Analisa perkembangan wana-tani di Jawa Barat dengan menggunakan pendekatan system dynamic's
ANALISA PERKEMBANGAN WANA-TAN1
DI JAWA BARAT DENGAN MENGGUNAKAN
PENDEKATAN SYSTEM DYNAMIC'S
DISERTASI
Oleh
Uton Rustan Harun
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1995
ANALISA PERKEMBANGAN WANA-TAN1
DI JAWA BARATA DENGAN MENGGUNAKAN
PENDEKATAN SYSTEM DYNAMIC'S
Oleh
Uton Rustan Harun
Disertaasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
DOKTOR
pads
Program Pascasarjana, Instit.t Pertanian Bogor
PROGRAM PASCASARJANA
INTITUT PERTANIAN BOGOR
1995
Judul Disertasi
:
ANALISA PERKEMBANGAN WANA-TAN1
DI JAWA BARAT DENGAN MENGGUNAKAN
PENDEKATAN SYSTEM DYNAMIC'S
Nama Mahasiswa : UTON RUSTAN HARUN
Nomor Pokok
: PWD 86518
Menyetujui:
Komisi Penasihat
Prof. Dr. Ir Affendi Anwar
Ketua
Pr0f.Dr.h Lutfi I Nasution
~~ggota
.Dr.Ir Dudung Darusman
Anggota
Anggota
Me ngetahui:
Ketua Program Studi :
Pengembangan Wilayah dan Desa
Program Pascasarjana
Institbt Pertanian Bogor
Pr0f.Dr.h.Affendi Anwar
1 7 JAN 19%
Direktnr :
Program Pascasarjana
RINGKASAN
Uton Rustan Harun,
Analisa Perkembangan wana-tani di
Jawa Barat dengan pendekatan System Dinamic's
dibawah
bimbingan Affendi Anwar sebagai ketua, Lutfi Ibrahim
Nasution, Kooswardhono Mudikdjo, Agus Pakpahan dan Dudung
Darusman sebagai anggota.
Masalah lingkungan pada ahir PJP I, di dominasi oleh
masalah-masalah
konversi
penggunaan
lahan, pencemaran
lingkungan dan kerusakan sumberdaya lahan. Dalam upaya
mencegah kerusakan sumberdaya lahan tersebut FA0 (1985)
merekomendasikan usaha. pemanfaatan sumberdaya lahan dengan
bentuk agroforestry atau wana-tani. Meskipun rekomendasi ini
ditujukan untuk mencegah terjadinya kerusakan sumberdaya
hutan, di Jawa Barat usaha wana-tani ini telah dilaksanakan
secara tradisional dalam berbagai bentuk.
~ana-tani adalah suatu cara penggunaan tanah yang
mengkombinasikan budidaya kehutanan dan pertanian (dalam
arti yang luas) secara terpadu, dilaksanakan baik bersamaan
maupun berurutan pada petak tanah tertentu sesuai dengan
pola sosial-budaya masyarakatnya (Maydel, 1969; Bene, 1977;
King, 1978). Untuk tujuan meningkatkan pendapatan, wana-tani
usaha tani diversifikasi yang dipadukan
mampu melaksanakan
,
dengan budidaya kehutanan, demikian pula apabila wana-tani
bertujuan untuk mencegah kerusakan sumberdaya lahan, wanatani mampu melaksanakan cara-cara pengolahan lahan dan
penanaman yang menjaga kelestarian lingkungan.
Cara penggunaan tanah ini pada dasarnya merupakan suatu
sistem pertanian lahan kering tradisional dengan tujuan
ganda yaitu menghasilkan keuntungan ekonomis dan ekologis
secara seimbang (Soemarwoto, 1979). Karena itu, wana-tani
juga dapat direkomendasikan untuk alternatif usaha tani
konservasi (eko-farming), pemanfaatan lahan-lahan marginal,
rehabilitasi lahan kritis dan penanggulangan masalah-masalah
lingkungan lainnya
lingkungan.
dalam
pembangunan
yang
berwawasan
Dalam usaha mengernbangkan wana-tani sebagai alternatif
pemanfaatan
lahan
pada
pembangunan
yang
berwawasan
lingkungan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
memahami dinamika perkembangan wana-tani di Jawa Barat dan
perannya dalam memelihara lingkungan dan kesejahteraan
masyarakatnya.
Pemahaman tentang dinamika perkembangan wana-tani di
Jawa Barat, dilakukan melalui model interaksi konversi
penggunaan lahan dengan wana-tani selama PJP I, sedangkan
peranannya dalam memelihara kesejahteraan dan lingkungan
didekati dari dinamika perilaku petani wana-tani pada tiga
bentuk agroforesry yang berbeda yaitu perladangan dan
tumpang-sari (Kecamatan Cibaliung), hutan rakyat (Kecamatan
Wado) dan pekarangan kebun campuran (sepanjang Jalan To1
Jagorawi).
Pengamatan terhadap perkembangan wana-tani di Jawa Barat
selama PJP I khususnya pada rumahtangga tani usaha wanatani, pada dasarnya tidak berbeda dengan usaha tani lainnya.
Wana-tani dapat dtkembangkan secara intensif pada berbagai
kondisi lahan untuk dapat mencapai optimasi tujuan ganda.
Telah lama diketahui bahwa faktor fisik geografi
berpengaruh besar terhadap bentuk-bentuk wana-tani, tetapi
pada kondisi dimana sumberdaya lahan makin terbatas
sedangkag penduduk makin bertambah, pengaruh lingkungan
sosio-ekonomi adalah jauh lebih penting. Faktor sosioekonomi ini apabila secara lebih lanjut diperhatikan adalah
bersumber kepada pertimbangan pengambilan keputusan petani
dalam memenuhi kebutuhan konsumsi rumahtangganya. Jenis
tanaman yang dibudidayakan, besarnya investasi konservasi
serta cara-cara pengolahan lahan yang mempengaruhi wana-tani
-
ditentukan oleh sifat konsumsi rumahtangga, devisit tidaknya
anggaran belanja rumahtangga, luas.pemilikan lahan usaha,
ketersediaan modal dan tenaga kerja, resiko kegagalan
tanaman dan harta benda lainnya yang dimiliki rumahtangga,
Pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur ekonomi selama
PJP I memberi dampak terhadap perubahan penggunaan tanah,
pergeseran kepemilikan lahan dan pergeseran pengambilan
keputusan rumahtangga tani yang lebih bersifat individual.
Wana-tani hutan rakyat dan perladangan yang bersifat komunal
dan pemilikannya dianggap sebagai barang quasi publik,
dimana manfaatnya dirasakan dan dikonsumsi bersama, makin
sedikit karena bersifat akses terbuka bagi rumahtangga yang
makin individual. Sedangkan pekarangan kebun campuran
merupakan suatu keputusan petani secara individual dalam
mempertahankan lahan miliknya yang makin sempit yang
manfaatnya dapat dirasakan masyarakat
dan
lingkungan
sekitarnya secara bersama-sama
(sosio-ekologi).
Dalam
pembentukan ekosistem wana-tani pengaruh lingkungan sosial
budaya secara kebersamaan dalam pengambilan keputusan
rumahtangga yang bersifat jangka panjang (inter temporal
decision) adalah sangat penting.
Perubahan
Qentuk-bentuk
wana-tani,
secara
mikro
dipengaruhi oleh dampak pertmbuhan ekonomi kedalam individu
rumahtangga yang menimbulkan kesenjangan kesejahteraan
internal rumahtangga yaitu makin besar perbedaan antara
barang yang dimiliki dan yang ingin dimiliki dalam jangka
waktu yang pendek. Hal ini berkaitan dengan makin melemahnya
sendi-sendi tatanan kebersamaan komunitas dalam pemenuhan
kebutuhan rumahtangga, rumahtangga cenderung makin bersifat
konsumtif individual. Meningkatnya standar hidup kebutuhan
rumahtangga mendorong pengolahan lahan yang intensif dan
meningkatnya luas minimum skala ekonomi usaha tani sedangkan
dilain fihak hasil usaha wana-tani tidak mampu sepenuhnya
memenuhi peningkatan kebutuhan tersebut.
iii
~eskipun penggunaan jumlah hari orang kerja (HOK)
rumahtangga pada usaha wana-tani dibandingkan dengan usaha
tani lainnya relatif lebih kecil, dan ini menguntungkan bagi
rumahtangga untuk memanfaatkan waktu luangnya di luar
kegiatan pertanian. Tetapi terbatasnya penyerapan tenaga
kerja di luar pertanian mengakibatkan terjadinya usaha
intensifikasi pertanian pada wana-tani dan petani tidak
mampu mempertahankan keanekaragaman tanaman wana-tani kearah
pertanian monokultur yang intensif serta konversi penggunaan
lahan pertanian ke penggunaan lahan non-pertanian.
Dalam usaha meningkatkan pendapatan karena kebutuhan
rumahtangga makin besar, penganeka-ragaman pendapatan dalam
usaha wana-tani tidak terbatas pada usaha diversifikasi
jenis tanaman saja tetapi juga dapat dilakukan dengan
pemeliharaan ternak kecil dan ikan yang juga mempunyai
pengaruh terhadap kelestarian lingkungan. Pemeliharaan ikan
dan ayam pada pemanfaatan lahan pekarangan secara terpadu
memberikan dampak positip terhadap kelestarian sumberdaya
air dan lahan. Sedangkan penggembalaan ternak besar sering
menimbulkan konflik dengan usaha-usaha rehabilitasi dan
konservasi dalam wana-tani.
Wana-tani kebun,campuran dipertahankan rumahtangga petani
di desa-desa sepanjang jalan To1 Jagorawi dan desa-desa
pinggiran kota besar karena memberikan manfaat sosial
sebagai perlindungan lingkungan perkampungan terhadap angin,
terik matahari, suhu udara yang panas dan pengikat
lingkungan serta dapat menjaga kelestarian sumberdaya air.
Pada perkembangan berikutnya manfaat sosial ini dapat
memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat secara bersama
keindahan,
terhadap
kenyamana
lingkungan, n i l a i - n i l a i
keasrian alami (amenity values) dan keanekaragaman hayati.
Sedangkan secara ekonomi-ekologi, tanaman semusim dan
tanaman tahunan dapat memberikan hasil yang memanjang setiap
tahun bagi rumahtangga dan tetangga sekitarnya.
'
Berdasarkan pemahaman tentang perilaku komponen-komponen
wana-tani rumahtangga, pertumbuhan ekonomi dan perkembangan
sosial-budaya serta perkembangan wana-tani di Jawa Barat,
maka wana-tani menunjukkan adanya manfaat sosial, ekonomis
dan ekologi sehinggga wana-tani dapat dipertahankan baik
oleh masyarakat tradisional terisolir maupun masyarakat
komersial di permukiman kota-kota besar. Pada masyarakat
tradisonal terisolir, kebutuhan peningkatan sosial ekonomi
secara bersama dapat dipenuhi dengan adanya hasil tanaman
tahunan yang dibutuhkan pasar. Sedangkan pada masyarakat
komersial, kebutuhan sosio-ekologi dapat dipenuhi dengan
adanya keragaman tanaman tahunan. Manfaat ekonomi dan
ekologi wana-tani inter-temporal dapat di alih-pindahkan
kedalam
pemenuhan
kebutuhan
sosial-ekonomi
melalui
preferensi tingkat kesejahteraan rumahtangga sesuai dengan
perkembangan masyarakatnya.
Perubahan struktur ekonomi, secara subtansial memberikan
pengaruh besar terhadap perubahan penggunaan lahan dan
pemilikannya yang lebih eksklusif dengan rente lahan yang
lebih menguntungkan pemilik kapital. Pergeseran pemilikan
lahan masyarakat dan negara yang manfaatnya dinikmati
komunitas secara bersama-sama ke pemilik lahan yang lebih
eksklusif banyak pengakibatkan terjadinya kepemilikan lahan
in-absente atau tanah guntay sehingga rente lahan yang
dihasilkannya kurang memberikan insentif sosial.
wana-tani
yang
berada
di
lingkungan
masyarakat
tradisional yang subsistens meskipun berada pada lahan
dengan kepemilikannya bersifat quasi publik (mum) tidak
menjadi rusak karena pengambilannya yang bersifat terbuka.
Pengambilannya yang bersifat terbuka oleh rumahtangga adalah
terbatas karena tanggung jawabnya kepada orang lain dan
masyarakat, jumlah kebutuhannya relatif kecil, kepatuhannya
kepada tatanan komunitasnya yang menjaga norma lingkungan.
Masyarakat transisi yang sistem perekonomiannya bersifat
dualistis, memahami dan mengerti peranan wana-tani dalam
menjaga
kelestarian
sumberdaya
lahan
tetapi
tidak
melaksanakannya karena insentif ekonomi secara individual
yang diperoleh dari usaha wana-tani dipandang adalah kecil.
Pada masyarakat maju yang bersifat komersial, rumahtangga
tani melaksanakan konservasi sumberdaya alam
secara
rasional, berdasarkan pertimbangan
kaitan manfaat sosial
barang milik publik terhadap individu rumahtangga dalam
jangka panjang.
S a r a n
Pengaruh
keterbukaan
perekonomian
sering
kurang
menguntungkan lingkungan dan masyarakat setempat, karena itu
menghormati dan memberikan kesempatan pada komunitas lokal
untuk menjaga lingkungannya dengan caranya sendiri dalam
melaksanakan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan
akan menghasilkan
ekosistem
yang
mantap.
Pemberian
perlindungan
terhadap
hak
komunitas
lokal
untuk
mempertahankan lahan milik bersamanya dan tidak membiarkan
hak pemilikan lahan kedalam mekanisme ekonomi pasar dapat
mendorong masyarakat melaksanakan usaha tani konservasi
dalam bentuk usaha wana-tani.
*
~ana-tani dapat dikembangkan secara intensif sebagai
kebijaksanaan pembangunan wilayah dalam penata gunaan lahan,
konservasi dan rehabilitasi sumberdaya lahan. Penyuluhan
untuk melaksanakan prinsip re-orientasi pandangan hidup
dalam pembangunan yang berkelanjutan sangat diperlukan untuk
mengarahkan masyarakat transisi yaitu masyarakat subsisten
yang bergeser menuju masyarakat komersial.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Maret 1943 di Garut,
Jawa Barat. Sebagai putera pertama dari delapan bersaudara
keluarga Ayahanda R.H Wasid Harun (almarhum) dan Ibunda
Ny.R.H Siti Hasanah ~ejaningrum.
Lulus Sekolah Menengah Atas Bagian B di Garut tahun 1962,
rnelanjutkan
pendidikan
di
Jurusan
Teknik
Planologi,
Departemen
Perencanaan, Sipil dan Seni Rupa Institut
Teknologi Bandung dan lulus pada tahun 1971. Sejak 1971
diangkat sebagai sebagai staf pengajar pada Jurusan Teknik
Planologi, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut
Teknologi Bandung. Pada tahun 1975 penulis mengikuti Kursus
Universitas
Program
Perencanaan
Nasional,
Bappenas
Indonesia,'selama 9 bulan.
