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 6 UndangUndang Dasar 1945.7
Berkaitan dengan batasan hukum istilah impeachment tersebut, dalam
penelitian ini penulis hendak

menegaskan bahwa

pengaturan

mengenai

mekanisme dan batasan hukumnya merupakan kajian dalam ruang lingkup
konstitusionalisme. Selanjutnya mengenai pengaturan impeachment Presiden
dan/atau Wakil Presiden dalam Konstitusi Republik Indonesia dan Republik
Islam Iran akan merujuk kepada batasan-batasan yang ada dalam kajian
perbandingan konstitusi secara formal yang terbatas pada pasal-pasal dalam
konstitusi dan lembaga-lembaga negara yang diberi wewenang dalam proses
impeachment.

6 Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (Rechstaat), (Bandung: Refika Aditama,
2009), h. 155-156
7

Lihat ketentuan Pasal 83 ayat (1), (2), dan (3) UU No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia, LN No. 98 Tahun 2003, TLN 4316.

23

C. Sejarah Impeachment
Perkenalan pemerintahan modern dan mekanisme pertanggungjawaban
politik dalam sistem demokrasi dalam konstitusi di abad modern di Amerika
serikat berjalan beriringan dengan diperkenalkannya pemberhentian Presiden
dengan istilah impeachment pada tahun 1787.8
Para perumus konstitusi Amerika Serikat mengadopsi pemberhentian
Presiden dari praktek di Inggris dengan melalui mekanisme impeachment yang
dikenal pada abad ke-14. Mekanisme impeachment merupakan mekanisme
peradilan yang mengalami perkembangan cukup baik di Inggris, tetapi hampir
tidak memperoleh teknik dan mekanisme baku. Istilah impeachment sendiri
telah lama digunakan berkaitan dengan jenis penuntutan di setiap pengadilan di
Inggris. Awalnya tidak ditujukan khusus untuk penuntutan di parlemen (the
House of Commons) di hadapan Raja9 , dan tentunya dalam perkembangannya,
banyak negara yang menerapkan impeachent dalam beberapa Pasal pada
konstitusi negaranya.
Studi tentang impeachment dalam konteks ketatatanegaraan biasanya
merujuk kepada ketentuan dan praktik di Amerika Serikat. Artikel I section 2,
dan 3 dan Artikel II section 4 konstitusi Amerika Serikat menyatakan:
“The President and Vice President, and all civil officers of the United
Stated shall be removed from office on impeachment for, and conviction
of, treason, bribery, or other high crimes and misdemeanors.
Judgment in Case of Impeachment shall not extend further than removal
from office, and disqualification to hold and enjoy any Office of honor,
Trust or Profit under the United Stated: but the Party convicted shall
8

Hamdan Zoelva Pemakzulan Presiden di Indonesia, h. 29

9

Hamdan Zoelva, Pemakzulan Presiden di Indonesia, h. 30

24

Neverthless be liable and subject to indictment, Trial, Judgment, and
Punishment, acording to Law”.10
Dari sisi materiil uraian substansi pasal ini dijelaskan bahwa Presiden
dan Wakil Presiden saja yang dapat diberhentikan dari jabatannya melalui
proses impeachment. namun seluruh pejabat negara sampai tingkat pejabat
distrik juga dapat diproses impeachment untuk diberhentikan dari jabatannya
jika terlibat atau melakukan tindakan yang memenuhi rumusan article
impeachment dalam konstitusi Amerika Serikat. Namun dari sisi formil,
penjelasan mengenai penghianatan terhadap negara, penyuapan, tindk pidana
berat, dan perbuatan tercela yang menjadi sebab atau dasar untuk dilakukannya
proses impeachment tidak dijelaskan secara luas dan rinci baik pada penjelasan
konstitusi maupun undang-undang di bawah konstitusi.
D. Metode Impeachment di Beberapa Negara
1. Amerika Serikat
Impeachment di Amerika Serikat sebenarnya diadopsi dari praktik
yang berlaku di Inggris sebagai ungkapan yang menunjuk pada pengadilan
politik yang digunakan untuk menjangkau para pelanggar yang mungkin
lepas dari tuntutan. Impeachment diperlukan untuk melindungi negara
sekaligus menghukum pelaku.

