PROSES IMPEACHMENT PRESIDEN DALAM KONSTI

110
Jurnal Hukum, Vol. XIX, No. 19, Oktober 2010: 111 - 122

ISSN 1412 - 0887

PROSES IMPEACHMENT PRESIDEN DALAM KONSTITUSI
NEGARA-NEGARA MODERN
(Studi Perbandingan dengan Mekanisme Impeachment di Amerika Serikat dan
Korea Selatan)
Rusdianto S, S.H., M.H.1

Abstrak
Di Indonesia, mekanisme impeachment dikenal sebagai suatu sistem atau lembaga
permakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden. Dengan kata lain bahwa objek
mekanisme impeachment di Indonesia hanyalah ditujukan untuk mengatur mekanisme
pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden saja. Objek impeachment di Amerika
Serikat dan Korea Selatan berbeda dengan objek impeachment di Indonesia. Jika di
Indonesia objek impeachment hanya ditujukan kepada Presiden dan/atau Wakil
Presiden saja, maka berbeda dengan mekanisme impeachment di Amerika Serikat dan
Korea Selatan yang objek impeachment-nya selain ditujukan untuk Presiden dan/atau
Wakil Presiden, juga terhadap pejabat publik lainnya termasuk hakim

A. Latar Belakang
Kekuasaan Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan (executice
heavy) memang tampak sangat luas dan tidak dijelaskan secara terperinci dalam
Undang-Undang Dasar Tahun 1945.2 Walaupun demikian, kekuasaan Presiden bukan
tanpa batas sebagaimana yang dijelaskan pada penjelasan UUD 1945 sebelum
perubahan, yang menyatakan bahwa kekuasaan Presiden tidak tak terbatas.3 Untuk
mengimbangi kekuasaan presiden tersebut maka diadakan suatu mekanisme
pengawasan yang bisa berujung kepada proses pemberhentian presiden
(impeachment). Hal ini pernah terjadi pada era Presiden Soekarno dan Presiden
Abdurrahman Wahid.4 Walaupun proses pemberhentian terhadap kedua mantan
Presiden Indonesia tersebut terjadi sebelum dilakukannya perubahan terhadap UUD
1945, khususnya terkait dengan mekanisme pemberhentian Presiden yang pada waktu
itu diberhentikan oleh MPR karena melanggar UUD 1945 dan/atau GBHN serta
pidato pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR.5
Issu tentang permakzulan Presiden kembali bergulir pada masa reformasi ini.
Presiden Soesilo Bambang Yudoyono setidaknya sudah beberapa kali diterpa oleh isu
permakzulan ini. Mulai dari angket BLBI, angket kenaikan BBM hinga terakhir ini
1

Dosen Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Fakultas Hukum Universitas

Narotama Surabaya
2
Bagir Manan, 2006, Lembaga Kepresidenan, Edisi Revisi, Yogyakarta, FH UII Press,
hlm. 28
3
Ibid, hlm.117
4
Ibid, hlm. 109-110
5
Ibid,

111

adalah kasus Bank Century, yang bukan hanya akan memakzulkan Presiden Soesilo
Bambang Yudoyono tetapi juga Wakil Presiden Boediono.6 Proses permakzulan
Presiden diatur dalam Pasal 7 A dan 7 B Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu
persayaratan pemberhentian Presiden adalah pengajuan permohonan oleh DPR kepada
Mahkamah Konstitusi atas dugaan bahwa Presiden melanggar hukum adalah diajukan
oleh minimal 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam rapat paripurna yang
dihadiri oleh 2/3 anggota DPR.7 Permasalahan mulai muncul ketika terjadi perdebatan