-
Pada tahun 1980 mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan Master of science (S2) bidang Human Settlement
Development, Asian ~nstituteof Technology, Bangkok, Thailand
dan lulus pada' tahun 1982. Sedangkan pada tahun 1983
mendapatkan kesempatan untuk mengikuti Program Diploma bidang
Metropolitan Planning di Development Planning Unit, Bartlet
Scholl of Architecture, University College of London. Tahun
1986 penulis mendapat kesempatan mengikuti pendidikan S3
untuk program studi pembangunan wilayah dan pedesaan (PWD),
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan mengucap puji syukur kehadiran Allah SWT, sungguh
Maha Besar Allah serta Maha Mulia, atas segala rahmat-~ya
pula ahirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi
ini. Sungguh panjang dan berat beban yang Engkau berikan
kepadaku, padahal kami selalu memohon kepadaMu janganlah
Engkau pikulkan kepada kami apa yang kami tidak sanggup
memikulnya.
Adalah pada kesempatan ini pula penulis menyampaikan
ucapan terimakasih yang tidak terhingga dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada Bapak Prof.Dr.ir 'Affendi Anwar,
selaku ketua komisi penasihat yang selalu memberikan
bimbingan, tantangan, wawasan dan pengarahan sejak studi di
Program Pembangunan Wilayah dan Pedesaan sampai selesai
penulisan
disertasi.
Segala bantuan,
pengorbanan dan
bimbingannya yang telah diberikan, akan selalu menjadi amal
kebaikan yang mulia yang tidak akan sanggup penulis untuk
mengembalikannya. Allaahumma i m a a nas-aluka salaamatan fid
diini wa 'aafiyaqan fil jasadi wa ziyaadatan fil 'i1nt.i.
Kepada Prof.Dr.ir Luthfi I Nasution selalu anggota komisi
penasihat, yang telah memberikan dukungan dan pengertiannya
yang berharga perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya.
Agus Pakpahan selaku anggota komisi
Kepada Dr.ir
penasihat yang telah banyak meluangkan waktunya untuk
mendiskusikan, memberikan keritikan, analisis yang tajam
serta pengertiannya, pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya.
viii
Kepada Dr.ir Kooswardhono Mudikjo selaku anggota komisi
penasihat yang dengan sabar dan penuh perhatian mendorong
penulis untuk menyelesikan desertasi ini, pada tempatnyalah
penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus.
Kepada Dr.ir Dudung Darusman selaku anggota komisi
penasihat, penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dan
bantuannya.
Khusus kepada Bapak Prof. Dr Sugiyanto Soegijoko
(almarhum), penulis tidak sempat memenuhi harapan beliau
untuk dapat membahas disertasi ini pada sidang terbuka.
Semoga niat dan amal baiknya mendapat limpahan rahmat Allah
SWT dan almarhum diberikan tempat yang sebaik-baiknya.
Suatu penulisan disertasi tak mungkin dapat terlaksana
tanpa bantuan, pendanaan, dorongan dan dukungan berbagai
fihak baik perorangan maupun kelompok-kelompok kelembagaan
yang terlalu banyak untuk disebutkan satu-persatu, penulis
menyampaikan
terimakasih yang
sedalam-dalamnya
semoga
semuanya menjadi amal baik yang mendapatkan limpahan rahmat
dan kasih sayang Allah SWT.
Dan khusus kepada isteriku Nata Dewi Nuryana yang sabar
menunggu dan mendorong serta anak-anak yang tersayang Ninong
Dewi Rustiana, Romi Rustami, Soni ~ustiadi dan Toni
Rustamiadji, atas cinta kasih dan dukungan kalian pulalah
disertasi ini dapat terselesaikan dan sepantasnya pengorbanan
ini dipersembahkan demi masa depan kalian.
Akhirnya segala puji bagi Allah dan hanya kepada
Engkaulah kami berserah diri dan mohon perlindungan.
D
A
F
T
A
R
I S
I
........................................
RENGKASAN
i
KATA PENGANTAR ........................................ vii
ix
DAFTAR IS1
DAFTAR TABEL ........................................ xi
DATAR GAMBAR
xii
............................................
..........................................
Bab I
PENDAHULUAN
..............................
Permasalahan ...............................
Tujuan dan Kegunaan Penelitian .............
Penyajian Laporan Penelitian ...............
1.1 Latarbelakang
1
1.2
8
1.3
1.4
11
13
Bab I1 ME!TODA PENELITIAN
........
15
2.2 Model Sistem Dinamik sebagai Metoda Analisa.
23
2.3 Tahapan penyusunan Model Sistem Dinamik
25
2.4 Pengujian Model
32
2.1 Kerangka pemikiran pemilihan Metoda
Bab 111
....
.............................
PEHODELAN PKNGEHBANGAN WILAYAH JAWA BARAT
3.1 Referensi untuk penyusunan model pengembangan
........................................
41
...................
43
..............
47
wilayah
3.1.1 Referensi ekosistem dalam permodelan
pengembangan wilayah
3.1.2 Referensi pertumbuhan ekonomi dan
konversi penggunaan lahan
3.1.3 Referensi konversi dan rehabilitasi
lahan
...................................
51
.................
55
3.2 Pendekatan Pemodelan Wilayah
3.3
Struktur Model Pengembangan Wilayah .........
3.3.1 Susbsistem ekosistem wilayah
Jawa Barat
3.3.2 Konversi Sumberdaya Lahan
(a) Kawasan yang berfungsi lindung
(b) Kawasan Budidaya
bl Konversi Lahan Pertanian
b2 Konversi Lahan Perkebunan
b3 Perkembangan kawasan pemukiman
perkotaan dan industri
b4 Perkembangan Lahan Wana-tani
.
.
.
.
Bab IV
PEM0DELA.N EKONOMI
............................
..............
....
..................
......
.....
107
........
112
..
model dasar ekonomi wana-tani
Rumahtangga
4.2.1 Referensi alokasi waktu tenaga kerja
4.2.2 Referensi resiko usaha tani dan
kebutuhan modal
4.2.3 Referensi lingkungan tatanan sosial
pengambilan keputusan
...
.................................
..
.......................
4.3
.................
Struktur Model Ekonomi Rumahtangga ............
4.3.1 sub-sistem Anggaran Belanja Rumahtangga .
4.3.2 Sub-sistem Pemilikan Barang/Harta .......
4.3.3 Sub-sistem Modal Rumahtangga ............
4.3.4 Sub-sistem Alokasi Tenaga Kerja Keluarga .
4.3.5 Sub-sistem Pemilikan Lahan ..............
4.3.6 Sub-sistem Pemeliharaan Ternak ..........
4.3.7 Sub-sistem Kompetisi Tanaman Wana-tani ..
a . Tanaman Semusim .......,..............
b
65
77
80
94
98
116
RUMAHTmGGA PADA USAHA WANA-TAN1
4.1 Beberapa referensi untuk penyusunan inodel
4.2 Referensi
58
. Tanaman Tahunan ......................
122
124
127
129
131
136
136
140
143
145
147
149
151
153
157
Bab V
KERAGAAN EKONOMI WANA-TAN1
RUHAH
TANGGA
..
Gambaran Umum Daerah Penelitian ............
5.2.1 Kecamatan Cibaliung ..................
5.2.2 Kecamatan Wado .......................
5.1 ~ondisiGeografis Wana-tani di Jawa Barat
162
5.2
165
Desa-desa di sepanjang Jalan To1
Jagorawi
5.3 Pendapatan Rumahtangga Usaha Wana-tani
5.3.1 Sumber-sumber Pendapatan Rumahtangga
5.3.2 Pengeluaran Rumahtangga Wana-tani ....
5.4 Lahan sebagai Modal Usahatani Rumahtangga ..
5.5 Alokasi Tenaga Kerja Rumahtangga ...........
5.5.1 Jumlah anggota rumahtangga ...........
5.5.2 Alokasi waktu keluarga
5.2.3
.............................
.....
.
............,..
Bab VI
168
171
173
178
178
189
196
201
203
205
HUBUNGAN-HUBUNGAN UTAHA DALAM EKOSISTEM DAN EKONOHI
WANA-TAN1 RUMAHTANGGA
6.1 Uji Model
..........,...,.................,..
210
6.2 Beberapa ~imulasiuntuk memahami pola perkembangan
Wana-tani
...................................
215
,
Simulasi 1 : Perubahan sumbangan sektor dalam PDRB
terhadap konversi penggunaan lahan hutan,
perkebunan, pertanian dan wana-tani.. 215
Simulasi 2 : Konversi penggunaan lahan, degradasi
222
dan rehabilitasi lahan
.........
Simulasi 3 : Pertumbuhan ekonomi, perubahan sosial
penggunaan lahan serta perkembangan
wana-tani di Jawa Barat
230
.........
xii
6.3 Pola Anggaran Belanja Rumahtangga
Usahatani
6.4 Perilaku Pemilikan Harta Kekayaan Rumahtangga
6.5 Perilaku Pemilikan Lahan Usaha Wanatani
6.6 Perilaku Pemilihan Tanaman Tahunan dan/atau
Tanaman Semusim
6.7 Pendapatan dan Kerja Utama
6.8 Proses Pengambilan Keputusan
6.9 Institusi dan Proses Pengambilan Keputusan ..
.....
.............................
..................
................
Bab VII
251
264
267
274
275
278
KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN
..................................
..................................
7.1 Kesimpulan
280
7.1.1 Umum
280
7.1.2
Aspek-aspek Usaha Wana-tani Rumahtangga 284
7.2 Saran-saran
289
291
7.3 Keterbatasan Analisa
................................
........................
Daftar P u s t a k a
L a m p i r a
........................................
n .......................................
xiii
293
302
DAFTAR
Nomor
J
u
d
TABEL
u
1
halaman
3.4
......
: Matriks Konversi Penggunaan Lahan .............
: Indeks Kawasan Lindung Lingkungan Jawa Barat ..
: Neraca Sumberdaya Perkebunan (1969 - 1989). ....
101
4.1
:
Perbandingan type anggaran belanja rumahtangga.
135
5.1
: Pendapatan Rumahtangga Usaha Wana-tani per Bulan,
3.1
3.2
3.3
: Perkembangan lahan keritis di Jawa Barat
68
75
91
berdasarkan Gol. Pendapatan dan Sumber Pendapatan
(1991)
........................................
181
5.2 : Persentase Pendapatan Rumahtangga berdasarkan sumber
pendapatan pada Usaha Wana-tani di sepanjang Jalan
To1 Jagorawi, 1991
182
5.3 : Pengeluaran ~onsumsidan Biaya Produksi wana-tani
196
rumahtangga di Wado, Sumedang
5.4 : Asal pemilikan tanah rumahtangga desa-desa di
sepanjang jalan To1 Jagorawi
198
5.5 : Rata-rata jumlah Anggota Keluarga Rumahtangga
204
Wana-tani (1991)
............................
..................
..................
..............................
1
..
6.1
: Uji Model Pola Perkembangan Penggunaan Lahan
6.2
: Identifikasi Lokasi Wana-tani pada klasifikasi
Penggunaan Tanah JAwa Barat dan beberapa koef..
216
besaran dalam Model (1992)
Laju perubahan Sumbangan Sektor Kehutanan,
Perkebunan dan Pertanian pada PDRB Jawa Barat
219
Elastisitas Pengeluaran Rumahtangga di Tiga Wilayah
Penelitian (1991)
244
Rata-rata Komposisi Pengeluaran Rumahtangga I,
Golongan pengeluaran untuk Konsumsi Makanan 40%
kebawah
252
Rata-rata Komposisi Pengeluaran Rumahtangga 11,
....................
6.3
:
6.4 :
6.2
:
.
.............................
......................................
6.3 :
214
xiv
Golongan Pengeluaran untuk Konsumsi Makanan
sekitar 65% .................................. 253
6.4 : Rata-rata Komposisi Pengeluaran Rumahtangga 111,
Golongan Pengeluaran untuk Konsumsi Makanan
lebih dari 70% ............................... 254
6.5 : Produktivitas Lahan dan Besar Resiko Tanaman
Kebun Pekarangan di Cibaliung ................. 269
Nomor
J
u
d
u
l
ha1
........
Pernodelan Sistem ~inamikdan Validasinya
Struktur lingkar umpan-balik Perladangan ........
Diagram Alir Kerusakan dan Rehabilitasi 'Hutan
Dinamika perambahan hutan dan rehabilitasinya
Model Kerusakan Sumberdaya Hutan
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan konversi
lahan
Hubungan sebab-akibat dalam Kompetisi penggunaan
lahan pertanian vs non-pertanian
Model Ketersediaan Sumberdaya alam, Intensitas
pemanfaatan ,dan Perkembangan Masyarakatnya
Model Hierarhi Sub-sistem Wilayah
Model Produk Agregatif Wilayah
Lingkar sebab-akibat konversi, rehabilitasi dan
aset wilayah
Lingkar sebab-akibat Konversi Lahan Wilayah Jawa
Barat
Diagram Alir Dinamika Konversi Lahan Wilayah
Perkembangan Hutan dan Kawasan Lindung
Laju Degradasi dan Rehabilitasi lahan keritis
di Jawa Barat
Perkembangan Kawasan Budidaya dan Non-Budidaya
Lingkar sebab-akibat Konversi Lahan Pertanian
.
26
31
...
...
................
46
...........................................
49
................
50
......
...............
..................
....................................
...........................................
....
..........
...................................
..
37
39
53
61
64
70
76
83
86
92
96
... 104
Perubahan-perubahan Lahan Pertanian ............. 106
109
Diagram Alir Konversi Lahan Perkebunan
Pertumbuhan Kawasan Permukiman Perkotaan dan
Industri
115
Perkembangan Wana-tani di Jawa Barat
121
Hubungan-hubungan utama dalam ~konomi
Wana-tani Rumahtangga
136
Diagram Alir Pendapatan Rumahtangga
138
Diagram Alir Kompetisi Tanaman Wana-tani
154
Perkembangan Hutan, Perkebunan dan Pertanian
211
Bias Perkembangan Pertanian Teknis dan 1/2 Teknis 212
Bias Perkembangan Lahan Perkebunan Besar
213
Lingkar sebab-akibat Hutan Lindung, Hutan cadangan
Hutan Produksi dan Wanatani
218
Perkembangan Hutan Lindung, Hutan Produksi,
Hutan Cadangan dan Wanatani
221
Konversi Penggunaan Tanah ke ~emukiman
225
Laju Degradasi Beberapa Penggunaan Lahan
226
Perkembangan ~ a j u~ehabilitasiBeberapa Penggunaan
Lahan
229
Pola Perkembangan Migrasi Pedesaan
231
Perkembangan ~ndustridan Wana-tani
235
Pendapatan dan Pengeluaran Rumahtangga
242
Pengeluaran untuk Konsumsi. Produksi dan Sosial
Rumahtangga
249
~rafikPerkembangan Lahan Pertanian dan Harga
257
Lahan Non-Pertanian
Kemampuan Pinjaman dan Pengeluaran Kredit
258
Perkembangan Pendapatan Rumahtangga tani. Pemilikan
dan Lahan Usaha 'Pertanian
261
Kecenderungan Pemilikan Barang dan Kekayaan
Rumahtangga tani
262
Tekanan Penduduk Terhadap Lahan-lahan Pertanian
266
Perkembangan Tanaman Tahunan dan Tanaman Semusim
273
Kurva Kemungkinan Produksi Tanaman Tahunan/Semusim 277
..........