10

National Constitution Centre, The Constitution of The United States. E-Pdf, Diakses Pada
30 Mei 2016 dari: http://constitutioncenter.org/media/files/constitution.pdf, atau lihat juga Merrill
McLoughlin (ed.), The Impeachment and Trial of President Clinton. The Official Transcript, from
House Judiciary Committe Hearings to the Senate Trial, (US: Time Books Random House, 1999),
h. v

25

Proses impeachment terhadap Presiden di Amerika Serikat pertama
kali terjadi pada tahun 1868 yang menimpa Presiden Andrew Johnson.
Secara garis besar tuduhan terhadap Presiden Andrew Johnson ini adalah
telah melakukan “high

crimes and

misdemeanor”

dengan rincian

pelanggaran meliputi:
a. Pelanggaran sumpah jabatan. Presiden Andrew Johnson dipandang
tidak menghiraukan kewajiban sesuai sumpah jabatannya. Presiden
melakukan pemberhentian kepada Edwin M. Santon sebagai Menteri
Pertahanan dan menggantinya dengan

pejabat yang lain

tanpa

persetujuan senat Amerika Serikat. Padahal dalam Act Regulating the
Tenure of Civil Officer ditentukan harus dengan persetujuan senat.
b. Melanggar Undang-Undang Federal Amerika Serikat, yaitu “the
Command of Act” yang disahkan pada tanggal 2 Maret 1867, yaitu
memberikan perintah kepada Commander in Chief Willam H. Emory
yang seharusnya melalui The General of The Army.11
Proses

impeachment

ini,

dalam

perjalanannya

meskipun

pelanggaran yang dituduhkan kepada Presiden, Andrew Johnson tetap
menjabat sebagai Presiden karena suara di Senat yang menghendaki
diberhentikannya Presiden Andrew Johnson kalah dengan suara anggota

11

Hamdan Zoelva, Impeachment Presiden, Alasan-Alasan Tindak Pidana Pemberhentian
Presiden Menurut UUD 1945, h. 107-108

26

Senat yang mendukung Andrew Johnson tetap sebagai Presiden meskipun
hanya berbeda satu suara.12
Upaya impeachment terhadap Pesiden yang terjadi kedua kali
adalah pada tahun 1974 terhadap Presiden Richard Nixon yang dituduh
melakukan “high crimes and misdemeanors” berupa:
a. Obstuction of justice (menghambat peradilan);
b. Abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan);
c. Contemp of congress (penghinaan terhadap kongres)
Ketiga tuduhan tersebut berkaitan dengan kasus “Watergate” yang
terjadi pada tanggal 17 Juni 1972, yaitu masuk secara tidak sah (burglary)
beberapa orang di kantor pusat Komite Nasional Demokrat di Watergate
Washington DC. Namun, proses impeachment ini gugur karena Presiden
Richard Nixon mengundurkan diri.13
Hal ini dapat disimpulkan bahwa suatu proses impeachment dapat
berakhir ketika yang terkena impeachment lebih memilih megundurkan diri
daripada melayani persidangan baik di House of Representative maupun di
Senat.
Pada tahun 1988, terjadi kembali proses impeachment terhadap
Presiden di Amerika Serikat yaitu menimpa kepada Presiden Bill Clinton.

12

Soimin, Impeachment Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia, h. 66

13

Soimin, Impeachment Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia, h. 67

27

Kasus impeachment Presiden Amerika Bill Clinton ini bermula dari
tuduhan bahwa Clinton telah melakukan perbuatan yang tidak bermoral
terhadap karyawan Gedung Putih Monika Lewinsky. Clinton membantah
telah melakukan perbuatan yang tidak wajar itu dengan karyawannya. Akan
tetapi dalam perkembangan penyelidikannya Clinton mengakui telah
melakukan perbuatannya yang disiarkan melalui televisi nasional. Oleh
karena itu tuduhan terhadap Clinton beralih dari perbuatan yang tidak wajar
pada tuduhan bahwa Clinton telah menghal