tentang kuorum kehadiran dalam pengambilan keputusan rapat paripurna DPR dalam
mlenyatakan pendapat yaitu Pasal 184 ayat (4) Undang-Undang Nomor 27 Tahun
2009 atau UU MD3. Dalam ketentuan Pasal 4 ayat (4) UU MD3 tersebut ditentukan
bahwa hak menyatakan pendapat baru dapat diambil jika rapat paripurna DPR dihadiri
oleh ¾ anggota DPR dan disetujui oleh ¾ dari anggota DPR yang hadir. Ketentuan ini
dianggap bertentangan dengan ketentuan Pasal 7 B ayat (3) Undang-Undang Dasar
Tahun 1945, sehingga Pasal 184 ayat (4) ini dijudicial Review di Mahkamah
Konstitusi dan akhirnya Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Pasal 184 ayat (4)
UU MD3 tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.8 Dari
perdebatan itu maka muncul keinginan penulis untuk mengkaji mekanisme
Impeachment Presiden di negara-negara modern lainnya seperti Amerika Serikat
ataupun Korea Selatan, sehingga dapat memberikan komparasi kepada kita bagaimana
mekanisme Impeachment Presiden di negara-negara tersebut dibandingkan dengan
proses impeachment di Indonesia.
Dari latar belakang tersebut maka permasalahan yang akan dikaji dalam artikel
ini yaitu Mekanisme impeachment Presiden dalam Konstitusi Negara Modern lainnya.
B. Pembahasan
Dalam melakukan pembahasan, penulis akan membandingkan mekanisme
impeachment yang berlaku di Amerika Serikat dan Korea Selatan. Dipilihnya kedua
negara tersebut, selain merupakan negara hukum yang demokratis, juga negara

tersebut pernah melakukan impeachment terhadap pemimpin negaranya. Amerika
Serikat merupakan negara demokratis dengan sistem pemerintahan presidensil seperti
Indonesia. Korea Selatan merupakan sebuah Negara Republik Demokratik yang
sistem pemerintahannya parlementer. Akan tetapi walaupun Korea Selatan mengdopsi sistem pemerintahan Parlementer, Presiden memiliki peran yang sangat
dominan dalam Negara ini.
Hal-hal yang akan diperbandingkan dalam paper ini adalah; objek
impeachment, alasan-alasan impeachment, dan lembaga negara yang terlibat beserta
proses impeachment itu sendiri.
1. Objek Impeachment
Banyak pihak yang memahami bahwa impeachment merupakan turunnya,
berhentinya atau dipecatnya Presiden atau pejabat tinggi dari jabatannya.
Sesungguhnya arti impeachment sendiri merupakan tuduhan atau dakwaan
sehingga impeachment lebih menitikberatkan pada prosesnya dan tidak mesti
6

https://ariefmas.wordpress.com/tag/permakzulan/
Pasal 7B ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945
8
http://kendariekspres.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=10423
7


112

berakhir dengan berhenti atau turunnya Presiden atau pejabat tinggi negara lain
dari jabatannya.9 Di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 7A
UUD 1945 objek impeachment hanya dilakukan terhadap Presiden dan/atau Wakil
Presiden saja, tidak berlaku terhadap pejabat lembaga negara lainnya.
Di Korea Selatan, selain Presiden, objek impeachment juga dapat ditujukan
kepada pejabat negara lainnya seperti Presiden, Perdana Menteri, anggota Dewan
Negara, Kepala Eksekutif Departemen, Hakim Mahkamah Konstitusi, Hakim,
anggota Komite Manajemen Pemilihan Pusat, anggota Dewan Audit dan Inspeksi,
dan lainnya pejabat publik yang ditunjuk oleh hukum.10 Begitu pula halnya dengan
Amerika Serikat, objek impeachment bukan hanya ditujukan kepada Presiden
sebagaimana halnya di Indonesia, melainkan juga terhadap pejabat publik lainnya
seperti yang berlaku di Korea Selatan. Objek impeachment di Amerika Serikat
diantaranya dapat dilakukan kepada Wakil Presiden maupun kepada seluruh
pejabat sipil lainnya seperti Menteri (secretary), Gubernur dan sebagainya.11
Dengan demikian, maka terdapat perbedaan yang cukup tajam diantara objek
impeachment yang berlaku di Indonesia dengan objek impeachment yang berlaku
di Korea Selatan dan Amerika Serikat. Jika di Indonesia objek impeachment hanya

ditujukan kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden, lainnya halnya di kedua
negara tersebut. Impeachment juga dapat ditujukan kepada pejabat publik selain
Presiden dan/atau Wakil Presiden.
2. Alasan-alasan impeachment
Mengenai alasan-alasan yang digunakan Dewan Perwakilan Rakyat untuk
melakukan impeachment terhadap Presiden sebagaimana yang diatur dalam Pasal
7A yang berbunyi :
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatanya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan
Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Dari ketentuan Pasal 7A Undang-Undang Dasar 1945 maka ada dua hal yang
9