........................................
............
...........................
.............
........
....
.......
....................
.
31 .
30
32
.
.
34 .
33
35
.
.
37 .
38 .
39.
36
40
.
.
42 .
43 .
41
....................
.........
.......
..........................................
............
............
.........
....................................
.............................
........
......................
..............................
..
..
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
Lebih dari 65% dari jumlah proyek Penanaman Modal Asing
dan Dalam Negeri selama PJP I terkonsentrasi di P.Jawa dan
Jawa Barat merupakan Propinsi yang terbanyak memperoleh
penanaman modal ini. Investasi pembangunan yang cukup besar
ini telah meningkatkan
persaingan
kesempatan penggunaan
lahan yang tidak kompatible maupun yang tidak sesuai dengan
daya
dukungnya,
seperti
misalnya
lokasi
industri,
berdasarkan peraturan tentang izin gangguan (HO 1930, S W
dan
SVO
tidak
1949),
boleh
didirikan
pada
kawasan
,
permukiman,
artinya
industri
tidak
kompatible
dengan
permukiman. Penbangunan permukiman tidak boleh didirikan
pada kawasan resapan air karena tidak sesuai dengan daya
dukung, tetapi penbangunan rumah mewah dibiarkan merambah ke
lereng-lereng gunung yang terjal. Kebijaksanaan di bidang
investasi tidak konsisten dengan kebijaksanaan pembangunan
yang berwawasan lingkungan.
Bersamaan dengan terjadinya perubahan struktur ekonomi
wilayah Jawa Barat dimana pangsa relatif sektor pertanian
dan
perkebunan
terhadap
PDRB
maupun
dalam
penyerapan
lapangan kerja bergeser ke sektor-sektor industri dan jasa
maka kebutuhan lahan untuk industri, pemukiman, sarana dan
prasarana juga meningkat.
Dilain fihak proses aglomerasi kegiatan industri dan
jasa yang memanfaatkan ekonomi eksternal kota (upah buruh,
keterampilan, pendidikan,
sarana
dan
prasarana)
tatanan
yang
pada
kerja,
aksesibilitas,
awalnya
menguntungkan
berlokasi di kota-kota besar (locational rent), pada ahirnya
harus menghadapi batas daya dukung lngkungannya sehingga
perluasan
skala
menimbulkan
ekonomi
kegiatan-kegiatannya
akan
ekonomi biaya tinggi atau dib-economies of
scale.
Masalah-masalah
lingkungan
karena
kurang
efektifnya
pelaksanaan Undang-Undang no 4 tahun 1992 tentang Ketentuan
Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup, menimbulkan
biaya
tinggi
dan
dis-economies
of
scale
ekonomi
tetapi
juga
meningkatnya biaya-biaya sosial seperti makin mahalnya biaya
hidup (cost of living), kemacetan lalu-lintas, pencemaran
air
dan
udara,
kejahatan,
sosial
dan
meningkatnya
kesenjangan
ahirnya
tingkat
dapat
limbah
B3,
pendapatan,
mengganggu
meningkatnya
kecemburuan
stabilitas
sosial
politik (hnwar, 1993). Akibat dari ekonomi biaya tinggi di
daerah perkotaan ini adalah terjadinya proses deglomerasi
(Weber, 1914) yaitu pindahnya kegiatan-kegiatan perkotaan ke
luar kota.
Cokasi-lokasi
baru
yang
memanfaatkan
keuntungan,
lingkungan (environmental rent) tumbuh sebagai pengelompokan
konsentrasi penduduk baru baik dikota kecil maupun desa
dalam jangkauan pengaruh kota-kota besar. Proses desa-kota
dan kota-desa merupakan proses kontinu dari aglomerasideglomerasi yang mempengaruhi pembentukan
struktur tata
ruang sistem perkotaan (McGee, 1990).
Persaingan penggunaan lahan di sekitar pinggiran kotakota yang sedang tumbuh pesat (urban fringe) menjadi lebih
tinggi lagi karena makin banyak alternatif penggunaannya
seperti untuk permukiman, industri, pergudangan, pertokoan,
pusat
perdagangan regional
(regional market),
fasilitas
rekreasi dan untuk penggunaan pertanian sendiri. Oleh karena
itu
pada
wilayah-wilayah
Tanggerang,
Bekasi
pertumbuhan
ekonomi
dan
sekitar
Bandung
yang
pesat
kota
yang
sulit
Jakarta,
Bogor,
sedang
mengalami
untuk
dihindari
terjadinya pergeseran pola penggunaan lahan kearah nonpertanian.
Rente ekonomi lahan yang dihasilkan oleh penggunaan
lahan pertanian
yang
rendah, tidak memberikan
insentif
kepada pemilik lahan pertanian untuk mempertahankan lahan
pertaniannya. Padahal pencetakan sawah baru untuk mengganti
kehilangan sawah yang dikonversikan ke penggunaan
selain tidak mudah, mahal,
menghadapi
resiko
lain,
memakan waktu dan juga dapat
kegagalan
(Anwar,
1993).
~eskipun
~emerintah telah mengatur tentang penyediaan lahan untuk
pemukiman dan mengeluarkan larangan untuk mengalihkan lahan
pertanian beririgasi teknis ke lahan non-pertanian
3
(
Keppres
Tahun 1990, ~ermendagri no
33
Tahun
2
1984
)
tetapi
konversi-konversi lahan ke kawasan industri dan pemukiman
oulit dihindarkan. Berdasarkan Laporan Gubernur Jawa Barat
pada Sidang DPRD TK I Jawa Barat (1992), selama lima tahun
terahir pengalihan fungsi sawah beririgasi di sepanjang
pantai
Utara
Jawa
Barat
(Jalur
Pantura)
adalah
yang
tertinggi (rata-rata 5.800 hektar pertahun). Padahal Jalur
Pantura ini merupakan pemasok utama kebutuhan beras Jawa
Barat.
Apabila tidak dilakukan usaha-usaha pencegahan konversi
penggunaan
lahan
ke
pemanfaatan
lahan
yang
kurang
memperhatikan kelestarian lingkungannya mak'a diperkirakan
P.Jawa pada ahir abad 20 atau awal abad 21 akan menghadapi
entropy lingkungan (~jojohadikusumo,1971).
Pada awal PJP I, masalah lingkungan didominasi oleh
kerusakan sumberdaya hutan dan meluasnya lahan kritis pada
kawasan hutan. Tetapi pada ahir PJPT I
didominasi
oleh
pencemaran
masalah lingkungan
lingkungan
dan
degradasi
sumberdaya lahan karena laju konversi penggunaan lahan ke
lahan
non-pertanian
Yang
kurang
memperhatikan
kelestariannya. Hal ini memberikan dampak sosial ekonomi
yang
luas dan kompleks.
Biro Pusat Statistik menyebutkan
bahwa pada tahun 1988 lahan kritis diluar kawasan hutan
lebih tinggi
(5.486.000
hektar)
dibanding dengan
lahan
kritis didalam kawasan hutan (4.245.000 hektar). Karena itu
usaha-usaha konservasi dan rehabilitasi lahan diluar kawasan
hutan harus lebih diperhatikan dari pada didalam kawasan
hutan karena permasalahannya jauh lebih kompleks.
(1985) merekomendasikan usaha
FA0
pengembangan agro-
silvo-pastoral dalam upaya'menanggulangi masalah kerusakan
hutan hujan tropis. Meskipun rekomendasi ini ditujukan untuk
mencegah
terjadinya
degradasi
sumberdaya
hutan
yang
berkelanjutan, manfaat ekonomi dan ekologi (ekon-ekol) yang
dihasilkan usaha agro-silvo-pastoral ini mempunyai peluang
yang
baik
dapat diterapkan dalam menanggulangi masalah
kerusakan sumberdaya lahan yang disebabkan oleh penggunaan
lahan yang tidak tepat.
Agro-silvo-pastoral yaitu usaha-usaha konservasi lahan
yang dilaksanakan bersamaan dengan usaha pefianfaatan lahan
untuk pertanian, kehutanan, peternakan dan kegiatan lain
secara terpadu. Bentuk kegiatan dasarnya adalah budidaya
pertanian campuran yang sering disebut nagroforestryn atau
nwana-tanin
yang
memberikan
pengertian
tentang
bentuk
pemanfaatan lahan dalam suatu tapak, yang membudidayakan
tanaman berdaur pendek, berdaur panjang dan kegiatan yang
serasi lainnya secara serempak maupun berurutan berdasarkan
kelestarian, dilaksanakan di dalam dan di luar kawasan hutan
untuk
kesejahteraan
masyarakat
(Seminar
Wana-tani
dan
~engendalianPerladangan, 1982).
Bentuk ekosistem wana-tani
(wana-tani),
sebagai suatu
bentuk ekosistem hutan tropis yang dicirikan oleh keragaman
tanaman yang bertajuk berstrata
(multi-storey), berperan
ganda dalam menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan
ekonomi rumahtangga. Tanaman semusim yang beraneka-ragam
memberikan
hasil
yang
berkesinambungan
dalam
memenuhi
kebutuhan pangan, kesehatan dan gizi rumahtangga. sedangkan
%anaman
tahunannya memberikan
rumahtangga
yang
bersifat
sumbangan bagi
"storableu
pendapatan
artinya
nilai
ekonomisnya makin lama makin bertambah apabila hidupnya
tanaman
tersebut makin
lama
dan
jasa
lingkungan yang
dihasilkannya makin memberikan kestabilan ekologis. Bentuk
wana-tani
yang
makin
berkembang
diluar
kawasan
hutan
khususnya pada kawasan pemukiman adalah pekarangan kebun
campuran
.
Wana-tani
pekarangan
kebun
campuran
dan
program
penghijauan pada kawasan permukiman perkotaan dalam bentuk
"urban forestryn dapat dilaksanakan secara terpadu dalam
menjaga keseimbangan ekologi kota dan pemenuhan kebutuhan
dasar rumahtangga. Selain wana-tani dapat dimanfaatkan untuk
program penghijauan juga mampu memenuhi makin meningkatnya
kebutuhan akan keindahan, kenyamanan dan keasrian lingkungan
alami
(demand
of
"amenity
resourcesw) serta
memenuhi
kebutuhan hortikultur, palawija, buah-buahan bagi penduduk
secara terpadu.
Meningkatnya kebutuhan akan cara-cara konservasi lahan
seperti yang dilaksanakan dalam wana-tani ini selain makin
meningkatnya
disebabkan
kebutuhan
oleh
makin
akan
"amenity
meningkatnya
resourcesm
juga
masalah-masalah
lingkungan karena konversi penggunaan lahan pertanian ke
non-pertanian yang tidak memperhatikan kelestariannya
Bentuk-bentuk wana-tani
lainnya
seperti perladangan,
talun, hutan rakyat dan pekarangan kebun campuran secara
tradisional dilakukan pada pertanian lahan kering di P.Jawa.
Malahan sejarahnya jauh lebih lama daripada budaya pertanian
sawah
beririgasi
dikembangkan
terkait.
(Dobby,
karena
1954),
tetapi
kompleksitas
tidak
banyak
aspek-aspeknya
yang
Selain itu sering yang diungkapkan adalah sifat-
sifat wana-tani yang negatif (Gourou, 1956; ~onklin,1957)
seperti (1) diusahakan pada lahan tropis yang gersang, (2)
penggunaan
teknik
usaha
tani
yang
rendah,
(3)
menyangkut masyarakat dengan tingkat pemenuhan
hanya
konsumsi
subsisten serta (4) tidak ada konsep pemilikan tanah pribadi
yang
eksklusif
seperti
pada
pemilikan
tanah
di
Barat
(Pelzer, 1957).
Dilain
fihak
pendekatan
wana-tani
untuk
konservasi
lahan, kurang populer karena memerlukan input modal yang
cukup besar, baik untuk pengadaan tanaman maupun penggunaan
teknologi dalam perlakuan lahan dan air (Darusman, 1989).
Usaha konservasi sumberdaya lahan dan air adalah suatu suatu
usaha yang kompleks (Pakpahan, 1993). Karena itu pendekatan
wana-tani untuk konservasi sumberdaya lahan bukan karena
masalah biaya input produksi yang mahal yang menyebabkan
wana-tani
kurang
populer
tetapi
masalah
kompleksitas
interaksinya yang tidak dapat diselesaikan secara sederhana
1.2 Permasalahan
Pergeseran
permasalahan
perubahan
struktur
dalam
ekonomi
tidak
saja
sosial-budaya tetapi
penggunaan
memberikan
juga perubahan-
lahan yang berdampak
lingkungan.
Dampak eksternalitas lingkungan yang bersifat positip sering
kurang diperhatikan karena dianggap sebagai nilai tambah
sampingan dari target manfaat pembangunan yang ditetapkan.
Sedangkan
eksternalitas
lingkungan
yang
negatip
sering
ditanggapi secara sektoral dengan cara parsimoni sejauh
tidak
menganggu
variabel
jurisdiksinya.
Padahal
dalam
kenyataan dua ha1 tersebut terjadi secara bersamaan a n
'
optimal solusinya tidak selalu dapat dicapai secara mudah.
Usaha
melestarikan
pembangunan
karena
lingkungan menjadi masalah
terjadi
konflik
kepentingan
dalam
antara
kepentingan ekonomi dengan manfaat sosial-ekologi, antara
manfaat
yang dinikmati satu kelompok masyarakat dengan
masyarakat yang lain atau
pendekatan yang berbeda antara
pelestarian dengan skala besar dan skala kecil atau caracara teknis yang lebih bersifat vegetatif dengan yang lebih
bersifat fisikal (terasering).
Kompleksitas pelestarian
lingkungan dengan wana-tani
bukan saja karena konflik kepentingan dalam pemanfaatan
lahan
atau
konflik
bio-masa
tanaman
karena
keragaman
interaksi komponen-komponen dalam membentuk ekosistem wanatani,
tetapi
juga
solusi
optimasinya
tidak
sederhana.
Konsepsi wana-tani, eko-farming dan cara-cara lain dalam
pemanfaatan lahan yang memperhatikan kelestarian sumberdaya
alam, bergabung menjadi satu untuk melengkapi strategi ecodevelopment yang cakupannya menjadi luas (Maydel, 1978).
Ekosistem wana-tani ini dapat dilaksanakan pada tatanan
sosio-budaya dan sosio-ekonomi masyarakatnya yang berbeda
baik
masyarakat
tradisional
subsisten
maupun
komersial
modern (Prinsley, 1990). ~i Afrika (Zimbabwe, Sudan) wanatani dilaksanakan pada kawasan penyangga suaka marga satwa,
selain
dimaksudkan
untuk
memenuhi
kebutuhan
pangan
rumahtangga juga untuk memelihara tanaman buah-buahan langka
dan persediaan kayu bakar masyarakat pedesaan. Di beberapa
negara Asia Tenggara, sistem wana-tani telah dilaksanakan
secara terpadu dalam pembangunan wilayah pedesaan sebagai
jalur hijau (green belt). Di Malaysia dan Serawak sistem
wana-tani kebun pekarangan dikembangkan di daerah-daerah
perkotaan
(garden city) sebagai usaha penghijauan kota,
pertamanan dan paru-paru kota (Manap, 1990). Di hulu sungai
Citanduy (Jawa Barat) wana-tani dilaksanakan sebagai usaha
rehabilitasi kawasan resapan aliran sungai (catchment area)
yang
rusak
dengan
tetap memenuhi
kebutuhan
pendapatan
rumahtangga.
Faktor-faktor
geo-fisik
seperti
kemampuan
lahan,.
kemiringan lereng, curah hujan, kelembaban dan iklim sering
merupakan pertimbangan petani dalam melakukan usaha wanatani. Tetapi apabila kita perhatikan usaha wana-tani juga
secara berhasil dilakukan baik pada daerah yang datar di
dataran rendah seperti di sekitar Jakarta-Bogor (Jagorawi),
jalur pantai Utara Jawa Barat dan di dataran tinggi yang
berbukit-bukit dengan kemiringan yang tajam (bagian Selatan
dawa Barat), ataupun pada daerah pertanian monokultur, wanatani masih sering dijumpai. Jadi faktor geo-fisik
sepenuhnya merupakan
wana-tani, terutama
faktor utama
untuk
pembentukan
kondisi
wilayah
tidak
ekosistem
yang
sedang
bergeser struktur perekonomiannya dimana penggunaan tanah
cepat berubah dan kepadatan penduduk yang makin tinggi.
Bentuk-bentuk
petani
manfaat
(insentif) apa
dan masyarakat yang
yang
diterima
sedang menghadapi perubahan
struktur ekonomi dan perubahan pola penggunaan lahan untuk
tetap mempertahankan keragaman tanaman dalam usaha tani
wana-tani ?
Dalam kebijaksanaan konservasi dan rehabilitasi lahan
dimana
kehidupan
komunitas
lokal
harus
dipelihara,
diperhatikan kepentingannya dan dihormati, manfaat-manfaat
apa yang diperoleh rumahtangga dan bagaimana ha1 tersebut
dapat
dipadukan
dalam
sistem
pengambilan
keputusan
pemerintah ?
Mengapa
cara-cara pengambilan keputusan petani secara
kolektif dalam mengolah lahan berpengaruh dalam pembentukan
ekosistem wana-tani ? Apakah pengambilan keputusan kolektif
ini karena rumahtangga mempunyai tanggung jawab sosial yang
tinggi atau karena rumahtangga tani telah mencapai titik
optimql pengqunaaq l p b a ~wan?-f aei 3
Investasi yang cukup begar d'isektor industri , sarana,
prasarana
dan
pemukiman
perkotaan
selama
PJP
I
telah
mengakibatkan
laju
konversi
penggunaan
lahan
ke
non-
pertanian yang cukup tinggi. Karena itu melakukan konservasi
sumberdaya hutan dan rehabilitasi sumberdaya lahan yang
telah rusak makin sulit karena makin meluasnya kawasankawasan.pemukiman dan industri. Apakah ekosistem wana-tani
mampu menjadi I1sabuk pengaman" terhadap gangguan ekosistem
yang disebabkan oleh konversi penggunaan tanah? Mengapa
~emerintahtidak melakukan usaha untuk mengembangkan bentuk
wana-tani didalam mengendalikan kerusakan sumberdaya lahan
padahal diperkirakan wana-tani mencapai luas 1,3 juta hektar
atau sekitar 29.7% dari luas lahan Jawa Barat?
1.3
Tujuan dan Kegunaan ~enelitian
~enelitian-penelitian wana-tani mulai berkembang pada
tahun 1970'an
dimana wana-tani banyak menarik
perhatian
bidang pertanian dan kehutanan karena peranannya didalam
menjaga
kelestarian
lingkungan.
Penelitian-penelitian
tersebut pada umumnya selain untuk mahami karakteristik
wana-tani secara lebih baik juga bermaksud untuk menempatkan
pengetahuan tentang wana-tani di dalam lingkup disiplin
i lmunya
.
menempatkan
Masih
sedikit
peranan
penelitian-penelitian
wana-tani
dalam
yang
meningkatkan
kesejahteraan ekonomi masyarakat dan menjaga kelestarian
lingkungan secara integratif.
Banyak usaha-usaha wana-tani yang dilaksanakan secara
sektoral
(~ekerjaan Umum,
Pertanian,
Kehutanan,
Dalam
Negeri) tanpa pengetahuan yang cukup tentang arti wana-tani
dalam kaitannya dengan hubungan antar sektor atau berbagai
aspek
wana-tani
yang
dapat
dikembangkan.
~ i l a i n fihak
pemerintah daerah kurang perhatiannnya terhadap pembinaan
usaha
wana-tani
ekonomi
dan
karena kekurang tahuan
ekologi
bentuk-bentuk
dari
wana-tani
wana-tani.
yang
telah
tentang potensi
~ebaliknya banyak
dikembangkan
oleh
komunitas lokal yang memberikan sumbangan yang berarti bagi
rumahtangga
mencontoh
dan
ekonomi
bentuk-bentuk
pedesaan
atau
wana-tani
yang
komunitas
telah
lokal
berhasil
ditempat lain.
Disadari bahwa penelitian yang sangat komprehensif dan
lengkap yang mampu menjelaskan kompleksitas wana-tani ini
sulit dilakukan, karena itu secara umum penelitian ini hanya
bertujuan untuk dapat memahami pola perkembangan wana-tani
di Jawa Barat dalam kaitannya dengan kelestarian lingkungan
dan
perannya
dqlam
memelihara
kesejahteraan
masyarakat
dengan pendekatan sistem.
Pendekatan
sistem
mampu
mendudukan
persoalan
dalam
kondisi yang tidak terisolasi dimana adanya suatu kejadian
yang memberikan dampak positip juga secara bersamaan terjadi
adanya variabel yang berdampak negatip. Karena itu pula
pendekatan sistem bukan alat untuk mencapai solusi optimal
tetapi
lebih pada
pemahaman
interqksinys.
Memahapi
dan
mengintegrasikan pola komunitas lokal kedalam kebijapsanaan
pembangunan yang berkelanjutan secara regional dan nasional
merupakan
tindakan-tindakan
yang
diprioritaskan
dalam
strategi konservasi dunia (Deklarasi Rio de Janeiro,
1992).
Dalam memenuhi tujuan tersebut, secara khusus penelitian
ini bertujuan untuk :
1 . Menyusun suatu model wilayah yang menjelaskan interaksi
konversi penggunaan lahan,
ekosistem wana-tani dan
kelestarian sumberdaya lahan di Jawa Barat.
2 . Menyusun model usaha tani wana-tani rumahtangga dalam
memahami
pola
tingkah
laku usaha tani wana-tani
rumahtangga dan dinamika perkembangannya untuk memenuhi
kebutuhan keluarga serta menjaga kelestarian sumberdaya
lingkungannya.
3. Mempelajari kecenderungan ekosistem wana-tani sebagai
usaha
alternatif
kebijaksanaan
pemerintah
dalam
pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Penyajian Laporan Penelitian
1.4
Model Sistern Dinamik dipakai pada penelitian ini sebagai
alat
untuk
memahami
interaksi
perubahan-perubahan
perilaku rumahtanaga usaha tani wana-tani
sosial-budaya
dan
sosial-ekonomi
pola
dengan lingkungan
serta
perkembangan
lingkungan ekosistem wilayah secara keseluruhan. Referensi
model dan interaksi variabel ditempatkan dibagian depan
permodelan.
Alasan
menganalisa
mengapa
pola
dipilih
Model
sistem
Dinamik
dalam
perkembangan wana-tani, tahapan-tahapan
penyusunan model serta cara pengujian model dijelaskan pada
Bab 11.
Bab I11
menjelaskan tentang struktur model ekosistem
wilayah Jawa Barat yang didekati dari berbagai konversi
penggunaan tanah sebagai sebab-akibat perkembangan sosioekonomi dan sosio-budaya. Masalah degradasi sumberdaya lahan
dan usaha rehabilitasinya diuraikan sejauh ada kaitannya
dengan
perkembangan
wana-tani
dan
kesejahteraan
masyarakatnya.
Model
ekonomi
berdasarkan
wana-tani
komponen
anggaran
kekayaan, pemilikan modal
persepsinya
tanaman
rumahtangga yang
belanja,
dijelaskan
pemilikan
harta
usaha, tenaga kerja keluarga,
terhadap ternak
serta kompetisinya terhadap
wana-tani dijelaskan pada Bab IV. Pada Bab
v
di jelaskan keragaan usaha wana-tan1 rumahtangga pada daerahdaerah penelitian. Beberapa konstanta variabel dari keragaan
rumahtangga ini dipakai dalam permodelan dan beberapa asumsi
untuk membuat skenario dinamika perkembangannya.
~ a bVI
membahas
tentang berbagai
umpan
balik
yang
penting didalam ,memahami interaksi antara variabel utama
dalam ekonomi rumahtangga, pembentukan ekosistem wana-tani
dalam berbagai konversi penggunaan tanah, pertimbangan dalam
memilih pola tanaman dan usaha tani untuk berbagai kondisi
sosial-ekonomi masyarakatnya.
Bab VII menjelaskan beberapa hasil simulasi model yang
menjelaskan
pengambilan
perkembangan
keputusan
serta
ekosistem
gambaran
wana-tani,
tentang
pola
wana-tani
sebagai alternatif program konservasi dan rehabilitasi lahan
terpadu didalam kebijaksanaan pembangunan wilayah.
BAB I1
METODA PENELITIAN
2.1 Kerangka pemikiran pemilihan Metoda
Masalah-masalah lingkungan dan kerusakan sumberdaya alam
yang diakibatkan oleh tingginya pemakaian teknologi dalam
meningkatkan kemajuan kehidupan manusia, menyadarkan kembali
keinginan untuk menyelamatkan alam dan lingkungannya sejalan
dengan tuntunan agama, budaya dan tatanan sosio-ekonomi
masyarakatnya secara seimbang.
Laju pertumbuhan ekonomi dan
tingkat kesejahteraannya yang dicapai harus disesuaikan
dengan
kapasitas
daya
dukung
lingkungannya.
Cara-cara
tradisional dalam menggunakan sumberdaya alam sesuai dengan
kapasitas daya dukungnya merupakan prinsip-prinsip etika
,
ekosentrik yang terus dikembangkan (Naess, 1972). Pendekatan
"neo environmental determinismw ini akan menjadi penting
dalam melaksanakan pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Dasar kebijakannya
selain harus mampu menjaga keseimbangan
ekosistem dan meningkatkan kesejahteraan, juga harus mampu
mengendalikan berbagai kompleksitas konflik kehidupan baik
fisik-biologis, sosio-ekonomi, sosio-budaya
maupun konflik
ekologi-ekonomi dalam mengalokasikan sumberdaya alam.
Konflik alami terjadi antara berbagai
jenis tanaman
tahunan dengan tanaman.semusim dalam mendapatkan unsur hara,
sinar matahari, air, udara, tempat, ruang sampai serangga
htau organisme lainnya pada kondisi geografis dan topografi
tertentu yang membentuk
ekosistem wana-tani.
Persaingan
antara tanaman dan tanaman, tanaman dan organisme lainnya
membentuk
persekutuan-persekutuan
organisme
dan
tanaman
tertentu yang kemudian dipelihara petani wana-tani agar
mendapatkan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan.
Demikian pula kepentingan sosial dan kepentingan ekonomi
yang menjadi dasar pengambilan keputusan penggunaan lahan
dan pemanfaatan
sumberdaya alam
lainnya sering menjadi
konflik karena kepentingan sosial kcmud*
lokal sering
harus dikorbankan untuk kepentingan ekonomi yang lebih luas
atau 'sebaliknya kepentingan ekonomi individual sering tidak
memperhatikan kepentingan sosial komunitas lokal.
Pengaruh
eksternal
dari
pertumbuhan
ekonomi
dan
pergeseran struktur ekonomi banyak menimbulkan masalah dalam
distribusi
komunitas
pemilikan
pemilikan
yang
sumberdaya
bersifat
individual.
lahan
kebersamaan
dari
pemilikan
berubah
menjadi
Dampak yang ditimbulkannya adalah
berubahnya pola dan bentuk wana-tani kepada bentuk wana-tani
yang lebih bersifat pemilikan individual seperti talun atau
pekarangan
kebun
campuran.
Akibat
selanjutnya
adalah
ketimpangan pendapatan masyarakat pedesaan yang makin besar
karena mekanisme redistribusi manfaat yang ditimbulkannya
mengalir keluar komunitas.
Kompleksitas konflik hak pemilikan, kompetisi biomasa,
tahunan dengan tanaman.semusim dalam mendapatkan unsur hara,
sinar matahari, air, udara, tempat, ruang sampai serangga
atau organisme lainnya pada kondisi geografis dan topografi
tertentu yang membentuk
ekosistem wana-tani.
Persaingan
antara tanaman dan tanaman, tanaman dan organisme lainnya
rnembentuk
persekutuan-persekutuan organisme
dan
tanaman
tertentu yang kemudian dipelihara petani wana-tani agar
mendapatkan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan.
Demikian pula kepentingan sosial dan kepentingan ekonomi
yang menjadi dasar pengambilan keputusan penggunaan lahan
dan pemanfaatan
sumberdaya alam
lainnya sering menjadi
konflik karena kepentingan sosial komunitas lokal sering
harus dikorbankan untuk kepentingan ekonomi yang lebih luas
atau'sebaliknya kepentingan ekonomi individual sering tidak
memperhatikan kepentingan sosial komunitas lokal.