Hamdan Zoelva, Impeachment Presiden, (Jakarta: Konstitusi Press, 2005), hlm. 13
Dalam The Constitution of Republik of South Korea Article 65 section 1 dinyatakan
sebagai berikut : “In case the President, the Prime Minister, members of the State Council,
heads of Executive Ministries, judges of the Constitutional Court, judges, members of the
Central Election Management Committee, members of the Board of Audit and Inspection, and

other publik officials designated by law have violated the Constitution or other laws in the
performance of official duties, the National Assembly may pass motions for their impeachment”
http://id.wikisource.org, akses tanggal 5 Februari 2011
11
Dalam The Constitution of The United States of America Article II Section 4 ,
dinyatakan sebagai berikut: “The President, Vice President and all civil Officers of the United
States, shall be removed from Office on Impeachment for, and Conviction of, Treason, Bribery,
or other high Crimes and Misdemeanors”. http://id.wikisource.org, akses tanggal 6 November i
2011.
10

113

dijadikan alasan Dewan Perwakilan Rakyat untuk melakukan impeachment yaitu:

12

1) Melakukan pelanggaran hukum berupa:
a. Penghianatan terhadap Negara
b. Korupsi

c. Penyuapan
d. Tindak pidana berat lainnya, atau
e. Perbuatan Tercela,
2) Terbukti tidak memenuhi syarat sebagai Presiden
Walaupun dalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak menjelaskan secara rinci
mengenai pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila
terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden. Namun dalam Pasal 10 ayat
(3) Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi
memberikan penjelasan jenis-jenis pelanggaran hukum tersebut yaitu:
a. Penghianatan terhadap Negara adalah tindak pidana terhadap keamanan
Negara sebagaimana diatur dalam undang-undang
b. Korupsi dan penyuapan adalah adalah tindak pidana korupsi atau
penyuapan sebagaimana yang diatur dalam undang-undang
c. Tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan
pidana 5 (lima) tahun atau lebih.
d. Perbuatan tercela adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat
Presiden dan/atau wakil presiden
e. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau wakil Presiden
adalah syarat sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 6 UndangUndang Dasar 1945.

Di Amerika Serikat, alasan dilakukannya impeachment sama dengan alasan
dilakukannya impeachment terhadap Presiden di Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Article II section 4 Konstitusi Amerika Serikat yaitu jika pejabat
yang akan diimpeach tersebut melakukan pengkhianatan, suap atau kejahatan
ringan maupun berat.13 Sedangkan di Korea Selatan, alasan dilakukannya
impeachment adalah karena telah melanggar konstitusi atau hukum lainnya dalam
pelaksanaan tugas resminya.14
Jadi antara Indonesia dan Amerika Serikat, terdapat persamaan alasan
(sebab-sebab yuridis) dilakukannya impeachment terhadap Presiden, Wakil
Presiden dan/atau pejabat negara lainnya yaitu karena melakukan penghiatan, suap
atau korupsi dan melanggar hukum. Akan tetapi di Indonesia ditambah lagi alasan
lainnya yaitu karena tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Presiden dan/atau
12

Hamdan Zoelva, Op.Cit. Hal 51
Baca footnote nomor 8
14
Baca footnote nomor 7
13


114

Wakil Presiden. Sedangkan di Korea Selatan, Konstitusi Korea Selatan hanya
menyebutkan dua alasan yaitu melanggar hukum atau konstitusi dalam
pelaksanaan tugas resminya. Begitu juga, dalam ketentuan Pasal 48 undangUndang Mahkamah Konstitusi Korea Selatan, hanya menyebutkan dua hal
tersebut tanpa merinci apa bentuk pelanggaran yang dilakukan.15
3. Lembaga Negara yang Terlibat dan Proses Impeachment-nya
Di Indonesia, lembaga negara yang terlibat dalam proses impeachment
Presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Konstitusi dan Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Proses yang berlaku di Indonesia adalah diawali atas
pendapat DPR yang disampaikan kepada Mahkamah Konstitusi atas dugaan
bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan alasan-alasan yuridis
sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Mahkamah Konstitusi kemudian memeriksa
dan memutus apakah pendapat DPR tersebut benar dalam waktu paling lama 90
hari. Kemudian setelah memutuskan, maka Mahkamah Konstitusi menyampaikan
putusan itu kepada DPR. Apabila Mahkamah membenarkan pendapat DPR, maka
DPR meneruskannya kepada MPR untuk diadakannya sidang istimewa
pemberhentian Presiden dan/atau Wakil/Presiden dalam waktu paling lama 30 hari
setelah menerima usul dari DPR tersebut.16 Dengan demikian, maka dapat
diketahui bahwa DPR memiliki kedudukan sebagai lembaga penuntut, Mahkamah