Pengaruh
eksternal
dari
pertumbuhan
ekonomi
dan
pergeseran struktur ekonomi banyak menimbulkan masalah dalam
distribusi
komunitas
pemilikan
pemilikan
yang
sumberdaya
bersi
DI JAWA BARAT DENGAN MENGGUNAKAN
PENDEKATAN SYSTEM DYNAMIC'S
DISERTASI
Oleh
Uton Rustan Harun
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1995
ANALISA PERKEMBANGAN WANA-TAN1
DI JAWA BARATA DENGAN MENGGUNAKAN
PENDEKATAN SYSTEM DYNAMIC'S
Oleh
Uton Rustan Harun
Disertaasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
DOKTOR
pads
Program Pascasarjana, Instit.t Pertanian Bogor
PROGRAM PASCASARJANA
INTITUT PERTANIAN BOGOR
1995
Judul Disertasi
:
ANALISA PERKEMBANGAN WANA-TAN1
DI JAWA BARAT DENGAN MENGGUNAKAN
PENDEKATAN SYSTEM DYNAMIC'S
Nama Mahasiswa : UTON RUSTAN HARUN
Nomor Pokok
: PWD 86518
Menyetujui:
Komisi Penasihat
Prof. Dr. Ir Affendi Anwar
Ketua
Pr0f.Dr.h Lutfi I Nasution
~~ggota
.Dr.Ir Dudung Darusman
Anggota
Anggota
Me ngetahui:
Ketua Program Studi :
Pengembangan Wilayah dan Desa
Program Pascasarjana
Institbt Pertanian Bogor
Pr0f.Dr.h.Affendi Anwar
1 7 JAN 19%
Direktnr :
Program Pascasarjana
RINGKASAN
Uton Rustan Harun,
Analisa Perkembangan wana-tani di
Jawa Barat dengan pendekatan System Dinamic's
dibawah
bimbingan Affendi Anwar sebagai ketua, Lutfi Ibrahim
Nasution, Kooswardhono Mudikdjo, Agus Pakpahan dan Dudung
Darusman sebagai anggota.
Masalah lingkungan pada ahir PJP I, di dominasi oleh
masalah-masalah
konversi
penggunaan
lahan, pencemaran
lingkungan dan kerusakan sumberdaya lahan. Dalam upaya
mencegah kerusakan sumberdaya lahan tersebut FA0 (1985)
merekomendasikan usaha. pemanfaatan sumberdaya lahan dengan
bentuk agroforestry atau wana-tani. Meskipun rekomendasi ini
ditujukan untuk mencegah terjadinya kerusakan sumberdaya
hutan, di Jawa Barat usaha wana-tani ini telah dilaksanakan
secara tradisional dalam berbagai bentuk.
~ana-tani adalah suatu cara penggunaan tanah yang
mengkombinasikan budidaya kehutanan dan pertanian (dalam
arti yang luas) secara terpadu, dilaksanakan baik bersamaan
maupun berurutan pada petak tanah tertentu sesuai dengan
pola sosial-budaya masyarakatnya (Maydel, 1969; Bene, 1977;
King, 1978). Untuk tujuan meningkatkan pendapatan, wana-tani
usaha tani diversifikasi yang dipadukan
mampu melaksanakan
,
dengan budidaya kehutanan, demikian pula apabila wana-tani
bertujuan untuk mencegah kerusakan sumberdaya lahan, wanatani mampu melaksanakan cara-cara pengolahan lahan dan
penanaman yang menjaga kelestarian lingkungan.
Cara penggunaan tanah ini pada dasarnya merupakan suatu
sistem pertanian lahan kering tradisional dengan tujuan
ganda yaitu menghasilkan keuntungan ekonomis dan ekologis
secara seimbang (Soemarwoto, 1979). Karena itu, wana-tani
juga dapat direkomendasikan untuk alternatif usaha tani
konservasi (eko-farming), pemanfaatan lahan-lahan marginal,
rehabilitasi lahan kritis dan penanggulangan masalah-masalah
lingkungan lainnya
lingkungan.
dalam
pembangunan
yang
berwawasan
Dalam usaha mengernbangkan wana-tani sebagai alternatif
pemanfaatan
lahan
pada
pembangunan
yang
berwawasan
lingkungan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
memahami dinamika perkembangan wana-tani di Jawa Barat dan
perannya dalam memelihara lingkungan dan kesejahteraan
masyarakatnya.
Pemahaman tentang dinamika perkembangan wana-tani di
Jawa Barat, dilakukan melalui model interaksi konversi
penggunaan lahan dengan wana-tani selama PJP I, sedangkan
peranannya dalam memelihara kesejahteraan dan lingkungan
didekati dari dinamika perilaku petani wana-tani pada tiga
bentuk agroforesry yang berbeda yaitu perladangan dan
tumpang-sari (Kecamatan Cibaliung), hutan rakyat (Kecamatan
Wado) dan pekarangan kebun campuran (sepanjang Jalan To1
Jagorawi).
Pengamatan terhadap perkembangan wana-tani di Jawa Barat
selama PJP I khususnya pada rumahtangga tani usaha wanatani, pada dasarnya tidak berbeda dengan usaha tani lainnya.
Wana-tani dapat dtkembangkan secara intensif pada berbagai
kondisi lahan untuk dapat mencapai optimasi tujuan ganda.
Telah lama diketahui bahwa faktor fisik geografi
berpengaruh besar terhadap bentuk-bentuk wana-tani, tetapi
pada kondisi dimana sumberdaya lahan makin terbatas
sedangkag penduduk makin bertambah, pengaruh lingkungan
sosio-ekonomi adalah jauh lebih penting. Faktor sosioekonomi ini apabila secara lebih lanjut diperhatikan adalah
bersumber kepada pertimbangan pengambilan keputusan petani
dalam memenuhi kebutuhan konsumsi rumahtangganya. Jenis
tanaman yang dibudidayakan, besarnya investasi konservasi
serta cara-cara pengolahan lahan yang mempengaruhi wana-tani
-
ditentukan oleh sifat konsumsi rumahtangga, devisit tidaknya
anggaran belanja rumahtangga, luas.pemilikan lahan usaha,
ketersediaan modal dan tenaga kerja, resiko kegagalan
tanaman dan harta benda lainnya yang dimiliki rumahtangga,
Pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur ekonomi selama
PJP I memberi dampak terhadap perubahan penggunaan tanah,
pergeseran kepemilikan lahan dan pergeseran pengambilan
keputusan rumahtangga tani yang lebih bersifat individual.
Wana-tani hutan rakyat dan perladangan yang bersifat komunal
dan pemilikannya dianggap sebagai barang quasi publik,
dimana manfaatnya dirasakan dan dikonsumsi bersama, makin
sedikit karena bersifat akses terbuka bagi rumahtangga yang
makin individual. Sedangkan pekarangan kebun campuran
merupakan suatu keputusan petani secara individual dalam
mempertahankan lahan miliknya yang makin sempit yang
manfaatnya dapat dirasakan masyarakat
dan
lingkungan
sekitarnya secara bersama-sama
(sosio-ekologi).
Dalam
pembentukan ekosistem wana-tani pengaruh lingkungan sosial
budaya secara kebersamaan dalam pengambilan keputusan
rumahtangga yang bersifat jangka panjang (inter temporal
decision) adalah sangat penting.
Perubahan
Qentuk-bentuk
wana-tani,
secara
mikro
dipengaruhi oleh dampak pertmbuhan ekonomi kedalam individu
rumahtangga yang menimbulkan kesenjangan kesejahteraan
internal rumahtangga yaitu makin besar perbedaan antara
barang yang dimiliki dan yang ingin dimiliki dalam jangka
waktu yang pendek. Hal ini berkaitan dengan makin melemahnya
sendi-sendi tatanan kebersamaan komunitas dalam pemenuhan
kebutuhan rumahtangga, rumahtangga cenderung makin bersifat
konsumtif individual. Meningkatnya standar hidup kebutuhan
rumahtangga mendorong pengolahan lahan yang intensif dan
meningkatnya luas minimum skala ekonomi usaha tani sedangkan
dilain fihak hasil usaha wana-tani tidak mampu sepenuhnya
memenuhi peningkatan kebutuhan tersebut.
iii
~eskipun penggunaan jumlah hari orang kerja (HOK)
rumahtangga pada usaha wana-tani dibandingkan dengan usaha
tani lainnya relatif lebih kecil, dan ini menguntungkan bagi
rumahtangga untuk memanfaatkan waktu luangnya di luar
kegiatan pertanian. Tetapi terbatasnya penyerapan tenaga
kerja di luar pertanian mengakibatkan terjadinya usaha
intensifikasi pertanian pada wana-tani dan petani tidak
mampu mempertahankan keanekaragaman tanaman wana-tani kearah
pertanian monokultur yang intensif serta konversi penggunaan
lahan pertanian ke penggunaan lahan non-pertanian.
Dalam usaha meningkatkan pendapatan karena kebutuhan
rumahtangga makin besar, penganeka-ragaman pendapatan dalam
usaha wana-tani tidak terbatas pada usaha diversifikasi
jenis tanaman saja tetapi juga dapat dilakukan dengan
pemeliharaan ternak kecil dan ikan yang juga mempunyai
pengaruh terhadap kelestarian lingkungan. Pemeliharaan ikan
dan ayam pada pemanfaatan lahan pekarangan secara terpadu
memberikan dampak positip terhadap kelestarian sumberdaya
air dan lahan. Sedangkan penggembalaan ternak besar sering
menimbulkan konflik dengan usaha-usaha rehabilitasi dan
konservasi dalam wana-tani.
Wana-tani kebun,campuran dipertahankan rumahtangga petani
di desa-desa sepanjang jalan To1 Jagorawi dan desa-desa
pinggiran kota besar karena memberikan manfaat sosial
sebagai perlindungan lingkungan perkampungan terhadap angin,
terik matahari, suhu udara yang panas dan pengikat
lingkungan serta dapat menjaga kelestarian sumberdaya air.
Pada perkembangan berikutnya manfaat sosial ini dapat
memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat secara bersama
keindahan,
terhadap
kenyamana
lingkungan, n i l a i - n i l a i
keasrian alami (amenity values) dan keanekaragaman hayati.
Sedangkan secara ekonomi-ekologi, tanaman semusim dan
tanaman tahunan dapat memberikan hasil yang memanjang setiap
tahun bagi rumahtangga dan tetangga sekitarnya.
'
Berdasarkan pemahaman tentang perilaku komponen-komponen
wana-tani rumahtangga, pertumbuhan ekonomi dan perkembangan
sosial-budaya serta perkembangan wana-tani di Jawa Barat,
maka wana-tani menunjukkan adanya manfaat sosial, ekonomis
dan ekologi sehinggga wana-tani dapat dipertahankan baik
oleh masyarakat tradisional terisolir maupun masyarakat
komersial di permukiman kota-kota besar. Pada masyarakat
tradisonal terisolir, kebutuhan peningkatan sosial ekonomi
secara bersama dapat dipenuhi dengan adanya hasil tanaman
tahunan yang dibutuhkan pasar. Sedangkan pada masyarakat
komersial, kebutuhan sosio-ekologi dapat dipenuhi dengan
adanya keragaman tanaman tahunan. Manfaat ekonomi dan
ekologi wana-tani inter-temporal dapat di alih-pindahkan
kedalam
pemenuhan
kebutuhan
sosial-ekonomi
melalui
preferensi tingkat kesejahteraan rumahtangga sesuai dengan
perkembangan masyarakatnya.
Perubahan struktur ekonomi, secara subtansial memberikan
pengaruh besar terhadap perubahan penggunaan lahan dan
pemilikannya yang lebih eksklusif dengan rente lahan yang
lebih menguntungkan pemilik kapital. Pergeseran pemilikan
lahan masyarakat dan negara yang manfaatnya dinikmati
komunitas secara bersama-sama ke pemilik lahan yang lebih
eksklusif banyak pengakibatkan terjadinya kepemilikan lahan
in-absente atau tanah guntay sehingga rente lahan yang
dihasilkannya kurang memberikan insentif sosial.
wana-tani
yang
berada
di
lingkungan
masyarakat
tradisional yang subsistens meskipun berada pada lahan
dengan kepemilikannya bersifat quasi publik (mum) tidak
menjadi rusak karena pengambilannya yang bersifat terbuka.
Pengambilannya yang bersifat terbuka oleh rumahtangga adalah
terbatas karena tanggung jawabnya kepada orang lain dan
masyarakat, jumlah kebutuhannya relatif kecil, kepatuhannya
kepada tatanan komunitasnya yang menjaga norma lingkungan.
Masyarakat transisi yang sistem perekonomiannya bersifat
dualistis, memahami dan mengerti peranan wana-tani dalam
menjaga
kelestarian
sumberdaya
lahan
tetapi
tidak
melaksanakannya karena insentif ekonomi secara individual
yang diperoleh dari usaha wana-tani dipandang adalah kecil.
Pada masyarakat maju yang bersifat komersial, rumahtangga
tani melaksanakan konservasi sumberdaya alam
secara
rasional, berdasarkan pertimbangan
kaitan manfaat sosial
barang milik publik terhadap individu rumahtangga dalam
jangka panjang.
S a r a n
Pengaruh
keterbukaan
perekonomian
sering
kurang
menguntungkan lingkungan dan masyarakat setempat, karena itu
menghormati dan memberikan kesempatan pada komunitas lokal
untuk menjaga lingkungannya dengan caranya sendiri dalam
melaksanakan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan
akan menghasilkan
ekosistem
yang
mantap.
Pemberian
perlindungan
terhadap
hak
komunitas
lokal
untuk
mempertahankan lahan milik bersamanya dan tidak membiarkan
hak pemilikan lahan kedalam mekanisme ekonomi pasar dapat
mendorong masyarakat melaksanakan usaha tani konservasi
dalam bentuk usaha wana-tani.
*
~ana-tani dapat dikembangkan secara intensif sebagai
kebijaksanaan pembangunan wilayah dalam penata gunaan lahan,
konservasi dan rehabilitasi sumberdaya lahan. Penyuluhan
untuk melaksanakan prinsip re-orientasi pandangan hidup
dalam pembangunan yang berkelanjutan sangat diperlukan untuk
mengarahkan masyarakat transisi yaitu masyarakat subsisten
yang bergeser menuju masyarakat komersial.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Maret 1943 di Garut,
Jawa Barat. Sebagai putera pertama dari delapan bersaudara
keluarga Ayahanda R.H Wasid Harun (almarhum) dan Ibunda
Ny.R.H Siti Hasanah ~ejaningrum.
Lulus Sekolah Menengah Atas Bagian B di Garut tahun 1962,
rnelanjutkan
pendidikan
di
Jurusan
Teknik
Planologi,
Departemen
Perencanaan, Sipil dan Seni Rupa Institut
Teknologi Bandung dan lulus pada tahun 1971. Sejak 1971
diangkat sebagai sebagai staf pengajar pada Jurusan Teknik
Planologi, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut
Teknologi Bandung. Pada tahun 1975 penulis mengikuti Kursus
Universitas
Program
Perencanaan
Nasional,
Bappenas
Indonesia,'selama 9 bulan.