Konstitusi adalah lembaga penengah (pemutus secara yuridis pendapat DPR) dan
MPR adalah lembaga pemutus akhir (secara politik).
Di Korea Selatan, lembaga negara yang terlibat adalah Majelis Nasional
dan Mahkamah Konstitusi Korea selatan. Mahkamah Konstitusi mempunyai
yuridiksi atas Impeachment proceedings. 17 Mahkamah ini memiliki otoritas final
atas impeachment dengan tanpa hak untuk banding. Mahkamah Konstitusi akan
memproses impeachment setelah setelah para anggota parlemen menyetujui
dengan suara mutlak atau suara mayoritas sedikitnya 2/3 dari anggota parlemen
untuk mendakwanya.
Berbeda dengan Indonesia, posisi Mahkamah Konstitusi tidak berada di
tengah, tetapi berada posisi di akhir proses impeachment, sehingga kedudukan dan
15

UU tentang Mahakamah Konstitusi Korea Selatan Pasal 48 menyebutkan: If a publik
official who falls under any of the following violates the Constitution or laws in the course of
execution of his or her services, the National Assembly may pass a resolution on the institution
of impeachment as prescribed in the Constitution and the National Assembly Act.
http://id.wikisource.org, akses tanggal 5 November 2011
16
Proses tersebut dikutip oleh Penulis sebagaimana yang disebutkan dalam UUD 1945
dan UU Mahkamah Konstitusi RI
17
Dalam The Constitution of Republik of South Korea Article 111 section (1) 2 dinyatakan
sebagai berikut: ” The Constitutional Court is competent to adjudicate the following matters:
Impeachment” http://id.wikisource.org, akses tanggal 5 November 2011

115

fungsi Mahkamah Konstitusi menguji apakah keputusan politik untuk
memakzulkan Presiden dan/atau Wakil Presiden sudah tepat atau tidak secara
yuridis. Untuk pertama kalinya di Korea Selatan perkara impeachment terjadi pada
Tahun 2004, yang melibatkan Presiden Roh Moo-Hyun.
Setelah para anggota parlemen dari kelompok oposisi menyetujui dengan
suara mutlak dalam pemungutan suara, dengan 193 suara dibanding dua suara
menolak untuk mengusir Roh karena melakukan pelanggaran terhadap berbagai
peraturan pemilihan. Hal ini menimbulkan kekacauan politik di Korea. Berbagai
reaksi timbul akibat pendukung Roh tidak terima atas persetujuan parlemen
sebagai lawan-lawan politiknya yang mencoba untuk memecatnya melalui
impeachment. Ekspresi kemarahan dilampiaskan dalam demonstrasi besar. Sehari
setelah parlemen mengadakan pemungutan suara, lebih dari 50.000 orang turun ke
jalan-jalan Seoul, ibu kota negara, memprotes impeachment terhadap Roh. Pawai
damai serupa pula dilakukan untuk menyatakan keprihatinan mendalam atas
tindakan parlemen. Hasil jajak pendapat umum memperlihatkan, 75 persen
responden menilai impeachment sebagai sesuatu yang salah.
Sejalan dengan itu, popularitas partai oposisi utama Partai Nasional Agung
(GNP) dan mitranya, Partai Demokratik Milenium (MDP), menjadi anjlok. GNP
dan MDP, yang mendominasi parlemen, dianggap berada di balik proses
pendakwaan. Namun, Mahkamah Konstitusional Korea Selatan (Korsel) menolak
impeachment atas Presiden Roh Moo-Hyun. Demikian putusan akhir yang
diumumkan Mahkamah Konstitusi. Dengan putusan ini, berarti Presiden Roh
kembali memimpin negeri Ginseng itu. "Tidak ada alasan yang cukup berat untuk
menggeser presiden keluar sehingga Pengadilan menolak permintaan untuk
impeachment ," tukas Yun Young-Chul, ketua mahkamah yang mengumumkan
putusan ini. Mahkamah ini memiliki otoritas final atas impeachment dengan tanpa
hak untuk banding. Roh dihentikan sementara dari tugas-tugasnya dan dicabut dari
kekuasaan eksekutifnya dengan dikeluarkannya putusan impeachment Majelis
Nasional pada 12 Maret 2004. Namun dengan adanya putusan baru ini, Roh
kembali menduduki kursi kepresidenan.18
Perbedaan antara mekanisme Impeacment di Indonesia dengan di korea
Selatan yaitu bahwa proses impeachment di Indonesia hanya ditujukan kepada
Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada Pasal 7A dan 7B
UUD 1945. DPR mengajukan usulan pemberhentian Presiden kepada Mahkamah
Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi memutuskan pendapat DPR bahwa Presiden
telah melanggar hukum atau alasan konstitusional lainnya dalam waktu paling
lama 90 hari. Setelah memutuskan pendapat DPR tersebut, maka Mahkamah
18

Rita Uli Hutapea, Impeachment Ditolak, Roh Kembali Memimpin Korsel, Harian Suara
Merdeka, Jawa Tengah, 2004.

116

Konstitusi menyampaikan putusan itu kepada DPR apakah Presiden benar-benar
telah melakukan pelanggaran sebagaimana yang dituduhkan oleh DPR. Dalam hal
putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menyatakan bahwa Presiden telah
melanggar hukum sebagaimana dimaksud oleh DPR, maka DPR mengajukan
putusan MK tersebut kepada MPR untuk dilaksanakan sidang istimewa dalam
waktu paling lama 30 hari, dan diberikan kesempatan kepada Presiden untuk
melakukan pembelaan terlebih dahulu. Dengan demikian peran Mahkamah
Konstitusi dalam proses impeachment Presiden di Indonesia adalah sebagai
penengah yang putusannya tidak bias eksekutorial dalam arti bias langsung
memberhentikan Presiden.
Di Amerika Serikat, Lembaga Negara yang terlibat adalah Senat (Kongres),
House of Representative (DPR) dan Ketua Mahkamah Agung (Supreme Court)
Amerika Serikat. Impeachment dalam kehidupan ketatanegaraan di Amerika
Serikat diatur dalam UUD Amerika Serikat secara spesifik. Dalam Konstitusi
Amerika Serikat, ketentuan dan prosedur mengenai impeachment diatur dalam 6
(enam) butir ketentuan, yaitu, Pertama, Artikel I ayat 2 butir 5 menentukan bahwa
DPR mempunyai kekuasaan (sole power) untuk mendakwa (to impeach). Proses
impeachment ini seperti suatu pendakwaan atau penuntutan. Agar seseorang
pejabat dapat diberhentikan dari jabatannya, maka ‘pendakwaan’ (impeachment)
itu haruslah dilakukan melalui persidangan dengan membuktikan terjadinya
pelanggaran dan adanya kesalahan seperti umumnya terjadi dalam proses
peradilan.19
Kedua, proses penuntutan itu sendiri dilakukan oleh Senat yang menurut
ketentuan Artikel I ayat 3 butir 6, ditentukan mempunyai kekuasaan (sole power)
untuk mengajukan penuntutan untuk semua kasus pelanggaran dengan dukungan
minimum dua pertiga jumlah anggotanya. Dalam proses peradilan pidana, peran
Senat ini dapat diidentikkan dengan lembaga penuntut umum (jaksa), sedangkan
DPR merupakan lembaga pemutusnya atau majelis hakimnya.
Dalam sistem ketatanegaraan Amerika Serikat, sesungguhnya DPR atau
House of Representatives lah yang memiliki kewenangan penuh untuk melakukan
proses pendakwaan (impeachment)20 atas setiap pejabat negara yang melakukan
tindakan pengkhianatan, penyuapan atau tindak pidana berat dan perbuatan tercela
lainnya, sebagaimana yang telah diatur dalam konstitusi. Alasan yang dibenarkan
konstitusi Amerika Serikat untuk proses impeachment sesuai Pasal 2 ayat 4 adalah
apabila seorang pejabat negara telah melakukan treason, bribery, other high
19

Dalam The Constitution of The United States of America Article I Section 2 clause 5,
dinyatakan sebagai berikut:“The House of Representatives shall choose their Speaker and
other officers, and shall have the sole power of impeachment” http://id.wikisource.org, akses
tanggal 6 November 2011
20
Ibid