-
Pada tahun 1980 mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan Master of science (S2) bidang Human Settlement
Development, Asian ~nstituteof Technology, Bangkok, Thailand
dan lulus pada' tahun 1982. Sedangkan pada tahun 1983
mendapatkan kesempatan untuk mengikuti Program Diploma bidang
Metropolitan Planning di Development Planning Unit, Bartlet
Scholl of Architecture, University College of London. Tahun
1986 penulis mendapat kesempatan mengikuti pendidikan S3
untuk program studi pembangunan wilayah dan pedesaan (PWD),
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan mengucap puji syukur kehadiran Allah SWT, sungguh
Maha Besar Allah serta Maha Mulia, atas segala rahmat-~ya
pula ahirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi
ini. Sungguh panjang dan berat beban yang Engkau berikan
kepadaku, padahal kami selalu memohon kepadaMu janganlah
Engkau pikulkan kepada kami apa yang kami tidak sanggup
memikulnya.
Adalah pada kesempatan ini pula penulis menyampaikan
ucapan terimakasih yang tidak terhingga dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada Bapak Prof.Dr.ir 'Affendi Anwar,
selaku ketua komisi penasihat yang selalu memberikan
bimbingan, tantangan, wawasan dan pengarahan sejak studi di
Program Pembangunan Wilayah dan Pedesaan sampai selesai
penulisan
disertasi.
Segala bantuan,
pengorbanan dan
bimbingannya yang telah diberikan, akan selalu menjadi amal
kebaikan yang mulia yang tidak akan sanggup penulis untuk
mengembalikannya. Allaahumma i m a a nas-aluka salaamatan fid
diini wa 'aafiyaqan fil jasadi wa ziyaadatan fil 'i1nt.i.
Kepada Prof.Dr.ir Luthfi I Nasution selalu anggota komisi
penasihat, yang telah memberikan dukungan dan pengertiannya
yang berharga perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya.
Agus Pakpahan selaku anggota komisi
Kepada Dr.ir
penasihat yang telah banyak meluangkan waktunya untuk
mendiskusikan, memberikan keritikan, analisis yang tajam
serta pengertiannya, pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya.
viii
Kepada Dr.ir Kooswardhono Mudikjo selaku anggota komisi
penasihat yang dengan sabar dan penuh perhatian mendorong
penulis untuk menyelesikan desertasi ini, pada tempatnyalah
penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus.
Kepada Dr.ir Dudung Darusman selaku anggota komisi
penasihat, penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dan
bantuannya.
Khusus kepada Bapak Prof. Dr Sugiyanto Soegijoko
(almarhum), penulis tidak sempat memenuhi harapan beliau
untuk dapat membahas disertasi ini pada sidang terbuka.
Semoga niat dan amal baiknya mendapat limpahan rahmat Allah
SWT dan almarhum diberikan tempat yang sebaik-baiknya.
Suatu penulisan disertasi tak mungkin dapat terlaksana
tanpa bantuan, pendanaan, dorongan dan dukungan berbagai
fihak baik perorangan maupun kelompok-kelompok kelembagaan
yang terlalu banyak untuk disebutkan satu-persatu, penulis
menyampaikan
terimakasih yang
sedalam-dalamnya
semoga
semuanya menjadi amal baik yang mendapatkan limpahan rahmat
dan kasih sayang Allah SWT.
Dan khusus kepada isteriku Nata Dewi Nuryana yang sabar
menunggu dan mendorong serta anak-anak yang tersayang Ninong
Dewi Rustiana, Romi Rustami, Soni ~ustiadi dan Toni
Rustamiadji, atas cinta kasih dan dukungan kalian pulalah
disertasi ini dapat terselesaikan dan sepantasnya pengorbanan
ini dipersembahkan demi masa depan kalian.
Akhirnya segala puji bagi Allah dan hanya kepada
Engkaulah kami berserah diri dan mohon perlindungan.
D
A
F
T
A
R
I S
I
........................................
RENGKASAN
i
KATA PENGANTAR ........................................ vii
ix
DAFTAR IS1
DAFTAR TABEL ........................................ xi
DATAR GAMBAR
xii
............................................
..........................................
Bab I
PENDAHULUAN
..............................
Permasalahan ...............................
Tujuan dan Kegunaan Penelitian .............
Penyajian Laporan Penelitian ...............
1.1 Latarbelakang
1
1.2
8
1.3
1.4
11
13
Bab I1 ME!TODA PENELITIAN
........
15
2.2 Model Sistem Dinamik sebagai Metoda Analisa.
23
2.3 Tahapan penyusunan Model Sistem Dinamik
25
2.4 Pengujian Model
32
2.1 Kerangka pemikiran pemilihan Metoda
Bab 111
....
.............................
PEHODELAN PKNGEHBANGAN WILAYAH JAWA BARAT
3.1 Referensi untuk penyusunan model pengembangan
........................................
41
...................
43
..............
47
wilayah
3.1.1 Referensi ekosistem dalam permodelan
pengembangan wilayah
3.1.2 Referensi pertumbuhan ekonomi dan
konversi penggunaan lahan
3.1.3 Referensi konversi dan rehabilitasi
lahan
...................................
51
.................
55
3.2 Pendekatan Pemodelan Wilayah
3.3
Struktur Model Pengembangan Wilayah .........
3.3.1 Susbsistem ekosistem wilayah
Jawa Barat
3.3.2 Konversi Sumberdaya Lahan
(a) Kawasan yang berfungsi lindung
(b) Kawasan Budidaya
bl Konversi Lahan Pertanian
b2 Konversi Lahan Perkebunan
b3 Perkembangan kawasan pemukiman
perkotaan dan industri
b4 Perkembangan Lahan Wana-tani
.
.
.
.
Bab IV
PEM0DELA.N EKONOMI
............................
..............
....
..................
......
.....
107
........
112
..
model dasar ekonomi wana-tani
Rumahtangga
4.2.1 Referensi alokasi waktu tenaga kerja
4.2.2 Referensi resiko usaha tani dan
kebutuhan modal
4.2.3 Referensi lingkungan tatanan sosial
pengambilan keputusan
...
.................................
..
.......................
4.3
.................
Struktur Model Ekonomi Rumahtangga ............
4.3.1 sub-sistem Anggaran Belanja Rumahtangga .
4.3.2 Sub-sistem Pemilikan Barang/Harta .......
4.3.3 Sub-sistem Modal Rumahtangga ............
4.3.4 Sub-sistem Alokasi Tenaga Kerja Keluarga .
4.3.5 Sub-sistem Pemilikan Lahan ..............
4.3.6 Sub-sistem Pemeliharaan Ternak ..........
4.3.7 Sub-sistem Kompetisi Tanaman Wana-tani ..
a . Tanaman Semusim .......,..............
b
65
77
80
94
98
116
RUMAHTmGGA PADA USAHA WANA-TAN1
4.1 Beberapa referensi untuk penyusunan inodel
4.2 Referensi
58
. Tanaman Tahunan ......................
122
124
127
129
131
136
136
140
143
145
147
149
151
153
157
Bab V
KERAGAAN EKONOMI WANA-TAN1
RUHAH
TANGGA
..
Gambaran Umum Daerah Penelitian ............
5.2.1 Kecamatan Cibaliung ..................
5.2.2 Kecamatan Wado .......................
5.1 ~ondisiGeografis Wana-tani di Jawa Barat
162
5.2
165
Desa-desa di sepanjang Jalan To1
Jagorawi
5.3 Pendapatan Rumahtangga Usaha Wana-tani
5.3.1 Sumber-sumber Pendapatan Rumahtangga
5.3.2 Pengeluaran Rumahtangga Wana-tani ....
5.4 Lahan sebagai Modal Usahatani Rumahtangga ..
5.5 Alokasi Tenaga Kerja Rumahtangga ...........
5.5.1 Jumlah anggota rumahtangga ...........
5.5.2 Alokasi waktu keluarga
5.2.3
.............................
.....
.
............,..
Bab VI
168
171
173
178
178
189
196
201
203
205
HUBUNGAN-HUBUNGAN UTAHA DALAM EKOSISTEM DAN EKONOHI
WANA-TAN1 RUMAHTANGGA
6.1 Uji Model
..........,...,.................,..
210
6.2 Beberapa ~imulasiuntuk memahami pola perkembangan
Wana-tani
...................................
215
,
Simulasi 1 : Perubahan sumbangan sektor dalam PDRB
terhadap konversi penggunaan lahan hutan,
perkebunan, pertanian dan wana-tani.. 215
Simulasi 2 : Konversi penggunaan lahan, degradasi
222
dan rehabilitasi lahan
.........
Simulasi 3 : Pertumbuhan ekonomi, perubahan sosial
penggunaan lahan serta perkembangan
wana-tani di Jawa Barat
230
.........
xii
6.3 Pola Anggaran Belanja Rumahtangga
Usahatani
6.4 Perilaku Pemilikan Harta Kekayaan Rumahtangga
6.5 Perilaku Pemilikan Lahan Usaha Wanatani
6.6 Perilaku Pemilihan Tanaman Tahunan dan/atau
Tanaman Semusim
6.7 Pendapatan dan Kerja Utama
6.8 Proses Pengambilan Keputusan
6.9 Institusi dan Proses Pengambilan Keputusan ..
.....
.............................
..................
................
Bab VII
251
264
267
274
275
278
KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN
..................................
..................................
7.1 Kesimpulan
280
7.1.1 Umum
280
7.1.2
Aspek-aspek Usaha Wana-tani Rumahtangga 284
7.2 Saran-saran
289
291
7.3 Keterbatasan Analisa
................................
........................
Daftar P u s t a k a
L a m p i r a
........................................
n .......................................
xiii
293
302
DAFTAR
Nomor
J
u
d
TABEL
u
1
halaman
3.4
......
: Matriks Konversi Penggunaan Lahan .............
: Indeks Kawasan Lindung Lingkungan Jawa Barat ..
: Neraca Sumberdaya Perkebunan (1969 - 1989). ....
101
4.1
:
Perbandingan type anggaran belanja rumahtangga.
135
5.1
: Pendapatan Rumahtangga Usaha Wana-tani per Bulan,
3.1
3.2
3.3
: Perkembangan lahan keritis di Jawa Barat
68
75
91
berdasarkan Gol. Pendapatan dan Sumber Pendapatan
(1991)
........................................
181
5.2 : Persentase Pendapatan Rumahtangga berdasarkan sumber
pendapatan pada Usaha Wana-tani di sepanjang Jalan
To1 Jagorawi, 1991
182
5.3 : Pengeluaran ~onsumsidan Biaya Produksi wana-tani
196
rumahtangga di Wado, Sumedang
5.4 : Asal pemilikan tanah rumahtangga desa-desa di
sepanjang jalan To1 Jagorawi
198
5.5 : Rata-rata jumlah Anggota Keluarga Rumahtangga
204
Wana-tani (1991)
............................
..................
..................
..............................
1
..
6.1
: Uji Model Pola Perkembangan Penggunaan Lahan
6.2
: Identifikasi Lokasi Wana-tani pada klasifikasi
Penggunaan Tanah JAwa Barat dan beberapa koef..
216
besaran dalam Model (1992)
Laju perubahan Sumbangan Sektor Kehutanan,
Perkebunan dan Pertanian pada PDRB Jawa Barat
219
Elastisitas Pengeluaran Rumahtangga di Tiga Wilayah
Penelitian (1991)
244
Rata-rata Komposisi Pengeluaran Rumahtangga I,
Golongan pengeluaran untuk Konsumsi Makanan 40%
kebawah
252
Rata-rata Komposisi Pengeluaran Rumahtangga 11,
....................
6.3
:
6.4 :
6.2
:
.
.............................
......................................
6.3 :
214
xiv
Golongan Pengeluaran untuk Konsumsi Makanan
sekitar 65% .................................. 253
6.4 : Rata-rata Komposisi Pengeluaran Rumahtangga 111,
Golongan Pengeluaran untuk Konsumsi Makanan
lebih dari 70% ............................... 254
6.5 : Produktivitas Lahan dan Besar Resiko Tanaman
Kebun Pekarangan di Cibaliung ................. 269
Nomor
J
u
d
u
l
ha1
........
Pernodelan Sistem ~inamikdan Validasinya
Struktur lingkar umpan-balik Perladangan ........
Diagram Alir Kerusakan dan Rehabilitasi 'Hutan
Dinamika perambahan hutan dan rehabilitasinya
Model Kerusakan Sumberdaya Hutan
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan konversi
lahan
Hubungan sebab-akibat dalam Kompetisi penggunaan
lahan pertanian vs non-pertanian
Model Ketersediaan Sumberdaya alam, Intensitas
pemanfaatan ,dan Perkembangan Masyarakatnya
Model Hierarhi Sub-sistem Wilayah
Model Produk Agregatif Wilayah
Lingkar sebab-akibat konversi, rehabilitasi dan
aset wilayah
Lingkar sebab-akibat Konversi Lahan Wilayah Jawa
Barat
Diagram Alir Dinamika Konversi Lahan Wilayah
Perkembangan Hutan dan Kawasan Lindung
Laju Degradasi dan Rehabilitasi lahan keritis
di Jawa Barat
Perkembangan Kawasan Budidaya dan Non-Budidaya
Lingkar sebab-akibat Konversi Lahan Pertanian
.
26
31
...
...
................
46
...........................................
49
................
50
......
...............
..................
....................................
...........................................
....
..........
...................................
..
37
39
53
61
64
70
76
83
86
92
96
... 104
Perubahan-perubahan Lahan Pertanian ............. 106
109
Diagram Alir Konversi Lahan Perkebunan
Pertumbuhan Kawasan Permukiman Perkotaan dan
Industri
115
Perkembangan Wana-tani di Jawa Barat
121
Hubungan-hubungan utama dalam ~konomi
Wana-tani Rumahtangga
136
Diagram Alir Pendapatan Rumahtangga
138
Diagram Alir Kompetisi Tanaman Wana-tani
154
Perkembangan Hutan, Perkebunan dan Pertanian
211
Bias Perkembangan Pertanian Teknis dan 1/2 Teknis 212
Bias Perkembangan Lahan Perkebunan Besar
213
Lingkar sebab-akibat Hutan Lindung, Hutan cadangan
Hutan Produksi dan Wanatani
218
Perkembangan Hutan Lindung, Hutan Produksi,
Hutan Cadangan dan Wanatani
221
Konversi Penggunaan Tanah ke ~emukiman
225
Laju Degradasi Beberapa Penggunaan Lahan
226
Perkembangan ~ a j u~ehabilitasiBeberapa Penggunaan
Lahan
229
Pola Perkembangan Migrasi Pedesaan
231
Perkembangan ~ndustridan Wana-tani
235
Pendapatan dan Pengeluaran Rumahtangga
242
Pengeluaran untuk Konsumsi. Produksi dan Sosial
Rumahtangga
249
~rafikPerkembangan Lahan Pertanian dan Harga
257
Lahan Non-Pertanian
Kemampuan Pinjaman dan Pengeluaran Kredit
258
Perkembangan Pendapatan Rumahtangga tani. Pemilikan
dan Lahan Usaha 'Pertanian
261
Kecenderungan Pemilikan Barang dan Kekayaan
Rumahtangga tani
262
Tekanan Penduduk Terhadap Lahan-lahan Pertanian
266
Perkembangan Tanaman Tahunan dan Tanaman Semusim
273
Kurva Kemungkinan Produksi Tanaman Tahunan/Semusim 277
..........