117

crimes and misdemeanors. (pengkhianatan, penyuapan, tindak pidana berat
maupun perbuatan tercela lainnya).
Proses pendakwaan diawali dengan usulan impeachment atas perilaku
pejabat sipil tertentu oleh beberapa anggota House of Representatives yang
kemudian dibahas pada sidang pleno House of Representatives untuk dapat
disepakati bersama. Bila usulan tersebut ditolak, maka secara otomatis tentunya
usulan tersebut tidak dapat dilanjutkan. Sementara untuk meloloskannya, usulan
tersebut harus mendapatkan persetujuan dari 2/3 suara dari anggota yang hadir,21
agar proses impeachment dapat dilanjutkan ke sidang Senat. Namun sebelum ke
tahapan tersebut, House terlebih dahulu membentuk sebuah komite yang bertugas
menyusun articles of impeachment, yang berisi alasan-alasan yang memungkinkan
House melakukan impeachment, dan berperan mewakili House dalam persidangan
di tingkat Senat Pada tahap terakhir proses ini, yaitu persidangan Senat, dipimpin
oleh Chief Justice of the Supreme Court, dan seluruh anggota Senat berperan
sebagai juri sebagaimana layaknya yang berlaku pada pengadilan umum di
Amerika Serikat, sementara komite yang dibentuk oleh House berperan sebagai
jaksa penuntut umum.
Impeachment dilaksanakan dalam suasana pengadilan (trial) seperti tertera
pada UUD AS Pasal 3 ayat 2 klausa 2 dan Pasal 1 ayat (3) klausa 6. Oleh sebab
itu, dalam impeachment harus benar-benar ditegakkan justice yang merupakan
landasan dari suatu pengadilan. Maka, tidaklah mengherankan bahwa founding
fathers dari AS telah merancang impeachment yang seadil-adilnya, untuk Presiden
AS yaitu yang memimpin sidang ialah Ketua Mahkamah Agung Pasal 1 ayat 3
klausa 6. Karena itu ketika tahun 1999 Presiden Bill Clinton terkena impeachment,
yang memimpin sidang bukannya salah seorang senator, tetapi Ketua Mahkamah
Agung.
Bagi yang divonis bersalah dalam kasus impeachment, maka hukuman
paling berat ialah dipecat dari jabatan dan 'disqualification to hold and enjoy any
office of honor, trust, and profit under the US', serta tidak menutup kemungkinan
diseret ke pengadilan untuk menerima hukuman lainnya (Pasal 1 ayat 3 klausa 7).
Di AS Presiden boleh melaksanakan hak prerogatifnya, kecuali untuk
kasus-kasus impeachment (Pasal 2 ayat 2 klausa 1). Jadi, bila seorang Presiden
divonis bersalah dalam suatu kasus impeachment dan hukumannya dipecat dari
jabatan, maka beliau tidak bisa memberi grasi kepada dirinya sendiri untuk terus
duduk sebagai Presiden AS.
21

Dalam The Constitution of The United States of America,Article I section 3 clause 6,
disebutkan: “The Senate shall have the sole power to try all impeachment. When sitting for the
purpose, they shall be on oath or affirmation.When the president of the United States is tried,
the Chief Justice shall preside:And no person shall be convicted without the concurrence of twothird of the members present” http://id.wikisource.org, akses tanggal 6 November 2011.