........................................
............
...........................
.............
........
....
.......
....................
.
31 .
30
32
.
.
34 .
33
35
.
.
37 .
38 .
39.
36
40
.
.
42 .
43 .
41
....................
.........
.......
..........................................
............
............
.........
....................................
.............................
........
......................
..............................
..
..
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
Lebih dari 65% dari jumlah proyek Penanaman Modal Asing
dan Dalam Negeri selama PJP I terkonsentrasi di P.Jawa dan
Jawa Barat merupakan Propinsi yang terbanyak memperoleh
penanaman modal ini. Investasi pembangunan yang cukup besar
ini telah meningkatkan
persaingan
kesempatan penggunaan
lahan yang tidak kompatible maupun yang tidak sesuai dengan
daya
dukungnya,
seperti
misalnya
lokasi
industri,
berdasarkan peraturan tentang izin gangguan (HO 1930, S W
dan
SVO
tidak
1949),
boleh
didirikan
pada
kawasan
,
permukiman,
artinya
industri
tidak
kompatible
dengan
permukiman. Penbangunan permukiman tidak boleh didirikan
pada kawasan resapan air karena tidak sesuai dengan daya
dukung, tetapi penbangunan rumah mewah dibiarkan merambah ke
lereng-lereng gunung yang terjal. Kebijaksanaan di bidang
investasi tidak konsisten dengan kebijaksanaan pembangunan
yang berwawasan lingkungan.
Bersamaan dengan terjadinya perubahan struktur ekonomi
wilayah Jawa Barat dimana pangsa relatif sektor pertanian
dan
perkebunan
terhadap
PDRB
maupun
dalam
penyerapan
lapangan kerja bergeser ke sektor-sektor industri dan jasa
maka kebutuhan lahan untuk industri, pemukiman, sarana dan
prasarana juga meningkat.
Dilain fihak proses aglomerasi kegiatan industri dan
jasa yang memanfaatkan ekonomi eksternal kota (upah buruh,
keterampilan, pendidikan,
sarana
dan
prasarana)
tatanan
yang
pada
kerja,
aksesibilitas,
awalnya
menguntungkan
berlokasi di kota-kota besar (locational rent), pada ahirnya
harus menghadapi batas daya dukung lngkungannya sehingga
perluasan
skala
menimbulkan
ekonomi
kegiatan-kegiatannya
akan
ekonomi biaya tinggi atau dib-economies of
scale.
Masalah-masalah
lingkungan
karena
kurang
efektifnya
pelaksanaan Undang-Undang no 4 tahun 1992 tentang Ketentuan
Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup, menimbulkan
biaya
tinggi
dan
dis-economies
of
scale
ekonomi
tetapi
juga
meningkatnya biaya-biaya sosial seperti makin mahalnya biaya
hidup (cost of living), kemacetan lalu-lintas, pencemaran
air
dan
udara,
kejahatan,
sosial
dan
meningkatnya
kesenjangan
ahirnya
tingkat
dapat
limbah
B3,
pendapatan,
mengganggu
meningkatnya
kecemburuan
stabilitas
sosial
politik (hnwar, 1993). Akibat dari ekonomi biaya tinggi di
daerah perkotaan ini adalah terjadinya proses deglomerasi
(Weber, 1914) yaitu pindahnya kegiatan-kegiatan perkotaan ke
luar kota.
Cokasi-lokasi
baru
yang
memanfaatkan
keuntungan,
lingkungan (environmental rent) tumbuh sebagai pengelompokan
konsentrasi penduduk baru baik dikota kecil maupun desa
dalam jangkauan pengaruh kota-kota besar. Proses desa-kota
dan kota-desa merupakan proses kontinu dari aglomerasideglomerasi yang mempengaruhi pembentukan
struktur tata
ruang sistem perkotaan (McGee, 1990).
Persaingan penggunaan lahan di sekitar pinggiran kotakota yang sedang tumbuh pesat (urban fringe) menjadi lebih
tinggi lagi karena makin banyak alternatif penggunaannya
seperti untuk permukiman, industri, pergudangan, pertokoan,
pusat
perdagangan regional
(regional market),
fasilitas
rekreasi dan untuk penggunaan pertanian sendiri. Oleh karena
itu
pada
wilayah-wilayah
Tanggerang,
Bekasi
pertumbuhan
ekonomi
dan
sekitar
Bandung
yang
pesat
kota
yang
sulit
Jakarta,
Bogor,
sedang
mengalami
untuk
dihindari
terjadinya pergeseran pola penggunaan lahan kearah nonpertanian.
Rente ekonomi lahan yang dihasilkan oleh penggunaan
lahan pertanian
yang
rendah, tidak memberikan
insentif
kepada pemilik lahan pertanian untuk mempertahankan lahan
pertaniannya. Padahal pencetakan sawah baru untuk mengganti
kehilangan sawah yang dikonversikan ke penggunaan
selain tidak mudah, mahal,
menghadapi
resiko
lain,
memakan waktu dan juga dapat
kegagalan
(Anwar,
1993).
~eskipun
~emerintah telah mengatur tentang penyediaan lahan untuk
pemukiman dan mengeluarkan larangan untuk mengalihkan lahan
pertanian beririgasi teknis ke lahan non-pertanian
3
(
Keppres
Tahun 1990, ~ermendagri no
33
Tahun
2
1984
)
tetapi
konversi-konversi lahan ke kawasan industri dan pemukiman
oulit dihindarkan. Berdasarkan Laporan Gubernur Jawa Barat
pada Sidang DPRD TK I Jawa Barat (1992), selama lima tahun
terahir pengalihan fungsi sawah beririgasi di sepanjang
pantai
Utara
Jawa
Barat
(Jalur
Pantura)
adalah
yang
tertinggi (rata-rata 5.800 hektar pertahun). Padahal Jalur
Pantura ini merupakan pemasok utama kebutuhan beras Jawa
Barat.
Apabila tidak dilakukan usaha-usaha pencegahan konversi
penggunaan
lahan
ke
pemanfaatan
lahan
yang
kurang
memperhatikan kelestarian lingkungannya mak'a diperkirakan
P.Jawa pada ahir abad 20 atau awal abad 21 akan menghadapi
entropy lingkungan (~jojohadikusumo,1971).
Pada awal PJP I, masalah lingkungan didominasi oleh
kerusakan sumberdaya hutan dan meluasnya lahan kritis pada
kawasan hutan. Tetapi pada ahir PJPT I
didominasi
oleh
pencemaran
masalah lingkungan
lingkungan
dan
degradasi
sumberdaya lahan karena laju konversi penggunaan lahan ke
lahan
non-pertanian
Yang
kurang
memperhatikan
kelestariannya. Hal ini memberikan dampak sosial ekonomi
yang
luas dan kompleks.
Biro Pusat Statistik menyebutkan
bahwa pada tahun 1988 lahan kritis diluar kawasan hutan
lebih tinggi
(5.486.000
hektar)
dibanding dengan
lahan
kritis didalam kawasan hutan (4.245.000 hektar). Karena itu
usaha-usaha konservasi dan rehabilitasi lahan diluar kawasan
hutan harus lebih diperhatikan dari pada didalam kawasan
hutan karena permasalahannya jauh lebih kompleks.
(1985) merekomendasikan usaha
FA0
pengembangan agro-
silvo-pastoral dalam upaya'menanggulangi masalah kerusakan
hutan hujan tropis. Meskipun rekomendasi ini ditujukan untuk
mencegah
terjadinya
degradasi
sumberdaya
hutan
yang
berkelanjutan, manfaat ekonomi dan ekologi (ekon-ekol) yang
dihasilkan usaha agro-silvo-pastoral ini mempunyai peluang
yang
baik
dapat diterapkan dalam menanggulangi masalah
kerusakan sumberdaya lahan yang disebabkan oleh penggunaan
lahan yang tidak tepat.
Agro-silvo-pastoral yaitu usaha-usaha konservasi lahan
yang dilaksanakan bersamaan dengan usaha pefianfaatan lahan
untuk pertanian, kehutanan, peternakan dan kegiatan lain
secara terpadu. Bentuk kegiatan dasarnya adalah budidaya
pertanian campuran yang sering disebut nagroforestryn atau
nwana-tanin
yang
memberikan
pengertian
tentang
bentuk
pemanfaatan lahan dalam suatu tapak, yang membudidayakan
tanaman berdaur pendek, berdaur panjang dan kegiatan yang
serasi lainnya secara serempak maupun berurutan berdasarkan
kelestarian, dilaksanakan di dalam dan di luar kawasan hutan
untuk
kesejahteraan
masyarakat
(Seminar
Wana-tani
dan
~engendalianPerladangan, 1982).
Bentuk ekosistem wana-tani
(wana-tani),
sebagai suatu
bentuk ekosistem hutan tropis yang dicirikan oleh keragaman
tanaman yang bertajuk berstrata
(multi-storey), berperan
ganda dalam menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan
ekonomi rumahtangga. Tanaman semusim yang beraneka-ragam
memberikan
hasil
yang
berkesinambungan
dalam
memenuhi
kebutuhan pangan, kesehatan dan gizi rumahtangga. sedangkan
%anaman
tahunannya memberikan
rumahtangga
yang
bersifat
sumbangan bagi
"storableu
pendapatan
artinya
nilai
ekonomisnya makin lama makin bertambah apabila hidupnya
tanaman
tersebut makin
lama
dan
jasa
lingkungan yang
dihasilkannya makin memberikan kestabilan ekologis. Bentuk
wana-tani
yang
makin
berkembang
diluar
kawasan
hutan
khususnya pada kawasan pemukiman adalah pekarangan kebun
campuran
.
Wana-tani
pekarangan
kebun
campuran
dan
program
penghijauan pada kawasan permukiman perkotaan dalam bentuk
"urban forestryn dapat dilaksanakan secara terpadu dalam
menjaga keseimbangan ekologi kota dan pemenuhan kebutuhan
dasar rumahtangga. Selain wana-tani dapat dimanfaatkan untuk
program penghijauan juga mampu memenuhi makin meningkatnya
kebutuhan akan keindahan, kenyamanan dan keasrian lingkungan
alami
(demand
of
"amenity
resourcesw) serta
memenuhi
kebutuhan hortikultur, palawija, buah-buahan bagi penduduk
secara terpadu.
Meningkatnya kebutuhan akan cara-cara konservasi lahan
seperti yang dilaksanakan dalam wana-tani ini selain makin
meningkatnya
disebabkan
kebutuhan
oleh
makin
akan
"amenity
meningkatnya
resourcesm
juga
masalah-masalah
lingkungan karena konversi penggunaan lahan pertanian ke
non-pertanian yang tidak memperhatikan kelestariannya
Bentuk-bentuk wana-tani
lainnya
seperti perladangan,
talun, hutan rakyat dan pekarangan kebun campuran secara
tradisional dilakukan pada pertanian lahan kering di P.Jawa.
Malahan sejarahnya jauh lebih lama daripada budaya pertanian
sawah
beririgasi
dikembangkan
terkait.
(Dobby,
karena
1954),
tetapi
kompleksitas
tidak
banyak
aspek-aspeknya
yang
Selain itu sering yang diungkapkan adalah sifat-
sifat wana-tani yang negatif (Gourou, 1956; ~onklin,1957)
seperti (1) diusahakan pada lahan tropis yang gersang, (2)
penggunaan
teknik
usaha
tani
yang
rendah,
(3)
menyangkut masyarakat dengan tingkat pemenuhan
hanya
konsumsi
subsisten serta (4) tidak ada konsep pemilikan tanah pribadi
yang
eksklusif
seperti
pada
pemilikan
tanah
di
Barat
(Pelzer, 1957).
Dilain
fihak
pendekatan
wana-tani
untuk
konservasi
lahan, kurang populer karena memerlukan input modal yang
cukup besar, baik untuk pengadaan tanaman maupun penggunaan
teknologi dalam perlakuan lahan dan air (Darusman, 1989).
Usaha konservasi sumberdaya lahan dan air adalah suatu suatu
usaha yang kompleks (Pakpahan, 1993). Karena itu pendekatan
wana-tani untuk konservasi sumberdaya lahan bukan karena
masalah biaya input produksi yang mahal yang menyebabkan
wana-tani
kurang
populer
tetapi
masalah
kompleksitas
interaksinya yang tidak dapat diselesaikan secara sederhana
1.2 Permasalahan
Pergeseran
permasalahan
perubahan
struktur
dalam
ekonomi
tidak
saja
sosial-budaya tetapi
penggunaan
memberikan
juga perubahan-
lahan yang berdampak
lingkungan.
Dampak eksternalitas lingkungan yang bersifat positip sering
kurang diperhatikan karena dianggap sebagai nilai tambah
sampingan dari target manfaat pembangunan yang ditetapkan.
Sedangkan
eksternalitas
lingkungan
yang
negatip
sering
ditanggapi secara sektoral dengan cara parsimoni sejauh
tidak
menganggu
variabel
jurisdiksinya.
Padahal
dalam
kenyataan dua ha1 tersebut terjadi secara bersamaan a n
'
optimal solusinya tidak selalu dapat dicapai secara mudah.
Usaha
melestarikan
pembangunan
karena
lingkungan menjadi masalah
terjadi
konflik
kepentingan
dalam
antara
kepentingan ekonomi dengan manfaat sosial-ekologi, antara
manfaat
yang dinikmati satu kelompok masyarakat dengan
masyarakat yang lain atau
pendekatan yang berbeda antara
pelestarian dengan skala besar dan skala kecil atau caracara teknis yang lebih bersifat vegetatif dengan yang lebih
bersifat fisikal (terasering).
Kompleksitas pelestarian
lingkungan dengan wana-tani
bukan saja karena konflik kepentingan dalam pemanfaatan
lahan
atau
konflik
bio-masa
tanaman
karena
keragaman
interaksi komponen-komponen dalam membentuk ekosistem wanatani,
tetapi
juga
solusi
optimasinya
tidak
sederhana.
Konsepsi wana-tani, eko-farming dan cara-cara lain dalam
pemanfaatan lahan yang memperhatikan kelestarian sumberdaya
alam, bergabung menjadi satu untuk melengkapi strategi ecodevelopment yang cakupannya menjadi luas (Maydel, 1978).
Ekosistem wana-tani ini dapat dilaksanakan pada tatanan
sosio-budaya dan sosio-ekonomi masyarakatnya yang berbeda
baik
masyarakat
tradisional
subsisten
maupun
komersial
modern (Prinsley, 1990). ~i Afrika (Zimbabwe, Sudan) wanatani dilaksanakan pada kawasan penyangga suaka marga satwa,
selain
dimaksudkan
untuk
memenuhi
kebutuhan
pangan
rumahtangga juga untuk memelihara tanaman buah-buahan langka
dan persediaan kayu bakar masyarakat pedesaan. Di beberapa
negara Asia Tenggara, sistem wana-tani telah dilaksanakan
secara terpadu dalam pembangunan wilayah pedesaan sebagai
jalur hijau (green belt). Di Malaysia dan Serawak sistem
wana-tani kebun pekarangan dikembangkan di daerah-daerah
perkotaan
(garden city) sebagai usaha penghijauan kota,
pertamanan dan paru-paru kota (Manap, 1990). Di hulu sungai
Citanduy (Jawa Barat) wana-tani dilaksanakan sebagai usaha
rehabilitasi kawasan resapan aliran sungai (catchment area)
yang
rusak
dengan
tetap memenuhi
kebutuhan
pendapatan
rumahtangga.
Faktor-faktor
geo-fisik
seperti
kemampuan
lahan,.
kemiringan lereng, curah hujan, kelembaban dan iklim sering
merupakan pertimbangan petani dalam melakukan usaha wanatani. Tetapi apabila kita perhatikan usaha wana-tani juga
secara berhasil dilakukan baik pada daerah yang datar di
dataran rendah seperti di sekitar Jakarta-Bogor (Jagorawi),
jalur pantai Utara Jawa Barat dan di dataran tinggi yang
berbukit-bukit dengan kemiringan yang tajam (bagian Selatan
dawa Barat), ataupun pada daerah pertanian monokultur, wanatani masih sering dijumpai. Jadi faktor geo-fisik
sepenuhnya merupakan
wana-tani, terutama
faktor utama
untuk
pembentukan
kondisi
wilayah
tidak
ekosistem
yang
sedang
bergeser struktur perekonomiannya dimana penggunaan tanah
cepat berubah dan kepadatan penduduk yang makin tinggi.
Bentuk-bentuk
petani
manfaat
(insentif) apa
dan masyarakat yang
yang
diterima
sedang menghadapi perubahan
struktur ekonomi dan perubahan pola penggunaan lahan untuk
tetap mempertahankan keragaman tanaman dalam usaha tani
wana-tani ?
Dalam kebijaksanaan konservasi dan rehabilitasi lahan
dimana
kehidupan
komunitas
lokal
harus
dipelihara,
diperhatikan kepentingannya dan dihormati, manfaat-manfaat
apa yang diperoleh rumahtangga dan bagaimana ha1 tersebut
dapat
dipadukan
dalam
sistem
pengambilan
keputusan
pemerintah ?
Mengapa
cara-cara pengambilan keputusan petani secara
kolektif dalam mengolah lahan berpengaruh dalam pembentukan
ekosistem wana-tani ? Apakah pengambilan keputusan kolektif
ini karena rumahtangga mempunyai tanggung jawab sosial yang
tinggi atau karena rumahtangga tani telah mencapai titik
optimql pengqunaaq l p b a ~wan?-f aei 3
Investasi yang cukup begar d'isektor industri , sarana,
prasarana
dan
pemukiman
perkotaan
selama
PJP
I
telah
mengakibatkan
laju
konversi
penggunaan
lahan
ke
non-
pertanian yang cukup tinggi. Karena itu melakukan konservasi
sumberdaya hutan dan rehabilitasi sumberdaya lahan yang
telah rusak makin sulit karena makin meluasnya kawasankawasan.pemukiman dan industri. Apakah ekosistem wana-tani
mampu menjadi I1sabuk pengaman" terhadap gangguan ekosistem
yang disebabkan oleh konversi penggunaan tanah? Mengapa
~emerintahtidak melakukan usaha untuk mengembangkan bentuk
wana-tani didalam mengendalikan kerusakan sumberdaya lahan
padahal diperkirakan wana-tani mencapai luas 1,3 juta hektar
atau sekitar 29.7% dari luas lahan Jawa Barat?
1.3
Tujuan dan Kegunaan ~enelitian
~enelitian-penelitian wana-tani mulai berkembang pada
tahun 1970'an
dimana wana-tani banyak menarik
perhatian
bidang pertanian dan kehutanan karena peranannya didalam
menjaga
kelestarian
lingkungan.
Penelitian-penelitian
tersebut pada umumnya selain untuk mahami karakteristik
wana-tani secara lebih baik juga bermaksud untuk menempatkan
pengetahuan tentang wana-tani di dalam lingkup disiplin
i lmunya
.
menempatkan
Masih
sedikit
peranan
penelitian-penelitian
wana-tani
dalam
yang
meningkatkan
kesejahteraan ekonomi masyarakat dan menjaga kelestarian
lingkungan secara integratif.
Banyak usaha-usaha wana-tani yang dilaksanakan secara
sektoral
(~ekerjaan Umum,
Pertanian,
Kehutanan,
Dalam
Negeri) tanpa pengetahuan yang cukup tentang arti wana-tani
dalam kaitannya dengan hubungan antar sektor atau berbagai
aspek
wana-tani
yang
dapat
dikembangkan.
~ i l a i n fihak
pemerintah daerah kurang perhatiannnya terhadap pembinaan
usaha
wana-tani
ekonomi
dan
karena kekurang tahuan
ekologi
bentuk-bentuk
dari
wana-tani
wana-tani.
yang
telah
tentang potensi
~ebaliknya banyak
dikembangkan
oleh
komunitas lokal yang memberikan sumbangan yang berarti bagi
rumahtangga
mencontoh
dan
ekonomi
bentuk-bentuk
pedesaan
atau
wana-tani
yang
komunitas
telah
lokal
berhasil
ditempat lain.
Disadari bahwa penelitian yang sangat komprehensif dan
lengkap yang mampu menjelaskan kompleksitas wana-tani ini
sulit dilakukan, karena itu secara umum penelitian ini hanya
bertujuan untuk dapat memahami pola perkembangan wana-tani
di Jawa Barat dalam kaitannya dengan kelestarian lingkungan
dan
perannya
dqlam
memelihara
kesejahteraan
masyarakat
dengan pendekatan sistem.
Pendekatan
sistem
mampu
mendudukan
persoalan
dalam
kondisi yang tidak terisolasi dimana adanya suatu kejadian
yang memberikan dampak positip juga secara bersamaan terjadi
adanya variabel yang berdampak negatip. Karena itu pula
pendekatan sistem bukan alat untuk mencapai solusi optimal
tetapi
lebih pada
pemahaman
interqksinys.
Memahapi
dan
mengintegrasikan pola komunitas lokal kedalam kebijapsanaan
pembangunan yang berkelanjutan secara regional dan nasional
merupakan
tindakan-tindakan
yang
diprioritaskan
dalam
strategi konservasi dunia (Deklarasi Rio de Janeiro,
1992).
Dalam memenuhi tujuan tersebut, secara khusus penelitian
ini bertujuan untuk :
1 . Menyusun suatu model wilayah yang menjelaskan interaksi
konversi penggunaan lahan,
ekosistem wana-tani dan
kelestarian sumberdaya lahan di Jawa Barat.
2 . Menyusun model usaha tani wana-tani rumahtangga dalam
memahami
pola
tingkah
laku usaha tani wana-tani
rumahtangga dan dinamika perkembangannya untuk memenuhi
kebutuhan keluarga serta menjaga kelestarian sumberdaya
lingkungannya.
3. Mempelajari kecenderungan ekosistem wana-tani sebagai
usaha
alternatif
kebijaksanaan
pemerintah
dalam
pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Penyajian Laporan Penelitian
1.4
Model Sistern Dinamik dipakai pada penelitian ini sebagai
alat
untuk
memahami
interaksi
perubahan-perubahan
perilaku rumahtanaga usaha tani wana-tani
sosial-budaya
dan
sosial-ekonomi
pola
dengan lingkungan
serta
perkembangan
lingkungan ekosistem wilayah secara keseluruhan. Referensi
model dan interaksi variabel ditempatkan dibagian depan
permodelan.
Alasan
menganalisa
mengapa
pola
dipilih
Model
sistem
Dinamik
dalam
perkembangan wana-tani, tahapan-tahapan
penyusunan model serta cara pengujian model dijelaskan pada
Bab 11.
Bab I11
menjelaskan tentang struktur model ekosistem
wilayah Jawa Barat yang didekati dari berbagai konversi
penggunaan tanah sebagai sebab-akibat perkembangan sosioekonomi dan sosio-budaya. Masalah degradasi sumberdaya lahan
dan usaha rehabilitasinya diuraikan sejauh ada kaitannya
dengan
perkembangan
wana-tani
dan
kesejahteraan
masyarakatnya.
Model
ekonomi
berdasarkan
wana-tani
komponen
anggaran
kekayaan, pemilikan modal
persepsinya
tanaman
rumahtangga yang
belanja,
dijelaskan
pemilikan
harta
usaha, tenaga kerja keluarga,
terhadap ternak
serta kompetisinya terhadap
wana-tani dijelaskan pada Bab IV. Pada Bab
v
di jelaskan keragaan usaha wana-tan1 rumahtangga pada daerahdaerah penelitian. Beberapa konstanta variabel dari keragaan
rumahtangga ini dipakai dalam permodelan dan beberapa asumsi
untuk membuat skenario dinamika perkembangannya.
~ a bVI
membahas
tentang berbagai
umpan
balik
yang
penting didalam ,memahami interaksi antara variabel utama
dalam ekonomi rumahtangga, pembentukan ekosistem wana-tani
dalam berbagai konversi penggunaan tanah, pertimbangan dalam
memilih pola tanaman dan usaha tani untuk berbagai kondisi
sosial-ekonomi masyarakatnya.
Bab VII menjelaskan beberapa hasil simulasi model yang
menjelaskan
pengambilan
perkembangan
keputusan
serta
ekosistem
gambaran
wana-tani,
tentang
pola
wana-tani
sebagai alternatif program konservasi dan rehabilitasi lahan
terpadu didalam kebijaksanaan pembangunan wilayah.
BAB I1
METODA PENELITIAN
2.1 Kerangka pemikiran pemilihan Metoda
Masalah-masalah lingkungan dan kerusakan sumberdaya alam
yang diakibatkan oleh tingginya pemakaian teknologi dalam
meningkatkan kemajuan kehidupan manusia, menyadarkan kembali
keinginan untuk menyelamatkan alam dan lingkungannya sejalan
dengan tuntunan agama, budaya dan tatanan sosio-ekonomi
masyarakatnya secara seimbang.
Laju pertumbuhan ekonomi dan
tingkat kesejahteraannya yang dicapai harus disesuaikan
dengan
kapasitas
daya
dukung
lingkungannya.
Cara-cara
tradisional dalam menggunakan sumberdaya alam sesuai dengan
kapasitas daya dukungnya merupakan prinsip-prinsip etika
,
ekosentrik yang terus dikembangkan (Naess, 1972). Pendekatan
"neo environmental determinismw ini akan menjadi penting
dalam melaksanakan pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Dasar kebijakannya
selain harus mampu menjaga keseimbangan
ekosistem dan meningkatkan kesejahteraan, juga harus mampu
mengendalikan berbagai kompleksitas konflik kehidupan baik
fisik-biologis, sosio-ekonomi, sosio-budaya
maupun konflik
ekologi-ekonomi dalam mengalokasikan sumberdaya alam.
Konflik alami terjadi antara berbagai
jenis tanaman
tahunan dengan tanaman.semusim dalam mendapatkan unsur hara,
sinar matahari, air, udara, tempat, ruang sampai serangga
htau organisme lainnya pada kondisi geografis dan topografi
tertentu yang membentuk
ekosistem wana-tani.
Persaingan
antara tanaman dan tanaman, tanaman dan organisme lainnya
membentuk
persekutuan-persekutuan
organisme
dan
tanaman
tertentu yang kemudian dipelihara petani wana-tani agar
mendapatkan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan.
Demikian pula kepentingan sosial dan kepentingan ekonomi
yang menjadi dasar pengambilan keputusan penggunaan lahan
dan pemanfaatan
sumberdaya alam
lainnya sering menjadi
konflik karena kepentingan sosial kcmud*
lokal sering
harus dikorbankan untuk kepentingan ekonomi yang lebih luas
atau 'sebaliknya kepentingan ekonomi individual sering tidak
memperhatikan kepentingan sosial komunitas lokal.
Pengaruh
eksternal
dari
pertumbuhan
ekonomi
dan
pergeseran struktur ekonomi banyak menimbulkan masalah dalam
distribusi
komunitas
pemilikan
pemilikan
yang
sumberdaya
bersifat
individual.
lahan
kebersamaan
dari
pemilikan
berubah
menjadi
Dampak yang ditimbulkannya adalah
berubahnya pola dan bentuk wana-tani kepada bentuk wana-tani
yang lebih bersifat pemilikan individual seperti talun atau
pekarangan
kebun
campuran.
Akibat
selanjutnya
adalah
ketimpangan pendapatan masyarakat pedesaan yang makin besar
karena mekanisme redistribusi manfaat yang ditimbulkannya
mengalir keluar komunitas.
Kompleksitas konflik hak pemilikan, kompetisi biomasa,
tahunan dengan tanaman.semusim dalam mendapatkan unsur hara,
sinar matahari, air, udara, tempat, ruang sampai serangga
atau organisme lainnya pada kondisi geografis dan topografi
tertentu yang membentuk
ekosistem wana-tani.
Persaingan
antara tanaman dan tanaman, tanaman dan organisme lainnya
rnembentuk
persekutuan-persekutuan organisme
dan
tanaman
tertentu yang kemudian dipelihara petani wana-tani agar
mendapatkan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan.
Demikian pula kepentingan sosial dan kepentingan ekonomi
yang menjadi dasar pengambilan keputusan penggunaan lahan
dan pemanfaatan
sumberdaya alam
lainnya sering menjadi
konflik karena kepentingan sosial komunitas lokal sering
harus dikorbankan untuk kepentingan ekonomi yang lebih luas
atau'sebaliknya kepentingan ekonomi individual sering tidak
memperhatikan kepentingan sosial komunitas lokal.
Pengaruh
eksternal
dari
pertumbuhan
ekonomi
dan
pergeseran struktur ekonomi banyak menimbulkan masalah dalam
distribusi
komunitas
pemilikan
pemilikan
yang
sumberdaya
bersi