118

Impeachment tidah hanya berlaku untuk Presiden, tetapi juga Wakil
Presiden, dan seluruh pejabat sipil seperti tertera pada UUD AS, Pasal 2 ayat (4).
Sepanjang sejarah impeachment di AS, terdapat 16 kasus impeachment yang
diadili di Senat. Seperti Senator William Blount (1797), Supreme Court Justice
Samuel Chase (1804), bahkan juga seorang hakim pengadilan distrik, sebagaimana
yang diberlakukan kepada John Pickering (1804), James H. Peck (1830) dan
sebagainya.22 Namun di atas, telah diuraikan kasus-kasus impeachment yang
menimpa seorang presiden saja.
Jadi, dengan penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa ada perbedaan
dan ada juga beberapa persamaan antara proses Impeachment di Amerika Serikat
dengan proses impeachment di Indonesia. Di Amerika serikat seperti penjelasan
di atas, DPR (House of Representative) AS merupakan lembaga penuntut yang
langsung dapat mengajukan tuntutannya kepada Senat, apabila Presiden diduga
melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada Article II section 4
Konstitusi Amerika Serikat. Akan tetapi sama halnya dengan DPR Indonesia,
DPR AS juga harus memenuhi kuorum persetujuan anggota DPR yang sama
dengan Indonesia, yaitu mendapat persetujuan dari 2/3 anggota DPR yang dalam
sidang paripurna yang dihadiri oleh minimal 2/3 anggota DPR. Jika mendapat
persetujuan tersebut, maka DPR mengajukan tuntutan tersebut kepada Sidang
Senat (Kongres) yang sebelumnya terlebih dahulu menyusun article of
impeachment oleh sebuah komite, yang dalam DPR Indonesia disebut Panitia
Khusus (Pansus). Barulah kemudian tuntutan tersebut diajukan dalam sidang
Senat (Kongres) yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah Agung, sedangkan anggota
Senatnya sendiri bertindak sebagai juri. Hal ini mengikuti proses persidangan
biasa dalam system hukum acara di Amerika Serikat.
Dengan demikian maka dapat diketahui bahwa peran Mahkamah Agung
(lembaga peradilan) dalam proses impeachment di Amerika Serikat adalah sebagai
hakim (pemimpin sidang) dalam sidang Kongres dan bukan dalam persidangan di
Mahkamah Agung sendiri sebagaimana halnya di Indonesia (Mahkamah
Konstitusi).
C. Kesimpulan
Dari uraian tersebut di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Objek impeachment di Amerika Serikat dan Korea Selatan berbeda dengan objek
impeachment di Indonesia. Di Indonesia, objek impeachment hanya ditujukan
kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden, sedangkan di Amerika Serikat dan
Korea Selatan objek impeachment selain kepada Presiden dan/atau Wakil
Presiden, juga terhadap pejabat publik lainnya termasuk hakim.
2. Bahwa alasan konstitusional dan alasan yiridis mekanisme impeachment di
Indonesia sama dengan alasan impeachment di Amerika Serikat, yaitu jika
melakukan penghianatan, korupsi/suap dan pelanggaran hukum baik ringan
22

Encyclopedia Britannica, Inc, Encyclopedia Britannica, Vol. 12 (Chicago:William
Benton, Publisher, 1972), hal. 2J http://id.wikisource.org, akses tanggal 5 November 2011.

119

maupun berat termasuk melakukan perbuatan tercela sebagaimana kasus
impeachment Presiden Bill Clinton. Sedangkan di Korea Selatan hanya
menyebutkan alasan pelanggaran konstitusi dan hukum.
3. Lembaga Negara yang terlibat dalam proses impeachment di keiga negara tersebut
berbeda. Bukan hanya itu, kedudukan dan peran lembaga negara tersebut juga
berbeda. Di Indonesia, lembaga negara yang terlibat adalah DPR, Mahkamah
Konstitusi dan MPR. Di Amerika Serika, lembaga negara yang terlibat adalah
Kongres, DPR dan Ketua Mahkamah Agung (bukan lembaganya), sedangkan di
Korea Selatan hanya melibatkan dua lembaga negara yaitu Majelis Nasional dan
Mahkamah Konstitusi saja.
4. Di Indonesia, DPR memiliki kedudukan sebagai lembaga penuntut, Mahkamah
Konstitusi adalah lembaga penengah (pemutus secara yuridis pendapat DPR) dan
MPR adalah lembaga pemutus akhir (secara politik). Di Amerika Serikat Kongres
dan DPR dapat menjadi penuntut, jika DPR sebagai penuntut maka Kongres
bertindak sebagai Juri, begitu pula sebaliknya, sedangkan Ketua Mahkamah
Agung bertugas sebagai ketua sidang Kongres. Proses Impeachment di Amerika
Serikat mengikuti proses peradilan umum pada biasanya. Sementara itu, di Korea
Selatan, Majelis Nasional memutuskan pemberhentian Presiden, Perdana Menteri
atau pejabat publik lainnya yang keputusannya hanya dapat dianulir oleh
Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi memiliki kedudukan sebagai
lembaga penentu apakah keputusan Majelis Nasional dibatalkan atau tidak
dibatalkan.

120

DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku dan Media Massa
Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya dalam
Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Bandung, PT Citra Aditya Bakti,
2006
Asshiddiqie, Jimly, 2006. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Jakarta:
Sekertaris Jendral Kepanitraan Mahkamah Konstitusi
Asshiddiqi, Jmly, Mengenal Mahkamah Konstitusi, Pengenalan Mahkamah Konstitusi dan Pendidikan Kesadaran Berkonstitusi, dalam http://dwiyono17.
wordpress.com/tag/mk/
Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, Aspek-aspek Perkembangan
Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia (Jogjakarta: UUI Pres, 2005)
Manan, Bagir, 2006 Lembaga Kepresidenan, Yogyakarta: FH UII PRESS.
Prodjodikoro, Wirjono, 1977. Azas-azas Hukum Tata Negara di Indonesia. Cet. 3
Jakarta: Dian rakjat.
Rita Uli Hutapea, Impeachment Ditolak, Roh Kembali Memimpin Korsel, Harian
Suara Merdeka, Jawa Tengah, 2004.
Zoelva, Hamdan, 2005. Impeachment Presiden,Alasan-Alasan Tindak Pdana
Pemberhentian Presiden Menurut UUD 1945, Jakarta: Konstitusi Press.

Konstitusi dan Undang-Undang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

121

Konstitusi dan Undang-Undang dan Undang-Undang Pembanding
Konstitusi Negara Federal Amerika Serikat
Konstitusi Republik Korea Selatan
Undang-Undang Mahkamah Konstitusi Korea Selatan

Internet/Website
Encyclopedia Britannica, Inc, Encyclopedia Britannica, Vol. 12 (Chicago:William
Benton,
https://ariefmas.wordpress.com/tag/permakzulan/
http://kendariekspres.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=10423
http://id.wikisource.org, akses tanggal 5 November 2011.
http://id.wikisource.org, akses tanggal 6 November 2011.
http://suar.okezone.com/read/2010/03/08/58/310152/belajar-dari-impeachmentbeberapa-negara-lain

122

PEDOMAN PENULISAN NASKAH/ARTIKEL
Pedoman penulisan artikel atau hasil penelitian dalam Jurnal Hukum yang diharapkan
menjadi pertimbangan para penulis.
Format
1. Ketikan spasi ganda pada kertas A4 (210x297 mm).
2. Panjang artikel maksimum 7000 kata dengan jenis huruf Times New Roman/Arial 1112, atau sebanyak 15-20 halaman.
3. Marjin atas-bawah dan kiri-kanan sekurang-kurangnya 1 inci.
4. Tertera nomer halaman.
5. Setiap tabel dan gambar diberi nomer urut, judul yang sesuai dengan isi tabel atau
gambar, serta sumber kutipan.
Isi Tulisan

Tulisan berupa hasil penelitian disusun sebagai berikut:
Abstrak
Bagian ini memuat ringkasan artikel atau ringkasan penelitian yang meliputi:

Masalah penelitian, tujuan, metode, dan hasil kontribusi penelitian. Abstrak disajikan di
awal teks dan teridiri 200-400 kata.
Pendahuluan

Menguraikan latar belakang penelitian yang mendasari dilaksanakannya sebuah
penelitian.
Perumusan Masalah

Merumuskan masalah utama yang akan diteliti dalam penelitian.
Tujuan Penelitian

Memuat tujuan dilaksanakannya penelitian.
Metode Penelitian

Memuat metode yang digunakan dalam penelitian, pendekatan, pengukuran, dan
analisis data.
Hasil Penelitian dan Analisis

Berisi hasil penelitian dan analisisi data penelititan, yang memuat pembahasan
mengenai berbagai temuan di lapangan.
Kesimpulan dan Saran

Menjelaskan implikasi temuan serta saran-saran untuk penelitian yang akan datang.
Daftar Referensi
Memuat sumber-sumber yang dikutip dalam artikel.

123

Penyerahan Artikel
Artikel diserahkan dalam bentuk softcopy maupun cetak sebanyak 2 eksemplar kepada:
Lembaga Penerbitan Fakultas Hukum
Universitas Narotama Surabaya
Alamat Redaksi: Jln. Arief Rahman Hakim No. 51 Sukolilo, Surabaya 60117
Telpon (031) 5946404, Fax. (031) 5931213